Makalah
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Agama
TAHUN
2015
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufik, serta hidayah-
Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah ini. Sholawat
serta salam semoga tercurah kepada Nabi besar Muhammad SAW. Nabi akhir zaman yang
menjadi suri tauladan sepanjang hayat.
Penulisan makalah ini dapat terwujud berkat bantuan, bimbingan serta dorongan dari
berbagai pihak. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada kedua orang tua,
keluarga, dan teman-teman yang tidak mungkin disebutkan satu persatu atas doa dan
motivasinya. Semoga amal baiknya mendapat imbalan yang setimpal dari Allah SWT.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini tentunya tidak terlepas dari segala
kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun selalu diharapkan
demi kebaikan dan kesempurnaan makalah ini. Meskipun demikian, penulis berharap semoga
makalah ini bermanfaat bagi penulis maupun pembaca.
Penulis
2
3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I..........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................1
A. Latar Belakang.................................................................................................................1
B. Rumusan masalah............................................................................................................1
C. Tujuan..............................................................................................................................1
BAB II.........................................................................................................................................2
PEMBAHASAN.........................................................................................................................2
A. Pengertian Jenazah...........................................................................................................2
B. Memandikan Jenazah.......................................................................................................2
C. Mengkafani Jenazah.........................................................................................................8
D. Menshalatkan Jenazah...................................................................................................10
E. Menguburkan Jenazah...................................................................................................12
BAB III.....................................................................................................................................16
PENUTUP.................................................................................................................................16
A. Kesimpulan....................................................................................................................16
B. Saran..............................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................18
4
5
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Syariat Islam mengajarkan bahwa setiap manusia pasti akan mengalami kematian yang
tidak pernah diketahui kapan waktunya. Sebagai makhluk sebaik-baik ciptaan Allah SWT dan
ditempatkan pada derajat yang tinggi, maka Islam sangat menghormati orang muslim yang
telah meninggal dunia. Oleh sebab itu, menjelang menghadapi kehariban Allah SWT orang
yang telah meninggal dunia mendapatkan perhatian khusus dari muslim lainnya yang masih
hidup.
Dalam ketentuan hukum Islam jika seorang muslim meninggal dunia maka hukumnya
fardhu kifayah atas orang-orang muslim yang masih hidup untuk menyelenggarakan 4
perkara, yaitu memandikan, mengkafani, menshalatkan dan menguburkan orang yang telah
meninggal tersebut. Untuk lebih jelasnya 4 persoalan tersebut, pemakalah akan mencoba
menguraikan dalam penjelasan berikut ini.
B. Rumusan masalah
C. Tujuan
Untuk mengetahui tata cara pengurusan jenazah yang sesuai dengan syariat Islam.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Jenazah
Kata jenazah diambil dari bahasa Arab ( )جن ذحyang berarti tubuh mayat dan kata جن
ذ yang berarti menutupi. Jadi, secara umum kata jenazah memiliki arti tubuh mayat yang
tertutup.
B. Memandikan Jenazah
Setiap orang muslim yang meninggal dunia harus dimandikan, dikafani dan dishalatkan
terlebih dahulu sebelum dikuburkan terkecuali bagi orang-orang yang mati syahid. Hukum
memandikan jenazah orang muslim menurut jumhur ulama adalah fardhu kifayah. Artinya,
kewajiban ini dibebankan kepada seluruh mukallaf di tempat itu, tetapi jika telah dilakukan
oleh sebagian orang maka gugurlah kewajiban seluruh mukallaf. Adapun dalil yang
menjelaskan kewajiban memandikan jenazah ini terdapat dalam sebuah hadist Rasulullah
SAW, yakninya:
اFFلو ه بمFF فى ا لذ ي سقط عن ر ا حلته فما ت ا غس:عن ا بن عبا س ا ن ا لنبي صلى ا هلل عليه و سلم قا ل
)ء و سد ر (رواه ا لبخرو مسلم
Artinya: “Dari Ibnu Abbas, bahwasanya Nabi SAW telah bersabda tentang orang yang
jatuh dari kendaraannya lalu mati, “mandikanlah ia dengan air dan daun bidara.” (H.R
Bukhari dan Muslim)
Adapun beberapa hal penting yang berkaitan dengan memandikan jenazah yang perlu
diperhatikan yaitu:
1. Orang yang utama memandikan jenazah
a. Untuk mayat laki-laki
Orang yang utama memandikan dan mengkafani mayat laki-laki adalah orang yang
diwasiatkannya, kemudian bapak, kakek, keluarga terdekat, muhrimnya dan
istrinya.
2
b. Untuk mayat perempuan
Orang yang utama memandikan mayat perempuan adalah ibunya, neneknya,
keluarga terdekat dari pihak wanita serta suaminya.
c. Untuk mayat anak laki-laki dan anak perempuan
Untuk mayat anak laki-laki boleh perempuan yang memandikannya dan sebaliknya
untuk mayat anak perempuan boleh laki-laki yang memandikannya.
d. Jika seorang perempuan meninggal sedangkan yang masih hidup semuanya hanya
laki-laki dan dia tidak mempunyai suami, atau sebaliknya seorang laki-laki
meninggal sementara yang masih hidup hanya perempuan saja dan dia tidak
mempunyai istri, maka mayat tersebut tidak dimandikan tetapi cukup
ditayamumkan oleh salah seorang dari mereka dengan memakai lapis tangan.
[3] Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW, yakninya:
اذ ما تت ا لمر أ ة مع ا لر جا ل ليس معحم ا مر أ ة غير ها و ا لر جل مع النسا ء ليس معهن ر
)جل غيره فأ نهما ييممان و يد فنا ن و هما بمنز لة من لم يجد ا لما ء (رواه ه بو داود و ا لبيحقى
Artinya: “Jika seorang perempuan meninggal di tempat laki-laki dan tidak ada
perempuan lain atau laki-laki meninggal di tempat perempuan-perempuan dan
tidak ada laki-laki selainnya maka kedua mayat itu ditayamumkan, lalu
dikuburkan, karena kedudukannya sama seperti tidak mendapat air.”
(H.R Abu Daud dan Baihaqi)
2. Syarat bagi orang yang memandikan jenazah
a. Muslim, berakal, dan baligh
b. Berniat memandikan jenazah
c. Jujur dan sholeh
d. Terpercaya, amanah, mengetahui hukum memandikan mayat dan memandikannya
sebagaimana yang diajarkan sunnah serta mampu menutupi aib si mayat.
3
4. Tata cara memandikan jenazah
1) Kapas
5) Shampo
7) Kapur barus
10) Air
4
Dianjurkan menutup aurat si mayit ketika memandikannya. Dan melepas
pakaiannya, serta menutupinya dari pandangan orang banyak. Sebab si mayit
barangkali berada dalam kondisi yang tidak layak untuk dilihat. Sebaiknya papan
pemandian sedikit miring ke arah kedua
kakinya agar air dan apa-apa yang keluar
dari jasadnya mudah mengalir darinya.
1) Mewudhukan jenazah
5
shalat. Namun tidak perlu memasukkan air ke dalam hidung dan mulut si mayit,
tapi cukup dengan memasukkan jari yang telah dibungkus dengan kain yang
dibasahi di antara bibir si mayit lalu menggosok giginya dan kedua lubang
hidungnya sampai bersih.
6
Dianjurkan agar air yang dipakai untuk memandikan si mayit adalah air yang
sejuk, kecuali jika petugas yang memandikan membutuhkan air panas untuk
menghilangkan kotoran-kotoran yang masih melekat pada jasad si mayit.
Dibolehkan juga menggunakan sabun untuk menghilangkan kotoran. Namun
jangan mengerik atau menggosok tubuh si mayit dengan keras. Dibolehkan juga
membersihkan gigi si mayit dengan siwak atau sikat gigi. Dianjurkan juga menyisir
rambut si mayit, sebab rambutnya akan gugur dan berjatuhan.Setelah selesai dari
memandikan jenazah ini, petugas mengelapnya (menghandukinya) dengan kain
atau yang semisalnya. Kemudian memotong kumisnya dan kuku-kukunya jika
panjang, serta mencabuti bulu ketiaknya (apabila semua itu belum dilakukan
sebelum memandikannya) dan diletakkan semua yang dipotong itu bersamanya di
dalam kain kafan. Kemudian apabila jenazah tersebut adalah wanita, maka rambut
kepalanya dipilin (dipintal) menjadi tiga pilinan lalu diletakkan di belakang
(punggungnya).
a) Faedah
Apabila masih keluar kotoran (seperti: tinja, air seni atau darah) setelah
dibasuh sebanyak tujuh kali, hendaklah menutup kemaluannya (tempat
keluar kotoran itu) dengan kapas, kemudian mencuci kembali anggota
yang terkena najis itu, lalu si mayit diwudhukan kembali. Sedangkan jika
setelah dikafani masih keluar juga, tidaklah perlu diulangi
memandikannya, sebab hal itu akan sangat merepotkan.
7
Orang yang mati syahid di medan perang tidak perlu dimandikan, namun
hendaklah dimakamkan bersama pakaian yang melekat di tubuh mereka.
Demikian pula mereka tidak perlu dishalatkan.
Janin yang gugur, bila telah mencapai usia 4 bulan dalam kandungan,
jenazahnya hendaklah dimandikan, dishalatkan dan diberi nama baginya.
Adapun sebelum itu ia hanyalah sekerat daging yang boleh dikuburkan di
mana saja tanpa harus dimandikan dan dishalatkan.
C. Mengkafani Jenazah
Mengkafani jenazah adalah menutupi atau membungkus jenazah dengan sesuatu yang
dapat menutupi tubuhnya walau hanya sehelai kain. Hukum mengkafani jenazah muslim dan
bukan mati syahid adalah fardhu kifayah. Dalam sebuah hadist diriwayatkan sebagai berikut:
ا ت لمFFها جر نا سع ر سو ل ا هلل صلى ا هلل عليه و سلم كلتمس و جه ا هلل فو قع ا جرنا على هللا فمنا من م
ا ذا غطينا بها ر أ,يأ كل من ا جر ه شأ منهم مصعب ا بن عمير قتل يو م ا حد فلم نجد ما لكفنه ا ال بر د ة
لم ا نFFه و سFFلى ا هلل عليFFبي صFFا ا لنFFر نFF و ا ذا غطينا بها ر جليه حر ج ر أ سه فأ م,سه خر جت ر جال ه
)نغطي ر أ سه و ا ن نجعل على ر جليه من ا ال ذ خر (رواه ا لبخا ر ى
Artinya: “Kami hijrah bersama Rasulullah SAW dengan mengharapkan keridhaan Allah
SWT, maka tentulah akan kami terima pahalanya dari Allah, karena diantara kami ada yang
meninggal sebelum memperoleh hasil duniawi sedikit pun juga. Misalnya, Mash’ab bin
Umair dia tewas terbunuh diperang Uhud dan tidak ada buat kain kafannya kecuali selembar
8
kain burdah. Jika kepalanya ditutup, akan terbukalah kakinya dan jika kakinya tertutup,
maka tersembul kepalanya. Maka Nabi SAW
menyuruh kami untuk menutupi kepalanya dan
menaruh rumput izhir pada kedua
kakinya.” (H.R Bukhari)
Hal-hal yang disunnahkan dalam
mengkafani jenazah adalah:
1. Kain kafan yang digunakan hendaknya
kain kafan yang bagus, bersih dan menutupi seluruh tubuh mayat.
2. Kain kafan hendaknya berwarna putih.
3. Jumlah kain kafan untuk mayat laki-laki hendaknya 3 lapis, sedangkan bagi mayat
perempuan 5 lapis.
4. Sebelum kain kafan digunakan untuk
membungkus atau mengkafani jenazah,
kain kafan hendaknya diberi wangi-
wangian terlebih dahulu.
5. Tidak berlebih-lebihan dalam
mengkafani jenazah.
b. Mengkafani jenazah
Dibentangkan tiga lembar kain kafan, sebagiannya di atas sebagian yang lain.
Kemudian didatangkan jenazah yang sudah dimandikan lalu diletakkan di atas
lembaran-lembaran kain kafan itu dengan posisi telentang. Kemudian didatangkan
hanuth yaitu minyak wangi (parfum) dan kapas. Lalu kapas tersebut dibubuhi
parfum dan diletakkan di antara kedua pantat jenazah, serta dikencangkan dengan
9
secarik kain di atasnya (seperti
melilit popok bayi).
Selanjutnya lembaran pertama kain kafan dilipat dari sebelah kanan dahulu,
baru kemudian yang sebelah kiri sambil mengambil handuk/kain penutup auratnya.
Menyusul kemudian lembaran kedua dan ketiga, seperti halnya lembaran pertama.
Kemudian menambatkan tali-tali pengikatnya yang berjumlah tujuh utas tali. Lalu
gulunglah lebihan kain kafan pada ujung kepala dan kakinya agar tidak lepas
ikatannya dan dilipat ke atas wajahnya dan ke atas kakinya (ke arah atas).
Hendaklah ikatan tali tersebut dibuka saat dimakamkan. Dibolehkan mengikat kain
kafan tersebut dengan enam utas tali atau kurang dari itu, sebab maksud pengikatan
itu sendiri agar kain kafan tersebut tidak mudah lepas (terbuka).
D. Menshalatkan Jenazah
Menurut ijma ulama hukum penyelenggaraan shalat jenazah adalah fardhu kifayah. Hal
ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW, yang berbunyi:
)صلو ا على مو تا كم (رواه ابن ما جه
Artinya: “Shalatilah orang yang meninggal dunia diantara kamu”
Orang paling utana untuk melaksanakan shalat jenazah yaitu:
10
1. Orang yang diwasiatkan si mayat dengan syarat tidak fasik atau tidak ahli bid’ah.
2. Ulama atau pemimpin terkemuka ditempat itu.
3. Orang tua si mayat dan seterusnya ke atas.
4. Anak-anak si mayat dan seterusnya ke bawah.
5. Keluarga terdekat.
6. Kaum muslimim seluruhnya.
11
راهيم وFا للهم صل على محمد و على ا ل محمد كما صليت على ا بر ا هيم و على ا ل ا ب
با رك على محمد و على ا ل محمد كما با ر كت على ا بر ا هيم و على ا ل ا بر هيم فى ا
.لعا لمين ا نك حميد مجيد
Artinya: “Ya Allah berikanlah kesejahteraan kepada Muhammad dan
keluarganya, sebagaimana engkau telah memberikan kesejahteraan kepada
Ibrahim dan keluarganya. Berkatilah Muhammad dan keluarganya,
sebagaimana engkau telah memberkati Ibrahim dan keluarganya,
sesungguhnya Engkau Maha terpuji lagi bijaksana”
3) Takbir ketiga dan membaca do’a untuk si mayat
)اFFا للحم ا غفر له (ها) و ا ر حمه (ها) و عا فه(ها) و ا عف عنه (ها) و ا كر م نز له (ه
ا كم ينقى اFا يFووسع مد خله (ها) و ا غسله (ها) بما ء و ثلج و بر د و نقه (ها) من ا لخط
)(ها) و ا هال خيرا من ا هله (ها لثو ب من ا لد نس و ا بد له (ها) دا را خيرا من دا ر ه
.و ادخله (ها) ا لجنة و ا عنذ ه (ها) من عذا ب ا لقبر و عذا ب ا لنا ر
Artinya: “Ya Allah, ampunilah dia, kasihilah dia, maafkanlah dia dan
sentosakanlah dia, muliakan tempatnya, lapangkanlah kuburnya, sucikanlah
dia dengan air embun dan es, sucikanlah dia dari kesalahannya, sebagaimana
sucinya kain putih dari kotoran. Gantikanlah rumahnya dengan rumah yang
lebih baik daripada rumahnya, dan gantikan keluarganya dengan keluarga
yang lebih baik, masukkan ia kedalam syurga, dan jauhkan ia dari siksa kubur
dan siksa neraka.”
4) Takbir keempat lalu diam sejenak dan membaca do’a
)ا للحم ال تحر منا ا جر ه (ها) وال تفتنا بعد ه (ها) و ا غفر لنا و له (ها
Artinya: “ Ya Allah janganlah Engkau tahan untuk kami pahalanya dan
janganlah engkau tinggalkan fitnah untuk kami setelah kepergiannya”
E. Menguburkan Jenazah
12
ke pemakaman tanpa harus tergesa-gesa. Bagi para pengiring, boleh berjalan di depan
jenazah, di belakangnya, di samping kanan atau kirinya. Semua cara ada tuntunannya dalam
sunnah Nabi. Para pengiring tidak dibenarkan untuk duduk sebelum jenazah diletakkan, sebab
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam telah melarangnya.
13
wassalam).” ketika menurunkan jenazah ke lubang kubur. Demikianlah yang
dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam.
Disunnahkan membaringkan jenazah dengan bertumpu pada sisi kanan jasadnya
(dalam posisi miring) dan menghadap kiblat sambil dilepas tali-talinya selain tali
kepala dan kedua kaki.
Tidak perlu meletakkan bantalan dari tanah ataupun batu di bawah kepalanya, sebab
tidak ada dalil shahih yang menyebutkannya. Dan tidak perlu menyingkap wajahnya,
kecuali bila si mayit meninggal dunia saat mengenakan kain ihram sebagaimana yang
telah dijelaskan.
Setelah jenazah diletakkan di dalam rongga liang lahad dan tali-tali selain kepala dan
kaki dilepas, maka rongga liang lahad tersebut ditutup dengan batu bata atau papan
kayu/bambu dari atasnya (agak samping).
Lalu sela-sela batu bata-batu bata itu
ditutup dengan tanah liat agar
menghalangi sesuatu yang masuk
sekaligus untuk menguatkannya.
Disunnahkan bagi para pengiring
untuk menabur tiga genggaman tanah
ke dalam liang kubur setelah jenazah diletakkan di dalamnya. Demikianlah yang
dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam. Setelah itu ditumpahkan (diuruk)
tanah ke atas jenazah tersebut.
Hendaklah meninggikan makam kira-kira sejengkal sebagai tanda agar tidak dilanggar
kehormatannya, dibuat gundukan seperti punuk unta, demikianlah bentuk makam
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam (HR. Bukhari).
Kemudian ditaburi dengan batu kerikil sebagai tanda sebuah makam dan diperciki air,
berdasarkan tuntunan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam (dalam masalah ini
terdapat riwayat-riwayat mursal yang shahih, silakan lihat “Irwa’ul Ghalil” II/206).
Lalu diletakkan batu pada makam bagian kepalanya agar mudah dikenali.
Haram hukumnya menyemen dan membangun kuburan. Demikian pula menulisi batu
nisan. Dan diharamkan juga duduk di atas kuburan, menginjaknya serta bersandar
padanya. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam telah melarang dari hal
tersebut. (HR. Muslim)
14
Kemudian pengiring jenazah mendoakan keteguhan bagi si mayit (dalam menjawab
pertanyaan dua malaikat yang disebut dengan fitnah kubur). Karena ketika itu ruhnya
dikembalikan dan ia ditanya di dalam kuburnya. Maka disunnahkan agar setelah
selesai menguburkannya orang-orang itu berhenti sebentar untuk mendoakan kebaikan
bagi si mayit (dan doa ini tidak dilakukan secara berjamaah, tetapi sendiri-sendiri!).
Sesungguhnya mayit bisa mendapatkan manfaat dari doa mereka.
Berdasarkan uraian mengenai tata cara pengurusan jenazah dapat diambil beberapa
hikmah, antara lain:
1 Memperoleh pahala yang besar.
2 Menunjukkan rasa solidaritas yang tinggi diantara sesame muslim.
3 Membantu meringankan beban kelurga jenazah dan sebagai ungkapan belasungkawa
atas musibah yang dideritanya.
4 Mengingatkan dan menyadarkan manusia bahwa setiap manusia akan mati dan
masing-masing supaya mempersiapkan bekal untuk hidup setelah mati.
5 Sebagai bukti bahwa manusia adalah makhluk yang paling mulia, sehingga apabila
salah seorang manusia meninggal dihormati dan diurus dengan sebaik-baiknya
menurut aturan Allah SWT dan RasulNya.
15
16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sepanjang uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwasanya manusia sebagi makhluk
yang mulia di sisi Allah SWT dan untuk menghormati kemuliannya itu perlu mendapat
perhatian khusus dalam hal penyelenggaraan jenazahnya. Dimana, penyelengaraan jenazah
seorang muslim itu hukumnya adalah fardhu kifayah. Artinya, kewajiban ini dibebankan
kepada seluruh mukallaf di tempat itu, tetapi jika telah dilakukan oleh sebagian orang maka
gugurlah kewajiban seluruh mukallaf.
Adapun 4 perkara yang menjadi kewajiban itu ialah:
1. Memandikan
2. Mengkafani
3. Menshalatkan
4. Menguburkan
Adapun hikmah yang dapat diambil dari tata cara pengurusan jenazah, antara lain:
1. Memperoleh pahala yang besar.
2. Menunjukkan rasa solidaritas yang tinggi diantara sesame muslim.
3. Membantu meringankan beban kelurga jenazah dan sebagai ungkapan belasungkawa
atas musibah yang dideritanya.
4. Mengingatkan dan menyadarkan manusia bahwa setiap manusia akan mati dan
masing-masing supaya mempersiapkan bekal untuk hidup setelah mati.
5. Sebagai bukti bahwa manusia adalah makhluk yang paling mulia, sehingga apabila
salah seorang manusia meninggal dihormati dan diurus dengan sebaik-baiknya
menurut aturan Allah SWT dan RasulNya.
17
B. Saran
Dengan adanya pembahasan tentang tata cara pengurusan jenazah ini, pemakalah
berharap kepada kita semua agar selalu ingat akan kematian dan mempersiapkan diri untuk
menyambut kematian itu. Selain itu, pemakalah juga berharap agar pembahasan ini dapat
menambah wawasan dan pengetahuan kita semua serta dapat mengajarkannya dengan baik
ketika telah menjadi seorang guru di masa yang akan datang.
18
DAFTAR PUSTAKA
http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=5070080328265217955#_ftn2
Abdul Karim. 2004. Petunjuk Merawat Jenazah Dan Shalat Jenazah.Jakarta: Amzah
Abd. Ghoni Asyukur. 1989. Shalat Dan Merawat Jenazah. Bandung: Sayyidah
M. Rizal Qasim. 2000. Pengamalan Fikih I. Jakarta: Tiga Serangkai
19