Anda di halaman 1dari 161

ANALISIS KEBISINGAN PESAWAT TERBANG

DI KAWASAN SEKITAR BANDARA


(STUDI KASUS: BANDARA PEKANBARU DAN SURABAYA)
Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sains (S.Si)

Oleh:

ANA EKAWATI MAHBUBIYAH

107097002520

PROGRAM STUDI FISIKA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2011
ANALISIS KEBISINGAN PESAWAT TERBANG
DI KAWASAN SEKITAR BANDARA
(STUDI KASUS: BANDARA PEKANBARU DAN SURABAYA)

Skripsi

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Sains (S.Si)

Oleh:

ANA EKAWATI MAHBUBIYAH

107097002520

PROGRAM STUDI FISIKA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2011
LEMBAR PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR HASIL

KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU

KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Jakarta, November 2011

Ana Ekawati Mahbubiyah


107097002520
November 2011

ّ ‫س بحان هللا وامحلد هلل وال اهل الا هللا وهللا اكرب والحول وال ّقوة الا ابهلل‬
. . . . ‫العيل العظمي‬

Syukur ku haturkan pada Sang Pencipta...


Sholawat ku senandungkan pada Tauladan Terbaik...
Terima kasih ku ungkapkan pada Ayah, Bunda, Guru, Saudara dan Sahabat-Sahabat ku...
Ku persembahkan karya ini untuk kalian,,,

) ٢٣ : ‫ ( املكل‬.             

Katakanlah: "Dia-lah yang menciptakan kamu dan menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan
dan hati". (tetapi) Amat sedikit kamu bersyukur. (QS. Al-Mulk: 23).

Karya terindah ini dipersembahkan oleh:


Ana Ekawati Mahbubiyah
ABSTRAK

Analisis kebisingan pesawat terbang di kawasan sekitar bandara Pekanbaru


dan Surabaya untuk mengetahui nilai EPNL(Effective Perceived Noise Level),
korelasi Lmax dan EPNL, perbandingan EPNL Penghitungan dan EPNL Prediksi,
nilai Leq serta nilai Lsm. Sebagai informasi serta database bagi pemerintah di
bidang lingkungan hidup. Dengan menggunakan metode pengukuran dan
perhitungan yang telah diadopsi dari FAA(Federal Aviation Administration) atau
ICAO(International Civil Aviation Organization). Sehingga dapat diketahui nilai
EPNL dari tiap (type) pesawat itu berbeda-beda. Di bandara Pekanbaru nilai EPNL
terendah yaitu 91.10 EPNdB(72-212A) dan tertinggi yaitu 109.32 EPNdB(737-
200), sedangkan di bandara Surabaya nilai EPNL terendah yaitu 86.15 EPNdB(72-
212A) dan tertinggi yaitu 111.11 EPNdB (737-200). Korelasi nilai Lmax dengan
nilai EPNL (Effective Perceived Noise Level) yang sangat signifikan.
Perbandingan antara nilai EPNL Pengukuran dan nilai EPNL Prediksi dengan
selisih rata-rata sebesar 0. 013 EPNdB (Pekanbaru) dan 0.036 EPNdB(Surabaya).
Nilai Leq pada range antara 39.87 – 86.11 dB(A)(Pekanbaru) dan 42.23 – 75.5
dB(A)(Surabaya). Nilai Lsm(Level Siang Malam) rata-rata yang diperoleh di
kawasan pemukiman sekitar bandara Pekanbaru untuk TU1 sebesar 63.23 dB(A),
TU2 sebesar 76.47 dB(A), TU3 sebesar 60.57 dB(A). Sedangkan di kawasan
pemukiman sekitar bandara Surabaya untuk TU1 sebesar 69.93 dB(A), TU2
sebesar 67.13 dB(A), TU3 sebesar 65.77 dB(A), sehingga nilai rata-rata Lsm di
kawasan pemukiman sekitar bandara Pekanbaru dan Surabaya 100% telah
melebihi baku mutu yang diatur dalam Kep.Men.LH No.48 Tahun1996 yaitu 55
dB(A).

Kata kunci: Kebisingan pesawat terbang, EPNL, EPNdB, FAA, ICAO, Leq, Lsm,
korelasi, Kep. Men. LH no.48/1996

i
ABSTRACT

Analysis of aircraft noise in areas around airports Pekanbaru and


Surabaya to know the value of EPNL (Effective Perceived Noise Level), Lmax and
EPNL correlation, comparison EPNL calculation and EPNL Predictions, LEQ
value and the value of DNL. As the information and database for the government
in the environmental field. By using the methods of measurement and calculation
which has been adopted from the FAA (Federal Aviation Administration) or ICAO
(International Civil Aviation Organization). So that it can be seen EPNL value of
each (type) aircraft is different. In Pekanbaru airport EPNL value which is 91.10
EPNdB lowest (72-212A) and the highest is 109.32 EPNdB (737-200), while at the
airport in Surabaya EPNL value low of 86.15 EPNdB (72-212A) and the high of
111.11 EPNdB (737-200) . The correlation value of Lmax with a value of EPNL
(Effective Perceived Noise Level) which is very significant. Comparison between
the values of EPNL Measurement and Prediction EPNL values with an average
difference of 0. 013 EPNdB (Pekanbaru) and 0036 EPNdB (Surabaya). LEQ value
in the range between 39.87 - 86.11 dB (A) (Pekanbaru) and 42.23 - 75.5 dB (A)
(Surabaya). Value DNL (Day Night Level) the average obtained in the residential
areas around airports Pekanbaru to TU1 of 63.23 dB (A), TU2 amounting to 76.47
dB (A), TU3 of 60.57 dB (A). While in residential areas around the airport
Surabaya for TU1 of 69.93 dB (A), TU2 amounting to 67.13 dB (A), TU3 of 65.77
dB (A), so that the average value of DNL in residential areas around airports
Pekanbaru and Surabaya has exceeded 100% quality standards set forth in 48
Kep.Men.LH 1996 is 55 dB (A).

Key Word: Aircraft Noise, EPNL, EPNdB, FAA, ICAO, LEQ, DNL, correlation,
Kep. Men. LH no.48/1996

ii
KATA PENGANTAR

   

Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-

Nya sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan tepat pada waktu yang telah

ditentukan. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad

SAW selaku suri tauladan terbaik serta kepada para sahabat, keluarga dan

pengikutnya hingga akhir zaman.

Dengan rampungnya penulisan tugas akhir ini, penulis menyampaikan rasa

terima kasih kepada:

1. Ayah-ibunda tercinta yang telah memberikan segenap dukungan dan kasih

sayangnya kepada penulis, serta adik – adiku tersayang yang selalu membuat

penulis semangat.

2. Bapak DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis selaku Dekan Fakultas Sains dan

Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulah Jakarta.

3. Bapak Drs. Sutrisno, M.Si selaku Ketua Program Studi Fisika, Fakultas

Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Elvan Yuniarti, M.Si selaku Dosen Pembimbing Pertama, atas dukungan,

ilmu, dan nasehat yang diberikan serta bimbingannya yang penuh dengan

kesabaran kepada penulis.

5. Bapak Arif Tjahjono, M.Si selaku Dosen Pembimbing Kedua, atas ilmu yang

diberikan, motivasi, nasehat serta bimbingannya yang penuh dengan

kesabaran kepada penulis.

iii
6. Bapak Ir. Wisnu Eka Yulyanto, selaku Dosen Pembimbing Lapangan yang

selalu memberi ilmu, motivasi dan arahan tentang apa yang penulis perlukan

untuk menyelesaikan tugas akhir ini.

7. Bapak Pramana, Bapak Budi, Bapak Zulfachmi, Bapak Taufik dan Bapak

Agus yang telah menemani dan membantu penulis selama melaksanakan

tugas akhir.

8. Dewi Utami Rakhmawati, sebagai rekan kerja dan diskusi selama

melaksanakan tugas akhir.

9. Seluruh sahabat Fisika angkatan 2007 yang telah bersama-sama melewatkan

masa kuliah penuh kenangan.

10. Dan semua pihak yang belum disebutkan diatas, yang telah membantu secara

langsung maupun tak langsung dalam penyelesaian tugas akhir ini.

Semoga tugas akhir ini dapat menjadi referensi dari buku bacaan yang telah

ada, serta bermanfaat bagi yang membacanya. Tak lupa pula penulis memohon

maaf sebesar-besarnya atas segala kekurangan yang terdapat pada tugas akhir ini.

Jakarta, November 2011

Penulis

iv
DAFTAR ISI

ABSTRAK .......................................................................................................... i
ABSTRACT ....................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... vii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. viii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1


1.1 Latar Belakang ………………………………..…….…….… 1
1.2 Permasalahan …………………………………………….…. 4
1.3 Batasan Masalah . …………………………………………… 5
1.4 Tujuan Penelitian …………………………………………… 6
1.5 Manfaat Penelitian ………………………………………..… 6
1.6 Sistematika Penulisan ………………………………………. 7

BAB II LANDASAN TEORI ........................................................................ 9


2.1 Bunyi ………………………………………………...……… 9
2.2 Akustika ………………………………………………..…… 10
2.3 Kebisingan (Noise) …………………………………….…… 11
2.4 Skala Decibel (dB) …………………………………………. 11
2.5 Frekuensi …………………………………………………… 12
2.6 Skala Pembobotan A ..………………………………….…… 13
2.7 Penilaian Kebisingan Pesawat Udara …………..…………… 14
2.8 PNL (Perceived Noise Level) dan PNLT (Tone-Corrected
Perceived Noise Level) ……………………………………… 15
2.9 EPNL (Effective Perceived Noise Level) …………………… 16
2.10 Tingkat Kebisingan Sinambung Setara (Leq) ………………. 17
2.11 Paparan Tingkat Bising (Le) dan Tingkata Kebisingan
Maksimum (Lmax) …………………………………………. 19
2.12 Lsm (Level Siang Malam) dan Metode Pengukuran Tingkat
Kebisingan Kep-48/MENLH/11/1996 ……………………… 20
2.13 Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.48 Tahun 1996 … 22

BAB III METODE PENELITIAN ................................................................. 23


3.1 Waktu dan Tempat ................................................................... 23
3.2 Data Penelitian ......................................................................... 23

v
3.3 Peralatan Penelitian ................................................................. 24
3.4 Tahapan Penelitian .................................................................. 24
3.5 Pengolahan Data ...................................................................... 25
3.5.1 Pengolahan Data Dari Pengukuran Dinamis
(Penghitungan Nilai PNLT dan EPNL) ....................... 25
3.5.2 Analisis Data ................................................................ 28
3.5.3 Pengolahan Data Dari Pengukuran Statis .................... 32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 33


4.1 Hasil penghitungan EPNL (Effective Perceived Noise Level) . 33
4.1.1 Data Hasil Penghitungan Nilai EPNL Untuk Bandara
Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru ............................... 33
4.1.2 Data Hasil Penghitungan Nilai EPNL Untuk Bandara
Juanda Surabaya .......................................................... 37
4.2 Hasil Penghitungan Korelasi dan Regresi Dari Tingkat
Kebisingan Maksimum (Lmax) Dengan Tingkat Kebisingan
Efektif yang Dirasakan (EPNL) .............................................. 43
4.2.1 Hasil Penghitungan Korelasi dan Regresi Untuk
Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru ................. 43
4.2.2 Hasil Penghitungan Korelasi dan Regresi Untuk
Bandara Juanda Surabaya ............................................ 49
4.3 Hasil penghitungan tingkat kebisingan sinambung setara
(Leq) ........................................................................................ 56
4.3.1 Hasil Penghitungan Leq Untuk Bandara Sultan Syarif
Kasim II Pekanbaru ..................................................... 57
4.3.2 Hasil Penghitungan Leq Untuk Bandara Juanda
Surabaya ...................................................................... 60
4.4 Hasil Penghitungan Lsm di Kawasan Pemukiman Sekitar
Bandara Sesuai Kep-/MENLH/11/1996 .................................. 64

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 67


5.1 Kesimpulan ............................................................................. 67
5.2 Saran ........................................................................................ 70

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 69


LAMPIRAN ........................................................................................................ 71

vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skala Tingkat Tekanan Suara ....................................................... 12


Gambar 2.2 Grafik Pembobotan A, pembobotan C dan flat ............................ 13
Gambar 2.3 Paparan Bising Pesawat – Waktu ................................................. 15
Gambar 2.4 Tingkat tekanan suara berbobot A sinambung setara ................... 18
Gambar 2.5 Tingkat Paparan Bising ................................................................. 19
Gambar 3.1 Tahapan Penelitian ........................................................................ 24
Gambar 3.2 Data Hasil Pencuplikan ................................................................. 26
Gambar 3.3 Tampilan Entry Nama File Data Awal pada Software .................. 26
Gambar 3.4 Tampilan Data Hasil Penghitungan pada Software ...................... 27
Gambar 3.5 Output Hasil Penghitungan Nilai EPNL ....................................... 27
Gambar 3.6 Output Hasil Penghitungan Korelasi ............................................ 30
Gambar 3.7 Output Hasil Uji Koefisein Regresi ............................................. 30
Gambar 4.1 Nilai EPNL per pesawat di bandara Pekanbaru (3 hari) ............... 34
Gambar 4.2 Nilai EPNL per pesawat di bandara Surabaya .............................. 40
Gambar 4.3 Perbandingan nilai EPNL Pengukuran dengan nilai EPNL
Prediksi ......................................................................................... 47
Gambar 4.4 Perbandingan nilai EPNL Pengukuran dengan nilai EPNL
Prediksi .......................................................................................... 55
Gambar 4.5 Grafik Leq terhadap waktu pengukuran di sekitar Bandara
Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru ................................................. 57
Gambar 4.6 Histogram data Leq untuk lokasi pengukuran di Kantor BPMP .. 59
Gambar 4.7 Histogram data Leq untuk lokasi pengukuran di Musholla .......... 59
Gambar 4.8 Histogram data Leq untuk lokasi pengukuran di Rumah Warga .. 60
Gambar 4.9 Grafik Leq terhadap waktu pengukuran di sekitar Bandara
Juanda Surabaya ............................................................................ 60
Gambar 4.10 Histogram data Leq untuk lokasi pengukuran di Griya Karya ..... 63
Gambar 4.11 Histogram data Leq untuk lokasi pengukuran di Kantor Desa ..... 63
Gambar 4.12 Histogram data Leq untuk lokasi pengukuran di RM Depot ........ 64
Gambar 4.13 Grafik Ls, Lm, dan Lsm di kawasan pemukiman sekitar 2
bandara .......................................................................................... 65

vii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Baku Tingkat Kebisingan .................................................................. 22


Tabel 4.1 Tabel data nilai EPNL untuk Bandara Sultan Syarif Kasim II
Pekanbaru selama 3 hari ................................................................... 33
Tabel 4.2 Tabel data EPNL untuk Bandara Juanda Surabaya selama 3 hari .... 37
Tabel 4.3 Hasil Penghitungan Statistik Korelasi antara nilai EPNL dan Lmax
di Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru .................................. 43
Tabel 4.4 Hasil Penghitungan Statistik Regresi antara nilai EPNL dan Lmax
di Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru .................................. 44
Tabel 4.5 Hasil Perbandingan nilai EPNL Metode FAA dengan nilai EPNL
Prediksi di Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru .................... 46
Tabel 4.6 Hasil Penghitungan Statistik Korelasi antara nilai EPNL dan Lmax
di Bandara Juanda Surabaya ............................................................. 49
Tabel 4.7 Hasil Penghitungan Statistik Regresi antara nilai EPNL dan Lmax
di Bandara Juanda Surabaya ............................................................. 50
Tabel 4.8 Hasil Perbandingan nilai EPNL Metode FAA dengan nilai EPNL
Prediksi di Bandara Juanda Surabaya ............................................... 52
Tabel 4.9 Hasil Penghitungan Statistik data Leq untuk Bandara Sultan Syarif
Kasim II Pekanbaru ........................................................................... 58
Tabel 4.10 Hasil Penghitungan Statistik data Leq untuk Bandara Juanda
Surabaya ............................................................................................ 61
Tabel 4.11 Data Lsm di Kawasan Pemukiman Sekitar Bandara ......................... 65

viii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Semakin berkembangnya sebuah negara, semakin berkembang pula alat

transportasi yang ada di negara tersebut, khususnya pesawat terbang. Jenis

transportasi ini semakin hari dirasa semakin dibutuhkan. Puluhan bahkan ratusan

pesawat terbang komersial lalu-lalang beterbangan dari beratus-ratus bandar udara

di seluruh dunia setiap hari dan membuat permasalahan yang serius yaitu

bertambahnya emisi suara (kebisingan). Memang kebisingan tidak membunuh

manusia, tapi dapat membuat hidup manusia tidak nyaman.

Adakalanya beberapa jenis pesawat menghasilkan suara yang cukup

mengganggu bagi penumpang, awak pesawat, masyarakat di luar pesawat maupun

lingkungan. Bila terjadi secara terus-menerus hal ini bisa berdampak pada

kesehatan orang-orang di sekitar bandara. Karena secara medis bila seseorang

terpapar oleh kebisingan secara terus-menerus akan menyebabkan beberapa

masalah seperti gangguan emosional atau psikologis, peningkatan stres,

peningkatan tekanan darah, tidur tidak nyenyak, dapat mengurangi tingkat

intelektualitas, kelahiran prematur dan mengganggu perkembangan janin serta

tentu saja masalah pendengaran hingga ketulian permanen, dan lain sebagainya.

Bahkan manusia bukan satu-satunya makhluk hidup yang terpengaruh oleh

kebisingan karena bila kebisingan terjadi di kawasan peternakan dapat

1
menyebabkan turunnya produksi telur dan produksi susu dari hewan-hewan ternak

dan ini merugikan para peternak.

Ketika memperhitungkan efek kebisingan terhadap kesehatan dan kualitas

hidup, harus diperhitungkan intensitas dari suara itu sendiri yang dihitung dengan

skala desibel (dB). Untuk kenaikan sebesar 10 dB maka sumber suara tersebut

terdengar dua kali lebih keras. Sebagaimana digambarkan dalam contoh berikut:

1. Batas pendengaran manusia (0 dB)

2. Suara daun bergerak tertiup angin (20 dB)

3. Bisikan lembut sejauh 3 feet (30 dB)

4. Percakapan normal (55-60 dB)

5. Suara mobil sejauh 15 feet (70 dB)

6. Suara vakum cleaner (80 dB)

7. Mesin pemotong rumput (90 dB)

8. Suara mesin mobil pembersih salju (100 dB)

9. Gergaji mesin (110 dB)

10. Konser musik rock (120 dB)

11. Pesawat terbang take off (130-150 dB)

12. Petasan (150 dB)

13. Shotgun ditembakan (170 dB)

Seperti yang tercantum diatas, bandar udara dapat dikatakan sebagai sumber

kebisingan paling besar. Bila rumah seseorang berada di jalur penerbangan maka

suara take off dapat mencapai maksimum 150 dB. Dapat dibayangkan pada

bandara yang super sibuk seperti O'Hare di Chicago dimana tiap 15-20 detik ada

2
pesawat melakukan take off maupun landing, efek kebisingannya bahkan masih

dapat dirasakan 15 mil jauhnya. Padahal menurut penelitian di Amerika yang

dilakukan The National Institute for Occupational Safety and Health hanya

membolehkan maksimum 85 dB dan dibatasi jangka waktu maksimum 8 jam per

hari, itupun harus dengan pelindung telinga untuk mencegah kerusakan

pendengaran lebih lanjut1.

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996 tentang

Baku Tingkat Kebisingan belum mengatur baku mutu untuk kawasan sekitar

bandara, metode yang digunakannya pun tidak sesuai untuk diterapkan di kawasan

sekitar bandara. Selain itu, regulasi dibidang keselamatan penerbangan dan

akibatnya terhadap lingkungan saat ini banyak yang telah berubah, serta tidak

memenuhi syarat keselamatan terbang Internasional2. Termasuk terhadap

gangguan kebisingan yang ditimbulkannya. Begitu juga data tentang kebisingan

yang ditimbulkan oleh pesawat udara di kawasan sekitar bandara sangatlah

kurang. Sehingga sangat diperlukan berbagai macam penelitian dalam masalah ini

yang kemudian akan menjadi informasi bagi pemerintah terkait untuk sesegara

mungkin melakukan tindakan pencegahan dan penanggulangannya.

Pada tahun 1969 FAA (Federal Aviation Administration) mulai

mengimplementasikan peraturan mengenai noise limit terhadap pesawat komersial

yang beroperasi di wilayah Amerika Serikat. Tahun 1971 ICAO (International

Civil Aviation Organization) mengadopsi standarisasi noise limit pada Chapter 2,

Annnex-16 (Environmental Protection) Volume I pada Konverensi Internasional

1
Sudiro Sumbodo. 2003. Isi Lingkungan: Kebisingan Pesawat Terbang (Bagian I). www.sudirodesign.com
diakses pada Kamis 27 Oktober 2011 Jam 19.58 WIB
2
Chappy Hakim. Bom Waktu di Atas Bandara Soekarno-Hatta. Kompas (19 November 2011)

3
Penerbangan Sipil. Akhir 1970-an standar ini mulai diaplikasi terhadap desain

pesawat baru untuk menekan kebisingan. Peraturan baru ICAO yang tertuang

dalam Chapter 3 Annex-16 dimana terintegrasi dengan peraturan FAA Part 36

yang mengenalkan konsep kategori stage suara. Annex-16 ini merupakan hasil

studi dan seminar yang dilakukan sejak September 1968. Oleh karena itu, sebagai

pembanding dalam penelitian ini digunakan metode pengukuran dan penghitungan

sesuai dengan Federal Aviation Administration (FAA) part 36 atau International

Civil Aviation Organization (ICAO) Annex-16.

1.2. Permasalahan

Sebagaimana telah diketahui bahwa banyak sekali akibat yang disebabkan

oleh kebisingan, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah:

a. Berapakah nilai EPNL (Effective Perceived Noise Level) per pesawat

yang melintas di kawasan sekitar bandara.

b. Bagaimana korelasi antara nilai Lmax dan nilai EPNL (Effective

Perceived Noise Level).

c. Berapakah perbandingan nilai EPNL Pengukuran (Metode FAA)

dengan nilai EPNL Prediksi.

d. Berapakah nilai Leq dan apa saja penyumbang bising terbesar di

kawasan sekitar bandara.

e. Berapakah nilai Lsm (Level Siang Malam) di kawasan pemukiman

sekitar bandara dan apakah sesuai dengan baku mutu yang diatur

dalam Kep. Men. LH No. 48 Tahun 1996.

4
1.3. Batasan Masalah

Penelitian ini dibatasi oleh:

a. Penelitian ini menggunakan data studi kasus dari dua bandara, yaitu:

Bandara Sultan Syarif Kasim II (Pekanbaru) dan Bandara Juanda

(Surabaya).

b. Data yang digunakan merupakan data sekunder yang didapat dari hasil

pengukuran lapangan oleh pihak Lab. Kebisingan dan Getaran

Pusarpedal KNLH.

c. Mengabaikan jarak antara Sumber Suara (Pesawat) dengan Penerima

(Alat), dengan metode pengukuran yang diadopsi dari Federal Aviation

Administration (FAA) part 36 atau International Civil Aviation

Organization (ICAO) Annex-16.

d. Mengabaikan jarak antara Landasan Pacu (Runway) dengan Lokasi

Titik Ukur dengan metode pengukuran yang diadopsi dari Federal

Aviation Administration (FAA) part 36 atau International Civil

Aviation Organization (ICAO) Annex-16 yang disesuaikan dengan

kondisi di lapangan.

e. Penghitungan nilai EPNL menggunakan software berbasis turbo pascal

yang telah disesuaikan dengan metode penghitungan dari FAA

(Federal Aviation Administration) atau ICAO (International Civil

Aviation Organization dan telah diverifikasi oleh pihak Lab.

Kebisingan dan Getaran Pusarpedal KNLH.

5
f. Penghitungan nilai Leq dan Lsm dilakukan oleh pihak Lab. Kebisingan

dan Getaran Pusarpedal KNLH.

g. Menggunakan software SPSS 19 untuk menganalisis data nilai EPNL

dan Leq.

1.4. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

a. Mengetahui nilai EPNL (Effective Perceived Noise Level) per pesawat

yang melintas di kawasan sekitar bandara.

b. Mengetahui korelasi antara nilai Lmax dengan nilai EPNL (Effective

Perceived Noise Level).

c. Membandingkan nilai EPNL Pengukuran (Metode FAA) dengan nilai

EPNL Prediksi.

d. Mengetahui nilai Leq dan penyumbang bising terbesar di kawasan

sekitar bandara.

e. Mengetahui nilai Lsm (Level Siang Malam) di kawasan pemukiman

sekitar bandara serta kesesuaiannya dengan Kep. Men. LH No.48

Tahun 1996.

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat dalam bidang lingkungan hidup. Khususnya

bidang akustik. Pada penelitian ini akan diperoleh nilai EPNL, Lsm, Leq,

pendistribusian bising di kawasan sekitar bandara serta korelasi antara EPNL

6
dengan Lmax. Selain itu juga sebagai database kebisingan di bidang lingkungan

hidup, serta sebagai informasi kepada pemerintah mengenai masalah kebisingan di

kawasan sekitar bandara sehingga pemerintah dapat segera (mulai) merumuskan

tindakan penanganan terhadap masalah tersebut.

1.6. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam penelitian yang dilakukan untuk tugas

akhir ini adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini akan dibahas secara singkat mengenai latar belakang,

permasalahan, batasan masalah, tujuan, manfaat penelitian, dan sistematika

penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI

Dalam bab kedua ini akan dibahas mengenai teori-teori yang

berkaitan dengan tugas akhir ini seperti bunyi, akustika, kebisingan (Noise),

skala desibel (dB), frekuensi, skala pembobotan A, penilaian kebisingan pesawat

udara, PNL (Perceived Noise Level) dan PNLT (Tone-Correction Perceived

Noise Level), EPNL (Effective Perceived Noise Level), Tingkat Kebisingan

Sinambung Setara (LAeq), Tingkat Paparan Bising (LAe) dan Tingkat

Kebisingan Maksimum (LAmax), Metode Pengukuran Tingkat Kebisingan Kep-

48/MENLH/11/1996, Baku Tingkat Kebisingan, dan sebagainya.

7
BAB III METODE PENELITIAN

Dalam bab tiga ini akan dibahas mengenai waktu dan tempat

penelitian, tahapan penelitian, serta mengenai proses pengolahan data.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam bab empat merupakan hasil dan pembahasan dari pengolahan

data dan analisisnya.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab lima merupakan kesimpulan yang diambil dari hasil

analisis dan juga saran-saran yang diharapkan dapat mengembangkan tugas

akhir ini.

8
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Bunyi

Bunyi adalah gelombang mekanis elastik longitudinal yang berjalan.

Berarti untuk perambatannya dibutuhkan medium3. Adapun dari sumber lain,

bunyi atau suara adalah kompresi mekanikal atau gelombang longitudinal yang

merambat melalui medium4. Medium atau zat perantara ini dapat berupa zat cair,

padat, gas.

Perlu diketahui bahwa bunyi serupa dengan suara. Dalam bahasa Inggris

bunyi disebut sound, sedangkan suara disebut voice. Dari sudut bahasa, bunyi

tidak sama dengan suara oleh karena bunyi merupakan getaran yang dihasilkan

oleh benda mati sedangkan suara merupakan getaran (bunyi) yang keluar dari

mulut atau yang dihasilkan oleh makhluk hidup. Namun dari sudut fisika, bunyi

maupun suara keduanya sama, karena keduanya sama-sama merupakan getaran.

Gelombang bunyi terdiri dari molekul-molekul udara yang bergetar maju-

mundur. Tiap saat, molekul-molekul itu berdesakan di beberapa tempat, sehingga

menghasilkan wilayah tekanan tinggi, tapi di tempat lain merenggang, sehingga

menghasilkan wilayah tekanan rendah. Gelombang bertekanan tinggi dan rendah

secara bergantian bergerak di udara, menyebar dari sumber bunyi. Gelombang

bunyi ini menghantarkan bunyi ke telinga manusia. Gelombang bunyi adalah

gelombang longitudinal.

3
Ganijanti Aby Sarojo. 2011. Gelombang dan Optika. Salemba Teknika . Jakarta.
4
http://id.wikipedia.org/wiki/bunyi . Bunyi. Diakses tanggal 26-09-2011 Jam 15.30 WIB

9
Bunyi merambat di udara dengan kecepatan 1.224 km/jam. Bunyi

merambat lebih lambat jika suhu dan tekanan udara lebih rendah. Di udara tipis

dan dingin pada ketinggian lebih dari 11 km, kecepatan bunyi 1.000 km/jam. Di

air, kecepatannya 5.400 km/jam, jauh lebih cepat daripada di udara. Rumus

mencari cepat rambat bunyi adalah:

𝜆
𝑣= ………………………………………….……………… (2.1)
𝑡

dengan λ adalah panjang gelombang bunyi dan t adalah waktu.

2.2. Akustika

Akustika adalah ilmu yang mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan

bunyi, berkenaan dengan indera pendengaran serta keadaan ruangan yang

mempengaruhi bunyi5. Kata akustik berasal dari bahasa Yunani ”akuostikos” yang

berarti, segala sesuatu yang bersangkutan dengan pendengaran pada suatu kondisi

ruang yang dapat mempengaruhi mutu bunyi. Akustik mempunyai tujuan untuk

mencapai kondisi pendengaran suara yang sempurna yaitu murni, merata, jelas dan

tidak berdengung sehingga sama seperti aslinya, bebas dari cacat dan kebisingan6.

Akustik mempunyai ruang lingkup yang sangat luas dan menyentuh ke

hampir semua segi kehidupan manusia. Akustik lingkungan adalah menciptakan

suatu lingkungan, dimana kondisi ideal disediakan, baik dalam ruang tertutup

maupun di udara terbuka.

5
J. F. Gabriel. 2001. Fisika Lingkungan. Hipokrates. Jakarta.
6
http://architecturefiles.blogspot.com/ . Akustika. Diakses pada tanggal 26-09-2011 jam 15.49 WIB

10
2.3. Kebisingan (Noise)

Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan

dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan

manusia dan kenyamanan lingkungan. Tingkat kebisingan adalah ukuran energi

bunyi yang dinyatakan dalam satuan Desibel disingkat dB. Baku tingkat

kebisingan adalah batas maksimal tingkat kebisingan yang diperbolehkan dibuang

ke lingkungan dari usaha atau kegiatan sehingga tidak menimbulkan gangguan

kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan7.

Menurut definisi kebisingan diatas, apabila suatu suara mengganggu orang

yang sedang membaca atau mendengarkan musik, maka suara itu adalah

kebisingan bagi orang itu meskipun orang-orang lain mungkin tidak terganggu

oleh suara tersebut. Walaupun pengaruh suara banyak kaitannya dengan faktor-

faktor psikologis dan emosional, ada beberapa kasus dimana pengaruh serius

seperti kehilangan pendengaran terjadi karena tingginya tingkat kenyaringan suara

pada tingkat tekanan suara berbobot A atau karena lamanya telinga terpasang

terhadap kebisingan tersebut.

2.4. Skala Decibel (dB)

Satuan desibel (dB) digunakan sebagai satuan pengukuran tekanan suara.

Dengan mengambil tekanan suara paling rendah yang dapat didengar oleh telinga

manusia sebagai tekanan referensi (20 Pa) maka suatu skala yang menunjukkan

pengukuran besaran suara bisa didapat yaitu berdasarkan tingkat suara relatif

7
Kep. Men. LH no. 48 Tahun1996. Tentang: Baku Tingkat Kebisingan. Kementerian Negara Lingkungan
Hidup. Jakarta

11
terhadap tingkat suara yang rendah, yang masih dapat diterima oleh pendengaran.

Dengan demikian dikatakan bahwa 0 dB sama dengan tidak ada bunyi (secara

teoritis).

Daya suara sama dengan berbanding lurus dengan kuadrat tekanan suara.

Oleh karena itu, diperlukan rasio kuadrat tingkat suara yang terukur dengan

kuadrat suara terendah (0.000022). Skala dimulai dari 0 dB – 140 dB.

Gambar 2.1. Skala Tingkat Tekanan Suara

2.5. Frekuensi

Frekuensi adalah jumlah getaran gelombang suara per detik8. Frekuensi

merupakan nilai variasi tekanan suara per detik yang dinyatakan dalam Hertz.

Suara yang dapat didengar oleh manusia terdiri dari beberapa frekuensi yang

berlainan, rentang nilai frekuensi yang terjadi sangat besar dan lebar. Umumnya

8
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta

12
spektrum frekuensi suara diklasifikasikan secara besar dalam 3 pita frekuensi

berdasarkan pada kriteria pendengaran manusia, yaitu:

a. Frekuensi infrasonik (< 20 Hz)


b. Frekuensi sonik (20 Hz – 20 KHz)
c. Frekuensi ultrasonik (> 20 KHz)

2.6. Skala Pembobotan A

Unit satuan yang paling umum dipakai untuk kekerasan suara adalah

dB(A) atau pembobotan A. Dalam pembobotan A ini komponen bising pada

frekuensi yang rendah hanya sedikit diperhitungkan dibandingkan komponen

bising pada frekuensi tengah sehingga hal ini sangat berkaitan dengan reaksi

frekuensi pada telinga manusia. Nilai dari suatu pembobotan A memiliki

hubungan baik antara resiko kebisingan yang mengakibatkan ketulian dan tingkat

gangguan suara.

Gambar 2.2. Grafik Pembobotan A, pembobotan C dan flat

Pada dewasa ini pembobotan telah menjadi standar internasional yang

digunakan sebagai cara untuk mengukur bahaya kebisingan terhadap telinga

manusia. Respon maksimum pada frekuensi 2500 Hz dan menurun pada frekuensi

1000 Hz. Pembobotan A ini digunakan untuk pengukuran level suara.

13
Sedangkan pembobotan C responnya berkisar antara frekuensi 30 Hz

sampai 8000 Hz. Pembobotan ini biasanya digunakan untuk pengukuran level

tekanan suara, aplikasinya kebanyakan digunakan untuk pengukuran kebisingan

pesawat terbang. Begitu juga untuk pembobotan flat.

2.7. Penilaian Kebisingan Pesawat Udara

Skala Penilaian hanya “menggambarkan” exposure kebisingan itu sendiri,

salah satu contoh sederhananya adalah pembacaan tingkat suara bobot-A

maksimum dari suatu rentang waktu kejadian bising transien, sedangkan contoh

yang lebih rumit misalnya menyangkut tentang kebisingan yang berubah terhadap

waktu dianalisa ke dalam pita-pita frekuensi, yang mungkin berkenan dengan

distribusi statistik dari tingkat suara instantaneous yang dapat dianggap sebagai

deret waktu. Pada beberapa kasus, skala mencoba hanya untuk menggambarkan

beberapa aspek dari stimulus bising itu sendiri. Skala penilaian yang berkenaan

dengan kebisingan pesawat udara yang akan dibahas pada bagian ini adalah

Perceived Noise Level (PNL), termasuk Tone-corrected Perceived Noise Level

(PNLT) dan Effective Perceived Noise Level (EPNL). Penilaian kebisingan

pesawat udara dibagi menjadi dua macam:

‫ـ‬ Penilaian kebisingan untuk operasi tunggal suatu jenis pesawat.

‫ـ‬ Penilaian terhadap bising yang ditimbulkan oleh keseluruhan operasi

pesawat pada suatu daerah disekitar bandara.

14
2.8. PNL (Perceived Noise Level) dan PNLT (Tone-corrected Perceived

Noise Level)

PNL (Perceived Noise Level) atau tingkat kebisingan yang dirasakan,

merupakan penilaian terhadap kebisingan yang telah digunakan (hampir secara

eksklusif) dalam penilaian kebisingan pesawat. Memiliki satuan PNdB. PNL

dihitung dari tingkat tekanan suara yang diukur dalam pita frekuensi 1 oktaf atau

1/3 oktaf. Saat ini digunakan oleh Federal Aviation Administration (FAA) dan

lembaga pemerintahan negara lain dalam proses sertifikasi kebisingan untuk

semua jenis pesawat.

Gambar 2.3. Paparan Bising Pesawat – Waktu

PNLT (Tone-corrected Perceived Noise Level) atau tingkat kebisingan

yang dirasakan dengan koreksi nada pada dasarnya adalah tingkat kebisingan yang

dirasakan dan disesuaikan untuk memperhitungkan keberadaan komponen

frekuensi diskrit. PNLT dikembangkan untuk membantu dalam memprediksi

kebisingan yang dirasakan untuk pesawat terbang dan kendaraan yang

mengandung nada murni atau memiliki penyimpangan berat dalam spektrum.

Metode untuk menghitung PNLT diadopsi dari FAA dengan melibatkan

perhitungan PNL dari bunyi dan penambahan koreksi nada berdasarkan total

15
frekuensi dan jumlah yang melebihi nada kebisingan yang berdekatan di 1/3 oktaf

band9. Sebuah faktor koreksi nada, C, dihitung dari setiap spektrum untuk

menjelaskan respon subjektif adanya penyimpangan spektral. Faktor koreksi nada

ditambahkan ke PNL untuk mendapatkan PNLT pada setiap kenaikan satu

setengah detik waktu:

PNLT = PNL + C ………………………………….………. (2.2)

dimana C adalah faktor koreksi nada.

2.9. EPNL (Effective Perceived Noise Level)

EPNL (Effective Perceived Noise Level) adalah ukuran tunggal tingkat

kebisingan yang efektif dirasakan dari bising pesawat udara yang melintas10.

Pemikiran dasar dari satuan EPNL ini adalah bahwa gangguan kebisingan oleh

pesawat terbang tidak hanya tergantung pada besarnya tingkat tekanan suara,

tetapi juga lamanya (durasi) kebisingannya. Oleh karena itu, dalam satuan EPNL

telah melibatkan pengaruh dari tingkat tekanan suara, spektrum frekuensi, durasi

dan distribusi spatial dari sumber suara. EPNL merupakan turunan dari besaran

PNL (Perceived Noise Level). Tetapi EPNL melibatkan syarat-syarat koreksi

sehubungan dengan lamanya/durasi pesawat udara melintas, dan kehadiran nada-

nada murni yang dapat didengar atau frekuensi diskrit (seperti deru dalam pesawat

jet) pada sinyal bising7.

EPNL dapat diperoleh dari deret waktu PNLTi, didasari pada spektra

bising pita 1/3 oktaf. Kemudian EPNL ditentukan dengan somasi (pada basis

9
Department of the air force. 1987. Environmental Impact Analysis Process. USA
10
Michael J. T. Smith. 1989. Aircraft Noise. Cambridge University Press. UK.

16
“energi”) semua harga-harga PNLTi yang dicacah setiap interval waktu ½ detik,

yang terdapat diantara 10 dB dibawah harga PNLT maksimum:

𝑑 0.1 𝑃𝑁𝐿𝑇 𝑖
𝐸𝑃𝑁𝐿 = 10 log 𝑖=0 10 − 13 ……………………..…. (2.3)
Ket: Pengaruh angka 13 untuk menormalisasi EPNL pada durasi 10 detik.

Penjelasan mengapa hanya harga-harga PNLTi yang terletak dibawah 10

dB dari PNL atau 10 PNdB dari penghitungan PNL setara dengan penggandaan

harga noys (satuan dari kebisingan yang dirasakan), berarti penurunan lebih besar

10 dB dari harga maksimum PNL akan mengurangi lebih dari ½ skala maksimum

kebisingan yang dirasakan.

Selain dengan persamaan di atas, EPNL juga dapat ditentukan oleh jumlah

dari PNLT maksimum dan faktor koreksi durasi:

EPNL = PNLT maksimum + D ………………..………………………. (2.4)


Dimana D adalah faktor koreksi durasi. Sebuah faktor koreksi durasi, D, dihitung

dengan integrasi di bawah kurva PNLT terhadap waktu.

1 𝑡2 𝑃𝑁𝐿𝑇
𝐷 = 10 𝐿𝑜𝑔 𝑡1
𝑎𝑛𝑡𝑖𝑙𝑜𝑔 10 𝑑𝑡 − 𝑃𝑁𝐿𝑇𝑀 ………..…………. (2.5)
𝑇

Dimana T untuk menormalisasi waktu konstan dan PNLTM adalah nilai PNLT

maksimum. Jadi koreksi durasi bising yang berbeda pada gangguan seperti

pesawat udara yang melintas pada jarak dan kecepatan berbeda.

2.10. Tingkat Kebisingan Sinambung Setara (LAeq)

Tingkat kebisingan sinambung setara (equivalent continuous level) adalah

tingkat kebisingan dari kebisingan yang berubah-ubah (fluktuatif) selama selang

waktu tertentu, yang setara dengan tingkat kebisingan ajeg (steady) pada selang

waktu yang sama. Satuannya adalah dB(A). Tujuan dari LAeq adalah untuk

17
menyediakan ukuran angka tunggal dari kebisingan rata-rata selama periode waktu

tertentu yang harus selalu ditentukan7. Persamaan LAeq adalah sebagai berikut:

1 𝑇 𝑝𝐴 𝑡 2
𝐿𝐴𝑒𝑞 = 10 log 𝑇 0
𝑑𝑡 ……………………………….. (2.5)
𝑝0

Dimana PO adalah tekanan suara referensi (20 Pa). PA adalah tekanan suara

berbobot A (untuk waktu A) dari kebisingan target (Pa) atau tekanan suara sesaat

(Pa). T adalah Periode selang waktu pengukuran.

Persamaan dapat disederhanakan menjadi:

1
𝐿𝐴𝑒𝑞 = 10 log 𝑇
𝑇𝑖 . 100.1𝐿𝑖 𝑑𝐵(𝐴) ………………………… (2.6)

Dimana T adalah waktu referensi total, Ti adalah jangka waktu pada level Li, Li

adalah tingkat tekanan suara ke-1.

Karena integral tersebut mengukur total energi suara selama selang waktu

(T), persamaan tersebut sering disebut “energi rata-rata”. Dengan demikian

persamaan tersebut dapat diinterpretasikan sebagai total noise dose. Tingkat

kebisingan sinambung setara telah digunakan secara luas untuk mengukur

pemaparan yang lama. Metode ini merupakan dasar perhitungan untuk

menentukan kriteria tingkat kebisingan lingkungan.

Gambar 2.4. Tingkat tekanan suara berbobot A sinambung setara

18
2.11. Tingkat Paparan Bising (LAe) dan Tingkat Kebisingan Maksimum

(LAmax)

Tingkat paparan bising digunakan untuk menyatakan kebisingan satu kali


atau kebisingan sebentar-sebentar dalam jangka waktu pendek dan sinambung.
Variabel mengubah jumlah energi dari kebisingan satu kali menjadi tingkat
tekanan suara berbobot-A dari kebisingan tetap 1 detik yang kontinyu dari energi
setara.

Gambar 2.5. Tingkat Paparan Bising

Nilai dari tingkat paparan bising (LAe) ditetapkan dengan tingkat, dalam

decibel (dB). Dari integral kuadrat waktu bobot-A tekanan bising (PA) lebih dari

waktu yang diberikan atau sama, dengan referensi untuk kuadrat dari standar

referensi tekanan bising (Po) atau (20 Pa) dan referensi durasi 1 detik. Unit ini

dapat ditetapkan dengan persamaan sebagai berikut:

1 𝑡2 𝑝 𝐴 𝑡 2
𝐿𝐴𝑒 = 10 log 𝑇 𝑡1
𝑑𝑡 ……………………….……………… (2.7)
0 𝑝𝑜

Dimana T0 referensi integral waktu dari 1 detik dan (t2-t1) adalah integrasi dari

interval waktu.

LAmax adalah tingkat maksimum, dalam decibel (dB). Dengan skala bobot-

A tekanan bising (respon lambat) dengan referensi untuk kuadrat dari standar

referensi tekanan bising P0.

19
2.12. Lsm (Level Siang Malam) dan Metode Pengukuran Tingkat

Kebisingan Kep-48/MENLH/11/1996

Lsm (Level Siang Malam) merupakan rata-rata energi tingkat kebisingan

yang diukur selama periode 24 jam. Metode Pengukuran Tingkat Kebisingan

sesuai dengan Kep-48/MENLH/11/1996 dapat dilakukan dengan dua cara:

a. Cara Sederhana

Dengan sebuah sound level meter biasa diukur tingkat tekanan bunyi

dB(A) selama 10 menit untuk tiap pengukuran. Pembacaan dilakukan

setiap 5 detik, jumlah nilai ukur adalah sebanyak 120. Data pada rentang

waktu tertentu dinyatakan sebagai Lij yang dihitung dari ke 120 sampel

yang dibaca. Jumlah data selama 24 jam minimal sebanyak 7 data, yaitu 4

data pengukuran siang hari dan 3 data pada pengukuran malam hari.

L1 diambil pada jam 07.00, mewakili jam 06.00 - 09.00


L2 diambil pada jam 10.00, mewakili jam 09.00 - 11.00
L3 diambil pada jam 15.00, mewakili jam 14.00 - 17.00
L4 diambil pada jam 20.00, mewakili jam 17.00 - 22.00
L5 diambil pada jam 23.00, mewakili jam 22.00 - 24.00
L6 diambil pada jam 01.00, mewakili jam 24.00 - 03.00
L7 diambil pada jam 04.00, mewakili jam 03.00 - 06.00

Dilanjutkan menghitung harga Lij dengan cara mengelompokkan ke-

120 nilai ukur dalam interval 5 dB. Nilai Lij dapat menggunakan

persamaan:
1
𝐿𝑖𝑗 = 10 log 120 𝑛𝑘 100.1 𝐿𝑘 𝑑𝐵 𝐴 ..................................... (2.8)

atau
1
𝐿𝑖𝑗 = 10 log 120 100.1 𝐿𝑖 𝑑𝐵 𝐴 .......................................... (2.9)

20
Dimana Lij adalah Leq pada interval antara jam i dan j. nk adalah jumlah

data yang mempunyai Lk. Dan Li adalah level pada data ke-i.

Selanjutnya ulangi untuk harga Lij pada rentang waktu yang lain.

Setelah seluruh harga Lij dihitung maka dapat ditentukan harga Ls dan Lm

dengan menggunakan rumus:


1
𝐿𝑠 = 10 log 16 𝑇1 100.1 𝐿1 + … + 𝑇4 100.1 𝐿4 𝑑𝐵 𝐴 ……… (2.10)

1
𝐿𝑚 = 10 log 8 𝑇5 100.1 𝐿5 + … + 𝑇7 100.1 𝐿7 𝑑𝐵 𝐴 ……… (2.11)

Dimana Ls adalah nilai LAeq pada siang hari (16 jam). Lm adalah nilai

LAeq pada malam hari (8 jam). Tn adalah jumlah kisaran waktu yang

diwakili. Li adalah level pada rentang waktu i.

b. Cara Langsung

Dengan sebuah integrating sound level meter yang mempunyai fasilitas

pengukuran LTM5, yaitu Leq dengan waktu ukur setiap 5 detik, dilakukan

pengukuran selama 10 menit. Set interval waktu 1 jam. Lakukan

pengukuran selama 24 jam dengan 24 data, yaitu 16 data pengukuran siang

hari dan 8 data. Dilanjutkan menghitung harga Ls dan Lm dengan

menggunakan persamaan:
1
𝐿𝑠 = 10 log 16 100.1 𝐿1 + … + 100.1 𝐿16 𝑑𝐵 𝐴 ……….…… (2.12)

1
𝐿𝑚 = 10 log 8 100.1 𝐿17 + … + 100.1 𝐿24 𝑑𝐵 𝐴 …………… (2.13)

Dimana Ls adalah nilai LAeq pada siang hari (16 jam) dari jam 06.00 s/d

22.00. Lm adalah nilai LAeq pada malam hari (8jam) dari jam 23.00 s/d

06.00. L1 s/d L24 adalah nilai LAeq pada tiap-tiap jam.

21
Selanjutnya dari 2 (dua) metode pengukuran tingkat kebisingan di atas

maka harga Lsm dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:

1
𝐿𝑠𝑚 = 10 log 24 16 . 100.1 𝐿𝑠 + 8 . 100.1 (𝐿𝑚 +5) 𝑑𝐵 𝐴 ………….. (2.14)

Dimana Lsm adalah nilai LAeq selama 24 jam. Ls adalah nilai LAeq pada siang

hari (16 jam). Lm adalah nilai LAeq pada malam hari (8 jam).

Catatan: (Lm + 5) menyatakan bahwa hasil pengukuran dimalam hari harus ditambah 5 dB sebagai
pembebanan atau koreksi khusus.

2.13. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996

Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 48

tahun 1996 tanggal 25 Nopember 1996 tentang baku tingkat kebisingan yang

diperuntukan dibeberapa kawasan atau lingkungan kesehatan, yaitu:

Tabel 2.1. Baku Tingkat Kebisingan

Keterangan:
disesuaikan dengan ketentuan Menteri Perhubungan

Dari tabel di atas terlihat bahwa untuk kawasan khusus seperti di Bandar

Udara dan Cagar Budaya belum ada ketentuan atau ketetapan mengenai baku

tingkat kebisingan yang diperbolehkan.

22
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret s/d September 2011. Adapun

tempat penelitian adalah di Laboratorium Kebisingan dan Getaran –

PUSARPEDAL Jl. Raya PUSPIPTEK Serpong, Tangerang, Banten, 15310.

3.2. Data Penelitian

Data pada penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari hasil

pengukuran lapangan oleh pihak Laboratorium Kebisingan dan Getaran,

Pusarpedal, Puspiptek. Data tersebut dapat dikategorikan menjadi 2, yaitu:

a. Data Hasil Pengukuran Dinamis

Merupakan data yang diperoleh dari pengukuran yang dilakukan

sepanjang hari dalam kondisi cuaca tidak hujan atau cerah. Data berupa

spektrum frekuensi pesawat yang melintas dengan cuplikan data setiap 0.5

detik pada SLM (Sound Level Meter) VI-410.

b. Data Hasil Pengukuran Statis

Merupakan data yang diperoleh dari pengukuran secara kontinyu

dengan sampling perioda setiap 10 menit selama 24 jam dengan

menggunakan peralatan Integrating SLM (Sound Level Meter) 3 unit yaitu

(Onosokki) LA1250, LA2111 dan LA2560. Pengukuran dilakukan pada 3

lokasi titik ukur di kawasan pemukiman sekitar bandara berdasarkan

23
metode pengukuran yang diadopsi dari ICAO atau FAA dan telah

disesuaikan dengan kondisi di lapangan (selengkapnya lihat lampiran 1).

3.3. Peralatan Penelitian

 PC (Personal Computer)

 Microsoft Word 2007

 Microsoft Excel 2007

 Software Alat Sound Level Meter Integreted (Quest) VI-410

 Software Perhitungan EPNL berbasis Turbo Pascal

 SPSS 19

3.4. Tahapan Penelitian


Data sekunder

Data statis Data dinamis (FAA & ICAO)


(Kep.Men. LH no.48/1996)

Lmax

Leq
Software turbo pascal

Nilai EPNL per pesawat


Lsm 24 jam

Lmax vs EPNL

Perbandingan nilai
Nilai EPNL per pesawat
Analisis dengan SPSS 19 EPNL dengan nilai EPNL
Prediksi Prediksi

Kesimpulan

Gambar 3.1. Tahapan Penelitian

24
3.5. Pengolahan Data

Dalam penelitian ini terdapat beberapa tahapan proses pengolahan data

yaitu sebagai berikut:

3.5.1. Pengolahan Data Dari Pengukuran Dinamis (Penghitungan Nilai

PNLT dan EPNL)

Penghitungan EPNL dilakukan dengan memperhatikan waktu sumber

suara, lalu dikoreksi tone dan durasi. Nilai PNLT (maksimum) dan EPNL didapat

setelah dilakukan penghitungan dengan menggunakan software kalkulasi nilai

PNLT dan EPNL (Program Turbo Pascal). Berikut ini adalah langkah-langkah

penentuan nilai PNLT dan EPNL:

1. Data lapangan yang berupa spektrum frekuensi suara pesawat yang

melintas dengan cuplikan data setiap 0.5 detik pada peralatan SLM

VI-410 kemudian dikonversi menjadi data mentah dalam bentuk file

csv ataupun excel (.xlsx). (data tercacah dalam 24 pita frekuensi

dengan 1/3 oktaf – sesuai dengan rekomendasi ICAO). Selanjutnya,

data tersebut dicuplik pada range nilai maksimum (Lmax) yang

dikurangi 10 dB.

2. Setelah dicuplik kemudian diberi keterangan (jenis pesawat, jenis

operasi, jumlah data yang tercuplik, titik atau lokasi pengukuran,

tanggal dan waktu pengukuran), lalu disimpan dalam format text

document (.txt) seperti berikut:

25
Gambar 3.2. Data Hasil Pencuplikan

(selengkapnya seperti pada lampiran 3).

3. Selanjutnya ubah format text document (.txt) menjadi format file,

serta me-rename nama file dengan inisial pesawat, waktu pengukuran

dan inisial d (data awal). Seperti contoh: RIA0947d.

4. Untuk mendapatkan nilai PNLT dan EPNL, entry nama file data awal

(RIA0947d) dan nama file tempat penyimpanan hasil penghitungan

(RIA0947) ke dalam software berbasis Turbo Pascal. Seperti berikut:

Gambar 3.3. Tampilan Entry Nama File Data Awal pada Software

26
Tekan enter sebanyak dua kali untuk mendapatkan hasil kalkulasi.

Seperti berikut:

Gambar 3.4. Tampilan Data Hasil Penghitungan pada Software

5. Data yang dihasilkan adalah nilai EPNL dari masing-masing pesawat.

Dan hasil penghitungan disimpan dalam format text file. Seperti

berikut:

Gambar 3.5. Output Hasil Penghitungan Nilai EPNL

(selengkapnya lihat lampiran 4).

27
6. Seluruh hasil penghitungan ditabulasi ke dalam format excel dan

disusun menjadi satu file name.

Untuk menentukan nilai PNLT dan EPNL dapat pula dilakukan dengan

cara perhitungan manual (selengkapnya lihat lampiran 2). Namun, untuk

mengubah hasil pengukuran lapangan menjadi hasil akhir (nilai PNLT dan EPNL)

diperlukan perhitungan yang cukup rumit. Sehingga pada penelitian ini penulis

menggunakan software berbasis turbo pascal yang telah tersedia.

3.5.2. Analisis data

Dari hasil penghitungan data di atas maka dapat dianalisis nilai EPNL,

Leq, dan Lsm serta dengan bantuan statistik bisa dicari korelasi antara nilai EPNL

dengan nilai Lmax. Secara garis besar cara pengambilan keputusan atau

kesimpulan untuk korelasi dan regresi antara nilai EPNL dengan nilai Lmax

adalah sebagai berikut11 :

a). Metode Korelasi

Sebenarnya tidak ada ketentuan yang tepat mengenai apakah angka

korelasi tertentu menunjukkan tingkat korelasi yang tinggi atau lemah.

Namun bisa dijadikan pedoman sederhana bahwa angka korelasi diatas 0.5

menunjukkan korelasi yang cukup kuat, sedang dibawah 0.5 korelasi

lemah. Selain besar korelasi, tanda korelasi juga berpengaruh pada

penafsiran hasil. Tanda – (negatif) pada output menunjukkan adanya arah

11
Singgih santoso. 2011. Mastering SPSS Versi 19. Elex Media Komputindo. Jakarta

28
hubungan yang berlawanan, sedangkan tanda + (positif) menunjukkan

adanya arah hubungan yang sama.

Setelah angka korelasi didapat, maka bagian kedua dari output

SPSS adalah menguji apakah angka korelasi yang didapat benar-benar

signifikan atau dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan dua variabel.

Hipotesis:

H0 : Tidak ada hubungan (korelasi) antara dua variabel; berarti angka

korelasi adalah 0.

H1 : Ada hubungan (korelasi) antara dua variabel; berarti angka korelasi

adalah tidak 0.

Uji dilakukan dua sisi karena yang akan dicari adalah ada atau tidaknya

hubungan dua variabel.

Berdasarkan probabilitas:

- Jika probabilitas > 0.025, maka H0 diterima

- Jika probabilitas < 0.025, maka H0 ditolak

NB = Nilai probabilitas adalah 0.05/2 = 0.025; hal ini disebabkan uji

dilakukan dua sisi.

Signifikan tidaknya korelasi variabel juga bisa dilihat dari adanya

tanda * pada pasangan data yang dikorelasikan, kedua variabel yang

bertanda * bisa disimpulkan bahwa berkorelasi secara signifikan. Berikut

ini contoh tabel hasil penghitungan korelasi:

29
Nilai korelasi

Nilai probabilitas

Gambar 3.6. Output Hasil Penghitungan Korelasi

b). Metode Regresi

Jika metode Korelasi membahas keeratan hubungan, maka metode

Regresi membahas prediksi (peramalan). Dimana dalam model tersebut

ada sebuah variabel dependen (tergantung) dan variabel independen

(bebas). Dalam hal ini apakah variabel dependen (tergantung) di masa

mendatang bisa diramalkan jika variabel independen (bebas) diketahui.

Berikui ini contoh tabel hasil uji koefisien regresi:

Konstanta Nilai t konstanta

Nilai probabilitas
konstanta

Nilai t hitung
Nilai probabilitas
Koefisien regresi

Gambar 3.7. Output Hasil Uji Koefisein Regresi

Dari tabel hasil uji koefisien regresi akan didapatkan sebuah persamaan

regresi dan beberapa instrument dalam pengambilan kesimpulan.

Persamaan regresi : Y=aX+b

30
Dimana: Y = Variabel Dependen; X = Variabel Independen; a = Koefisien

Regresi yang didapat ; b = Konstanta yang didapat.

Hipotesis:

H0 : Koefisien regresi tidak signifikan.

Hi : Koefisien regresi signifikan.

i. Dengan membandingkan t hitung dengan t tabel

- Jika t hitung < t tabel, maka H0 diterima

- Jika t hitung > t tabel, maka H0 ditolak

Sedangkan prosedur untuk mencari dimana t tabel, dengan kriteria:

- Tingkat signifikansi ( α ) = 10 % untuk uji dua sisi

- Derajat kebebasan (df) = jumlah data – 2 atau 4 – 2 = 2

- Uji pada dua sisi, karena ingin mengetahui signifikansi tidaknya

koefisien regresi, dan bukan mencari ‘lebih kecil’ atau ‘lebih

besar’. (angka t tabel bisa dilihat pada lampiran 5).

ii. Berdasarkan probabilitas

- Jika probabilitas > 0.025 maka H0 diterima

- Jika probabilitas < 0.025 maka H0 ditolak

NB : Uji dilakukan dua sisi, sehingga nilai probabilitas = 0.05/2 = 0.025

Walaupun demikian, jika pada uji koefisien regresi ternyata

konstanta dinyatakan tidak valid. Sementara koefisien regresi (a) adalah

valid, persamaan regresi tetap bisa digunakan.

Setelah mendapatkan persamaan regresi (EPNL = a . Lmax + b),

kemudian diujicoba dengan menggunakan data Lmax dari pengukuran di

31
lapangan. Sehingga didapatkanlah nilai EPNL Prediksi. Selanjutnya

dilakukan perbandingan antara nilai EPNL Perhitungan dan nilai EPNL

Prediksi dengan menghitung perbedaan atau selisih dari kedunya.

3.5.3. Pengolahan Data Dari Pengukuran Statis

Data pengukuran dilakukan selama 3 hari (pengukuran nilai Leq) yang

dilakukan secara kontinyu dengan sampling periode waktu setiap 10 menit selama

24 jam. Kemudian sesuai dengan Kep. Men. LH No. 48 Tahun 1996 data tersebut

dihitung dengan menggunakan persamaan (2.14) dan akan didapatkan nilai Lsm.

Selengkapnya lihat lampiran 6. (Pengolahan data tersebut dilakukan oleh pihak

laboratorium kebisingan dan getaran, pusarpedal, puspiptek).

32
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penghitungan EPNL (Effective Perceived Noise Level)

Setelah dilakukan penghitungan dari data hasil pengukuran

selama 3 hari di dua bandara berdasarkan pada poin 3.5.1. di atas maka

diperoleh data nilai EPNL sebagai berikut:

4.1.1. Data Hasil Penghitungan nilai EPNL untuk Bandara Sultan

Syarif Kasim II Pekanbaru

Untuk hasil penghitungan nilai EPNL di Bandara Sultan Syarif

Kasim II Pekanbaru didapatkan data seperti pada tabel di bawah ini:

Tabel 4.1. Tabel data nilai EPNL untuk Bandara Sultan Syarif Kasim II
Pekanbaru selama 3 hari
PNLT
Nama Jenis Tipe Koreksi EPNL
No. Tanggal Jam Lmax maks
Pesawat Operasi Pesawat Durasi (EPNdB)
(PNdB)
1 Batavia 18/03/2011 09.38 Landing 737-300 92.10 103.01 -4.62 98.39
2 Riau 18/03/2011 09.47 Landing 737-500 88.00 99.06 -7.06 92.00
3 Batavia 18/03/2011 09.56 Landing 737-400 92.00 103.82 -5.44 98.38
4 Wings 18/03/2011 10.04 Landing 72-212A 85.60 101.46 -6.46 95.00
5 TNI 18/03/2011 10.18 Landing HERCULES 94.50 104.85 -7.00 97.85
6 Batavia 18/03/2011 10.22 Take Off 737-300 101.30 112.08 -5.34 106.74
7 Riau 18/03/2011 10.31 Take Off 737-500 97.20 106.20 -4.55 101.65
8 Lion 18/03/2011 11.06 Landing 737-900 91.70 101.38 -5.53 95.85
9 Sriwijaya 18/03/2011 11.24 Landing 737-400 90.50 102.26 -5.08 97.18
10 Lion 18/03/2011 11.46 Take Off 737-900 101.90 110.81 -6.23 104.58
11 TNI 18/03/2011 12.10 Landing HERCULES 94.50 104.93 -7.13 97.79
12 Wings 18/03/2011 12.26 Landing 72-212A 84.50 98.81 -5.04 93.76
13 Riau 18/03/2011 12.36 Landing 737-500 88.80 100.25 -6.00 94.25
14 Charter 18/03/2011 14.41 Landing B1900D 87.10 96.37 -4.09 92.28
15 Sriwijaya 18/03/2011 15.13 Landing 737-200 93.00 109.89 -6.56 103.34
16 Lion 18/03/2011 15.18 Take Off 737-900 102.20 110.17 -5.04 105.13
17 Silk 19/03/2011 09.21 Landing A319-100 85.20 97.60 -5.93 91.68
18 Riau 19/03/2011 09.28 Landing 737-500 93.00 104.37 -5.64 98.73
19 Lion 19/03/2011 09.33 Take Off 737-900 100.70 108.75 -4.86 103.89
20 Batavia 19/03/2011 09.47 Landing A320-200 93.00 104.37 -5.64 98.73
21 Batavia 19/03/2011 09.51 Landing 737-300 90.70 102.01 -6.22 95.79

33
PNLT
Nama Jenis Tipe Koreksi EPNL
No. Tanggal Jam Lmax maks
Pesawat Operasi Pesawat Durasi (EPNdB)
(PNdB)
22 Fire Fly 19/03/2011 10.00 Landing 72-212A 85.60 99.37 -5.91 93.46
23 Batavia 19/03/2011 10.09 Take Off 737-400 95.80 105.70 -5.00 100.70
24 Silk 19/03/2011 10.31 Take Off A319-100 91.10 103.93 -4.63 99.30
25 Lion 19/03/2011 10.50 Landing 737-900 91.30 101.73 -5.53 96.20
26 Lion 19/03/2011 11.36 Take Off 737-900 100.50 109.10 -5.80 103.30
27 Lion 19/03/2011 13.24 Landing 737-900 91.70 100.63 -4.61 96.01
28 Wings 19/03/2011 14.02 Landing 72-212A 85.50 100.76 -5.83 94.93
29 Batavia 19/03/2011 14.20 Landing A320-200 87.40 101.32 -6.73 94.59
30 Sriwijaya 19/03/2011 14.35 Landing 737-200 92.60 104.90 -5.12 99.78
31 Lion 19/03/2011 14.56 Landing 737-900 91.70 102.26 -6.08 96.18
32 Riau 19/03/2011 15.03 Landing 737-500 90.50 102.20 -7.39 94.81
33 Sriwijaya 19/03/2011 15.18 Take Off 737-200 106.20 113.46 -4.13 109.32
34 Lion 19/03/2011 15.52 Landing 737-900 91.10 101.89 -5.63 96.26
35 Lion 19/03/2011 15.58 Take Off 737-900 100.60 108.51 -4.47 104.04
36 Pelita 20/03/2011 08.56 Landing F28-0100 86.00 96.01 -4.09 91.93
37 Batavia 20/03/2011 09.32 Landing 737-300 91.00 102.37 -5.23 97.14
38 Garuda 20/03/2011 09.36 Take Off 737-800 97.30 104.65 -3.77 100.88
39 Pelita 20/03/2011 09.49 Take Off F28-0100 97.90 102.87 -2.51 100.36
40 Lion 20/03/2011 09.56 Take Off 737-900 100.20 108.73 -4.84 103.88
41 Riau 20/03/2011 10.18 Take Off 737-500 94.90 105.26 -5.25 100.01
42 Batavia 20/03/2011 10.24 Take Off 737-300 96.90 106.26 -3.90 102.35
43 Noname 20/03/2011 10.30 Take Off 737-400 95.30 102.22 -9.01 99.20
44 Lion 20/03/2011 10.57 Landing 737-900 91.60 102.28 -5.68 96.60
45 Lion 20/03/2011 13.52 Landing 737-900 91.80 101.51 -5.23 96.27
46 Wings 20/03/2011 14.14 Take Off 72-212A 89.00 96.07 -4.98 91.10
47 Sriwijaya 20/03/2011 14.31 Landing 737-200 93.60 110.83 -6.42 104.41
48 Lion 20/03/2011 14.48 Landing 737-900 91.20 99.37 -4.54 94.83
49 Air Asia 20/03/2011 15.58 Landing A320-200 88.50 101.51 -5.64 95.86

Berdasarkan data pada Tabel 4.1. di atas dapat dibuat grafik

seperti pada gambar di bawah ini:

Gambar 4.1. Nilai EPNL per pesawat di bandara Pekanbaru (3 hari)

34
Dari tabel dan grafik di atas dapat dilihat bahwa nilai EPNL

merupakan hasil penjumlahan antara PNLT maksimum dengan Koreksi

Durasi. Selain itu, nilai EPNL yang diperoleh dari tiap tipe pesawat itu

berbeda-beda. Dari hasil penelitian terlihat juga bahwa pada tipe pesawat

yang sama cenderung memiliki nilai range EPNL yang hampir sama.

Pada Tabel 4.1. juga terlihat bahwa jenis pesawat dengan tipe

737-200 memiliki nilai EPNL dengan range antara 99.78 – 109.32

EPNdB, pesawat dengan tipe 737-300 memiliki nilai EPNL dengan

range antara 95.79 – 106.74 EPNdB, pesawat dengan tipe 737-400

memiliki nilai EPNL dengan range antara 97.18 – 100.70 EPNdB,

pesawat dengan tipe 737-500 memiliki nilai EPNL dengan range antara

92.00 – 101.65 EPNdB, pesawat dengan tipe 737-900 memiliki nilai

EPNL dengan range antara 94.83 – 105.13 EPNdB, pesawat dengan tipe

A320-200 memiliki nilai EPNL dengan range antara 94.59 – 98.73

EPNdB, pesawat dengan tipe A319-100 memiliki nilai EPNL dengan

range antara 91.68 – 99.30 EPNdB, pesawat dengan tipe F28-0100

memiliki nilai EPNL dengan range antara 91.93 – 100.88 EPNdB,

pesawat dengan tipe 72-212A memiliki nilai EPNL dengan range antara

91.10 – 95.00 EPNdB, pesawat dengan tipe Hercules memiliki nilai

EPNL dengan range antara 97.79 – 97.89 EPNdB. Sedangkan untuk

pesawat dengan tipe 737-800 memiliki nilai EPNL 100.88 EPNdB dan

pesawat dengan tipe B1900D memiliki nilai EPNL 92.28 EPNdB, hal ini

35
dikarenakan pesawat dengan tipe 737-800 dan B1900D yang melintas

saat dilakukan pengukuran di lapangan hanya 1 buah pesawat.

Dengan demikian di bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru

terdapat pesawat dengan nilai EPNL terendah adalah tipe 72-212A

dengan 91.10 EPNdB dan nilai EPNL tertinggi adalah tipe 737-200

dengan 109.32 EPNdB. Tinggi rendahnya nilai EPNL ini dimungkinkan

terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti tipe pesawat,

umur pesawat, jenis operasinya (landing atau take off), jenis mesin dan

perawatannya, ataupun kelembaban daerah pengukuran, dan sebagainya.

Untuk tipe 72-212A (dengan nilai EPNL terendah) merupakan pesawat

komersil dengan jenis mesin twin turboprop atau baling-baling sehingga

menghasilkan deru pesawat yang tidak terlalu bising dibandingkan

dengan tipe 737-200 (dengan nilai EPNL tertinggi) yang merupakan

pesawat dengan jenis mesin turbojet. Selain itu, umur pesawat 737-200

yang sudah sangat tua (penerbangan perdana tahun 1969) dari pada tipe

pesawat lain juga dapat menjadi faktor penyebab tingginya nilai EPNL

yang dihasilkan pesawat tipe ini. Begitupun dengan jenis operasi dari

pesawat saat dilakukan pengukuran, pesawat dengan jenis operasi take

off lebih besar nilai EPNLnya daripada saat landing, hal ini dikarenakan

pesawat memerlukan tenaga yang cukup besar dari mesin untuk terbang.

36
4.1.2. Data Hasil Penghitungan nilai EPNL untuk Bandara Juanda

Surabaya

Untuk hasil penghitungan nilai EPNL di Bandara Juanda

Surabaya selama 3 hari didapatkan data seperti pada tabel di bawah ini:

Tabel 4.2. Tabel data EPNL untuk Bandara Juanda Surabaya selama 3 hari
PNLT
Nama Jenis Tipe Koreksi EPNL
No. Tanggal Jam Lmax maks
Pesawat Operasi Pesawat Durasi (EPNdB)
(PNdB)
1 Lion 8/4/2011 09.43 Landing 737-900 92.80 103.73 -6.03 97.70
2 Merpati 8/4/2011 09.46 Landing 737-300 94.10 105.63 -5.66 99.97
3 Wings 8/4/2011 10.03 Landing 72-212A 87.30 102.21 -6.73 95.48
4 Lion 8/4/2011 10.06 Landing 737-900 93.50 103.70 -6.00 97.70
5 Garuda 8/4/2011 10.19 Landing 737-800 93.00 104.00 -6.11 97.89
6 Wings 8/4/2011 10.23 Landing 72-212A 87.50 103.32 -7.20 96.13
7 Lion 8/4/2011 10.32 Landing 737-900 92.20 103.35 -6.37 96.99
8 Lion 8/4/2011 10.41 Landing 737-400 96.60 107.53 -6.56 100.97
9 TNI 8/4/2011 10.45 Landing 93.40 105.31 -5.22 100.09
10 Lion 8/4/2011 11.00 Landing 737-900 93.50 103.75 -5.88 97.86
11 Batavia 8/4/2011 11.06 Landing 737-400 95.10 106.35 -5.01 101.34
12 Wings 8/4/2011 11.13 Landing MD-82 96.40 104.54 -6.15 98.40
13 Sriwijaya 8/4/2011 11.16 Landing 737-200 95.00 105.93 -4.04 101.89
14 Wings 8/4/2011 11.18 Landing 72-212A 87.80 102.08 -5.96 96.12
15 Lion 8/4/2011 11.22 Landing 737-900 91.60 102.27 -5.40 96.86
16 Garuda 8/4/2011 11.25 Landing 737-800 91.50 102.61 -5.78 96.83
17 Lion 8/4/2011 11.28 Landing 737-900 93.30 103.70 -5.64 98.06
18 Air Asia 8/4/2011 11.31 Landing A320-200 90.00 101.18 -5.87 95.31
19 Garuda 8/4/2011 11.38 Landing 737-800 89.50 99.93 -5.36 94.57
20 Lion 8/4/2011 11.55 Landing 737-900 93.40 104.05 -6.17 97.88
21 Merpati 8/4/2011 11.58 Landing F28-0100 86.20 99.95 -6.15 93.80
22 Sriwijaya 8/4/2011 12.15 Landing 737-200 92.30 108.54 -5.74 102.80
23 Lion 8/4/2011 12.20 Landing 737-900 92.20 103.22 -5.78 97.43
24 Garuda 8/4/2011 12.25 Landing 737-800 91.50 103.92 -6.95 96.96
25 Wings 8/4/2011 12.28 Landing 72-212A 88.20 103.12 -6.29 96.83
26 Wings 8/4/2011 13.15 Landing 72-212A 87.90 102.86 -6.42 96.44
27 Lion 8/4/2011 13.21 Landing 94.30 105.59 -4.48 101.11
28 Sriwijaya 8/4/2011 13.26 Landing 737-400 93.90 105.70 -5.62 100.08
29 Citilink 8/4/2011 13.32 Landing 93.10 104.03 -6.59 97.45
30 Lion 8/4/2011 13.36 Landing 737-400 94.40 105.82 -5.07 100.75
31 Lion 8/4/2011 13.40 Landing 737-900 93.30 103.34 -5.53 97.81
32 Garuda 8/4/2011 13.43 Landing 737-800 90.30 101.35 -6.14 95.21
33 Citilink 8/4/2011 13.58 Landing 92.50 103.88 -6.82 97.06
34 Batavia 8/4/2011 14.02 Landing 737-400 95.00 106.11 -4.77 101.34
35 Wings 8/4/2011 14.11 Landing 72-212A 87.90 102.02 -6.26 95.77
36 Lion 8/4/2011 14.18 Landing 737-900 93.80 103.85 -5.39 98.46
37 Garuda 8/4/2011 14.28 Landing 737-800 90.30 100.04 -5.57 94.48
38 Sriwijaya 8/4/2011 14.30 Landing 737-300 93.60 104.67 -4.83 99.84
39 Lion 8/4/2011 14.33 Landing 737-900 92.60 102.94 -5.93 97.01
40 Jetstar 8/4/2011 14.45 Landing A320-200 87.90 100.46 -6.09 94.37

37
PNLT
Nama Jenis Tipe Koreksi EPNL
No. Tanggal Jam Lmax maks
Pesawat Operasi Pesawat Durasi (EPNdB)
(PNdB)
41 Lion 8/4/2011 15.02 Landing 737-900 92.80 103.23 -5.78 97.46
42 Air Asia 8/4/2011 15.06 Landing A320-200 89.00 100.07 -5.26 94.81
43 Garuda 8/4/2011 15.13 Landing 737-800 89.60 99.58 -5.47 94.11
44 Express 8/4/2011 15.15 Landing 737-200 94.60 112.24 -6.69 105.56
45 Merpati 8/4/2011 15.18 Landing F28-0100 86.90 99.28 -5.61 93.67
46 TNI 8/4/2011 15.27 Landing 81.50 93.77 -4.80 88.97
47 Lion 8/4/2011 15.32 Landing 737-900 92.20 102.42 -5.40 97.01
48 Trigana 8/4/2011 15.35 Landing 90.60 110.35 -7.48 102.87
49 Wings 8/4/2011 15.38 Landing 72-212A 87.60 102.16 -5.85 96.30
50 Garuda 9/4/2011 09.12 Take Off 737-800 92.20 99.06 -2.56 96.49
51 Trigana 9/4/2011 09.21 Take Off 100.10 103.85 -2.21 101.63
52 Lion 9/4/2011 09.22 Take Off 737-900 97.70 106.22 -5.13 101.09
53 Garuda 9/4/2011 09.27 Take Off 91.10 98.16 -2.88 95.27
54 Air Asia 9/4/2011 09.39 Take Off 90.20 102.21 -4.00 98.21
55 Batavia 9/4/2011 09.41 Take Off 737-300 90.40 98.11 -1.94 96.17
56 Citilink 9/4/2011 09.57 Take Off 95.00 102.27 -4.26 98.01
57 Sriwijaya 9/4/2011 09.59 Take Off 737-200 108.10 114.80 -3.70 111.11
58 Silk 9/4/2011 10.05 Take Off A320-200 92.10 103.12 -3.95 99.17
59 Wings 9/4/2011 10.10 Take Off 72-212A 85.70 94.20 -4.80 89.41
60 Garuda 9/4/2011 10.14 Take Off 737-800 91.20 97.83 -2.37 95.47
61 Sriwijaya 9/4/2011 10.28 Take Off 737-300 94.90 101.68 -3.29 98.40
62 Citilink 9/4/2011 10.37 Take Off 94.30 100.70 -3.88 96.82
63 Lion 9/4/2011 10.40 Take Off 737-900 96.40 104.53 -4.83 99.71
64 Sriwijaya 9/4/2011 10.44 Take Off 94.10 103.86 -4.14 99.72
65 Wings 9/4/2011 10.46 Take Off 72-212A 83.80 91.46 -3.69 87.77
66 Lion 9/4/2011 11.03 Take Off 737-900 96.50 105.49 -5.85 99.64
67 Wings 9/4/2011 11.05 Take Off 86.10 92.87 -4.40 88.47
68 Lion 9/4/2011 11.08 Take Off 737-900 96.10 104.67 -4.56 100.10
69 Citilink 9/4/2011 11.10 Take Off 95.70 103.41 -3.92 99.50
70 Wings 9/4/2011 11.19 Take Off 72-212A 83.90 90.90 -4.76 86.15
71 Batavia 9/4/2011 11.21 Take Off 737-300 96.10 106.43 -5.48 100.95
72 Garuda 9/4/2011 11.25 Take Off 737-800 93.80 101.30 -3.54 97.76
73 Lion 9/4/2011 11.33 Take Off 737-400 96.00 103.46 -3.60 99.86
74 Lion 9/4/2011 11.52 Take Off 737-900 98.10 104.96 -4.00 100.96
75 Sriwijaya 9/4/2011 12.04 Take Off 737-200 107.00 113.32 -3.92 109.41
76 Sriwijaya 9/4/2011 12.10 Take Off 737-200 103.50 111.07 -5.32 105.74
77 Batavia 9/4/2011 12.16 Take Off 737-300 92.70 101.57 -3.49 98.09
78 Garuda 9/4/2011 14.28 Landing 737-800 89.30 99.11 -4.45 94.67
79 Sriwijaya 9/4/2011 14.34 Landing 737-300 90.80 101.53 -4.41 97.12
80 Batavia 9/4/2011 14.37 Landing 737-400 92.50 103.77 -3.68 100.09
81 Jetstar 9/4/2011 14.41 Landing A320-200 88.80 101.09 -5.91 95.19
82 Air Asia 9/4/2011 14.46 Landing A320-200 89.70 101.06 -5.64 95.42
83 Wings 9/4/2011 14.50 Landing 72-212A 87.40 102.75 -6.14 96.61
84 Lion 9/4/2011 14.55 Landing 737-900 91.70 101.72 -4.71 97.00
85 Express 9/4/2011 15.03 Landing 737-200 94.10 112.82 -7.08 105.74
86 Garuda 9/4/2011 15.07 Landing 737-800 89.90 100.74 -5.10 95.64
87 Merpati 9/4/2011 15.17 Landing F28-0100 87.50 100.94 -6.14 94.81
88 Merpati 9/4/2011 15.27 Landing 737-300 91.80 103.49 -3.91 99.58
89 Batavia 9/4/2011 15.34 Landing 737-400 93.70 105.19 -4.10 101.09
90 Garuda 9/4/2011 15.46 Landing 737-800 89.80 102.44 -6.40 96.04
91 Wings 9/4/2011 15.50 Landing 72-212A 87.60 102.38 -5.70 96.68
92 Sriwijaya 9/4/2011 15.52 Landing 737-200 93.00 111.40 -5.07 106.33
93 Batavia 9/4/2011 15.55 Landing A320-200 91.30 103.48 -6.31 97.17

38
PNLT
Nama Jenis Tipe Koreksi EPNL
No. Tanggal Jam Lmax maks
Pesawat Operasi Pesawat Durasi (EPNdB)
(PNdB)
94 Wings 9/4/2011 16.01 Landing 72-212A 87.20 102.87 -6.17 96.69
95 Batavia 9/4/2011 16.04 Landing 737-300 91.90 103.02 -5.25 97.77
96 Lion 9/4/2011 16.13 Landing 737-900 92.00 102.84 -5.56 97.28
97 TNI 9/4/2011 16.18 Landing 96.20 107.16 -7.73 99.44
98 Merpati 9/4/2011 16.21 Landing 737-300 93.10 104.45 -4.94 99.51
99 TNI 9/4/2011 16.26 Landing 96.20 108.34 -7.58 100.76
100 Batavia 9/4/2011 16.32 Landing 737-300 92.10 104.12 -7.28 96.84
101 TNI 9/4/2011 16.35 Landing HERCULES 95.60 107.62 -8.00 99.63
102 Silk 10/4/2011 08.52 Landing A319-100 93.40 104.97 -6.83 98.15
103 Wings 10/4/2011 08.55 Landing 72-212A 91.10 105.54 -6.35 99.19
104 Sriwijaya 10/4/2011 09.10 Landing 737-200 98.60 114.91 -6.88 108.03
105 Garuda 10/4/2011 09.15 Landing 737-800 95.00 105.25 -7.11 98.14
106 Wings 10/4/2011 09.19 Landing 72-212A 90.40 102.65 -5.04 97.61
107 Citilink 10/4/2011 09.24 Landing 97.00 108.09 -7.85 100.25
108 Merpati 10/4/2011 09.30 Landing 737-300 98.10 110.14 -7.94 102.20
109 Lion 10/4/2011 09.35 Landing 737-900 95.60 106.63 -7.22 99.42
110 Lion 10/4/2011 09.44 Landing 737-900 99.70 109.21 -7.11 102.11
111 Lion 10/4/2011 09.54 Landing 737-900 96.60 107.92 -7.67 100.25
112 Sriwijaya 10/4/2011 09.56 Landing 737-300 95.50 105.53 -5.29 100.24
113 Citilink 10/4/2011 10.10 Landing 96.80 108.82 -7.63 101.20
114 Wings 10/4/2011 10.16 Landing 72-212A 90.30 102.98 -5.02 97.96
115 Lion 10/4/2011 10.21 Landing 737-400 99.60 110.72 -6.39 104.33
116 Garuda 10/4/2011 10.26 Landing 737-800 93.70 102.70 -6.51 96.19
117 Wings 10/4/2011 10.30 Landing 72-212A 92.30 104.65 -5.82 98.83
118 Sriwijaya 10/4/2011 10.34 Landing 737-200 99.40 114.48 -7.55 106.93
119 Lion 10/4/2011 10.57 Landing 737-900 98.20 108.54 -7.46 101.08
120 Wings 10/4/2011 11.00 Landing MD-82 96.70 107.90 -7.22 100.67
121 Lion 10/4/2011 11.17 Landing 737-900 97.50 109.13 -7.88 101.25
122 Sriwijaya 10/4/2011 11.20 Landing 737-200 99.90 114.76 -7.45 107.30
123 Lion 10/4/2011 11.24 Landing 737-900 98.80 108.88 -7.25 101.62
124 Garuda 10/4/2011 11.29 Landing 737-800 96.60 107.88 -7.78 100.10
125 Garuda 10/4/2011 11.32 Landing 737-800 95.80 107.28 -7.26 100.02
126 Air Asia 10/4/2011 11.36 Landing A320-200 95.50 107.41 -8.27 99.14
127 Lion 10/4/2011 14.06 Take Off 737-900 95.60 103.64 -4.40 99.24
128 Noname 10/4/2011 14.22 Take Off 96.80 105.35 -3.50 101.85
129 Batavia 10/4/2011 14.25 Take Off 89.10 98.19 -2.75 95.45
130 Garuda 10/4/2011 14.38 Take Off 737-800 93.70 101.45 -3.88 97.57
131 Citilink 10/4/2011 14.50 Take Off 92.80 101.46 -5.33 96.13
132 Lion 10/4/2011 14.54 Take Off 737-900 96.20 104.27 -4.07 100.20
133 Lion 10/4/2011 14.58 Take Off 737-400 95.60 105.28 -4.96 100.32
134 Lion 10/4/2011 15.01 Take Off 737-900 96.20 105.72 -5.53 100.19
135 Batavia 10/4/2011 15.10 Take Off 737-400 94.70 102.93 -3.47 99.47

Berdasarkan data pada Tabel 4.2. di atas dapat dibuat grafik

seperti pada gambar di bawah ini:

39
Gambar 4.2. Nilai EPNL per pesawat di bandara Surabaya

Selain nilai EPNL yang diperoleh dari tiap tipe pesawat itu

berbeda. Dari tabel di atas juga dapat dilihat bahwa nilai EPNL

merupakan hasil penjumlahan antara PNLT maksimum dengan Koreksi

Durasi. Dan dari hasil penelitian terlihat juga bahwa pada tipe pesawat

yang sama cenderung memiliki nilai range EPNL yang hampir sama.

Pada Tabel 4.2. terlihat bahwa jenis pesawat dengan tipe 737-200

memiliki nilai EPNL dengan range antara 101.89 – 111.11 EPNdB,

pesawat dengan tipe 737-300 memiliki nilai EPNL dengan range antara

96.17 – 102.20 EPNdB, pesawat dengan tipe 737-400 memiliki nilai

EPNL dengan range antara 99.47 – 104.33 EPNdB dB, pesawat dengan

tipe 737-800 memiliki nilai EPNL dengan range antara 94.11 – 100.10

EPNdB, pesawat dengan tipe 737-900 memiliki nilai EPNL dengan

range antara 96.86 – 102.11 EPNdB, pesawat dengan tipe A320-200

memiliki nilai EPNL dengan range antara 94.37 – 99.17 EPNdB,

pesawat dengan tipe MD-82 memiliki nilai EPNL dengan range antara

98.40 – 100.67 EPNdB, pesawat dengan tipe F28-0100 memiliki nilai

40
EPNL dengan range antara 93.67 – 94.81 EPNdB, pesawat dengan tipe

72-212A memiliki nilai EPNL dengan range antara 86.15 – 99.19

EPNdB. Sedangkan untuk pesawat dengan tipe A319-100 memiliki nilai

EPNL 98.15 EPNdB dan pesawat dengan tipe Hercules memiliki nilai

EPNL 99.63 EPNdB, hal ini dikarenakan pesawat dengan tipe A319-100

dan Hercules yang melintas saat dilakukan pengukuran di lapangan

hanya 1 buah pesawat. Dengan demikian untuk bandara Juanda Surabaya

terdapat pesawat dengan nilai EPNL terendah adalah tipe 72-212A

dengan 86.15 EPNdB dan nilai EPNL tertinggi adalah tipe 737-200

dengan 111.11 EPNdB. Sama halnya seperti data hasil pengukuran di

bandara Pekanbaru, tinggi rendahnya nilai EPNL ini dimungkinkan

terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti tipe pesawat,

umur pesawat, jenis operasinya (landing atau take off), jenis mesin dan

perawatannya, ataupun kelembaban daerah pengukuran, dan sebagainya.

Untuk tipe 72-212A (dengan nilai EPNL terendah) merupakan pesawat

komersil dengan jenis mesin twin turboprop atau baling-baling sehingga

menghasilkan deru pesawat yang tidak terlalu bising dibandingkan

dengan tipe 737-200 (dengan nilai EPNL tertinggi) yang merupakan

pesawat dengan jenis mesin turbojet. Selain itu, umur pesawat 737-200

yang sudah sangat tua (penerbangan perdana tahun 1969) dari pada tipe

pesawat lain juga dapat menjadi faktor penyebab tingginya nilai EPNL

yang dihasilkan pesawat tipe ini. Begitupun dengan jenis operasi dari

pesawat saat dilakukan pengukuran, pesawat dengan jenis operasi take

41
off lebih besar nilai EPNLnya daripada saat landing, hal ini dikarenakan

pesawat memerlukan tenaga yang cukup besar dari mesin untuk terbang.

Selain itu, di bandara Juanda Surabaya terdapat beberapa jenis

pesawat yang tidak diketahui tipenya. Hal ini dimungkinkan terjadi

karena beberapa faktor seperti posisi pesawat saat melintas terhadap

petugas pengukur di lapangan, kecepatan pesawat melintas, cuaca yang

begitu terik sehingga menyulitkan petugas pengukur di lapangan untuk

melihat no. registrasi pesawat yang terletak di bagian bawah sayap dan

badan atau ekor pesawat, dan sebagainya.

Dari hasil penghitungan nilai EPNL di atas terlihat pula bahwa

kedua bandara memiliki tipe pesawat yang sama untuk nilai EPNL

terendah (tipe 72-212A) dan tertinggi (tipe 737-200). Sehingga dapat

diartikan bahwa pesawat tipe 737-200 merupakan pesawat penyumbang

bising terbesar di kedua bandara tersebut, sedangkan pesawat tipe 72-

212A adalah pesawat dengan kontribusi bising paling sedikit. Selain itu,

bila dilihat dari range nilai EPNL yang diperoleh di bandara Pekanbaru

cenderung lebih besar daripada di bandara Surabaya (dapat dilihat dari

nilai EPNL terendah dan tertinggi). Hal ini memperlihatkan bahwa

banyaknya jumlah pesawat tidak terlalu berpengaruh terhadap bising

yang dihasilkan, namun noise background ataupun keadaan alam di

sekitar bandara-lah yang cukup berpengaruh karena keadaan alam yang

relatif masih sepi seperti di bandara Pekanbaru dapat membuat emisi

suara dari pesawat terdengar lebih jelas, begitupun sebaliknya.

42
4.2. Hasil Penghitungan Kolerasi Dan Regresi Dari Tingkat

Kebisingan Maksimum (Lmax) Dengan Tingkat Kebisingan

Efektif Yang Dirasakan (EPNL)

Korelasi digunakan untuk mengetahui apakah nilai Lmax

mempengaruhi nilai EPNL. Sedangkan regresi untuk mengetahui

seberapa besar nilai Lmax berpengaruh terhadap EPNL. Dan akan

dilanjutkan dengan mencari perbandingan nilai EPNL Pengukuran

dengan nilai EPNL Prediksi. Berikut ini adalah hasil penghitungan

korelasi dan regresi antara nilai Lmax dengan nilai EPNL dari data hasil

pengukuran di dua bandara:

4.2.1. Hasil Penghitungan Kolerasi dan Regresi Untuk Bandara

Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru

Berdasarkan data nilai EPNL hasil penghitungan di atas maka

dengan bantuan software statistik SPSS 19 dapat dicari korelasi antara

EPNL dengan Lmax yang terukur di lapangan. Sehingga diperoleh data

sebagai berikut:

Tabel 4.3. Hasil Penghitungan Statistik Korelasi antara nilai EPNL dan Lmax
di Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru
Correlations
EPNL Lmax
EPNL Pearson Correlation 1 .915**
Sig. (2-tailed) .000
N 49 49
Lmax Pearson Correlation .915** 1
Sig. (2-tailed) .000
N 49 49
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

43
Dari tabel hasil penghitungan di atas didapatkan nilai korelasi

antara EPNL dan Lmax sebesar 0.915. Hal ini menunjukkan bahwa

adanya hubungan yang cukup erat atau kuat antara EPNL dengan Lmax.

Tanda ‘+’ pada nilai korelasi menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai

EPNL akan memungkinkan semakin tingginya nilai Lmax. Sedangkan

pada bagian kedua tabel (kolom Sig. (2-tailed)) didapatkan angka

probabilitas 0.000 < 0.025 yang berarti bahwa hubungan antara EPNL

dan Lmax berkorelasi secara signifikan.

Tabel 4.4. Hasil Penghitungan Statistik Regresi antara nilai EPNL dan Lmax di
Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru
Coefficientsa
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 26.931 4.602 5.852 .000
Lmax .768 .049 .915 15.531 .000
a. Dependent Variable: EPNL

Berdasarkan tabel di atas maka korelasi antara EPNL dan Lmax

dapat ditulis dalam persamaan regresi sebagai berikut:

Y = 0.768 X + 26.931 …………………………………… (4.1)

Dimana: X = Lmax ; Y = EPNL

Dari persamaan (4.1) terlihat bahwa persamaan regresi yang dihasilkan

berbentuk persamaan linier positif. Sehingga, semakin tinggi nilai Lmax

yang terukur maka semakin tinggi pula nilai EPNL yang dihasilkan.

a) Dengan membandingkan t hitung dengan t tabel

Mencari t hitung, dari Tabel 4.4. di atas terlihat bahwa nilai t

hitung (tertulis t) adalah 15.531. Sesuai dengan prosedur pada poin

44
3.5.2b. Untuk t tabel12 dua sisi, didapatkan angka t(0.025; 47) adalah

2.01174. (angka t tabel bisa dilihat pada lampiran 5).

Karena t hitung > t tabel (atau 15.531 > 2.01174), maka H0

ditolak. Sehingga dapat dikatakan bahwa Koefisien regresi signifikan,

atau Lmax benar-benar berpengaruh secara signifikan terhadap EPNL.

b) Berdasarkan probabilitas

Terlihat bahwa pada kolom Sig/significance adalah 0.000, atau

probabilitas jauh di bawah 0.025. Maka H0 ditolak, atau Koefisien

regresi signifikan. Demikian juga untuk analisis konstanta (26.931)

dengan dua cara di atas dihasilkan angka konstanta yang signifikan. Hal

ini didapat karena angka t hitung untuk konstanta adalah 5.852,

sedangkan t tabel hanya 2.01174. begitu juga probabilitas jauh di bawah

0.025, yakni 0.000.

Untuk menguji kebenaran dari persamaan (4.1) di atas maka nilai

Lmax berdasarkan Tabel 4.1. di-input-kan ke persamaan (4.1) dan nilai

EPNL yang diperoleh berdasarkan penghitungan dari persamaan (4.1)

dibandingkan dengan nilai EPNL yang diperoleh dalam Tabel 4.1.

Sebagai contoh:

- Diketahui dari Tabel 4.1. bahwa Lmax = 92.10 → EPNL = 0.768 x

92.10 + 26.931 = 97.66 EPNdB

Jadi, berdasarkan nilai Lmax yang diperoleh dari pengukuran dilapangan

maka didapatkan nilai EPNL prediksi adalah 97.66 EPNdB sedangkan

12
Junaidi. Titik Persentase Distribusi t d.f. = 1-200. http:/junaidichaniago.wordpress.com diakses pada 20-09-
2011 jam 14.33 WIB.

45
berdasarkan Tabel 4.1. EPNLnya adalah 98.39 EPNdB, dengan

perbedaan (selisih) sebesar 0.73 EPNdB. Dengan cara yang sama untuk

mencari perbedaan nilai EPNL hasil pengukuran metoda FAA part 36

atau ICAO annex 16 dengan EPNL hasil prediksi berdasarkan korelasi

nilai Lmax hasil pengukuran dapat dibuat tabel sebagai berikut:

Tabel 4.5. Hasil Perbandingan nilai EPNL Metode FAA dengan nilai EPNL
Prediksi di Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru
EPNL
EPNL
Nama Jenis Tipe Metode Lmax
No. Tanggal Jam Prediksi Selisih
Pesawat Operasi Pesawat FAA Pengukuran
(EPNdB)
(EPNdB)
1. Batavia 18/03/2011 09.38 Landing 737-300 98.39 92.10 97.66 0.73
2. Riau 18/03/2011 09.47 Landing 737-500 92.00 88.00 94.52 -2.52
3. Batavia 18/03/2011 09.56 Landing 737-400 98.38 92.00 97.59 0.79
4. Wings 18/03/2011 10.04 Landing 72-212A 95.00 85.60 92.67 2.33
5. TNI 18/03/2011 10.18 Landing HERCULES 97.85 94.50 99.51 -1.66
6. Batavia 18/03/2011 10.22 Take Off 737-300 106.74 101.30 104.73 2.01
7. Riau 18/03/2011 10.31 Take Off 737-500 101.65 97.20 101.58 0.07
8. Lion 18/03/2011 11.06 Landing 737-900 95.85 91.70 97.36 -1.51
9. Sriwijaya 18/03/2011 11.24 Landing 737-400 97.18 90.50 96.44 0.75
10. Lion 18/03/2011 11.46 Take Off 737-900 104.58 101.90 105.19 -0.61
11. TNI 18/03/2011 12.10 Landing HERCULES 97.79 94.50 99.51 -1.72
12. Wings 18/03/2011 12.26 Landing 72-212A 93.76 84.50 91.83 1.93
13. Riau 18/03/2011 12.36 Landing 737-500 94.25 88.80 95.13 -0.88
14. Charter 18/03/2011 14.41 Landing B1900D 92.28 87.10 93.82 -1.54
15. Sriwijaya 18/03/2011 15.13 Landing 737-200 103.34 93.00 98.36 4.99
16. Lion 18/03/2011 15.18 Take Off 737-900 105.13 102.20 105.42 -0.29
17. Silk 19/03/2011 09.21 Landing A319-100 91.68 85.20 92.36 -0.68
18. Riau 19/ 03/2011 09.28 Landing 737-500 98.73 93.00 98.36 0.38
19. Lion 19/03/2011 09.33 Take Off 737-900 103.89 100.70 104.27 -0.38
20. Batavia 19/ 03/2011 09.47 Landing A320-200 98.73 93.00 98.36 0.38
21. Batavia 19/03/2011 09.51 Landing 737-300 95.79 90.70 96.59 -0.80
22. Fire Fly 19/ 03/2011 10.00 Landing 72-212A 93.46 85.60 92.67 0.79
23. Batavia 19/03/2011 10.09 Take Off 737-400 100.70 95.80 100.51 0.19
24. Silk 19/ 03/2011 10.31 Take Off A319-100 99.30 91.10 96.90 2.40
25. Lion 19/03/2011 10.50 Landing 737-900 96.20 91.30 97.05 -0.85
26. Lion 19/ 03/2011 11.36 Take Off 737-900 103.30 100.50 104.12 -0.81
27. Lion 19/03/2011 13.24 Landing 737-900 96.01 91.70 97.36 -1.35
28. Wings 19/ 03/2011 14.02 Landing 72-212A 94.93 85.50 92.60 2.34
29. Batavia 19/03/2011 14.20 Landing A320-200 94.59 87.40 94.05 0.54
30. Sriwijaya 19/ 03/2011 14.35 Landing 737-200 99.78 92.60 98.05 1.73
31. Lion 19/03/2011 14.56 Landing 737-900 96.18 91.70 97.36 -1.18
32. Riau 19/ 03/2011 15.03 Landing 737-500 94.81 90.50 96.44 -1.63
33. Sriwijaya 19/03/2011 15.18 Take Off 737-200 109.32 106.20 108.49 0.83
34. Lion 19/ 03/2011 15.52 Landing 737-900 96.26 91.10 96.90 -0.64
35. Lion 19/03/2011 15.58 Take Off 737-900 104.04 100.60 104.19 -0.15

46
EPNL
EPNL
Nama Jenis Tipe Metode Lmax
No. Tanggal Jam Prediksi Selisih
Pesawat Operasi Pesawat FAA Pengukuran
(EPNdB)
(EPNdB)
36. Pelita 20/03/2011 08.56 Landing F28-0100 91.93 86.00 92.98 -1.05
37. Batavia 20/03/2011 09.32 Landing 737-300 97.14 91.00 96.82 0.32
38. Garuda 20/03/2011 09.36 Take Off 737-800 100.88 97.30 101.66 -0.78
39. Pelita 20/03/2011 09.49 Take Off F28-0100 100.36 97.90 102.12 -1.76
40. Lion 20/03/ 2011 09.56 Take Off 737-900 103.88 100.20 103.88 0.00
41. Riau 20/03/2011 10.18 Take Off 737-500 100.01 94.90 99.81 0.20
42. Batavia 20/03/2011 10.24 Take Off 737-300 102.35 96.90 101.35 1.00
43. Noname 20/03/2011 10.30 Take Off 737-400 99.20 95.30 100.12 -0.92
44. Lion 20/03/2011 10.57 Landing 737-900 96.60 91.60 97.28 -0.68
45. Lion 20/03/2011 13.52 Landing 737-900 96.27 91.80 97.43 -1.16
46. Wings 20/03/2011 14.14 Take Off 72-212A 91.10 89.00 95.28 -4.18
47. Sriwijaya 20/03/2011 14.31 Landing 737-200 104.41 93.60 98.82 5.59
48. Lion 20/03/2011 14.48 Landing 737-900 94.83 91.20 96.97 -2.14
49. Air Asia 20/03/2011 15.58 Landing A320-200 95.86 88.50 94.90 0.96
Selisih rata-rata -0.013

Berdasarkan data pada Tabel 4.5. di atas dapat dibuat grafik

seperti pada gambar di bawah ini:

Gambar 4.3. Perbandingan nilai EPNL Pengukuran dengan nilai EPNL


Prediksi

Jika nilai perbedaan (selisih) tersebut dimutlakkan (nilai absolute)

maka rata-rata perbedaannya adalah 0.013 EPNdB. Sehingga dapat

dikatakan koreksi yang diperoleh sebesar 0.013 EPNdB. Selain itu, dari

sekian banyak pesawat yang terukur di bandara Pekanbaru terlihat pula

47
bahwa nilai perbedaan (selisih) terbesar diperoleh pesawat tipe 737-200

(Sriwijaya) dengan selisih sebesar 5.59 EPNdB. Besar kecilnya nilai

perbedaan yang terjadi ini memperlihatkan bahwa persamaan regresi

yang diperoleh dapat digunakan untuk menentukan nilai EPNL (di

bandara tersebut) tanpa melakukan penghitungan EPNL tanpa tahapan

yang panjang. Cukup dengan mengetahui nilai Lmax dari tiap pesawat

yang akan diketahui nilai EPNLnya. Semakin kecil nilai perbedaan yang

dihasilkan semakin akurat nilai EPNL yang didapatkan.

Pada Tabel 4.5. terlihat bahwa jenis pesawat dengan tipe 737-200

memiliki selisih rata-rata 3.29 EPNdB, pesawat dengan tipe 737-300

memiliki selisih rata-rata 0.65 EPNdB, pesawat dengan tipe 737-400

memiliki selisih rata-rata 0.20 EPNdB, pesawat dengan tipe 737-500

memiliki selisih rata-rata -0.73 EPNdB, pesawat dengan tipe 737-900

memiliki selisih rata-rata -0.84 EPNdB, pesawat dengan tipe A320-200

memiliki selisih rata-rata 0.63 EPNdB, pesawat dengan tipe A319-100

memiliki selisih rata-rata 0.86 EPNdB, pesawat dengan tipe F28-0100

memiliki selisih rata-rata -1.41 EPNdB, pesawat dengan tipe 72-212A

memiliki selisih rata-rata 0.64 EPNdB, pesawat dengan tipe Hercules

memiliki selisih rata-rata -1.69 EPNdB. Sedangkan untuk pesawat

dengan tipe 737-800 memiliki selisih dengan nilai -0.78 EPNdB dan

pesawat dengan tipe B1900D memiliki nilai selisih -1.54 EPNdB, hal ini

dikarenakan pesawat dengan tipe 737-800 dan B1900D yang melintas

saat dilakukan pengukuran di lapangan hanya 1 buah pesawat. Dengan

48
demikian untuk bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru terdapat

pesawat dengan nilai selisih rata-rata terendah adalah tipe Hercules

dengan -1.69 EPNdB dan nilai selisih tertinggi adalah tipe 737-200

dengan 3.29 EPNdB.

4.2.2. Hasil Penghitungan Kolerasi dan Regresi Untuk Bandara

Juanda Surabaya

Berdasarkan data hasil penghitungan di atas maka dengan

bantuan software statistik SPSS 19 bisa dicari korelasi antara EPNL

dengan Lmax yang terukur di lapangan. Sehingga diperoleh data sebagai

berikut:

Tabel 4.6. Hasil Penghitungan Statistik Korelasi antara nilai EPNL dan Lmax
di Bandara Juanda Surabaya
Correlations
EPNL Lmax
EPNL Pearson Correlation 1 .852**
Sig. (2-tailed) .000
N 135 135
Lmax Pearson Correlation .852** 1
Sig. (2-tailed) .000
N 135 135
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Dari hasil penghitungan di atas didapatkan nilai korelasi antara

EPNL dan Lmax sebesar 0.852. Hal ini menunjukkan bahwa adanya

hubungan yang cukup erat atau kuat antara EPNL dengan Lmax. Tanda

‘+’ pada nilai korelasi menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai EPNL

akan memungkinkan semakin tingginya nilai Lmax. Sedangkan pada

bagian kedua tabel (kolom Sig. (2-tailed)) didapatkan angka probabilitas

49
0.000 < 0.025 yang berarti bahwa hubungan antara EPNL dan Lmax

berkorelasi secara signifikan.

Tabel 4.7. Hasil Penghitungan Statistik Regresi antara nilai EPNL dan Lmax di
Bandara Juanda Surabaya
Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 26.062 3.869 6.736 .000
Lmax .778 .042 .852 18.755 .000
a. Dependent Variable: EPNL

Berdasarkan tabel di atas maka korelasi antara EPNL dan Lmax

dapat ditulis dalam persamaan regresi sebagai berikut:

Y = 0.778 X + 26.062 ……………..…….…….…… (4.2)

Dimana: X = Lmax ; Y = EPNL

Dari persamaan (4.2) dapat dilihat bahwa persamaan regresi yang

dihasilkan berbentuk persamaan linier positif. Hal ini mengindikasikan

semakin tinggi nilai Lmax yang terukur maka semakin tinggi pula nilai

EPNL yang dihasilkan.

a) Dengan membandingkan t hitung dengan t tabel

Mencari t hitung, dari Tabel 4.7. di atas terlihat bahwa nilai t

hitung (tertulis t) adalah 18.755. Sesuai dengan prosedur pada poin

3.5.3b Untuk t tabel dua sisi, didapatkan angka t(0.025; 133) adalah 1.97796.

Karena t hitung > t tabel (atau 18.755 > 1.97796), maka H0

ditolak. Sehingga dapat dikatakan bahwa Koefisien regresi signifikan,

atau Lmax benar-benar berpengaruh secara signifikan terhadap EPNL.

50
b) Berdasarkan probabilitas

Terlihat bahwa pada kolom Sig/significance adalah 0.000, atau

probabilitas jauh di bawah 0.025. Maka H0 ditolak, atau Koefisien

regresi signifikan. Demikian juga untuk analisis konstanta (26.062)

dengan dua cara di atas dihasilkan angka konstanta yang signifikan. Hal

ini didapat karena angka t hitung untuk konstanta adalah 6.736,

sedangkan t tabel hanya 1.97796. begitu juga probabilitas jauh di bawah

0.025, yakni 0.000.

Untuk menguji kebenaran dari persamaan di atas maka nilai

Lmax berdasarkan Tabel 4.2. di-input-kan ke persamaan (4.2) dan nilai

EPNL yang diperoleh berdasarkan penghitungan dari persamaan (4.2)

dibandingkan dengan nilai EPNL yang diperoleh dalam Tabel 4.2.

Sebagai contoh:

- Diketahui dari Tabel 4.2. bahwa Lmax = 97.70 → EPNL = 0.778

x 97.70 + 26.062 = 98.26 EPNdB

Jadi, berdasarkan prediksi dari nilai Lmax yang diperoleh berdasarkan

pengukuran di lapangan diperoleh nilai EPNL prediksi adalah 98.26

EPNdB sedangkan berdasarkan Tabel 4.2. EPNLnya adalah 97.70

EPNdB dengan perbedaan (selisih) sebesar 0.56 EPNdB. Dengan cara

yang sama untuk mencari perbedaan nilai EPNL hasil pengukuran

metoda FAA part 36 atau ICAO annex 16 dengan hasil prediksi

berdasarkan korelasi nilai Lmax hasil pengukuran dapat dibuat tabel

sebagai berikut:

51
Tabel 4.8. Hasil Perbandingan nilai EPNL Metode FAA dengan nilai EPNL
Prediksi di Bandara Juanda Surabaya
EPNL
EPNL
Nama Jenis Tipe Metode Lmax
No. Tanggal Jam Prediksi Selisih
Pesawat Operasi Pesawat FAA Pengukuran
(EPNdB)
(EPNdB)
1. Lion 08/04/2011 09.43 Landing 737-900 97.70 92.8 98.26 -0.56
2. Merpati 08/04/2011 09.46 Landing 737-300 99.97 94.1 99.27 0.70
3. Wings 08/04/2011 10.03 Landing 72-212A 95.48 87.3 93.98 1.50
4. Lion 08/04/2011 10.06 Landing 737-900 97.70 93.5 98.81 -1.11
5. Garuda 08/04/2011 10.19 Landing 737-800 97.89 93.0 98.42 -0.53
6. Wings 08/04/2011 10.23 Landing 72-212A 96.13 87.5 94.14 1.99
7. Lion 08/04/2011 10.32 Landing 737-900 96.99 92.2 97.79 -0.80
8. Lion 08/04/2011 10.41 Landing 737-400 100.97 96.6 101.22 -0.25
9. TNI 08/04/2011 10.45 Landing 100.09 93.4 98.73 1.36
10. Lion 08/04/2011 11.00 Landing 737-900 97.86 93.5 98.81 -0.95
11. Batavia 08/04/2011 11.06 Landing 737-400 101.34 95.1 100.05 1.29
12. Wings 08/04/2011 11.13 Landing MD-82 98.40 96.4 101.06 -2.66
13. Sriwijaya 08/04/2011 11.16 Landing 737-200 101.89 95.0 99.97 1.92
14. Wings 08/04/2011 11.18 Landing 72-212A 96.12 87.8 94.37 1.75
15. Lion 08/04/2011 11.22 Landing 737-900 96.86 91.6 97.33 -0.47
16. Garuda 08/04/2011 11.25 Landing 737-800 96.83 91.5 97.25 -0.42
17. Lion 08/04/2011 11.28 Landing 737-900 98.06 93.3 98.65 -0.59
18. Air Asia 08/04/2011 11.31 Landing A320-200 95.31 90.0 96.08 -0.77
19. Garuda 08/04/2011 11.38 Landing 737-800 94.57 89.5 95.69 -1.12
20. Lion 08/04/2011 11.55 Landing 737-900 97.88 93.4 98.73 -0.85
21. Merpati 08/04/2011 11.58 Landing F28-0100 93.80 86.2 93.13 0.67
22. Sriwijaya 08/04/2011 12.15 Landing 737-200 102.80 92.3 97.87 4.93
23. Lion 08/04/2011 12.20 Landing 737-900 97.43 92.2 97.79 -0.36
24. Garuda 08/04/2011 12.25 Landing 737-800 96.96 91.5 97.25 -0.29
25. Wings 08/04/2011 12.28 Landing 72-212A 96.83 88.2 94.68 2.15
26. Wings 08/04/2011 13.15 Landing 72-212A 96.44 87.9 94.45 1.99
27. Lion 08/04/2011 13.21 Landing 101.11 94.3 99.43 1.68
28. Sriwijaya 08/04/2011 13.26 Landing 737-400 100.08 93.9 99.12 0.96
29. Citilink 08/04/2011 13.32 Landing 97.45 93.1 98.49 -1.04
30. Lion 08/04/2011 13.36 Landing 737-400 100.75 94.4 99.51 1.24
31. Lion 08/04/2011 13.40 Landing 737-900 97.81 93.3 98.65 -0.84
32. Garuda 08/04/2011 13.43 Landing 737-800 95.21 90.3 96.32 -1.11
33. Citilink 08/04/2011 13.58 Landing 97.06 92.5 98.03 -0.97
34. Batavia 08/04/2011 14.02 Landing 737-400 101.34 95.0 99.97 1.37
35. Wings 08/04/2011 14.11 Landing 72-212A 95.77 87.9 94.45 1.32
36. Lion 08/04/2011 14.18 Landing 737-900 98.46 93.8 99.04 -0.58
37. Garuda 08/04/2011 14.28 Landing 737-800 94.48 90.3 96.32 -1.84
38. Sriwijaya 08/04/2011 14.30 Landing 737-300 99.84 93.6 98.88 0.96
39. Lion 08/04/2011 14.33 Landing 737-900 97.01 92.6 98.10 -1.09
40. Jetstar 08/04/2011 14.45 Landing A320-200 94.37 87.9 94.45 -0.08
41. Lion 08/04/2011 15.02 Landing 737-900 97.46 92.8 98.26 -0.80
42. Air Asia 08/04/2011 15.06 Landing A320-200 94.81 89.0 95.30 -0.49
43. Garuda 08/04/2011 15.13 Landing 737-800 94.11 89.6 95.77 -1.66
44. Express 08/04/2011 15.15 Landing 737-200 105.56 94.6 99.66 5.90
45. Merpati 08/04/2011 15.18 Landing F28-0100 93.67 86.9 93.67 0.00
46. TNI 08/04/2011 15.27 Landing 88.97 81.5 89.47 -0.50
47. Lion 08/04/2011 15.32 Landing 737-900 97.01 92.2 97.79 -0.78

52
EPNL
EPNL
Nama Jenis Tipe Metode Lmax
No. Tanggal Jam Prediksi Selisih
Pesawat Operasi Pesawat FAA Pengukuran
(EPNdB)
(EPNdB)
48. Trigana 08/04/2011 15.35 Landing 102.87 90.6 96.55 6.32
49. Wings 08/04/2011 15.38 Landing 72-212A 96.30 87.6 94.21 2.09
50. Garuda 09/04/2011 09.12 Take Off 737-800 96.49 92.2 97.79 -1.30
51. Trigana 09/04/2011 09.21 Take Off 101.63 100.1 103.94 -2.31
52. Lion 09/04/2011 09.22 Take Off 737-900 101.09 97.7 102.07 -0.98
53. Garuda 09/04/2011 09.27 Take Off 95.27 91.1 96.94 -1.67
54. Air Asia 09/04/2011 09.39 Take Off 98.21 90.2 96.24 1.97
55. Batavia 09/04/2011 09.41 Take Off 737-300 96.17 90.4 96.39 -0.22
56. Citilink 09/04/2011 09.57 Take Off 98.01 95.0 99.97 -1.96
57. Sriwijaya 09/04/2011 09.59 Take Off 737-200 111.11 108.1 110.16 0.95
58. Silk 09/04/2011 10.05 Take Off A320-200 99.17 92.1 97.72 1.45
59. Wings 09/04/2011 10.10 Take Off 72-212A 89.41 85.7 92.74 -3.33
60. Garuda 09/04/2011 10.14 Take Off 737-800 95.47 91.2 97.02 -1.55
61. Sriwijaya 09/04/2011 10.28 Take Off 737-300 98.40 94.9 99.89 -1.49
62. Citilink 09/04/2011 10.37 Take Off 96.82 94.3 99.43 -2.61
63. Lion 09/04/2011 10.40 Take Off 737-900 99.71 96.4 101.06 -1.35
64. Sriwijaya 09/04/2011 10.44 Take Off 99.72 94.1 99.27 0.45
65. Wings 09/04/2011 10.46 Take Off 72-212A 87.77 83.8 91.26 -3.49
66. Lion 09/04/2011 11.03 Take Off 737-900 99.64 96.5 101.14 -1.50
67. Wings 09/04/2011 11.05 Take Off 88.47 86.1 93.05 -4.58
68. Lion 09/04/2011 11.08 Take Off 737-900 100.10 96.1 100.83 -0.73
69. Citilink 09/04/2011 11.10 Take Off 99.50 95.7 100.52 -1.02
70. Wings 09/04/2011 11.19 Take Off 72-212A 86.15 83.9 91.34 -5.19
71. Batavia 09/04/2011 11.21 Take Off 737-300 100.95 96.1 100.83 0.12
72. Garuda 09/04/2011 11.25 Take Off 737-800 97.76 93.8 99.04 -1.28
73. Lion 09/04/2011 11.33 Take Off 737-400 99.86 96.0 100.75 -0.89
74. Lion 09/04/2011 11.52 Take Off 737-900 100.96 98.1 102.38 -1.42
75. Sriwijaya 09/04/2011 12.04 Take Off 737-200 109.41 107.0 109.31 0.10
76. Sriwijaya 09/04/2011 12.10 Take Off 737-200 105.74 103.5 106.59 -0.84
77. Batavia 09/04/2011 12.16 Take Off 737-300 98.09 92.7 98.18 -0.09
78. Garuda 09/04/2011 14.28 Landing 737-800 94.67 89.3 95.54 -0.87
79. Sriwijaya 09/04/2011 14.34 Landing 737-300 97.12 90.8 96.70 0.42
80. Batavia 09/04/2011 14.37 Landing 737-400 100.09 92.5 98.03 2.06
81. Jetstar 09/04/2011 14.41 Landing A320-200 95.19 88.8 95.15 0.04
82. Air Asia 09/04/2011 14.46 Landing A320-200 95.42 89.7 95.85 -0.43
83. Wings 09/04/2011 14.50 Landing 72-212A 96.61 87.4 94.06 2.55
84. Lion 09/04/2011 14.55 Landing 737-900 97.00 91.7 97.40 -0.40
85. Express 09/04/2011 15.03 Landing 737-200 105.74 94.1 99.27 6.47
86. Garuda 09/04/2011 15.07 Landing 737-800 95.64 89.9 96.00 -0.36
87. Merpati 09/04/2011 15.17 Landing F28-0100 94.81 87.5 94.14 0.67
88. Merpati 09/04/2011 15.27 Landing 737-300 99.58 91.8 97.48 2.10
89. Batavia 09/04/2011 15.34 Landing 737-400 101.09 93.7 98.96 2.13
90. Garuda 09/04/2011 15.46 Landing 737-800 96.04 89.8 95.93 0.11
91. Wings 09/04/2011 15.50 Landing 72-212A 96.68 87.6 94.21 2.47
92. Sriwijaya 09/04/2011 15.52 Landing 737-200 106.33 93.0 98.42 7.91
93. Batavia 09/04/2011 15.55 Landing A320-200 97.17 91.3 97.09 0.08
94. Wings 09/04/2011 16.01 Landing 72-212A 96.69 87.2 93.90 2.79
95. Batavia 09/04/2011 16.04 Landing 737-300 97.77 91.9 97.56 0.21
96. Lion 09/04/2011 16.13 Landing 737-900 97.28 92.0 97.64 -0.36
97. TNI 09/04/2011 16.18 Landing 99.44 96.2 100.91 -1.47

53
EPNL
EPNL
Nama Jenis Tipe Metode Lmax
No. Tanggal Jam Prediksi Selisih
Pesawat Operasi Pesawat FAA Pengukuran
(EPNdB)
(EPNdB)
98. Merpati 09/04/2011 16.21 Landing 737-300 99.51 93.1 98.49 1.02
99. TNI 09/04/2011 16.26 Landing 100.76 96.2 100.91 -0.15
100. Batavia 09/04/2011 16.32 Landing 737-300 96.84 92.1 97.72 -0.88
101. TNI 09/04/2011 16.35 Landing HERCULES 99.63 95.6 100.44 -0.81
102. Silk 10/04/2011 08.52 Landing A319-100 98.15 93.4 98.73 -0.58
103. Wings 10/04/2011 08.55 Landing 72-212A 99.19 91.1 96.94 2.25
104. Sriwijaya 10/04/2011 09.10 Landing 737-200 108.03 98.6 102.77 5.26
105. Garuda 10/04/2011 09.15 Landing 737-800 98.14 95.0 99.97 -1.83
106. Wings 10/04/2011 09.19 Landing 72-212A 97.61 90.4 96.39 1.22
107. Citilink 10/04/2011 09.24 Landing 100.25 97.0 101.53 -1.28
108. Merpati 10/04/2011 09.30 Landing 737-300 102.20 98.1 102.38 -0.18
109. Lion 10/04/2011 09.35 Landing 737-900 99.42 95.6 100.44 -1.02
110. Lion 10/04/2011 09.44 Landing 737-900 102.11 99.7 103.63 -1.52
111. Lion 10/04/2011 09.54 Landing 737-900 100.25 96.6 101.22 -0.97
112. Sriwijaya 10/04/2011 09.56 Landing 737-300 100.24 95.5 100.36 -0.12
113. Citilink 10/04/2011 10.10 Landing 101.20 96.8 101.37 -0.17
114. Wings 10/04/2011 10.16 Landing 72-212A 97.96 90.3 96.32 1.64
115. Lion 10/04/2011 10.21 Landing 737-400 104.33 99.6 103.55 0.78
116. Garuda 10/04/2011 10.26 Landing 737-800 96.19 93.7 98.96 -2.77
117. Wings 10/04/2011 10.30 Landing 72-212A 98.83 92.3 97.87 0.96
118. Sriwijaya 10/04/2011 10.34 Landing 737-200 106.93 99.4 103.40 3.53
119. Lion 10/04/2011 10.57 Landing 737-900 101.08 98.2 102.46 -1.38
120. Wings 10/04/2011 11.00 Landing MD-82 100.67 96.7 101.29 -0.62
121. Lion 10/04/2011 11.17 Landing 737-900 101.25 97.5 101.92 -0.67
122. Sriwijaya 10/04/2011 11.20 Landing 737-200 107.30 99.9 103.78 3.52
123. Lion 10/04/2011 11.24 Landing 737-900 101.62 98.8 102.93 -1.31
124. Garuda 10/04/2011 11.29 Landing 737-800 100.10 96.6 101.22 -1.12
125. Garuda 10/04/2011 11.32 Landing 737-800 100.02 95.8 100.59 -0.57
126. Air Asia 10/04/2011 11.36 Landing A320-200 99.14 95.5 100.36 -1.22
127. Lion 10/04/2011 14.06 Take Off 737-900 99.24 95.6 100.44 -1.20
128. Noname 10/04/2011 14.22 Take Off 101.85 96.8 101.37 0.48
129. Batavia 10/04/2011 14.25 Take Off 95.45 89.1 95.38 0.07
130. Garuda 10/04/2011 14.38 Take Off 737-800 97.57 93.7 98.96 -1.39
131. Citilink 10/04/2011 14.50 Take Off 96.13 92.8 98.26 -2.13
132. Lion 10/04/2011 14.54 Take Off 737-900 100.20 96.2 100.91 -0.71
133. Lion 10/04/2011 14.58 Take Off 737-400 100.32 95.6 100.44 -0.12
134. Lion 10/04/2011 15.01 Take Off 737-900 100.19 96.2 100.91 -0.72
135. Batavia 10/04/2011 15.10 Take Off 737-400 99.47 94.7 99.74 -0.27
Selisih rata-rata 0.036

Berdasarkan data pada Tabel 4.8. di atas dapat dibuat grafik

seperti pada gambar di bawah ini:

54
Gambar 4.4. Perbandingan nilai EPNL Pengukuran dengan nilai EPNL
Prediksi

Jika nilai perbedaan tersebut dimutlakkan (nilai absolute) maka

rata-rata perbedaannya adalah 0.036 EPNdB. Sehingga dapat dikatakan

bahwa koreksi yang diperoleh sebesar 0.036 EPNdB. Selain itu, dari

sekian banyak pesawat yang terukur di bandara Juanda terlihat pula

bahwa nilai perbedaan (selisih) terbesar diperoleh pesawat tipe 737-200

(Sriwijaya) dengan selisih sebesar 7.91 EPNdB. Besar kecilnya nilai

perbedaan yang terjadi, memperlihatkan bahwa persamaan regresi yang

diperoleh dapat digunakan untuk menentukan nilai EPNL (di bandara

tersebut) tanpa melakukan penghitungan EPNL tanpa tahapan yang

panjang. Cukup dengan mengetahui nilai Lmax dari tiap pesawat yang

akan diketahui nilai EPNLnya. Semakin kecil nilai perbedaan yang

dihasilkan semakin akurat nilai EPNL yang didapatkan.

Pada Tabel 4.6. terlihat bahwa jenis pesawat dengan tipe 737-200

memiliki selisih rata-rata 3.60 EPNdB, pesawat dengan tipe 737-300

55
memiliki selisih rata-rata 0.20 EPNdB, pesawat dengan tipe 737-400

memiliki selisih rata-rata 0.75 EPNdB, pesawat dengan tipe 737-800

memiliki selisih rata-rata -1.11 EPNdB, pesawat dengan tipe 737-900

memiliki selisih rata-rata -0.90 EPNdB, pesawat dengan tipe A320-200

memiliki selisih rata-rata -0.18 EPNdB, pesawat dengan tipe MD-82

memiliki selisih rata-rata -1.64 EPNdB, pesawat dengan tipe F28-0100

memiliki selisih rata-rata 0.45 EPNdB, pesawat dengan tipe 72-212A

memiliki selisih rata-rata 0.86 EPNdB. Sedangkan untuk pesawat dengan

tipe A319-100 memiliki selisih dengan nilai -0.58 EPNdB dan pesawat

dengan tipe Hercules memiliki nilai selisih 0.81 EPNdB, hal ini

dikarenakan pesawat dengan tipe A319-100 dan Hercules yang melintas

saat dilakukan pengukuran di lapangan hanya 1 buah pesawat. Dengan

demikian untuk bandara Juanda Surabaya terdapat pesawat dengan nilai

selisih terendah adalah tipe 72-212A dengan EPNdB dan nilai selisih

tertinggi adalah tipe 737-200 dengan EPNdB.

4.3. Hasil Penghitungan Tingkat Kebisingan Sinambung Setara

(Leq)

Tingkat Kebisingan Sinambung Setara (Leq) merupakan data dari

jenis pengukuran statis yaitu pengukuran kebisingan dengan lingkungan

di sekitar kawasan bandara sebagai objeknya. Dan dari hasil pengukuran

di lapangan tersebut didapatkan hasil penghitungan sebagai berikut:

56
4.3.1. Hasil Penghitungan Leq Untuk Bandara Sultan Syarif Kasim

II Pekanbaru

Gambar 4.5. Grafik Leq terhadap waktu pengukuran di sekitar Bandara Sultan
Syarif Kasim II Pekanbaru

Pada Gambar 4.5. ditampilkan grafik Leq terhadap waktu untuk

setiap lokasi pengukuran di Bandara Sultan Syarif Kasim II, Pekanbaru.

Tiga grafik tersebut menggambarkan situasi 3 lokasi secara bersamaan,

yang mana sumber bising utama pada TU1 Kantor BPMP dan TU2

Musholla adalah aktifitas pesawat di bandara, sedangkan di TU3 Rumah

Warga karena berada di posisi pinggiran bandara (side line) lebih

didominasi oleh aktifitas perumahan warga.

Aktifitas lalu-lintas pesawat yang take-off dan landing tampak

terlihat saat jam-jam tertentu pada Gambar 4.5. grafik di atas ditunjukkan

dengan adanya level-level puncak disaat jam-jam tertentu pula, yang

melonjak secara signifikan dan level puncak ini hampir bersamaan terjadi

untuk setiap titik ukur. Dengan menggunakan software SPSS 19, maka

diperoleh tabel statistik sebagai berikut:

57
Tabel 4.9. Hasil Penghitungan Statistik data Leq untuk Bandara Sultan Syarif
Kasim II Pekanbaru
Statistics

TU1_Kantor_BPMP TU2_Musholla TU3_Rumah_Warga

Valid 72 72 72
N
Missing 0 0 0
Mean 60.3307 61.6446 52.7450
Std. Error of Mean .53688 1.55419 1.00493
Median 60.0250 61.1000 52.8950
Std. Deviation 4.55561 13.18773 8.52713
Variance 20.754 173.916 72.712
Skewness -.112 .327 .500
Std. Error of Skewness .283 .283 .283
Kurtosis -.190 -.775 .267
Std. Error of Kurtosis .559 .559 .559
Range 22.00 44.76 37.60
Minimum 49.90 41.35 39.87
Maximum 71.90 86.11 77.47

Berdasarkan data Tabel 4.9. nilai Leq maksimum terbesar terjadi

di TU2 Musholla dengan nilai 86.11 dB(A) dan nilai Leq minimum

terkecil terjadi di TU3 Rumah Warga dengan nilai 39.87 dB(A). Nilai

rentang terbesar antara Leq minimum dan maksimum terjadi di lokasi

TU2 Musholla yaitu sebesar 44.76 dB(A). Nilai rentang Leq minimum

dan maksimum yang cukup besar ini mengindikasikan bahwa pengaruh

pesawat terbang yang melintasi daerah tersebut cukup besar.

Untuk menguji apakah sebaran data dari Tabel 4.9. berdistribusi

normal atau tidak dapat dilakukan pengecekan dengan menghitung:

a. Nilai Rasio Kurtosis (Keruncingan) yaitu nilai kurtosis dibagi dengan

standard error kurtosis:


−0.190
TU1 Kantor BPMP : 𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝐾𝑢𝑟𝑡𝑜𝑠𝑖𝑠 = 0.559
= −0.339
−0.775
TU2 Musholla : 𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝐾𝑢𝑟𝑡𝑜𝑠𝑖𝑠 = 0.559
= −1.386
0.267
TU3 Rumah Warga : 𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝐾𝑢𝑟𝑡𝑜𝑠𝑖𝑠 = = 0.477
0.559

58
b. Nilai Rasio Skewness (Kemencengan) yaitu nilai skewness dibagi

dengan standard error skewness:


−0.112
TU1 Kantor BPMP : 𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝑆𝑘𝑒𝑤𝑛𝑒𝑠𝑠 = 0.283
= −0.395
0.327
TU2 Musholla : 𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝑆𝑘𝑒𝑤𝑛𝑒𝑠𝑠 = 0.283
= 1.155
0.500
TU3 Rumah Warga : 𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝑆𝑘𝑒𝑤𝑛𝑒𝑠𝑠 = 0.283
= 1.766

Berdasarkan penghitungan di atas, nilai Rasio Kurtosis dan Rasio

Skewness berada diantara -2 dan +2. Sesuai dengan teori statistik bahwa

data Leq untuk ketiga lokasi pengukuran tersebut berdistribusi Normal.

Jika dilihat dari grafik Histogramnya adalah:

Gambar 4.6. Histogram data Leq untuk lokasi pengukuran di Kantor BPMP

Dari Gambar 4.6. terlihat bahwa batang histogram memiliki

kemiripan bentuk dengan kurva normal. Hal ini membuktikan bahwa

distribusi Leq di TU1 Kantor BPMP sudah bisa dikatakan normal.

Gambar 4.7. Histogram data Leq untuk lokasi pengukuran di Musholla

59
Batang histogram pada Gambar 4.7. menggambarkan bahwa

distribusi Leq di TU2 Musholla dapat dikatakan normal atau mendekati

normal. Terlihat dari bentuk kurva pada histogram yang mirip seperti

lonceng, dengan kemencengan yang cenderung ke kiri.

Gambar 4.8. Histogram data Leq untuk lokasi pengukuran di Rumah Warga

Seperti halnya dengan histogram di TU2 Musholla, kurva

histogram pada Gambar 4.8. yang cenderung condong ke kiri. Begitupun

dengan bentuk kurva histogramnya mirip seperti lonceng membuktikan

bahwa distribusi Leq di TU3 Rumah Warga adalah normal.

4.3.2. Hasil Penghitungan Leq Untuk Bandara Juanda Surabaya

Gambar 4.9. Grafik Leq terhadap waktu pengukuran di sekitar Bandara Juanda
Surabaya

60
Pada Gambar 4.9. ditampilkan grafik Leq terhadap waktu disetiap

lokasi pengukuran di Bandara Juanda, Surabaya. Tiga grafik tersebut

menggambarkan situasi ke-3 lokasi secara bersamaan, yang mana sumber

bising utama pada TU1 Griya Karya dan TU3 RM Depot adalah aktifitas

pesawat di bandara, sedangkan di TU2 Kantor Desa karena posisinya

berada di sisi samping bandara (side line) sehingga lebih didominasi oleh

aktifitas perkantoran dan lalu-lintas kendaraan di jalan raya.

Aktifitas lalu-lintas pesawat yang take-off dan landing tampak

terlihat saat jam-jam tertentu ditunjukkan dengan adanya level-level

puncak disaat jam-jam tertentu pula, yang melonjak secara signifikan dan

level puncak ini hampir bersamaan terjadi untuk setiap titik ukur. Dengan

menggunakan software SPSS 19 diperoleh tabel statistik sebagai berikut:

Tabel 4.10. Hasil Penghitungan Statistik data Leq untuk Bandara Juanda
Surabaya
Statistics
TU1_Griya_Karya TU2_Kantor_Desa TU3_RM_Depot
N Valid 72 72 72
Missing 0 0 0
Mean 65.7576 60.3961 63.8528
Std. Error of Mean 1.00608 .84405 .65991
Median 69.4600 60.4100 65.3000
Std. Deviation 8.53685 7.16203 5.59950
Skewness -1.584 -.461 -.820
Std. Error of Skewness .283 .283 .283
Kurtosis 1.521 -.379 .435
Std. Error of Kurtosis .559 .559 .559
Range 32.59 29.39 26.00
Minimum 42.23 44.38 49.50
Maximum 74.82 73.77 75.50

Berdasarkan data Tabel 4.10. maka nilai Leq maksimum terbesar

terjadi di TU3 RM Depot dengan nilai 75.50 dB(A) dan nilai Leq

minimum terkecil terjadi di TU1 Griya Karya dengan nilai 42.23 dB(A).

61
Nilai rentang terbesar antara Leq minimum dan maksimum terjadi di

lokasi TU1 Griya Karya sebesar 32.59 dB(A). Nilai rentang Leq

minimum dan maksimum yang cukup besar ini mengindikasikan bahwa

pengaruh pesawat terbang yang melintasi daerah tersebut cukup besar.

Untuk menguji apakah sebaran data dari Tabel 4.10. berdistribusi

normal atau tidak dapat dilakukan pengecekan dengan menghitung:

a. Nilai Rasio Kurtosis (Keruncingan) yaitu nilai kurtosis dibagi dengan

standard error kurtosis:

1.521
TU1 Griya Karya : 𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝐾𝑢𝑟𝑡𝑜𝑠𝑖𝑠 = = 2.720
0.559
−0.379
TU2 Kantor Desa : 𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝐾𝑢𝑟𝑡𝑜𝑠𝑖𝑠 = 0.559
= −0.677
0.435
TU3 RM Depot : 𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝐾𝑢𝑟𝑡𝑜𝑠𝑖𝑠 = 0.559
= 0.778

b. Nilai Rasio Skewness (Kemencengan) yaitu nilai skewness dibagi

dengan standard error skewness:

−1.584
TU1 Griya Karya : 𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝑆𝑘𝑒𝑤𝑛𝑒𝑠𝑠 = = −5.597
0.283
−0.461
TU2 Kantor Desa : 𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝑆𝑘𝑒𝑤𝑛𝑒𝑠𝑠 = = −1.628
0.283
−0.820
TU3 RM Depot : 𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝑆𝑘𝑒𝑤𝑛𝑒𝑠𝑠 = 0.283
= −2.897

Sebagai pedoman, jika nilai Rasio Kurtosis dan Rasio Skewness

berada diantara -2 dan +2 maka distribusi data adalah Normal.

Berdasarkan penghitungan di atas, dapat dilihat bahwa data Leq dari nilai

Rasio Kurtosis untuk lokasi pengukuran di TU2 Kantor Desa dan TU3

RM Depot berdistribusi Normal. Namun, untuk lokasi pengukuran di

TU1 Griya Karya tidak berdistribusi Normal. Sedangkan data Leq dari

nilai Rasio Skewness untuk lokasi pengukuran di TU2 Kantor Desa

62
berdistribusi Normal. Sebaliknya untuk lokasi pengukuran di TU1

Griya Karya dan TU3 RM Depot tidak berdistribusi Normal.

Jika dilihat dari grafik Histogramnya adalah:

Gambar 4.10. Histogram data Leq untuk lokasi pengukuran di Griya Karya

Dari Gambar 4.10. terlihat bahwa batang histogram memiliki

bentuk kurva tak normal (tidak berbentuk seperti lonceng) dan cenderung

condong ke kanan. Hal ini membuktikan bahwa distribusi Leq di TU1

Griya Karya belum bisa dikatakan normal, sesuai dengan hasil

penghitungan Rasio Kurtosis dan Rasio Skewness di atas bahwa data Leq

di daerah tersebut tidak berdistribusi Normal.

Gambar 4.11. Histogram data Leq untuk lokasi pengukuran di Kantor Desa

Berdasarkan Gambar 4.11. terlihat bahwa distribusi Leq di TU2

Kantor Desa bisa dikatakan normal atau mendekati normal. Dilihat dari

63
bentuk kurva pada histogram mirip seperti lonceng, dengan kemencengan

sedikit ke kanan.

Gambar 4.12. Histogram data Leq untuk lokasi pengukuran di RM Depot

Pada Gambar 4.12. bentuk kurva histogramnya yang mirip

dengan kurva normal membuktikan bahwa dari nilai Rasio Kurtosis

distribusi Leq bisa dikatakan normal. Namun dengan kemencengan yang

cenderung ke kanan.

4.4. Hasil Penghitungan Lsm di Kawasan Pemukiman Sekitar

Bandara Sesuai Kep-48/MENLH/11/1996

Lokasi titik pengukuran Lsm berada di kawasan pemukiman

sekitar bandara. Pada tiap bandara terdapat 3 lokasi titik pengukuran.

Untuk bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru lokasi titik pengukuran

berada di Kantor BPMP, Musholla, dan Rumah Warga. Sedangkan untuk

bandara Juanda Surabaya lokasi titik pengukuran berada di Kantor Desa,

RM Depot, dan Perumahan Griya Karya.

Berikut adalah hasil perhitungan berdasarkan Keputusan Menteri

Lingkungan Hidup No.48 Tahun 1996 maka diperoleh Level Siang (Ls),

Level Malam (Lm), dan Level Siang Malam (Lsm) seperti berikut:

64
Tabel 4.11. Data Lsm di Kawasan Pemukiman Sekitar Bandara
Lsm
Kota Nama Titik Pengukuran Tanggal Pengukuran Ls (dB) Lm (dB)
(dB)
18 s/d 19 Maret 2011 64.7 55.7 63.7
Kantor BPMP 19 s/d 20 Maret 2011 63.7 56.4 63.1
20 s/d 21 Maret 2011 63.4 56.6 62.9
18 s/d 19 Maret 2011 77.0 50.8 75.2
Pekanbaru Musholla 19 s/d 20 Maret 2011 78.6 53.3 76.8
20 s/d 21 Maret 2011 79.1 48.5 77.4
18 s/d 19 Maret 2011 57.6 51.5 57.2
Rumah Warga 19 s/d 20 Maret 2011 57.6 51.5 57.2
20 s/d 21 Maret 2011 69.0 49.3 67.3
08 s/d 09 April 2011 70.6 63.1 69.9
Griya Karya 09 s/d 10 April 2011 70.4 60.3 69.3
10 s/d 11 April 2011 71.6 62.7 70.6
08 s/d 09 April 2011 67.0 58.7 66.2
Surabaya Kantor Desa 09 s/d 10 April 2011 64.1 61.0 64.8
10 s/d 11 April 2011 66.1 61.6 66.3
08 s/d 09 April 2011 67.0 60.4 66.5
RM Depot 09 s/d 10 April 2011 66.6 60.8 66.4
10 s/d 11 April 2011 69.6 59.5 68.5

Dimana: Ls (dB) = Level Siang; Lm (dB) = Level Malam; Lsm (dB) = Level Siang –

Malam

Berdasarkan data pada Tabel 4.11. di atas dapat dibuat grafik

seperti pada gambar di bawah ini:

Gambar 4.13. Grafik Ls, Lm, dan Lsm di kawasan pemukiman sekitar 2 bandara
Keterangan : TU = Titik Ukur

65
Pada Gambar 4.13. tampak bahwa nilai Lsm yang diperoleh

100% telah melewati baku mutu kebisingan untuk pemukiman. Hal ini

ditunjukkan dengan nilai Lsm (segitiga hijau) posisinya berada di atas

nilai baku mutu untuk daerah pemukiman yaitu 55 dB(A).

Dari Gambar 4.13. juga ditunjukkan bahwa nilai Lsm yang paling

rendah adalah 57.20 dB(A) di TU3 Pekanbaru terjadi pada tanggal 18-20

Maret 2011 dan yang tertinggi adalah 77.40 dB(A) di TU2 Pekanbaru

terjadi pada tanggal 20-21 Maret 2011. Selain itu pun dapat dilihat bahwa

nilai Lsm di kawasan sekitar bandara Surabaya cenderung lebih stabil

dibandingkan nilai Lsm di kawasan sekitar bandara Pekanbaru. Hal ini

dimungkinkan karena noise background dari alam sekitar bandara

Pekanbaru yang masih alami atau berupa hutan lebih sepi dibandingkan

bandara Surabaya yang telah berubah menjadi perkotaan. Sehingga suara

bising dari pesawat udara yang melintas di titik ukur bandara Pekanbaru

lebih terdengar jelas daripada di titik ukur bandara Surabaya.

66
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan

sebagai berikut:

1. Nilai EPNL dari tiap (type) pesawat itu berbeda-beda. Untuk bandara

Pekanbaru nilai EPNL terendah adalah tipe 72-212A yaitu 91.10

EPNdB dan nilai EPNL tertinggi adalah tipe 737-200 yaitu 109.32

EPNdB. Sedangkan untuk bandara Surabaya nilai EPNL terendah

adalah tipe 72-212A yaitu 86.15 EPNdB dan nilai EPNL tertinggi

adalah tipe 737-200 yaitu 111.11 EPNdB.

2. Korelasi antara EPNL dengan Lmax di bandara Pekanbaru maupun

Surabaya mayoritas menunjukkan hasil bahwa antara EPNL dengan

Lmax saling berpengaruh, begitupun dengan Regresinya menunjukkan

hasil hubungan kedua variabel tersebut sangat signifikan.

3. Perbandingan nilai EPNL Pengukuran dengan EPNL Prediksi di

bandara Pekanbaru memperoleh nilai perbedaan (selisih) rata-rata

sebesar 0. 013 EPNdB, sedangkan di bandara Surabaya memperoleh

nilai perbedaan (selisih) rata-rata sebesar 0.036 EPNdB.

4. Dari tiga lokasi titik pengukuran nilai Leq yang diperoleh di bandara

Pekanbaru berada pada range antara 39.87 – 86.11 dB(A). Sedangkan

di bandara Surabaya nilai Leq yang diperoleh berada pada range antara

67
42.23 – 75.5 dB(A). Yang menjadi penyumbang bising terbesar di

kawasan sekitar bandara adalah aktifitas (lalulintas) pesawat terbang,

dan dipengaruhi oleh sound background dari alam sekitar bandara.

5. Nilai Lsm rata-rata yang diperoleh dari hasil pengukuran di kawasan

pemukiman sekitar bandara Pekanbaru untuk TU1 Kantor BPMP

sebesar 63.23 dB(A), TU2 Musholla sebesar 76.47 dB(A), TU3 Rumah

Warga sebesar 60.57 dB(A). Sedangkan Nilai Lsm rata-rata dari hasil

pengukuran di kawasan pemukiman sekitar bandara Surabaya untuk

TU1 Perumahan Griya Karya sebesar 69.93 dB(A), TU2 RM Depot

sebesar 67.13 dB(A), TU3 Kantor Desa sebesar 65.77 dB(A).Sehingga

nilai rata-rata Lsm di kawasan pemukiman sekitar bandara Pekanbaru

dan Surabaya 100% telah melebihi baku mutu yang diatur dalam

Kep.Men.LH No.48 Tahun1996 yaitu 55 dB(A).

5.2. Saran

Penelitian ini masih merupakan tahap awal dan sebagai database di bidang

lingkungan hidup, sehingga masih dapat dikembangkan di masa mendatang. Baik

dengan menggunakan metode simulasi dalam ruangan (offline), mencari variabel

atau parameter-parametar ukuran kebisingan lainnya seperti WECPNL (Weighted

Equivalent Continous Perceived Noise Level) dan NEF (Noise Exposure

Forecast), atau mencari korelasi dari parameter kebisingan lain seperti WECPNL

dengan Lsm seperti yang telah dilakukan oleh beberapa negara maju, dan lain

sebagainya.

68
DAFTAR PUSTAKA

[1] Sudiro Sumbodo. 2003. www.sudirodesign.com. Isi Lingkungan: Kebisingan


Pesawat Terbang (Bagian I). Diakses pada Kamis 27 Oktober 2011 Jam
19.58 WIB

[2] Chappy Hakim. Bom Waktu di Atas Bandara Soekarno-Hatta. Kompas (19
November 2011)

[3] Ganijanti Aby Sarojo. 2011. Gelombang dan Optika. Salemba Teknika.
Jakarta.

[4] http://id.wikipedia.org/wiki/bunyi . Bunyi. Diakses tanggal 26-09-2011. Jam


15.30 WIB

[5] J. F. Gabriel. 2001. Fisika Lingkungan. Hipokrates. Jakarta.

[6] http://architecturefiles.blogspot.com/ . Akustika. diakses pada tanggal 26-


09-2011 jam 15.49 WIB

[7] Kep. Men. LH no. 48 Tahun1996. Tentang: Baku Tingkat Kebisingan.


Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Jakarta

[8] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1989. Kamus Besar Bahasa


Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta

[9] Department Of The Air Force. 1987. Environmental Impact Analysis


Process. USA

[10] Michael J. T. Smith. 1989. Aircraft Noise. Cambridge University Press. UK.

[11] Singgih Santoso. 2011. Mastering SPSS Versi 19. Elex Media Komputindo.
Jakarta

[12] Junaidi. http:/junaidichaniago.wordpress.com. Titik Persentase Distribusi t


d.f. = 1-200. diakses pada 20-09-2011 jam 14.33 WIB.

69
[13] Yully Melyani Lubis. 2002. Pengkajian Tingkat Kebisingan Pesawat Udara
DC-10 Secara Offline. Jur. Teknik Lingkungan Fak. Arsitektur Lansekap dan
Teknik Lingkungan. Univ Trisakti. Jakarta .

[14] ICAO. 1993. Annex 16 International Standards And Recommended


Practices, Environmental Protection, Volume I Aircraft Noise

[15] Singgih Santoso. 2010. Statistic Parametrik. Jakarta. Elex Media


Kompotindo. Jakarta

[16] J.P. Cowan. 1994. Handbook Of Environmental Acoustics. Van Nostrand


Rainhold. New York

[17] L.L. Doelle. 1993. Akustik Lingkungan. Erlangga. Jakarta

[18] J.r. Hassal dan K. Zaveri M.Phil. 1988. Acoustics Noise Measurements.
Acoustical Publications Inc. Ohio

70
LAMPIRAN 1

Gambar Titik Pengukuran di Kawasan Sekitar Bandara

a). Bandara Sultan Syarif Kasim II, Pekanbaru

b). Bandara Juanda, Surabaya


LAMPIRAN 2
Hasil perhitungan secara manual (Validasi) 13.

1. Tingkat tekanan suara dalam 1/3 oktaf dari frek 50-10000 Hz dicacah setiap ½ detik, kemudian diubah
menjadi kebisingan yang dirasakan (PN) n, dalam satuan Noys. Harga n didapatkan dari tabel Noys
yang terdapat pada standar ICAO. Dan berdasarkan hubungan matematis sebagai berikut:
𝑛 = 10𝑚 𝐿−𝐿𝑜 𝑁𝑜𝑦𝑠
Dimana n adalah kebisingan yang dapat didengar (noys), L ialah tingkat kebisingan tekanan suara hasil
pengukuran (dB), m dan Lo merupakan konstanta yang diberikan (lihat Tabel Faktor Koreksi m dan
Lo).
Tabel Faktor Koreksi m dan Lo

Band centre
Lower range of L Upper range of L
frequency
Hz L m Lo L m Lo
50 64 to 91 0.04348 64 92 to 150 0.03010 52
63 60 to 85 0.04057 60 86 to 150 0.03010 51
80 56 to 85 0.03683 56 86 to 150 0.03010 49
100 53 to 79 0.03683 53 80 to 150 0.03010 47
125 51 to 79 0.03534 51 80 to 150 0.03010 46
160 48 to 75 0.03333 48 76 to 150 0.03010 45
200 46 to 73 0.03333 46 74 to 150 0.03010 43
250 44 to 74 0.03205 44 75 to 150 0.03010 42
315 42 to 94 0.03068 42 95 to 150 0.03010 41
Full range of L
400 40 to 150 0.03010 40
500 40 to 150 0.03010 40
630 40 to 150 0.03010 40
800 40 to 150 0.03010 40
1000 40 to 150 0.03010 40
1250 38 to 148 0.03010 38
1600 34 to 144 0.02996 34
2000 32 to 142 0.02996 32
2500 30 to 140 0.02996 30
3150 29 to 139 0.02996 29
4000 29 to 139 0.02996 29
5000 30 to 140 0.02996 30
6300 31 to 141 0.02996 31
Lower range of L Upper range of L

8000 38 to 47 0.04229 37 48 to 144 0.02996 34


10000 41 to 50 0.04229 41 51 to 147 0.02996 37

2. Harga-harga n di atas kemudian digabungkan untuk memperoleh kebisingan total, berdasarkan berikut:
𝑁 = 𝑛𝑚𝑎𝑥 + 0.15 𝑛 − 𝑛𝑚𝑎𝑥 , Noys
Dimana N adalah kebisingan total (total noiseness), nmax ialah nilai terbesar n dari seluruh pita,
𝑛 merupakan jumlah harga kebisingan yang dapat didengar untuk seluruh pita.
3. Harga kebisingan total N, kemudian diubah menjadi tingkat kebisingan yang dirasakan PNL, dengan
persamaan berikut: 𝑃𝑁𝐿 = 40 + 33.22 log 𝑁, 𝑃𝑁𝑑𝐵
4. Menghitung koreksi nada karena adanya komponen nada murni dan ketidakteraturan spektrum,
kemudian harga koreksi nada yang didapat ditambahkan pada harga tingkat kebisingan yang dirasakan
seperti yang didapatkan pada tahap ke-3. Untuk menghitung harga koreksi nada tersebut diperlukan
beberapa tahap sebagai berikut:
Kolom 1 No. frekuensi.
Kolom 2 Frekuensi (Hertz).
Kolom 3 SPL dimulai dari 80Hz.

13
Yully Melyani Lubis. 2002. Pengkajian Tingkat Kebisingan Pesawat Udara DC-10 Secara Offline. Jurusan Teknik Lingkungan Fak.
Arsitektur Lansekap dan Teknik Lingkungan. Trisakti. Jakarta .
Kolom 4 S dalam dB, yaitu selisih (data bawah – data atas).
Kolom 5 Selisih S dalam dB, jarak antaradata bawah terhadap data atas:
a). Apabila data pada kolom 5 lebih besar dari 5 maka warnai kolom 4.
b). Apabila kolom 4 data positif dan lebih besar dari data atasnya maka warnai data di
kolom 3 yang sejajar dengannya.
c). Apabila pada kolom 4 data negatif dan data atasnya positif maka warnai data di
kolom 3 disilang atas.
d). Apabila data pada kolom 4 negatif dan data atasnya pu negatif maka data kolom 3
tidak perlu diwarnai.
Kolom 6 SPL’ dalam dB, apabila data pada kolom 3tidak diwarnai data ditulis ulang pada
kolom 6 dan apabila data kolom 3 diwarnai maka data atas dan data bawah yang
diwarnai dijumlah lalu dibagi 2.
Kolom 7 S’ dalam dB, pengurangan data bawah dengan data atas pada kolom 6 dan untuk
kolom paling atas dan bawah mengikuti data sebelum dan sesudahnya.
Kolom 8 S dalam dB, yaitu rata-rata dari 3 data pada kolom 7.
Kolom 9 SPL” dalam dB, penjumlahan data kolom 9 dengan kolom 8.
Kolom 10 F dalam dB, kolom 3 dikurang kolom 9 tetapi yang ditampilkan hanya data ≥ 3.
Kolom 11 C dalam dB, yaitu syaratnya terdapat pada Tabel Harga Koreksi Nada dan nilai yang
paling max ditambahkan dengan nilai PNL.
Tabel Harga Koreksi Nada

Frekuensi 500 – 5000 Hz Frekuensi 50 Hz – 10 kHz selain 500 – 5000 Hz

F [i] Koreksi Nada (C) F [i] Koreksi Nada (C)


0 ≤ F [i] < 1.5 0 0 ≤ F [i] < 1.5 0
1.5 ≤ F [i] ≤ 3 ((2* F [i] -3) / 3 1.5 ≤ F [i] ≤ 3 (F [i] -1.50 / 3)
3 < F [i] < 20 F [i] / 3 3 < F [i] < 20 F [i] / 6
F [i] 20 6.6667 F [i] 20 3.3333

𝑃𝑁𝐿𝑇 /10
5. Menghitung koreksi durasi dengan persamaan 𝐷 = 10 log 10 − 𝑃𝑁𝐿𝑇𝑚𝑎𝑥 − 13
6. Harga tingkat kebisingan yang dirasakan efektif EPNL adalah penjumlahan harga PNLTmax dengan
faktor koreksi durasi (D) atau 𝐸𝑃𝑁𝐿 = 𝑃𝑁𝐿𝑇𝑚𝑎𝑥 + 𝐷

Contoh Penghitungan Koreksi Nada (line 5)


1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11.00
SPL
Band f Hz S dB step 1 delta S dB step 2 SPL' dB step 4 S' dB step 5 S dB step 6 SPL" dB step 7 F dB step 8 C dB step 9
dB
1 50
2 63
3 80 73.8 73.8 -0.1 -0.9 73.8 0.0
4 100 73.7 -0.1 73.7 -0.1 -1.8 72.9 0.8
5 125 75.8 2.1 2.2 71.1 -2.6 -1.1 71.1 4.7 0.79
6 160 68.4 -7.4 9.5 68.4 -2.7 -0.4 70.0 -1.6
7 200 71.3 2.9 10.3 70.4 2.0 0.0 69.5 1.8
8 250 72.4 1.1 1.8 69.8 -0.6 -0.1 69.5 2.9
9 315 68.3 -4.1 5.2 68.3 -1.5 0.7 69.4 -1.1
10 400 72 3.7 7.8 70.1 1.8 1.2 70.1 1.9
11 500 71.8 -0.2 3.9 71.8 1.8 0.7 71.3 0.5
12 630 72 0.2 0.4 72 0.2 0.4 71.9 0.1
13 800 72 0 0.2 72 0.0 -0.2 72.3 -0.3
14 1000 72.9 0.9 0.9 72.9 0.9 -0.2 72.1 0.8
15 1250 71.4 -1.5 2.4 71.4 -1.5 -1.1 71.9 -0.5
16 1600 71.3 -0.1 1.4 71.3 -0.1 -0.9 70.7 0.6
17 2000 69.5 -1.8 1.7 69.5 -1.8 -1.1 69.9 -0.4
18 2500 68.8 -0.7 1.1 68.8 -0.7 -0.7 68.8 0.0
19 3150 68 -0.8 0.1 68 -0.8 -0.9 68.1 -0.1
20 4000 67.5 -0.5 0.3 67.5 -0.5 -0.9 67.2 0.3
21 5000 66 -1.5 1 66 -1.5 -1.0 66.3 -0.3
22 6300 68 2 3.5 65.3 -0.7 -3.2 65.3 2.7
23 8000 64.6 -3.4 5.4 64.6 -0.7 -5.8 62.1 2.5
24 10000 56.3 -8.3 4.9 56.3 -8.3 56.3 0.0
-8.3
Data Mentah Pesawat Garuda 1026 Landing Surabaya 10 A pril 2011

Leq-C4P1
50Hz 63Hz 80Hz 100Hz 125Hz 160Hz 200Hz 250Hz 315Hz 400Hz 500Hz 630Hz 800Hz 1kHz 1.25kHz 1.6kHz 2kHz 2.5kHz 3.15kHz 4kHz 5kHz 6.3kHz 8kHz 10kHz
dB

78,6 58,5 60,5 75,5 69,9 67,6 65,5 63,1 62,8 61,8 59,5 58,6 60,4 60,4 62,4 61,5 60,1 59,5 59,4 57,9 56,1 53,7 51,5 50,5 44,9
78,4 61,4 65,1 70,9 64,6 70,5 65,4 61,7 63,8 63,1 62,7 62,1 62,9 62,6 64,7 64,3 64,2 64,2 63,2 61,2 60,4 58 57,1 56,3 46,9
80 65,5 64,3 67,9 70,2 69,9 67,6 62,7 66,5 65,2 64,6 66,3 65,6 65,4 67,5 67,6 67 66,6 67,1 65,9 63,4 61,3 61 58,9 48,8
81,7 65,5 67,8 71,5 71,5 68,9 68,1 66,8 71,5 66 68,9 69,4 67,4 68,3 69 68,2 67,2 67,5 66,7 64,8 62,2 59,8 61,2 57,8 49,3
85 69 66,7 73,8 73,7 75,8 68,4 71,3 72,4 68,3 72 71,8 72 72 72,9 71,4 71,3 69,5 68,8 68 67,5 66 68 64,6 56,3
86,6 69,6 72,9 81,7 75,2 74,1 69,9 73,2 72,1 72,1 72,2 73 73 72,3 71,8 71 70,5 69,3 68,8 68,2 66,8 66,1 68 65,8 58,8
88,2 68,3 76,9 78,5 78 74,5 74,4 76,6 74,3 73,2 75,4 74,6 74,8 73,9 73,9 73,3 72,8 72,5 71,7 70,9 70,1 70,4 73,1 70,6 64,6
91,3 74,9 74,5 79,9 77,9 75,3 80,3 77,6 77,8 79 78,7 77,7 77,5 75,8 77,8 76,5 75,4 74,6 74,2 72,8 71,6 72,2 76 71,6 67,2
92,8 78,8 81,1 81,1 77,5 75,4 78,8 82,1 79,7 79,9 80,8 81,7 80,5 80,1 79 78,4 76,6 76 74,7 73,9 73,1 73,5 74,7 69,6 66,7
93,7 81,2 81,5 81 76,3 79,4 81 86 82,3 81,5 80,6 81,9 81,5 80,2 79 77,1 75,8 75,2 74,9 74,1 73,9 75,3 72,6 70,9 71,7
90,7 73 77,6 79 77,7 75,8 79,6 81,3 78,9 77,5 81,2 79 78 77,8 77,2 75,4 73,2 73,1 72,5 72,2 72,8 74,2 71,4 69,9 69,8
88,2 69,2 72,3 78,6 79 75,6 73,2 77,9 76,2 79 77,8 76,4 75,3 75,5 72,9 72 70,7 69,6 68,7 68,2 69,6 69,5 68,1 64,8 63,8
86,4 74,5 71,1 72,4 75,2 74,3 73,8 74,1 76,5 75,8 75,5 74,7 72,8 73,4 71,8 69,6 67,9 67,4 66 65,5 65,5 65,2 64,1 60,2 57,5
83,8 73,7 69,6 75,1 72,6 74,1 73,6 70,4 70,2 73,6 70,2 70,8 71,5 70,5 69,1 66,5 64,6 63,2 62,3 61,2 62,1 60 56,9 53,4 50,4
81,9 70,9 68 74,2 68,7 69,1 73,2 71,4 69 70,3 69,9 66,9 66,9 68,6 66,8 65,2 62,8 61,4 60,5 59,9 60,2 58,3 54,5 50,7 48,6
79,6 66,2 66,7 69,7 66,7 67,4 68,3 70,1 68,9 67,2 68,2 66,8 66,5 67,8 66,8 63,7 61,5 59,8 58,5 58,5 59 57,3 52,1 49,3 46,5
78,2 65,1 64,3 69,5 65,9 65,9 65,3 67,7 67,7 65,9 64 67,1 64,2 64,6 62,2 59,7 58,3 57,6 55,9 55,4 55,9 54,5 49,2 45,4 45,1

Hasil Perhitungan EPNL secara Manual (Pesawat Garuda 1026 Landing Surabaya 10 A pril 2011)

Jumlah PNLT
50Hz 63Hz 80Hz 100Hz 125Hz 160Hz 200Hz 250Hz 315Hz 400Hz 500Hz 630Hz 800Hz 1kHz 1.25kHz 1.6kHz 2kHz 2.5kHz 3.15kHz 4kHz 5kHz 6.3kHz 8kHz 10kHz n max Jumlah n N Log N PNL C PNLT
(antilog)

1,16 2,07 3,72 4,8 4,29 4,68 4,93 7,61 5,45 7,41 7,67 6,68 7,11 7,46 8,11 9,88 11,58 12,58 11,82 9,88 7,81 8,03 5,16 2,24 12,58 162,15 35,01 1,54 91,3 0,85 92,15 1640599411
1,65 1,87 4,52 5,79 7,52 4,79 6,97 8,13 6,41 9,19 9,06 9,19 9,19 9,78 10,12 13,11 13,29 14,54 14,74 14,24 11,98 12,84 8,26 3,79 14,74 210,95 44,17 1,65 94,65 0,79 95,44 3500829575
1,75 3,34 8,84 6,57 6,55 5,37 8,06 7,95 8,38 9,32 9,85 9,85 9,38 9,06 9,85 12,4 13,11 14,54 14,94 13,57 12,07 12,84 8,97 4,5 14,94 221,05 45,86 1,66 95,19 0 95,19 3305110692
1,54 4,85 6,74 8,33 6,77 7,58 10,27 9,36 9,06 11,63 11 11,16 10,48 10,48 11,55 14,54 16,34 17,76 18 17,04 16,23 18,25 12,49 6,71 18 268,15 55,52 1,74 97,95 0 97,95 6239255728
2,98 3,87 7,59 8,26 7,22 11,55 11 11,96 13,65 14,62 13,64 13,45 11,96 13,73 14,42 17,39 18,89 21,1 20,52 18,89 18,38 22,29 13,38 8,03 22,29 318,78 66,76 1,82 100,61 0 100,61 1,1511E+10
4,4 7,18 8,4 7,99 7,28 10,41 15,03 13,64 14,55 16,91 18 16,56 16,11 14,92 16,45 18,89 20,81 21,84 22,14 20,95 20,1 20,38 11,66 7,76 22,14 352,35 71,67 1,86 101,63 0 101,63 1,457E+10
5,6 7,45 8,33 7,21 10,08 12,12 19,69 16,33 16,29 16,67 18,25 17,75 16,22 14,92 15,03 17,88 19,69 22,14 22,45 22,14 22,76 17,63 12,75 10,95 22,76 370,35 74,9 1,87 102,27 0,72 102,99 1,9907E+10
2,46 5,18 7,03 8,12 7,52 11 14,22 12,9 12,28 17,38 14,92 13,93 13,73 13,17 13,36 14,94 17,04 18,76 19,69 20,52 21,1 16,23 11,9 9,61 21,1 317,01 65,49 1,82 100,33 2,45 102,78 1,8978E+10
1,68 3,16 6,8 9,07 7,4 6,92 11,23 10,7 13,65 13,73 12,46 11,55 11,71 9,78 10,55 12,58 13,38 14,44 14,94 16,46 15,26 12,93 8,37 6,35 16,46 255,1 52,26 1,72 97,08 0,53 97,61 5762812215
2,86 2,82 4,02 6,57 6,66 7,24 8,63 10,93 10,89 11,71 11,08 9,71 10,12 9,06 8,94 10,37 11,5 11,98 12,4 12,4 11,34 9,81 6,09 4,11 12,4 211,25 42,23 1,63 94 0 94 2513225730
2,64 2,45 5,05 5,27 6,55 7,13 6,51 6,91 9,32 8,11 8,45 8,87 8,28 7,51 7,21 8,26 8,61 9,28 9,22 9,81 7,92 5,97 3,81 2,5 9,81 165,66 33,19 1,52 90,53 0,57 91,1 1287258371
2 2,11 4,68 3,79 4,36 6,92 7,02 6,33 7,38 7,94 6,45 6,45 7,26 6,41 6,59 7,29 7,6 8,2 8,43 8,61 7,04 5,06 3,16 2,1 8,61 143,18 28,8 1,46 88,48 0 88,48 704464685
Jumlah 1159,94 8,992E+10

PNLT Max 102,99

Koreksi Durasi -6,45

EPNL 96,54
++++++++++++++++++++++++++++++++++
Jenis Pesawat : GARUDA
Jenis Operasi : PK-GFJ / LANDING
Titik Pengukuran : SURABAYA
Waktu Pengukuran : 10-Apr-11
Tujuan Penerbangan : Jam 1026
++++++++++++++++++++++++++++++++++
--------------------------------------------------------
PENCACAH PNL CN PNLT
--------------------------------------------------------
1 91.30 0.85 92.15
2 94.65 0.79 95.44
3 94.81 1.27 96.08
4 97.64 0.43 98.07
5 100.61 0.68 101.29
6 101.63 0.53 102.16
7 101.98 0.72 102.70
8 100.33 0.49 100.82
9 97.08 0.53 97.61
10 94.00 0.24 94.25
11 90.36 0.67 91.03
12 88.48 0.97 89.45
--------------------------------------------------------
PNLT Maksimum = 102.70PN dB
Koreksi Durasi = -6.51PN dB
EPNL = 96.19EPN dB

Perhitungan Faktor Kesalahan:


𝑑𝑎𝑡𝑎 ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 − 𝑑𝑎𝑡𝑎 𝑝𝑟𝑜𝑔𝑟𝑎𝑚 96.54 − 96.19
= 𝑥 100 % = 0.36 %
𝑑𝑎𝑡𝑎 𝑝𝑟𝑜𝑔𝑟𝑎𝑚 96.19

Jadi nilai validasinya = 100 % − 0.36 % = 99.64 %


LAMPIRAN 3
A. Data Hasil Pencuplikan (± 10dB dari Lmax) di Bandara Syarif Kasim II Pekanbaru

 Hari Jumat (18 Maret 2011)


Batavia (737-300) Jam 09.38 WIB

Riau (737-500) Jam 09.47 WIB

Batavia (737-400) Jam 09.56 WIB

Wings (72-212A) Jam 10.04 WIB

TNI (Hercules) Jam 10.18 WIB


Batavia (737-300) Jam 10.22 WIB

Riau (737-500) Jam 10.31 WIB

Lion (737-900) Jam 11.06 WIB

Sriwijaya (737-400) Jam 11.24 WIB

Lion (737-900) Jam 11.46 WIB


TNI (Hercules) Jam 12.10 WIB

Wings (72-212A) Jam 12.26 WIB

Riau (737-500) Jam 12.36 WIB

Charter (B1900D) Jam 14.41 WIB

Sriwijaya (737-200) Jam 15.13 WIB


Lion (737-900) Jam 15.18 WIB

 Hari Sabtu (19 Maret 2011)

Silk (A319-100) Jam 09.21 WIB

Riau (737-500) Jam 09.28 WIB

Lion (737-900) Jam 09.33 WIB

Batavia (A320-200) Jam 09.47 WIB


Batavia (737-300) Jam 09.51 WIB

Firefly (72-212A) Jam 10.00 WIB

Batavia (737-400) Jam 10.09 WIB

Silk (A319-100) Jam 10.31 WIB


Lion (737-900) Jam 10.50 WIB

Lion (737-900) Jam 11.36 WIB

Lion (737-900) Jam 13.24 WIB

Wings (72-212A) Jam 14.02 WIB

Batavia (A320-200) Jam 14.20 WIB


Sriwijaya (737-200) Jam 14.35 WIB

Lion (737-900) Jam 14.56 WIB

Riau (737-500) Jam 15.03 WIB

Sriwijaya (737-200) Jam 15.18 WIB

Lion (737-900) Jam 15.52 WIB


Lion (737-900) Jam 15.58 WIB

 Hari Minggu (20 Maret 2011)

Pelita (F28-0100) Jam 08.56 WIB

Batavia (737-300) Jam 09.32 WIB

Garuda (737-800) Jam 09.36 WIB


Pelita (F28-0100) Jam 09.49 WIB

Lion (737-900) Jam 09.56 WIB

Riau (737-500) Jam 10.18 WIB

Batavia (737-300) Jam 10.24 WIB


Noname (737-400) Jam 10.30 WIB

Lion (737-900) Jam 10.57 WIB

Lion (737-900) Jam 13.52 WIB

Wings (72-212A) Jam 14.14 WIB

Sriwijaya (737-200) Jam 14.31 WIB


Lion (737-900) Jam 14.48 WIB

Air Asia (A320-200) Jam 15.58 WIB

B. Data Hasil Pencuplikan (± 10dB dari Lmax) di Bandara Juanda Surabaya

 Hari Jumat (08 April 2011)

Lion (737-900) Jam 09.43 WIB

Merpati (737-300) Jam 09.46 WIB


Wings (72-212A) Jam 10.03 WIB

Lion (737-900) Jam 10.06 WIB

Garuda (737-800) Jam 10.19 WIB

Wings (72-212A) Jam 10.23 WIB

Lion (737-900) Jam 10.32 WIB


Lion (737-400) Jam 10.41 WIB

TNI (-) Jam 10.45 WIB

Lion (737-900) Jam 11.00 WIB

Batavia (737-400) Jam 11.06 WIB

Wings (MD-82) Jam 11.13 WIB


Sriwijaya (737-200) Jam 11.16 WIB

Wings (72-212A) Jam 11.18 WIB

Lion (737-900) Jam 11.22 WIB

Garuda (737-800) Jam 11.25 WIB

Lion (737-900) Jam 11.28 WIB


Air Asia (A320-200) Jam 11.31 WIB

Garuda (737-800) Jam 11.38 WIB

Lion (737-900) Jam 11.55 WIB

Merpati (F28-0100) Jam 11.58 WIB

Sriwijaya (737-200) Jam 12.15 WIB


Lion (737-900) Jam 12.20 WIB

Garuda (737-800) Jam 12.25 WIB

Wings (72-212A) Jam 12.28 WIB

Wings (72-212A) Jam 13.15 WIB

Lion (-) Jam 13.21 WIB


Sriwijaya (737-400) Jam 13.26 WIB

Citilink (-) Jam 13.32 WIB

Lion (737-400) Jam 13.36 WIB

Lion (737-900) Jam 13.40 WIB

Garuda (737-800) Jam 13.43 WIB


Citilink (-) Jam 13.58 WIB

Batavia (737-400) Jam 14.02 WIB

Wings (72-212A) Jam 14.11 WIB

Lion (737-900) Jam 14.18 WIB

Garuda (737-800) Jam 14.28 WIB


Sriwijaya (737-300) Jam 14.30 WIB

Lion (737-900) Jam 14.33 WIB

Jetstar (A320-200) Jam 14.45 WIB

Lion (737-900) Jam 15.02 WIB

Air Asia (A320-200) Jam 15.06 WIB


Garuda (737-800) Jam 15.13 WIB

Express (737-200) Jam 15.15 WIB

Merpati (F28-0100) Jam 15.18 WIB

TNI (-) Jam 15.27 WIB


Lion (737-900) Jam 15.32 WIB

Trigana (-) Jam 15.35 WIB

Wings (72-212A) Jam 15.38 WIB

 Hari Sabtu (09 April 2011)

Garuda (737-800) Jam 09.12 WIB


Trigana (-) Jam 09.21 WIB

Lion (737-900) Jam 09.22 WIB

Garuda (-) Jam 09.27 WIB


Air Asia (-) Jam 09.39 WIB

Batavia (737-300) Jam 09.41 WIB

Citilink (-) Jam 09.57 WIB

Sriwijaya (737-200) Jam 09.59 WIB


Silk (A320-200) Jam 10.05 WIB

Wings (72-212A) Jam 10.10 WIB

Garuda (737-800) Jam 10.14 WIB


Sriwijaya (737-300) Jam 10.28 WIB

Citilink (-) Jam 10.37 WIB

Lion (737-900) Jam 10.40 WIB

Sriwijaya (-) Jam 10.44 WIB


Wings (72-212A) Jam 10.46 WIB

Lion (737-900) Jam 11.03 WIB

Wings (-) Jam 11.05 WIB

Lion (737-900) Jam 11.08 WIB


Citilink (-) Jam 11.10 WIB

Wings (72-212A) Jam 11.19 WIB

Batavia (737-300) Jam 11.21 WIB

Garuda (737-800) Jam 11.25 WIB


Lion (737-400) Jam 11.33 WIB

Lion (737-900) Jam 11.52 WIB

Sriwijaya (737-200) Jam 12.04 WIB

Sriwijaya (737-200) Jam 12.10 WIB


Batavia (737-300) Jam 12.16 WIB

Garuda (737-800) Jam 14.28 WIB

Sriwijaya (737-300) Jam 14.34 WIB

Batavia (737-400) Jam 14.37 WIB


Jetstar (A320-200) Jam 14.41 WIB

Air Asia (A320-200) Jam 14.46 WIB

Wings (72-212A) Jam 14.50 WIB

Lion (737-900) Jam 14.55 WIB

Express (737-200) Jam 15.03 WIB


Garuda (737-800) Jam 15.07 WIB

Merpati (F28-0100) Jam 15.17 WIB

Merpati (737-300) Jam 15.27 WIB

Batavia (737-400) Jam 15.34 WIB

Garuda (737-800) Jam 15.46 WIB


Wings (72-212A) Jam 15.50 WIB

Sriwijaya (737-200) Jam 15.52 WIB

Batavia (A320-200) Jam 15.55 WIB

Wings (72-212A) Jam 16.01 WIB

Batavia (737-300) Jam 16.04 WIB


Lion (737-900) Jam 16.13 WIB

TNI (-) Jam 16.18 WIB

Merpati (737-300) Jam 16.21 WIB

TNI (-) Jam 16.26 WIB

Batavia (737-300) Jam 16.32 WIB

TNI (Hercules) Jam 16.35 WIB


 Hari Minggu (10 April 2011)

Silk (A319-100) Jam 08.52 WIB

Wings (72-212A) Jam 08.55 WIB

Sriwijaya (737-200) Jam 09.10 WIB

Garuda (737-800) Jam 09.15 WIB

Wings (72-212A) Jam 09.19 WIB


Citilink (-) Jam 09.24 WIB

Merpati (737-300) Jam 09.30 WIB

Lion (737-900) Jam 09.35 WIB

Lion (737-900) Jam 09.44 WIB

Lion (737-900) Jam 09.54 WIB

Sriwijaya (737-300) Jam 09.56 WIB


Citilink (-) Jam 10.10 WIB

Wings (72-212A) Jam 10.16 WIB

Lion (737-400) Jam 10.21 WIB

Garuda (737-800) Jam 10.26 WIB

Wings (72-212A) Jam 10.30 WIB

Sriwijaya (737-200) Jam 10.34 WIB


Lion (737-900) Jam 10.57 WIB

Wings (MD-82) Jam 11.00 WIB

Lion (737-900) Jam 11.17 WIB

Sriwijaya (737-200) Jam 11.20 WIB

Lion (737-900) Jam 11.24 WIB

Garuda (737-800) Jam 11.29 WIB


Garuda (737-800) Jam 11.32 WIB

Air Asia (A320-200) Jam 11.36 WIB

Lion (737-900) Jam 14.06 WIB

Noname (-) Jam 14.22 WIB


Batavia (-) Jam 14.25 WIB

Garuda (737-800) Jam 14.38 WIB

Citilink (-) Jam 14.50 WIB

Lion (737-900) Jam 14.54 WIB


Lion (737-400) Jam 14.58 WIB

Lion (737-900) Jam 15.01 WIB

Batavia (737-400) Jam 15.10 WIB


LAMPIRAN 4 Batavia (737-400) Jam 09.56 WIB Batavia (737-300) Jam 10.22 WIB

A. Data Hasil Perhitungan EPNL di Bandara


Syarif Kasim II Pekanbaru

 Hari Jumat (18 Maret 2011)

Batavia (737-300) Jam 09.38 WIB

Riau (737-500) Jam 10.31 WIB

Wings (72-212A) Jam 10.04 WIB

Riau (737-500) Jam 09.47 WIB Lion (737-900) Jam 11.06 WIB

TNI (Hercules) Jam 10.18 WIB


Sriwijaya (737-400) Jam 11.24 WIB Wings (72-212A) Jam 12.26 WIB Sriwijaya (737-200) Jam 15.13 WIB

Lion (737-900) Jam 15.18 WIB

Lion (737-900) Jam 11.46 WIB


Riau (737-500) Jam 12.36 WIB

Charter (B1900D) Jam 14.41 WIB


 Hari Sabtu (19 Maret 2011)

Silk (A319-100) Jam 09.21 WIB


TNI (Hercules) Jam 12.10 WIB
Riau (737-500) Jam 09.28 WIB Batavia (737-300) Jam 09.51 WIB
Silk (A319-100) Jam 10.31 WIB

Firefly (72-212A) Jam 10.00 WIB

Lion (737-900) Jam 09.33 WIB

Lion (737-900) Jam 10.50 WIB

Batavia (737-400) Jam 10.09 WIB

Batavia (A320-200) Jam 09.47 WIB


Lion (737-900) Jam 11.36 WIB
Batavia (A320-200) Jam 14.20 WIB Riau (737-500) Jam 15.03 WIB

Sriwijaya (737-200) Jam 15.18 WIB

Sriwijaya (737-200) Jam 14.35 WIB

Lion (737-900) Jam 13.24 WIB

Lion (737-900) Jam 14.56 WIB

Wings (72-212A) Jam 14.02 WIB Lion (737-900) Jam 15.52 WIB
Batavia (737-300) Jam 09.32 WIB
Lion (737-900) Jam 15.58 WIB Pelita (F28-0100) Jam 09.49 WIB

Garuda (737-800) Jam 09.36 WIB

 Hari Minggu (20 Maret 2011)

Pelita (F28-0100) Jam 08.56 WIB Lion (737-900) Jam 09.56 WIB
Riau (737-500) Jam 10.18 WIB Noname (737-400) Jam 10.30 WIB Lion (737-900) Jam 13.52 WIB

Wings (72-212A) Jam 14.14 WIB

Batavia (737-300) Jam 10.24 WIB

Lion (737-900) Jam 10.57 WIB

Sriwijaya (737-200) Jam 14.31 WIB


Lion (737-900) Jam 14.48 WIB Merpati (737-300) Jam 09.46 WIB Garuda (737-800) Jam 10.19 WIB

Air Asia (A320-200) Jam 15.58 WIB

Wings (72-212A) Jam 10.23 WIB


Wings (72-212A) Jam 10.03 WIB

B. Data Hasil Perhitungan EPNL di Bandara


Juanda Surabaya

 Hari Jumat (08 April 2011) Lion (737-900) Jam 10.32 WIB

Lion (737-900) Jam 09.43 WIB Lion (737-900) Jam 10.06 WIB
Lion (737-400) Jam 10.41 WIB Batavia (737-400) Jam 11.06 WIB Wings (72-212A) Jam 11.18 WIB

TNI (-) Jam 10.45 WIB Wings (MD-82) Jam 11.13 WIB
Lion (737-900) Jam 11.22 WIB

Sriwijaya (737-200) Jam 11.16 WIB

Garuda (737-800) Jam 11.25 WIB

Lion (737-900) Jam 11.00 WIB


Lion (737-900) Jam 11.28 WIB
Lion (737-900) Jam 11.55 WIB Lion (737-900) Jam 12.20 WIB

Merpati (F28-0100) Jam 11.58 WIB

Air Asia (A320-200) Jam 11.31 WIB

Garuda (737-800) Jam 12.25 WIB

Wings (72-212A) Jam 12.28 WIB


Sriwijaya (737-200) Jam 12.15 WIB

Garuda (737-800) Jam 11.38 WIB


Wings (72-212A) Jam 13.15 WIB Citilink (-) Jam 13.32 WIB Garuda (737-800) Jam 13.43 WIB

Lion (-) Jam 13.21 WIB Citilink (-) Jam 13.58 WIB
Lion (737-400) Jam 13.36 WIB

Lion (737-900) Jam 13.40 WIB Batavia (737-400) Jam 14.02 WIB
Sriwijaya (737-400) Jam 13.26 WIB
Wings (72-212A) Jam 14.11 WIB
Sriwijaya (737-300) Jam 14.30 WIB Lion (737-900) Jam 15.02 WIB

Lion (737-900) Jam 14.18 WIB

Lion (737-900) Jam 14.33 WIB Air Asia (A320-200) Jam 15.06 WIB

Jetstar (A320-200) Jam 14.45 WIB


Garuda (737-800) Jam 14.28 WIB
Garuda (737-800) Jam 15.13 WIB
Express (737-200) Jam 15.15 WIB
Lion (737-900) Jam 15.32 WIB  Hari Sabtu (09 April 2011)

Garuda (737-800) Jam 09.12 WIB

Merpati (F28-0100) Jam 15.18 WIB

Trigana (-) Jam 15.35 WIB

Trigana (-) Jam 09.21 WIB

TNI (-) Jam 15.27 WIB


Wings (72-212A) Jam 15.38 WIB
Lion (737-900) Jam 09.22 WIB

Garuda (-) Jam 09.27 WIB

Sriwijaya (737-200) Jam 09.59 WIB

Batavia (737-300) Jam 09.41 WIB

Air Asia (-) Jam 09.39 WIB Citilink (-) Jam 09.57 WIB Silk (A320-200) Jam 10.05 WIB
Lion (737-900) Jam 10.40 WIB

Wings (72-212A) Jam 10.10 WIB Sriwijaya (737-300) Jam 10.28 WIB

Sriwijaya (-) Jam 10.44 WIB


Garuda (737-800) Jam 10.14 WIB Citilink (-) Jam 10.37 WIB
Lion (737-900) Jam 11.08 WIB

Wings (-) Jam 11.05 WIB


Citilink (-) Jam 11.10 WIB
Wings (72-212A) Jam 10.46 WIB

Lion (737-900) Jam 11.03 WIB Wings (72-212A) Jam 11.19 WIB
Garuda (737-800) Jam 11.25 WIB Lion (737-900) Jam 11.52 WIB

Batavia (737-300) Jam 11.21 WIB

Sriwijaya (737-200) Jam 12.04 WIB

Lion (737-400) Jam 11.33 WIB


Sriwijaya (737-200) Jam 12.10 WIB Garuda (737-800) Jam 14.28 WIB Jetstar (A320-200) Jam 14.41 WIB

Sriwijaya (737-300) Jam 14.34 WIB


Air Asia (A320-200) Jam 14.46 WIB

Batavia (737-300) Jam 12.16 WIB

Batavia (737-400) Jam 14.37 WIB

Wings (72-212A) Jam 14.50 WIB


Lion (737-900) Jam 14.55 WIB Garuda (737-800) Jam 15.07 WIB Merpati (737-300) Jam 15.27 WIB

Batavia (737-400) Jam 15.34 WIB

Express (737-200) Jam 15.03 WIB Merpati (F28-0100) Jam 15.17 WIB

Garuda (737-800) Jam 15.46 WIB


Wings (72-212A) Jam 15.50 WIB

Wings (72-212A) Jam 16.01 WIB

TNI (-) Jam 16.18 WIB

Sriwijaya (737-200) Jam 15.52 WIB

Batavia (737-300) Jam 16.04 WIB


Merpati (737-300) Jam 16.21 WIB

Lion (737-900) Jam 16.13 WIB


Batavia (A320-200) Jam 15.55 WIB TNI (-) Jam 16.26 WIB
Silk (A319-100) Jam 08.52 WIB

Batavia (737-300) Jam 16.32 WIB


Wings (72-212A) Jam 08.55 WIB Wings (72-212A) Jam 09.19 WIB

TNI (Hercules) Jam 16.35 WIB

Sriwijaya (737-200) Jam 09.10 WIB Citilink (-) Jam 09.24 WIB

Merpati (737-300) Jam 09.30 WIB


 Hari Minggu (10 April 2011) Garuda (737-800) Jam 09.15 WIB
Sriwijaya (737-300) Jam 09.56 WIB
Lion (737-900) Jam 09.35 WIB Lion (737-400) Jam 10.21 WIB

Garuda (737-800) Jam 10.26 WIB


Lion (737-900) Jam 09.44 WIB Citilink (-) Jam 10.10 WIB

Lion (737-900) Jam 09.54 WIB Wings (72-212A) Jam 10.16 WIB Wings (72-212A) Jam 10.30 WIB
Sriwijaya (737-200) Jam 10.34 WIB Lion (737-900) Jam 11.17 WIB Garuda (737-800) Jam 11.29 WIB

Garuda (737-800) Jam 11.32 WIB

Lion (737-900) Jam 10.57 WIB Sriwijaya (737-200) Jam 11.20 WIB

Wings (MD-82) Jam 11.00 WIB Lion (737-900) Jam 11.24 WIB Air Asia (A320-200) Jam 11.36 WIB
Lion (737-900) Jam 14.06 WIB

Batavia (-) Jam 14.25 WIB

Citilink (-) Jam 14.50 WIB

Lion (737-900) Jam 14.54 WIB


Noname (-) Jam 14.22 WIB Garuda (737-800) Jam 14.38 WIB
Batavia (737-400) Jam 15.10 WIB

Lion (737-400) Jam 14.58 WIB

Lion (737-900) Jam 15.01 WIB


LAMPIRAN 5

Tabel-t (Diproduksi oleh: Junaidi (http://junaidichaniago.wordpress.com),


2010. Diakses pada 20-09-2011 jam 14.33 WIB
LAMPIRAN 6

A. SHU Leq dan Lsm Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru Tanggal pengukuran: 20 s/d 21 Maret 2011
 Pada Titik Ukur 1 (Kantor BPMP)
Tanggal pengukuran: 18 s/d 19 Maret 2011

 Pada Titik Ukur 2 (Musholla)


Tanggal pengukuran: 18 s/d 19 Maret 2011
Tanggal pengukuran: 19 s/d 20 Maret 2011
Tanggal pengukuran: 19 s/d 20 Maret 2011  Pada Titik Ukur 3 (Rumah Warga)
Tanggal pengukuran: 18 s/d 19 Maret 2011

Tanggal pengukuran: 20 s/d 21 Maret 2011


Tanggal pengukuran: 19 s/d 20 Maret 2011
Tanggal pengukuran: 20 s/d 21 Maret 2011
Tanggal pengukuran: 09 s/d 10 April 2011

B. SHU Leq dan Lsm Bandara Juanda Surabaya Tanggal pengukuran: 10 s/d 11 April 2011
 Pada Titik Ukur 1 (Perumahan Griya Karya)
Tanggal pengukuran: 08 s/d 09 April 2011
Tanggal pengukuran: 10 s/d 11 April 2011
 Pada Titik Ukur 2 (RM Depot)
Tanggal pengukuran: 08 s/d 09 April 2011

 Pada Titik Ukur 3 (Kantor Desa)


Tanggal pengukuran: 08 s/d 09 April 2011
Tanggal pengukuran: 09 s/d 10 April 2011
JAM Leq JAM Leq JAM Leq
PENGUKURAN dB(A) PENGUKURAN dB(A) PENGUKURAN dB(A)
06.00-07.00 57.5 14.00-15.00 67.6 22.00-23.00 54.9
07.00-08.00 63.7 15.00-16.00 59.7 23.00-24.00 60.4
08.00-09.00 65.4 16.00-17.00 63.0 00.00-01.00 46.3
09.00-10.00 66.0 17.00-18.00 70.1 01.00-02.00 44.4
10.00-11.00 64.7 18.00-19.00 70.0 02.00-03.00 46.3
11.00-12.00 73.8 19.00-20.00 59.8 03.00-04.00 45.7
12.00-13.00 69.2 20.00-21.00 54.8 04.00-05.00 66.2
13.00-14.00 66.7 21.00-22.00 54.4 05.00-06.00 53.0
Lsiang (Ls) 67.0 dB(A)
Lmalam (Lm) 58.7 dB(A)
Lsiang-malam (Ls-m) 66.2 dB(A)
KETERANGAN :
Tanggal pengukuran: 09 s/d 10 April 2011

Tanggal pengukuran: 10 s/d 11 April 2011

Anda mungkin juga menyukai