Anda di halaman 1dari 12

Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 1, No.

1, Juli 2006

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KEJADIAN


PLEBITIS DI RSUD PURBALINGGA

Asrin 1, Endang Triyanto 2, Arif Setyo Upoyo 3


Program Sarjana Keperawatan Universitas Jenderal Soedirman
Purwokerto

INTISARI

Latar Belakang. Terapi intravena (IV) adalah salah satu teknologi yang paling sering
digunakan dalam pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Lebih dari 60% pasien yang
masuk ke rumah sakit mendapat terapi melalui IV. Berkaitan dengan terapi IV ini, maka
telah diidentifikasi suatu masalah keperawatan yang sering dijumpai yaitu terjadinya
plebitis dan ekstravasasi vena. Untuk meminimalkan resiko infeksi, perawat perlu
menyadari dan mengenali lebih jauh faktor-faktor apa saja yang dominan berkontribusi
terhadap kejadian plebitis.
Tujuan Penelitian. Tujuam penelitian ini adalah untuk membuktikan faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap kejadian plebitis, untuk membuktikan faktor yang paling dominan
berpengaruh terhadap kejadian plebitis dan untuk mengetahui jumlah (prosentase)
kejadian plebitis di RSUD Purbalingga.
Metode Penelitian. Metode penelitian yang akan digunakan adalah penelitian survei.
Populasi penelitian ini adalah semua pasien yang dilakukan tindakan terapi IV. Sampel
penelitian diambil secara purposive sampling selama 3 bulan dengan kriteria inklusi :
pasien dewasa, minimal 3 hari perawatan. Pasien tersebut akan diobservasi secara
prospektif dengan menggunakan pedoman observasi yang telah dipersiapkan. Data
dianalisa dengan uji chi square untuk melihat kontribusi dari faktor pendukung terjadinya
plebitis, dilanjutkan uji regresi logistik untuk mengetahui faktor yang berkontribusi paling
dominan terhadap kejadian plebitis.
Hasil Penelitian. Data yang didapat adalah 74 pasien dengan 17 pasien
mengalami plebitis (22,9%). Hasil uji chi squere didapatkan angka signifikan (p<0.05)
adalah kateter plastik tanpa sayap(p=0.01), bahan vialon (p<0.04), ukuran kateter no 18
(p=0.01), lama pemasangan 120 jam dan 144 jam (p=0.01), tempat insersi vena fossa
kubiti dan vena di kaki (p=0.03), penutup luar (p=0.03), cairan hipertonis (p=0.01), obat
parenteral ph asam (p=0.02) dan perawatan terapi intravena setiap 72 jam (p=0.03). Hasil
uji regeresi logistik dengan CI 95% didapatkan Odd Rasio tertinggi adalah lama
pemasangan kateter 144 jam.
Kesimpulan. Hasil penelitian ini disimpulkan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya
plebitis adalah jenis, ukuran dan bahan kateter; lama waktu pemasangan; pemilihan
tempat insersi; jenis penutup tempat penusukan (dressing); teknik insersi/penusukan;
sterilitas perawatan terapi intravena; cairan intravena; obat parenteral; dan frekuensi
perawatan terapi intravena. Sedangkan faktor paling dominan adalah lama pemasangan
kateter.

Kata Kunci : plebitis, terapi intravena

43
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 1, No.1, Juli 2006

PENDAHULUAN dengan terjadinya komplikasi. Tindakan


T erapi intravena (IV) adalah selalu dilakukan untuk mencegah dan
salah satu teknologi yang paling sering meningkatkan kesehatan individu pasien
digunakan dalam pelayanan kesehatan dan klien. Pemasangan kanula dan
di seluruh dunia. Lebih dari 60% pasien terapi IV merupakan isu penting di
yang masuk ke rumah sakit mendapat Indonesia khususnya di RSUD
terapi melalui IV (Hindley, 2004). Data Purbalingga, dimana perawat
Medis Internasional (1995) dikutip oleh bertanggung jawab dalam pemasangan
Widigdo (2003, hal. 7) melaporkan, "lebih dan penanganan terapi IV. Oleh karena
dari 300 juta IV kateter yang berupa itu untuk meminimalkan resiko infeksi,
kateter plastik atau T eflon dan jarum perawat perlu menyadari dan mengenali
logam digunakan pada rumah-runah lebih jauh faktor-faktor apa saja yang
sakit dalam negeri". Berkaitan dengan dominan berkontribusi terhadap kejadian
terapi IV ini, maka telah diidentifikasi plebitis (Hindley, 2004).
suatu masalah keperawatan yang sering Dengan memperhatikan latar
dijumpai yaitu terjadinya plebitis dan belakang masalah di atas, dapat
ekstravasasi vena (Wright, 1996). dirumuskan pertanyaan penelitian
Menurut Josephson (1999) komplikasi sebagai berikut : "Faktor-faktor apa saja
yang paling sering terjadi akibat terapi IV yang berpengaruh terhadap kejadian
adalah plebitis, suatu inflamasi vena plebitis di RSUD Purbalingga?" Tujuam
yang terjadi akibat tidak berhasilnya penelitian ini adalah untuk membuktikan
penusukan vena, kontaminasi alat IV dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
penggunaan cairan hipertonik yang tidak kejadian plebitis, untuk membuktikan
adekuat, yang secara kimiawi bisa faktor yang paling dominan berpengaruh
mengiritasi vena. terhadap kejadian plebitis dan untuk
Plebitis dapat diklasifikasikan mengetahui jumlah (prosentase)
dalam 3 tipe : bakterial, kimiawi, dan kejadian plebitis di RSUD Purbalingga.
mekanikal (Campbell, 1998). Adapun
faktor-faktor yang berkontribusi terhadap BAHAN DAN CARA PENELITIAN
kejadian plebitis ini termasuk : tipe bahan Metode penelitian yang akan
kateter, lamanya pemasangan, tempat digunakan adalah penelitian survei.
insersi, jenis penutup (dressing), cairan Populasi penelitian ini adalah semua
intravena yang digunakan, kondisi pasien yang dilakukan tindakan infus
pasien, teknik insersi kateter, dan ukuran atau terapi Intra Vena minimal 3 hari di
kateter (Oishi, 2001). Nichols, Barstow & Rumah Sakit Umum Daerah
Cooper (1983) juga mengidentifikasi Purbalingga. Sampel penelitian akan
peran penting perawat dalam diambil secara purposive sampling
perkembangan plebitis. Mereka dalam masa pengambilan data selama 3
menggarisbawahi pengetahuan dan bulan. Pasien tersebut akan diobservasi
kualitas pengkajian keperawatan secara prospektif dengan menggunakan
merupakan faktor yang penting dalam pedoman observasi yang telah
pencegahan dan deteksi dini plebitis. dipersiapkan untuk mencari faktor-faktor
Banyak pasien yang dilakukan yang berkontribusi terhadap kejadian
terapi IV , maka perawat mempunyai plebitis. Hasil pengumpulan data
tugas profesional untuk mengenali dan kemudian akan diolah dengan komputer
mencegah hal-hal yang berhubungan dan dianalisa dengan uji chi square

44
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 1, No.1, Juli 2006

untuk melihat adanya kontribusi dari lebih tanda dan gejala ; nyeri,
masing-masing faktor pendukung kemerahan, bengkak, panas dan vena
terjadinya plebitis dan dilanjutkan terlihat lebih jelas (Karadag dan Gorgulu,
dengan uji regresi logistik untuk 2000). Plebitis dapat terjadi selama atau
mengetahui faktor yang berkontribusi setelah terapi intavena dan dapat
paling dominan terhadap kejadian diklasifikasikan menjadi 3 tipe : kimia,
plebitis. mekanik, dan bakterial (Mazzola, 1999).
Pada penelitian ini didapatkan
HASIL DAN PEMBAHASAN responden pasien 74 orang yang
PENELITIAN dilakukan pengambilan data selama 3
Plebitis adalah suatu inflamasi bulan. Berikut ini hasil pengolahan dan
pada pembuluh darah. Hal ini pembahasan yang dilakukan oleh
didefinisikan sebagai adanya dua atau peneliti :

1. Karakteristik pasien
T abel 1. Distribusi Karakteristik Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin di RSUD
Purbalingga T ahun 2006
No Karakteristik Jumlah (N) Persentase (%)
1. Pria 45 61
2 Wanita 29 39
T otal 74 100
N=74 responden
T abel diatas memperlihatkan bahwa menjadi responden penelitian adalah
dari jenis kelamin pasien yang pria sebanyak 61% dan wanita 39%.

2. Diagnosa Medis
T abel 2. Distribusi Pasien Berdasarkan Diagnosa Medis di RSUD
Purbalingga Tahun 2006
Diagnosa Medis Jumlah (N) Persentase (%)
Anemia 5 6,76
Thypoid 8 10,81
Klor pulmonar 1 1,35
DM 4 5,41
Hipertensi 9 12,16
Fraktur 9 12,16
Abses 1 1,35
Tumor mamae 1 1,35
Gastritis 4 5,41
Faringitis 1 1,35
Infeksi Saluran kemih 7 9,46
Trauma abdomen 1 1,35
Appendicsitis 2 2,70

45
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 1, No.1, Juli 2006

T abel 2. continued
Hernia 4 5,41
Urolitiasis 5 6,76
Illeus 1 1,35
Benigna prostat hipertrofi 4 5,41
Hidronefrosis 1 1,35
Combustio 1 1,35
Cedera kepala 4 5,41
Ganglion 1 1,35
T otal 74 100
N=74 responden
T abel 2 memperlihatkan bahwa hipertensi sebagai penyakit yang
distribusi penyakit yang didiagnosis terjadi di masyarakat masih tinggi.
terbanyak adalah fraktur dan Kasus fraktur yang ditemukan
hipertensi yaitu sebanyak 12,16% peneliti banyak diakibatkan oleh
dari 74 responden. Hal ini kecelakaan lalu lintas.
menunjukkan bahwa kasus frekuensi

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Purbalingga dapat dianalisis dengan uji


terjadinya plebitis chi squere seperti pada tabel berikut :
Faktor-faktor yang
mempengaruhi kejadian plebitis di RSUD
T abel 3. Hasil Uji Chi Squere Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Plebitis di
RSUD Purbalingga T ahun 2006
Plebi
tis
Variabel 2

a idak
Jenis kateter
a. Kateter bersayap R
b. Kateter plastik tanpa sayap 9
2 .70 .01*
Bahan kateter
a. SilikonR
b. T eflon
c. Vialon 3 0 .80 .37

.85 .04*
Ukuran kateter
a. Nomor 22R
b. Nomor 20 7
c. Nomor 18 .95 .26
7
.42 .01*

46
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 1, No.1, Juli 2006

T abel 3. continued
Lama pemasangan kateter
a. 72 jam R
b. 96 jam 0
c. 120 jam .43 .32
d. 144 jam 3
.54 .01*

.65 .02*
T empat insersi
a. Vena cefalic lengan bawah R
b. Vena metakarpal 2
c. Vena fossa kubiti .64 .36
d. Vena di kaki 2
.33 .01*

.31 .03*
Pengalaman kerja perawat
a. Lebih dari atau sama dengan 5 th R
b. Kurang dari 5 th 0
1 .54 .64
7
Sterilitas pemasangan
a. Steril R
b. Tidak steril
6 8 .87 .67
Penutup luar area insersi
a. Bahan transparan R
b. Hipavic
c. Plester 9 .64 .35
0
.56 .01*
Penutup dalam area insersi
a. Kassa antibiotik R
b. Kassa antiseptik 7
c. Kassa murni 0 .67 .46
6
.97 .32
Cairan intravena
a. Isotonis R
b. Hipertonis 1
4 .21 .01*

47
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 1, No.1, Juli 2006

T abel 3. continued

Obat parenteral
a. Ph netral R
b. Ph asam 5
5 .56 .02*
2
Perawatan terapi intravena
a. Setiap 24 jam R
b. Setiap 48 jam
c. Setiap 72 jam 7 .35 .54
3
0 .32 .03*
* signifikan p<0,05.
R=referensi.
Berdasarkan N=74 responden pasien.
Berdasarkan tabel 3 tersebut, yang didapatkan insidensi plebitis
terlihat faktor-faktor yang secara terbesar adalah kateter bahan teflon dan
signifikan mempengaruhi terjadinya vialon dengan angka signifikan
plebitis pada terapi intravena, salah p<0.00003 (Karadag dan Gorgulu, 2000).
satunya adalah jenis kateter. Pada tabel Pada tabel 3 juga terlihat ukuran
tersebut terlihat jenis kateter plastik kateter nomor 18 mempunyai nlai p=0.01
tanpa sayap mempunyai nilai p=0.01. yang berarti signifikan menyebabkan
Hal ini sesuai dengan studi obervasi plebitis. Plebitis dengan penyebab ini
yang dilakukan Campbell (1998) sering disebut plebitis mekanik. Plebitis
didapatkan angka plebitis berkembang mekanik dapat terjadi ketika pembuluh
52% pada jenis kateter tidak bersayap. darah mengalami trauma akibat kontak
Kateter bersayap membuat kokoh fisik dengan kanul intravena organik dan
kateter. Prosedur teknik aseptik, seperti anorganik. Penting untuk
cuci tangan dan penggunaan sarung mempertimbangkan ukuran kateter IV
tangan sangat penting ketika memasang untuk mencegah plebitis. T eknik insersi
insersi IV . Perawat bertanggung jawab yang tepat menjadi faktor penting dalam
untuk mendeteksi secara dini plebitis. Dalam studi obervasi yang
berkembangnya plebitis. Pencegahan dilakukan Campbell (1998) didapatkan
plebitis merupakan sesuatu yang vital angka plebitis berkembang 52% yang
selama persiapan, pelaksanaan dan dilakukan oleh perawat yunior, 30% oleh
setelah terapi IV dilakukan. Persiapan perawat senior dan 17% oleh perawat
alat, cairan harus sangat diperhatikan emergensi. Hasil tersebut didapatkan
sebelum dilaksanakan prosedur terapi angka signifikan (p<0.05) antara angka
IV. plebitis dengan pengalaman orang
Bahan kateter juga ikut melakukan insersi.
mempengaruhi terjadinya plebitis. Dari Studi cross sectional yang
tabel 3 di atas didapatkan p=0.04 pada dilakukan Parras (1994) tentang
bahan kateter vialon yang berarti pengaruh program pendidikan terhadap
signifikan. Hasil ini sesuai dengan studi pencegahan kolonisasi bakteri pada

48
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 1, No.1, Juli 2006

terapi IV . Studi tersebut didapatkan hasil perawatan yang optimal, maka bakteri
program pendidikan dapat menurunkan akan mudah tumbuh dan berkembang.
angka kolonisasi bakteri yang dapat T empat penusukan sebagai
menyebabkan plebitis. Beberapa salah satu faktor penyebab plebitis
komplikasi yang berkaitan dengan terapi tampak pada tabel 3. T abel tersebut
IV misalnya plebitis dapat dicegah terlihat angka signifikan (p<0.05) pada
dengan perawatan yang baik terhadap Vena fossa kubiti (p=0.01) dan Vena di
pasien sebelum prosedur, menerapkan kaki (p=0.03). Riwayat pembedahan
standar protokol, menggunakan bahan yang lalu atau pernah terjadi kecelakaan
yang tepat, dan monitoring yang ketat pada ektremitas dapat meningkatkan
selama pengobatan.(Karadag dan resiko plebitis, jika keteter IV dipasang
Gorgulu, 2000). Hal tersebut pada ekstremitas tersebut (Hadaway,
memerlukan pengetahuan, ketrampilan 2001). Campbell (1998b) menemukan
dan kesadaran yang penuh untuk plebitis terjadi pada 39% pasien yang
mencegah terjadinya plebitis. Pelatihan menggunakan fossa antekubiti sebagai
kompetensi yang memadai menjadi tempat insersi kateter IV. Hal ini
sangat penting dan diperlukan. (UKCC, berkaitan dengan lokasi fossa antekubiti
1992). T es pengetahuan dan ketrampilan sebagai tempat gerakan fleksi sehingga
rutin yang terkini merupakan hal yang kanul kateter mudah berubah-ubah
penting untuk meyakinkan perawat posisinya.
mampu memberikan perawatan yang Jenis penutup tempat insersi
baik. Hadaway (1999) menjelaskan IV juga mempengaruhi terjadinya
bahwa dalam pelatihan spesifik sebagai plebitis. Pada tabel 3 terlihat p=0.01
pengalaman pembelajaran memberikan pada jenis penutup plester. Jenis
penampilan kerja perawat menjadi lebih penutup tempat insersi IV yang
baik dalam mencegah plebitis. transparan dipercaya sebagai alat yang
Lama pemasangan kateter aman, sebab lembab dan tembus air
dalam terapi intravena akan yang memungkinkan tempat insersi
mempengaruhi terjadinya plebitis. T abel terlihat secara terus menerus dan
3, terlihat angka signifikan (p<0.05) pada memerlukan labih sedikit penggantian
lama pemasangan kateter 120 jam dibandingkan dengan hypavic dan
(p=0.01) dan 144 jam (p=0.02). Hal ini perban/plester (Pearson, 1996). Studi
sesuai penelitian yang dilakukan oleh yang dilakukan oleh Madeo dan Nobbs
pusat penelitian di Amerika (CDC) yang (1997) dengan metode prospektif
merekomendasikan penggantian dan mendapatkan data bahwa tipe penutup
pindah tempat insersi dilakukan 48-72 tempat insersi yang transparan lebih baik
jam pada pasien dewasa (Pearson, dari tipe hypavic dan plester (p<0.005).
1996). Hasil studi observasi Karadag dan Penelitian lain yang dilakukan Vanden
Gorgulu (2000) didapatkan rata-rata Bosch (1997) menemukan plebitis terjadi
plebitis tertinggi terdapat pada pasien (16,7%) pada pasien dengan penutup
yang menggunakan kateter IV setelah tempat insersi IV bahan perekat berkain
hari ke-4 (51,4%). Sedangkan 34,5% dan (14,9%) perban perekat bukan kain.
pemakaian 1-3 hari. Lama pemasangan Workman (1999) merekomendasikan
kateter akan mengakibatkan tumbuhnya jenis penutup tempat insersi IV kering
bakteri pada area penusukan. Semakin dan steril yang setiap hari dimonitor dan
lama pemasangan tanpa dilakukan

49
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 1, No.1, Juli 2006

dibersihkan untuk mencegah kolonisasi Vancomycin (pH 2.4-4.5) dan


bakteri dan mencegah komplikasi. Gentamycin Sulfat (pH 3.0) (Snelling,
Cairan intravena yang diberikan and Major, 2001).
juga menjadi salah satu penyebab Selama dilakukan
terjadinya plebitis. Penelitian ini terbukti pemasangan terapi intravena, tempat
secara signifikan yang tampak pada insersi harus dimonitor dan dirawat.
tabel 3 dengan angka signifikan p=0.01 Penelitian ini terlihat faktor yang secara
pada cairan intravena hipertonis. Hal ini signifikan mempengaruhi terjadinya
terjadi akibat cairan tersebut masuk sel plebitis yaitu perawatan terapi intravena
endotelial sehingga terjadi ruptur. Iritasi setiap 72 jam (p=0.03). Plebitis bakterial
dapat juga terjadi ketika cairan hipotonik dapat berkembang sebagai akibat infeksi
seperti NaCl 0.45% dicampurkan dengan pada tempat insersi IV, jika frekuensi
air yang dimasukan dalam terapi infus. perawatan terlalu lama. Beberapa
Cairan hipertonik seperti D5% dalam mikroorganisme seperti; Klebsiella,
NaCl dan D5% dalam RL dapat Enterobacterial, Serratia dan
menyebabkan plebitis dengan sel Pseudomonas terlihat tumbuh selama 24
endotelial terjadi kerusakan yaitu jam pertama pada cairan IV yang
membran pembuluh darah menyusut dan terkontaminasi tersebut (Perdue, 1995).
terbuka. Kokotis (1998) menyatakan ). Lamb (1995) merekomendasikan
bahwa kedua cairan (hipotonik dan perawat seharusnya mengobservasi
hipertonik) dapat mengakibatkan iritasi tempat insersi setiap hari atau sewaktu-
pada pembuluh darah. waktu jika diperlukan. Prosedur, tujuan,
Ph obat parenteral terbukti dan kewajiban pasien selama terapi IV
menyebabkan terjadinya plebitis. Hal ini harus dijelaskan oleh perawat terhadap
terlihat pada tabel 3 yaitu obat parenteral pasien yang mendapatkan terapi IV
yang mempunyai ph asam, angka (Josephson, 1999).
signifikansinya p=0.02. Plebitis ini Setelah dilakukan uji chi
disebut plebitis kimia. Plebitis kimia squere, langkah berikutnya adalah uji
diakibatkan dari iritasi vena dengan regresi logistik dengan hasil sebagai
cairan yang pHnya rendah, seperti berikut :
T abel 4. Hasil Analisis Regresi Logistik Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian
Plebitis di RSUD Purbalingga Tahun 2006
CI 95
Variabel
R %
Jenis kateter
c. Kateter bersayap R
d. Kateter plastik tanpa sayap 2.47-
.00 25.86*
Bahan kateter
a. SilikonR
b. T eflon 0.15-
c. Vialon .57 2.23
1.05-
.45 10.71*

50
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 1, No.1, Juli 2006

T abel 4. continued

Ukuran kateter
a. Nomor 22R
b. Nomor 20 0.12-
c. Nomor 18 .51 1.26
3.37-
.78 17.71*
Lama pemasangan kateter
e. 72 jam R
f. 96 jam 0.10-
g. 120 jam .34 1.12
h. 144 jam 1.56-
.75 15.61*
3.21-
.89 16.32*
T empat insersi
e. Vena cefalic lengan bawah R
f. Vena metakarpal 0.03-
g. Vena fossa kubiti .22 2.23
h. Vena di kaki 1.23-
.56 7.68*
0.23-
.12 3.31*
Pengalaman kerja perawat
c. Lebih dari atau sama dengan 5 th R
d. Kurang dari 5 th 0.23-
.36 4.56
Sterilitas pemasangan
c. Steril R
d. Tidak steril 0.37-
.76 5.56
Penutup luar area insersi
d. Bahan transparan R
e. Hipavic 0.24-
f. Plester .31 3.26
1.05-
.35 11.73*
Penutup dalam area insersi
d. Kassa antibiotik R
e. Kassa antiseptik 0.13-
f. Kassa murni .28 2.34
0.32-
.50 2.56

51
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 1, No.1, Juli 2006

T abel 4. continued

Cairan intravena
c. Isotonis R
d. Hipertonis 1.20-
.98 9.95*
Obat parenteral
c. Ph netral R
d. Ph asam 0.13-
.23 1.99*
Perawatan terapi intravena
d. Setiap 24 jam R
e. Setiap 48 jam 0.14-
f. Setiap 72 jam .18 1.68
1.02-
.36 7.35*
* signifikan p<0,05. R=referensi. Berdasarkan N=74 responden pasien.
Dari berbagai faktor yang memudahkan pembuluh darah
mempengaruhi kejadian plebitis, dapat bersinggungan secara berlebihan
disimpulkan faktor yang paling dominan sehingga terjadilah plebitis. Sedangkan
adalah lama pemasangan kateter cairan hipertonis akan menyebabkan
selama 144 jam dengan angka OR 8.89 ekstravasasi vena dan berakibat terjadi
pada CI 95% (3.21-16.32). Hal ini berarti plebitis. Hal ini menuntut kita apabila
lama pemasangan kateter selama 144 pemberian terapi intravena dibutuhkan
jam akan meningkatkan 9 kali kejadian cairan hipertonis, maka diperlukan
plebitis. Faktor yang dominan setelah ukuran kateter yang besar dengan
lama pemasangan kateter adalah ukuran pemantauan yang ketat. Perlakuan
kateter dengan nomor kateter 18 tersebut untuk meminimalkan kejadian
(OR=8.78, CI95%=3.37-17.71) dan plebitis.
cairan intravena yang diberikan yaitu Apabila sudah terjadi plebitis,
cairan hipertonis (OR=7.98, maka perawat wajib melapor dan menilai
CI95%=1.20-9.95). Hal ini berarti nomor serta mengambil tindakan. Skala yang
kateter 18 dan cairan IV hipertonis dapat digunakan untuk menilai plebitis
meningkatkan resiko plebitis masing- adalah Baxter Scale dan INS Phlebitis
masing 8,78 kali dan 7.98 kali. Scale. Baxter scale yang dimaksud
Kenyataan diatas terdiri dari rentang skala 0-5; skala 0
dimungkinkan lama pemasangan kateter tidak ada tanda dan gejala plebitis; skala
tanpa perawatan yang baik menjadi 1 terdapat nyeri pada tempat insersi;
penyebab berkembangbiaknya kuman skala 2 nyeri dan kemerahan; skala 3
dalam area insersi kateter. Penting untuk nyeri, kemerahan, bengkak dan mungkin
dijadikan protap lama pemasangan indurasi; skala 4 nyeri, kemerahan,
maksimal 3 kali 24 jam. Ukuran kateter bengkak, indurasi dan vena membesar
nomor 18 adalah ukuran jarum yang kurang dari 3 inchi di atas tempat insersi;
cukup besar. Hal ini sangat dan skala 5 nyeri, kemerahan, bengkak,

52
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 1, No.1, Juli 2006

indurasi, pembesaran vena lebih dari 3 pelatihan tentang terapi intravena bagi
inchi dan trombosis vena.(campbell, perawat menjadi salah satu solusi untuk
1998b). Intravenous Nurses Society menurunkan angka plebitis.
(INS) Phlebitis Scale dibedakan menjadi
3 skala yaitu skala 0 tidak ada tanda dan DAFTAR PUSTAKA
gejala; skala 1 kemarahan dengan atau Campbell, L. (1998b). IV-related plebitis,
tanpa nyeri dan odem; skala 2 complications and length of hospital
kemerahan dengan atau tanpa nyeri, stay:2. British Journal of Nursing, 7
edema, bentuk berlapis; skala 3 terdapat (22), 1364-1370.
semua tanda dan gejala tersebut di atas. Centers for Disease Control and
(White, 2001). Prevention. (1996). Guidelines For
Implikasi terhadap praktek The Prevention Of Intravascular
perawat dalam mencegah terjadinya Device Related Infections. Infection
plebitis. Campbell (1998b) menemukan Control And Hospital Epidemiology,
pasien dengan plebitis menjalani 17 (7), 438-473
perawatan rumah sakit 2-5 hari lebih Hadaway, L.C. (1999). Developing an
lama dibandingkan dengan pasien tanpa Interactive Intravenous Education
plebitis. Bengkak dan nyeri pada plebitis and Training Program. Journal of
menyebabkan aktivitas pasien Intravenous Nursing, 22 (2), 87-93
terhambat. Komplikasi plebitis yang Hadaway, L.C. (2001). You Role in
terberat adalah sepsis. Preventing Complications of
Peripheral I.V Therapy.
KESIMPULAN DAN SARAN Springhouse Corporation.
Hasil penelitian ini dapat Hindley, G. (2004). Infection control in
disimpulkan faktor-faktor yang peripheral cannulae. Nursing
mempengaruhi terjadinya plebitis adalah Standard, 18 (27), 37-40.
jenis, ukuran dan bahan kateter; lama Josephson, D.L. (1999). Intravenous
waktu pemasangan; pemilihan tempat infusion therapy for nurses:
insersi; jenis penutup tempat penusukan Principles and practice. Albany,
(dressing); teknik insersi/penusukan; New York : Delmar Publishers.
sterilitas perawatan terapi intravena; Karadag, A., and Gorgulu, S. (2000).
cairan intravena; obat parenteral; dan Devising an intravenous fluid
frekuensi perawatan terapi intravena. therapy protocol and complience of
Dari berbagai faktor yang nurses with the protocol. Journal of
mempengaruhi, dapat disimpulkan faktor Intravenous Nursing, 23 (4). 232-
yang paling dominan mempengaruhi 238.
terjadinya plebitis adalah lama Karadag, A., and Gorgulu, S. (2000).
pemasangan kateter. Oleh karena itu Effect of two different short
peneliti memberikan saran sebagai peripheral catheter materials on
berikut : perawat harus mempunyai phlebitis development. Journal of
pemahaman secara lengkap tentang Intravenous Nursing, 23 (3). 158-
terapi intravena; perlu adanya protap 166.
rumah sakit tentang terapi intravena dan Lamb, J. (1995). Peripheral IV therapy.
perawatannya; penggunaan skala Nursing Standart, 9 (30). 32-38
plebitis menjadi sesuatu yang penting Lamb, J. (1996). Potential Problems With
untuk memonitor dan mencatat plebitis; The Administration Of Drugs

53
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 1, No.1, Juli 2006

Through Venous Lines. Clinical Pearson, M.L. (1996). Guideline for


guidelines workshop. London : prevention of intravascular device-
Royal College of Physician related infections. American Journal
Research Unit Problems. of Infection Control. 24. 262-293.
Mazzola, J., Schott, B.D., and Addy, L. Snelling, R., et all. (2001). Central
(1999). Clinical factors associated venous catheters for infusion
with the development of phlebitis therapy in gastrointestinal cancer :
after insertion of a peripheral A comparative study of tunneled
inserted central catheter. Journal of centrally placed catheters and
Intravenous Nursing, 22 (1), 36-42. peripherally inserted eters.
Modeo, M., Martin, C., and Nobbs, A., Peripherally Inserted Nursing, 24
(1997). A Randomized study (1). 38-47.
comparing IV 3000 (Transparent Vanden Bosch, T ., Cooch, J., and
polyurethane dressing) to dry gauze Treston, A.J. (1997). Research
dressing for peripheral intravenous utilization : Adhesive bandage
catheter sites. Journal of dressing regiment for peripheral
Intravenous Nursing. 25 (6). 253- venous catheters. American Journal
256. of Infection Control, 25(6), 513-519.
Nichols, E.G., Barstow, R.E., & Cooper, White, S.A. (2001). Peripheral
D. (1983). Relationship between Intravenous therapy-related
incidence of pblebitis and frequency phlebitis rate inan adult population.
of changing IV tubing and Journal of Intravenous Nurisng.
percutaneous site. Nursing 24(1), 19-24.
Standard, 32 (4), 247 - 252. Widigdo, D.A.M. (2003). Evaluating
Oishi, L.A. (2001). The necessity of nurses' knowledge of assessment of
routinely replacing peripheral plebitis in patients with peripheral
intravenous catheters in intravenous therapy in situ. Thesis
hospitalized children : A review of Master yang tidak dipublikasikan,
literature. Journal of IV Nursing, 24 The Melbourne University, Australia.
(3), 174 - 179. Workman, B. (1999). Peripheral
intravenous therapy management.
Parras, D., et all. (1994). Impact an Nursing Standart. 14(4), 53-60,62.
educational program for the Wright, A. (1996). Reducing infusion
prevention of colonization of failure : A pharmachologic approach-a
intravascular catheters. Infection review. Journal of IV Nursing, 19 (2), 89 -
Control and Hospital Epidemiology, 97.
15 (4). 239-242.

54

Anda mungkin juga menyukai