Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH KEJADIAN LUAR BIASA(KLB)

NAMA KELOMPOK:
1. APRILIYA PUTRI.RH
2. NESSA TUZAHARA RAINI
3. NOVI DWI ARYANTI

POLTEKKES KEMENKES BENGKULU


TAHUN AJARAN 2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara yang masih memiliki angka kejadian luar biasa (KLB) penyakit
menular dan keracunan yang cukup tinggi. Kondisi ini menyebabkan perlunya peningkatan
sistem kewaspadaan dini dan respon terhadap KLB tersebut dengan langkah-langkah yang
terprogram dan akurat, sehingga proses penanggulangannya menjadi lebih cepat dan akurat pula.
Untuk dapat mewujudkan respon KLB yang cepat, diperlukan bekal pengetahuan dan
keterampilan yang cukup dari para petugas yang diterjunkan ke lapangan. Kenyataan tersebut
mendorong kebutuhan para petugas di lapangan untuk memiliki pedoman penyelidikan dan
penanggulangan KLB yang terstruktur, sehingga memudahkan kinerja para petugas mengambil
langkah-langkah dalam rangka melakukan respon KLB.

Dewasa ini kejadian wabah penyakit sudah merupakan masalah global, sehingga mendapat
perhatian utama dalam penetapan kebijakan kesehatan masyarakat. Letusan penyakit akibat
pangan (foodborne disease) dan kejadian wabah penyakit lainnya terjadi tidak hanya di berbagai
negara berkembang dimana kondisi sanitasi dan higiene umumnya buruk, tetapi juga di negara-
negara maju. Oleh karena itu disiplin ilmu epidemiologi berupaya menganalisis sifat dan
penyebaran berbagai masalah kesehatan dalam  suatu penduduk tertentu serta mempelajari sebab
timbulnya masalah dan gangguan kesehatan tersebut untuk tujuan pencegahan maupun
penanggulangannya.
Peristiwa bertambahnya penderita atau kematian yang disebabkan oleh suatu penyakit di wilayah
tertentu, kadang-kadang dapat merupakan kejadian yang mengejutkan dan membuat panik
masyarakat di wilayah itu. Secara umum kejadian ini kita sebut sebagai Kejadian Luar Biasa
(KLB), sedangkan yang dimaksud dengan penyakit adalah semua penyakit menular yang dapat
menimbulkan KLB, penyakit yang disebabkan oleh keracunan makanan dan keracunan lainnya.
Penderita atau yang beresiko penyakit dapat menimbulkan KLB dapat diketahui jika dilakukan
pengamatan yang merupakan semua kegiatan yang dilakukan secara teratur, teliti dan terus-
menerus, meliputi pengumpulan, pengolahan, analisa/interpretasi, penyajian data dan pelaporan.
Apabila hasil pengamatan menunjukkan adanya tersangka KLB, maka perlu dilakukan
penyelidikan epidemiologis yaitu semua kegiatan yang dilakukan untuk mengenal sifat-sifat
penyebab dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya dan penyebarluasan KLB
tersebut di samping tindakan penanggulangan seperlunya. Hasil penyelidikan epidemiologis
mengarahkan langkah-langkah yang harus dilakukan dalam upaya penanggulangan KLB. Upaya
penanggulangan ini meliputi pencegahan penyebaran KLB, termasuk pengawasan usaha
pencegahan tersebut dan pemberantasan penyakitnya. Upaya penanggulangan KLB yang
direncanakan dengan cermat dan dilaksanakan oleh semua pihak yang terkait secara
terkoordinasi dapat menghentikan atau membatasi penyebarluasan KLB sehingga tidak
berkembang menjadi suatu wabah (Efendy Ferry, 2009).

Undang-Undang No. 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular serta PP No. 40 tahun 1991
tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular mengatur agar setiap wabah penyakit menular
atau situasi yang dapat mengarah ke wabah penyakit menular (kejadian luar biasa – KLB) harus
ditangani secara dini. Sebagai acuan pelaksanaan teknis telah diterbitkan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 1501/Menteri/Per/X/2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu Yang
Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan.

Dalam pasal 14 Permenkes Nomor 1501/Menteri/Per/X/2010 disebutkan bahwa upaya


penanggulangan KLB dilakukan secara dini kurang dari 24 (dua puluh empat) jam terhitung
sejak terjadinya KLB. Oleh karena itu disusun Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan
Kejadian Luar Biasa (KLB) Penyakit Menular dan Keracunan Pangan sebagai pedoman bagi
pelaksana baik di pusat maupun di daerah. Diperlukan program yang terarah dan sistematis, yang
mengatur secara jelas peran dan tanggung jawab di semua tingkat administrasi, baik di daerah
maupun di tingkat nasional dalam penanggulangan KLB di lapangan, sehingga dalam
pelaksanaannya dapat mencapai hasil yang optimal.

1.2 Rumusan Masalah


1. Pengertian KLB
2. Regulasi Penggulangan KLB
3. Kriteria KLB
4.Tujuan Penyidikan KLB
5. Langkah-langkah Penyidikan KLB
6. Upaya Penangulangan KLB
7. Indikator Keberhasilan Penanggulangan KLB
8. Sistematika Pelaporan KLB
9. Deskripsi KLB COVID-19 (Orang, tempat, Waktu)

1.3 Tujuan Masalah


1. Mengetahui pengertian KLB
2. Mengetahui Regulasi Penggulangan KLB
3. Mengetahui kriteria KLB
4. Mengetahui tujuan penyidikan KLB
5. Mengetahui langkah-langkah penyidikan KLB
6. Mengetahui Upaya penangulangan KLB
7. Mengetahui indikator keberhasilan penanggulangan KLB
8. Mengetahui sistematika pelaporan KLB
9. Mengetahui deskripsi KLB COVID-19 (Orang, tempat, waktu)
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian KLB
Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah salah satu status yang diterapkan di Indonesia untuk
mengklasifikasikan peristiwa merebaknya suatu wabah penyakit.

Status Kejadian Luar Biasa diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
949/MENKES/SK/VII/2004. Kejadian Luar Biasa dijelaskan sebagai timbulnya atau
meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu
daerah dalam kurun waktu tertentu.

Berdasarkan Undang-undang No. 4 tahun 1984 tentang wabah penyakit menular serta Peraturan
Menteri Kesehatan No. 560 tahun 1989, maka penyakit DBD harus dilaporkan segera dalam
waktu kurang dari 24 jam. Undang-undang No. 4 tahun 1984 juga menyebutkan bahwa wabah
adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat, yang jumlah penderita
nyameningkat secara nyata melebihi dari keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu
serta dapat menimbulkan malapetaka. Dalam rangka mengantisipasi wabah secarad ini,
dikembangkan istilah kejadian luar biasa (KLB) sebagai pemantauan lebih dini terhadap kejadian
wabah. Tetapi kelemahan dari system ini adalah penentuan penyakit didasarkan atas hasil
pemeriksaan klinik laboratorium sehingga seringkali KLB terlambat diantisipasi (Sidemen A.,
2003).

Badan Litbangkes berkerjasama dengan Namru telah mengembangkan suatu system surveilans
dengan menggunakan teknologi informasi (computerize) yang disebut dengan Early Warning
Outbreak Recognition System (EWORS). EWORS adalah suatu system jaringan informasi yang
menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya kejadian luar biasa
pada suatu daerah di seluruh Indonesia kepusat EWORS secara cepat (BadanLitbangkes, Depkes
RI). Melalui system ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat,
sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin. Dalam masalah
DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi
jumlah, gejala/karakteristik penyakit, tempat/lokasi, dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit
DATI II di Indonesia (Sidemen A., 2003).

Kejadian Luar Biasa (KLB) yaitu munculnya penyakit di luar kebiasaan (base line condition)
yang terjadi dalam waktu relatif singkat serta memerlukan upaya penanggulangan secepat
mungkin, karena dikhawatirkan akan meluas, baik dari segi jumlah kasus maupun wilayah yang
terkena persebaran penyakit tersebut. Kejadian luar biasa juga disebut sebagai peningkatan
kejadian kasus penyakit yang lebih banyak daripada eksternal normal di suatu area atau
kelompok tertentu, selama suatu periode tertentu. Informasi tentang potensi KLB biasanya
datang dari sumber-sumber masyarakat, yaitu laporan pasien (kasus indeks), keluarga pasien,
kader kesehatan, atau warga masyarakat. Tetapi informasi tentang potensi KLB bisa juga berasal
dari petugas kesehatan, hasil analisis atau surveilans, laporan kematian, laporan hasil
pemeriksaan laboratorium, atau media lokal (Tamher. 2004).
Penyakit menular yang potensial menimbulkan wabah di Indonesia dicantumkan Permenkes
560/MENKES/PER/VIII/1989 tentang Penyakit potensial wabah :

1. Kholera
2. Pertusis
3. Pes
4. Rabies
5. Demam Kuning
6. Malaria
7. Demam Bolak-balik
8. Influenza
9. Tifus Bercak wabah
10. Hepatitis
11. DBD
12. Tifus perut
13. Campak
14. Meningitis
15. Polio
16. Ensefalitis
17. Difteri
18. Antraks
Pengertian kejadian luar biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kesakitan/kematian
yang bermakna secara epidemiologis dalam kurun waktu dan daerah tertentu.

2.2 Regulasi penggulangan KLB

PP 40 tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular adalah aturan pelaksanaan
UU 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular.
PP 40 tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular mengatur tentang
penetapan dan pencabutan daerah tertentu sebagai daerah wabah, tata cara penanggulangan,
upaya-upaya penanggulangan, peran serta masyarakat, penghargaan bagi pihak-pihak yang
membantu penanggulangan wabah maupun hal teknis lainnya.
Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular
ditetapkan di Jakarta pada tanggal 3 Juli 1991 oleh Presiden Soeharto. PP 40 tahun 1991 tentang
Penanggulangan Wabah Penyakit Menular diundangkan di Jakarta pada tanggal 3 Juli 1991 oleh
Mensesneg Moerdiono.
Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1991 tentang
Penanggulangan Wabah Penyakit Menular ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1991 Nomor 49. Penjelasan Atas PP 40 tahun 1991 tentang Penanggulangan
Wabah Penyakit Menular ditempatkan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3447.
Pertimbangan PP 40 tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular adalah:
a. bahwa penanggulangan wabah penyakit menular merupakan salah satu upaya untuk
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi seluruh masyarakat;
b. bahwa sehubungan dengan hal tersebut di atas dan dalam rangka melaksanakan ketentuan
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, perlu menetapkan
penanggulangan wabah penyakit menular dengan Peraturan Pemerintah;
Dasar hukum PP 40 tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular adalah:
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Di Daerah
(Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037);
3. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran
Negara Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3272);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1983 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner
(Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3253);

Prosedur Penanggulangan KLB/Wabah.

1. Masa pra KLB


Informasi kemungkinan akan terjadinya KLB / wabah adalah dengan melaksanakan Sistem
Kewaspadaan Dini secara cermat, selain itu melakukakukan langkah-langkah lainnya :
1. Meningkatkan kewaspadaan dini di puskesmas baik SKD, tenaga dan logistic
2. Membentuk dan melatih TIM Gerak Cepat puskesmas.
3. Mengintensifkan penyuluhan kesehatan pada masyarakat
4. Memperbaiki kerja laboratorium
5. Meningkatkan kerjasama dengan instansi lain
Tim Gerak Cepat (TGC) : Sekelompok tenaga kesehatan yang bertugas menyelesaikan
pengamatan dan penanggulangan wabah di lapangan sesuai dengan data penderita puskesmas
atau data penyelidikan epideomologis.
2. Pengendalian KLB
Tindakan pengendalian KLB meliputi pencegahan terjadinya KLB pada populasi, tempat dan
waktu yang berisiko (Bres, 1986). Dengan demikian untuk pengendalian KLB selain
diketahuinya etiologi, sumber dan cara penularan penyakit masih diperlukan informasi lain.
Informasi tersebut meliputi :
1. Keadaan penyebab KLB
2. Kecenderungan jangka panjang penyakit
3. Daerah yang berisiko untuk terjadi KLB (tempat)
4. Populasi yang berisiko (orang, keadaan imunitas)

2.3 Kriteria KLB

Dalam pasal 6 dituliskan, suatu daerah dapat ditetapkan dalam keadaan kejadian luar biasa,
apabila memenuhi salah satu kriteria sebagai berikut.

1. Dikatakan KLB apabila memenuhi salah satu kriteria sebagai berikut timbulnya suatu
penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal pada suatu daerah.
2. Peningkatan kejadian penyakit terus-menerus selama 3 kurun waktu dalam jam, hari, atau
minggu menurut jenis penyakitnya.
3. Peningkatan kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya
dalam kurun waktu jam, hari, atau minggu. menurut jenis penyakitnya.
4. Jumlah penderita baru dalam periode satu bulan menunjukan kenaikan dua kali atau lebih
dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam tahun sebelumnya.
5. Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama satu tahun menunjukan kenaikan
dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata jumlah kesakitan perbulan pada tahun
sebelumnya.
6. Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam satu kurun waktu
menunjukan kenaikan kenaikan 50 persen atau lebih.
7. Angka proporsi penyakit (proportional rate) penderita baru pada satu periode
menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan satu periode sebelumnya dalam
kurun waktu yang sama.

2.4 Tujuan Penyidikan KLB

Penyidikan KLB (Kejadian Luar Biasa) meliputi :

1. Dilaksanakan pada saat pertama kali mendapatkan informasi adanya KLB atau dugaan
KLB.
2. Penyelidikan perkembangan KLB atau penyelidikan KLB lanjutan.
3. Penyelidikan KLB untuk mendapatkan data epidemiologi KLB atau penelitian lainnya
yang dilaksanakan sesudah KLB berakhir.
Tujuan umum Penyidikan KLB yaitu mencegah meluasnya kejadian (penanggulangan) dan
mencegah terulangnya KLB dimasa yang akan datang (pengendalian). Sedangkan tujuan khusus
Penyidikan KLB yaitu diagnosis kasus yang terjadi dan mengidentifikasi penyebab penyakit,
memastikan bahwa keadaan tersebut merupakan KLB, mengidentifikasi sumber dan cara
penularan, mengidentifikasi keadaan yang menyebabkan KLB, dan mengidentifikasi populasi
yang rentan atau daerah yang beresiko akan terjadi KLB.

2.5 Langkah-langkah Penyidikan KLB

1. Persiapan penelitian lapangan.


2. Menetapkan apakah kejadian tersebut suatu KLB.
3. Memastikan diagnosis Etiologis.
4. Mengidentifikasi dan menghitung kasus atau paparan.
5. Mendeskripsikan kasus berdasarkan orang, waktu, dan tempat.
6. Membuat cara penanggulangan sementara dengan segera (jika diperlukan).
7. Mengidentifikasi sumber dan cara penyebaran.
8. Mengidentifikasi keadaan penyebab KLB.
9. Merencanakan penelitian lain yang sistematis.
10. Menetapkan saran cara pencegahan atau penanggulangan.
11. Menetapkan sistem penemuan kasus baru atau kasus dengan komplikan.
12. Melaporkan hasil penyidikan kepada instansi kesehatan setempat dan kepala sistim
pelayanan kesehatan yang lebih tinggi.
2.6 Upaya penanggulangan KLB
Penanggulangan KLB adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk menangani penderita, mencegah
perluasan KLB, mencegah timbulnya penderita atau kematian baru pada suatu KLB yang sedang
terjadi.
Penanggulangan KLB dikenal dengan nama Sistem Kewaspadaan Dini (SKD-KLB), yang dapat
diartikan sebagai suatu upaya pencegahan dan penanggulangan KLB secara dini dengan
melakukan kegiatan untuk mengantisipasi KLB. Kegiatan yang dilakukan berupa pengamatan
yang sistematis dan terus-menerus yang mendukung sikap tanggap/waspada yang cepat dan tepat
terhadap adanya suatu perubahan status kesehatan masyarakat. Kegiatan yang dilakukan adalah
pengumpulan data kasus baru dari penyakit-penyakit yang berpotensi terjadi KLB secara
mingguan sebagai upaya SKD-KLB. Data-data yang telah terkumpul dilakukan pengolahan dan
analisis data untuk penyusunan rumusan kegiatan perbaikan oleh tim epidemiologi (Dinkes Kota
Surabaya, 2002).
Upaya penanggulangan KLB yaitu :
1. Penyelidikan epidemilogis.
2. Pemeriksaan, pengobatan, perawatan, dan isolasi penderita termasuk tindakan karantina.
3. Pencegahan dan pengendalian.
4. Pemusnahan penyebab penyakit.
5. Penanganan jenazah akibat wabah.
6. Penyuluhan kepada masyarakat.
7. Upaya penanggulangan lainnya.
 
2.7 Indikator Keberhasilan Penanggulangan KLB
Selain itu untuk melihat serta mengukur hasil yang telah dicapai, dibutuhkannya suatu indikator
keberhasilan. Indikator keberhasilan tersebut nantinya akan dijadikan suatu pedoman tertentu.
Adapun indikator keberhasilan penanggulangan KLB, meliputi :
1. Menurunnya frekuensi KLB.
2. Menurunnya jumlah kasus pada setiap KLB.
3. Menurunnya jumlah kematian pada setiap KLB.
4. Memendeknya periode KLB.
5. Menyempitnya penyebarluasan wilayah KLB.

2.8 Sistematika Pelaporan KLB

LAPORAN PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA

 A. PENDAHULUAN

Salah satu tugas penting dari tim penyelidikan KLB adalah membuat laporan hasil penyelidikan.
Tujuan pokok dari laporan tersebut adalah untuk meningkatkan kemungkinan agar pengalaman
dan penemuan-penemuan yang diperoleh dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk mendesain
dan menerapkan teknik-teknik surveilans yang lebih baik serta tindakan pencegahan dan
penanggulangan.

B. SUSUNAN LAPORAN HASIL PENYELIDIKAN


 1. Judul LaporanLangkah pertama pada penulisan laporan adalah menentukan judul, dimana
judul ini merupakan suatu jawaban dari pertanyaan apa, dimana, dan kapan survei / pelacakan
dilaksanakan.

2. PendahuluanMenggambarkan peristiwa dan keadaan yang menyebabkan dimulainya


penyelidikan.

3. Latar BelakangDalam bab ini diuraikan latar belakang daerah survei / pelacakan mengenai
hal-hal geografi, demografi, sosial, ekonomi, politik, dan histori. Jadi di sini diuraikan apakan
daerah tersebut merupakan daerah pantai, pegunungan, daerah rawa ataupun daerah kering.
Bagaimana iklimnya, curah hujan, dan lain sebagainya. Bagaimana keadaan penduduknya,
jumlahnya, golongan umurnya, golongan jenis kelamin, bagaimana pendidikan, pekerjaan,
penghasilan, kebiasaan ( adat istiadat ), suku dan lain sebagainya.

4. Tujuan PenyelidikanSebutkanlah maksud dan tujuan dari survei yang akan kita laksanakan
apakah untuk mengadakan suatu evaluasi program, pembuktian laporan / informasi ataukah
merupakan tujuan penyelidikan. Tulislah secara singkat dan jelas tujuan apa yang kita inginkan.

5. MetodologiDi sini diuraikan merode atau cara-cara pelaksanaan survei / pelacakan batasn
mengenai penyakit / penderita. Dalam pelaksanaan tersebut apakah dilakukan pengambilan
sample darah, urine, faeces, hapus tenggorokan, dll. Bagaimana cara pengambilan sample
tersebut, apakah perlu dilakukan kunjungan dari rumah ke rumah ataukah dengan cara
mengumpulkan masyarakat di suatu tempat dan siapa saja yang akan dijadikan responden. Juga
diuraikan mengenai ketenagaan akan kita pergunakan serta perlatan yang akan dipakai serta
kapan pelaksanaan survei / pelacakan tersebut.

6. Hasil PenelitianPada bab ini hanya memuat fakta-fakta, dan terutama haris menghindarkan
usaha menjelaskan, komentar editorial, diskusi, dan opini.Penyajian data tersebut dapat dalam
bentuk:TabelGrafikChartPeta

TABEL Yang perlu diperhatikan : Sederhana


Variabel sebaiknya tidak lebih dari 3Self Explanatory dimana pengguna singkatan, kode, atau
simbol harus ada keterangannyaTiap kolom atau baris diberi nama yang jelas dan ringkasHarus
dicantumkan satuan / unit yang dipergunakanJumlah harus dicantumkanTabel harus ada
judulnya, judul hendaknya jelas, singkat, dan to the point yang merupakan jawaban dari : apa,
kapan, dan di manaMemberi nomor tabelMencantumkan “Sumber Data”

 GRAFIK Suatu cara menyajikan data kuantitatif dengan sistem koordinat.


Yang perlu diperhatikan :SederhanaSelf explanatoryDalam meletakkan judul dapat di atas / di
bawah grafikSumbu Y : Skala FrekuensiSumbu X : Skala method of
classificationMencantumkan skala yang jelasBila ada grafik didapat lebih dari satu variabel,
masing-masing diberi tanda / catatan / keteranganBila perlu penambahan koordinat, harus diberi
keterangan yang jelas

Macam-macam grafik :HISTOGRAMSuatu cara penyajian data untuk menunjukkan frekuensi


distribusi ( berdasar konsep luas daerah yang ada di bawah histogram )Frekuensi PoligonSuatu
cara penyajian data bila kita ingin membuat grafik dari kelompok data lebih dari 1.
 CHARTGeografi Coordinat Chart Stop map dapat menunjukkan tingkat penyebaran suatu
penyakit. Prosentase Rate di tiap daerah dapat digambarkan dengan memberi warna yang
berbeda.

 7. Ananlisis Data dan Kesimpulan


Merupakan penafsiran dari data dengan tujuan untuk menerima suatu hipotesis dan
menyingkirkan hipotesis lain mengenai penyebab, sumber infeksi, reservoir, cara penularan
( termasuk alat atau vektor ), dan sekolompok resiko tinggi. Di sini adalah tempat yang tepat
untuk membandingkan ciri-ciri epidemiologis KLB ini dengan KLB-KLB lain

8. Uraian Tentang Dampak-Dampak Penting Lainnya, seperti :


Dampak KLB terhadap populasi : akibat-akibat kesehatan, hukum, dan ekonomis.Dampak
tindakan penanggulangan terhadap :populasi status kekebalan, cara hidupreservoir banyaknya,
distribusivektor  banyaknya, distribusikehidupan lain

9. Uraian Tentang Tindakan yang Diambil ( Tindakan Penanggulangan )


Hal ini menyangkut tujuan dari tindakan yang bersangkutan, diskusi tentang cara yang dipakai
( bagaimana, kapan, di mana, dan oleh siapa ), serta uraian tentang keefektifan dan biaya dari
tindakan penanggulangan. Yang terakhir ini mencakup jumlah kasus baru yang terjadi selama
satu masa inkubasi setelah penerapan tindakan penanggulangan hingga saat angka insiden
kembali kepada tingkat pra-wabah. Biaya tindakan penanggulangan harus dinyatakan dalam
rupiah hari-orang menurut profesi.

10. Saran Mengenai Perbaikan Prosedur Surveilans dan Penanggulangan di Masa Depan.
Hal ini dapat mencakup pembicaraan mengenai sumber data surveilans, lingkup, dan kualitas
data pengolahan, penganalisisan dan penyebaran data, serta tanggung jawab masing-masing
petugas dalam struktur organisasi kesehatan.

 TERIMA KASIH

2.9 Deskripsi KLB COVID-19 (Orang, tempat, waktu)

KLB Akibat Virus Corona


Menurut Pasal 2 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana dalam Keadaan Tertentu, penentuan status keadaan darurat bencana
untuk tingkat nasional ditetapkan oleh presiden, tingkat daerah provinsi oleh gubernur,
dan tingkat daerah kabupaten/kota oleh bupati/walikota.
 
Terkait pertanyaan Anda, dasar hukum penetapan KLB akibat virus corona di Solo tercantum
dalam Keputusan Walikota Surakarta Nomor 443.76/28 Tahun 2020 tentang Penetapan Status
Kejadian Luar Biasa  Corona Virus Disease (COVID-19) di Kota Surakarta (“Kepwalkot
Surakarta 443/2020”).
 
Terbitnya Kepwalkot Surakarta 443/2020 ini, disebabkan penyebaran COVID-19 di Indonesia
yang cenderung terus meningkat dari waktu ke waktu, menimbulkan korban jiwa dan kerugian
material yang besar, dan telah berimplikasi pada aspek sosial, ekonomi, dan kesejahteraan
masyarakat.[8]
 
Bahwa World Health Organization (WHO) juga telah menyatakan COVID-19
sebagai pandemic pada 11 Maret 2020 serta telah terjadi keadaan tertentu dengan adanya
penularan COVID-19 di kota Surakarta yang perlu diantisipasi.[9]
 
Dalam Kepwalkot Surakarta 443/2020, ditetapkan status KLB COVID-19 di kota Surakarta
dalam jangka waktu penanggulangan sampai dengan Walikota Surakarta mencabut penetapan
KLB COVID-19.[10]
 
Pemerintah kota Surakarta juga melakukan upaya penanggulangan KLB dengan mencegah,
mendeteksi, merepon serta menangani COVID-19.[11]
 
Selain itu, dalam artikel Info Corona Surakarta di laman Dinas Komunikasi dan Informatika
Statistik dan Persandian Pemerintahan Kota Surakarta, sebagai akibat ditetapkannya KLB
akibat virus corona, pemerintah kota Surakarta meniadakan sejumlah kegiatan atau acara,
seperti:
1. Car Free Day ditiadakan;
2. Siswa-siswi TK sampai dengan SMA baik negeri dan swasta mulai Senin, 16 Maret 2020
sampai 14 hari ke depan belajar di rumah;
3. Pentas Wayang Orang Sriwedari dan Kethoprak diliburkan;
4. Kegiatan olahraga di GOR Manahan dan Sriwedari ditutup;
5. Destinasi dan transportasi pariwisata ditutup;
6. Upacara dan apel bersama di balaikota ditiadakan;
7. Acara olahraga dan budaya dibatalkan/ditunda;
8. Kegiatan kunjungan kerja dan penerimaan kunjungan kerja dibatalkan;
9. Lomba kelurahan ditunda sampai 2 minggu ke depan;
10. Musrenbang RKPD ditunda selama 2 minggu ke depan;
11. Mal dan pasar harus menyediakan tempat cuci tangan dan sabun;
12. Pemusnahan kelelawar, kalong dan codot di Pasar Depok;
13. Untuk sementara hindari bersalaman dan cipika-cipiki.
 
Dengan demikian, kami berpendapat, pemerintah kota Surakarta berwenang untuk menetapkan
status KLB COVID-19 di wilayah kewenangannya atas dasar kewenangan pemerintah daerah
untuk melaksanakan penanggulangan bencana yang dalam hal ini penyebaran virus corona
sebagai bencana nonalam.
 
Oleh karenanya, pemerintah kota Surakarta dapat melakukan tindakan-tindakan penanggulangan
seperlunya, seperti kekarantinaan kesehatan dan penetapan KLB.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah salah satu status yang diterapkan di Indonesia untuk
mengklasifikasikan peristiwa merebaknya suatu wabah penyakit.
2. Penanggulangan KLB adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk menangani penderita,
mencegah perluasan KLB, mencegah timbulnya penderita atau kematian baru pada suatu
KLB yang sedang terjadi.
3. Penanggulangan KLB dikenal dengan nama Sistem Kewaspadaan Dini (SKD-KLB),
yang dapat diartikan sebagai suatu upaya pencegahan dan penanggulangan KLB secara dini
dengan melakukan kegiatan untuk mengantisipasi KLB.
4. Tujuan umum Penyidikan KLB yaitu mencegah meluasnya kejadian (penanggulangan)
dan mencegah terulangnya KLB dimasa yang akan datang (pengendalian).
5. Tujuan khusus Penyidikan KLB yaitu diagnosis kasus yang terjadi dan mengidentifikasi
penyebab penyakit, memastikan bahwa keadaan tersebut merupakan KLB, dll.
 

3.2 Saran
            Penyusun mengetahui bahwa makalah ini sangat jauh dari kata sempurna, oleh karena itu
saran dan kritik sangat kami harapkan. Agar makalah ini bisa lebih baik lagi dan bisa menjadi
pembelajaran untuk kami di kemudian hari. Sekali lagi kami tunggu saran dan kritiknya.
 
Soal-soal

1.  Suatu kejadian penyakit atau keracunan dapat dikatakan KLB apabila memenuhi kriteria
sebagai berikut...

a.       Tidak ada penderita


b.      Peningkatan kejadian penyakit/kematian, dua kali atau lebih dibandingkan dengan priode
sebelumnya
c.       Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan penurunan dua kali lipat
d.      Angka rata-rata perbulan selama satu tahun mengalami penurunan
Jawab : b
2. Penyakit-penyakit menular yang tidak berpotensi menimbulkan wabah dan KLB tetapi
diprogramkan di tingkat kecamatan dan dilaporkan secara bulanan di Puskesmas, dan seterusnya
dilaporkan berjenjeng sampai ke pusat adalah ...

a.       Diare
b.      Campak
c.       Hepatitis
d.      Gonorhoe
e. Flu
Jawab : d
3. Penyakit yang disebabkan oleh transmisi suatu agent infeksiustertentu atau nproduk toksiknya
dari manusia atau hewan yang terinfeksike host yang rentan, baik langsung maupun tidak
lairgsungdisebut? a. Penyakit menular
b. Penyakit non menular
c. Penyakit kronik
d. Sentuhan '
e. Gigitan
4. Merupakan cara pemberantasan vektor dengan perbaikan sanitasi, dipandang murah dan
efektifr tetapi prosesnya tama dan dapat digunakan sepanjang masa tanda ada batasan waktu,
cara ini disebut... a. insektisida
b. environtment
c. biological
d. mechanical
e. transmitter
5. "Gambaran kepadatan tulang pada lansia berdasarkan hasil X-Ray" contoh diatas termasuk ke
dalam kategori penelitian…
a. Deskriptif
b. Analitik
c. Kohort
d. Case-control
e. Experimental
Jawaban : A
6. Perhatikan ciri-ciri desain studi penelitian berikut:
(a) Merupakan studi epidemiologi yang bersifat observasional
(b) Unit pengamatan/analisisnya individual
(c) merupakan laporan kasus-kasus penyakit dengan diagnosis yang diduga sama
(d) Biasanya merupakan penyakit-penyakit baru, masalah kesehatan baru, fenomena baru
yang belum jelas
(e) Menggambarkan riwayat penyakit, pengalaman klinis dari masing-masing kasus
(f) laporan kasus-kasus kemudian dapat dianalisis secara sederhana yakni dengan melihat
distribusi/ frekwensi penyakit dan berdasarkan : gejala-gejala klinis “ orang, tempat,
waktu
Menurut ciri-ciri diatas merupakan penelitian epidimiologi deskriptif dengan desain studi...
a. Desain studi laporan kasus (case-report)
b. Desain studi serial kasus (case-series)
c. Desain studi korelasi (correlation study)
d. Desain studi potong lintang (cross-sectional)
e. Desain studi kohort
Jawaban: A
7. Di suatu kota x dilaporkan terdapat temuan kasus penyakit baru yang menimpa satu individu
dengan gejala klinik tertentu. Untuk membantu menganalisa temuan tersebut, studi apa yang
paling cocok dilakukan...
a. Correlation study
b. Cohort study
c. Case-report study
d. Cross-sectional
e. Case-control study
Jawaban: C
8. Dilakukan sebuah penelitian untuk mencari apakah ada hubungan antara merokok dengan
hipertensi. Penelitian dilakukan di sebuah pabrik dengan menggunakan sampel 1500 orang
secara random dari populasi.
Di bawah ini pernyataan dari penelitian diatas adalah benar, kecuali...
a. Merokok adalah data kategorik
b. Hasil analisis menghasilkan hubungan sebab akibat
c. Hasil analisis deskriptif berupa distribusi frekwensi dari merokok dan hipertensi
d. Hasil analisis analitik dapat melihat korelasi/hubungan antara variabel-variabel diteliti
e. Semua benar
Jawaban: B
9. Penelitian dengan disain studi kohort bersifat observasional tanpa melakukan intervensi.
Dibawah ini merupakan prinsip dari stusi kohort antara lain :
a. Penelitian dimulai dari status keterpaparan terhadap faktor risiko (exposure) pada subjek-
subjek yang diteliti, kemudian dikelompokkan menjadi kelompok terpapar dan tidak terpapar
b. Kedua kelompok di follow up
c. Kemudian diukur outcome (disease) pada masing-masing kelompok dan dibandingkan
d. Jawaban a,b dan c benar
e. Penelitian dilakukan pada subjek-subjek yang sudah sakit
Jawaban : D
Berikut merupakan tabel 2x2 kejadian suatu penyakit akibat paparan tertentu untuk soal no 10:
Disease No Disease Total
Exposed A B A+B
Not Exposed C D C+D
Total A+C B+D A+B+C+D
10. Manakah yang merupakan cara menghitung odds terpapar dari kelompok yang memiliki
penyakit?
a. A/C
b. A/D
c. B/C
d. B/D
e. A/B
Jawaban: A
11. Urutkan langkah-langkah dalam studi kuasi eksperimental:
1. Pilih sampel dari populasi
2. Aplikasikan intervensi secara “blind”
3. Ukur variabel-variabel dasar (yang diduga sebagai confounder)
4. Ukur variabel “outcome” pada kelompok yang diteliti secara “blind”
5. Follow-up kelompok-kelompok yang diteliti
a. 1, 3, 2, 5, 4
b. 1,2, 3, 4, 5
c. 1, 3, 4, 2, 5
d. 1, 3, 2, 4, 5
e. 1, 2 ,5 ,3, 4
12. Terdapat dua kelompok siswa yang dipilih secara random dalam sebuah sekolah. Kelompok
pertama diberikan perlakuan, yaitu menerima pelajaran di kelas yang berisi AC, dan kelompok
yang lain tidak diberi AC. Kemudian dibandingkan perbedaan prestasi antara siswa yang
menerima pelajaran di ruang ber-AC dengan siswa yang menerima pelajaran di ruangan yang
tidak ber-AC. Apabila terdapat perbedaan prestasi yang sangat signifikan maka ruangan ber-AC
sangat memberikan pengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Termasuk dalam bentuk-bentuk
desain eksperimental apakah yang dilakukan pada kasus tersebut?
a. Posttest Only Control Group Design
b. Pretest-posttest with control group design.
c. Control Time Series Design
d. Non Equivalent control group
e. One-Group Pretest-Posttest

Untuk soal no 2 dan 3 Kaitan antara kadar kolesterol dan angka insidens penyakit jantung
koroner dalam suatu kohort (Data hipotetis)

Kategori kadar kolesterol Jumlah kasus stroke Orang - tahun observasi


Tingkat insidens stroke (per 100.000 orang tahun)

Rendah 120 600.000


20,0

Tinggi 360 720.000


50,0
Total 480 1.320.000 36,4

13. Berapa RDI/ rasio rate/ Rasio Density Rate?

a. 2,8

b. 3,8

c. 2,5

d. 4

e. 3,5

Jawaban adalah C

Karena RR = Insden terpajan : insiden tidak terpajan

RR = 50:20 = 2,5

14. Berapa Rasio rate atau rasio densitas insidens (RDI) ?

a. 30

b. 10

c. 20

d. 50

e. 40

Jawaban A

15. Pada suatu lokasi konstruksi, terdapat 118 pekerja. 66 diantaranya menggunakan APD secara
lengkap dan sisanya memakai APD seadanya dan 20 orang diantaranya mengalami
kecelakaan kerja ringan seperti terkena paku, terkena pecahan kaca dan lain-lain. Dari data
yang diperoleh, 5 orang yang biasanya memakai APD secara lengkap juga mengalami
kecelakaan kerja ringan. Hitung berapa rasio oods-nya?

a. 7,625

b. 0,341

c. 0,762

d. 3,411

e. 19,52

Jawaban : A

Anda mungkin juga menyukai