Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

KOLABORASI KESEHATAN OTAK

NEUROSAINS
Dosen Pengampu:
Peny Husna Handayani, S,Pd., M.Pd.
Rizky Ramadhani, S.Pd., M.Pd.

Disusun Oleh:
Kelompok 5
1. Charol Fioni Ramadansya (1203113006)
2. Dwita Setyaning Putri (1202413018)
3. Febriana Simahate (1171113009)
4. Indah Mutiara Herawati (1203113015)

REGULER C
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PAUD
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MARET 2021

a
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Kuasa karena telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan
hidayah-Nya lah penulis dapatmenyelesaikan makalah dengan tepat waktu.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas pada ibu dosen. Selain itu, penulis
juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca. Penulis
mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu Peny Husna Handayani,
S.Pd., M.Pd. dan Ibu Risky Ramadhani, S.Pd., M.Pd. selaku Dosen pengampu.
Penulis hanyalah manusia biasa sehingga menyadari bahwa materi yang ada
dalam makalah ini belum sempurna. Masih banyak terdapat kesalahan di dalam
makalah ini. Namun, penulis akan selalu berusaha menyempurnakan makalah ini.
Maka dari itu, penulis bersedia menerima saran dan kritikan dari pembaca.
Dengan diselesaikannya makalah ini, penulis berharap makalah ini dapat
bermanfaat untuk semua pembaca.

Medan, 14 Maret 2021

Kelompok 5

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.................................................................................................................................... i
Daftar Isi................................................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Masalah............................................................................................... 1
I.2 Rumusan Masalah........................................................................................................... 2
I.3 Tujuan Pembelajaran.................................................................................................... 2
I.4 Manfaat Penulisan.......................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN
II.1 Pengertian Kolaborasi Kesehatan Otak................................................................. 4
II.2 Hubungan Bau dengan Otak....................................................................................... 5
II.3 Hubungan Warna dengan Otak................................................................................. 7
II.4 Hubungan Emosi dengan Otak.................................................................................. 9
II.5 Hubungan Hidrasi dengan Otak................................................................................ 12
II.6 Hubungan Gizi dengan Otak....................................................................................... 14
BAB III PENUTUP
III.1 Kesimpulan........................................................................................................................ 17
III.2 Saran.................................................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................. 19

ii
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah


Otak merupakan pusat dari keseluruhan tubuh. Otak manusia mengedalikan
semua fungsi tubuh jika otak sehat maka akan mendorong kesehatan tubuh serta
akan menunjang kesehatan mental, sebaliknya jika otak mengalami gangguan, maka
kesehatan tubuh dan mental bisa ikut terganggu.
Menurut Yanuarita (2012) otak manusia memiliki volume sekitar 1.350cc dan
terdiri atas 100 juta sel syaraf dan neuron. Otak memiliki berat rata-rata 1,2 kg pada
laki-laki dan 1 kg pada perempuan. Otak terbentuk dari dua jenis sel, glia dan neuron,
sedangkan neuron akan membawa imformasi dalam bentuk pulsa listrik yang dikenal
sebagai potensi aksi, mereka berkomunikasi dengan neuron yang lain dan keseluruh
tubuh dengan mengirimkan berbagai macam bahan kimia yang disebut
neurotransmitter.
Otak mengatur dan mengkoordinasi sebagian besar gerakan, prilaku dan
fungsi tubuh homoestasis seperti detak jantung, keseimbangan cairan tubuh dan suhu
tubuh. Otak manusia bertanggung jawab terhadap pengaturan seluruh badan dan
pemikiran manusia, oleh karena itu terdapat kaitan erat antara otak dan pemikiran
manusia. Pengetahuan mengenaiotak mempengaruhi perkembangan psikologi
kognitif. Otak juga bertanggung jawab atas fungsi seperti pengenalan, emosi, ingatan,
pembelajaran motorik dan segala bentuk pembelajaran lainnya. Otak merupakan alat
untuk memproses data tentang lingkungan internal dan eksternal tubuh yang
diterima reseptor pada alat indera (seperti mata, telinga, kulit dan lain-lain).
Your brain is like a sleeping giant, itulah ungkapan yang dikatakan oleh Tony
Buzan untuk menggambarkan begitu dahsyatnya kekuatan otak manusia yang
dilambangkan dengan raksasa yang sedang tidur. Namun jika sang raksasa selalu saja
tidur selama kehidupan manusia berlangsung maka akan sia-sia saja potensi yang
dimiliki manusia tersebut. Bila berbicara mengenai otak, apa yang akan muncul
dalam pikiran kita? Apakah memori atau gumpalan kenangan yang terkumpul di
otak? Atau malah kita teringat dengan makanan khas Makassar yang biasa disebut
otak-otak? Begitulah kira-kira hal yang mungkin muncul dalam pikiran kita.

1
Memaksimalkan cara kerja otak agar dapat mencapai hasil pembelajaran yang
maksimal rasanya masih sangat jauh dari pemikiran kita. Padahal proses
pembelajaran yang memaksimalkan fungsi otak akan lebih terstruktur dan bermakna.
Seperti yang kita tau otak merupakan coordinator dari seluruh fungsi tubuh
kita. Otak mempengaruhi semua hal dalam tubuh kita. Mulai dari perkembangan dan
pertumbuhan sampai kepada fungsi panca indera.
Maka dimakalah ini penulis akan membahas mengenai apa sih hubungan otak
dengan bau, hubungan otak dengan warna, hubungan otak dengan gizi, hubungan
otak dengan hidrasi serta hubungan otak dengan emosi.

I.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan di atas, maka rumusan
masalahnya adalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan kolaborasi kesehatan otak?
2. Apa hubungan bau dengan otak?
3. Apa hubungan warna dengan otak?
4. Apa hubungan emosi dengan otak?
5. Apa hubungan hidrasi dengan otak?
6. Apa hubungan gizi dengan otak?

I.3 Tujuan Pembelajaran


Tujuan penulis membuat makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Setelah membaca makalah ini, pembaca dapat mengetahui apa yang dimaksud
dengan kolaborasi kesehatan otak.
2. Setelah membaca makalah ini, pembaca dapat mengetahui tentang hubungan
bau dengan otak.
3. Setelah membaca makalah ini, pembaca dapat mengetahui tentang hubungan
warna dengan otak.
4. Setelah membaca makalah ini, pembaca dapat mengetahui tentang hubungan
emosi dengan otak.
5. Setelah membaca makalah ini, pembaca dapat mengetahui tentang hubungan
hidrasi dengan otak.

2
6. Setelah membaca makalah ini, pembaca dapat mengetahui tentang hubungan
gizi dengan otak.

I.4 Manfaat Penulisan


Manfaat yang dapat diambil dari tulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat bagi penulis, yaitu dapat memberikan pengalaman dan pengetahuan
tentang materi kolaborasi kesehatan otak.
2. Manfaat bagi dosen, yaitu dosen dapat mengetahui tingkat pemahaman
mahasiswa tentang materi kolaborasi kesehatan otak
3. Manfaat bagi pembaca, yaitu untuk menambah wawasan tentang materi
kolaborasi kesehatan otak.

3
BAB II
PEMBAHASAN

II.1 Pengertian Kolaborasi Kesehatan Otak


Sebelum masuk kepada pengertian kolaborasi kesehatan otak ada baik nya
untuk mengtahui terlebih dahulu apa maksud kata kolaborasi disini.
Collaborative care merupakan suatu intervensi sistem-level pelayanan
kesehatan yang menggunakan pengelolaan kasus untuk menghubungkan penyedia
layanan kesehatan primer, pasien, dan spesialis kesehatan mental (Thota, 2012).
Dalam melaksanakan collaborative care dibutuhkan sebuah tim yang terdiri dari
(Unű tzer, 2013):
1) Penyedia Pelayan Primer/Primer Care Provider (PCP), terdiri dari seorang
dokter keluarga, ahli penyakit dalam, praktisi perawat, atau asisten dokter dan
apoteker.
2) Staf pengelola pelayanan terdiri dari perawat, pekerja sosial klinik atau
psikolog yang dilatih untuk perawatan berbasis bukti, memberikan penjelasan
ringkas terhadap intervensi perilaku dan mendukung pengobatan yang
diberikan Primer Care Provider (PCP).
Perawatan Kolaborasi (collaborative care) adalah hubungan kerja diantara
tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kepada pasien/klien dengan
melakukan diskusi tentang diagnosa, melakukan kerjasama dalam asuhan kesehatan,
saling berkonsultasi atau komunikasi serta bertanggung jawab pada pekerjaannya
masing – masing.
Berdasarkan kamus Heritage Amerika (2000), kolaborasi adalah bekerja
bersama khususnya dalam usaha penggabungan pemikiran. Hal ini sesuai dengan apa
yang dikemukakan oleh Gray (1989) menggambarkan bahwa kolaborasi sebagai
suatu proses berfikir dimana pihak yang terlibat memandang aspek-aspek perbedaan
dari suatu masalah serta menemukan solusi dari perbedaan tersebut dan
keterbatasan pandangan mereka terhadap apa yang dapat dilakukan.
Menurut American Medical Assosiation (AMA), setelah melalui diskusi dan
negosiasi yang panjang dalam kesepakatan hubungan professional dokter dan
perawat, mendefinisikan istilah kolaborasi adalah sebuah proses dimana dokter dan

4
perawat serta tenaga kesehatan lain merencanakan dan praktek bersama sebagai
kolega, bekerja saling ketergantungan dalam batasan-batasan lingkup praktek
mereka dengan berbagi nilai-nilai dan saling mengakui dan menghargai terhadap
setiap orang yang berkontribusi untuk merawat individu, keluarga dan masyarakat.
Apapun bentuk dan tempatnya, kolaborasi meliputi suatu pertukaran
pandangan atau ide yang memberikan perspektif kepada seluruh kolaborator.
Efektifitas hubungan kolaborasi profesional membutuhkan mutual respek baik setuju
atau ketidaksetujuan yang dicapai dalam interaksi tersebut. Partnership kolaborasi
merupakan usaha yang baik sebab mereka menghasilkan outcome yang lebih baik
bagi pasien dalam mencapai upaya penyembuhan dan memperbaiki kualitas hidup.
Namun dalam pembahasan ini kolaborasi kesehatan yang dimaksud adalah
kolaborasi kesehatan otak, yang mana otak merupakan pusat koordinasi tubuh
manusia sehingga sangat penting memperhatikan kesehatan otak.
Dari yang penulis pahami mengenai apa itu kolaborasi kesehatan dan apa itu
otak, maka disini penulis menyimpulkan bahwa kolaborasi kesehatan otak adalah
pandangan, pengamatan atau pendapat mengenai berbagai hal yang bisa menjaga
atau membantu atau memelihara kesehatan otak manusia.

II.2 Hubungan Bau dengan Otak


Dalam kehidupan sehari-hari, bau diterima dengan konteks yang kaya dan
berarti, dan apa yang kita cium adalah apa yang kita harapkan berdasarkan informasi
visual atau kontekstual. Biasanya, bau disajikan untuk mendukung atau
mengkonfirmasi identifikasi objek (Cain dkk, dalam Frank, 1995).
Bau atau aroma mempunyai peran yang sangat kuat. Bau mempengaruhi kita
pada tingkat fisik, psikologis, dan sosial. Untuk sebagian besar, aroma yang
mengelilingi kita tanpa sadar menyadari pentingnya aroma untuk kita. Bau dapat
membangkitkan tanggapan emosional yang kuat. Sebuah aroma yang terkait dengan
pengalaman yang baik dapat membawa kegembiraan dengan cepat. Aroma yang tidak
menyenangkan juga dapat membuat memori kita menjadi buruk. Responden pada
sebuah survey mencatat bahwa kebanyakan aroma yang dihirup, baik suka maupun
tidak suka didasarkan pada asosiasi emosional. Asosiasi tersebut dapat cukup kuat
untuk membuat aroma yang umumnya akan diberi label menyenangkan tidak
menyenangkan, dan yang umumnya akan dianggap wangi yang tidak menyenangkan

5
bagi individu tertentu. Aroma ataupun bau-bauan biasanya tersedia dalam berbagai
bentuk seperti minyak, serbuk kering, dan sebagai dupa (Classen dkk, 1994).
Kekuatan bau untuk membuka memori manusia dinyatakan kurangnya
literatur dan anekdoti yang kurang didokumentasikan oleh ilmu pengetahuan. Bau,
mungkin lebih dari rangsangan lainnya, secara luasdiyakini untuk membangkitkan
pengalaman hidup masa lalu dan kompleks dengan mudah (Frank et al, 1995).
Para psikolog berpendapat bahwa bau dapat memberikan efek menenangkan
dan memberikan pembelajaran emosional, persepsi sadar, serta keyakinan.
Tanggapan terhadap bau dipelajari melalui asosiasi dengan pengalaman emosional,
karena sifat-sifat bau terkait pada emosi sehingga dapat menggerahkan emosional,
perilaku, dan fisiologi efek tersendiri (Herz, 2001). Hal ini menunjukan bahwa emosi
yang ditimbulkan oleh bau yang menyenangkan dan tidak menyenangkan
mempengaruhi fisiologis dan berkolerasi erat pada emosional serta prilaku (Alaoui
Ismaili, 1997). Misalnya bau yang dipicu kecemasan menimbulkan perubahan
elektrodermalyang konsisten dengan rasa takut tetapi hanya diantara orang /
responden yang memiliki hubungan ketakutan dengan bau tertentu (Dittmar dan
Mauri, 1998).
Menurut Huck (2010), bau berpengaruh langsung terhadap otak manusia,
mirip narkotika. Hidung dapat membedakan lebih dari 100.000 bau yang berbeda
yang mempengaruhi kita dan itu terjadi tanpa kita sadari. Bau–bauan tersebut
mempengaruhi otak yang berkaitan dengan mood (suasana hati), emosi, ingatan, dan
pembelajaran. Sebagai contoh, dengan menghirup aroma lavender maka akan
meningkatkan gelombang – gelombang alfa di dalam otak dan gelombang inilah yang
mebantu kita untuk merasa rileks.Hal yang serupa juga ditegaskan oleh Yunita dalam
penelitiannya wewangian dapat mempengaruhi kondisi psikis, daya ingat, dan emosi
seseorang.Organ penciuman merupakan sarana komunikasi alamiah pada
manusia.Hanya sejumlah 8 molekul yang dapat memacu impuls elektrik pada ujung
saraf. Sedangkan secara kasar terdapat 40 ujung saraf yang harus dirangsang
sebelum seseorang sadar akan bau yang dicium. Bau merupakan suatu molekul yang
mudah menguap ke udara dan akan masuk ke rongga hidung malalui penghirupan
sehingga akan direkam oleh otak sebagai proses penciuman (Yunita, 2010).

6
II.3 Hubungan Warna dengan Otak
Pada dasarnya warna memiliki hubungan erat dengan kehidupan, termasuk
proses-proses psikologis manusia. Warna sebenarnya merupakan sebuah efek cahaya
yang ditangkap oleh mata manusia agar dapat melihat bentuk disekelilingnya dan
membedakannya. Cahaya sendiri tidak memiliki warna, namun indera penglihatan
manusia yang mengubah panjang gelombang cahaya yang berbeda-beda menjadi
warna. Tanpa cahaya, manusia tidak akan pernah melihat beranekaragam warna
(Atkinson & Smith & Bem, 1997).
Ketika cahaya putih (matahari) dipantulkan melalui prisma, cahaya tersebut
terpisah menjadi semua warna yang dapat terlihat oleh mata manusia. Diketahui
terdapat tujuh warna dasar yang biasanya dikenal sebagai warna pelangi, yaitu :
merah, jingga, kuning, hijau, biru, indigo, dan ungu. Penelitian Sir Isaac Newton ini
(dalam Gibbs, 1997) lebih lanjut dilakukan, sehingga ditemukanlah tiga warna dasar,
yaitu : biru, hijau, dan merah. Hal lain yang menarik dari warna adalah semua corak
warna dapat dihasilkan dari pencampuran beberapa warna dasar saja, yaitu tiga
cahaya yang panjang gelombangnya berbeda jauh dapat dikombinasikan untuk
menghasilkan semua warna cahaya (Atkinson & Smith & Bem, 1987).
Berdasarkan penemuan tersebut, secara ilmiah warna dapat didefinisikan
sebagai sensasi yang diciptakan oleh sistem visual manusia karena adanya eksitasi
radiasi elektromagnetik yang dikenal sebagai cahaya. Warna merupakan hasil sensasi
dari cahaya di daerah spektrum elektromagnetik yang dapat dilihat dan mempunyai
panjang gelombang antara 400-700 nm. Warna diterima oleh tiga jenis reseptor
warna pada retina manusia yang disebut cone atau kerucut karena bentuknya
menyerupai kerucut, yang masing-masing mempunyai respon terhadap spektrum
yang berbeda.
Masyarakat pada umumnya hanya mengenal beberapa jenis warna yang sering
dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, namun kenyataanya terdapat ribuan jenis
warna yang dikenal manusia. Menurut perkiraan National Bureau of Standards,
manusia memiliki nama untuk sekitar 7500 macam warna (Judd & Kelly, dalam
Atkinson & Smith & Bem, 1997). Angka tersebut menunjukkan betapa pentingnya
warna dalam kehidupan dan bahkan dapat dikatakan bahwa manusia hidup dalam
dunia yang penuh warna (Goldstein, dalam Atkinson & Smith & Bem, 1997). Hal ini

7
menggugah para peneliti untuk meneliti secara intensif mengenai pengaruh warna
terhadap berbagai proses-proses psikologis manusia Banyak peneliti yang mencoba
untuk membuktikan pengaruh warna terhadap proses psikologis manusia, salah
satunya Biren (1950) yang diikuti oleh Greene (1983). Dalam penelitian tersebut,
berhasil ditemukan bahwa warna dapat meningkatkan sensitivitas individu, juga
memberikan pengaruh sementara terhadap Mood. Selain itu, beberapa peneliti juga
mencoba untuk menemukan pengaruh warna terhadap memori.
Penelitian mengenai warna dan memori telah dilakukan dengan berbagai
macam cara oleh banyak peneliti dan telah menghasilkan beragam kesimpulan.
Penelitian yang dilakukan oleh Borges, Stepnowsky, dan Holt (1977) menemukan
bahwa memori pada orang dewasa lebih baik untuk mengenali gambar-gambar
berwarna dibandingkan gambar hitam putih. Penelitian Wurn (1993, dalam
Huchendorf, 2007) menyatakan bahwa dengan adanya warna, memori individu
menjadi lebih mudah mengenali (to recognize) objek yang dikenai warna.
Penelitian Spence (2006) menunjukkan bahwa warna dapat meningkatkan
memori dalam mengenali gambar-gambar pemandangan alam sebesar 5%. Selain itu,
sebuah studi dalam bidang neurologi berusaha mengukur nilai relatif isyaratisyarat
verbal terhadap pembelajaran dan memori. Hasil penelitian tersebut menyebutkan
bahwa warna sangat berpengaruh pada otak. Memori terhadap warna juga terbukti
lebih kuat, dikarenakan setiap warna memengaruhi otak dan tubuh manusia secara
berbeda, tergantung pada kondisi dan pikiran saat melihatnya, warna dapat
memengaruhi ingatan disebabkan oleh peningkatan ketergugahan, perubahan mood
(intensitas maupun jenisnya), atau bahwa otak memiliki bias atensi terhadap warna
(Jensen, 2000).
Pembelajaran mengenai pengaruh warna terhadap perilaku, emosi dan fisik
manusia ini dikenal dengan sebutan psikologi warna. Warna hijau menimbulkan rasa
nyaman, rileks, kalem, mengurangi stres, menyeimbangkan, dan menenangkan emosi.
Warna hijau untuk mereka yang menderita lemah jantung, sakit pernapasan, dan
kanker. Orange Warna yang ceria. mampu membebaskan dan melepaskan emosi,
menghilangkan rasa mengasihani diri, rasa tak berguna, dan tak ingin memaafkan.
Ungu menimbulkan efek yang dalam pada jiwa dan telah digunakan dalam psikiatri
untuk membantu menenangkan pasien yang menderita sejumlah gangguan mental

8
dan gangguan panik. Jingga lebih berfungsi untuk mengatasi masalah alergi dan
konstipasi atau sembelit. Biru Warna yang dingin dan menenangkan. Putih warna
yang betul-betul suci, warna perlindungan yang membawa damai dan perasaan
nyaman. Hitam warna yang membuat nyaman, melindungi, dan misterius,
berhubungan dengan kesunyian. Hitam mencegah kita untuk tumbuh dan berubah.
(Martinson, 2002; Nicholson, 2002; Pytel, 2006).
Penelitian yang dilakukan oleh Chen (1997) tentang pengaruh warna pada
kognitif diperoleh hasil peningkatanmemori sebesar 15,8% setelah pembelajaran
dengan menggunakan warna dibandingkan pembelajaran hanya dengan
menggunakan warna netral (putih dan hitam). Penelitian yang dilakukan oleh Mills
dan Mc Mullan (2009) dengan menggunakan 18 kata, 18 gambar dan campuran
antara gambar dan kata pada 30 responden diperoleh hasil terdapat perbedaan yang
bermakna pada retensi memori.

II.4 Hubungan Emosi dengan Otak


Ilmuwan bernama Joseph Le Doux mengatakan."The brain states and bodily
responses are the fundamental fact of an emotion." Artinya fakta dari tumbuhnya
sebuah emosi adalah karena adanya otak dan tubuh yang merespon.Dapat ditarik
kesimpulan, bahwa emosi dapat tumbuh ketika ada sesuatu yang terjadi pada diri
manusia, baik itu yang bersumber dari diri maupun dari orang disekitar kita.
Emosi yang dialami individu terjadi emalui beberapa tahap. Lewis dan
Rosenblum (A & Yeni, 2004) mengutarakan proses terjadinya emosi melalui tahap,
yaitu:
1. Elictors, adanya dorongan berupa situasi atau peristiwa misalnya peristiwa
didekati harimau.
2. Resptors, merupakan aktivitas di pusat sistem saraf. Setelah indra menerima
rangsangan dari luar, dalam hal ini mata melihat mendekatnya harimau, maka
mata berfungsi sebagai indra penerima stimulus atau reseptor awal. Setelah
mata menerima stimulus, infromasi tersebut diteruskan ke otak sebagai pusat
sistem saraf.
3. State, merupakan spesifik yang terjadi dalam aspek fisiologis. Dalam contoh
kasus ini, setelah rangsangan mencapai otak maka otak menerjemah kan dan
mengolah stimulus ini serta menyebarkan kembli stimulus yang sudah

9
diterjemahkan ke berbagai bagian tubuh lain yang terkait sehingga terjadi
perubahan fisiologis, sepeti detak jantung berdetak keras, tekanan darah naik,
badan tegang atau terjadi perubahan pada hormon lainnya.
4. Expressin, yaitu terjadinya perubahan pada daerah yang dapat diamati,
seperti pada wajah, tubuh, suara atau tindakan yang terdorong oleh
perubahan fisiologis. Sebagai contohnya otot wajah mengencang, tubuh
tegang, mulut terbuka, dan suara keras berteriak, atau bahkan lari kencang
menjauh.
5. Exsperience, persepsi dan interpretasi individu pada kondisi emosionalnya.
Dengan pengalaman indivdu dalam menerjemahkan dan merasakan perasaan
sebagai rasa takut, stres dan ngeri.
Bagian otak yang bertanggung jawab terhadap emosi adalah bagian yang
disebut sistem limbik. Adapun struktur otak yang berperan adalah hippocampus,
cingulate gyrus, rhinal cortex, amygdala, dan orbitofrontal cortex. Disanalah emosi
diatur. Mulai dari menerima informasi tentang situasi, memunculkan adanya
perasaan tertentu, sampai membangkitkan reaksi fisiologis.
Jaak Pankseep, seorang peneliti emosi terkemuka, mengemukakan adanya
aliran perintah emosi di dalam otak. Aliran perintah emosi itu memiliki 2 macam cara
yang simultan., yakni komunikasi pada beberapa struktur otak dan melakukan fungsi
merespon situasi yang menimbulkan tantangan (terdiri dari 7 hal, yakni yang bisa
membangkitkan harapan, kemarahan, ketakutan, dorongan seksual, perlindungan,
kepanikan atau keterpisahan, dan permainan atau dominasi). Keduanya
menyampaikan informasi dari organ pengindra (penglihat, pendengar, pencium,
perasa, peraba), association cortex, dan dari memori ke sistem limbik dan bagian lain
dari sistem syaraf. Sebagai hasilnya, individu akan berperilaku secara integral dan
adaptif. Jika marah maka akan menunjukkan ekspresi marah. Tidak akan terjadi saat
marah malah menunjukkan ekspresi bahagia.
Tahukah kamu, saat kamu merasa sedih atau karena terharu kamu akan
menangis sebab amygdala kamu akan memacu jaringan otak dan juga struktur
sarafnya untuk mengeluarkan air mata, namun jika amygdala kamu mengalami
kerusakan, bisa jadi kamu masih dapat berkomunikasi namun kamu menjadi pasif

10
dan respon kadar emosi kamu menjadi minim, kamu bahkan tidak mampu lagi untuk
menangis, kondisi semacam ini disebut sebagai affective blindnness.
Ketika terjadi suatu kejadian yang memicu emosi, katakanlah misalnya takut,
maka amygdala mengirim pesan ke semua bagian dari otak sehingga memicu
dikeluarkannya hormon yang berkenaan dengan reaksi paling primitif, apakah lawan
atau berlari. Hal ini dilakukan dengan cara memicu pusat pergerakan, mengaktifkan
sistem kardiovascular, mensiagakan otot dan lainnya. Selain itu amygdala juga
memicu dikeluarkannya neurotransmitter norepinephrine untuk meningkatkan
reaksi dari area utama otak, sehingga panca indra menjadi lebih siaga. amygdala juga
mengirim pesan ke batang otak sehingga memunculkan ekspresi takut, ketegangan,
meningkatkan laju detak jantung yang meninggikan tekanan darah dan membuat
nafas menjadi lebih cepat dan dangkal.
Penelitian yang dilakukan oleh LeDoux mengindikasikan bahwa aliran
informasi yang diterima dari panca indra terpecah menjadi dua jalur. Satu jalur
menuju ke thalamus berlanjut ke neo cortex, sementara jalur yang lain mengarah ke
amygdala. Jalur langsung dari thalamus ke amygdala terdiri atas rangkaian neuron
yang jumlahnya lebih sedikit dibandingkan pada jalur yang menghubungkan
thalamus dengan neo cortex. Rute antara thalamus ke neo cortex panjangnya dua kali
lebih panjang dibandingkan rute dari thalamus ke amygdala. Informasi dari thalamus
ke amygdala dapat bergerak dalam satuan 12/1000 detik (lebih singkat dari pada
satu nafas). Arsitektur ini yang memungkinkan amygdala dapat merespon lebih cepat
(sangat kilat) bahkan sebelum neo cortex menerima dan mengenali keseluruhan
informasi yang dikirim dari thalamus.
Dari thalamus sebagian besar informasi mengalir ke neo cortex dibandingkan
ke amygdala. Bagian yang mengatur aliran informasi tersebut adalah prefrontal lobes.
Ketika ada suatu kejadian yang tidak diinginkan, prefrontal lobes melakukan
penimbangan untung-rugi atas respon yang akan dilakukan. Pada binatang,
responnya sangat terbatas, lawan atau lari. Pada manusia alternatif responnya bisa
lebih banyak, mulai dari lawan, negosiasi, diskusi, merayu, hingga lari. Sama seperti
amygdala, ketiadaan prefrontal lobes membuat individu tidak memiliki aspek
emosional pada hidupnya.

11
Jika manusia hanya memiliki respon terbatas misalnya hilangnya rasa malu,
selalu melawan walaupun salah, menyalahkan orang lain dan mengabaikan sifat-sifat
kemanusiaan maka bisa dipastikan bahwa sistem otak orang tersebut mengalami
kerusakan.

II.5 Hubungan Hidrasi dengan Otak


Hidrasi adalah proses di mana ion dikelilingi oleh molekul-molekul air yang
tersusun dalam keadaan tertentu. Hidrasi membantu menstabilkan ion-ion dalam
larutan dan mencegah kation untuk bergabung kembali dengan anion. 
Dehidrasi merupakan kondisi penurunan volume air tubuh total. Penurunan
volume air tubuh sekitar 2% atau lebih tergolong dalam dehidrasi sedang. Dehidrasi
ternyata memiliki pengaruh kuat terhadap fungsi otak. Dehidrasi dapat terjadi tanpa
gejala dan jika berlanjut dapat menimbulkan gangguan kognitif, delirium/ koma
bahkan kematian. Hidrasi yang adekuat sangat penting untuk memelihara
homeostasis dan kelangsungan hidup manusia, termasuk menjaga fungsi otak.
Kegagalan menjaga status hidrasi yang adekuat secara akut akan menyebabkan
gangguan fungsi kognitif, fungsi neurologik dan kegagalan fungsi organ yang akhirnya
mempengaruhi kualitas hidup. Meskipun delirium merupakan suatu tanda terjadinya
disfungsi serebral global akut tetapi gangguan kognitif tidak dapat pulih kembali
seperti semula. Dehidrasi pada tahap sedang yang diawali dengan rasa pusing jika
terus berlanjut perlahan-lahan seringkali tanpa disadari telah menimbulkan
gangguan kognitif dan mental (Wilson, 2003).
Pengaruh dehidrasi terhadap fungsi kognitif dan fungsi otak belum banyak
diteliti. Hambatan penelitian di bidang ini adalah sulitnya menentukan status hidrasi
secara tepat karena terjadinya perubahan fisiologik yang kompleks saat dehidrasi
dan perubahan itu saling tergantung pada berbagai sistem tubuh.
Selain itu jenis stresor (panas, aktivitas fisik, pembatasan minum) dan
lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menimbulkan dehidrasi dalam penelitian
sangat bervariasi serta penilaian fungsi kognitif manusia sangat sulit dilakukan
(Lieberman, 2007). Fungsi kognitif melibatkan aspek neuropsikologi yaitu terdapat
hubungan antara perilaku dan sistem saraf sehingga penilaian fungsi kognitif sangat
kompleks, meliputi persepsi terhadap kelelahan, kemampuan untuk menentukan
objek sasaran, kemampuan untuk membedakan sesuatu, aktivitas visual motorik,

12
memori jangka pendek, memori jangka panjang, perhatian, efisiensi aritmetika dan
kecepatan waktu dalam menentukan pilihan (Grandjean, 2007).
Gangguan fungsi otak akibat dehidrasi menimbulkan gejala penurunan
konsentrasi, dan kemampuan berpikir serta kecerdasan.Peran air sangat penting
untuk menjaga fungsi otak karena di dalam air terdapat berbagai elektrolit yang
berperan dalam aktivitas listrik otak. Neurotransmiter dalam menjalankan fungsinya
sangat tergantung pada aktivitas listrik otak tersebut (Wilson, 2003). Secara fisiologi
otak berespon terhadap dehidrasi. Tubuh akan melepaskan aldosteron yang memicu
ginjal untuk menyerap kembali natrum dan air untuk meningkatkan volume plasma
di sirkulasi.
Dehidrasi subklinik menetap mengakibatkan kecemasan (anxiety), serangan
panik, dan agitasi. Jika jaringan otak mengalami dehidrasi secara fluktuatif akan
terjadi halusinasi, delirium dan kehilangan perhatian. Dehidrasi yang terus berlanjut
tanpa pengobatan menyebabkan somnolen, kehilangan kesadaran dan psikosis.
Fungsi kognitif merupakan fungsi otak yang melibatkan aspek psikologi seperti
perhatian (attention), pembelajaran (learning), memori (memory) dan kemampuan
mencari alasan terhadap suatu kejadian (reasoning) selain kecerdasan. Dehidrasi
akan menurunkan fungsi kognitif tersebut (Wilson, 2003).
Beberapa organ penting seperti otak, ginjal dan hati agar dapat menjalankan
fungsinya dengan baik membutuhkan air dan oksigen. Sekitar 2% penurunan cairan
tubuh akan mengganggu kemampuan otak di bidang matematika, proses memori
jangka pendek dan fungsi vasomotor. Jika dehidrasi berlanjut akan terjadi gangguan
otak untuk memproses memori jangka panjang, peningkatan persepsi terhadap
kelelahan atau cepat merasa lelah, yang pada akhirnya akan mengganggu kualitas
hidup. Setiap aktivitas yang kita lakukan membutuhkan perhatian dan kesadaran
untuk tetap terjaga dan berkonsentrasi penuh termasuk setiap aktivitas otak yang
tergolong dalam kemampuan kognitif. Dehidrasi akan mengganggu proses tersebut
(Wilson, 2003).
Komposisi air pada otak mencapai 85%, padahal berat otak hanya 1/50 dari
berat tubuh total dan 1/20 dari aliran darah tubuh total. Besarnya volume air di
dalam otak menyebabkan gangguan fungsi otak permanen bahkan kematian jika
terjadi dehidrasi. Dehidrasi menyebabkan neuron mengkerut dan mengganggu

13
hantaran neurotransmiter karena oksigen, mineral dan elektrolit yang larut dalam air
tidak bekerja optimal (Madewell, 2010).
Dehidrasi juga menyebabkan perubahan struktur anatomi otak; terjadi
pelebaran ventrikel otak (Kempton, 2009). Daerah otak yang paling rentan terhadap
dehidrasi adalah sistem aktivitas retikuler yang berperan pada kemampuan untuk
tetap memiliki perhatian dan kesadaran penuh saat beraktivitas, struktur otonomik
yang mengatur fungsi psikomotor dan korteks serta struktur otak tengah (midbrain)
yang bertanggung jawabterhadap memori dan persepsi. Hal ini dapat dijelaskan
bagaimana kerusakan pada area otak tertentu akan mengganggu fungsi tertentu,
karena setiap bagian otak secara anatomi memiliki fungsi tertentu termasuk fungsi
mental, emosi dan kognitif (Wilson, 2003).
Dehidrasi menyebabkan gangguan fungsi otak, antara lain fungsi kognitif yang
melibatkan persepsi terhadap kelelahan, kemampuan untuk menentukan objek
sasaran, kemampuan untuk membedakan sesuatu, aktivitas visual motorik, memori
jangka pendek, memori jangka panjang, perhatian, efisiensi aritmetika dan kecepatan
waktu dalam menentukan pilihan. Berbagai teori telah dikemukakan untuk
menjelaskan patofisiologi gangguan kognitif akibat dehidrasi, antara lain teori
hormonal dan teori seluler. Gangguan fungsi otak pada tahap lanjut dapat
menimbulkan penyakit tertentu seperti dimensia (Alzheimer, gangguan vaskuler),
jejas pada otak (traumatik dan stroke) dan gangguan kognitif lainnya yang berawal
dari dehidrasi. Pusing merupakan tanda awal terjadinya dehidrasi pada otak yang
seringkali tidak disadari. Oleh karena itu dehidrasi harus dicegah dengan cukup
mengkonsumsi air sebelum timbul rasa haus karena gangguan otak yang terjadi
dapat menggangu kualitas hidup bahkan jika terus berlanjut menyebabkan kematian.

II.6 Hubungan Gizi dengan Otak


Anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan
bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin
kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depannya. Periode dini dalam
perjalanan usia manusia merupakan periode penting bagi pembentukan otak,
inteligensi, kepribadian, memori, dan aspek perkembangan lainnya. Pada masa usia
dini itu, kualitas hidup seorang manusia memiliki makna dan pengaruh yang luar

14
biasa pada hidup selanjutnya, pun setelah anak dewasa. Oleh karena itu tidak
berlebihan jika masa ini disebut sebagai masa the golden age.
Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup
zat-zat gizi yang digunakan secara efisien (Almatsier, 2010:9). Berdasarkan data riset
kesehatan dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan tahun 2007dan 2010 secara
konsisten menunjukkan bahwa rata-rata asupan kalori dan protein anak balita masih
di bawah Angka Kecukupan Gizi (AKG). Anak yang memiliki status gizi kurang atau
buruk (underweight) berdasarkan pengukuran berat badan terhadap umur (BB/U)
dan pendek atau sangat pendek (stunting) berdasarkan pengukuran tinggi badan
terhadap umur (TB/U) yang sangat rendah terhadap standar WHO mempunyai resiko
kehilangan kecerdasan atau intelligence quotient (IQ) sebesar 10- 15 point (Anonim,
2011:10).
Anak yang kekurangan gizi mudah mengantuk dan kurang bergairah yang
dapat menganggu proses belajar di sekolah dan menurun prestasi belajarnya, daya
pikir anak juga akan kurang, karena pertumbuhan otaknya tidak optimal.
Komsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Menurut
Riyadi (2001:14), status gizi adalah keadaan kesehatan tubuh seseorang atau
sekelompok orang yang diakibatkan oleh komsumsi, penyerapan (absorbsi), dan
penggunaan (utilization) zat gizi makanan yang ditentukan berdasarkan ukuran
tertentu. Sedangkan menurut Almatsier (2010:3), status gizi adalah keadaan tubuh
sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Status gizi ini
dibedakan antara status gizi buruk, kurang, baik, dan lebih.
Menurut Barasi (2007:74), masa pertumbuhan otak tercepat berlangsung dari
pertengahan masa kehamilan sampai 18 bulan setelah lahir. Meskipun
perkembangan otak selama janin dapat dilindungi sampai batas tertentu dengan
membelokkan suplai gizi ke otak, mekanisme ini mungkin menimbulkan dampak
jangka panjang terhadap fungsi otak. Adapun hubungan antara otak dan kecukupan
gizi antara lain:

1. Gizi yang adekuat diperlukan otak untuk perkembangan, pemeliharaan, dan


fungsinya.

2. Otak juga memiliki peran esensial dalam pengendalian asupan makanan, yang
dapat menentukan status gizi seseorang
15
3. Perilaku juga dapat dikaitkan dengan suplai gizi ke otak.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa asupan gizi yang


adekuat sejak janin diperlukan otak untuk perkembangan,pemeliharaan, dan
fungsinya. Status gizi kurus ataupun sangat kurus dapat berdampak pada hubungan
neuron mungkin tidak sebanyak yang seharusnya, sehingga dapat mempengaruhi
perkembangan kognitif dan menimbulkan masalah perilaku. Kekurangan asupan zat
gizi dapat menghambat pertumbuhan myelin, menurunkan kecerdasan sehingga
dapat menyebabkan gangguan belajar.

16
BAB III
PENUTUP

III.1 Kesimpulan
Collaborative care merupakan suatu intervensi sistem-level pelayanan
kesehatan yang menggunakan pengelolaan kasus untuk menghubungkan penyedia
layanan kesehatan primer, pasien, dan spesialis kesehatan mental. Perawatan
Kolaborasi (collaborative care) adalah hubungan kerja diantara tenaga kesehatan
dalam memberikan pelayanan kepada pasien/klien dengan melakukan diskusi
tentang diagnosa, melakukan kerjasama dalam asuhan kesehatan, saling
berkonsultasi atau komunikasi serta bertanggung jawab pada pekerjaannya masing –
masing. kolaborasi kesehatan otak adalah pandangan atau pengamatan atau
pendapat mengenai berbagai hal yang bisa menjaga atau membantu atau memelihara
kesehatan otak manusia.
Menurut Huck (2010), bau berpengaruh langsung terhadap otak manusia,
mirip narkotika. Hidung dapat membedakan lebih dari 100.000 bau yang berbeda
yang mempengaruhi kita dan itu terjadi tanpa kita sadari. Bau–bauan tersebut
mempengaruhi otak yang berkaitan dengan mood (suasana hati), emosi, ingatan, dan
pembelajaran. Sebagai contoh, dengan menghirup aroma lavender maka akan
meningkatkan gelombang – gelombang alfa di dalam otak dan gelombang inilah yang
mebantu kita untuk merasa rileks. Hasil penelitian menyebutkan bahwa warna sangat
berpengaruh pada otak. Memori terhadap warna juga terbukti lebih kuat, dikarenakan
setiap warna memengaruhi otak dan tubuh manusia secara berbeda, tergantung pada
kondisi dan pikiran saat melihatnya, warna dapat memengaruhi ingatan disebabkan oleh
peningkatan ketergugahan, perubahan mood (intensitas maupun jenisnya), atau bahwa otak
memiliki bias atensi terhadap warna (Jensen, 2000).
Bagian otak yang bertanggung jawab terhadap emosi adalah bagian yang
disebut sistem limbik. Adapun struktur otak yang berperan adalah hippocampus,
cingulate gyrus, rhinal cortex, amygdala, dan orbitofrontal cortex. Disanalah emosi
diatur. Mulai dari menerima informasi tentang situasi, memunculkan adanya
perasaan tertentu, sampai membangkitkan reaksi fisiologis.saat kamu merasa sedih
atau karena terharu kamu akan menangis sebab amygdala kamu akan memacu

17
jaringan otak dan juga struktur sarafnya untuk mengeluarkan air mata, namun
jika amygdala kamu mengalami kerusakan, bisa jadi kamu masih dapat
berkomunikasi namun kamu menjadi pasif dan respon kadar emosi kamu menjadi
minim, kamu bahkan tidak mampu lagi untuk menangis, kondisi semacam ini disebut
sebagai affective blindnness.
Beberapa organ penting seperti otak, ginjal dan hati agar dapat menjalankan
fungsinya dengan baik membutuhkan air dan oksigen. Sekitar 2% penurunan cairan
tubuh akan mengganggu kemampuan otak di bidang matematika, proses memori
jangka pendek dan fungsi vasomotor. Jika dehidrasi berlanjut akan terjadi gangguan
otak untuk memproses memori jangka panjang, peningkatan persepsi terhadap
kelelahan atau cepat merasa lelah, yang pada akhirnya akan mengganggu kualitas
hidup. Setiap aktivitas yang kita lakukan membutuhkan perhatian dan kesadaran
untuk tetap terjaga dan berkonsentrasi penuh termasuk setiap aktivitas otak yang
tergolong dalam kemampuan kognitif. Dehidrasi akan mengganggu proses tersebut
(Wilson, 2003).
Anak yang kekurangan gizi mudah mengantuk dan kurang bergairah yang
dapat menganggu proses belajar di sekolah dan menurun prestasi belajarnya, daya
pikir anak juga akan kurang, karena pertumbuhan otaknya tidak optimal.Gizi yang
adekuat diperlukan otak untuk perkembangan, pemeliharaan, dan fungsinya.

III.2 Saran
Dari penulisan makalah ini maka penulis bisa memberi saran untuk selalu
menjaga kesehatan otak, mulai dari pandai mengekspresikan emosi sebagaimana
mestinya, pengaruh warna dan bau pada otak, serta cukupkan kadar air dalam tubuh
agar otak bekerja maksimal jangan lupa pula untuk memperhatikan gizi bagi
pertumbuhan otak.

18
DAFTAR PUSTAKA

Munawaroh, Isniatun & Haryanto (2005). Neuroscience dalam Pembelajaran. Majalah


Ilmiah Pembelajaran, 1 (1) : 116-127.
Susanto, Rachmat. 2012. “Pengaruh Paparan Warna Terhadap Retensi Short Term
Memory Pasien Hipertensi Primer”. Tesis. FIK, Kekhususan Keperawatan
Medikal Bedah, Universitas Indonesia, Depok.
Indriawati, D (2013). Hubungan Antara Status Gizi dan Kecerdasan Emosi Terhadap
Kesulitan Belajar Anak Usia Dini. Jurnal Pendidikan Usia Dini, 7 (1) : 133-154.
Nickyta Sari, Primadiati, 2010. “Hubungan Status Gizi dengan Tingkat Kecerdasan
Intelektual (Intelligence Quotient – IQ) Pada Anak Usia Sekolah Dasar Ditinjau
dari Status Sosial-Ekonomi Orang Tua dan Tingkat Pendidikan Ibu”. Skripsi.
FK, Gizi Kesehatan, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Asiah, N (2013). Air dan Gangguan Fungsi Kognitif. Majalah Kesehatan
Pharmamedika, 5 (1) : 38
Psikoterapis.com. Bagaimana Hubungan Emosi dan Otak. Diakses pada 14 Maret
2021, dari https://www.psikoterapis.com/?en_bagaimana-hubungan-emosi-
dan-otak-,236
Scribd.com. Hubungan Emosi dan Otak. Diakses pada 14 Maret 2021, dari
https://id.scribd.com/doc/192636467/Hubungan-Emosi-Dan-Otak
Kompasiana.com. (2013, 14 Maret). Antara Emosi dan Otak Kita. Diakses pada 14
Maret 2021, dari
https://www.kompasiana.com/www.nuradisetyo.com/5529db4df17e615732
d623f8/antara-emosi-dan%20otak%20kita#:~:text=Di%20dalam
%20struktur%20otak%20terdapat,besar%20dibandingkan%20dengan
%20makhluk%20lain

19

Anda mungkin juga menyukai