***
Suatu hari, ketika saya masih berada di tingkat I,
saya pernah merenung sejenak di dalam kamar kos saya,
sembari membayangkan teman-teman saya di kampus ini
yang dengan begitu ‘hebat’nya hidup sebagai spesies
‘mahasiswa kura-kura’ (KUliah RApat – KUliah RApat),
mereka mampu menjabat sebagai korlak acara, ketua
bidang, dan bahkan ketua umum beberapa organisasi
kampus. Saya sungguh heran , tidak mengerti, sekaligus
merasa iri (dalam konteks positif), “Mengapa mereka mau
berepot-repot ria ?? Berkecimpung di dunia yang sama
sekali tidak mendatangkan cash profit bagi
mereka, malah mereka harus dibebani tanggung jawab
yang terbilang berat di organisasi-organisasi itu ??
Apa sih keuntungannya ??....
Karena rasa penasaran tersebut, saya pun mencoba masuk
ke beberapa elemen kampus dan mengikuti kepanitian
beberapa acara, hanya beberapa, karena memang saya
merasa tidak ada keuntungan dari itu semua. Di elkam
seperti UMMP (Ukhuwah Mahasiswa Muslim Pajak),
saya bekerja hanya sebagai staff, dan dibeberapa acara,
jabatan saya paling tinggi hanya sebagai kabid acara.
Namun dari tempat ‘sekecil’ itu, saya bisa melihat dan
merasakan, bahwa memang, ada suatu gairah disana,
gairah yang membuat teman-teman saya mau
menanggung ‘burden’ sebesar itu, suatu gairah yang
membuat saya menulis tulisan ini, gairah yang sekaligus
juga akan menjawab judulnya, “Mengapa Harus
‘Memimpin’ ??”
***
Memimpin memiliki kaitan erat dengan kepemimpinan.
Sementara orang yang memimpin itu disebut pemimpin.
Maka, dari premis-premis ini bisa diambil silogisme
bahwa setiap pemimpin selayaknya memiliki jiwa
kepemimpinan. Namun, sejauh mana ‘kepemimpinan’ itu
diperlukan dalam elemen-elemen kampus ini ?? Dan siapa
yang layak jadi pemimpinnya ??
Kepemimpinan memiliki banyak definisi. Dan dari semua
definisi itu, hanya satu hal pokok yang bisa dipakai untuk
mentafsirkan kepemimpinan....... Yup, kepemimpinan tak
lebih dari kata ‘pengaruh’ !! Hanya itu, tidak kurang dan
tidak lebih !! Kemampuan mempengaruhi-lah yang
membuat seorang pemimpin itu adalah pemimpin sejati !!
Tengok saja baginda Rasulullah SAW, Napoleon,
Alexander Yang Agung, Shih Huang Ti, Hitler, dll,
mereka semua memiliki pengaruh yang besar pada
komunitasnya. Tak peduli apakah pengaruh itu baik atau
buruk, bersifat etis atau non etis, ataupun harus sukarela
maupun terpaksa. Karena kepemimpinan itu, tak
mengenal norma dan nilai, ia, hanya berorientasi kepada
cara dan tujuan yang perlu digapai.......begitulah, suka
atau tidak suka !
Seorang pemimpin akan berusaha membawa
masyarakatnya, menuju suatu goal, baik yang disetujui
dan diinginkan secara aklamasi, atau yang bahkan dipaksa
karena nafsu dan hasrat sang diktator. Dalam prosesnya
(pencapaian tujuan), diperlukan pemberdayaan fasilitas si
‘komunitas terpimpin’ guna meraih tujuan, yang kembali
peran pemimpin sangat diperlukan eksistensinya.
Pemberdayaan ini, menjadi identitas kedua dari kata
‘kepemimpinan’......... Ialah efektifitas, sebuah kata
sederhana yang dimaksud. Barangkali efektifitas tak
masuk lingkupan kepemimpinan, karena raja yang tidak
becus mengurus rakyatnya pun akan tetap dipanggil
‘raja’. Namun seorang pemimpin sejati tahu, jika ia tidak
efektif, maka statusnya tak lebih dari simbol, atau bahkan
takkan bertahan lama....
Efektifitas sang pemimpin adalah sejauh mana ia mampu
dengan segenap wewenangnya, memberdayakan dirinya
dan apa-apa yang dimiliki komunitasnya, untuk
mendorong entitas tersebut, mencapai tujuannya. Kalau
kita menengok baginda Rasulullah SAW, beliau memiliki
efektifitas yang sungguh luar biasa sebagai seorang
pemimpin. Beliau mampu mengubah kebodohan orang-
orang ‘Arab yang dipimpinnya, menjadi manifestasi
harapan akan kejayaan di masa depan. Kejayaan Islam
yang mampu bertahan ribuan tahun sebelum Perang
Dunia I. Efektifitas beliau terpancar dari keempat sifatnya
–yang dalam sebuah buku disebutkan- , sebagai
karakteristik yang mampu membawa perubahan besar
bagi bangsa padang pasir Timur Tengah. Keempat
karakteristik itu adalah :
Cerdas dan taktis (Fathonah): beliau mampu
memberikan solusi atau memilih solusi terbaik atas
masalah yang ada, bahkan membuat preventif atas risiko
yang mungkin muncul.
Dapat dipercaya dan bertanggung jawab (Amanah):
Dapat menjadi tumpuan utama bagi para sahabatnya,
berarti beliau paham betul visi, misi dan aksi dalam
masyarakat muslim saat itu.
Terbuka dan komunikatif (Tabligh): Rasulullah
bukanlah single fighter, beliau mampu merangkul
kelompoknya, dipahami kelompoknya serta
menggerakkan mereka. Dapat dikatakan bahwa beliau
bahkan lebih paham setiap sahabatnya ketimbang sahabat
itu sendiri memahami dirinya.
Jujur dan berintegritas (Shiddiq): perkataannya
adalah perbuatannya sehingga kehormatannya terjaga,
kawan dan lawan pun menghormatinya dan mencintainya.