Anda di halaman 1dari 24

TATA CARA PENGURUSAN JENAZAH

Makalah
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Agama

Disusun oleh : Dini Hartini


Endang Siti Masitoh
Lisdiana Sutisna
Mia Purnamasari
Narsiyah
Nurlela
Rina Mulyani
Tia Sri Meliawati
Winda Nur Aisyah

STIKES KHARISMA KARAWANG

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN TINGKAT 1

TAHUN

2015

Jln. Pangkal Perjuangan Km. 1 By Pass Karawang 41316


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufik, serta hidayah-
Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah ini. Sholawat
serta salam semoga tercurah kepada Nabi besar Muhammad SAW. Nabi akhir zaman yang
menjadi suri tauladan sepanjang hayat. 
Penulisan makalah ini dapat terwujud berkat bantuan, bimbingan serta dorongan dari
berbagai pihak. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada kedua orang tua,
keluarga, dan teman-teman yang tidak mungkin disebutkan satu persatu atas doa dan
motivasinya. Semoga amal baiknya mendapat imbalan yang setimpal dari Allah SWT.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini tentunya tidak terlepas dari segala
kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun selalu diharapkan
demi kebaikan dan kesempurnaan makalah ini. Meskipun demikian, penulis berharap semoga
makalah ini bermanfaat bagi penulis maupun pembaca.

Karawang, 9 Januari 2015

Penulis

2
3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I..........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................1
A. Latar Belakang.................................................................................................................1
B. Rumusan masalah............................................................................................................1
C. Tujuan..............................................................................................................................1
BAB II.........................................................................................................................................2
PEMBAHASAN.........................................................................................................................2
A. Pengertian Jenazah...........................................................................................................2
B. Memandikan Jenazah.......................................................................................................2
C. Mengkafani Jenazah.........................................................................................................8
D. Menshalatkan Jenazah...................................................................................................10
E. Menguburkan Jenazah...................................................................................................12
BAB III.....................................................................................................................................16
PENUTUP.................................................................................................................................16
A. Kesimpulan....................................................................................................................16
B. Saran..............................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................18

4
5
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Syariat Islam mengajarkan bahwa setiap manusia pasti akan mengalami kematian yang
tidak pernah diketahui kapan waktunya. Sebagai makhluk sebaik-baik ciptaan Allah SWT dan
ditempatkan pada derajat yang tinggi, maka Islam sangat menghormati orang muslim yang
telah meninggal dunia. Oleh sebab itu, menjelang menghadapi kehariban Allah SWT orang
yang telah meninggal dunia mendapatkan perhatian khusus dari muslim lainnya yang masih
hidup.
Dalam ketentuan hukum Islam jika seorang muslim meninggal dunia maka hukumnya
fardhu kifayah atas orang-orang muslim yang masih hidup untuk menyelenggarakan 4
perkara, yaitu memandikan, mengkafani, menshalatkan dan menguburkan orang yang telah
meninggal tersebut. Untuk lebih jelasnya 4 persoalan tersebut, pemakalah akan mencoba
menguraikan dalam penjelasan berikut ini.

B. Rumusan masalah

1. Apa pengertian jenazah?


2. Bagaimana tata cara memandikan jenazah?
3. Bagaimana tata cara mengkafani jenazah?
4. Bagaimana tata cara menshalatkan jenazah?
5. Bagaimana tata cara menguburkan jenazah?

C. Tujuan

Untuk mengetahui tata cara pengurusan jenazah yang sesuai dengan syariat Islam.

1
  

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Jenazah

Kata jenazah diambil dari bahasa Arab (‫ )جن ذح‬yang berarti tubuh mayat dan kata ‫جن‬
‫ذ‬   yang berarti menutupi. Jadi, secara umum kata jenazah memiliki arti tubuh mayat yang
tertutup.

B. Memandikan Jenazah

Setiap orang muslim yang meninggal dunia harus dimandikan, dikafani dan dishalatkan
terlebih dahulu sebelum dikuburkan terkecuali bagi orang-orang yang mati syahid. Hukum
memandikan jenazah orang muslim menurut jumhur ulama adalah fardhu kifayah. Artinya,
kewajiban ini dibebankan kepada seluruh mukallaf di tempat itu, tetapi jika telah dilakukan
oleh sebagian orang maka gugurlah kewajiban seluruh mukallaf.  Adapun dalil yang
menjelaskan kewajiban memandikan jenazah ini terdapat dalam sebuah hadist Rasulullah
SAW, yakninya:
‫ا‬FF‫لو ه بم‬FF‫ فى ا لذ ي سقط عن ر ا حلته فما ت ا غس‬:‫عن ا بن عبا س ا ن ا لنبي صلى ا هلل عليه و سلم قا ل‬
)‫ء و سد ر (رواه ا لبخرو مسلم‬
Artinya: “Dari Ibnu Abbas, bahwasanya Nabi SAW telah bersabda tentang orang yang
jatuh dari kendaraannya lalu mati, “mandikanlah ia dengan air dan daun bidara.” (H.R
Bukhari dan Muslim)
Adapun beberapa hal penting yang berkaitan dengan memandikan jenazah yang perlu
diperhatikan yaitu:
1. Orang yang utama memandikan jenazah
a. Untuk mayat laki-laki
Orang yang utama memandikan dan mengkafani mayat laki-laki adalah orang yang
diwasiatkannya, kemudian bapak, kakek, keluarga terdekat, muhrimnya dan
istrinya.

2
b. Untuk mayat perempuan
Orang yang utama memandikan mayat perempuan adalah ibunya, neneknya,
keluarga terdekat dari pihak wanita serta suaminya.
c. Untuk mayat anak laki-laki dan anak perempuan
Untuk mayat anak laki-laki boleh perempuan yang memandikannya dan sebaliknya
untuk mayat anak perempuan boleh laki-laki yang memandikannya.
d. Jika seorang perempuan meninggal sedangkan yang masih hidup semuanya hanya
laki-laki dan dia tidak mempunyai suami, atau sebaliknya seorang laki-laki
meninggal sementara yang masih hidup hanya perempuan saja dan dia tidak
mempunyai istri, maka mayat tersebut tidak dimandikan tetapi cukup
ditayamumkan oleh salah seorang dari mereka dengan memakai lapis tangan.
[3] Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW, yakninya:
‫اذ ما تت ا لمر أ ة مع ا لر جا ل ليس معحم ا مر أ ة غير ها و ا لر جل مع النسا ء ليس معهن ر‬
)‫جل غيره فأ نهما ييممان و يد فنا ن و هما بمنز لة من لم يجد ا لما ء (رواه ه بو داود و ا لبيحقى‬
Artinya: “Jika seorang perempuan meninggal di tempat laki-laki dan tidak ada
perempuan lain atau laki-laki meninggal di tempat perempuan-perempuan dan
tidak ada laki-laki selainnya maka kedua mayat itu ditayamumkan, lalu
dikuburkan, karena kedudukannya sama seperti tidak mendapat air.”
(H.R Abu Daud dan Baihaqi)
2. Syarat bagi orang yang memandikan jenazah
a. Muslim, berakal, dan baligh
b. Berniat memandikan jenazah
c. Jujur dan sholeh
d. Terpercaya, amanah, mengetahui hukum memandikan mayat dan memandikannya
sebagaimana yang diajarkan sunnah serta mampu menutupi aib si mayat.

3. Mayat yang wajib untuk dimandikan


a. Mayat seorang muslim dan bukan kafir
b. Bukan bayi yang keguguran dan jika lahir dalam keadaan sudah meninggal tidak
dimandikan
c. Ada sebahagian tubuh mayat yang dapat dimandikan
d. Bukan mayat yang mati syahid 

3
4. Tata cara memandikan jenazah

a. Alat dan bahan yang dipergunakan

Alat-alat yang dipergunakan untuk


memandikan jenazah adalah sebagai
berikut:

1) Kapas

2) Dua buah sarung tangan untuk


petugas yang memandikan

3) Sebuah spon penggosok

4) Alat penggerus untuk menggerus dan menghaluskan kapur barus – Spon-spon


plastik

5) Shampo

6) Sidrin (daun bidara)

7) Kapur barus

8) Masker penutup hidung bagi petugas

9) Gunting untuk memotong pakaian jenazah sebelum dimandikan

10) Air

11) Pengusir bau busuk

12) Minyak wangi

b. Menutup aurat si mayit

4
Dianjurkan menutup aurat si mayit ketika memandikannya. Dan melepas
pakaiannya, serta menutupinya dari pandangan orang banyak. Sebab si mayit
barangkali berada dalam kondisi yang tidak layak untuk dilihat. Sebaiknya papan
pemandian sedikit miring ke arah kedua
kakinya agar air dan apa-apa yang keluar
dari jasadnya mudah mengalir darinya.

c. Tata cara memandikan

Seorang petugas memulai dengan


melunakkan persendian jenazah tersebut.
Apabila kuku-kuku jenazah itu panjang,
maka dipotongi.

Demikian pula bulu ketiaknya.


Adapun bulu kelamin, maka jangan
mendekatinya, karena itu merupakan
aurat besar. Kemudian petugas mengangkat kepala jenazah hingga hampir mendekati
posisi duduk. Lalu mengurut perutnya dengan perlahan untuk mengeluarkan kotoran
yang masih dalam perutnya. Hendaklah memperbanyak siraman air untuk
membersihkan kotoran-kotoran yang keluar.

Petugas yang memandikan jenazah hendaklah mengenakan lipatan kain pada


tangannya atau sarung tangan untuk membersihkan jasad si mayit (membersihkan
qubul dan dubur si mayit) tanpa harus melihat atau menyentuh langsung auratnya, jika
si mayit berusia tujuh tahun ke atas.

1) Mewudhukan jenazah

Selanjutnya petugas berniat


(dalam hati) untuk memandikan
jenazah serta membaca basmalah.
Lalu petugas mewudhui jenazah
tersebut sebagaimana wudhu untuk

5
shalat. Namun tidak perlu memasukkan air ke dalam hidung dan mulut si mayit,
tapi cukup dengan memasukkan jari yang telah dibungkus dengan kain yang
dibasahi di antara bibir si mayit lalu menggosok giginya dan kedua lubang
hidungnya sampai bersih.

Selanjutnya, dianjurkan agar mencuci rambut dan jenggotnya dengan busa


perasan daun bidara atau dengan busa sabun. Dan sisa perasan daun bidara
tersebut digunakan untuk membasuh sekujur jasad si mayit.

2) Membasuh tubuh jenazah

Setelah itu membasuh anggota


badan sebelah kanan si mayit. Dimulai
dari sisi kanan tengkuknya, kemudian
tangan kanannya dan bahu kanannya,
kemudian belahan dadanya yang
sebelah kanan, kemudian sisi tubuhnya yang sebelah kanan, kemudian paha, betis
dan telapak kaki yang sebelah kanan.

Selanjutnya petugas membalik sisi tubuhnya hingga miring ke sebelah kiri,


kemudian membasuh belahan punggungnya yang sebelah kanan. Kemudian dengan
cara yang sama petugas membasuh anggota tubuh jenazah yang sebelah kiri, lalu
membalikkannya hingga miring ke sebelah kanan dan membasuh belahan
punggung yang sebelah kiri. Dan setiap kali membasuh bagian perut si mayit keluar
kotoran darinya, hendaklah dibersihkan. Banyaknya memandikan: Apabila sudah
bersih, maka yang wajib adalah memandikannya satu kali dan mustahab
(disukai/sunnah) tiga kali. Adapun jika belum bisa bersih, maka ditambah lagi
memandikannya sampai bersih atau sampai tujuh kali (atau lebih jika memang
dibutuhkan). Dan disukai untuk menambahkan kapur barus pada pemandian yang
terakhir, karena bisa mewangikan jenazah dan menyejukkannya. Oleh karena itulah
ditambahkannya kapur barus ini pada pemandian yang terakhir agar baunya tidak
hilang.

6
Dianjurkan agar air yang dipakai untuk memandikan si mayit adalah air yang
sejuk, kecuali jika petugas yang memandikan membutuhkan air panas untuk
menghilangkan kotoran-kotoran yang masih melekat pada jasad si mayit.
Dibolehkan juga menggunakan sabun untuk menghilangkan kotoran. Namun
jangan mengerik atau menggosok tubuh si mayit dengan keras. Dibolehkan juga
membersihkan gigi si mayit dengan siwak atau sikat gigi. Dianjurkan juga menyisir
rambut si mayit, sebab rambutnya akan gugur dan berjatuhan.Setelah selesai dari
memandikan jenazah ini, petugas mengelapnya (menghandukinya) dengan kain
atau yang semisalnya. Kemudian memotong kumisnya dan kuku-kukunya jika
panjang, serta mencabuti bulu ketiaknya (apabila semua itu belum dilakukan
sebelum memandikannya) dan diletakkan semua yang dipotong itu bersamanya di
dalam kain kafan. Kemudian apabila jenazah tersebut adalah wanita, maka rambut
kepalanya dipilin (dipintal) menjadi tiga pilinan lalu diletakkan di belakang
(punggungnya).

a) Faedah

 Apabila masih keluar kotoran (seperti: tinja, air seni atau darah) setelah
dibasuh sebanyak tujuh kali, hendaklah menutup kemaluannya (tempat
keluar kotoran itu) dengan kapas, kemudian mencuci kembali anggota
yang terkena najis itu, lalu si mayit diwudhukan kembali. Sedangkan jika
setelah dikafani masih keluar juga, tidaklah perlu diulangi
memandikannya, sebab hal itu akan sangat merepotkan.

 Apabila si mayit meninggal dunia dalam keadaan mengenakan kain


ihram dalam rangka menunaikan haji atau umrah, maka hendaklah
dimandikan dengan air ditambah perasaan daun bidara seperti yang telah
dijelaskan di atas. Namun tidak perlu dibubuhi wewangian dan tidak
perlu ditutup kepalanya (bagi jenazah pria). Berdasarkan sabda
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam mengenai seseorang yang wafat
dalam keadaan berihram pada saat menunaikan haji.

7
 Orang yang mati syahid di medan perang tidak perlu dimandikan, namun
hendaklah dimakamkan bersama pakaian yang melekat di tubuh mereka.
Demikian pula mereka tidak perlu dishalatkan.

 Janin yang gugur, bila telah mencapai usia 4 bulan dalam kandungan,
jenazahnya hendaklah dimandikan, dishalatkan dan diberi nama baginya.
Adapun sebelum itu ia hanyalah sekerat daging yang boleh dikuburkan di
mana saja tanpa harus dimandikan dan dishalatkan.

 Apabila terdapat halangan untuk memamdikan jenazah, misalnya tidak


ada air atau kondisi jenazah yang sudah tercabik-cabik atau gosong,
maka cukuplah ditayamumkan saja. Yaitu salah seorang di antara hadirin
menepuk tanah dengan kedua tangannya lalu mengusapkannya pada
wajah dan kedua punggung telapak tangan si mayit.

 Hendaklah petugas yang memandikan jenazah menutup apa saja yang


tidak baik untuk disaksikan pada jasad si mayit, misalnya kegelapan yang
tampak pada wajah si mayit, atau cacat yang terdapat pada tubuh si mayit
dll.

C. Mengkafani Jenazah

Mengkafani jenazah adalah menutupi atau membungkus jenazah dengan sesuatu yang
dapat menutupi tubuhnya walau hanya sehelai kain. Hukum mengkafani jenazah muslim dan
bukan mati syahid adalah fardhu kifayah. Dalam sebuah hadist diriwayatkan sebagai berikut:

‫ا ت لم‬FF‫ها جر نا سع ر سو ل ا هلل صلى ا هلل عليه و سلم كلتمس و جه ا هلل فو قع ا جرنا على هللا فمنا من م‬
‫ ا ذا غطينا بها ر أ‬,‫يأ كل من ا جر ه شأ منهم مصعب ا بن عمير قتل يو م ا حد فلم نجد ما لكفنه ا ال بر د ة‬
‫لم ا ن‬FF‫ه و س‬FF‫لى ا هلل علي‬FF‫بي ص‬FF‫ا ا لن‬FF‫ر ن‬FF‫ و ا ذا غطينا بها ر جليه حر ج ر أ سه فأ م‬,‫سه خر جت ر جال ه‬
)‫نغطي ر أ سه و ا ن نجعل على ر جليه من ا ال ذ خر (رواه ا لبخا ر ى‬
Artinya: “Kami hijrah bersama Rasulullah SAW dengan mengharapkan keridhaan Allah
SWT, maka tentulah akan kami terima pahalanya dari Allah, karena diantara kami ada yang
meninggal sebelum memperoleh hasil duniawi sedikit pun juga. Misalnya, Mash’ab bin
Umair dia tewas terbunuh diperang Uhud dan tidak ada buat kain kafannya kecuali selembar

8
kain burdah. Jika kepalanya ditutup, akan terbukalah kakinya dan jika kakinya tertutup,
maka tersembul kepalanya. Maka Nabi SAW
menyuruh kami untuk menutupi kepalanya dan
menaruh rumput izhir pada kedua
kakinya.” (H.R Bukhari)
Hal-hal yang disunnahkan dalam
mengkafani jenazah adalah:
1. Kain kafan yang digunakan hendaknya
kain kafan yang bagus, bersih dan menutupi seluruh tubuh mayat.
2. Kain kafan hendaknya berwarna putih.
3. Jumlah kain kafan untuk mayat laki-laki hendaknya 3 lapis, sedangkan bagi mayat
perempuan 5 lapis.
4. Sebelum kain kafan digunakan untuk
membungkus atau mengkafani jenazah,
kain kafan hendaknya diberi wangi-
wangian terlebih dahulu.
5. Tidak berlebih-lebihan dalam
mengkafani jenazah.

1. Tata cara mengkafani jenazah

a. Kafan-kafan mesti sudah disiapkan setelah selesai memandikan jenazah dan


menghandukinya. Mengkafani jenazah hukumnya wajib dan hendaklah kain kafan
tersebut dibeli dari harta si mayit. Hendaklah didahulukan membeli kain kafannya
dari melunaskan hutangnya, menunaikan wasiatnya dan membagi harta warisannya.
Jika si mayit tidak memiliki harta, maka keluarganya boleh menanggungnya.

b. Mengkafani jenazah

Dibentangkan tiga lembar kain kafan, sebagiannya di atas sebagian yang lain.
Kemudian didatangkan jenazah yang sudah dimandikan lalu diletakkan di atas
lembaran-lembaran kain kafan itu dengan posisi telentang. Kemudian didatangkan
hanuth yaitu minyak wangi (parfum) dan kapas. Lalu kapas tersebut dibubuhi
parfum dan diletakkan di antara kedua pantat jenazah, serta dikencangkan dengan

9
secarik kain di atasnya (seperti
melilit popok bayi).

Kemudian sisa kapas yang lain


yang sudah diberi parfum diletakkan
di atas kedua matanya, kedua
lubang hidungnya, mulutnya, kedua
telinganya dan di atas tempat-
tempat sujudnya, yaitu dahinya, hidungnya, kedua telapak tangannya, kedua
lututnya, ujung-ujung jari kedua telapak kakinya, dan juga pada kedua lipatan
ketiaknya, kedua lipatan lututnya, serta pusarnya. Dan diberi parfum pula antara
kafan-kafan tersebut, juga kepala jenazah.

Selanjutnya lembaran pertama kain kafan dilipat dari sebelah kanan dahulu,
baru kemudian yang sebelah kiri sambil mengambil handuk/kain penutup auratnya.
Menyusul kemudian lembaran kedua dan ketiga, seperti halnya lembaran pertama.
Kemudian menambatkan tali-tali pengikatnya yang berjumlah tujuh utas tali. Lalu
gulunglah lebihan kain kafan pada ujung kepala dan kakinya agar tidak lepas
ikatannya dan dilipat ke atas wajahnya dan ke atas kakinya (ke arah atas).
Hendaklah ikatan tali tersebut dibuka saat dimakamkan. Dibolehkan mengikat kain
kafan tersebut dengan enam utas tali atau kurang dari itu, sebab maksud pengikatan
itu sendiri agar kain kafan tersebut tidak mudah lepas (terbuka).

D. Menshalatkan Jenazah

Menurut ijma ulama hukum penyelenggaraan shalat jenazah adalah fardhu kifayah. Hal
ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW, yang berbunyi:
)‫صلو ا على مو تا كم (رواه ابن ما جه‬
Artinya: “Shalatilah orang yang meninggal dunia diantara kamu”
Orang paling utana untuk melaksanakan shalat jenazah yaitu:

10
1. Orang yang diwasiatkan si mayat dengan syarat tidak fasik atau tidak ahli bid’ah.
2. Ulama atau pemimpin terkemuka ditempat itu.
3. Orang tua si mayat dan seterusnya ke atas.
4. Anak-anak si mayat dan seterusnya ke bawah.
5. Keluarga terdekat.
6. Kaum muslimim seluruhnya.

1. Rukun shalat jenazah ialah:


a. Berniat menshalatkan jenazah.
b. Takbir empat kali.
c. Berdiri bagi yang kuasa.

2. Adapun tata cara melakukan shalat jenazah adalah sebagai berikut:


a. Niat shalat jenazah
Niat shalat jenazah dilakukan dalam hati serta ikhlas karena Allah SWT. Sebelum
shalat jenazah dilakukan maka kepada imam dan seluruh makmum hendaknya
berwudhu dan menutup aurat. Untuk menyalatkan mayat laki-laki imam berdiri sejajar
dengan kepala si mayat, sedangkan untuk mayat perempuan, imam berdiri di tengah-
tengah sejajar pusat si mayat.
Lafal niat shalat jenazah:
1) Untuk mayat laki-laki
‫ا ما ما هلل تعا لى‬ /‫ا صلى على هذ اا لميت ار بع تكبير ا ت فر ض كفا ية مأ مو ما‬
Artinya : “Sengaja aku berniat shalat atas mayat laki-laki empat takbir fardhu
kifayah menjadi makmun/imam karena Allah ta’ala”
2) Untuk mayat perempuan
‫ا ما ما هلل تعا لى‬ /‫ا صلى على هذ اا لميتة ار بع تكبير ا ت فر ض كفا ية مأ مو ما‬
Artinya : “Sengaja aku berniat shalat atas mayat perempuan empat takbir
fardhu kifayah menjadi makmun/imam karena Allah ta’ala”
b. Takbir 4 kali
1) Takbir pertama dimulai dengan mengangkat tangan dan membaca Al-Fatihah.
2) Takbir kedua dan membaca shalawat

11
‫راهيم و‬F‫ا للهم صل على محمد و على ا ل محمد كما صليت على ا بر ا هيم و على ا ل ا ب‬
‫با رك على محمد و على ا ل محمد كما با ر كت على ا بر ا هيم و على ا ل ا بر هيم فى ا‬
.‫لعا لمين ا نك حميد مجيد‬
Artinya: “Ya Allah berikanlah kesejahteraan kepada Muhammad dan
keluarganya, sebagaimana engkau telah memberikan kesejahteraan kepada
Ibrahim dan keluarganya. Berkatilah Muhammad dan keluarganya,
sebagaimana engkau telah memberkati Ibrahim dan keluarganya,
sesungguhnya Engkau Maha terpuji lagi bijaksana”
3) Takbir ketiga  dan membaca do’a untuk si mayat
)‫ا‬FF‫ا للحم ا غفر له (ها) و ا ر حمه (ها) و عا فه(ها) و ا عف عنه (ها) و ا كر م نز له (ه‬
‫ا كم ينقى ا‬F‫ا ي‬F‫ووسع مد خله (ها) و ا غسله (ها) بما ء و ثلج و بر د و نقه (ها) من ا لخط‬
)‫(ها) و ا هال خيرا من ا هله (ها‬   ‫لثو ب من ا لد نس و ا بد له (ها) دا را خيرا من دا ر ه‬
.‫و ادخله (ها) ا لجنة و ا عنذ ه (ها) من عذا ب ا لقبر و عذا ب ا لنا ر‬
Artinya: “Ya Allah, ampunilah dia, kasihilah dia, maafkanlah dia dan
sentosakanlah dia, muliakan tempatnya, lapangkanlah kuburnya, sucikanlah
dia dengan air embun dan es, sucikanlah dia dari kesalahannya, sebagaimana
sucinya kain putih dari kotoran. Gantikanlah rumahnya dengan rumah yang
lebih baik daripada rumahnya, dan gantikan keluarganya dengan keluarga
yang lebih baik, masukkan ia kedalam syurga, dan jauhkan ia dari siksa kubur
dan siksa neraka.”
4) Takbir keempat lalu diam sejenak dan membaca do’a
)‫ا للحم ال تحر منا ا جر ه (ها) وال تفتنا بعد ه (ها) و ا غفر لنا و له (ها‬
Artinya: “  Ya Allah janganlah Engkau tahan untuk kami pahalanya dan
janganlah engkau tinggalkan fitnah untuk kami setelah kepergiannya”

E. Menguburkan Jenazah

Disunnahkan membawa jenazah


dengan usungan jenazah yang di panggul di
atas pundak dari keempat sudut usungan.
Disunnahkan menyegerakan mengusungnya

12
ke pemakaman tanpa harus tergesa-gesa. Bagi para pengiring, boleh berjalan di depan
jenazah, di belakangnya, di samping kanan atau kirinya. Semua cara ada tuntunannya dalam
sunnah Nabi. Para pengiring tidak dibenarkan untuk duduk sebelum jenazah diletakkan, sebab
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam telah melarangnya.

Disunnahkan mendalamkan lubang


kubur, agar jasad si mayit terjaga dari
jangkauan binatang buas, dan agar baunya
tidak merebak keluar. Lubang kubur yang
dilengkapi liang lahad lebih baik daripada
syaq. Dalam masalah ini Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
“Liang lahad itu adalah bagi kita (kaum muslimin), sedangkan syaq bagi selain kita (non
muslim).” (HR. Abu Dawud dan dinyatakan shahih oleh Syaikh Al-Albani dalam “Ahkamul
Janaaiz”

Lahad adalah liang (membentuk huruf


U memanjang) yang dibuat khusus di dasar
kubur pada bagian arah kiblat untuk
meletakkan jenazah di dalamnya.
Syaq adalah liang yang dibuat khusus
di dasar kubur pada bagian tengahnya
(membentuk huruf U memanjang).

 Jenazah siap untuk dikubur. Allahul musta’an.


 Jenazah diangkat di atas tangan untuk diletakkan di dalam kubur.
 Jenazah dimasukkan ke dalam kubur. Disunnahkan memasukkan jenazah ke liang
lahat dari arah kaki kuburan lalu diturunkan ke dalam liang kubur secara perlahan. Jika
tidak memungkinkan, boleh menurunkannya dari arah kiblat.
 Petugas yang memasukkan jenazah ke lubang kubur hendaklah
mengucapkan: “BISMILLAHI WA ‘ALA MILLATI RASULILLAHI (Dengan
menyebut Asma Allah dan berjalan di atas millah Rasulullah shallallahu ‘alaihi

13
wassalam).” ketika menurunkan jenazah ke lubang kubur. Demikianlah yang
dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam.
 Disunnahkan membaringkan jenazah dengan bertumpu pada sisi kanan jasadnya
(dalam posisi miring) dan menghadap kiblat sambil dilepas tali-talinya selain tali
kepala dan kedua kaki.
 Tidak perlu meletakkan bantalan dari tanah ataupun batu di bawah kepalanya, sebab
tidak ada dalil shahih yang menyebutkannya. Dan tidak perlu menyingkap wajahnya,
kecuali bila si mayit meninggal dunia saat mengenakan kain ihram sebagaimana yang
telah dijelaskan.
 Setelah jenazah diletakkan di dalam rongga liang lahad dan tali-tali selain kepala dan
kaki dilepas, maka rongga liang lahad tersebut ditutup dengan batu bata atau papan
kayu/bambu dari atasnya (agak samping).
 Lalu sela-sela batu bata-batu bata itu
ditutup dengan tanah liat agar
menghalangi sesuatu yang masuk
sekaligus untuk menguatkannya.
 Disunnahkan bagi para pengiring
untuk menabur tiga genggaman tanah
ke dalam liang kubur setelah jenazah diletakkan di dalamnya. Demikianlah yang
dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam. Setelah itu ditumpahkan (diuruk)
tanah ke atas jenazah tersebut.
 Hendaklah meninggikan makam kira-kira sejengkal sebagai tanda agar tidak dilanggar
kehormatannya, dibuat gundukan seperti punuk unta, demikianlah bentuk makam
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam (HR. Bukhari).
 Kemudian ditaburi dengan batu kerikil sebagai tanda sebuah makam dan diperciki air,
berdasarkan tuntunan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam (dalam masalah ini
terdapat riwayat-riwayat mursal yang shahih, silakan lihat “Irwa’ul Ghalil” II/206).
Lalu diletakkan batu pada makam bagian kepalanya agar mudah dikenali.
 Haram hukumnya menyemen dan membangun kuburan. Demikian pula menulisi batu
nisan. Dan diharamkan juga duduk di atas kuburan, menginjaknya serta bersandar
padanya. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam telah melarang dari hal
tersebut. (HR. Muslim)

14
 Kemudian pengiring jenazah mendoakan keteguhan bagi si mayit (dalam menjawab
pertanyaan dua malaikat yang disebut dengan fitnah kubur). Karena ketika itu ruhnya
dikembalikan dan ia ditanya di dalam kuburnya. Maka disunnahkan agar setelah
selesai menguburkannya orang-orang itu berhenti sebentar untuk mendoakan kebaikan
bagi si mayit (dan doa ini tidak dilakukan secara berjamaah, tetapi sendiri-sendiri!).
Sesungguhnya mayit bisa mendapatkan manfaat dari doa mereka.

Wallahu a’lam bish-shawab.

Berdasarkan uraian mengenai tata cara pengurusan jenazah dapat diambil beberapa
hikmah, antara lain:
1 Memperoleh pahala yang besar.
2 Menunjukkan rasa solidaritas yang tinggi diantara sesame muslim.
3 Membantu meringankan beban kelurga jenazah dan sebagai ungkapan belasungkawa
atas musibah yang dideritanya.
4 Mengingatkan dan menyadarkan manusia bahwa setiap manusia akan mati dan
masing-masing supaya mempersiapkan bekal untuk hidup setelah mati.
5 Sebagai bukti bahwa manusia adalah makhluk yang paling mulia, sehingga apabila
salah seorang manusia meninggal dihormati dan diurus dengan sebaik-baiknya
menurut aturan Allah SWT dan RasulNya.

15
16
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sepanjang uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwasanya manusia sebagi makhluk
yang mulia di sisi Allah SWT dan untuk menghormati kemuliannya itu perlu mendapat
perhatian khusus dalam hal penyelenggaraan jenazahnya. Dimana, penyelengaraan jenazah
seorang muslim itu hukumnya adalah fardhu kifayah. Artinya, kewajiban ini dibebankan
kepada seluruh mukallaf di tempat itu, tetapi jika telah dilakukan oleh sebagian orang maka
gugurlah kewajiban seluruh mukallaf.
Adapun 4 perkara yang menjadi kewajiban itu ialah:
1. Memandikan
2. Mengkafani
3. Menshalatkan
4. Menguburkan
Adapun hikmah yang dapat diambil dari tata cara pengurusan jenazah, antara lain:
1. Memperoleh pahala yang besar.
2. Menunjukkan rasa solidaritas yang tinggi diantara sesame muslim.
3. Membantu meringankan beban kelurga jenazah dan sebagai ungkapan belasungkawa
atas musibah yang dideritanya.
4. Mengingatkan dan menyadarkan manusia bahwa setiap manusia akan mati dan
masing-masing supaya mempersiapkan bekal untuk hidup setelah mati.
5. Sebagai bukti bahwa manusia adalah makhluk yang paling mulia, sehingga apabila
salah seorang manusia meninggal dihormati dan diurus dengan sebaik-baiknya
menurut aturan Allah SWT dan RasulNya.

17
B. Saran

Dengan adanya pembahasan tentang tata cara pengurusan jenazah ini, pemakalah
berharap kepada kita semua agar selalu ingat akan kematian dan mempersiapkan diri untuk
menyambut kematian itu. Selain itu, pemakalah juga berharap agar pembahasan ini dapat
menambah wawasan dan pengetahuan kita semua serta dapat mengajarkannya dengan baik
ketika telah menjadi seorang guru di masa yang akan datang.

18
DAFTAR PUSTAKA

http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=5070080328265217955#_ftn2
Abdul Karim. 2004. Petunjuk Merawat Jenazah Dan Shalat Jenazah.Jakarta: Amzah
Abd. Ghoni Asyukur. 1989.  Shalat Dan Merawat Jenazah. Bandung: Sayyidah
M. Rizal Qasim. 2000. Pengamalan Fikih I.  Jakarta: Tiga Serangkai

19

Anda mungkin juga menyukai