Anda di halaman 1dari 40

KEPERAWATAN KOMUNITAS

“Keperawatan Transkultural”

Dosen Pengampu :
Dr. Rika Sabri, S.Kp.,M.Kes.,Sp.Kep.Kom

Oleh
Kelompok 3 :

Miftahul Jannah (2011316024)


Zita Inka Putri Mahira (2011316025)
Laras Hayuning Astuti (2011316026)
Septria Rossa (2011316027)
Putri Prihandini (2011316028)
Lili Resta Septiana (2011316029)
Aulia Tri Ananda (2011316030)
Al Hanifah Armes (2011316031)
Oktaghina J. (2011316032)
Raisatul Mahmudah (2011316032)
Teguh Wiradharma (2011316032)
Dera Rahmi Gusti (2011316032)

S1 KEPERAWATAN PROGRAM B
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Karena atas berkat rahmat dan
kasih - Nya, sehingga akhirnya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Harga Diri Rendah” dengan baik dan tepat waktu. Penulis mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari banyak kekurangan dan hal-hal yang perlu ditambahkan
pada tugas makalah ini. Kesempurnaan hanya milik Tuhan Yang Maha Esa, oleh
karena itu kritik dan saran sangat diharapkan dari para pembaca. Akhirnya penulis
mengucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak yang telah membantu
penyusunan makalah ini dan besar harapan penulis, semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat dan menambah pengetahuan bagi pembaca.

02 Maret 2021

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN ................................................................................................ i


KATA PENGANTAR .............................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1
1.2 Tujuan Penulisan ................................................................................................. 1
1.3 Manfaat Penulisan ............................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN TEORITIS
2.1 Konsep Keperawatan Lintas Budaya ................................................................... 2
2.1.1 Definisi Budaya ......................................................................................... 2
2.1.2 Konsep transkultural nursing .................................................................... 3
2.1.3 Paradigma keperawatan transcultural ....................................................... 6
2.1.4 Implikasi Transkultural dalam Praktek Keperawatan ............................... 8
2.2 Kompetensi Budaya di Tenaga Kesehatan ......................................................... 11
2.2.1 Definisi Kompetensi Budaya .................................................................... 11
2.2.2 Komponen Utama Kompetensi Budaya di Tenaga Kesehatan ................. 12
2.2.3 Factor yang Mempengaruhi Kompetensi Budaya Dalam Keperawatan ... 13
2.2.4 Hambatan-hambatan dalam Kompetensi Budaya ..................................... 15
2.2.5 Hal Yang Dilakukan Perawat Dalam Mengatasi Permasalahan Budaya .. 16
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan .......................................................................................................... 17
3.2 Saran .................................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di Indonesia banyak sekali kita temui budaya dan adat istiadat yang dianut
oleh masyarakat sehingga cara berfikir masyarakat satu dengan lainnya berbeda-
beda .Dengan nilai yang mereka anut sudah menjadi suatu kebiasaan dan terkadang
sulit untuk dirubah. Mereka sering kali memecahkan masalah terutama untuk
kesehatan dengan hal-hal yang kadang tidak rasional , bersifat mistis dan sangat
bertolak jauh dengan ilmu medis.
Kepercayaan ini didapat sejak dari nenek moyang dan sudah diturunkan
kepada generasi berikutnya sehingga sangat sulit untuk mengubah persepsi dan
kepercayaan mereka .yang kita lihat mereka masih nyaman dan masih tetap dengan
cara yang mereka lakukan , mereka berfikir hal tersebut yang paling ampuh untuk
menyembuhkan penyakit walaupun pada kenyataannya sangat bertolak belakang
dengan ilmu medis. Ada sebagian orang yang masih mengganggap ilmu medis itu
merepotkan dan memerlukan biaya yang sangat mahal ,mereka lebih senang
memanfaatkan ilmu dukun yang mereka percayai dapat menyebuhkan penyakit.

1.2 Tujuan Penulisan


a. Untuk mengetahui definisi dari budaya
b. Untuk mengetahui definisi dari transkultural nursing
c. Untuk mengetahui paradigma transkltural keperawatan
d. Untuk mengetahui implikasi transkultural dalam praktek keperawatan
e. Untuk mengetahui kompetensi budaya di tenaga kesehatan

1.3 Manfaat Penulisan


Diharapkan dengan adanya makalah ini dapat menjadi referensi serta sarana
dalam menambah wawasan dan pengetahuan mengenai beberapa hal yang
berkenaan dengan aplikasi keperawatan transkultural dalam berbagai masalah
kesehatan pasien.

1
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Keperawatan Lintas Budaya


2.1.1 Definisi Budaya
Budaya adalah norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok yang
dipelajari, dan dibagi serta memberi petunjuk dalam berfikir, bertindak dan
mengambil keputusan. Budaya adalah sesuatu yang kompleks yang mengandung
pengetahuan,keyakinan, seni, moral, hukum, kebiasaan, dan kecakapan lain yang
merupakan kebiasaan manusia sebagai anggota kemunitas setempat. Kebudayaan
adalah keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakan dengan
belajar, beserta keselurahan hasil budi dan karyanya dan sebuah rencana untuk
melakukan kegiatan tertentu.
Menurut konsep budaya Leininger, karakteristik budaya dapat digambarkan
sebagai berikut :
a. Budaya adalah pengalaman yang bersifat universal sehingga tidak ada dua budaya
yang sama persis
b. Budaya yang bersifat stabil, tetapi juga dinamis karena budaya tersebut
diturunkan kepada generasi berikutnya sehingga mengalami perubahan,
c. Budaya diisi dan ditentukan oleh kehidupan manusianya sendiri tanpa disadari

Nilai budaya adalah keinginan individu atau tindakan yang lebih diinginkan atau
sesuatu tindakan yang dipertahankan pada suatu waktu tertentu dan melandasi
tindakan dan keputusan. Perbedaan budaya dalam asuhan keperawatan merupakan
bentuk yang optimal daei pemberian asuhan keperawatan, mengacu pada
kemungkinan variasi pendekatan keperawatan yang dibutuhkan untuk memberikan
asuhan budaya yang menghargai nilai budaya individu, kepercayaan dan tindakan
termasuk kepekaan terhadap lingkungan dari individu yang datang dan individu yang
mungkin kembali lagi.
Etnosentris adalah persepsi yang dimiliki oleh individu yang menganggap bahwa
budayanya adalah yang terbaik diantara budaya-budaya yang dimiliki oleh orang lain.
Etnis berkaitan dengan manusia dari ras tertentu atau kelompok budaya yang
digolongkan menurut ciri-ciri dan kebiasaan yang lazim. Etnik adalah seperangkat

2
kondisi spesifik yang dimiliki oleh kelompok tertentu (kelompok etnik). Sekelompok
etnik adalah sekumpulan individu yang mempunyai budaya dan sosial yang unik
serta menurunkannya ke generasi berikutnya.
Ras adalah perbedaan macam-macam manusia didasarkan pada mendiskreditkan
asal muasal manusia Ras merupakan sistem pengklasifikasian manusia berdasarkan
karakteristik fisik pigmentasi, bentuk tubuh, bentuk wajah, bulu pada tubuh dan
bentuk kepala. Ada tiga jenis ras yang umumnya dikenal, yaitu Kaukasoid, Negroid,
Mongoloid.
Budaya adalah keyakinan dan perilaku yang diturunkan atau diajarkan manusia
kepada generasi berikutnya. Etnografi adalah ilmu yang mempelajari budaya.
Pendekatan metodologi pada penelitian etnografi memungkinkan perawat untuk
mengembangkan kesadaran yang tinggi pada perbedaan budaya setiap individu,
menjelaskan dasar observasi untuk mempelajari lingkungan dan orang-orang, dan
saling memberikan timbal balik diantara keduanya.
Care adalah fenomena yang berhubungan dengan bimbingan, bantuan, dukungan
perilaku pada individu, keluarga, kelompok dengan adanya kejadian untuk memenuhi
kebutuhan baik aktual maupun potensial untuk meningkatkan kondisi dan kualitas
kehidupan manusia.
Caring adalah tindakan langsung yang diarahkan untuk membimbing, mendukung
dan mengarahkan individu, keluarga atau kelompok pada keadaan yang nyata atau
antisipasi kebutuhan untuk meningkatkan kondisi kehidupan manusia.
Cultural Care berkenaan dengan kemampuan kognitif untuk mengetahui nilai,
kepercayaan dan pola ekspresi yang digunakan untuk mebimbing, mendukung atau
memberi kesempatan individu, keluarga atau kelompok untuk mempertahankan
kesehatan, sehat, berkembang dan bertahan hidup, hidup dalam keterbatasan dan
mencapai kematian dengan damai.
Culturtal imposition berkenaan dengan kecenderungan tenaga kesehatan untuk
memaksakan kepercayaan, praktik dan nilai diatas budaya orang lain karena percaya
bahwa ide yang dimiliki oleh perawat lebih tinggi daripada kelompok lain.

2.1.2 Konsep transkultural nursing


Keperawatan transkultural adalah suatu pelayanan keperawatan yang berfokus
pada analisis dan studi perbandingan tentang perbedaan budaya. Keperawatan
transkultural adalah ilmu dan kiat yang humanis ,yang difokuskan pada perilaku

3
individu atau kelompok ,serta proses untuk mempertahankan atau meningkatkan
perilaku sehat atau perilaku sakit secara fisik dan psikokultural sesuai latar belakang
budaya. Pelayanan keperawatan traskultural diberikan kepada klien sesuai dengan
latar belakang budayanya. Berikut adalam model teori matahari terbit menurut
leninger :
a. Faktor teknologi (tecnological factors)
Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau mendapat
penawaran menyelesaikan masalah dalam pelayanan kesehatan. Perawat perlu
mengkaji : persepsi sehat sakit, kebiasaan berobat atau mengatasi masalah
kesehatan, alasan mencari bantuan kesehatan, alasan klien memilih pengobatan
alternatif dan persepsi klien tentang penggunaan dan pemanfaatan teknologi
untuk mengatasi permasalahan kesehatan saat ini.
b. Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical factors)
Agama adalah suatu simbol yang mengakibatkan pandangan yang amat realistis
bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang sangat kuat untuk
menempatkan kebenaran di atas segalanya, bahkan di atas kehidupannya sendiri.
Faktor agama yang harus dikaji oleh perawat adalah : agama yang dianut, status
pernikahan, cara pandang klien terhadap penyebab penyakit, cara pengobatan dan
kebiasaan agama yang berdampak positif terhadap kesehatan.
c. Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kinship and social factors)
Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor : nama lengkap, nama
panggilan, umur dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe keluarga,
pengambilan keputusan dalam keluarga, dan hubungan klien dengan kepala
keluarga.
d. Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways)
Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh penganut
budaya yang dianggap baik atau buruk. Norma-norma budaya adalah suatu
kaidah yang mempunyai sifat penerapan terbatas pada penganut budaya terkait.
Yang perlu dikaji pada faktor ini adalah: posisi dan jabatan yang dipegang oleh
kepala keluarga, bahasa yang digunakan, kebiasaan makan, makanan yang
dipantang dalam kondisi sakit, persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-
hari dan kebiasaan membersihkan diri.

4
e. Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors)
Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala sesuatu yang
mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan keperawatan lintas budaya
(Andrew and Boyle, 1995). Yang perlu dikaji pada tahap ini adalah : peraturan
dan kebijakan yang berkaitan dengan jam berkunjung, jumlah anggota keluarga
yang boleh menunggu, cara pembayaran untuk klien yang dirawat
f. Faktor ekonomi (economical factors)
Klien yang dirawat di rumah sakit memanfaatkan sumber-sumber material yang
dimiliki untuk membiayai sakitnya agar segera sembuh. Faktor ekonomi yang
harus dikaji oleh perawat diantaranya : pekerjaan klien, sumber biaya
pengobatan, tabungan yang dimiliki oleh keluarga, biaya dari sumber lain
misalnya asuransi, penggantian biaya dari kantor atau patungan antar anggota
keluarga.
g. Faktor pendidikan (educational factors)
Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam menempuh jalur
pendidikan formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi pendidikan klien maka
keyakinan klien biasanya didukung oleh buktibukti ilmiah yang rasional dan
individu tersebut dapat belajar beradaptasi terhadap budaya yang sesuai dengan
kondisi kesehatannya. Hal yang perlu dikaji pada tahap ini adalah : tingkat
pendidikan klien, jenis pendidikan serta kemampuannya untuk belajar secara aktif
mandiri tentang pengalaman sakitnya sehingga tidak terulang kembali.

Tujuan penggunaan keperawatan transkultural adalah untuk mengembangkan


sains pohon keilmuan yang humanis sehingga tercipta praktik keperawatan pada
kultur yang spesifik dan universal. Kultur yang spesifik adalah kultur dengan nilai-
nilai dan norma spesifik yang tidak dimiliki oleh kelompok lain.kultur yang
universal adalah nilai-nilai dan norma-norma yang diyakini dan dilakukan oleh
hamper semua kultur.
Peran perawat pada transcultural nursing theory adalah sebagai jembatan antara
sistem perawatan yang dilakukan masyarakat awam dengan perawatan profesional
melalui asuhan keperawatan .oleh karena itu perawat harus mampu membuat
keputusan dan rencana tindakan yang akan diberikan kepada masyarakat.

5
Dalam tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien harus memperhatikan
tiga strategi transkultural dalam asuhan keperawatan yaitu :
a. Culture care preservation / maintenace
yaitu prinsip membantu memfasilitasi atau memperhatikan fenomena budaya
untuk membantu individu menentukan tingkat kesehatan dan gaya hidup yang
diinginkan.
b. Culture care accommodation/negotiation
yaitu prinsip membantu memfasilitasi atau memperhatikan fenomena
budaya,yang merefleksikan cara beradaptasi bernegoisasi atau
mempertimbangkan kondisi kesehatan dan gaya hidup individu atau klien
c. Culture care reparrtening/restructuring
yaitu prinsip merekonstruksi atau mengubah desain untuk membantu
memperbaiki kondisi kesehatan dan pola hidup klien menjadi lebih baik.

Hasil akhir yang diperoleh melalui pendekatan keperawatan transkultural pada


asuhan keperawatan adalah tercapainya culture congruent nursing care health and
well being yaitu asuhan keperawatan yang kompeten berdasarkan budaya dan
pengetahuan kesehatan yang sensitif, kreatif, serta cara-cara yang bermakna untuk
mencapai tingkat kesehatan dan kesejahteraan bagi masyarakat.

2.1.3 Paradigma keperawatan transkultural


Paradigm keperawatan transkultural adalah cara pandang, persepsi, keyakinan,
nilai-nilai dan konsep-konsep dalam pelaksanaan asuhan keperawatan yang sesuai
dengan latar belakang budaya terhadap konsep sentral, yaitu manusia, keperawatan,
kesehatan dan lingkungan.
a. Manusia
Manusia adalah individu atau kelompok yang memiliki nilai-nolai dan norma-
norma yang diyakini berguna untuk menetapkan pilihan dan melakukan tindakan
(Andrew & boyle, 1995).Menurut leininger, manusia mempunyai kecenderungan
untuk mempertahankan budayanya setiap saat dan dimana saja dia berada. Klien
yang dirawat di rumah sakit harus belajar budaya baru ,yaitu budaya rumah
sakit ,selain membawa budayanya sendiri.Klien secara aktif memilih budaya dari
lingkungan ,termasuk dari perawat dan semua pengunjung di rumah sakit.klien

6
yang sedang dirawat belajar agar cepat pulih dan segera pulang ke rumah untuk
memulai aktivitas hidup yang lebih sehat.

b. Kesehatan
Kesehatan adalah keseluruhan aktivitas yang dimiliki klien dalm mengisi
kehidupanya ,yang terletak pada rentang sehat sakit (Leininger , 2002 ).
Kesehatan merupakan suatu keyakinan ,nilai ,pola kegiatan yang dalam konteks
budaya digunakan untuk menjaga dan memelihara keadaan seimbang/sehat ,yang
dapat diamati dalam aktivitas sehari-hari ( Andrew & Boyle ,1995 ). Kesehatan
menjadi focus dalam interaksi antara perawat dank lien.
Menurut Depkes, sehat adalah keadaan yang memungkinkan seorang
produktif.Klien yang sehat adalah yang sejahtera dan seimbang secara berlanjut
dan produktif. Produktif bermakna dapat menumbuhkan dan mengembangkan
kualitas hidup secara optimal.Klien memiliki kesempatan yang lebih luas untuk
memfungsikan diri sebaik mungkin di tempat ia berada.
Klien dan perawat mempunyai tujuan yang sama ,yaitu ingin mempertahankan
keadaan sehat dalam rentang sehat-sakit yang adaptif (Leininger , 2002 ). Asuhan
keperawatan yang diberikan bertujuan untuk meningkatkan kemampuan klien
memilih secara aktif budaya yang sesuai dengan status kesehatannya. Untuk
memilih secara aktif budaya yang sesuai dengan status kesehatannya, klien harus
mempelajari lingkunganya.Sehat yang akan dicapai adalah kesehatan yang
holistic dan humanistic karena melibatkan peran serta klien yang lebih dominan.

c. Lingkungan
Lingkungan adalah keseluruhan fenomena yang mempengaruhi
perkembangan ,keyakina,dan perilaku klien.Lingkungan dipandang sebagai suatu
totalitas kehiduapan klien dan budayanya.Ada tiga bentuk lingkungan yaitu
lingkungan fisik ,sosial, dan simbolik (Andrew & Boyle ,1995 ). Ketiga bentuk
lingkungan tersebut berinteraksi dengan diri manusia membentuk budaya
tertentu.
Lingkungan fisik adalah lingkungan alam atau lingkungan yang diciptakan
oleh manusia , seperti daerah khatulistiwa, pegunungan , pemukiman padat , dan
iklim tropis ( Andrew & boyle, 1995 ). Lingkungan fisik dapat membentuk
budaya tertentu, misalnya bentuk rumah di daerah panas yang mempunyai

7
banyak lubang , berbeda dengan bentuk rumah orang Eskimo yang hampir
tertutup rapat ( Andrew & Boyle ,1995 ).Daerah pedesaan atau perkotaan dapat
menimbulkan pola penyakit tertentu, seperti infeksi saluran pernafasan akut pada
balita di Indonesia lebih tinggi di daerah perkotaan. Respon klien terhadap
lingkungan baru, misalnya rumah sakit dipengaruhi oleh nilai-nilai dan norma-
norma yang diyakini klien.
Semua faktor tersebut berbeda pada setiap negara atau area, sesuai dengan
kondisi masing-masing daerah, dan akan mempengaruhi pola/cara praktik
keperawatan. Semua langkah perawatan tersebut ditujukan untuk pemeliharaan
kesehatan holistik, penyembuhan penyakit,dan persiapan kematian.oleh karena
itu harus dikaji perawat sebelum memberikan asuhan keperawatan kepada pasien
sebab masing-masing faktor mempengaruhi terhadap ekspresi,pola,praktik
keperawatan.Dengan demikian faktor tersebut besar kontribusinya terhadap
pencapaian kesehatan secara holistik.Dari faktor tersebut masuk kedalam level
pertama yaitu tahap pengkajian.

d. Keperawatan
Keperawatan adalah ilmu dan kiat yang diberikan kepada klien dengan
landasan budaya. Pelayanan kesehatan didasarkan pada kiat keperawatan
berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif, ditujukan
kepada individu, keluarga, dan masyarakat, baik sehat maupun sakit. Negoisasi
budaya adalah intervensi dan implementasi keperawatan untuk membantu klien
beraaptasi terhadap budaya yang lebih menguntungkan kesehatanya. Asuhan
keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktik
keperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan latar belakang
budayanya. Asuhan keperawatan ditujukan memandirikan individu sesuai dengan
budaya klien.

2.1.4 Implikasi Transkultural dalam Praktek Keperawatan


Model konseptual yang dikembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan asuhan
keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk matahari terbit
(Sunrise Model). Proses keperawatan ini digunakan oleh perawat sebagai landasan
berfikir dan memberikan solusi terhadap masalah klien (Andrew and Boyle, 1995).

8
Pengelolaan asuhan keperawatan dilaksanakan dari mulai tahap pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
a. Pengkajian
Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi masalah
kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien. Pengkajian dirancang
berdasarkan 7 komponen yang ada pada "Sunrise Model". Ada tujuh komponen
dimensi budaya dan struktur sosial yang saling berinteraksi,yaitu :
1) Pemanfaatan teknologi kesehatan
2) Agama dan filosofi
3) Keluarga dan social
4) Nilai budaya dan gaya hidup
5) Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku
6) Status ekonomi
7) Latar belakang pendidikan klien

b. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang
budayanya yang dapat dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi
keperawatan. Terdapat tiga diagnose keperawatan yang sering ditegakkan dalam
asuhan keperawatan transkultural yaitu :
1) gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kultur,
2) gangguan interaksi sosial berhubungan disorientasi sosiokultural dan
3) ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang
diyakini.

c. Perencanaan dan Pelaksanaan


Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan trnaskultural adalah suatu
proses keperawatan yang tidak dapat dipisahkan. Perencanaan adalah suatu
proses memilih strategi yang tepat dan pelaksanaan adalah melaksanakan
tindakan yang sesuai denganlatar belakang budaya klien. Ada tiga pedoman yang
ditawarkan dalam keperawatan transkultural (Andrew and Boyle, 1995) yaitu :
1) Cultural care preservation/maintenance
a) Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat
b) Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan klien

9
c) Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat

2) Cultural careaccomodation/negotiation
a) Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien
b) Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan
c) Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimana
kesepakatan berdasarkan pengetahuan biomedis, pandangan klien dan
standar etik.

3) Cultual care repartening/reconstruction


a) Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang diberikan
dan melaksanakannya
b) Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya kelompok
c) Gunakan pihak ketiga bila perlu
d) Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan yang
di pahami oleh klien dan orang tua.
e) Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan kesehatan
f) Perawat dan klien harus mencoba untuk memahami budaya masing-
masing melalui proses akulturasi, yaitu proses mengidentifikasi
persamaan dan perbedaan budaya yang akhirnya akan memperkaya
budaya budaya mereka.
g) Bila perawat tidak memahami budaya klien maka akan timbul rasa
tidakpercaya sehingga hubungan terapeutik antara perawat dengan klien
akanterganggu. Pemahaman budaya klien amat mendasari efektifitas
keberhasilanmenciptakan hubungan perawat dan klien yang bersifat
terapeutik.

d. Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan dilakukan terhadap keberhasilan klien tentang
mempertahankan budaya yang sesuai dengan kesehatan, mengurangi budaya
klien yang tidak sesuai dengan kesehatan atau beradaptasi dengan budaya baru
yang mungkin sangat bertentangan dengan budaya yang dimiliki klien. Melalui
evaluasi bisa diketahui latar belakang budaya pasien.

10
2.3 Kompetensi Budaya di Tenaga Kesehatan
2.3.1 Definisi Kompetensi Budaya
Cultural competence merupakan pengembangkan kesadaran akan eksistensi,
sensasi, pikiran, dan lingkungan diri seseorang tanpa terpengaruh oleh hal –hal yang
tidak semestinya pada seseorang dari latar belakang yang berbeda. Cultural
Competence perawat menunjukkan pengetahuan dan pemahaman tentang budaya
pasien; menerima dan menghormati perbedaan budaya; menyesuaikan perawatan
agar selaras dengan budaya pasien (Flower, 2017).
Giger dan Davidhizar dalam Karabudak, Aslan & Basbakkal, (2013)
mengungkapkan bahwa cultural competence perawat merupakan perawat yang
memiliki pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan tentang kelompok budaya
yang beragam yang memungkinkan penyedia layanan kesehatan memberikan
perawatan budaya yang dapat diterima.
Cultural competence adalah proses yang berkelanjutan yang melibatkan tidak hanya
perawat yang memperoleh pengetahuan dan keterampilan untuk bekerja dengan
pasien dan keluarga yang beragam secara budaya, tetapi kemampuan untuk
memberikan perawatan dalam konteks budaya pasien dan keluarga (Campinha-
Bacote 2007).
Cultural competence memiliki sejarah panjang dalam keperawatan. Leininger
sebagai seorang pelopor keperawatan di bidang keperawatan transkultural,
mendefinisikan perawatan yang kongruen secara budaya adalah tindakan atau
keputusan yang berdasarkan kognitif, suportif, fasilitatif atau dukung yang
disesuaikan dengan nilai-nilai budaya, kepercayaan, dan budaya individu, kelompok
atau institusional untuk memberikan atau mendukung layanan kesehatan atau layanan
kesejahteraan yang bermakna, bermanfaat dan memuaskan (Leininger 1991, dalam
Hart & Mareno,2017).
Cultural competence merupakan aplikasi dari trankultural nursing yang
dikemukakan oleh Leininger tahun 1950. Transkultural keperawatan sekarang
dianggap sebagai area keperawatan yang penting baik untuk penelitian dan praktik.
Teori ini terpengaruh dari ilmu antropologi dan psikologi kemudian para ahli teori ini
mulai menentukan dasar teoritis keperawatan transkultural untuk mendefinisikan

11
budaya pada asuhan keperawatan, lingkungan keperawatan, intervensi keperawatan,
dan peran perawat (Im & Lee, 2018)

2.3.2 Komponen Utama Kompetensi Budaya di Tenaga Kesehatan


Menurut Schime at. al, (2007) konstruksi dasar yang merupakan bagian utama dari
Cultural competence di tingkat penyedia layanan kesehatan :
a. Kesadaran budaya
Kesadaran budaya merupakan komponen kopetensi budaya dimana melibatkan
pemeriksaan diri dan eksplorasi mendalam tentang latar belakang budaya dan
profesional seseorang. kesadaran budaya harus dimulai dengan wawasan tentang
keyakinan dan nilai kesehatan budaya seseorang. Catalano (2003) dalam Flower
(2018) menyatakan bahwa “hanya belajar tentang budaya orang lain tidak
menjamin perawat akan memiliki kesadaran budaya, perawat pertama-tama harus
memahami latar belakang budaya mereka sendiri dan mengeksplorasi asal usul
prasangka mereka sendiri dan pandangan bias orang lain”.

b. Pengetahuan budaya
Pengetahuan budaya, melibatkan proses pencarian dan memperoleh basis
informasi pada kelompok budaya dan etnis yang berbeda. Perawat dapat
mengembangkan dan memperluas basis pengetahuan budaya mereka dengan
mengakses informasi yang ditawarkan melalui berbagai sumber, termasuk artikel
jurnal, buku teks, seminar, presentasi lokakarya, sumber daya Internet, dan
program universitas.

c. Keterampilan budaya
Keterampilan budaya, melibatkan kemampuan perawat untuk mengumpulkan
data budaya yang relevan terkait dengan masalah yang ada pada pasien secara
akurat dan melakukan pengkajian fisik yang spesifik secara budaya.

d. Pertemuan budaya
Pertemuan budaya merupakan proses yang mendorong perawat untuk secara
langsung terlibat dalam interaksi lintas budaya dengan pasien dari latar belakang
budaya yang beragam. Langsung berinteraksi dengan pasien dari latar belakang
budaya yang berbeda membantu perawat meningkatkan cultural competence

12
mereka. Pengembangan cultural competence adalah proses berkelanjutan yang
terus menerus sepanjang karier perawat dan terus berkembang tanpa ada batas
akhir.
e. Keinginan budaya
Keinginan budaya merupakan komponen yang mengacu pada motivasi untuk
menjadi sadar budaya dan untuk mencari pertemuan budaya. Kemelekatan dalam
keinginan budaya adalah kesediaan untuk bersikap terbuka kepada orang lain,
menerima dan menghormati perbedaan budaya, dan mau belajar dari orang lain

2.3.3 Factor-Faktor Yang Mempengaruhi Kompetensi Budaya Dalam Keperawatan


Kesalahan umum yang harus dihindari agar perawat memiliki cultural
competence adalah dengan tidak sengaja membuat stereotip pada pasien dengan
budaya tertentu atau kelompok etnis berdasarkan karakteristik seperti penampilan
luar, ras, negara asal, atau preferensi keagamaan yang dinanut pasien. Stereotip
didefinisikan sebagai konsepsi, opini, atau keyakinan yang terlalu disederhanakan
tentang beberapa aspek individu atau sekelompok orang.
Menurut Purnell (2002) dalam Schime at. al, (2007) mendeskripsikan 12
domain budaya yang mempengaruhi keperawatan diantaranya :
a. Warisan
b. Komunikasi
c. peran dan organisasi keluarga
d. masalah tenaga kerja
e. ekologi biokultural
f. perilaku berisiko tinggi
g. nutrisi
h. kehamilan dan praktik melahirkan
i. ritual kematian
j. spiritualitas
k. praktik perawatan kesehatan
l. peran praktisi kesehatan

Domain tersebut terbangun diantara paradigma masyarakat global, komunitas,


keluarga dan personal, yang memiliki budaya yeng berbeda, akan tetapi budaya harus
dipandang sama karena tidak ada budaya yang lebih baik dari budaya yang lain.

13
Perawat berhak mendapat informasi yang sama terkait keragaman budaya agar dapat
meningkatkan cultural competence.

Model lain dari cultural competence menurut Giger dan Davidhizar dalam
Karabudak, Aslan & Basbakkal, (2013) adalah mode yang memberikan metode
sistematis untuk menilai orang yang beragam secara budaya dan etnis. Unsur-unsur
model ini adalah komunikasi, ruang, organisasi sosial, waktu, control lingkungan,
dan variasi biologis. Model ini dapat digunakan dalam melakukan asuhan
keperawatan peka budaya, dimana model ini disederhanakan dari model-model
asuhan peka budaya sebelumnya. Perawat penting memiliki pemahaman budaya,
sikap dan prilaku yang beragam baik dari klien atau petugas kesehatan lainnya untuk
meningkatkan pelaksanaan cultural competence (Karabudak, Aslan & Basbakkal,
2013).
Perawat kritis harus mengembangkan cultural competence agar efektif untuk
menjaga kestabilan hubungan perawat kritis dengan pasien, dan dapat menilai,
mengembangkan, dan menerapkan intervensi keperawatan yang dirancang untuk
memenuhi kebutuhan pasien, selain itu perawat perawatan kritis harus dapat
mensiasati keputusan yang dibuat oleh pasien atau keluarga pasien yang mungkin
mencerminkan perspektif budaya yang bertentangan dengan praktik kesehatan
(Flower, 2004). Pada perkembangan masyarakat saat ini, perawatan kritis harus
kompeten secara budaya, dapat memahamani tentang latar belakang budaya yang
beragam, mengembangkan kompetensi budaya, menyajikan model untuk
pengembangan kompetensi budaya, dan menggambarkan atau menampilkan perawat
yang terampil dalamcultural competence.
Setiap perawat kritis harus berperan aktif dalam memperoleh basis informasi
untuk mengembangkan cultural competence. Kemampuan untuk memberikan asuhan
keperawatan yang efektif dalam interaksi dan pengembangan keputusan yang tepat
untuk pasien -pasien dari beragam budaya, ras, dan latar belakang etnis (Flower,
2004). Lima rekomendasi utama untuk meningkatkan cultural competence perawat
kritis yakni :
a. melibatkan keluarga selama proses perawatan
b. menggunakan juru bahasa untuk interpretasi yang akurat penyakit dan rasa sakit
c. mempertahankan tim yang beragam secara budaya sehingga mampu menjelaskan
prosedur

14
d. diagnosis pada pasien
e. mengakui keragaman budaya

2.3.4 Hambatan-hambatan dalam Kompetensi Budaya


Davis dan Smith (2013) mengidentifikasi tiga tantangan utama dalam penyediaan
perawatan yang kompeten secara budaya
a. Hambatan bahasa
Hambatan dalam komunikasi dan merupakan berasal dari budaya klien adalah
bahasa. Bahasa yang dimiliki di suatu wilayah bisa sangat berbeda satu dengan
yang lain selain dari pemahaman yang sulit dalam penerjemahan, bahasa yang
sama dengan berbeda makna akan menimbulkan salah faham, pada penelitian di
Amerika, rumah sakit yang menerima pasien imigran dari Meksiko dengan
perbedaan bahasa banyak menimbulkan konflik terutama para imigran yang tidak
dapat mengikuti aturan rumah sakit karena tidak menemukan perawat dengan
bahasa yang mereka fahami dan para keluarga yang cemas ketika di rawat oleh
perawat yang berbeda bahasa (Hendson et. al, 2015).
Perawat mengatakan bahwa kemampuan berbicara bahasa yang sama dengan
pasien memungkinkan hubungan yang lebih besar dengan pasien dan
keluarga.Dalam penelitian sebelumnya, perawat telah melaporkan bahwa
kemampuan untuk berbicara dalam banyak bahasa meningkatkan perawatan yang
kompeten secara budaya (El-Amouri & O'Neill 2011; Starr & Wallace 2009).
Beberapa perawat dalam penelitian ini berkomentar bahwa kursus bahasa perlu
menjadi prioritas yang lebih tinggi dalam program gelar keperawatan. Davis dan
Smith (2013) mengemukakan bahwa pengawas individu yang memberikan
perawatan langsung kepada pasien dan keluarga dengan beragam budaya
mempertimbangkan kursus bahasa yang berfokus pada pembelajaran bahasa
profesional dan sehari-hari sebagai prioritas.

b. Perbedaan generasi antara perawat dan pasien/keluarga


Persepsi intuitif tentang kebutuhankeluarga. Kemampuan perseptif terhadap
norma-norma budaya yang beragam seperti kesopanan, privasi, kontak mata, dan
sentuhan digambarkan memiliki pengaruh signifikan pada kemampuan penyedia
layanan kesehatan untuk menyampaikan penghormatan terhadap budaya klien
(Ozga et. al, 2018). Persepsi intuitif ini salah satu hambatan dalam berkomunikasi

15
dan membutuhkan kompetensi budaya dari perawat dalam menangani hal ini,
ketika pelaksanaan cultural competence baik maka persepsi intuitif menjadi hal
yang baik karena perawat dapat memahamni budaya yang dianut klien dengan
benar.

c. Sikap berbasis budaya kuno atau leluhur.


Sikap merupakan hambatan komunikasi yang terkait perbedaan budaya
dimana sikap berhubungan dengan waktu terbatas untuk melakukan kegiatan
dalam memahami anatara pasien dan perawat. Tuntutan tugas yang berorientasi
pada tindakan dan waktu tambahan yang diperlukan untuk membangun hubungan
dengan keluarga dan pasien sebagai memaksakan peningkatan beban kerja dan
tekanan emosional pada penyedia layanan kesehatan, terutama perawat, namun
merupakan aspek penting untuk memberikan perawatan yang tepat dan
memuaskan klien (Benbenishty et. al, 2017).

2.3.5 Hal Yang Dilakukan Perawat Dalam Mengatasi Permasalahan Budaya


Keyakinan dalam organisasi perawatan kesehatan, komunikasi lintas-budaya
yang tidak ditangani dengan baik dapat menyebabkan konsekuensi sosial dan klinis
yang negatif, lingkungan yang tidak pasti atau kesalahpahaman, kebingungan bagi
pasien dan keluarga, adanya asuhan yang tidak efisien, ketidakpatuhan pasien,
keterlambatan dalam memperoleh informed consent dan penurunan kualitas
perawatan (American College of Physicians, 2004 dalam Unger, 2012).
Menurut Schim, et. al (2007) agar budaya dapat kongruen dengan asuhan
keperawatan maka diperlukan :
a. evaluasi hasil asuhan yang berbasis budaya dilakukan dari sudut pandang
penerima dan penyedia perawatan
b. perawat harus memiliki kompetensi spesifik (kognitif, afektif, dan psikomotor)
kemudian diaplikasikan, dipelajari, dan diidentifikasi dalam praktek asuhan
keperawatan
c. ruang lingkup cultural competence harus meliputi pemahaman jumlah dan ragam
kelompok orang yang ditemui dalam konteks komunitas, sosial dan layanan
d. kedalaman kompetensi terkait dengan jumlah keterpaparan dan jenis interaksi
dengan kelompok masyarakat yang ditemui dalam konteks komunitas, sosial, dan
layanan

16
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Transcultural Nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan budaya
pada proses belajar dan praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan
dan kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit
didasarkan pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini
digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau keutuhan
budaya kepada manusia.
Mempertahankan budaya yaitu strategi yang pertama dilakukan bila budaya
pasien pasien tidak bertentangan dengan kesehatan. Perencanaan dan implemenasi
keperawatan diberikan sesuai nilai- nilai yang relevan yang telah di miliki klien,
sehingga klien dapat meningkatkan atau mempertahankan status kesehatannya.
Negosiasi budaya merupakan stategi yang kedua yaitu intervensi dan implementasi
keperawatan untuk membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih
menguntungkan kesehatannya.

3.2 Saran
Dengan adanya teori transcultural nursing, diharapkan dapat digunakan
sebagai pedoman dalam memberikan asuhan keperawatan tanpa mengenyampingkan
budaya yang ada di masyarakat.

17
DAFTAR PUSTAKA

Andrew. M & Boyle. J.S. 1995. Transcultural Concepts in Nursing Care, 2nd Ed.
Philadelphia : JB Lippincot Company

Campinha-bacote, J. 2002. The Process of Cultural Competence in the Delivery of


Healthcare Services : A Model of Care

E., & Lee, Y. 2018. Transcultural Nursing : Current Trends in Theoretical Works. Asian
Nursing Research

Flowers, D. 2004. Culturally Competent Nursing Care

Hart, P. L., & Mareno, N. 2013. Cultural challenges and barriers through the voices of
nurses

Karabudak. S. S, Tas. F, & Basbakkal, Z 2013. Giger and Davidhizar’s Transcultural


Assessment Model: A Case Study in Turkey

Leininger. M & McFarland. M.R. 2002. Transcultural Nursing : Concepts, Theories,


Research and Practice, 3rd Ed. USA : Mc-Graw Hill Companies

Pratiwi, Arumi. 2010. Transkultural Keperawatan. Yogyakarta : Gesyen Publishing

Schim, S. M., & Miller, J. 2007. Culturally Congruent Care : Putting the Puzzle Together

Schim, S. M., Doorenbos, A. Z., & Borse, N. N. 2006. Cultural Competence Among Hospice
Nurses
TRANSKULTURAL
NURSING
KEPERAWATAN KOMUNITAS
• MIFTAHUL JANNAH • AULIA TRI ANANDA
• ZITA INKA PUTI MAHIRA • AL HANIFAH ARMES
• LARAS HAYUNING • OKTAGHINA JENNISYA
ASTUTI • RAISATUL MAHMUDAH
• SEPTRIA ROSSA • TEGUH WIRADHARMA
• PUTRI PRIHANDINI • DERA RAHMI GUSTI
• LILI RESTA SEPTIANA FAUZIA
01
KONSEP KEPERAWATAN
LINTAS BUDAYA
Definisi Budaya

Budaya adalah norma


atau aturan tindakan dari
anggota kelompok yang
dipelajari, dan dibagi serta
memberi petunjuk dalam
berfikir, bertindak dan
mengambil keputusan.
Karakteristik Budaya Menurut Leininger

1 2 3

Budaya adalah Budaya yang bersifat Budaya diisi dan


pengalaman yang stabil, tetapi juga ditentukan oleh
bersifat universal dinamis karena kehidupan
sehingga tidak ada dua budaya tersebut manusianya sendiri
budaya yang sama diturunkan kepada tanpa disadari
persis generasi berikutnya
sehingga mengalami
perubahan,
Konsep Keperawatan Transkultural Nursing

Keperawatan transkultural adalah suatu pelayanan keperawatan yang


berfokus pada analisis dan studi perbandingan tentang perbedaan
budaya. Keperawatan transkultural adalah ilmu dan kiat yang
humanis ,yang difokuskan pada perilaku individu atau kelompok ,serta
proses untuk mempertahankan atau meningkatkan perilaku sehat atau
perilaku sakit secara fisik dan psikokultural sesuai latar belakang
budaya. Pelayanan keperawatan traskultural diberikan kepada klien
sesuai dengan latar belakang budayanya.
Model Teori Matahari Terbit
Menurut Leninger :

1 Faktor teknologi (tecnological factors)

2 Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical factors)

3 Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kinship and social factors)

4 Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways)

5 Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors)

6 Faktor ekonomi (economical factors)

7 Faktor pendidikan (educational factors)


Strategi Transkultural Dalam
Asuhan Keperawatan

1 2 3

Culture care preservation / Culture care Culture care


maintenace accommodation/negotiation reparrtening/restructuring

membantu individu merefleksikan cara membantu


menentukan tingkat beradaptasi memperbaiki kondisi
kesehatan dan gaya bernegoisasi atau kesehatan dan pola
hidup yang diinginkan. mempertimbangkan hidup klien menjadi
kondisi kesehatan dan lebih baik.
gaya hidup individu
atau klien
Paradigma Keperawatan Transkultural

Manusia Kesehatan
01 02

Lingkungan Keperawatan
03 04
02
IMPLIKASI TRANSKULTURAL
DALAM KEPERAWATAN
Pengkajian
Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi masalah
kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien.

Ada tujuh komponen dimensi budaya dan struktur sosial yang saling berinteraksi,
yaitu :

1 Pemanfaatan teknologi kesehatan


2 Agama dan filosofi
3 Keluarga dan social
4 Nilai budaya dan gaya hidup
5 Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku
6 Status ekonomi
7 Latar belakang pendidikan klien
Diagnosa
Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang budayanya yang
dapat dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi keperawatan.

Terdapat tiga diagnose keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan


keperawatan transkultural yaitu :

1 Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan


kultur
2 Gangguan interaksi sosial berhubungan disorientasi
sosiokultural
3 Ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan
sistem nilai yang
diyakini.
Perencanaan
Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan trnaskultural adalah suatu proses
keperawatan yang tidak dapat dipisahkan.

Perencanaan adalah suatu proses memilih strategi yang tepat dan pelaksanaan
adalah melaksanakan tindakan yang sesuai dengan latar belakang budaya klien.

Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan dilakukan terhadap keberhasilan klien tentang
mempertahankan budaya yang sesuai dengan kesehatan, mengurangi budaya
klien yang tidak sesuai dengan kesehatan atau beradaptasi dengan budaya baru
yang mungkin sangat bertentangan dengan budaya yang dimiliki klien. Melalui
evaluasi bisa diketahui latar belakang budaya pasien.
03
KOMPETENSI BUDAYA
DI TENAGA KESEHATAN
Definisi Kompetensi Budaya

Cultural competence merupakan pengembangkan kesadaran


akan eksistensi, sensasi, pikiran, dan lingkungan diri seseorang
tanpa terpengaruh oleh hal –hal yang tidak semestinya pada
seseorang dari latar belakang yang berbeda.

Cultural Competence perawat menunjukkan pengetahuan dan


pemahaman tentang budaya pasien; menerima dan
menghormati perbedaan budaya; menyesuaikan perawatan
agar selaras dengan budaya pasien
Komponen Utama Kompetensi
Budaya di Tenaga Kesehatan

Kesadaran Kesadaran budaya merupakan komponen kopetensi budaya dimana melibatkan


Budaya pemeriksaan diri dan eksplorasi mendalam tentang latar belakang budaya dan
profesional seseorang.
Pengetahuan Pengetahuan budaya, melibatkan proses pencarian dan memperoleh basis
Budaya informasi pada kelompok budaya dan etnis yang berbeda.
Keterampilan Keterampilan budaya, melibatkan kemampuan perawat untuk mengumpulkan data
Budaya budaya yang relevan terkait dengan masalah yang ada pada pasien secara akurat
dan melakukan pengkajian fisik yang spesifik secara budaya.
Pertemuan Pertemuan budaya merupakan proses yang mendorong perawat untuk secara
Budaya langsung terlibat dalam interaksi lintas budaya dengan pasien dari latar belakang
budaya yang beragam.
Keinginan Keinginan budaya merupakan komponen yang mengacu pada motivasi untuk
Budaya menjadi sadar budaya dan untuk mencari pertemuan budaya.
Hambatan-hambatan dalam Kompetensi Budaya

1 2

Hambatan Bahasa Perbedaan generasi


antara perawat dan
pasien/keluarga

Sikap berbasis budaya


kuno atau leluhur.
Hal Yang Dilakukan Perawat
Dalam Mengatasi Permasalahan Budaya

1 Evaluasi hasil asuhan yang berbasis budaya dilakukan dari sudut


pandang penerima dan penyedia perawatan
2 Perawat harus memiliki kompetensi spesifik (kognitif, afektif, dan
psikomotor) kemudian diaplikasikan, dipelajari, dan diidentifikasi
dalam praktek asuhan keperawatan
3 Ruang lingkup cultural competence harus meliputi pemahaman
jumlah dan ragam kelompok orang yang ditemui dalam konteks
komunitas, sosial dan layanan
4 Kedalaman kompetensi terkait dengan jumlah keterpaparan dan
jenis interaksi dengan kelompok masyarakat yang ditemui dalam
konteks komunitas, sosial, dan layanan.
THANKS!
CREDITS: This presentation template was created by
Slidesgo, including icons by Flaticon, infographics &
images by Freepik

Anda mungkin juga menyukai