Anda di halaman 1dari 7

Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI

Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015

Strategi Minimasi Resiko pada Proses Pengembangan Produk

Imam Santoso1), Dyan Fitrisari1),Arif Hidayat1)


1)
Jurusan Teknologi Industri Pertanian FTP – UB
Korespondensi : imamsantoso@ub.ac.id

ABSTRAK

Pengembangan produk merupakan usaha terencana, untuk memperbaiki produk yang sedang berjalan atau
menambah jenis yang ada. Usaha pengembangan produk bukanlah hal yang mudah dilakukan, banyak resiko
yang dapat menghambat pelaksanaan pengembangan produk. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk
meminimumkan resiko melalui analisis resiko, serta menentukan strategi yang dapat meminimasi resiko.
Studi kasus analisis risiko pengembangan produk baru sosis coklat berbahan baku daging ayam di PT X.
Metode yang dapat digunakan adalah dengan cara melakukan pembobotan kriteria evaluasi dengan
menggunakan metode Fuzzy Analitycal Hierarchy Process, kemudian dipilih tiga fase yang memiliki bobot
resiko paling besar. Selanjutnya, dirumuskan strategi pengelolaan risiko pada tiga fase yang memiliki resiko
paling besar menggunakan metode Analitycal Hierarchy Process.Tujuan penelitian ini menganalisis resiko
serta menentukan strategi minimasi resiko pada proses pengembangan produk sosis coklat. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa faktor resiko pada setiap fase pengembangan produk memiliki bobot yang berbeda-beda
tergantung dari pengaruh yang ditimbulkan oleh tiap faktor resiko tersebut. Berdasarkan analisa resiko, tiga
fase yang memiliki bobot resiko paling tinggi adalah fase 0 (perencanaan), fase 4 (pengujiandan perbaikan),
dan fase 5 (produksi awal).Prioritas strategi minimasi resiko pada fase 0 adalah mengevaluasi peluang
produk baru secara tepat (23,5%). Prioritas pada fase 4 adalah mengestimasi biaya yang dibutuhkan dalam
proses pengujian (37,8%), prioritas pada fase 5 adalah menjaga aliran cashflow tetap positif (27,5%) .

Kata Kunci : Pengembangan Produk; Minimasi Resiko; Fuzzy AHP; AHP

PENDAHULUAN
Persaingan pemasaran yang ketat dengan kompetitor, menuntut perusahaan untuk senantiasa
menghadirkan inovasi dalam pengembangan produknya. Dengan terus melakukan inovasi tanpa
henti, perusahaan akan siap bersaing secara sehat di pasar. Perusahaan dituntutterus melakukan
pengembangan produk.
Proses pengembangan produk umumnya diawali dengan fase perencanaan, fase
pengembangan konsep, fase perancangan tingkat sistem, fase perancangan detail, fase pengujian
dan perbaikan, dan fase akhir yaitu produksi awal (Choi, 2009). Usaha pengembangan produk
memiliki banyak resiko yang dapat menghambat pelaksanaan pengembangan produk. Oleh karena
itu, diperlukan upaya untuk meminimumkan resiko melalui analisis resiko untuk menentukan bobot
resiko, serta menentukan alternatif strategi yang dapat meminimasi resiko pada proses
pengembangan produk. Terdapat sejumlah metode yang dapat digunakan untuk menganalisa risiko
dan merumuskan strategi minimasi risiko. Salah satu yan dapat digunakan adalah bobot resiko
dalam usaha pengembangan produk baru adalah dengan cara melakukan pembobotan kriteria
evaluasi dengan menggunakan metode Fuzzy Analitycal Hierarchy Process, dan kemudian dari
bobot resiko yang telah dihitung, dipilih tiga bobot resiko yang paling besar. Kemudian dari tiga
bobot resiko yang paling besar tersebut dilanjutkan dengan menggunakan metode Analitycal
Hierarchy Process untuk menentukan alternatif strategi untuk meminimasi resiko yang terjadi pada
proses pengembangan produk.
Metode Fuzzy AHP digunakan dalam menganalisa bobot resiko dalam pengembangan
produk, dengan cara melakukan pembobotan kriteria evaluasi dari berbagai faktor yang sangat
konflik pada pengembangan produk. Metode Fuzzy AHP merupakan penyempurnaan dari metode
AHP yang diterapkan pada pemilihan keputusan yang sifatnya kabur atau tidak tentu (Setiyoko,
2005).metode AHP adalah suatu metode yang digunakan untuk pengambilan keputusan dengan
menggabungkan antara data obyektif dan data subyektif, dengan menggunakan skala penilaian
perbandingan berpasangan, (Saaty, 1994).

ISBN: 978-602-7998-92-6 B-149


Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI
Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015

Tujuan dari penelitian ini adalah: (i)menganalisis resiko pada proses pengembangan produk,
(ii) menentukan strategi minimasi resiko pada proses pengembangan produk.

METODE
Penelitian dilakukan dengan menggunakan studi kasus pengembangan produk sosis coklat
di PT X. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis, yaitu suatu
analisis dengan cara mendeskripsikan secara menyeluruh tentang proses pengembangan produk
sosis coklat pada PT X berdasarkan data dari hasil survey di lapang.Responden ahli yang
digunakan terdiri dari Plant Manager, Group Sales Manager, Kepala Bagian Produksi, Kepala
Subbagian PPIC, dan Kepala Subbagian Quality Control.
Penelitian ini akan menggunakan dua analisis data, yaitu dengan metode Fuzzy Analytical
Hierarchy Process (FAHP) untuk menentukan bobot resiko pada tahapan proses pengembangan
produk sosis coklat, dan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk menentukan prioritas
strategi minimasi resiko.Pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Survey Awal

Perumusan
Masalah
Study Literatur

Penentuan Variabel dan Parameter Penelitian

Pembuatan
Kuesioner

Penentuan Jumlah dan Kriteria


Responden
Pengumpulan Data

Pengolahan dan Analisis Data

1. Hasil survey pakar kuesioner 1 untuk menentukan resiko yang


mungkin muncul dan bobot resiko tertinggi pada tahapan proses
pengembangan produk sosis coklat. Dianalisis dengan menggunakan
metode Fuzzy Analytical Hierarchy Process (FAHP)
2. Hasil survey pakar kuesioner 2 untuk menentukan prioritas strategi
minimasi resiko pada proses pengembangan produk sosiscoklat,
dengan memperhatikan tiga bobot resiko tertinggi pada tahapan proses
pengembangan produk sosis coklat dari kuesioner 1. Dianalisis dengan
menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP)

Kesimpulan dan Saran

Gambar 1. Diagram Alir Pelaksanaan Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN


Analisis Resiko pada Proses Pengembangan Produk Sosis Coklat
Faktor resiko pada setiap fase pengembangan produk memiliki bobot yang berbeda-beda.
Oleh sebab itu, penanganan yang dilakukan tergantung dari pengaruh yang ditimbulkan oleh tiap

ISBN: 978-602-7998-92-6 B-150


Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI
Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015

faktor resiko. Menurut Cooper (2003), mengidentifikasi faktor-faktor resiko sebelum melakukan
proses pengembangan produk dapat membantu perusahaan dalam meminimasi peluang terjadinya
kegagalan dalam pengembangan suatu produk. Pengembangan produk pada PT X dibagi menjadi
beberapa fase (tahapan), mulai dari perencanaan, pengembangan konsep, perancangan tingkat
sistem, perancangan detail, pengujian dan perbaikan, serta produksi awal. Fase-fase tersebut sama
dengan tahapan pengembangan produk menurut John (1995). Faktor resiko potensial dalam proses
pengembangan produk perlu diklasifikasikan menurut urutan tahapan prosesnya, supaya
memudahkan dalam perhitungan bobot resiko.
Analisis Resiko pada Fase 0 Perencanaan
Resiko yang dapat terjadi pada fase awal pengembangan produk sosis coklat antara lain yaitu
pengidentifikasian kebutuhan dan keinginan konsumen, ketersediaan bahan baku, adanya kompetisi
dengan pesaing, kebutuhan mesin dan peralatan industri, serta kemungkinan terjadinya bencana
ekonomi.
Besarnya nilai resiko yang ada pada setiap faktor resiko berturut-turut adalah sebesar 0,387;
0,258; 0,257; 0,378; 0,313; dan 0,152. Berdasarkan nilai resiko pada masing-masing faktor resiko
tersebut dapat dihitung bahwa besar rata-rata resiko pada fase perencanaan pengembangan produk
sosis coklat adalah sebesar 0,263. Nilai resiko yang ada pada fase awal pengembangan produk ini
merupakan nilai resiko yang paling besar dibandingkan dengan nilai resiko yang ada pada fase
lainnya dalam proses pengembangan produk. Menurut Ulrich (2000), fase awal perencanaan
pengembangan produk memegang peranan penting dalam proses pengembangan produk itu sendiri.
Karena fase ini merupakan kunci pokok sukses tidaknya proses pengembangan produk yang
dilakukan dalam perusahaan. Menurut Ngai (2005), tujuan dari perencanaan produk baru adalah
membuat supaya peluang produk baru dapat sukses dipasar pada tahap komersialisasi menjadi lebih
besar.
Analisis Resiko pada Fase 1 Pengembangan Konsep
Resiko yang dapat terjadi pada fase 1 pengembangan konsep antara lain adalah pemunculan
konsep-konsep produk yang akan dibuat, pengevaluasian dari alternatif konsep-konsep produk
yang akan dibuat, kemungkinan perubahan keinginan konsumen, prakiraan biaya, serta bencana
ekonomi.
Hasil analisis menunjukkan faktor yang paling beresiko dalam tahap pengembangan konsep
pada proses pengembangan produk sosis coklat adalah faktor pengevaluasian dari alternatif
konsep-konsep produk yang akan dibuat yaitu sebesar 0,426. Hal tersebut sesuai dengan apa yang
dikatakan oleh Crawford (1993), bahwa walaupun tim pengembangan produk memunculkan atau
menawarkan konsep-konsep produk yang hebat dan sangat inspiratif, proses evaluasi dari masing-
masing konsep produk harus tetap dilaksanakan. Proses evaluasi tersebut perlu dilaksanakan
supaya produk tetap focus pada tujuan memuaskan keinginan konsumen dan menjaga supaya
produk yang nantinya dihasilkan akan digemar oleh banyak konsumen. Pengevaluasian konsep-
konsep produk juga termasuk mengevaluasi spesifikasi produk dari tiap-tiap konsep produk yang
ditawarkan. Spesifikasi produk tersebut harus dievaluasi mulai dari bahan baku yang digunakan
sampai pada proses produksinya (Kim, 2008).
Secara berturut-turut nilai I dari masing-masing faktor resiko adalah 0,627; 1; 0,359; 0,427;
0,242. Berdasarkan perhitungan diketahui bahwa besarnya probabiitas yang ada pada fase
pengembangan konsep adalah sebesar 0,369. Besarnya nilai resiko yang ada pada setiap faktor
resiko masing-masing adalah sebesar 0,231; 0,369; 0,132; 0,158; 0,089. Berdasarkan nilai resiko
pada masing-masing faktor resiko tersebut dapat dihitung bahwa besar rata-rata resiko pada fase
perencanaan pengembangan produk sosis coklat adalah sebesar 0,155. Nilai resiko yang ada pada
fase pengembangan konsep ini memiliki nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan nilai resiko
yang ada pada fase awal pada proses pengembangan produk. Maka hal tersebut sesuai dengan
distribusi gamma, bahwa nilai resiko pada tahapan pengembangan produk semakin lama akan
semakin kecil dibandingkan dengan besar resiko di tahapan proses sebelumnya (Choi, 2009).

ISBN: 978-602-7998-92-6 B-151


Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI
Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015

Analisis Resiko pada Fase 2 Perancangan Tingkat Sistem


Resiko yang mungkin terjadi pada fase 2 perancangan tingkat sistem antara lain adalah
pemilihan konsep produk yang akan dibuat, pendefinisian kenampakan desain dari produk yang
dibuat, kemungkinan perubahan konsep produk yang akan dibuat, prakiraan biaya, serta bencana
ekonomi.
Hasil analisis menunjukkan bahwa faktor resiko yang memiliki bobot paling tinggi pada fase
perancangan tingkat sistem adalah faktor pemilihan konsep produk yang akan dibuat, yaitu sebesar
0,354. Pemilihan konsep produk harus melalui beberapa pertimbangan dalam memilih konsep
produk mana yang terbaik dan dapat sukses dipasar, serta dapat mencapai tujuan dan sasaran
perusahaan (John, 1995). Secara berturut-turut nilai I (impact values) pada faktor resiko adalah 1;
0,816; 0,342; 0,873; dan 0,249. Besarnya probabilitas yang ada pada fase perancangan tingkat
sistem pengembangan produk adalah sebesar 0,374.
Besarnya nilai resiko yang ada pada setiap faktor resiko adalah 0,374; 0,305; 0,128; 0,327;
serta 0,093. Berdasarkan nilai resiko pada masing-masing faktor resiko tersebut dapat dihitung
bahwa besar rata-rata resiko pada fase perancangan tingkat sistem pengembangan produk sosis
coklat adalah sebesar 0,181. Nilai resiko yang ada pada fase perancangan tingkat sistem
pengembangan produk ini merupakan nilai resiko yang yang lebih besar dibandingkan dengan nilai
resiko yang ada pada fase awal pada proses pengembangan produk. Berarti dapat disimpulkan
bahwa kejadian resiko pada proses pengembangan produk ini tidak mengikuti distribusi gamma
karena nilai resiko pada tahapan pengembangan produk bukan semakin lama akan semakin kecil,
melainkan fluktuatif. Tetapi hal tersebut sesuai dengan yang dikatakan Choi (2009), bahwa pada
proses pengembangan produk secara nyata di perusahaan-perusahaan, probabilitas terjadinya resiko
tidak sesuai dengan ketentuan yang ada pada distribusi gamma.
Analisis Resiko pada Fase 3 Perancangan Detail
Resiko yang mungkin dapat terjadi pada fase perancangan detail pada proses pengembangan
produk yaitu pengidentifikasian bahan baku dan bahan tambahan yang dibutuhkan,
pengidentifikasian sistem produksi, ketersediaan uang tunai siap pakai, serta bencana ekonomi.
Hasil analisis menunjukkan bahwa faktor resiko yang memiliki bobot paling besar adalah
faktor pengidentifikasian bahan baku dan bahan tambahan yang dibutuhkan. Bobot yang dimiliki
faktor tersebut adalah sebesar 0,398. Bahan baku merupakan salah satu unsur penting dalam proses
produksi. Tersedianya bahan baku dalam jumlah dan waktu yang tepat akan memperlancar proses
produksi dalam perusahaan, sehingga diharapkan dengan lancarnya proses produksi tersebut dapat
menghasilkan produk yang sesuai dengan keinginan konsumen baik jumlah dan waktunya.
Sebaliknya jika proses produksi kurang lancar akan dapat menghasilkan produk yang kurang
memuaskan konsumen dan konsumen sendiri akan berpindah ke produsen lain, apabila ini terjadi
maka perusahaan akan kehilangan konsumennya. Akibatnya volume penjualan akan turun dan laba
yang diraih akan berkurang. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dengan tersedianya bahan
baku dengan jumlah dan waktu yang tepat akan dapat menjamin kelangsungan hidup perusahaan
(Nangoi, 1994).
Secara berturut-turut nilai I dari masing-masing faktor resiko pada tahap perancangan detail
adalah 1; 0,92; 0,678; 0,374. Sedangkan besarnya probabilitas yang ada pada fase perancangan
detail adalah sebesar 0,145. Besarnya nilai resiko yang ada pada setiap faktor resiko secara
berturut-turut adalah sebesar 0,145; 0,133; 0,098; 0,054. Berdasarkan nilai resiko pada masing-
masing faktor resiko tersebut dapat dihitung bahwa besar rata-rata resiko pada fase perancangan
detail pengembangan produk sosis coklat adalah sebesar 0,093.
Analisis Resiko pada Fase 4 Pengujian dan Perbaikan
Resiko yang mungkin dapat terjadi pada fase pengujian dan perbaikan pada proses
pengembangan produk antara lain yaitu ketidaksesuaian pembuatan prototype awal, kemungkinan
terjadinya Trade Off, ketersediaan uang tunai siap pakai, proses produksi tidak berjalan efektif,
serta bencana ekonomi.
Hasil analisis menunjukkan bahwa faktor resiko yang memiliki bobot paling besar adalah
faktor ketersediaan uang tunai siap pakai. Bobot faktor tersebut adalah sebesar 0,317. Menurut
Ulrich (2000), proses pengujian dan perbaikan merupakan salah satu tahap dalam proses

ISBN: 978-602-7998-92-6 B-152


Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI
Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015

pengembangan produk yang menghabiskan banyak dana. Oleh sebab itu, beberapa perusahaan
memutuskan untuk tidak melewati proses pengujian ini. Tetapi pada pengembangan produk sosis
coklat yang dilakukan oleh PT X, mereka tetap melakukan tahap pengujian dan perbaikan. Karena,
meskipun produk berkualitas tetapi tidak layak jual, hal tersebut tidak ada artinya. Oleh karena itu,
tim pengembangan produk harus melakukan estimasi biaya secara tepat supaya proses pengujian
berjalan dengan lancar dan berguna untuk dapat menjamin nilai produk (Crawford, 1993).
Secara berturut-turut nilai I dari masing-masing faktor resiko pada tahap perancangan detail
adalah 0,981; 0,779; 1; 0,76; 0,265. Berdasarkan perhitungan diketahui bahwa besarnya
probabilitas yang ada pada fase pengujian dan perbaikan adalah sebesar 0,345. Sedangkan besarnya
nilai resiko yang ada pada setiap faktor resiko berturut-turut adalah sebesar 0,338; 0,269; 0,345;
0,262; 0,091. Berdasarkan nilai resiko dapat dihitung bahwa besar rata-rata resiko pada fase
pengujian dan perbaikan pengembangan produk sosis coklat adalah sebesar 0,21.
Analisis Resiko pada Fase 5 Produksi Awal
Resiko yang mungkin terjadi pada fase produksi awal dan berpotensi menghambat jalannya
proses pengembangan produk antara lain adalah kemungkinan adanya perusahaan yang akan
meniru setelah peluncuran produk, sistem produksi, ketersediaan uang tunai siap pakai, bencana
ekonomi, serta proses evaluasi produk awal.
Hasil analisis menunjukkan faktor resiko yang memiliki bobot tertinggi dan berpotensi
mengganggu jalannya proses pengembangan produk adalah ketersediaan uang tunai siap pakai.
Bobot dari faktor resiko ini adalah sebesar 0,32. Proses produksi awal juga membutuhkan dana
yang tidak sedikit. Hal ini disebabkan karena perusahaan memproduksi produk baru dalam skala
besar yang sebenarnya. Setelah proses pengujian kembali dilakukan dan diterima oleh masyarakat,
hal yang dilakukan selanjutnya adalah memproduksi secara massal produk baru tersebut.
Perusahaan harus memenuhi kebutuhan kualitas dan kuantitas produk terhadap konsumen (Cooper,
2003).
Secara berturut-turut nilai I dari masing-masing faktor resiko pada tahap produksi awal
adalah 0,928; 0,778; 1; 0,744; 0,25. Faktor resiko ketersediaan uang tunai siap pakai memiliki nilai
I (impact values) yang paling tinggi dibandingkan dengan faktor resiko lainnya dalam fase
produksi awal pada proses pengembangan produk sosis coklat. Hal ini dikarenakan bobot resiko
yang dimiliki faktor resiko tersebut juga lebih tinggi. Besarnya bobot resiko berbanding lurus
dengan besarnya nilai I (impact values) dalam proses pengembangan produk (Kim, 2008).
Sedangkan besarnya probabilitas yang ada pada fase pengujian dan perbaikan adalah sebesar
0,331.Besarnya nilai resiko adalah sebesar 0,307; 0,258; 0,331; 0,256; 0,083. Berdasarkan nilai
resiko pada masing-masing faktor resiko tersebut dapat dihitung bahwa besar rata-rata resiko pada
fase produksi awal pengembangan produk sosis coklat adalah sebesar 0,20.
Nilai resiko yang ada pada fase produksi awal ini memiliki nilai yang sedikit lebih kecil
dibandingkan dengan nilai resiko yang ada pada fase sebelumnya pada proses pengembangan
produk. Hal tersebut semakin menegaskan bahwa kejadian resiko pada proses pengembangan
produk ini tidak mengikuti distribusi gamma karena nilai resiko pada tahapan pengembangan
produk bukan semakin lama akan semakin kecil, melainkan fluktuatif.
Resiko Tertinggi pada Proses Pengembangan Produk Sosis Coklat
Urutan mulai dari fase yang memiliki bobot paling tinggi sampai fase yang memiliki bobot
paling rendah berturut-turut adalah fase 0 perencanaan, fase 4 pengujian dan perbaikan, fase 5
produksi awal, fase 2 perancangan tingkat sistem, fase 1 pengembangan konsep, dan fase 3
perancangan detail. Dengan bobot resiko berturut-turut sebesar 0,263; 0,210; 0,200; 0,181; 0,155;
serta 0,093. Berdasarkan hierarki pula, dapat diketahui bahwa tiga fase dalam proses
pengembangan produk yang memiliki bobot resiko paling tinggi adalah Fase 0 perencanaan, Fase 4
pengujian dan perbaikan, serta Fase 5 produksi awal. Bobot resiko pada tiga fase tersebut berturut-
turut yaitu sebesar 0,263; 0,210; dan 0,200. Hasil yang didapat tersebut sesuai dengan yang
dikatakan Choi (2009), bahwa distribusi nyata dari kejadian resiko dapat memiliki besaran nilai
yang berbeda-beda antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya, tergantung dari lingkungan
atau konsep dari perusahaan tersebut.Dari tiga fase yang memiliki bobot resiko paling tinggi

ISBN: 978-602-7998-92-6 B-153


Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI
Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015

tersebut, selanjutnya akan dicari strategi minimasi resikonya masing-masing, dan dianalisis
menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP).
Analisis Strategi Minimasi Resiko Pengembangan Produk Sosis Coklat
Seperti yang telah disebutkan pada penjelasan sebelumnya, bahwa penelitian ini hanya
membatasi pada tiga fase yang memiliki bobot tertinggi yang akan ditentukan berdasarkan Ulrich
(2000), Crawford (1993), serta diskusi dengan pakar atau praktisi pengembangan produk yang ahli
dan sering berhubungan dengan proses pengembangan produk, khususnya produk sosis. Hasil
prioritas strategi minimasi resiko pada proses pengembangan produk dengan menggunakan metode
Analytical Hierarchy Process (AHP) menunjukkan bahwa prioritas strategi minimasi resiko pada
fase 0 perencanaan proses pengembangan produk adalah mengevaluasi peluang produk baru secara
tepat (23,5%). Hal tersebut dikarenakan dalam evaluasi peluang produk baru telah mencakup hal-
hal penting dalam proses pengembangan produk baru seperti mengevaluasi ukuran pasar,
mengevaluasi tingkat pertumbuhan pasar, mengevaluasi intensitas persaingan, kedalaman
pengetahuan terhadap pasar yang ada, kedalaman pengetahuan terhadap teknologi yang ada, serta
mengevaluasi mengenai potensi untuk mendapatkan paten atau rahasia perdagangan (Cooper,
2003). Oleh karena itu, strategi ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan utama yang harus
diperhatikan untuk mengatasi resiko yang mungkin muncul pada fase awal proses pengembangan
produk sosis coklat.
Prioritas strategi minimasi resiko pada fase 4 pengujian dan perbaikan adalah mengestimasi
biaya yang dibutuhkan dalam proses pengujian (37,8%). Atmadja (1999) menyatakan tim
pengembangan produk harus bisa mengestimasi berapa dana yang kira-kira dibutuhkan untuk
pengembangan produk sosis coklat supaya investasi yang akan dilakukan dapat berjalan lancar dan
tidak terjadi kegagalan yang timbul akibat ketidakcukupan dana. Oleh karena itu, strategi ini
diharapkan dapat menjadi pertimbangan utama yang harus diperhatikan untuk mengatasi resiko
yang mungkin muncul pada fase pengujian dan perbaikan proses pengembangan produk sosis
coklat.
Prioritas strategi minimasi resiko pada fase 5 produksi awal adalah menjaga aliran cashflow
tetap positif (27,5%). Oleh karena itu, strategi ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan utama
yang harus diperhatikan untuk mengatasi resiko yang mungkin muncul pada fase produksi awal
proses pengembangan produk sosis coklat. Strategi yang dapat dilakukan adalah dengan
menerapkan sistem cash and delivery dalam proses pemasaran produk.
KESIMPULAN
Hasil analisis resiko dengan menggunakan metode Fuzzy Analytical Hierarchy Process
(FAHP) menunjukkan bahwa pada proses pengembangan produk pada sosis coklat memiliki bobot
resiko yang berbeda-beda pada setiap tahapan pengembangan produknya. Sedangkan untuk rata-
rata bobot resiko pada tiap tahapan fasenya mulai dari fase 0 sampai fase 5 berturut-turut memiliki
bobot resiko yaitu sebesar 0,263; 0,155; 0,181; 0,093; 0,210; dan 0,200. Hasil analisa resiko
tersebut dipilih tiga tahapan yang memiliki resiko paling tinggi untuk dicari strategi minimasi
resikonya. Fase yang memiliki resiko paling tinggi adalah fase 0, fase 4, dan fase 5.
Hasil prioritas strategi minimasi resiko pada proses pengembangan produk dengan
menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) menunjukkan bahwa prioritas strategi
minimasi resiko pada fase 0 perencanaan proses pengembangan produk adalah mengevaluasi
peluang produk baru secara tepat (23,5%). Prioritas strategi minimasi resiko pada fase 4 pengujian
dan perbaikan adalah mengestimasi biaya yang dibutuhkan dalam proses pengujian (37,8%),
sedangkan prioritas strategi minimasi resiko pada fase 5 produksi awal adalah menjaga aliran
cashflow tetap positif (27,5%).

DAFTAR PUSTAKA
Choi, D. W, J. S. Kim, and H. G. Choi. 2009. Determination of Integrated Risk Degree in Product
Development Project. Proceeding of The World Congress on Engineering and Computer
Science Vol II. San Fransisco, USA

ISBN: 978-602-7998-92-6 B-154


Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI
Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015

Cooper, L. P. 2003. A Research Agenda to Reduce Risk in New Product Development Through
Knowledge Management: A Practitioner Perspective. Journal of Engineering and
Technology Management, vol. 23, pp. 311-331
Crawford, C. M. 1993. New Product Management. Richard D. Irwin Inc. USA
Handojo. A, dan J. Buliali. 2007. Perancangan Aplikasi Penilaian Pegawai di Universitas dengan
Metode Fuzzy. Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi V. Program Studi
MMT-ITS. Surabaya
Hirdinis, M. 2009. Perencanaan Produk Baru. http://umb-pkk/09.mark-stra.doc. Diakses pada
tanggal 22 mei 2011.
Hsieh, Lu, and Tzeng. 2004. Fuzzy Multi Criteria Decision Making Approach for Planning and
Design Tenders Selection in Public Office Building. International Journal of Project
Management. Elsevier
Jani, R, dan I.N. Sutapa. 2002. Aplikasi Fuzzy Analytical Hierarchy Process dalam Seleksi
Karyawan. Jurnal Teknik Industri IV (2). Halaman 82-92.
John, C. 1995. Manage Risk in Product and Process Development and Avoid Unpleasant Surprises.
Engineering Management Journal. pp. 35-38
Kim, J. S, J. O. Ahn, H. S. Jeung, and H. G. Choi. 2008. A Framework for Managing Risk on
Concurrent Engineering Basis. International Conference on Management of Innovation
and Technology. pp. 293-298
Nangoi, R. 1994. Pengembangan Produksi dan Sumber Daya Manusia. PT Raja Grafindo Persada.
Jakarta.
Ngai, E. W. T, F. K. T. Wat. 2005. Fuzzy Decision Support System for Risk Analysis in E-
Commerce Development. Decision Support System, vol. 40, pp. 235-255
Saaty. T. L. 1993. Decision Making for Leaders: The Analytical Hierarchy Process (AHP) for
Decision in Complex World. Alih Bahasa Liana Setiono. RWS Publications. USA.
. 1994. Highlight and Critical Points in The Theory and Application of The Analytical
Hierarchy Process. Europe Journal Operation Research.
Setiyoko, A.S., U. Ciptomulyono, dan K. Gunarta. 2005. Pendekatan Fuzzy Analytical Hierarchy
Process dan Fuzzy Multi Criteria Decision Making untuk Pengalokasian Fasilitas.
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi I. ITS. Surabaya.
Supriyono. W, dan Sudaryo. 2007. Sistem Penilaian Pejabat Struktural dengan Metode AHP.
Seminar nasional III. Yogyakarta
Ulrich. K. T, and D. Steven. 2000. Product Design and Development. Mc Graw Hill. USA.

ISBN: 978-602-7998-92-6 B-155

Anda mungkin juga menyukai