Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

PERKAWINAN
Makalah ini dibuat untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Perdata

Di Susun Oleh
M.Turmuzi Ramdhani (180202090)

JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM
2020/2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb.

Segala puji bagi allah tuhan semesta alam, sholawat serta salam semoga senantiasa
terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat,
dan para penerus perjuangan beliau hingga akhir zaman. Dengan iringan rahmat, serta
hidayah darinya saya telah diberikan kemampuan untuk dapat menyusun makalah yang
berjudul “perkawinan”, dari mata kuliah “Hukum perdata” jurusan ”HUKUM
KELUARGA ISLAM” fakultas “SYARIAH”.

Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada beberapa pihak yang
berperan dalam penyusunan makalah ini. Dengan menggunakan makalah ini semoga kegiatan
belajar dalam memahami materi ini dapat lebih menambah sumber-sumber pengetahuan.
Kami sadar dalam penyusunan makalah ini belum bisa dikatakan mencapai tingkat
kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran tentu kami butuhkan. Mohon maaf apabila ada
kesalahan dalam hal pencetakan atau kutipan-kutipan yang kurang berkenan. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Wassalamu’alaikum wr.wb

Mataram,17 Maret 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................... 2

DAFTAR ISI...................................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................... 4

A. Latar belakang............................................................................................................ 4
B. Rumusan masalah...................................................................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN................................................................................................ 6

A. Pengertian perkawinan............................................................................................... 3
B. Perkawinan menurut undang-undang........................................................................ 7
C. Jenis-jenis Perkawinan............................................................................................... 9

BAB III PENUTUP........................................................................................... 9

A. Simpulan........................................................................................................11
B. Saran..........................................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................12
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Perkawinan merupakan salah satu peristiwa penting dalam kehidupan manusia.


Perkawinan yang terjadi antara seorang pria dengan seorang wanita menimbulkan
akibat lahir maupun batin baik terhadap keluarga masing-masing, masyarakat dan juga
dengan harta kekayaan yang diperoleh diantara mereka baik sebelum maupun
selamanya perkawinan berlangsung. Setiap makhluk hidup memiliki hak asasi untuk
melanjutkan keturunannya melalui perkawinan, yakni melalui budaya dalam
melaksanakan suatu perkawinan yang dilakukan di Indonesia. Ada perbedaan-
perbedaannya dalam pelaksanaan yang disebabkan karena keberagaman budaya atau
kultur terhadap agama yang dipeluk. Setiap orang atau pasangan (pria dengan wanita)
jika sudah melakukan perkawinan maka terhadapnya ada ikatan kewajiban dan hak
diantara mereka berdua dan anak-anak yang lahir dari perkawinan tersebut.
Perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan
(selanjutnya disebut UU Perkawinan)1 , bukan hanya merupakan suatu perbuatan
perdata saja, akan tetapi juga merupakan suatu perbuatan keagamaan, karena sah atau
tidaknya suatu 1Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan (LN 1974
Nomor 1,TLN 3019). 2 perkawinan tolak ukurnya sepenuhnya ada pada hukum
masing-masing agama dan kepercayaan yang dianutnya.2 Tata cara perkawinan di
Indonesia tergolong beraneka ragam antara satu dengan yang lainnya oleh karena di
Indonesia mengakui adanya bermacam macam agama dan kepercayaan, yang tata
caranya berbeda. Hal yang demikian dimungkinkan dalam Negara Republik Indonesia
yang berdasarkan Pancasila yang dengan tegas mengakui adanya prinsip kebebasan
beragama.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Perkawinan merupakan ikatan lahir batin dan antara seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan
kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha esa. Demikian bunyi ketentuan Pasal 1 Undang-
Undang 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. UU 1 tahun 1974 tentang Perkawinan memiliki
pertimbangan bahwa sesuai dengan falsafah Pancasila serta cita-cita untuk pembinaan hukum
nasional, perlu adanya Undang-undang tentang Perkawinan yang berlaku bagi semua warga
negara.
B. Menurut undang-undang
Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan diubah dengan Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan disahkan Presiden Joko Widodo pada tanggal 14
Oktober 2019 di Jakarta. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mulai berlaku setelah
diundangkan Plt. Menkumham Tjahjo Kumolo pada tanggal 15 Oktober 2019 di Jakarta.

Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan diubah dengan Undang-Undang


Nomor 16 tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang
Perkawinan karena :

1. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia telah mengeluarkan Putusan Mahkamah


Konstitusi Nomor 22/PUU-XV/2017 yang salah satu pertimbangan Mahkamah
Konstitusi dalam putusan tersebut yaitu "Namun tatkala pembedaan perlakuan antara
pria dan wanita itu berdampak pada atau menghalangi pemenuhan hak-hak dasar atau
hak-hak konstitusional warga negara, baik yang termasuk ke dalam kelompok hak-hak
sipil dan politik maupun hak-hak ekonomi, pendidikan, sosial, dan kebudayaan, yang
seharusnya tidak boleh dibedakan semata-mata berdasarkan alasan jenis kelamin,
maka pembedaan demikian jelas merupakan diskriminasi." Dalam pertimbangan yang
sama juga disebutkan Pengaturan batas usia minimal perkawinan yang berbeda antara
pria dan wanita tidak saja menimbulkan diskriminasi dalam konteks pelaksanaan hak
untuk membentuk keluarga sebagaimana dijamin dalam Pasal 28B ayat (1) UUD
1945, melainkan juga telah menimbulkan diskriminasi terhadap pelindungan dan
pemenuhan hak anak sebagaimana dijamin dalam Pasal 28B ayat (2) UUD 1945.
Dalam hal ini, ketika usia minimal perkawinan bagi wanita lebih rendah dibandingkan
pria, maka secara hukum wanita dapat lebih cepat untuk membentuk keluarga. Oleh
karena hal tersebut, dalam amar putusannya Mahkamah Konstitusi memerintahkan
kepada pembentuk undang-undang untuk dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga)
tahun melakukan perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan.
2. Perubahan norma dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
ini menjangkau batas usia untuk melakukan perkawinan, perbaikan norma
menjangkau dengan menaikkan batas minimal umur perkawinan bagi wanita. Dalam
hal ini batas minimal umur perkawinan bagi wanita dipersamakan dengan batas
minimal umur perkawinan bagi pria, yaitu 19 (sembilan belas) tahun. Batas usia
dimaksud dinilai telah matang jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan
agar dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir pada perceraian
dan mendapat keturunan yang sehat dan berkualitas. Diharapkan juga kenaikan batas
umur yang lebih tinggi dari 16 (enam belas) tahun bagi wanita untuk kawin akan
mengakibatkan laju kelahiran yang lebih rendah dan menurunkan resiko kematian ibu
dan anak. Selain itu juga dapat terpenuhinya hak-hak anak sehingga mengoptimalkan
tumbuh kembang anak termasuk pendampingan orang tua serta memberikan akses
anak terhadap pendidikan setinggi mungkin.

Hal-hal yang dapat dijadikan untuk melakukan perceraian dijelaskan dalam Penjelasan Pasal
39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, yaitu:

a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi dan lain
sebagainya yang sukar disembuhkan;
b. Salah satu pihak meninggalkan yang lain selama 2 (dua) tahun bertutut-turut tanpa izin
pihak yang lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemauannya;
c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih
berat setelah perkawinan berlangsung;
d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan
terhadap pihak yang lain;
e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang mengakibatkan tidak dapat
menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri;
f. Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak
ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah-tangga.

C. Jenis-Jenis Pernikahan
Ada beberapa jenis-jenis perkawinan yang dapat kita cermti secara universal,
diantaranya:
 Perkawinan poligami
Suatu perkawinan dimana seorang suami mempunyai istri lebih dari satu, dan ada
banyak alasan yang mendasari bentuk perkawinan ini diantaranya: anak, jenis
kelamin anak, ekonomi, status sosial,dll.
 Perkawinan eugenis
Suatu bentuk perkawinan yang bertujuan untuk memperbaiki atau memuliakan ras.
 Perkawinan periodik atau term marriage
Yaitu merencanakan adanya suatu kontrak tahap pertama selama 3-5 tahun, dan
kontrak tahap kedua ditempuh selama 10 tahun, dan perpanjangan kontrak dapat
dilakukan untuk perpanjangan tahap ketiga yang memberikan hak pada kedua
pasangan “untuk saling memilki” secara permanen
 Perkawinan percobaan atau trial marriage
Dua orang akan melibatan diri dalam suatu relasi atau hubungan yang sangat intim
dan mencobanya terlebih dahulu selama satu perode tertentu, jika dalam periode
itu kedua belah pihak bisa saling menyesuaikan atau merasa cocok barulah
dilakukan ikatan pernikahan yang permanen.
 Perkawinan persekutuan.
Yaitu pola perkawinan yang menganjurkan dilaksanakannya perkawinan tanpa
anak, dengan melegalisasi keluarga berencana atau KB atas dasar kesepakatan
kedua belah pihak.
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Perkawinan merupakan ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia
dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha esa.

Anda mungkin juga menyukai