Buol adalah peminjaman sejumlah uang oleh murtahin kepada rahin, yang
sertipikatnya, dan lahan tersebut merupakan lahan perkebunan yang diserahkan oleh
rahin kepada murtahin sebagai bukti bahwa rahin akan melunasi sejumlah uang
yang dilakukan oleh penulis kepada pihak yang melakukan praktik gadai yaitu
dengan cara pihak rahin yang bernama Samsul Laumanang memberikan jaminan
pihak murtahin yang bernama Suryato, dan akad serta ijab qabul dilakukan melalui
10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) kepada Samsul Laumanang dan ditandai dengan
Suryato dilaksanakan atas dasar bahwa apabila dalam jangka waktu lima (5) bulan ia
1
Wawancara dengan salah satu masyarakat Kecamatan Bunobagu, yang bermana Suryato sebagai
Pihak Murtahin, Pada Tanggal
tidak melunasi utang, maka Suryato dapat mengelola lahan perkebunan tersebut, serta
tidak ada pernyataan lebih rinci dari Suryato mengenai hasil dari pengelolaan tanah
Suryato. kini lahan tersebut telah diolah dan dimanfaatkan hasilnya oleh Suryato serta
hasil daripada lahan perkebunan kelapa tersebut tidak diberikan kepada Samsul
Laumanang dan tidak mengurangi jumlah utang serta tidak adanya pemberitahuan
lainnya yang melakukan praktik gadai bernama Supardi sebagai rahin menggadaikan
lahannya sebagai jaminan kepada Edy sebagai pihak murtahin atas dengan tujuan
untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan dipilihnya Edy sebagai murtahin atas
sejumlah uang sebesar Rp 15.000.000 kepada Edy. Sebagai dasar agar memperoleh
kepercayaan, edy mensyaratkan agar Supardi menyerahkan jaminan berupa lahan dan
perkebunana kelapa seluas 2 hektar. Praktik gadai diantara mereka ditandai dengan
adanya kwitansi yang di tanda tangani di antara mereka dan sepakat akan melunasi
sebagai pihak murtahin dan tanpa sepengetahuan pihak rahin mengelola dan
2
Wawancara dengan salah satu masyarakat Kecamatan Bunobagu, yang bermana Supardi sebagai
Pihak Rahin, Pada Tanggal
mengambil hasil secara sepihak atas perkebunan kelapa tersebut dan Supardi
langsung menanyakan hal tersebut. Tetapi Edy berasumsi bahwa hal tersebut
dilakukan atas dasar Supardi terlambat melunasi hutang dan sekaligus merupakan hal
yang merugikan karena harus menunggu lama waktu pengembalian dari pihak rahin.3
Kecamatan Bunobagu lainnya yang melakukan praktik gadai bernama Rahma selaku
pihak murtahin dan Lina selaku Pihak Rahin, dan sebagai jaminan, Lina
menjaminkan lahan perkebunan jagungnya, dalam kurun waktu tertentu dan hanya
melalui perjanjian lisan. Dalam beberapa waktu berlalu, pihak murtahin mengolah
lahan perkebunan tersebut, hal tersebut dilakukan oleh pihak murtahin karena selama
waktu melihat lahan perkebunan jagung tersebut tidak diolah oleh pihak rahin dan
utang tidak kunjung di lunasi serta pihak murtahin tidak meminta izin untuk
dan pemanfaatan lahan oleh pihak murtahin di Kecamatan Bunobagu, yaitu praktik
gadai antara Hadi selaku murtahin dan Hilman selaku rahin. pihak rahin menjadikan
lahan kosong miliknya sebagai jaminan dalam melakukan hutang piutang denga
jangka waktu satu tahun. Pihak murtahin melakukan pemanfaatan lahan berupa lahan
tersebut dijadikan lahan perkebunan kelapa dan hasilnya dinikmati oleh pihak
murtahin serta tidak adanya persetujuan sebelumnya dari pihak rahin karena rahin
3
Wawancara dengan salah satu masyarakat Kecamatan Bunobagu, yang bernama Edy sebagai Pihak
Murtahin, Pada Tanggal
4
Wawancara dengan salah satu masyarakat Kecamatan Bunobagu, yang bernama Rahma sebagai
Pihak Murtahin, Pada Tanggal
dianggap tidak dapat melunasi hutang tersebut karena sudah berjalan kedua tahun
sebagai pihak murtahin dan Fatur sebagai pihak rahin. pemanfaatan lahan gadai di
awali dengan praktik gadai yang dilakukan oleh mereka yaitu melakukan perjanjian
tertulis dan dihadiri oleh masing-masing dua orang saksi dan seorang saksi
merupakan unsur pemerintah desa. Dalam klausul perjanjian diantara mereka, rahin
pengembalian selama dua tahun dan luas lahan perkebunan sebagai objek gadai yaitu
3 hektar serta apablia dalam kurun waktu tersebut rahin tidak melunasi hutang
tersebut, maka kepemilikan lahan beralih kepada pihak murtahin ditandai pula dengan
Mahmudin sebagai pihak murtahin dan Zainal sebagai pihak rahin. pemanfaatan
lahan gadai di awali dengan praktik gadai yang dilakukan oleh mereka yaitu rahin
meminjam sejumlah uang dengan tenggang waktu pengembalian selama 1 tahun dan
luas lahan pertanian sebagai objek gadai yaitu seluas 1 hektar serta apabila dalam
kurun waktu tersebut rahin tidak melunasi hutang tersebut, maka hasil pertanian dari
lahan beralih kepada pihak murtahin dan terdapat perjanjian tertulis di antara mereka
dan dihadiri oleh masing-masing satu orang saksi dan seorang saksi merupakan unsur
5
Wawancara dengan salah satu masyarakat Kecamatan Bunobagu, yang bernma Mulyadi sebagai
Pihak Murtahin, Pada Tanggal
pemerintah desa. Saat ini murtahin telah mengolah hasil pertanian lahan tersebut
yaitu hasil observasi, wawancara dan dokumentasi beserta data kepustakaan berupa
Praktik gadai dan adanya pemanfaatan lahan yang yang dilaksanakan oleh
perkebunan dan pertanian kepada murtahin yang dimana lahan perkebunan tersebut
lahan gadai tidak dapat dilakukan karena manfaat atas marhun merupakan hak rahin,
pamanfaatan lahan gadai dapat dilakukan atas izin rahin dan adanya gadai bukan
Bunobagu melakukan akad gadai karena rahin akan melakukan pinjaman sejumlah
uang kepada murtahin, dengan syarat yang dikemukakan oleh rahin secara lisan
bahwa dalam waktu tertentu akan segera melunasi hutang tersebut dan tidak
6
Wawancara dengan salah satu masyarakat Kecamatan Bunobagu, yang bernma Mahmudin sebagai
Pihak Murtahin, Pada Tanggal
Berdasarkan pendapat Wahbah Az-Zuhaili dalam buku Fiqih Islam Wa
Adillatuhu dijelaskan beberapa rukun rahn yang terdiri dari: rāhin, Murtahin, marhūn,
marhūn bih dan Ijab Qabul (akad). Jika kita cermati praktik yang dilakukan oleh
Sesuai dengan akad rahn yang pertama yaitu Pihak yang berjanji,
dihadiri oleh para pihak yakni orang yang menggadai (rahin) yang memiliki
dijelakan oleh Sayid Sabiq, Fiqih Sunnah 12 yaitu pihak harus memiliki kecapan
hukum dengan kata lain para pihak haru berakal dan dewasa (baligh). 7 Para pihak
yang melakukan akad merupakan orang orang yang telah berakal dan baligh,
sehingga dapat dikatakan bahwa rukun rahn yang pertama beserta syaratnya
terpenuhi.
perhatikan Syarat umum rahn (gadai) yang disampaikan oleh Wahbah Az-Zuhayli
diantaranya:8
7
Sayid Sābiq, Fiqh Sunnah 12 (Jakarta: Pustaka Percetakan Offset, 1998), hlm .141.
8
Wahbah Zuhaylī, Fiqh Islam wa Adillatuh, Jilid 6, Terj. Abdul Hayyie Al-Kattani, dkk (Jakarta: Gema
Insani, Darul Fikir, 2011), 113.
a) Harus dapat diperjualbelikan;
i) Harus muhawwaz (tidak menempel pada sesuatu yang tidak ikut digadaikan);
j) Harus mutamayyiz (tidak dalam bentuk bagian yang masih umum dari sesuatu
barang).9
Semua persyaratan yang marhun dalam hal ini tanah sawah yang
dijelakan sudah memenuhi persyaratan marhun yang ada di dalam akad rahn
marhun bih dalam akad rahn yang dipraktikan oleh masyarakat Kecamatan
Bunobagu adalah berupa utang uang. Ketentuan hutang yang diberikan harus
berupa hutang yang tetap dan tidak boleh hutang yang bertambah. Jika hutang
yang diberikan Rp 10.000.000 maka pada saat penebusan harus ditebus dengan Rp
waktu pembayaran. Karena jika hutang bertambah maka sama halnya dengan
dalam bentuk uang dan akan dibayar dalam bentuk uang. Maka yang dipraktikkan
diberikan dalam bentuk uang namun hasil dari pengelolaan atas lahan gadai
rahin pada saat pelunasan. Karena harga jual hasil perkebunan hari ini dengan satu
qabul dari al-murtahin, seperti akad yang lain. Seperti pihak al-rahin berkata “Saya
menggadaikan barang ini kepadamu dengan utang saya kepadamu”, atau “Barang
ini sebagai borg atau gadai untuk utangku kepadamu” atau berbentuk ijab yang
sejenis. Lalu pihak al-Murtahin berkata “ Saya terima”, atau “Saya setuju”, dan
lain sebagainya.10
Hal tersebut pada dasarnya telah mengikat para pihak dan sah.
Namun untuk lebih afdhal maka seharusnya akad rah yang dilakukan harus ditulis
dan diikrarkan selanjutnya disaksikan oleh para saksi dan diketahui oleh pihak
yang berwewenang dalam hal ini Camat, Kepala Desa, Tokoh Masyarakat atau
rahn tidak terpenuhi yaitu tidak adanya jangka waktu yang jelas kapan hutang
tersebut harus dikembalikan karena hanya menggunakan lisan dan tidak ada
pengaturan secara jelas apabila waktu yang disepakati melebihi waktu yang
diperjanjikan.
tidak memahami system gadai yang sesuai dengan ketentuan hukum Islam.
Bunobagu, pihak rahin dan pihak murtahin tidak membuat surat perjanjian pinjam
10
Wahbah Zuhaylī, Fiqh Islam ..., 111.
meminjam yang berbentuk tulisan, tetapi dalam bentuk lisan. Praktik gadai yang
dijalankan oleh masyarakat Kecamatan Bunobagu hanya dilakukan dengan cara rahin
menyerahkan tanah sebagai jaminan tersebut. Serta adanya tanda bukti transaksi yang
berupa kuitansi yang berisi jumlah nominal pinjaman dan luas objek yang digadaikan
(marhun) serta ditanda tangani oleh rahin dan tanpa menggunakan materai.
1. Lafadz, yaitu pernyataan perjanjian gadai yang dapat dikatakan dengan cara
2. Pemberi dan penerima gadai baik pemberi maupun penerima bang gadai haruslah
merupakan seseorang yang berakal dan telah akil balig sehingga dianggap telah
3. Barang yang digadaikan haruslah ada pada saat perjanjian gadai dilakukan dan
barang gadai itu adalah milik pemilik gadai (rahin) dan barang gadaian itu
4. Adanya utang yang bersifat tetap, tidak berubah dengan tambahan bunga atau
dilakukan oleh pihak yang melakukan praktik gadai yang menyaratkan adanya:
1. Barang yang dijadikan akad, harus merupakan kepunyaan orang yang berakad,
akad tidak tertulis dan hanya dilakukan oleh pihak yang melakukan perjanjian tanpa
adanya saksi. Padahal Allah SWT sangat menganjurkanagar akad utang piutang
tersebut tertulis. Sehingga dalam penulisannya dalam akad sebaiknya tertera bagian-
penulisan perjanjian tersebut dipersaksikan kepada orang lain, agar apabila terjadi
kesalahan dikemudian hari ada saksi yang meluruskan dan tentunya saksi tersebut
harus adil.
bernilai untuk menjadi jaminan bagi pihak yang memberikan pinjaman. Kemudian
memintam disertai dengan adanya gadai. Sebagaimana dalam Q.S. Al-Baqarah (283):
Artinya :
tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian
orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
bentuk perjanjian tertulis sehingga rukun dalam akad dapat terpenuhi, karena akad
dalam gadai merupakan inti dari sah atau tidaknya transaksi yang dilakukan oleh
rahin dan murtahin, apabila akadnya tersebut akan merugikan salah satu antara rahin
maupun murtahin, maka dapat melakukan langkah-langkah yang tertera dalam naskah
murtahin telah memanfaatkan barang jaminan tersebut dan tidak meminta izin kepada
tersebut berada ditangan murtahin, murtahin mengambil manfaat dari jaminan berupa
Gadai pada Hukum Islam, posisi murtahin hanya berhak untuk menahan
dan tidak memanfaatkan marhun tersebut. Mengenai pemanfaatan barang gadai masih
dalam perdebatan ulama, ada sebagian ulama memperbolehkan dan ada yang tidak
Nabi Muhammad SAW, yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah yang berisi:
Artinya:
merupakan hak untuk menggadaikan (rahin), maka pihak yang memegang gadai tidak
berhak mengelola marhun tersebut tanpa izin terlebih dahulu atas pemanfaatan
marhun. Berdasarkan uraian hadist di atas mengenai pengelolaan lahan gadai oleh
marhun dengan dalih secara sepihak apabila rahin terlambat melunasi utang
berdasarkan jangka waktu tertentu, maka murtahin tidak memenuhi akad tersebut
Artinya:
menekankan perlunya memenuhi akad dalam segala bentuk apapun, sehingga setiap
muslim diharuskan untuk memenuhi setiap akad, agar dapat mencegah segala bentuk
Bunobagu masih belum menggunakan pendekatan Hukum Islam dalam setiap praktik
tinjauan hukum Islam terhadap praktik Gadai dan tidak adanya sosialisasi mengenai
Mengingat ada beberapa hal yang harus dibenahi dalam praktik gadai
tersebut supaya masyarakat dapat melaksanakan praktik akad gadai lahan dengan
benar.
penyebab dijadikannya lahan sebagai objek gadai karena semua pihak murtahin
menyatakan bahwa pihak murtahin tidak mau menerima objek lain selain lahan, serta
pada saat terjadinya perjanjian tidak ada penjelasan mengenai isi perjanjian dalam
melakukan proses gadai dan tidak memberikan kesempatan kepada pihak rahin untuk
bertanya akan ketentuan gadai yang akan dilakukan sehingga langsung menyetujui
akad gadai. Berbeda halnya dengan Fatur dan Hilman yang melakukan gadai dengan
cara tertulis dan dihadiri oleh beberapa saksi, cenderung menerima konsekuensi dari
tidak ada perjanjian tentang pengelolahan lahan / tanah ada dalam perjanjian gadai
mengenai pengelolaan tanah yang dijadikan objek gadai yang dilakukan oleh pihak
murtahin sehingga Tidak ada keuntungan yang didapatkan oleh pihak rahin dengan
barang gadaian. Sebagian ulama memang telah sepakat bahwa mengambil atau
menarik manfaat barang gadai itu diperbolehkan sepanjang ada izin dari pemiliknya
11
Wawancara dengan masyarakat Kecamatan Bunobagu, yang bermana Samsul Laumanang, Supardi,
Lina dan Hilman sebagai Pihak rahin, Pada Tanggal
tetapi tidak dapat dilakukan apabila tidak ada izin dari pihak rahin sehingga menarik
mengetahui beberapa saat setalah praktik gadai tersebut dilakukan dan sepengetahuan
beliau praktik gadai antar masyarakat desa sebagian besar dilaksanakan melalui lisan
dan adanya bukti berupa kwitansi saja tanpa adanya pemerintah yang menjadi saksi
atas akad yang mereka lakukan. Dan apabila terjadi sengketa di antara mereka baru
pemerintah desa dilibatkan sebagai juru damai di antara mereka. berbeda halnya
dengan pihak yang melakukan praktik gadai dengan bentuk tertulis dan dihadiri oleh
lahan gadai yang sepihak dilakukan oleh pihak penerima gadai tanpa adanya
adanya salah satu pihak yang merasa dirugikan dan saat ini telah menghimbau agar
masyarakat dalam melakukan transaksi hutang piutang atau gadai agar dilakukan
secara tertulis.
yang menjadi dorongan atau motivasi sehingga adanya praktik gadai diantara
12
Wawancara dengan Kepala Desa………… Kecamatan Bunobagu, yang bermana Agusprifrihatin, Pada
Tanggal
jumlah kebutuhan uang yang tidak sedikit seperti biaya sekolah, mengembalikan
hutang, dan lain-lain. Pada umumnya keadaan ekonomi dari pihak penggadai, hanya
lahan yang dimiliki secara turun temurun dan pihak murtahin pada dasarnya
merupakan orang yang mempunyai penghasilan di atas rata-rata masyarakat dan pada
umunya berprofesi sebagai Pegawai Negeri Sipil, Karyawan Swasta dan lain
sebagaianya.13
dilakukan oleh masyarakat Kecamatan Bunobagu adalah dengan akad gadai yang
dilakukan secara lisan antara penggadai dengan maksud meminjam uang dengan
jumlah tertentu dan pihak yang akan meminjamkan uang menerima jaminan berupa
lahan sebagai pengikat utang di antara mereka dan batas waktu tertentu. Umumnya
masyarakat tidak menghadirkan saksi dari tokoh masyarakat sebagai saksi dalam
akad mereka karena masyarakat masih menganut kebiasaan saling percaya dan tolong
menolong. Dan seringkali terjadi konflik apabila pihak yang menerima gadai
melakukan mediasi di antara mereka sehingga dapat mencegah dampak yang lebih
luas dari konflik tersebut. Walaupun cenderung merugikan pihak yang berhutang tapi
13
Wawancara dengan salah satu Tokoh masyarakat Kecamatan Bunobagu, yang bermana Abdula,
Pada Tanggal
praktik gadai semacam ini masih sering terjadi dalam masyarakat Kecamatan
Bunobagu.14
itu, pihak pemegang gadai (murtahin) yang menarik manfaat terlalu banyak atau
terlalu berlebihan terhadap barang gadai (marhun), misalnya barang gadaian berupa
tersebut tanpa membaginya kepada rahin, tentunya hal tersebut akan membuat si
rahin merasa telah dirugikan, karena barang yang telah ia gadaikan telah
dimanfaatkan oleh pihak murtahin sementara ia sama sekali tidak memperoleh hasil
prinsip ekonomi Islam sehingga dapat terwujud kegiatan perekonomian yang baik
dan juga diridhoi Allah SWT. Dimana prinsip ekonomi Islam terdiri dari beberapa
a. Kekuatan penggerak utama ekonomi Islam adalah kerja sama Dalam hal ini rahin
maupun murtahin telah mengikuti prinsip ekonomi Islam dimana kekuatan utama
ekonomi Islam adalah kerja sama sebagai mahluk sosial yang sudah menjadi
kodratnya untuk menjalankan konsep kerja sama, yakni dengan tolong - menolong
yang dilakukan dengan cara memberi pinjaman dengan jaminan, dimana pemilik
14
Wawancara dengan salah satu Tokoh masyarakat Kecamatan Bunobagu, yang bermana Kalmaludin,
Pada Tanggal
tanah kebun dan sawah meminjamkan uang kepada seseorang dengan
Dengan adanya kerja sama sebagai penggerak utama dalam ekonomi Islam maka
diyakini ekonomi Islam akan dapat menguasai perekonomian, dan semua kegiatan
ekonomi ditunjang usaha yang berdasarkan pada syariah Islam. Namun dalam
rahin dengan murtahin, apabila dari rahin belum mampu melunasi hutangnya,
maka secara otomatis gadai lahan tanah kebun dan sawah masih terus berlanjut
segelintir orang Dalam hal ini murtahin masih belum dapat menerapkan prinsip
ekonomi Islam, karena murtahin masih memanfaatkan dan menggunakan hasil dari
tanah kebun dan sawah yang digadaikan untuk dinikmati sendiri. Sehingga pihak
rahin tidak merasakan kesejahtraan dari lahan perkebunannya. Jadi kekayaan dan
kesejatraan hanya dirasakan dan dikuasi oleh pihak mutahin saja. Praktek gadai
dengan pemanfaatan yang sepenuhnya dikuasi oleh murtahin tersebut sudah sering
terjadi di Kecamatan Bunobagu, hal ini seakan sudah menjadi Kebiasaan, karena
Dari uraian diatas penulis menegaskan bahwa praktek gadai melalui lisan dengan
pengambilan manfaat lahan tanah kebun sebagai jaminan dikuasi sepenuhnya oleh
murtahin yang terjadi di Kecamatan Bunobagu tersebut tidak sah menurut
Alqur‟an, Alhadis, dan Ijma‟ Ulama, karena menurut Alqura‟an dan Alsunnah
barang yang digadaikan oleh rahin tidak boleh dimanfaatkan lahannya apabila
c. Islam melarang riba dalam segala bentuk Hutang (marhun bih) disini disyaratkan
bahwa hutang tersebut adalah tetap, dengan kata lain hutang tersebut bukan
karena bertentangan dengan hukum Islam, dan hutang yang dilakukan oleh
masyarakat Desa Suka Baru Kecamatan Bunobagu adalah hutang yang tetap, dan
tidak bertambah ataupun mengandung unsur riba. Berdasarkan prinsip dari pihak-
pihak yang melakukan akad gadai telah memenuhi sesuai dengan prinsip ekonomi
Islam karena tidak adanya kelebihan dari uang yang harus dibayarkan pada saat
d. Akad tabarru‟ Meminjamkan uang adalah termasuk akad tabarru‟ karena tidak
kelebihan tanpa iwad adalah riba. Dalam hal ini praktek gadai yang dilakukan oleh
memanfaatkan lahan perkebunan yang dijadikan barang jaminan oleh rahin. Dari
uraian di atas penulis menegaskan bahwa praktek gadai tanpa batas waktu dengan
oleh murtahin yang terjadi di Desa Kecamatan Bunobagu tersebut tidak sesuai
dengan akad tabarru‟ karena akad tabarru‟ tidak boleh mengambil kelebihan
dalam segala bentuk dari akad rahn tersebut, kalau mengambil kelebihan dari