Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
NAMA KELOMPOK:
1. APRILIYA PUTRI.RH
2. NESSA TUZAHARA RAINI
3. NOVI DWI ARYANTI
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara yang masih memiliki angka kejadian luar biasa (KLB) penyakit
menular dan keracunan yang cukup tinggi. Kondisi ini menyebabkan perlunya peningkatan
sistem kewaspadaan dini dan respon terhadap KLB tersebut dengan langkah-langkah yang
terprogram dan akurat, sehingga proses penanggulangannya menjadi lebih cepat dan akurat pula.
Untuk dapat mewujudkan respon KLB yang cepat, diperlukan bekal pengetahuan dan
keterampilan yang cukup dari para petugas yang diterjunkan ke lapangan. Kenyataan tersebut
mendorong kebutuhan para petugas di lapangan untuk memiliki pedoman penyelidikan dan
penanggulangan KLB yang terstruktur, sehingga memudahkan kinerja para petugas mengambil
langkah-langkah dalam rangka melakukan respon KLB.
Dewasa ini kejadian wabah penyakit sudah merupakan masalah global, sehingga mendapat
perhatian utama dalam penetapan kebijakan kesehatan masyarakat. Letusan penyakit akibat
pangan (foodborne disease) dan kejadian wabah penyakit lainnya terjadi tidak hanya di berbagai
negara berkembang dimana kondisi sanitasi dan higiene umumnya buruk, tetapi juga di negara-
negara maju. Oleh karena itu disiplin ilmu epidemiologi berupaya menganalisis sifat dan
penyebaran berbagai masalah kesehatan dalam suatu penduduk tertentu serta mempelajari sebab
timbulnya masalah dan gangguan kesehatan tersebut untuk tujuan pencegahan maupun
penanggulangannya.
Peristiwa bertambahnya penderita atau kematian yang disebabkan oleh suatu penyakit di wilayah
tertentu, kadang-kadang dapat merupakan kejadian yang mengejutkan dan membuat panik
masyarakat di wilayah itu. Secara umum kejadian ini kita sebut sebagai Kejadian Luar Biasa
(KLB), sedangkan yang dimaksud dengan penyakit adalah semua penyakit menular yang dapat
menimbulkan KLB, penyakit yang disebabkan oleh keracunan makanan dan keracunan lainnya.
Penderita atau yang beresiko penyakit dapat menimbulkan KLB dapat diketahui jika dilakukan
pengamatan yang merupakan semua kegiatan yang dilakukan secara teratur, teliti dan terus-
menerus, meliputi pengumpulan, pengolahan, analisa/interpretasi, penyajian data dan pelaporan.
Apabila hasil pengamatan menunjukkan adanya tersangka KLB, maka perlu dilakukan
penyelidikan epidemiologis yaitu semua kegiatan yang dilakukan untuk mengenal sifat-sifat
penyebab dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya dan penyebarluasan KLB
tersebut di samping tindakan penanggulangan seperlunya. Hasil penyelidikan epidemiologis
mengarahkan langkah-langkah yang harus dilakukan dalam upaya penanggulangan KLB. Upaya
penanggulangan ini meliputi pencegahan penyebaran KLB, termasuk pengawasan usaha
pencegahan tersebut dan pemberantasan penyakitnya. Upaya penanggulangan KLB yang
direncanakan dengan cermat dan dilaksanakan oleh semua pihak yang terkait secara
terkoordinasi dapat menghentikan atau membatasi penyebarluasan KLB sehingga tidak
berkembang menjadi suatu wabah (Efendy Ferry, 2009).
Undang-Undang No. 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular serta PP No. 40 tahun 1991
tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular mengatur agar setiap wabah penyakit menular
atau situasi yang dapat mengarah ke wabah penyakit menular (kejadian luar biasa – KLB) harus
ditangani secara dini. Sebagai acuan pelaksanaan teknis telah diterbitkan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 1501/Menteri/Per/X/2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu Yang
Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan.
Status Kejadian Luar Biasa diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
949/MENKES/SK/VII/2004. Kejadian Luar Biasa dijelaskan sebagai timbulnya atau
meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu
daerah dalam kurun waktu tertentu.
Berdasarkan Undang-undang No. 4 tahun 1984 tentang wabah penyakit menular serta Peraturan
Menteri Kesehatan No. 560 tahun 1989, maka penyakit DBD harus dilaporkan segera dalam
waktu kurang dari 24 jam. Undang-undang No. 4 tahun 1984 juga menyebutkan bahwa wabah
adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat, yang jumlah penderita
nyameningkat secara nyata melebihi dari keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu
serta dapat menimbulkan malapetaka. Dalam rangka mengantisipasi wabah secarad ini,
dikembangkan istilah kejadian luar biasa (KLB) sebagai pemantauan lebih dini terhadap kejadian
wabah. Tetapi kelemahan dari system ini adalah penentuan penyakit didasarkan atas hasil
pemeriksaan klinik laboratorium sehingga seringkali KLB terlambat diantisipasi (Sidemen A.,
2003).
Badan Litbangkes berkerjasama dengan Namru telah mengembangkan suatu system surveilans
dengan menggunakan teknologi informasi (computerize) yang disebut dengan Early Warning
Outbreak Recognition System (EWORS). EWORS adalah suatu system jaringan informasi yang
menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya kejadian luar biasa
pada suatu daerah di seluruh Indonesia kepusat EWORS secara cepat (BadanLitbangkes, Depkes
RI). Melalui system ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat,
sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin. Dalam masalah
DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi
jumlah, gejala/karakteristik penyakit, tempat/lokasi, dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit
DATI II di Indonesia (Sidemen A., 2003).
Kejadian Luar Biasa (KLB) yaitu munculnya penyakit di luar kebiasaan (base line condition)
yang terjadi dalam waktu relatif singkat serta memerlukan upaya penanggulangan secepat
mungkin, karena dikhawatirkan akan meluas, baik dari segi jumlah kasus maupun wilayah yang
terkena persebaran penyakit tersebut. Kejadian luar biasa juga disebut sebagai peningkatan
kejadian kasus penyakit yang lebih banyak daripada eksternal normal di suatu area atau
kelompok tertentu, selama suatu periode tertentu. Informasi tentang potensi KLB biasanya
datang dari sumber-sumber masyarakat, yaitu laporan pasien (kasus indeks), keluarga pasien,
kader kesehatan, atau warga masyarakat. Tetapi informasi tentang potensi KLB bisa juga berasal
dari petugas kesehatan, hasil analisis atau surveilans, laporan kematian, laporan hasil
pemeriksaan laboratorium, atau media lokal (Tamher. 2004).
Penyakit menular yang potensial menimbulkan wabah di Indonesia dicantumkan Permenkes
560/MENKES/PER/VIII/1989 tentang Penyakit potensial wabah :
1. Kholera
2. Pertusis
3. Pes
4. Rabies
5. Demam Kuning
6. Malaria
7. Demam Bolak-balik
8. Influenza
9. Tifus Bercak wabah
10. Hepatitis
11. DBD
12. Tifus perut
13. Campak
14. Meningitis
15. Polio
16. Ensefalitis
17. Difteri
18. Antraks
Pengertian kejadian luar biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kesakitan/kematian
yang bermakna secara epidemiologis dalam kurun waktu dan daerah tertentu.
PP 40 tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular adalah aturan pelaksanaan
UU 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular.
PP 40 tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular mengatur tentang
penetapan dan pencabutan daerah tertentu sebagai daerah wabah, tata cara penanggulangan,
upaya-upaya penanggulangan, peran serta masyarakat, penghargaan bagi pihak-pihak yang
membantu penanggulangan wabah maupun hal teknis lainnya.
Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular
ditetapkan di Jakarta pada tanggal 3 Juli 1991 oleh Presiden Soeharto. PP 40 tahun 1991 tentang
Penanggulangan Wabah Penyakit Menular diundangkan di Jakarta pada tanggal 3 Juli 1991 oleh
Mensesneg Moerdiono.
Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1991 tentang
Penanggulangan Wabah Penyakit Menular ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1991 Nomor 49. Penjelasan Atas PP 40 tahun 1991 tentang Penanggulangan
Wabah Penyakit Menular ditempatkan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3447.
Pertimbangan PP 40 tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular adalah:
a. bahwa penanggulangan wabah penyakit menular merupakan salah satu upaya untuk
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi seluruh masyarakat;
b. bahwa sehubungan dengan hal tersebut di atas dan dalam rangka melaksanakan ketentuan
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, perlu menetapkan
penanggulangan wabah penyakit menular dengan Peraturan Pemerintah;
Dasar hukum PP 40 tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular adalah:
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Di Daerah
(Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037);
3. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran
Negara Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3272);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1983 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner
(Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3253);
Dalam pasal 6 dituliskan, suatu daerah dapat ditetapkan dalam keadaan kejadian luar biasa,
apabila memenuhi salah satu kriteria sebagai berikut.
1. Dikatakan KLB apabila memenuhi salah satu kriteria sebagai berikut timbulnya suatu
penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal pada suatu daerah.
2. Peningkatan kejadian penyakit terus-menerus selama 3 kurun waktu dalam jam, hari, atau
minggu menurut jenis penyakitnya.
3. Peningkatan kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya
dalam kurun waktu jam, hari, atau minggu. menurut jenis penyakitnya.
4. Jumlah penderita baru dalam periode satu bulan menunjukan kenaikan dua kali atau lebih
dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam tahun sebelumnya.
5. Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama satu tahun menunjukan kenaikan
dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata jumlah kesakitan perbulan pada tahun
sebelumnya.
6. Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam satu kurun waktu
menunjukan kenaikan kenaikan 50 persen atau lebih.
7. Angka proporsi penyakit (proportional rate) penderita baru pada satu periode
menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan satu periode sebelumnya dalam
kurun waktu yang sama.
1. Dilaksanakan pada saat pertama kali mendapatkan informasi adanya KLB atau dugaan
KLB.
2. Penyelidikan perkembangan KLB atau penyelidikan KLB lanjutan.
3. Penyelidikan KLB untuk mendapatkan data epidemiologi KLB atau penelitian lainnya
yang dilaksanakan sesudah KLB berakhir.
Tujuan umum Penyidikan KLB yaitu mencegah meluasnya kejadian (penanggulangan) dan
mencegah terulangnya KLB dimasa yang akan datang (pengendalian). Sedangkan tujuan khusus
Penyidikan KLB yaitu diagnosis kasus yang terjadi dan mengidentifikasi penyebab penyakit,
memastikan bahwa keadaan tersebut merupakan KLB, mengidentifikasi sumber dan cara
penularan, mengidentifikasi keadaan yang menyebabkan KLB, dan mengidentifikasi populasi
yang rentan atau daerah yang beresiko akan terjadi KLB.
A. PENDAHULUAN
Salah satu tugas penting dari tim penyelidikan KLB adalah membuat laporan hasil penyelidikan.
Tujuan pokok dari laporan tersebut adalah untuk meningkatkan kemungkinan agar pengalaman
dan penemuan-penemuan yang diperoleh dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk mendesain
dan menerapkan teknik-teknik surveilans yang lebih baik serta tindakan pencegahan dan
penanggulangan.
3. Latar BelakangDalam bab ini diuraikan latar belakang daerah survei / pelacakan mengenai
hal-hal geografi, demografi, sosial, ekonomi, politik, dan histori. Jadi di sini diuraikan apakan
daerah tersebut merupakan daerah pantai, pegunungan, daerah rawa ataupun daerah kering.
Bagaimana iklimnya, curah hujan, dan lain sebagainya. Bagaimana keadaan penduduknya,
jumlahnya, golongan umurnya, golongan jenis kelamin, bagaimana pendidikan, pekerjaan,
penghasilan, kebiasaan ( adat istiadat ), suku dan lain sebagainya.
4. Tujuan PenyelidikanSebutkanlah maksud dan tujuan dari survei yang akan kita laksanakan
apakah untuk mengadakan suatu evaluasi program, pembuktian laporan / informasi ataukah
merupakan tujuan penyelidikan. Tulislah secara singkat dan jelas tujuan apa yang kita inginkan.
5. MetodologiDi sini diuraikan merode atau cara-cara pelaksanaan survei / pelacakan batasn
mengenai penyakit / penderita. Dalam pelaksanaan tersebut apakah dilakukan pengambilan
sample darah, urine, faeces, hapus tenggorokan, dll. Bagaimana cara pengambilan sample
tersebut, apakah perlu dilakukan kunjungan dari rumah ke rumah ataukah dengan cara
mengumpulkan masyarakat di suatu tempat dan siapa saja yang akan dijadikan responden. Juga
diuraikan mengenai ketenagaan akan kita pergunakan serta perlatan yang akan dipakai serta
kapan pelaksanaan survei / pelacakan tersebut.
6. Hasil PenelitianPada bab ini hanya memuat fakta-fakta, dan terutama haris menghindarkan
usaha menjelaskan, komentar editorial, diskusi, dan opini.Penyajian data tersebut dapat dalam
bentuk:TabelGrafikChartPeta
10. Saran Mengenai Perbaikan Prosedur Surveilans dan Penanggulangan di Masa Depan.
Hal ini dapat mencakup pembicaraan mengenai sumber data surveilans, lingkup, dan kualitas
data pengolahan, penganalisisan dan penyebaran data, serta tanggung jawab masing-masing
petugas dalam struktur organisasi kesehatan.
TERIMA KASIH
3.2 Saran
Penyusun mengetahui bahwa makalah ini sangat jauh dari kata sempurna, oleh karena itu
saran dan kritik sangat kami harapkan. Agar makalah ini bisa lebih baik lagi dan bisa menjadi
pembelajaran untuk kami di kemudian hari. Sekali lagi kami tunggu saran dan kritiknya.
Soal-soal
1. Suatu kejadian penyakit atau keracunan dapat dikatakan KLB apabila memenuhi kriteria
sebagai berikut...
a. Diare
b. Campak
c. Hepatitis
d. Gonorhoe
e. Flu
Jawab : d
3. Penyakit yang disebabkan oleh transmisi suatu agent infeksiustertentu atau nproduk toksiknya
dari manusia atau hewan yang terinfeksike host yang rentan, baik langsung maupun tidak
lairgsungdisebut? a. Penyakit menular
b. Penyakit non menular
c. Penyakit kronik
d. Sentuhan '
e. Gigitan
4. Merupakan cara pemberantasan vektor dengan perbaikan sanitasi, dipandang murah dan
efektifr tetapi prosesnya tama dan dapat digunakan sepanjang masa tanda ada batasan waktu,
cara ini disebut... a. insektisida
b. environtment
c. biological
d. mechanical
e. transmitter
5. "Gambaran kepadatan tulang pada lansia berdasarkan hasil X-Ray" contoh diatas termasuk ke
dalam kategori penelitian…
a. Deskriptif
b. Analitik
c. Kohort
d. Case-control
e. Experimental
Jawaban : A
6. Perhatikan ciri-ciri desain studi penelitian berikut:
(a) Merupakan studi epidemiologi yang bersifat observasional
(b) Unit pengamatan/analisisnya individual
(c) merupakan laporan kasus-kasus penyakit dengan diagnosis yang diduga sama
(d) Biasanya merupakan penyakit-penyakit baru, masalah kesehatan baru, fenomena baru
yang belum jelas
(e) Menggambarkan riwayat penyakit, pengalaman klinis dari masing-masing kasus
(f) laporan kasus-kasus kemudian dapat dianalisis secara sederhana yakni dengan melihat
distribusi/ frekwensi penyakit dan berdasarkan : gejala-gejala klinis “ orang, tempat,
waktu
Menurut ciri-ciri diatas merupakan penelitian epidimiologi deskriptif dengan desain studi...
a. Desain studi laporan kasus (case-report)
b. Desain studi serial kasus (case-series)
c. Desain studi korelasi (correlation study)
d. Desain studi potong lintang (cross-sectional)
e. Desain studi kohort
Jawaban: A
7. Di suatu kota x dilaporkan terdapat temuan kasus penyakit baru yang menimpa satu individu
dengan gejala klinik tertentu. Untuk membantu menganalisa temuan tersebut, studi apa yang
paling cocok dilakukan...
a. Correlation study
b. Cohort study
c. Case-report study
d. Cross-sectional
e. Case-control study
Jawaban: C
8. Dilakukan sebuah penelitian untuk mencari apakah ada hubungan antara merokok dengan
hipertensi. Penelitian dilakukan di sebuah pabrik dengan menggunakan sampel 1500 orang
secara random dari populasi.
Di bawah ini pernyataan dari penelitian diatas adalah benar, kecuali...
a. Merokok adalah data kategorik
b. Hasil analisis menghasilkan hubungan sebab akibat
c. Hasil analisis deskriptif berupa distribusi frekwensi dari merokok dan hipertensi
d. Hasil analisis analitik dapat melihat korelasi/hubungan antara variabel-variabel diteliti
e. Semua benar
Jawaban: B
9. Penelitian dengan disain studi kohort bersifat observasional tanpa melakukan intervensi.
Dibawah ini merupakan prinsip dari stusi kohort antara lain :
a. Penelitian dimulai dari status keterpaparan terhadap faktor risiko (exposure) pada subjek-
subjek yang diteliti, kemudian dikelompokkan menjadi kelompok terpapar dan tidak terpapar
b. Kedua kelompok di follow up
c. Kemudian diukur outcome (disease) pada masing-masing kelompok dan dibandingkan
d. Jawaban a,b dan c benar
e. Penelitian dilakukan pada subjek-subjek yang sudah sakit
Jawaban : D
Berikut merupakan tabel 2x2 kejadian suatu penyakit akibat paparan tertentu untuk soal no 10:
Disease No Disease Total
Exposed A B A+B
Not Exposed C D C+D
Total A+C B+D A+B+C+D
10. Manakah yang merupakan cara menghitung odds terpapar dari kelompok yang memiliki
penyakit?
a. A/C
b. A/D
c. B/C
d. B/D
e. A/B
Jawaban: A
11. Urutkan langkah-langkah dalam studi kuasi eksperimental:
1. Pilih sampel dari populasi
2. Aplikasikan intervensi secara “blind”
3. Ukur variabel-variabel dasar (yang diduga sebagai confounder)
4. Ukur variabel “outcome” pada kelompok yang diteliti secara “blind”
5. Follow-up kelompok-kelompok yang diteliti
a. 1, 3, 2, 5, 4
b. 1,2, 3, 4, 5
c. 1, 3, 4, 2, 5
d. 1, 3, 2, 4, 5
e. 1, 2 ,5 ,3, 4
12. Terdapat dua kelompok siswa yang dipilih secara random dalam sebuah sekolah. Kelompok
pertama diberikan perlakuan, yaitu menerima pelajaran di kelas yang berisi AC, dan kelompok
yang lain tidak diberi AC. Kemudian dibandingkan perbedaan prestasi antara siswa yang
menerima pelajaran di ruang ber-AC dengan siswa yang menerima pelajaran di ruangan yang
tidak ber-AC. Apabila terdapat perbedaan prestasi yang sangat signifikan maka ruangan ber-AC
sangat memberikan pengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Termasuk dalam bentuk-bentuk
desain eksperimental apakah yang dilakukan pada kasus tersebut?
a. Posttest Only Control Group Design
b. Pretest-posttest with control group design.
c. Control Time Series Design
d. Non Equivalent control group
e. One-Group Pretest-Posttest
Untuk soal no 2 dan 3 Kaitan antara kadar kolesterol dan angka insidens penyakit jantung
koroner dalam suatu kohort (Data hipotetis)
a. 2,8
b. 3,8
c. 2,5
d. 4
e. 3,5
Jawaban adalah C
RR = 50:20 = 2,5
a. 30
b. 10
c. 20
d. 50
e. 40
Jawaban A
15. Pada suatu lokasi konstruksi, terdapat 118 pekerja. 66 diantaranya menggunakan APD secara
lengkap dan sisanya memakai APD seadanya dan 20 orang diantaranya mengalami
kecelakaan kerja ringan seperti terkena paku, terkena pecahan kaca dan lain-lain. Dari data
yang diperoleh, 5 orang yang biasanya memakai APD secara lengkap juga mengalami
kecelakaan kerja ringan. Hitung berapa rasio oods-nya?
a. 7,625
b. 0,341
c. 0,762
d. 3,411
e. 19,52
Jawaban : A