Anda di halaman 1dari 18

BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI.
Demam dangue/DF dan demam berdarah dangue/DBD (dengue haemorrhagic fever/DHF)
adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam
nyeri otot dan atau nyeri sendi yang disertai leucopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia
dan ditesis hemoragik. Pada dbd terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan dirongga tubuh. Sindrom
renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh
renjatan/ syok. (Sundoyo Aru,dkk 2009).

B. ETIOLOGI.
1.      Virus Dengue.
Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam Arbovirus
(Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus dengue tipe 1,2,3 dan 4
keempat tipe virus dengue tersebut terdapat di Indonesia dan dapat dibedakan satu dari yang
lainnya secara serologis virus dengue yang termasuk dalam genus flavovirus ini berdiameter 40
nonometer dapat berkembang biak dengan baik pada berbagai macam kultur jaringan baik yang
berasal dari sel – sel mamalia misalnya sel BHK (Babby Homster Kidney) maupun sel – sel
Arthropoda misalnya sel aedes Albopictus.
2.      Vektor.
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu nyamukaedes
aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain merupakan
vektor yang kurang berperan berperan.infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan
antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap
serotipe jenis yang lainnya (Arief Mansjoer & Suprohaita; 2000;420).

C. PATOFISIOLOGI.
Virus dengue masuk dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes dan infeksi pertama kali
mungkin memberi gejala sebagai Dengue Fever (DF). Reaksi tubuh merupakan reaksi yang biasa
terlihat sebagai akibat dari proses viremia seperti demam, nyeri otot dan atau sendi, sakit kepala,
dengan / tanpa rash dan limfa denopati.
Sedangkan DBD biasanya timbul apabila seseorang telah terinfeksi dengan virus dengue
pertama kali, mendapat infeksi berulang virus dengue lainnya. Reinfeksi ini akan menyebabkan
suatu reaksi anamnestik antibodi, sehingga menimbulkan konsentrasi komplek antigen antibodi
(komplek virus anti bodi) yang tinggi.
Terdapatnya komplek antigen antibodi dalam sirkulasi darah mengakibatkan :
1. Aktivasi sistem komplemen yang berakibat dilepaskannya mediator anafilatoksin C 3a
dan C 5a, dua peptida yang berdaya melepaskan histamin dan merupakan mediator kuat
yang menyebabkan meningkatnya permeabilitas pembuluh darah (plasma – Leakage),
dan menghilangnya plasma melalui endotel dinding itu, renjatan yang tidak diatasi secara
adekuat akan menimbulkan anoksia jaringan, asidosis metabolik dan berakhir kematian.
2. Depresi sumsum tulang mengakibatkan trombosit kehilangan fungsi agregasi dan
mengalami metamorfosis, sehingga dimusnahkan oleh sistem RE dengan akibat terjadi
trombositopenia hebat dan perdarahan.
3. Terjadinya aktivasi faktor Hagemon (faktor XII) dengan akibat akhir terjadinya
pembekuan intra vaskuler yang meluas. Dalam proses aktivasi ini maka plasminogen
akan berubah menjadi plasmin yang berperan pada pembentukan anafilatoksin dan
penghancuran fibrin menjadi Fibrin Degradation Product (FDP).

D. MANIFESTASI KLINIS
1. Demam Dengue
Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua atau lebih
manifestasi klinis sebagai berikut:
 Nyeri kepala
 Nyeri retro-orbital
 Mialgia/artralgia
 Ruam kulit
 Manifestasi perdarahan (petekie atau uji bending positif)
 Leucopenia
 Pemeriksaan serologi dengue positif, atau ditemukan DD/DBD yang sudah
dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama
2. Demam Berdarah Dengue
Berdasarkan criteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegagkan bila semua haldibawah ini
dipenuhi :
a) Demam atau riwayat demam akut antara 2-7, biasanya bersifat bifasik.
b) Manifestasi perdarahan yang biasanya berupa:
 Uji tourniquet positif
 Petekie, ekimosis, atau purpura
 Perdarahan mukosa (epistaksis, perdarahan gusi) saluran cerna, tempat
bekas suntukan
 Hematemesis atau melena
c) Trombositopenia <100.00/ul
d) Kebocoran plasma yang ditandai dengan
 Peningkatan nilai hematrokrit >20% dari nilai baku sesuai umur dan jenis
kelamin
 Penurunan nilai hemotokrit >20% setelah pemberian cairan yang adekuat
e) Tanda kebocoran plasma seperti : hipoproteinemi, asites, efusi pleura
3. Sindrom Syok Dengue
Seluruh criteria DBDdiatas disertai dengan tanda kegagalan sirkulasi yaitu :
a) Penurunan kesadaran, gelisah
b) Nadi cepat, lemah
c) Hipotensi
d) Tekanan darah turun < 20mmHg
e) Perfusi perifer menurun
f) Kulit dingin-lembab
(wiwik dan Hariwibowo, 2008)

E. KOMPLIKASI
Adapun komplikasi dari penyakit demam berdarah diantaranya :
1. Perdarahan luas.
2. Shock atau renjatan.
3. Effuse pleura
4. Penurunan kesadaran.

F. TANDA DAN GEJALA PENYAKIT DEMAM BERDARAH


Masa tunas / inkubasi selama 3 - 15 hari sejak seseorang terserang virus dengue,
Selanjutnya penderita akan menampakkan berbagai tanda dan gejala demam berdarah
sebagai berikut :
1. Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38 - 40 derajat Celsius).
2. Pada pemeriksaan uji torniquet, tampak adanya jentik (puspura) perdarahan.
3. Adanya bentuk perdarahan dikelopak mata bagian dalam (konjungtiva), Mimisan
(Epitaksis), Buang air besar dengan kotoran (Peaces) berupa lendir bercampur darah
(Melena), dan lain-lainnya.
4. Terjadi pembesaran hati (Hepatomegali).
5. Tekanan darah menurun sehingga menyebabkan syok.
6. Pada pemeriksaan laboratorium (darah) hari ke 3 - 7 terjadi penurunan trombosit
dibawah 100.000 /mm3 (Trombositopeni), terjadi peningkatan nilai Hematokrit diatas
20% dari nilai normal (Hemokonsentrasi).
7. Timbulnya beberapa gejala klinik yang menyertai seperti mual, muntah, penurunan
nafsu makan (anoreksia), sakit perut, diare, menggigil, kejang dan sakit kepala.
8. Mengalami perdarahan pada hidung (mimisan) dan gusi.
9. Demam yang dirasakan penderita menyebabkan keluhan pegal/sakit pada persendian.
10. Munculnya bintik-bintik merah pada kulit akibat pecahnya pembuluh darah.

G. CARA PENULARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH


Penyakit DBD hanya dapat ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypty betina.
1. Nyamuk ini mendapat virus dengue sewaktu menggigit/menghisap darah orang :
a. Yang sakit DBD
b. Yang tidak sakit DBD tetapi dalam darahnya terdapat virus Dengue (karena orang
ini memiliki kekebalan terhadap virus dengue)
c. Orang yang mengandung virus dengue tetapi tidak sakit, dapat pergi kemana-
mana dan menularkan virus itu kepada orang lain di tempat yang ada nyamuk
Aedes Aegypti.
2. Virus dengue yang terhisap akan berkembangbiak dan menyebar ke seluruh tubuh
nyamuk termasuk kelenjar liurnya.
3. Bila nyamuk tersebut menggigit/menghisap darah orang lain, virus itu akan dipindahkan
bersama air liur nyamuk.
4. Bila orang yang ditulari itu tidak memiliki kekebalan (umumnya anak-anak), ia akan
segera menderita DBD.
5. Nyamuk Aedes Aegypti yang sudah mengandung virus dengue, seumur hidupnya dapat
menularkan kepada orang lain.
6. Dalam darah manusia, virus dengue akan mati dengan sendirinya dalam waktu lebih
kurang 1 minggu.
7. Tanda-tanda Penyakit Demam Berdarah Dengue

H. KLASIFIKASI.
WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4 golongan,
yaitu :
1.      Derajat I.
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Uji tourniquet positif.
2.      Derajat II.
Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti petekie,
ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi.
3.      Derajat III.
Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat (>120x/mnt),
tekanan nadi sempit ( ≤ 20 mmHg ), tekanan darah menurun, (120/80 → 120/100 → 120/110 →
90/70 → 80/70 → 80/0 → 0/0 ).
4.      Derajat IV.
Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teatur (denyut jantung ≥ 140x/mnt), anggota gerak teraba
dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG.
1.      HB, Hematokrit / PCV meningkat sama atau lebih dari 20 %.
Normal : PCV / Hm = 3 x Hb.
Nilai normal    :           - HB                =          L : 12,0 – 16,8 g/dl.
                                                                        P : 11,0 – 15,5 g/dl.
-    PCV /Hm     =       L : 35 – 48 %.
                                                                        P : 34 – 45 %.
2.      Trombosit menurun  100.000 / mm3.
Nilai normal    :           L          : 150.000 – 400.000/mm3.
P          : 150.000 – 430.000/mm3.
3.      Leucopenia, kadang-kadang Leucositosis ringan.
Nilai normal    :           L/P      : 4.600 – 11.400/mm3.
4.      Waktu perdarahan memanjang.
Nilai normal    :           1 – 5 menit.
5.      Waktu protombin memanjang.
Nilai normal    :           10 – 14 detik.

J. PENATALAKSANAAN.
Penatalaksanaan penderita dengan DHF adalah sebagai berikut :
1.      Tirah baring atau istirahat baring.
2.      Diet makan lunak.
3.      Minum banyak (2-2,5 liter/24 jam) dapat berupa : susu, teh manis, sirup dan beri penderita
sedikit oralit, pemberian cairan merupakan hal yang paling penting bagi penderita DHF.
4.      Pemberian cairan intravena (biasanya ringer laktat, NaCl Faali) merupakan cairan yang
paling sering digunakan.
5.      Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika kondisi pasien
memburuk, observasi ketat tiap jam.
6.      Periksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari.g.Pemberian obat antipiretik sebaiknya dari
golongan asetaminopen.
7.      Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.
8.      Pemberian antibiotik bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder.
9.      Monitor tanda-tanda dan renjatan meliputi keadaan umum, perubahan tanda-tanda vital,
hasil pemeriksaan laboratorium yang memburuk.
10.  Bila timbul kejang dapat diberikan Diazepam. Pada kasus dengan renjatan pasien dirawat di
perawatan intensif dan segera dipasang infus sebagai pengganti cairan yang hilang dan bila tidak
tampak perbaikan diberikan plasma atau plasma ekspander atau dekstran sebanyak 20  30 ml/kg
BB.Pemberian cairan intravena baik plasma maupun elektrolit dipertahankan 12  48 jam setelah
renjatan teratasi. Apabila renjatan telah teratasi nadi sudah teraba jelas, amplitudo nadi cukup
besar, tekanan sistolik 20 mmHg, kecepatan plasma biasanya dikurangi menjadi 10 ml/kg
BB/jam.Transfusi darah diberikan pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal yang hebat.
Indikasi pemberian transfusi pada penderita DHF yaitu jika ada perdarahan yang jelas secara
klinis dan abdomen yang makin tegang dengan penurunan Hb yang mencolok.Pada DBD tanpa
renjatan hanya diberi banyak minum yaitu 1½-2 liter dalam 24 jam. Cara pemberian sedikit demi
sedikit dengan melibatkan orang tua. Infus diberikan pada pasien DBD tanpa renjatan apabila :
a.       Pasien terus menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga mengancam
terjadinya dehidrasi.
b.      Hematokrit yang cenderung mengikat.

K. PENCEGAHAN.
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu
nyamuk Aedes Aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan
beberapa metode yang tepat, yaitu :
1.      Lingkungan.
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan pemberantasan
sarang nyamuk, pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat pengembangbiakan nyamuk hasil
samping kegiatan manusia.
2.      Biologis.
Pengendalian biologis dengan menggunakan ikan pemakan jentik (ikan cupang).
3.      Kimiawi.
Pengendalian kimiawi antara lain :
a.       Pengasapan/fogging berguna untyk mengurangi kemungkinan penularan sampai
batas waktu tertentu.
b.      Memberikan bubuk abate pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air,
vas bunga, kolam, dan lain-lain.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

A.    PENGKAJIAN.
1. Identitas Klien.
Nama, umur (Secara eksklusif, DHF paling sering menyerang anak – anak dengan usia
kurang dari 15 tahun. Endemis di daerah tropis Asia, dan terutama terjadi pada saat  musim
hujan (Nelson, 1992 : 269), jenis kelamin, alamat, pendidikan, pekerjaan.

2. Keluhan Utama.
Panas atau demam.

3. Riwayat Kesehatan.
a.       Riwayat penyakit sekarang.
Ditemukan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil dengan kesadaran kompos
mentis. Turunnya panas terjadi antara hari ke 3 dan ke 7 dan keadaan anak semakin lemah.
Kadang disertai keluhan batuk pilek, nyeri telan, mual, diare/konstipasi, sakit kepala, nyeri otot,
serta adanya manifestasi pendarahan pada kulit
b.      Riwayat penyakit yang pernah diderita.
Penyakit apa saja yang pernah diderita klien, apa pernah mengalami serangan ulang DHF.
c.       Riwayat imunisasi.
Apabila mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan akan timbulnya komplikasi dapat
dihindarkan.
d.      Riwayat gizi.
Status gizi yang menderita DHF dapat bervariasi, dengan status gizi yang baik maupun buruk
dapat beresiko, apabila terdapat faktor predisposisinya. Pasien yang menderita DHF sering
mengalami keluhan mual, muntah, dan nafsu makan menurun. Apabila kondisi ini berlanjut dan
tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka akan mengalami penurunan
berat badan sehingga status gizinya menjadi kurang.
e.       Kondisi lingkungan.
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang kurang bersih ( seperti air
yang menggenang dan gantungan baju dikamar ).

4.      Acitvity Daily Life (ADL)


1)      Nutrisi                            : Mual, muntah, anoreksia, sakit saat menelan.
2)      Aktivitas                        : Nyeri pada anggota badan, punggung sendi, kepala,
ulu hati, pegal-pegal pada seluruh tubuh, menurunnya aktivitas sehari-hari.
3)      Istirahat, tidur                :  Dapat terganggu karena panas, sakit kepala dan nyeri.
4)      Eliminasi                        :  Diare / konstipasi, melena, oligouria sampai anuria.
5)      Personal hygiene            :  Meningkatnya ketergantungan kebutuhan perawatan diri.

5.      Pemeriksaan fisik, terdiri dari :


Inspeksi, adalah pengamatan secara seksama terhadap status kesehatan klien (inspeksi
adanya lesi pada kulit). Perkusi, adalah pemeriksaan fisik dengan jalan mengetukkan jari tengah
ke jari tengah lainnya untuk mengetahui normal atau tidaknya suatu organ tubuh. Palpasi, adalah
jenis pemeriksaan fisik dengan meraba klien. Auskultasi, adalah dengan cara mendengarkan
menggunakan stetoskop (auskultasi dinding abdomen untuk mengetahu bising usus).
Adapun pemeriksaan fisik pada anak DHF diperoleh hasil sebagai berikut:
a.       Keadaan umum :
Berdasarkan tingkatan (grade) DHF keadaan umum adalah sebagai berikut :
1)      Grade I            : Kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, tanda – tanda vital dan
nadi lemah.
2)      Grade II          : Kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, ada perdarahan spontan
petekia, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi lemah, kecil, dan tidak teratur.
3)      Grade III         : Keadaan umum lemah, kesadaran apatis, somnolen, nadi lemah, kecil, dan
tidak teratur serta tensi menurun.
4)      Grade IV         : Kesadaran koma, tanda – tanda vital : nadi tidak teraba, tensi tidak terukur,
pernapasan tidak teratur, ekstremitas dingin berkeringat dan kulit tampak sianosis.
b.      Kepala dan leher.
1)      Wajah     : Kemerahan pada muka, pembengkakan sekitar mata, lakrimasi dan fotobia,
pergerakan bola mata nyeri.
2)      Mulut      : Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor, (kadang-kadang) sianosis.
3)      Hidung   : Epitaksis
4)      Tenggorokan                  : Hiperemia
5)      Leher      : Terjadi pembesaran kelenjar limfe pada sudut atas rahang daerah servikal
posterior.

c.       Dada (Thorax).
Nyeri tekan epigastrik, nafas dangkal.
Pada Stadium IV :
Palpasi             : Vocal – fremitus kurang bergetar.
Perkusi            : Suara paru pekak.
Auskultasi       : Didapatkan suara nafas vesikuler yang lemah.
d.      Abdomen (Perut).
Palpasi       : Terjadi pembesaran hati dan limfe, pada keadaan dehidrasi turgor kulit dapat
menurun, suffiing dulness, balote ment point (Stadium IV).
e.       Anus dan genetalia.
Eliminasi alvi                        : Diare, konstipasi, melena.
Eliminasi uri                         : Dapat terjadi oligouria sampai anuria.
f.       Ekstrimitas atas dan bawah.
Stadium I              : Ekstremitas atas nampak petekie akibat RL test.
Stadium II – III    : Terdapat petekie dan ekimose di kedua ekstrimitas.
Stadium IV           : Ekstrimitas dingin, berkeringat dan sianosis pada jari tangan
dan kaki.

6.      Pemeriksaan laboratorium.
Pada pemeriksaan darah klien DHF akan dijumpai :
a.         Hb dan PCV meningkat ( ≥20%).
b.        Trambositopenia (≤100.000/ml).
c.         Leukopenia.
d.        Ig.D. dengue positif.
e.         Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan : hipoproteinemia, hipokloremia, dan
hiponatremia.
f.         Urium dan Ph darah mungkin meningkat.
g.        Asidosis metabolic : Pco2<35-40 mmHg.
h.        SGOT/SGPT mungkin meningkat.

B.     DIAGNOSA.
Nursalam (2001) dan Nanda (2009) menyatakan, diagnosa keperawatan yang dapat timbul pada
klien dengan DHF adalah :
1.      Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme.
Ditandai oleh :
a.       Konvulsi.
b.      Kulit kemerahan.
c.       Peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal.
d.      Kejang.
e.       Takikardi.
f.       Takipnea.
g.      Kulit terasa hangat.

2.      Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.


a.       Perubahan status mental.
b.      Penurunan tekanan darah.
c.       Penurunan tekanan nadi.
d.      Penurunan volume nadi.
e.       Penurunan turgor kulit.
f.       Penurunan turgor lidah.
g.      Pengeluaran haluaran urine.
h.      Penurunan pengisian vena.
i.        Membrane mukosa kering.
j.        Kulit kering.
k.      Peningkatan hematokrit.
l.        Peningkatan suhu tubuh.
m.    Peningkatan frekuensi nadi.
n.      Peningkatan konsentrasi urine.
o.      Penurunan berat badan tiba-tiba.
p.      Haus.
q.      Kelemahan

3.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan


untuk mencerna makanan.
a.       Kram abdomen.
b.      Nyeri abdomen.
c.       Menghindari makanan.
d.      Berat badan turun 20 % atau lebih di bawah berat badan ideal.
e.       Kerapuhan kapiler.
f.       Diare.
g.      Kehilangan rambut berlebihan.
h.      Bising usus hiperaktif.
i.        Kurang makanan.
j.        Kurang informasi.
k.      Kurang minat pada makanan.
l.        Penurunan berat badan dengan asupan makanan adekuat.
m.    Kesalahan konsepsi.
n.      Kesalahan informasi.
4.      Perubahan perfusi jaringan kapiler berhubungan dengan perdarahan.
a.       kematian jaringan pada ekstremitas seperti dingin, nyeri, pembengkakan kaki.
5.      Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan tidak familiar dengan sumber informasi.
a.       Perilaku hiperbola.
b.      Ketidakakuratan mengikuti perintah.
c.       Ketidakakuratan melakukan tes.
d.      Perilaku tidak tepat.
e.       Pengungkapan masalah.

C.     INTERVENSI.
Nanda (2009) dan Doenges (2000), menyatakan bahwa rencana tindakan keperawatan yang
dapat disusun untuk setiap diagnose adalah :
1.      Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme.
Tujuan Rencana Rasional
  Mempertahankan suhu a.       Ukur tanda-tanda a.       Suhu 38,90C-41,10C
tubuh normal. vital (suhu). menunjukkan proses
  KH : b.      Berikan kompres penyakit infeksi akut.
         Suhu tubuh antara hangat. b.      Kompres hangat akan
36 – 370C. c.       Tingkatkan intake terjadi perpindahan panas
         Membrane mukosa cairan. konduksi.
basah. c.       Untuk mengganti
         Nyeri otot hilang. cairan tubuh yang hilang
akibat evaporasi.

2.      Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.


Tujuan Rencana Rasional
  Kebutuhan cairan a.       Observasi tanda-tanda a.       Penurunan sirkulasi darah
terpenuhi. vital paling sedikit setiap dapat terjadi dari
  KH : tiga jam. peningkatan kehilangan
         Mata tidak cekung. b.      Observasi dan cata intake cairan mengakibatkan
         Membrane mukosa dan output. hipotensi dan takikardia.
tetap lembab. c.       Timbang berat badan. b.      Menunjukkan status
         Turgor kulit baik. d.      Monitor pemberian volume sirkulasi,
cairan melalui intravena terjadinya / perbaikan
setiap jam. perpindahan cairan, dan
respon terhadap terapi.
c.       Mengukur keadekuatan
penggantian cairan sesuai
fungsi ginjal.
d.      Mempertahankan
keseimbangan
cairan/elektrolit.

3.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan


untuk mencerna makanan.
Tujuan Rencana Rasional
  Kebutuhan nutrisi adekuat.a.       Berikan makanan yang a.       Mengganti kehilangan
  KH : disertai dengan suplemen vitamin karena
Berat badan stabil atau nutrisi untuk meningkatkan malnutrisi/anemia.
meningkat. kualitas intake nutrisi. b.      Porsi lebih kecil dapat
b.      Anjurkan kepada orang meningkatkan masukan.
tua untuk memberikan c.       Mengawasi penurunan
makanan dengan teknik berat badan.
porsi kecil tapi sering d.      Mulut yang bersih
secara bertahap. meningkatkan selera makan
c.       Timbang berat badan dan pemasukan oral.
setiap hari pada waktu yange.       Jelaskan pentingnya
sama dan dengan skala intake nutrisi yang adekuat
yang sama. untuk penyembuhan
d.      Pertahankan kebersihan penyakit.
mulut klien.
e.       Jelaskan pentingnya
intake nutrisi yang adekuat
untuk penyembuhan
penyakit.

4.      Perubahan perfusi jaringan kapiler berhubungan dengan perdarahan.


Tujuan Rencana Rasional
  Perfusi jaringan perifer a.       Kaji dan catat tanda-
a.       Penurunan sirkulasi darah
adekuat. tanda vital. dapat terjadi dari
  KH : b.      Nilai kemungkinan peningkatan kehilangan
         TTV stabil. terjadinya kematian cairan mengakibatkan
jaringan pada ekstremitas hipotensi.
seperti dingin, nyeri, b.      Kondisi kulit dipengaruhi
pembengkakan kaki. oleh sirkulasi, nutrisi, dan
immobilisasi.

5.      Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak familiar dengan sumber informasi


Tujuan Rencana Rasional
  Klien mengerti dan a.       Tentukan kemampuan a.       Adanya keinginan untuk
memahami proses penyakit dan kemauan untuk belajar. belajar memudahkan
dan pengobatan. b.      Jelaskan rasional penerimaan informasi.
pengobatan, dosis, efek b.      Dapat meningkatkan
samping dan pentingnya kerjasama dengan terapi
minum obat sesuai resep. obat dan mencegah
c.       Beri pendidikan penghentian pada obat dan
kesehatan mengenai atau interkasi obat yang
penyakit DHF. merugikan.
c.       Dapat meningkatkan
pengetahuan pasien dan
dapat mengurangi
kecemasan.

D.    IMPLEMENTASI.
Implementasi, yang merupakan komponen dari proses keperawatan, adalah kategori dari perilaku
keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang
diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan. (Perry & Potter, 2005).
1.      Tindakan Keperawatan Mandiri.
Tindakan yang dilakukan Tanpa Pesanan Dokter. Tindakan keperawatan mendiri dilakukan oleh
perawat. Misalnya menciptakan lingkungan yang tenang, mengompres hangat saat klien demam.
2.      Tindakan Keperawatan Kolaboratif.
Tindakan yang dilakukan oleh perawat apabila perawata bekerja dengan anggota perawatan
kesehatan yang lain dalam membuat keputusan bersama yang bertahan untuk mengatasi masalah
klien.

E.     EVALUASI.
Langkah evaluasi dari proses keperawatan mengukur respons klien terhadap tindakan
keperawatan dan kemajuan klien kea rah pencapaian tujuan. Evaluasi terjadi kapan saja perawat
berhubungan dengan klien. Penekanannya adalah pada hasil klien. Perawat mengevaluasi apakah
perilaku klien mencerminkan suatu kemunduran atau kemajuan dalam diagnosa
keperawatan (Perry Potter, 2005).
Hasil asuhan keperawatan pada klien dengan DHF sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Evaluasi ini didasarkan pada hasil yang diharapkan atau perubahan yang terjadi pada pasien.
Adapun sasaran evaluasi pada pasien demam berdarah dengue sebagai berikut :
a.       Suhu tubuh pasien normal (360C - 370C), pasien bebas dari demam.
b.      Pasien akan mengungkapkan rasa nyeri berkurang.
c.       Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi, pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan
porsi yang diberikan atau dibutuhkan.
d.      Keseimbangan cairan akan tetap terjaga dan kebutuhan cairan pada pasien terpenuhi.
e.       Aktivitas sehari-hari pasien dapat terpenuhi.
f.       Pasien akan mempertahankan sehingga tidak terjadi syok hypovolemik dengan tanda vital
dalam batas normal.
g.      Infeksi tidak terjadi.
h.      Tidak terjadi perdarahan lebih lanjut.
i.        Kecemasan pasien akan berkurang dan mendengarkan penjelasan dari perawat tentang
proses penyakitnya.

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC. Jakarta.

M. Nurs, Nursalam. 2005. Asuhan Keperawatan pada bayi dan anak. Salemba Medika. Jakarta.

Doenges, Marilynn E, dkk, (2000), Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa


Keperawatan, EGC ; Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai