Anda di halaman 1dari 13

dalam teori 

“The Great Man” yang dikemukakan


oleh Thomas Carlyle mengatakan bahwa
pemimpin itu adalah dilahirkan, dan dari awal
seorang pemimpin itu dilahirkan memang
sudah mempunyai bakat menjadi seorang
pemimpin. Contoh dari pemimpin ini adalah
Nabi Muhammad SAW, Soekarno, dsb.
Sedangkan dari sudut pandang yang lain
mengatakan bahwa pemimpin itu bukan
dilahirkan, akan tetapi dibuat. Dibuat dalam
artian bahwa menjadi seorang pemimpin
memerlukan sebuah proses yang panjang.
Terlepas dari pendapat yang saling
berseberangan ini, semuanya kembali kepada
persepsi dan pendapat dari diri kita masing-
masing.
Teori lain dikemukakan oleh Kurt Lewin. Kurt
Lewin mengklasifikasikan pemimpin dalam 3
tipe, yaitu:
1. Authoritarian Style
Dari tipe ini mempunyai karakteristik cepat
mengambil keputusan, tegas, gamblang dan
tanpa tedeng aling-aling dalam berbicara, dan
bersifat otoriter didalam memimpin sehingga
bawahan wajib menuruti apa yang diinginkan
oleh seorang pemimpin pada tipe ini. Tipe
kepemimpinan ini dimiliki oleh Soekarno dan
Soeharto.
2. Democratic Style
Tipe ini mempunyai karakteristik memberi
kesempatan kepada bawahan untuk memberi
masukan kepada pemimpin, sehingga
partisipasi dari bawahan menjadi faktor penting
bagi seorang pemimpin didalam mengambil
sebuah keputusan. Tipe pemimpin ini dimiliki
oleh Susilo Bambang Yudhoyono.
3. Laissez Faire Style
tipe pemimpin seperti ini lebih memberi
kebebasan kepada bawahannya untuk
mengerjakan dan mengambil semua keputusan
yang diperlukan oleh seorang pemimpin.
Pemimpin tipe ini lebih bersifat membiarkan
bawahannya untuk menyelesaikan tugasnya
masing-masing dan diberi kewenangan secara
bebas dan penuh. Tipe ini dimiliki oleh
Megawati Soekarno Putri dan Gus Dur.
Organisasi dan kepemimpinan juga menjadi
topik bahasan yang menarik sekali pada saat
ini. Peran pemimpin dalam membawa
keberhasilan bagi sebuah organisasi adalah
sesuatu hal yang teramat penting. Dari
kepemimpinan itu memberi arah dan
mengakomodisir semua hal didalam sebuah
organisasi agar mampu mencapai keberhasilan
sesuai dengan cita-cita yang diinginkan
bersama.
Saya akan mencoba menjelaskan mengenai
definisi mengenai organisasi terlebih dahulu.
Kata organisasi berasal dari bahasa yunani yaitu
organon yang berarti alat. Sedangkan definisi
organisasi itu sendiri adalah sekelompok
manusia yang bekerja sama, dengan suatu
perencanaan kerja dan peraturan, untuk
mencapai suatu tujuan tertentu.
ada 3 karakteristik yang dipunyai oleh sebuah
organisasi, yaitu:
1. Tujuan jelas.
Setiap organisasi tentunya mempunyai tujuan
yang jelas.Tujuan yang jelas ini terangkum di
dalam visi dan misi sebuah organisasi. visi dan
misi yang dipunyai oleh organisasi menjadi
panduan untuk menjalankan roda kegiatan dari
organisasi tersebut. misalnya saja UKM BEJANA,
mempunyai visi melahirkan insan-insan yang
intelektual yang kritis dan terampil dalam
bidang jurnalistik serta memiliki kepedulian
terhadap perkembangan masyarakat Indonesia.
visi ini lah yang menjadi arah dan panduan UKM
BEJANA dalam melaksanakan berbagai kegiatan
organisasi.
2. Struktur Organisasi.
Struktur yang dipunyai oleh setiap organisasi
tidak semuanya sama. tergantung dari
keperluan dan kesepakatan organisasi itu
sendiri. UKM BEJANA saat ini misalnya,
mempunyai struktur organisasi yang terdiri dari
pemimpin umum, lalu dibawahnya ada
pemimpin redaksi dan pemimpin manajemen,
dan sebagainya. Setiap bidang yang ada
didalam struktur organisasi mempunyai job
desk masing-masing untuk menunjang roda
pergerakan organisasi tersebut.
3. Orang.
Kenapa harus orang yang menjadi karakteristik
organisasi?karena aset terbesar dan paling
berharga didalam sebuah organiasi adalah
orang. keberhasilan sebuah organisasi
tergantung dari orang-orang yang terlibat
didalam organisasi tersebut.

.Ada yang bilang, mau gimana lagi, kita (mahasiswa


STAN) memang tumbuh dalam sistem (baca : kehidupan)
seperti itu. Kita dibentuk untuk menjadi buruh, alih-alih
pemimpin. Saat mahasiswa seumuran kita di tempat lain
asyik bikin program, kita malah hanya diinstruksikan
untuk mengoperasikan program. Yang lain mendesain
peraturan, kita menghafal yang sudah ada. Yang lain
belajar berinovasi, kita belajar mencintai status quo.....”
(Seorang alumnus STAN dalam sebuah artikel di blog-
nya)

***
            Suatu hari, ketika saya masih berada di tingkat I,
saya pernah merenung sejenak di dalam kamar kos saya,
sembari membayangkan teman-teman saya di kampus ini
yang dengan begitu ‘hebat’nya hidup sebagai spesies
‘mahasiswa kura-kura’ (KUliah RApat – KUliah RApat),
mereka mampu menjabat sebagai korlak acara, ketua
bidang, dan bahkan ketua umum beberapa organisasi
kampus. Saya sungguh heran , tidak mengerti, sekaligus
merasa iri (dalam konteks positif), “Mengapa mereka mau
berepot-repot ria ?? Berkecimpung di dunia yang sama
sekali tidak mendatangkan cash profit bagi
mereka, malah mereka harus dibebani tanggung jawab
yang terbilang berat di organisasi-organisasi itu ??
Apa sih keuntungannya ??.... 
Karena rasa penasaran tersebut, saya pun mencoba masuk
ke beberapa elemen kampus dan mengikuti kepanitian
beberapa acara, hanya beberapa, karena memang saya
merasa tidak ada keuntungan dari itu semua. Di elkam
seperti UMMP (Ukhuwah Mahasiswa Muslim Pajak),
saya bekerja hanya sebagai staff, dan dibeberapa acara,
jabatan saya paling tinggi hanya sebagai kabid acara.
Namun dari tempat ‘sekecil’ itu, saya bisa melihat dan
merasakan, bahwa memang, ada suatu gairah disana,
gairah yang membuat teman-teman saya mau
menanggung ‘burden’ sebesar itu, suatu gairah yang
membuat saya menulis tulisan ini, gairah yang sekaligus
juga akan menjawab judulnya, “Mengapa Harus
‘Memimpin’ ??”

***
Memimpin memiliki kaitan erat dengan kepemimpinan.
Sementara orang yang memimpin itu disebut pemimpin.
Maka, dari premis-premis ini bisa diambil silogisme
bahwa setiap pemimpin selayaknya memiliki jiwa
kepemimpinan. Namun, sejauh mana ‘kepemimpinan’ itu
diperlukan dalam elemen-elemen kampus ini ?? Dan siapa
yang layak jadi pemimpinnya ??
Kepemimpinan memiliki banyak definisi. Dan dari semua
definisi itu, hanya satu hal pokok yang bisa dipakai untuk
mentafsirkan kepemimpinan....... Yup, kepemimpinan tak
lebih dari kata ‘pengaruh’ !! Hanya itu, tidak kurang dan
tidak lebih !! Kemampuan mempengaruhi-lah yang
membuat seorang pemimpin itu adalah pemimpin sejati !!
Tengok saja baginda Rasulullah SAW, Napoleon,
Alexander Yang Agung, Shih Huang Ti, Hitler, dll,
mereka semua memiliki pengaruh yang besar pada
komunitasnya. Tak peduli apakah pengaruh itu baik atau
buruk, bersifat etis atau non etis, ataupun harus sukarela
maupun terpaksa. Karena kepemimpinan itu, tak
mengenal norma dan nilai, ia, hanya berorientasi kepada
cara dan tujuan yang perlu digapai.......begitulah, suka
atau tidak suka !
Seorang pemimpin akan berusaha membawa
masyarakatnya, menuju suatu goal, baik yang disetujui
dan diinginkan secara aklamasi, atau yang bahkan dipaksa
karena nafsu dan hasrat sang diktator. Dalam prosesnya
(pencapaian tujuan), diperlukan pemberdayaan fasilitas si
‘komunitas terpimpin’ guna meraih tujuan, yang kembali
peran pemimpin sangat diperlukan eksistensinya.
Pemberdayaan ini, menjadi identitas kedua dari kata
‘kepemimpinan’......... Ialah efektifitas, sebuah kata
sederhana yang dimaksud. Barangkali efektifitas tak
masuk lingkupan kepemimpinan, karena raja yang tidak
becus mengurus rakyatnya pun akan tetap dipanggil
‘raja’. Namun seorang pemimpin sejati tahu, jika ia tidak
efektif, maka statusnya tak lebih dari simbol, atau bahkan
takkan bertahan lama....
Efektifitas sang pemimpin adalah sejauh mana ia mampu
dengan segenap wewenangnya, memberdayakan dirinya
dan apa-apa yang dimiliki komunitasnya, untuk
mendorong entitas tersebut, mencapai tujuannya. Kalau
kita menengok baginda Rasulullah SAW, beliau memiliki
efektifitas yang sungguh luar biasa sebagai seorang
pemimpin. Beliau mampu mengubah kebodohan orang-
orang ‘Arab yang dipimpinnya, menjadi manifestasi
harapan akan kejayaan di masa depan. Kejayaan Islam
yang mampu bertahan ribuan tahun sebelum Perang
Dunia I. Efektifitas beliau terpancar dari keempat sifatnya
–yang dalam sebuah buku disebutkan- , sebagai
karakteristik yang mampu membawa perubahan besar
bagi bangsa padang pasir Timur Tengah. Keempat
karakteristik itu adalah :
 Cerdas dan taktis (Fathonah): beliau mampu
memberikan solusi atau memilih solusi terbaik atas
masalah yang ada, bahkan membuat preventif atas risiko
yang mungkin muncul.
 Dapat dipercaya dan bertanggung jawab (Amanah):
Dapat menjadi tumpuan utama bagi para sahabatnya,
berarti beliau paham betul visi, misi dan aksi dalam
masyarakat muslim saat itu.
 Terbuka dan komunikatif (Tabligh): Rasulullah
bukanlah single fighter, beliau mampu merangkul
kelompoknya, dipahami kelompoknya serta
menggerakkan mereka. Dapat dikatakan bahwa beliau
bahkan lebih paham setiap sahabatnya ketimbang sahabat
itu sendiri memahami dirinya.
 Jujur dan berintegritas (Shiddiq): perkataannya
adalah perbuatannya sehingga kehormatannya terjaga,
kawan dan lawan pun menghormatinya dan mencintainya.

Efektifitas dari seorang Soekarno berbeda lagi. Sang


Presiden memiliki kharisma dan kecakapan linguistik
yang hebat, yang mampu menggetarkan hati jutaan rakyat
Indonesia pada masanya. Setiap pidatonya selalu dihadiri
ribuan orang. Karenanya, titah sang Proklamator amat
sangat berpengaruh, menggerakkan nusantara pada
persatuan hingga saat ini...
Lain lagi dengan Attila dari Hun. Ia adalah sosok
antagonis. Kepemimpinannya seakan tidak lengkap jika
tidak dibumbui kucuran darah manusia. Tampuk raja Hun
pun ia dapat setelah membunuh saudaranya sendiri,
Bleda. Semua kebengisannya seakan tercermin dari
hobinya. Ya, hobinya adalah menonton..... Menonton
seorang tawanan, yang kaki dan tangannya diikat, dan tali
ikatannya disambungkan ke dua ekor kuda yang akan
dipacu untuk berlari berlawanan arah. Ia akan tertawa
kegirangan melihat tubuh sang korban perlahan-lahan
sobek menjadi 2 bagian, dan pada akhirnya terbelah.......
Miris. Tapi begitulah efektifitas kepemimpinannya,
dengan menebarkan teror agar orang-orang di daerah
yang ditaklukkannya tunduk mengikuti keinginannya,
suka atau tidak....
***
Kembali ke pertanyaan awal, Mengapa harus
memimpin ?? .........Kalau kita jeli, sebenarnya pertanyaan
ini sudah terjawab dari definisi kepemimpinan itu sendiri.
Yup, pengaruh !! Agar kita bisa memberikan pengaruh !!
Agar kita mampu menanamkan tujuan-tujuan kita pada
ekosistem mahasiswa yang kita pimpin. Maka dari itu,
seorang pemimpin yang baik, seharusnya memiliki tujuan
yang baik pula untuk masyarakat yang dipimpinnya.
Bukan cuma sekedar “melegalkan” keingininan pribadi
atau golongannya. Bukan ingin menyusupi ekosistem ini,
dengan nilai-nilai hedonisme buruk ala anak-anak muda
tak punya pendirian. Dan bukan pula menghancurkan
akhlak serta moral para calon birokrat Kementerian
Keuangan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara.....
Pemimpin yang baik, masih dicari di negeri Ali Wardhana
ini, dan disinilah saya, menjadi bagian dari carut-marut
itu. Sudah saatnya bagi saya untuk bangkit dan berdiri,
bukan hanya melihat dari kejauhan lagi, seperti kesalahan
yang dulu pernah saya lakukan,...... saya, dan selayaknya
kita semua, harus mengambil langkah sistematis, yang
akan benar-benar merubah kehidupan kampus STAN,
menjadi dirinya yang lebih baik dari sekarang....
”I don’t think you have to be wearing stars on your
shoulders or a title to be a leader. Anybody who wants to
raise his hand can be a leader any time.” —Jenderal
Ronal Fogleman, US Air Force—

Sekolah ini, entah mengapa, seperti kering dari jiwa-jiwa


sosial. Mungkin karena paradigma yang terbentuk di
setiap kepala mahasiswanya, memandang kehidupannya,
seperti ini :
KULIAH → DENGERIN DOSEN MENDONGENG
→ LULUS → JADI BIROKRAT (dengan jalan mulus
100%)

Berbeda dengan kehidupan mahasiswa di kampus lain :


KULIAH → BANGUN JARINGAN → BELAJAR
DENGAN TEKUN→ LULUS → CARI KERJA
LEWAT JARINGAN TSB (dengan usaha yang tidak
mudah 100%)Karena pola pikir seperti itu, kampus kita
yang tercinta ini hanya membentuk sosok-sosok apatis
dan pragmatis. Adanya figur pemimpin yang luar biasa,
yang mampu mengubah cara pandang seperti diatas,
menjadi sebuah keharusan. Pemimpin yang memiliki
‘pengaruh’ sosial yang mendalam, dan ‘efektifitas’ kerja
yang advanced. Harapan saya, semoga Pemira 2012 ini,
mampu mencetak pemimpin seperti itu, pemimpin yang
seperti baginda Rasulullah SAW, yang mampu mengubah
kebodohan orang-orang ‘Arab yang dipimpinnya, menjadi
manifestasi harapan akan kejayaan di masa depan.

“Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi suatu kaum


maka dijadikan pemimpin-pemimpin mereka orang-orang
yang bijaksana dan dijadikan ulama-ulama mereka
menangani hukum dan peradilan. Juga Allah jadikan
harta-benda di tangan orang-orang yang dermawan.
Namun, jika Allah menghendaki keburukan bagi suatu
kaum maka Dia menjadikan pemimpin-pemimpin mereka
orang-orang yang berakhlak rendah. DijadikanNya
orang-orang dungu yang menangani hukum dan
peradilan, dan harta berada di tangan orang-orang
kikir.” (HR. Ad-Dailami)

Anda mungkin juga menyukai