Pembimbing:
Oleh:
2016730115
2020
KATA PENGANTAR
Segala puji atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga saya dapat merampungkan tugas Referat dengan judul
“Terapi Anti Histamin Pada Penyakit Kulit dan Kelamin”.
Saya sadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena
itu kritik dan saran yang membangun sangat saya harapkan demi kesempurnaan
makalah ini.
Terakhir saya ucapkan kepada semua pihak yang terlah berperan dalam
penyusunan makalah ini. Semoga Allah membalas segala kebaikan kita dan
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Khususnya bagi penulis.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Antihistamin
1. Definisi
Antihistamin (antagonis histamin adalah zat yang dapat
mengurangi atau menghalangi efek histamin terhadap tubuh dengan jalan
memblokir reseptor histamin. Histamin merupakan derivat amin dengan
berat molekul rendah yang diproduksi dari L-histidine. Ada empat jenis
reseptor histamin, namun yang dikenal secara luas hanya reseptor histamin
H1 dan H2. Reseptor H1 ditemukan pada neuron, otot polos, epitel dan
endotelium. Reseptor H2 ditemukan pada sel parietal mukosa lambung,
otot polos, epitelium, endotelium, dan jantung. Kedua jenis antihistamin
ini bekerja secara kompetitif yaitu dengan menghambat interaksi histamin
dan reseptor histamin H1 atau H2. Setelah itu, terdapat banyak usaha
untuk menemukan obat baru yang mampu menghambat kedua reseptor
dengan berbagai kekuatan dan spesifitasnya.
Histamin didistribusi secara luas diseluruh tubuh, dengan
konsentrasi yang tinggi terdapat pada paru-paru, kulit dan saluran
pencernaan. Histamin merupakan salah satu mediator utama yang dilepas
dari sel mast dan basofil), berperan terhadap patofisiologi penyakit alergi,
diantaranya rhinitis, urtikaria, asma dan anafilaksis. Reseptor H1 terdapat
pada saraf, epitel dan endotel, dan tipe sel yang lain yang multipel.
Reseptor H2 berlokasi pada sel parietal mukosa lambung, epitel dan
endotel, hati dan tipe sel lainnya. Reseptor H3 dan H4 memiliki ekpresi
yang terbatas. Antihistamin bekerja secara kompetitif, yaitu menghambat
interaksi histamin dengan reseptor histamin H1, H2, H3. Antihistamin
sangat penting untuk terapi berbagai penyakit alergi. Antihistamin juga
menjadi faktor yang penting dalam terapi urtikaria dan dermatitis atopik.
Histamin menyebabkan kontraksi otot polos antara lain pada
bronkus dan usus, tetapi menyebabkan relaksasi kuat pada otot polos
pembuluh darah kecil, sehingga permeabilitasnya meningkat dan timbul
pruritus. Selain itu, histamin merupakan perangsang kuat sekresi asam
lambung dan kelenjar eksokrin lainnya misalnya kelenjar mukosa saluran
nafas. Akibat vasodilatasi pada pembuluh darah kecil maka timbul
kemerahan dan rasa panas di daerah wajah, resistensi perifer menurun
sehingga tekanan darah menurun (hipotensi). Permeabilitas kapilar
meningkat sehingga protein dan cairan plasma keluar ke ruangan
ekstraselular dan menimbulkan edema. Efek bronkokonstriksi dan
kontraksi usus karena histamin dapat dihambat oleh AH1. Efek histamin
terhadap sekresi asam lambung dapat dihambat oleh AH2, misalnya
simetidin dan ranitidin. AH1 berguna untuk pengobatan simtomatik
berbagai penyakit alergi dan mencegah atau mengobati mabuk perjalanan.
Secara klinis alergi terdapat pada penyakit rinitis alergika, urtikaria dan
angioedema.
2. Penggolongan Antihistamin
a. Antagonis Histamin H1
b. Antagonis Histamin H2
c. Antagonis Histamin H3
d. Antagonis Histamin H4
3. Antagonis Reseptor Histamin H1
Antihistamin merupakan salah satu diantara banyaknya obat yang
sering digunakan untuk pasien pediatrik. Menurut data yang diperoleh dari
studi Alergologica pada tahun 2005 bahwa sebesar 56,4% dari seluruh
pasien pediatrik (dibawah usia 14 tahun) diberikan antihistamin dari ahli
alergi. Dan sebanyak 22% menggunakan antihistamin generasi pertama,
selebihnya anti histamin generasi kedua.
Pada dewasa, AH1 menunjukan efikasinya dalam mengurangi
gejala urtikaria, namun tidak terdapat data maupun studi metodoogikal
pada anak dengan urtikaria yang diberikan AH1.
Klasisikasi Antihistamin H1
Tabel 1. Klasifikasi Antihistamin H1
Kelas Fungsional
Kelas Kimia
Generasi pertama Generasi Kedua
Brofeniramin, Klofeniramin,
Dimethinden, Femiramin,
Alkilamin Acrivastin.
Triprolidin, Phiramin,
Pyrorobutamin, Triprolidin.
Buclizin, Cyclizin,
Piperazin Hidroksizin, Meclizin, Cetirizin, Levocetirizin.
Oxatomid.
Astemizol, Desloratadin,
Ebastin, Fexofemadin,
Azatadin, Kriptoheptadin,
Piperidin Levocabastin, Loratadin,
Difenilpiralin, Ketotifen.
Mizolastin, Olopatadin,
Terfenadin.
Carbinoxamin, Clemestin,
Dimenhydrinat,
Ethanolamin -
Difenhydramin, Doxylamin,
Feniltoloxamin.
Antazolin, Pyrilamin,
Ethyendiamin -
Tripelenamin.
Methdilazin, Promethazin,
Phenotiazin -
Trimeprazin.
Farmakokinetik
baik. Efeknya timbul 15-30 menit dan minimal 1-2 jam. Lama kerja AH1
8-12 jam, Difenhidramin yang diberikan secara oral akan mencapai kadar
dapat juga pada paru-paru dan ginjal. AH1 diekskresi melalui urin setelah
Farmakodinamik
permeabilitas).
Interaksi
venlafaxine.
Efek Toksik
bunuh diri. Dosis 20-30 tablet AH1 sudah bersifat letal bagi anak.
Efek sentral AH1 merupakan efek yang berbahaya. Pada anak kecil
yang sukar dikontrol. Gejala lain mirip gejala keracunan atropin misalnya
depresi pada pemulaan, kemudian eksitasi dan akhirnya depresi SSP lebih
lanjut.
dan bronkus domba. Beberapa jaringan seperti otot polos, pembuluh darah
Struktur
Antihistamin H2 secara struktur hampir mirip dengan histamin.
Farmakodinamik
lambung dihambat.
Farmakokinetik
Absorpsi terjadi pada menit ke 60-90. Masa paruh eliminasi sekitar 2jam.
meningkat pada pasien penyakit hati. Pada pasien penyakit hati masa
paruh ranitidin juga memanjang meskipun tidak sebesar pada gagal ginjal.
Kadar puncak plasma dicapai dalam 1-3 jam setelah pengguanaan 150 mg
ranitidin secara oral, dan yang terikat protein plasma hanya 15%.Sekitar
70% dari ranitidin yang diberikan IV dan 30% dari yang diberikan secara
Mekanisme
Indikasi
Zollinger-Ellison.
samping ini antara lain : Nyeri kepala, Pusing, Malaise, Mialgia, Mual,
Farmakodinamik
Farmakokinetik
Simetidin masuk kedalam SSP dan kadarnya dalam cairan spinal 10-20%
dari kadar serum. Sekitar 50-80% dari dosis IV dan 40% dari dosis oral
simetidin diekskresi dalam bentuk asal dalam urin. Masa paruh eliminasi
sekitar 2 jam.
pada orang dewasa dan memanjang pada orang tua dan pada pasien gagal
ginjal. Pada pasien penyakit hati masa paruh ranitidin juga memanjang
meskipun tidak sebesar pada gagal ginjal. Kadar puncak plasma dicapai
dalam 1-3 jam setelah penggunaan 150 mg ranitidin secara oral dan yang
yang diberikan IV dan 30% dari yang diberikan secara oral diekskresi
Efek Samping
samping ini antara lain : nyeri kepala, pusing, malaise, mialgia, mula,
merangsang sekresi prolaktin, tetapi hal ini pernah pula dilaporkan setelah
Interaksi Obat
lebih tinggi yang terjadi pada pasien yang juga mendapat AH2. Simetidin
hati, jadi obat lain akan terakumulasi bila diberikan bersama simetidin.
Obat yang metabolismenya dipengaruhi simetidin adalah arfarin,
atau antikolinergik.
darah otak.
Indikasi
plasma 800ng/ml atau kadar renitidin plasma 100 ng/ml. Tetapi yang lebih
dosis simetidin yang diperlukan. Ranitidin juga lebih baik dari simetidin
untuk pasien yang mendapat banyak obat, pasien yang refrakter terhadap
simetidin, pasien yang tidak tahan efek samping simetidin dan pada pasien
usia lanjut.
b. Famotidin
Farmakodinamik
asam lambung pada keadaan basal, malam dan akiabt distimulasi oleh
pentagastrin. Famotidin tiga kali lebih poten daripada ranitidin dan 20 kali
Indikasi
Efek Samping
Efek samping biasanya ringan dan jarng terjadi misalnya sakit
hati-hati pada ibu menyusui karena obat ini belum diketahui apakah obat
Interaksi Obat
Sampai saat ini interaksi yang bermakna dengan obat lain belum
Farmakokinetik
Setelah dosis oral tunggal sekitar 25% dari dosis ditemukan dalam
bentuk asal di urin. Pada pasien gagal ginjal berat masa paruh eliminasi
c. Nizatidin
Farmakodinamik
Potensi nitazidin dalam menghambat sekresi asam lambung kurang
Indiaksi
dengan ranitidin dan simetidin. Dengan pemberian satu atau dua kali
Efek Samping
samping ringan saluran cerna dapat terjadi. Peningkatan kadar asam urat
mendapat AH2.
Farmakokinetik
dan usia lanjut. Kadar puncak dalam serum setelah pemberian oral
dicapai dalam 1jam, masa paruh plasma sekitar 2 1/2 jam dan lama kerja
d. Terfenadin
QT.
e. Astemizol (Hismanal)
f. Loratadin (Claritin)
selektif dengan efek sedatif dan antikolinergik yang minimal pada dosis
biologikal aktifnya.
waktu paruhnya sekitar 8-11 jam, diekskresikan melalui urine 40%, feses
42% dan air susu 0,029%. Loratadin diindikasikan untuk rinitis alergi dan
Sediaan
- Loratadin tablet 10 mg
- Loratadin reditabs 10 mg
e. Cetirizin (Ryzen)
bentuk metabolit aktif dan obat ini terutama diekskresi lewat urin. Karena
setirisin cepat diabsorbsi dan sedikit yang dimetabolisme, dan juga
diekskresi lewat urin, maka dosis obat ini harus dikurangi pada pasien
Kadar puncak plasma dicapai dalam 1 jam dan waktu paruh plasma
sekitar 7 jam, diekskresikan dalam urine sebanyak 60% dan feses 10%.
studi kemudian mendukung khasiat cetirizin untuk kondisi ini dan juga
mg) dosis tunggal, pada anak-anak adalah 0,3 mg/kgBB sedangkan pada
pasien dengan gangguan ginjal kronik dan hepar dosis yang diberikan
Sediaan
a. Feksofenadin (Telfast)
antagonis H-1 yang selektif dengan sedikit atau tanpa efek samping
maksimum 1-3 jam setelah pemberian per oral. Feksofenadin terikat pada
sebanyak 80% pada urin dan 12% pada feses. Feksofenadin diindikasikan
Sediaan
b. Norastemizole
sampai 16 kali lebih kuat. Mulai kerja norastemizole lebih cepat dibanding
astemizole. Norastemizole tidak mengalami metabolisme, diekskresi
dalam urin dalam bentuk tidak berubah, waktu paruh plasma sekitar satu
per os dengan dosis tunggal 100 mg.(15) Obat ini belum dipasarkan di
Indonesia.
c. DCL
Lebih kuat dari pada loratadin terhadap reseptor H1. Juga diketahui
sedikit lebih lambat dan mempunyai waktu paruh dalam plasma lebih
menyusui.
Pada anak-anak
Pada bayi
DAFTAR PUSTAKA
UNAND.
Edition
4. Katzung, Bertram. 2007. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 8. Salemba
Medika:Jakarta.
Edition
Edition
9. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3405/1/08E00605
10. http://digilib.ubaya.ac.id/skripsi/farmasi/F_204_1860028/F_204_Bab%20V