Anda di halaman 1dari 29

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/339843753

Pengembangan Pertanian Modern Dari Perspektif Islam: Sebuah Pengantar

Article · March 2020

CITATIONS READS
0 2,938

1 author:

Daru Nur Dianna

6 PUBLICATIONS   0 CITATIONS   

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Daru Nur Dianna on 11 March 2020.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Pengembangan Pertanian
Modern Dari Perspektif
Islam: Sebuah Pengantar

Daru Nur Dianna


2

Pengembangan Pertanian
Modern Dari Perspektif
Islam: Sebuah Pengantar 1
***
Daru Nur Dianna
daru.nurdianna@gmail.com

Abstrak: Paper ini ditujukan untuk berdiskusi tentang bagaimana urgensinya


sektor pertanian modern-kontemporer diperhatian oleh masyarakat Islam untuk
dikembangkan, ditengah kondisi pertanian yang mengalami malaise
berkepanjangan. Paper ini akan menyajikan 4 poin diskusi: Pertama, bagaimana
mengetahui interdisiplinernya ruang lingkup pertanian yang luas dan saling
terkoneksi. Kedua, pembahasan mengenai hubungan Islam, pertanian, dan
lingkungan. Ketiga, membangun kesadaran untuk memahami pertanian
kontemporer secara pengertian luas dengan pendekatan teori shift paradigm yang
dalam artian membangun kembali kerangka berfikir sederhana. Cara berfikir
yang memahami pertanian hanya dalam pengertian sempit bercocok tanam di
lahan saja, perlu diubah kepada cara berfikir yang memahami pertanian secara
luas sebagai ilmu sains terapan yang kompleks dan mengurusi urusan umat yang
menglobal. Keempat, memahami bagaimana paradigma pembangunan pertanian,
dapat dibangun dari konsep-konsep kunci ajaran Islam.
Kata Kunci: Paradigma, Pertanian Islam, Pembangunan Pertanian,
Integrasi Ilmu, Islamisasi Ilmu

Pendahuluan
Perkembangan ilmu pengetahuan, kini telah masuk pada era
pengembangan integrasi Agama dan Sains. Setelah terpisah atas

1
Disampaikan dalam Kajian Majelis Bentala Syuhada, kerjasama atas Institut
Pemikiran Islam (IPI) Bentala dan Pendidikan Kader Masjid Syuhada (PKMS) Kota Baru,
Yogyakarta. 30 November 2019.
3

persoalan berkepanjangan tentang relasi Agama dan Sains dalam


bentuk konflik, independesi, dan dialogis sekarang telah
bergerak kepada relasi integrasi, sebagaimana yang disampaikan
oleh Ian G. Barbour.2 Di dunia Muslim, dalam disertasi Ari
Anshori yang berjudul “Paradigma Keilmuan Perguruan Tinggi
Islam”, menjelaskan setidaknya sekarang ada 4 model
pengembangan „Sains Islam‟; antara lain: (1) Model islamisasi
ilmu pengetahuan (2) Pengilmuan Islam3 (3) Rekonsiliasi
khazanah tradisi muslim klasik dan sains modern4 (4) Integrasi-
interkoneksi.5
Adapun ilmuwan kampus Umum Indonesia yang tercatat
respon isu keilmuan ini selain Kuntowijoyo dengan paradigma
Pengilmuan Islamnya, ada Armahedi Mahzar, fisikawan lulusan
ITB (Institut Teknologi Bandung) yang pernah mengajar di ITB,
ICAS (Islamic College for Advanced Studies) Jakarta, dan UPI
Bandung memunculkan pendekatan konsep “Integrasi
2
Ian G. Barbour, When Science Meets Religion, (San Fransisco: Herper
SansFransisco, 2000), hlm. 7-39.
3
Ilmu Sosial Profetik Kuntowijoyo, memiliki tiga istilah kunci, yakni 1) Islam
sebagai ilmu; 2) pengilmuan islam; dan 3) paradigma Islam. Dari tiga istilah kunci inilah
terumuskan konsep profetiknya. Ia juga mengatakan bahwa pengilmuan Islam ini
dapat membawa kita berfikir objektif dari pada Islamisasi Ilmu Pengetahuan yang
mengarah kepada subjektifitas. Para pengikutnya, konsep ini terus dikembangkan
untuk menjadi pijakan riset dan mendorong kinerja keilmuan profetik di seluruh
bidang, agar Islam memberikan kontribusi nyata dalam pemecahan persoalan
kontemporer umat dan bangsa secara ilmiah. Lihat Konsep ini di Kuntowijoyo, Islam
Sebagai Ilmu: Epistemologi, Metodologi dan Etika, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006).
4
Nidhal Guessoum menawarkan konsep rekonsiliasi. Sebagai seoarang
Astrofisikawan, yang menekuni Agama dan filsafat, ia cakap dalam menjelaskan
keterkaitan antara Islam dengan teori-teori sains Barat kontemporer, seperti Islam dan
Kosmologi, Prinsip Antropis, Teori Evolusi, dan lain-lain. Pemikiran Guessoum dinilai
dinilai lebih membumi dan rekomendasinya lebih mudah diimplementasikan, dari pada
pemikir lainnya seperti Seyyed Hossein Nasr, Ismaīl Rājī al-Fārūqī dan Syed
Muhammad Naquib al-Attas. Anik Damayanti, Pemikiran Nidhal Guessom Dalam Integrasi
Islam dan Sains Modern: Implementasi Pada Pengembangan Modul Ajar IPA Untuk Kelas VII
Tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP), Tesis, (Solo: Universitas Muhamadiyah
Surakarta, 2018).
5
Ari Anshori, Paradigma Keilmuan Perguruan Tinggi Islam..., hlm. 1.
4

Pentadik”.6 Tahun 80-an ITB merupakan jalur pertama masuknya


wacana islamisasi ilmu pengetahun di Indonesia yang tergema
tahun 70-an konferensi dunia petama pendidikan Islam di
Mekkah 1977. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya
menerjemahkan buku-buku pemikiran dan peradaban Islam yang
berkaitan dengan ilmu pengetahuan oleh Perpustakaan Salman
ITB. Setelah itu wacana ini bergulir kembali pada abad awal ke-21
di Indonesia, melalui alumni ISTAC Malaysia yang kemudian
mendirikan INSISTS di Jakarta. Paradigma Islamisasi Ilmu
Pengetahuan Kontemporer7 diimplementasikan di UNIDA Gontor

6
Lihat Konsep ini di Armahedi Mahzar, Merumuskan Paradigma Sains dan
Teknologi Islami: Revolusi Integralisme Islam, (Bandung: Mizan, 2004).
7
Islamisasi Ilmu Pengetahuan Kontemporer adalah gagasan yang tesis utamanya
adalah ilmu pengetahuan yang tersebar ini tidak bebas nilai dan sudah terpengaruh
oleh budaya, semangat, dan filsafat hidup peradaban Barat. Hagemoni konsep dikotomi
ilmu atas kebudayaan Barat diyakini masuk ke dalam pendidikan Islam, telah
memberikan tantangan yang paling besar dihadapi oleh Umat. Syed Muhammad
Naquib al-Attas, merupakan salah satu pemikir kontemporer yang serius mengkaji
persoalan ilmu tersebut. Al-Attas mengatakan dengan tegas bahwa masalah ilmu
adalah masalah utama yang dihadapi umat Islam yang harus diselesaikan dengan
gagasan islamisasi ilmu pengetahuan kontemporer. Al-Attas mengatakan: “... I venture
to main that the greatest challenge that has surreptitiously arisen in our age is the chllenge of
knowledge, indeed, not as against ignorance; but knowledge as conceived and disseminated
throughout the world by Western civilization...”. Syed Muhammad Naquib al-Attas, Islam
and Secularism-Fourth Impression, (Kuala Lumpur: Ta‟dib International, 2019), hlm 133.
Adapun ide dewesternisasi dan islamisasi ilmu al-Attas yang dimulai tahun 70-an ini
kemudian tergaungkan wacana praksisnya dengan gagasan dan tawaran rancangan
kerja Islamisasi Ilmu Pengetahuan oleh Ismail Raji al-Faruqi dengan lembaga IIIT
(International Institute of Islamic Thought) dalam karyanya berjudul “Islamization of
Knowledge: General Principle and Work-Plan”, yang kemudian diperjelas kembali praktik
dan kedalaman filosofisnya oleh Wan Mohd Nor Wan Daud, dalam karyanya “The
Educational Philosophy and Practice of Syed Muhammad Naquib Al-Attas; an Exposition of the
Original Concept of Islamization”. Saat ini, wacana ini masih hangat untuk
diperbincangkan dan pendapat yang mengatakan tidak relevan, dipertanyakan kembali
oleh Abuddin Nata. Lihat Abuddin Nata, “Respons Intelektual Muslim Indonesia
Terhadap Gagasan Islamisasi Ilmu Pengetahuan dan Relevansinya Terhadap Tantangan
Era Milenial”, Jurnal Pendidikan Islam Ta‟dibuna, Vol. 8., No. 2., 2019, 201. Dengan gagasan
ini, diharapkan umat Islam atau „seorang saintis‟ itu mampu memfilter, mengevaluasi
dan menginterpretasikan paradigma dan konsep keilmuwan secara kritis-epistemik,
dan mampu mengembangkan ilmu kontemporer dengan progresif tanpa jatuh kepada
cara pandang yang sama dimiliki oleh manusia modern dan postmodern Barat. Gagasan
5

serta paradigma PTI di Ibnu Khaldun Bogor dalam konsep ISK


(Islamisasi, Sains, dan Kampus).
Adapun di PTIN, tahun 2019 ini Kementrian Agama RI telah
mengakui konsep Integrasi-Interkoneksi8 yang di lahirkan di UIN
Sunan Kalijaga. Kemenag menerbitkan buku “Pedoman
Implementasi Integrasi-Interkoneksi Agama dan Sains di PTIN”
setelah 15 tahun diperjuangkan.9 Dengan demikian, konsep
integrasi ini akan menjadi gerakan nasional yang perlu dipantau
karena pada praksisnya ada anomali-anomali.10

ini lebih menekankan pembangunan manusianya dan perlu dimaknai untuk menyelami
ilmu pengetahuan dan sains sampai lapisan epistemologis, dengan kata kunci
dewesternisasi, integrasi, dan islamisasi. Juga bisa dengan kata kunci open, adabtable,
adobtable, dan purification.
8
Sederhananya, mengkaji satu bidang keilmuan dengan memanfaatkan bidang
keilmuan lainnya itulah integrasi dan melihat kesaling-terkaitan antar berbagai
disiplin ilmu itulah interkoneksi. Lalu, pendekatan interdisiplinernya menggunakan
dialektika triadik Ḥaḍārah an-Nash, Ḥaḍārah al-„Ilm, dan Ḥaḍārah al-Falsafah, dimana ini
jugalah yang digunakan untuk menggambarkan corak UIN yang ada didalam irisan tiga
triadik tersebut. Lihat Amin Abdullah et al, Praksis Paradigma Integrasi-Interkoneksi dan
Transformasi Islamic Studies di UIN Sunan Kalijaga, (Yogyakarta: Pascasarjana UIN Sunan
Kalijaga, 2014). Adapun fondasi bahasan pokok paradigma integrasi-interkoneksi selain
pola hubungan sains dan Agama, juga dikarenakan adanya era disrupsi dan problem
pendekatan monodisiplin. Selain itu juga sebagai upaya pengembangan perguruan
tinggi yang masuk kepada generasi ke-3, yang menekankan adaya interdisipliner sains,
sosial, dan Agama, dengan tiga kata kunci Sederhana yakni saling menembus,
keterujian intersubjektif dan imajinasi kreatif. Lihat Amin Abdullah, “Memperkuat
Paradigma Integrasi-Interkoneksi dalam Studi Agama di Pascasarjana”, Stadium General
Universitas Islam Negeri Mataram , Lombok, 7 September 2019. Keunikan konsep
keilmuan UIN ini adalah adanya sikap metafora dengan “jaring laba-laba keilmuan”. Ini
dianggap sebagai scientific worldview yang merajut trilogi dimensi, yaitu subjective,
objective, dan intersubjective; lalu merajut trilogi religion, philosophy, dan science; serta
ḥaḍārah al-„ilm. Model hubungan ketiganya adalah hermeneutik sirkularistik, bukan
strukturalistik. Tiga nalar akademik yang dikembangkan dalam paradigma integrasi-
interkoneksi (ilmu) adalah semipermeable (informative, transformative, dan correrctive).
Intersubjective testability, dan creative imagination. Hal ini didukung tiga nalar budaya
UIN Sunan Kalijaga berupa H-NFI, Trilogi RPS, dan Trilogi S-IT-CI. Ari Anshori,
Paradigma Keilmuan Perguruan Tinggi Islam..., 309-310.
9
Disampaikan oleh Amin Abdullah dalam Konferensi Nasional ke-II Integrasi-
Interkoneksi di Fakultas Saintek UIN Suka, 18 September 2019. Penulis menghadiri
stadium general dalam Konferensi ini.
10
Ketika sebuah paradigma itu di sampaikan kepada banyak orang, terjadi
beberapa anomali. Anomali I: Problem Pemahaman. Terjadi ambiguity, vagueness, dan
6

Universitas Islam Indonesia (UII), memberikan kebebasan


kepada dosen untuk memilih paradigma keilmuan. Diantaranya
islamization of knowledge, scientification of Islam, atau integration-
interconnection. Selain itu, UII juga menggunakan model
pengembangan konsep Islamic University. Universitas
Muhammadiyah Surakarta (UMS) memiliki kedekatan konsep
interkoneksi dengan adanya pesantrenisasi, mentoring
keislaman, pembelajaran prinsip-prinsip Islam terhadap disiplin
ilmu, dan program twinning.11 Nafas Islamisasi ilmu, ada dalam
konsep keilmuan di Sekolah Pascasarjana yang secara resmi
memiliki misi pengembangan keilmuan dengan prinsip-prinsip
taṣwīr (deskriptif), ta‟ṣīl (orisinalisasi), tarsyīd (transformatif),
taṭwīr (pengembangan), tanẓīr (teoritisasi) dan taṭbīq
(implementasi) Islami.12 Universitas Wahid Hasyim (UNWAHAS)

unfamiliarity. Anomali II: Mental-Block, seperti membatasi kepercayaan diri,


terkungkung dengan adagium-adagium tertentu, menyerah, atau tidak respek. Juga
pernyataan-pernyataan keberatan, misalnya ini hanya untuk S2 keatas, hanya untuk
orang yang sangat pintar menguasai banyak ilmu, pemikiran pragmatis institusi tidak
butuh barang rumit karena yang penting lulusan dapat diserap dunia kerja, dan
pendapat-pendapat bahwa universitas yang lebih maju tak membutuhkan model
keilmuan yang rumit. Anomali III: Tak ada Benchmark. Yakni tidak ada contoh yang
jelas bagaimana konstruksi kurikulum yang merepresentasikan integrasi-interkoneksi,
bagaimana penelitian, pengabdian pada masyarakat, juga karya ilmiah, membuat orang
lain menebak-nebak dan menafsirkan dengan versi mereka masing-masing. Fahruddin
Faiz, “Tanomali-Anomali Paradigma Integrasi Interkoneksi: Sebuah Catatan Setelah 10
Tahun Implementasi”, dalam Amin Abdullah et all, Praksis Paradigma Integrasi-
Interkoneksi…, 111-115. Hal-hal demikian juga terjadi pada Islamisasi Ilmu Pengetahuan
Kontemporer yang dinilai terlalu filosofis dan di sisi lain diartikan sangat dangkal,
hanya sekedar labelisasi. Sehingga muncul barang-barang, ungkapan-ungkapan, atau
topik-topik yang tiba-tiba dikatakan islami tanpa ada penjelasan ilmiah.
11
Ari Anshori, Paradigma Keilmuan Perguruan Tinggi Islam..., 10.
12
Taṣwīr, adalah mendeskripsikan sesuatu baik itu realitas ilmu atau realitas
sosial dengan berbagai pendekatan keilmuan sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi secara kritis. Ta‟ṣīl adalah orisinalisasi yakni upaya
mengembalikan fenomena dan realitas sosial sebagaimana ditemukan oleh model
taṣwīr kepada orisinalitas ajaran Islam, atau setidaknya mengaitkan dan
membandingkannya dengan pokok-pokok ajaran Islam yang bersumber al-Qur‟an, as-
Sunnah, dan khazanah ilmu-ilmu Islam. Tarsyīd berarti petunjuk, arah atau
mengarahkan, artinya ilmu-ilmu Islam hendaklah senantiasa mengarahkan fenomena
7

tidak memakai konsep paradigma keilmuan, namun


mengapresiasi scientification of Islam dan integration-interconnection
dengan mengedepankan ruh Islam dengan ciri khas bersumber
dari Ulama, intelektual, dan pengurus Jam‟iyyah Nahdlatul „Ulama
dengan menggunakan sistem pesantrenisasi tahfiẓul Qur‟an.13
Adapun pendekatan Islam dan Sains dari sisi tafsir „ilmī,
masih tergolong dilakukan secara tematik dan kehadirannya
masih memiliki kontroversial di kalangan mufasir. Sebagaimana
saat mula kemunculan gagasan adanya metode tafsir ini, sejak
Ghazālī, Fakhr al-DīN ar-Rāzī, dan Ṭanṭāwī Jawharī yang tak bisa
lepas dari kritik mufasir lain. Contoh produk yang tergolong
tafsir „ilmī di Indonesia, diantaranya adalah Tafsir Salman Ilmiah
ITB Juz 30; kalangan dosen ITS, “Sains Islam Berbasis Ayat-Ayat
Semesta” oleh Agus Purwanto; atau serial Tafsir Ilmī dari Kemenag
yang menerbitkan buku “Tumbuhan dalam Perspektif al-Qur‟an dan
Sains”; “Air dalam Perspektif al-Qur‟an dan Sains”; “Manfaat Benda-
Benda Lagit Dalam Perspektif al-Qur‟an dan Sains” dan lain-lain.
Karya seperti ini memberikan inspirasi luar biasa dan khazanah
keilmuwan yang perlu untuk diapresiasi. Karya seperti ini dapat
menghantarkan kepada pendekatan tadabbur al-Qur‟an, dan
sebagai pendidikan Islam yang berwawasan IPTEK.
Dalam pergumulan islamisasi dan integrasi ilmu tersebut,
masih banyak dikembangkan dalam ilmu-ilmu sosial. Ilmu alam,

sosial dan realitas sosial kepada idealitas dan orisinalitas ajaran Islam, sedangkan taṭwīr
berpegang pada prinsip-prinsip ajaran Islam, yakni setiap hasil penelitian, kajian dan
pengembangan ilmu-ilmu keislaman didasarkan dengan al-Qur‟an dan al-Hadis, yang
dapat meberikan tambahan ilmu dan wawasan seseorang, sekaligus memperkokoh
keimanan dan ketaqwaan kepada Allah. Tanẓīr, maksudnya adalah penelitian tesis
diarahkan menemukan teori baru yang sesuai dengan semangat al-Qur‟an dan as-
Sunnah. Terakhir taṭbīq, adalah penelitian tesis diarahkan pada penerapan teori dalam
suatu kenyataan (bukan hal yang idealis atau „awang-awang‟ yang tidak bisa
diimplementasikan). Sudarno Shobron et al, Pedoman Penulisan Tesis, (Surakarta:
Sekolah Pascasarjana UMS, 2019), 15.
13
Ari Anshori, Paradigma Keilmuan Perguruan Tinggi Islam..., 10.
8

teknologi dan engineering masih sedikit. Salah satu ilmu yang


penting bagi umat Islam (sebagai warga mayoritas) di negara
agraris Indonesia, adalah pertanian yang sejatinya telah
berkembang menjadi sains yang luas memiliki dimensi sains
alam, teknologi, engineering, dan sains sosial. Dari banyaknya PTI
Negeri ataupun Swasta, masih sangat sedikit yang memiliki
fakultas pertanian. Padahal, kondisi sektor pertanian sekarang
memiliki persoalan yang mutidimensi dan sangat lamban dalam
berkembang. Terlepas dari persoalan belumnya mendapatkan
izin dari kementrian pendidikan, untuk membuka fakultas
pertanian, makalah ini akan menjelaskan sebuah paradigma
bagaimana sektor pertanian serta pengembangan sains dan
teknologi pertanian kontemporer memiliki nilai yang penting
untuk segera dikembangkan di PTI pada khususnya dan
masyarakat Islam pada umumya.

Interdisipliner Ilmu dan Sains Terapan Pertanian


Secara teoritis, pertanian memiliki pengertian sempit dan
pengertian luas. Pertanian sebagai ilmu bercocok tanam adalah
pengertian pertanian secara sempit, dimana pertanian dalam hal
ini hanya sebagai kegiatan manusia menanam tanaman untuk
kebutuhan makan. Di sisi lain, pertanian memiliki pengertian
dalam ruang yang lebih luas. Pertanian dalam arti luas adalah
yang mencakup agrobisnis, agroindustri, agroservis, perikanan,
peternakan, kehutanan, kegiatan dari hulu sampai hilir,
mengubah input menjadi output pangan, sandang dan papan.14
Sifat luasnya ilmu pertanian, ia dapat menjadi Universitas
yang memiliki banyak fakultas. Contoh fakultas yang ada di
Universitas Pertanian „University of Agriculture Faisalabad‟

14
Mattjik AA, “Sambutan”, dalam Jusuf Sutanto et al, Revitalisasi Pertanian dan
Dialog Peradaban…, xlii-xliv.
9

diantaranya: Faculty of Agriculture (Fakultas Pertanian); Faculty of


Veterinary Science (Fakultan Sains Kedokteran Hewan); Faculty of
Science (Fakultas Sains); Faculty of Animal Husbandy (Fakultas
Peternakan); Faculty of Agricultural Engineering and Technology
(Fakultas Teknik dan Teknologi); Faculty of Social Science (Fakultas
Sains Sosial); dan Faculty of Food, Nutrion, and Home Science
(Fakultas Pangan, Nutrisi, dan Sains Rumah).15
Adapun IPB, memiliki 10 fakultas, diantaranya: F. Pertanian
(FAPERTA), F. Kedokteran Hewan (FKH), F. Perikanan dan Ilmu
Kelautan (FPIK), F. Peternakan (FAPET), F. Kehutanan
(FAHURAN), F. Teknologi Pertanian (FATETA), F. Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), F. Ekonomui dan Managemen
(FEM), F. Ekologi Manusia (FEMA) dan Sekolah Bisnis. Jenjang D3
memiliki 20 Program Studi, jenjang S1 memiliki 39 Program
Studi, jenjang S2 ada 77 Program Studi, jenjang Doktoral (S3) ada
44 Program Studi, dan satu keprofesian Dokter Hewan.
Universitas pertanian yang berdiri di berbagai Negara,
misalnya: University of Agriculture Faisalabad, Pakistan; Tokyo
University of Agriculture, Jepang; Sokoine University of
Agriculture, Tanzania; China Agriculture University; Northeast
Agricultural University; Sichuan Agricultural University;
Zhejiang A & F University; Shanghai Ocean University; Nanjing
Agricultural University; Xinjiang Agricultural University;
Wageningen University & Research, Belanda; Royal Agricultural
University, UK; Swedish Agriculture University, Uppsala; The
Agricultural University of Athens, Greece; AgroParisTech, French;
Slovak University of Agriculture, Slovakia; Banat University of
Agricultural Sciences and Veterinary Medicine, Romania;
University of Hohenheim, Germany dan lain-lain.

15
Link: www.uaf.edu.pk diakses pada tanggal 6 November 2018.
10

Namun, seringkali masyarakat Islam di Indonesia,


memahami pertanian hanya pada pengertian yang sempit. Ini
adalah kesalahan cara pandang mengenai pertanian. Dalam
usaha untuk membangun pertanian, maka tidak bisa tidak untuk
memahami apa dan bagaimana ruang lingkup pertanian itu.
Pengertian secara luas, pertanian adalah kegiatan mencakup
agrobisnis, agroindustri, agroservis, perikanan, peternakan,
kehutanan, kegiatan dari hulu sampai hilir, mengubah input
menjadi output pangan, sandang, papan yang beromset miliaran
dolar AS dan sering mengubah nasib pengusaha menjadi
konglomerat.16 Ia berperan dalam membentuk Produk Domestik
Bruto (PDB), perolehan devisa, penyediaan pangan, dan bahan
baku industri.17
Dewasa ini, dalam meghadapi persoalan sustainabilitas
pertanian, para pakar menentukan beberapa keahlian dan bidang
yang multidisiplin. Diantaranya: kekuatan produksi pangan dan
agibisnis; sains tanaman, tanah, dan hortikultura; sains air
(water-use dan water-quality); sistem pertanian (farming system)
dan agroekologi; agro ekonomi dan sians sosial; pertanian
pemerintah (federal farm), perdagangan (trade), pengembangan
internasional, lingkungan, dan regulasi politik.18
Pertanian merupakan ilmu sains terapan. Apa yang
diterapkan? Yang diterapkan adalah ilmu-ilmu sains murni dari
sains alam maupun sains sosial. Diantaranya adalah sains alam
yang terdiri dari: ilmu biologi, ilmu kimia, ilmu fisika, ilmu
matematika, ilmu astronomi, dan ilmu bumi. Sedangkan sains
16
Ahmad Mattjik, “Sambutan”, dalam Jusuf Sutanto et al, Revitalisasi Pertanian
dan Dialog Peradaban…, xlii-xliv. Prof. Dr. Ahmad A. Mattjik adalah Rektor IPB Bogor
2002-2007.
17
Churmen I, “Sambutan” dalam Mufid A Busyairi, Republik Salah Urus; Menguak
Nasib Buram Petani Indonesia, ( Jakarta: Penerbit RMBOOK, 2008), xviii
18
Julia L. Kornegay et al, Toward Sustainable Agriculture System in the 21 Century,
(Washington: National Academies Press, 2010), vii.
11

sosial terdiri dari ilmu ekonomi, ilmu sosial dan politik. Maka,
Johan Iskandar memberikan gambaran metodologi penelitian
petani dengan pendekatan ekologi manusia, agroekosistem, dan
sistem farming yang akan mencakup dimensi sains dan sosial
sains.19
Contoh spesifikasi domain sains alam yang ada di dalam
pertanian adalah mengenai kegiatan budidaya (on-farm). Masalah
objek utama tanaman dan alam itu sendiri. Contohnya
pembahasan mengenai fisiologi tanaman dalam hal memahami
metabolisme fotosintesis. Untuk mendefinisikan fotosintesis,
maka dibutuhkan ilmu biologi, fisika, dan kimia. Digambarkan
bahwa, proses fotosintesis adalah proses sintesis bahan organik
(karbohidrat) dari bahan anorganik (CO₂, H₂O, dan H₂S) melalui
aksi cahaya matahari dan pigmen.20 Proses tersebut di jelaskan
bisa optimal, jika ada anasir-anasir pokok dalam kondisi tertentu
dan bekerja secara simultan. Cahaya matahari sebagai anasir
pertama, merupakan anasir fisika dalam bentuk foton yang
memiliki panjang gelombang 300 – 700 nm (Photosyntetic Active
Radiation). Ia berperan dalam fotolisis (pemecahan air yang
menghasilkan elektron dan proton, serta oksigen).21 Setelah
proses fotosistesis fase terang, akan dilanjutkan fase gelap dan
pada akhirnya akan terbentuk energi dan karbohidrat, ATP-
NADP dan gula-protein. Dalam optimalisasi pertumbuhan
tanaman, ia juga dipengaruhi kualitas tanah, hara yang tersedia
di tanah, iklim, dan ada tidaknya penyakit dari jamur atau
bakteri.

19
Lihat Johan Iskandar, “Metodologi Memahami Petani dan Pertanian”, dalam
Jurnal analisis Sosial, 2006, Vol 11, No. 1, 2006, 177.
20
Djoko Purnomo dkk, Fisiologi Tumbuhan; Dasar Ilmu Pertanian, (Surakarta: UNS
Press, 2010), 71.
21
Ibid., 72.
12

Kualitas tanah dilihat dari aspek bilogois, fisik dan


kimiawinya. Hara secara rinci akan membahas ion dan unsur-
unsur kimia lengkap dengan sifat dan akibat jika tanaman
kekurangan unsur tersebut. Iklim berbicara lingkungan, DAS, dan
apa-apa yang ada di atas bumi (udara-langit). Hama dan penyakit
berbicara jamur, virus dan bakteri yang mekanisme sama dengan
fakultas kedokteran, hanya saja perbedaan dokter tanaman dan
hewan fokusnya bukan pada manusia.
Jika ia menyangkut produksi dengan skala lahan yang besar,
maka membutuhkan ilmu matematika, statistika, dan
managemen. Jika ia ingin mengembangkan teknologi otomatisasi,
maka bisa dikembangkan dengan menggunakan teknologi
informasi, sains komputer, dan IoT, yang sekarang disebut
dengan sistem Smart Farming Precision Agriculture 4.0.
Ilmu fisika dan kimia yang mekanistik, ilmu biologi, hukum
keseimbangan alam, adalah pusat kajian teknologi budidaya
pertanian modern dewasa ini. Pengetahuan atas anasir-anasir
fisika, kimia, dan biologi dari fenomena alam tersebut sangat
penting. Di sini, dalam penerapan ilmu sains yang terlahir
paradigma mekanistik positivistik, menjadi basis pembuatan
teknologi pertanian dalam praktik profesionalitas sains.22 Maka,
jika ingin mengkaji secara epistemologis, perlu masuk ke dalam

22
Dalam kajian filsafat sains, pandangan mekanistik ini menyebabkan sains
menyimpang dari metafisika. Ini membuat sains terpisah dengan agama. Demarkasi ini
terjadi puncaknya pada abad ke-18. Adapun permulaan filsafat mekanistik yang
positivistik ini dikembangkan sejak abad ke-17 oleh Galileo, Descartes, Hobbes,
Mersenne, Gassendi, Boyle, Hooke, Huygens, dan Newton yang menolak Hermenetisme
dan filsafat alam Aristoteles. Mereka secara umum melihat alam sebagai mesin dan
mengklaim bahwa qualities yang kita teliti di alam tidakklah benar-benar eksis, namun
keluar dari proses persepsi. Alam dapat dijelaskan dengan pendekatan matematis.
Ironinya, dominansi pandangan positivisme, adalah faktor utama yang membuat sains
menyimpang (diverge) dari filsafat. Kemudian, profesional sains dan tertutupnya
interaksi dari sains dan teknologi, juga membuat sains terpisah dari filsafat. Lihat
Cemil Akdoğan, Science in Islam and the West, (Kuala Lumpur: ISTAC, 2008), 9-14.
13

ilmu sains murni tersebut masing-masing. Hal ini karena


profesional sains dalam pertanian, menganggap bahwa ilmu-ilmu
dan rumus dari sains murni tersebut sudah mapan dan siap
dipakai dalam pembuatan teknologi.
Contohnya adalah dalam kajian fotosintesis. Salah satu anasir
utama adalah sinar matahari (sun light). Thomas Kuhn dalam
bukunya “The Structure of Scientific Revolutions” Sinar (light) dalam
ilmu fisika sekarang (ini masih dipakai dalam dasar-dasar
fisiologi tanaman), adalah sebuah foton. Foton adalah entitas
mekanikal quantum (quantum-mechanical entities) yang memiliki
beberapa gelombang dan partikel. Sebelum sampai pada
kesimpulan ini (setelah terjadi beberapa pergeseran paradigma),
sinar (light) dikembangkan banyak fisikawan seperti Planck,
Einsten, dan lain-lain yang menganggap sinar adalah transverse
mave motion dari penulisan optik Young dan Fresnel di awal abad
ke-19. Sebelum itu, saat pada abad ke-18, diskursus sinar
berpusat pada teori optik Newton, yang memandang bahwa sinar
adalah korpus materi (material corpuscles).23 Dinamika teori ini,
Cemil Akdoğan dalam bukunya “Science in Islam and the West”,
spesifik membahas kontroversi Newton dan Hook dalam teori
sinar dan warna.24

23
Thomas S. Kuhn, The Structure of Scientific Revolutions-Third Edition, (Chicago
dan London: University of Chicago Press, 1996), 12.
24
Cemil Akdoğan, Science in Islam and the West..., 207.
14

Gambar: Teori tentang sinar dan cahaya tampak yang telah


mapan dan dipakai dalam dasar teknologi pencahayaan tanaman.

Yang perlu diperhatikan adalah hukum kausalitas dan


kondisi alam praksis di kegiatan pertanian. Hakikatnya sesuatu
yang sulit untuk dipastikan, atau bahkan tidak bisa dipastikan.
Karena kondisi tanah bisa berubah jika terjadi hujan atau terkena
air lain. Begitu juga serangan hama dan penyakit yang bisa
15

datang tiba-tiba. Sinar matahari dan angin, memiliki peran


penting juga dalam fotosintesis, transpirasi, dan evaporasi,
sedang manusia tak kuasa mengatur matahari dan angin.
Manusia tak mampu menetapkan kapan datangnya hujan secara
pasti. Juga kapan dan berapa kencang angin berhembus. Kapan
awan bergerak menutupi matahari sehingga bumi menjadi teduh.
Kapan awan hitam mendung datang dan kapan datangnya
musibah-musibah topan, longsor atau hujan abu.
Dalam iklim mikro, manusia tak bisa secara pasti dan
konsisten mengatur suhu, kelembapan di sekitar tanaman. Juga
sifat keasaman dan kebasaan larutan nutrisi hidroponik dan
tanah tak bisa 100 persen diatur secara konsisten. Padahal,
semuanya itu mempengaruhi kegiatan pertanian dan proses
tanaman itu hidup dan tumbuh. Ini menandakan, alam adalah
sesuatu yang ada sisi-sisi pasti dalam artian anasir sains, namun
juga ada yang tidak pasti. Maka ketidakpastian ini, sebagai
seorang Muslim, harus dikembalikan kepada kebesaran Tuhan
yang diyakini sebagai Pencipta dan Pemilik alam semesta.
Konsep kausalitas yang pasti dan tidak pasti ini sudah
disadari oleh al-Ghazālī saat berdialektika dengan filsafat di
masanya. Di dalam kepastian gerakan alam, ada titik dimana
kehendak Tuhan berkuasa. Pertama, Tuhan sebagai Wujud Yang
Hidup, yang memiliki perbuatan mencipta berdasarkan
kehendak-Nya, dan karena itu pula disifati sebagai pelaku dan
bukan sebab. Kedua, percaya bahwa dunia diatur oleh hukum
kausalitas, yang telah ditanamkan di dalamnya oleh Tuhan pada
saat penciptaan, yang berjalan di bawah pengawasan Tuhan dan
tunduk pada kehendak-Nya. Ia percaya pada hubungan
16

sekuensial antara entitas dan peristiwa, dan mengakui adanya


sebab-akibat pada peristiwa alam. Maka, sebenarnya al-Ghazālī
menengahi dua posisi yang berlawan antar mutakallimūn pada
eranya, dan mekanismenya dicontohkan seperti jam air, yang
dimana ia bergerak atas kehendak pembuatnya.25

Islam, Pertanian, dan Lingkungan


Dalam domain yang mengglobal, di abad ke-21 ini, umat
manusia menghadapi tantangan yang besar yang berkaitan
dengan sektor pertanian. Tantangan itu adalah bagaimana
menghadapi kebutuhan pangan dengan menjaga ketersediaan
area (space) untuk tinggal dan kelestarian kondisi alam.26 Hal ini
memunculkan pendekatan Filsafat Sains Pertanian (Philosophy of
Agriculture Science) yang membahas relasi pertanian (agriculture)
dengan masyarakat (human society), lingkungan (environment) dan
pangan (food).27 Salah satu poin penting kajiannya adalah tentang
bagaimana sistem integrasi yang baik untuk menjaga suplai
energi, air dan pangan atau yang biasa disebut “Water-Energy-Food
(WEF) Nexus”28 yang berkelanjutan, banyak dikembangkan oleh

25
Hamid Fahmy Zarkasyi, Kausalitas: Hukum Alam atau Tuhan; Membaca Pemikiran
Religio-Saintifik al-Ghazālī, (Ponorogo: UNIDA Gontor Press, 2018), 272-273.
26
Alex F. McCalla, “Challenges to World Agriculture in the 21st Century”, J
Agricultural and Resource Economic University of California, Vol. 4, No. 3, 2001, 1.
27
“Philosophy of Agriculture Science is to study oh the relation between the Human
Society and Agriculture, Environment and Food. It is one of the branch of Philosophy of Natural
Science especially, Agricultural Science, Food Science and Environmental Science. It is also
possible to study by Ethical, Anthropological, Sociological approaches to Food, Agriculture
Environment problem in the World.” Suehera T, Akitsu M, dan Ohishi K, Philosophy of
Agriculture Science: Social and Ethical Studies of Food, Life and Environment, (Kyoto: Division
of Natural Resources Economics, 2011) Website: www.kais.kyoto-u.ac.jp
28
Kata „Nexus‟ dalam kamus The New International Webster‟s Comprehensive, adalah
“a bond or tie between the several members of groups or series”, The New International
Webster‟s Comprehensive…, 855. Adapun Keairns DL et al kata Nexus dari bahasa Latin,
yakni „nectere‟, yang artinya mengikat (bind) atau terhubung (connect). Keairns DL,
17

lembaga riset dunia.29 Sehingga, persoalan jumlah populasi


manusia, tuntutan kebutuhan pangan dan tempat tinggal
menjadi isu sentral.
Hal ini penting bagi eksistensi peradaban manusia di Bumi.
Krisis pangan dan wilayah menjadi mimpi buruk peradaban
manusia dan hal terburuk yang dapat terjadi adalah dapat
memicu peperangan perebutan sumber daya alam dan wilayah.
Sedikitnya lembaga yang dimiliki umat Islam dalam mengkaji ini
menjadi sebuah catatan penting. Umat Islam yang diperintahkan
sebagai khalifah di muka bumi, tidak sehebat orang Barat
memahami dan melakukan riset masalah pangan, lingkungan,
perubahan iklim dan masa depan Bumi ini.
Islam adalah dīn yang mengatur segala aspek kehidupan di
dunia (fisik) dan kehidupan lain di dunia (metafisik). Dari aspek-
aspek tersebut, saling berhubungan satu dengan yang lainnya
sehingga tidak terjadi kehidupan yang sekular.30 Bagaimana Islam
memandang pertanian? Dalam sektor pertanian, Islam telah
memberikan perspektif yang khas dan orisinal terhadap kegiatan
persawahan, perkebunan, pertanaman, perhutanan, peternakan,
dan perikanan tersebut. Maka, kajian terhadap perspektif al-
Qur‟an dan al-Hadits menjadi penting dilakukan agar ia memiliki

Darton RC, dan Irabien A, “The Energy-Water-Food Nexus”, Jurnal Annu. Rev. Chem.
Biomol. Eng., 2016, 7, 240.
29
Ibid., 239. bandingkan dengan laporan Land and Water Division (NRL) and the
Climate, Energy and Tenure Division (NRC) Food and Agriculture Organization of the
United Nations (FAO), The Water-Energy-Food Nexus A New Approach In Support Of Food
Security And Sustainable Agriculture, (Roma: FAO, 2014), 1.
30
Abuddin Nata, “Revitalisasi Produk Pertanian dalam Perspektif Normatif
Islami”, dalam Jusuf Sutanto et al. Revitalisasi Pertanian dan Dialog Peradaban…, 677.
18

landasan normatif, teologis, dan moral yang bersifat


transenden.31
Ada beberapa hal yang perlu diangkat untuk menghidupkan
ajaran Islam melalui pertanian, diantaranya adalah:
implememtasi Tawḥīd dan Tawakal berbasis realitas, salah
satunya dengan Shalat Meminta Hujan dan Istighfar saat
Kekeringan32; menegakkan Zakat Pertanian dan Shadaqah sebagai
basis kegiatan sosial; menjauhi Riba, kecurangan, dan perbuatan
tercela dalam praktis agroekonomi; dan lain-lain. Muslim tidak
bisa dipisahkan dan berhubungan erat, seperti karakter
pertanian itu yang melekat dengan kehidupan manusia dari nabi
Adam sampai hari Kiamat.
Dengan banyaknya syariat yang tidak bisa lepas dari
pertanian, dan pertanian itu sendiri tidak bisa lepas dari
kehidupan, maka tidak berlebihan kita berkesimpulan bahwa
persoalan pertanian adalah persoalan umat yang ia menjadi
amanah manusia hidup di dunia sebagai khalifah di muka bumi.
Sehingga, perguruan tinggi Islam sebagai basis pengembangan
ilmu pengetahuan dan lembaga pendidikan penghasil penerus
31
Ibid., 681.
32
Dalam pertanian, memiliki hubungan dengan tuntunan Shalat. Yakni
persoalan Shalat meminta hujan (Shalat Istisqa). Shalat ini adalah shalat yang
disyariatkan karena hujan tidak turun-turun atau sumber air mengering. Shalat ini
disunnahkan pada saat penyebabnya muncul dan berakhir dengan hilangnya sebab
seperti hujan turun atau air sudah kembali mengalir. Ada prinsip dasar dalam shalat
ini yang tercermin dalam tata caranya bagi Imam yang harus memerintahkan
warganya melakukan tiga hal sebelum melaksanakan shalat. Yakni, pertama, bertaubat
secara benar, kedua bersedekah kepada warga miskin, menghentikan keẓaliman, dan
mempererat persaudaraan, dan ketiga, berpuasa empat hari berturut-turut. Kemudian,
titik tekan khutbah dan doa dalam shalat ini adalah meminta ampunan. Hal ini seperti
yang dijelaskan dalam Surat Nūḥ ayat 10-11, bahwa Allah maha pengampun dan Dia
akan menurunkan hujan yang lebat dari langit kepada manusia. Musthafa al-Bugha et
al, Fikih Manhaji; Kitab Fikih Lengkap Imam asy-Syafi‟i, Terj Misran, (Yogyakarta: Darul
Uswah, 2008), 238.
19

generasi, hendaknya memiliki perhatian yang besar terhadap


pengembangan dan persoalan ilmu pertanian. Maka, salah satu
paradigma yang perlu dikembangkan adalah paradigma „masalah
pertanian adalah masalah umat‟.

Membangun Kesadaran Ilmu Pertanian Kontemporer


Paradigma adalah sumber acuan yang menjadi bahan
pertimbangan bagi proses berfikir dan bertindak. Sehingga, jika
suatu nilai itu diposisikan sebagai paradigma, maka nilai-nilai itu
akan mengejawantah dalam cara berfikir dan cara bertindak
seseorang. Ia merupakan suatu dialog intensif guna
menghasilkan suatu bahan pertimbangan dalam mengambil
keputusan.
Adapun, Thomas Kuhn menjelaskan konsep perubahan
paradigma dalam bentuk revolusi ilmu pengetahuan dengan
gambaran yang mudah dipahami. Rumusannya dimulai dengan
adanya paradigma pertama (P1)yang kemudian dianggap sebagai
ilmu pengetahuan yang wajar (normal science/ NS). Kemudian, ia
akan dipakai sampai pada sebuah titik menemukan kejanggalan
atau penyimpangan (anomalies/A) yang membuat normal science
dipertanyakan kebenarannya. Anomali akan berakumulasi dan
sampai pada titi selanjutnya yakni keadaan genting (Crisis/C).
Penemuan baru atau solusi dari krisis ini akan menyebabkan
adanya paradigma baru menggeser paradigma lama. (P1 – NS – A
– C - P2).33 Maka, dalam keilmuan, paradigma bisa berubah jika

33
Waston, Filsafat Ilmu dan Logika, (Surakarta: Muhammadiyah Unversity Press,
2019), 116
20

memang diperlukan karena ada sebuah kegentingan atas anomali


yang terjadi.
Dari berbagai paparan persoalan, kemudian paparan
hubungan Islam dan pertanian, dapat dilihat, ada sebuah fakta
yang memerlukan paradigma baru agar pertanian bisa
berkembang. Sedikitnya jumlah jurusan/fakultas pertanian di
PTI, sedikitnya lembaga riset dan gerakan-gerakan
pengembangan pertanian yang dimiliki umat Islam, merupakan
keadaan yang perlu diubah sebagai ikhtiar pengembangan ilmu
pertanian. Sedikitnya jumlah petani muda, dari hadirnya
universitas atau fakultas pertanian, diharapkan menjadi inisiator
rebranding petani sebagai salah satu profesi yang memiliki nilai
tinggi. Diharapkan juga mampu mengubah budaya subordinasi
posisi petani, (yang membuat tidak berdaya), yang disebabkan
oleh kepentingan politik dan bisnis.
Adapun dalam diskusi pembahasan ini, paradigma (kerangka
befikir) baru yang ditawarkan mengenai bagaimana memahami
pertanian itu sendiri adalah sebagai berikut:
21

Sifat luas dan multidimensinya pertanian kontemporer,


mengikuti kompleksnya kehidupan, yang dosebabkan
bertambahnya jumlah penduduk dunia, kemajuan revolusi
industri, dan globalisasi. Maka pertanian tidak cukup jika hanya
dipandang sebagai ilmu tradisional yang hanya sebuah ilmu
bertani saja. Stagnansi perkembangan pertanian hari ini, dengan
asumsi sempit tentang pertanian perlu segera diubah
paradigmanya dan dikarenakan setiap negara memiliki lembaga
pendidikan tinggi pertanian yang berkualitas, maka Umat Islam
perlu untuk memiliki cita-cita memiliki Perguruan Tinggi Islam
Pertanian yang berkualitas juga, untuk turut serta menyelesaikan
persoalan global tentang krisis lingkungan, energi, dan pangan di
seluruh dunia.
22

Ir. H Aburizal Bakrie (Menteri Koordinator Kesejahteraan


Rakyat RI 2005 – 2009), dalam “Sambutan” di buku “Revitalisasi
Pertanian dan Dialog Peradaban”, menuliskan bahwa pertanian
harus dipandang sebagai instrumen peradaban, dan revitalisasi
pertanian sebagai proses perkembangan peradaban manusia.
Animo industri memang pernah membawa suara atau doktrin
untuk meninggalkan pertanian dari teori konvensional, agar
bangsanya maju. Namun realitanya, proses itu telah berbalik.
Negara berperadaban industri seperti Amerika dan Eropa saat ini
terus memperbesar ekspor produk pertanian dan budaya
konsumsi. Negara-negara industri terus menekankan mengenai
pentingnya penguasaan pangan sebagai bagian utama dari
eksistensi peradabannya. Serta, perkembangan energi alam yang
dapat diperbaharui seperti biofuel menjadi cakrawala baru
mengisi peran dan eksistensi pertanian di waktu yang akan
datang.34

Paradigma Pembangunan Pertanian dari Perspektif Islam


Selanjutnya dalam membangun paradigma pembangunan
dari perspektif Islam maka, kita perlu mengkaji konsep-konsep
penting dalam pembangunan pertanian. Seperti:

1. Konsep Pertanian (al-filaḥah) dan Konsep Kesejahteraan


(al-falāḥ; al-maṣlaḥah)
2. Konsep Pembangunan (al-iṣlāḥ; at-tanmiyah; at-tagayyur; at-
taqaddum; taṭwīr; ibtikār; Ista‟mara)

34
Aburizal Bakrie, “Sambutan” dalam Jusuf Sutanto et al, Revitalisasi Pertanian
dan Dialog Perdaban…, xxxvi.
23

Ranah pembangunan di sini, masuk dalam kajian ekonomi


pembangunan. Maka prinsip-prinsip ilmu ekonomi Islam butuh
untuk dimengerti dalam pembahasan di sini. Dalam pendekatan
falsafah, pembangunan ekonomi Islam berdiri dari beberapa
konsep, diantaranya: 1) Konsep tawḥīd (Keesaan Allah); 2) Konsep
rububiyah (Keesaan dalam mengurus alam), mengesakan Allah
SWT dalam penciptaan, pemberian rezki, pemeliharaan alam
semesta, penghancurannya, dan lain-lain; 3) Konsep „adalah
(kesamaan hak atas keharmonian); 4) Konsep khilafah (peram
manusia); 5) Konsep tazkiyyah (penyucian serta pertumbuhan).35
Secara umum, ada tiga tahapan perkembangan pertanian
berdasarkan tingkat kemajuan dan tujuan pengelolaan sektor
pertanian. Pertama, pertanian tradisional, yang dicirikan dengan
tingkat produktivitas sektor pertanian yang rendah. Kedua,
adalah tahapan komersialisasi, namu penggunaan teknologi dan
modal yang masih rendah. Ketiga, adalah tahap seluruh produk
pertanian ditujukan untuk melayani keperluan pasar komersial
dengan ciri penggunaan teknologi serta modal yang tinggi dan
mempunyai produktivitas yang tinggi pula.36 Kemudian, secara
umum, ketika berbicara tentang teknologi, maka harus berbicara
mengenai Maqāṣid al-Syarī‟ah.37

35
Syamsuri, “Paradigma Pembangunan Ekonomi; Satu Analisis Tinjauan Ulang
Dari Perspektif Ekonomi Islam”, Islamiconomic: Jurnal Ekonomi Islam, Vol. 7, No. 2. 2016,
231-236.
36
Edi Kusmiadi, “Pengertian dan Sejarah Perkembangan Pertanian”, dalam
Pangaribuan N dan Kusmiadi E. Pengantar Ilmu Pertanian, (Tangerang: Universitas
Terbuka, 2014), 1.14.
37
Maqṣid‟ yang jika berbentuk jamak „maqāṣid‟, memiliki maksud (purpose/intent),
objektif (objective), prinsip (principle) tujuan (goal); dan dalam bahasa Yunani adalah
telos, dalam bahasa Prancis adalah „finalité‟, dan bahasa Jerman sepadan dengan kata
24

Dari perkembangan itu, jika kita memakai pembangunan dari


perspektif Islam, maka tahap-tahap tersebut tidak hanya untuk
komersialisasi kebutuhan pasar semata, namun pertanian
ditujukan untuk kepentingan dan kebermanfaatan masyarakat
secara luas dengan prinsip-prinsip ke-iḥsān-an.38 Maka,
pendidikan petani dan penguasaha (sebagai pelaku utama) perlu
diarahkan agar mengajarkan prinsip keihsanan. Hal ini karena
sikap inilah yang sesuai dengan paradigma pembangunan yang
berasaskan prinsip-prinsip kesejahteraan dan pembangunan dari
perspektif Islam dan juga sejalan dengan tujuan pembangunan

„zweck‟. 37 Jasser Auda, Maqāṣid al-Sharī‟ah as Philosophy of Islamic Law A Systems Approach,
(London-Washington: IIIT, 2007) 2. Adapun menurut al-Syātibi, menjelaskan bahwa
tujuan ditetapkannya hukum Allah adalah untuk kemaslahatan manusia. Hal ini karena
dalam kitabnya yang berjudul “al-Muwāfaqāt”, Syāṭibi menyatakan tentang konsep
maslahat dalam Maqāṣid al-Syarī‟ah tersebut, terdapat di dalam al-Qur‟ān yang
diturunkan oleh Allah S.W.T. kepada Rasul-Nya Nabi Muhammad S.A.W. sebagai kabar
gembira dan peringatan; dan rahmat bagi seluruh alam. Lihat Abu Isḥāq al-Syāṭibi, al-
Muwāfaqāt fī Uṣul al-Syarī‟ah, Edisi 2, (Lebanon: Dar al-Kotob al-Ilmiyah, 2009), 220.
38
Secara analisis bahasa, Iḥsān berasal dari rangkaian huruf aḥ-sa-na (‫( )أحسن‬fi‟il
tsulatsy mazīd) yang memiliki makna literal „berbuat baik‟; „melakukan dengan baik‟;
dan „melampaui atau mengetahui dengan baik‟. Adapun kata kerja dasar ḥa-su-na, maka
artinya adalah „baik‟ atau „bagus‟. Di dalam Al-Qur‟an, kata ini dan derivasinya
dipergunakan sebanyak kurang lebih 166 kali, yang secara bergantian menggunakan
diksi husnā, hasanah, hasanāt, ahsana, ahsanu, husnan, muhsinān, ahsin, dan lain
sebagainya. Muhammad Syamsudin, “Ihsan, Hasan, dan Istihsan dalam Bahasa Al-
Qur‟an.” Link: https://islam.nu.or.id/post/read/111788/Iḥsān--hasan--dan-istIḥsān-
dalam-bahasa-al-qur-an, Sabtu 5 Oktober 2019. Diakses pada 30 Januarui 2020. Dalam
menggali konsep dan maknanya, sebuah hadits Jibril yang meyebutkan pokok ajaran
Islam yang Islam-Iman-Ihsan, memberikan keterangan tentang hubungan manusia dan
Tuhannya. Jadi, Iḥsān dalam bentuk yang pertama, adalah beribadah kepada Allah
dengan seolah-olah melihat Allah. Kondisi ini disebut sebagai „musyāhadah‟.
Musyāhadah dalam istilah keadaan hati seorang hamba yang merasa berhadapan
langsung dengan Tuhannya. Ia merasa Allah Swt ada di hadapannya. Konsep Iḥsān
secara umum kepada manusia secara umum, ialah bersikap baik dalam segala hal.
Sebagaimana yang dijelaskan pada hadits Arbain An-Nawawi No. 17. “Sesungguhnya
Allah memerintahkan berbuat baik terhadap segala sesuatu. Jika kalian hendak membunuh,
maka bunuhlah dengan cara yang baik. Jika kalian hendak menyembelih, maka sembelihlah
dengan cara yang baik. Hendaklah kalian menajamkan pisaunya dan senangkanlah hewan yang
akan disembelih.”
25

pertanian Nasional. Keihsanan akan membawa kebaikan untuk


manusia secara luas dan kebaikan secara pribadi dirinya sendiri
di dunia dan akhirat.

Kesimpulan
Pertanian perlu dipandang secara arti luas dan dampaknya
menglobal, sehingga penting untuk dikembangkan di dalam
Perguruan Tinggi Islam, dan secara umum di dalam organisasi,
yayasan, pondok pesantren, sekolah, ataupun ormas Islam.
Pertanian adalah peradaban manusia itu sendiri. Perangkat,
komponen, unsur dan tujuan pertanian relevan dengan tujuan-
tujuan syariat Islam yang menghendaki kesejahteraan bagi
manusia dan kelestarian alam. Namun, sekarang dalam
paradigma pembangunannya, terdasari dan tergerakkan dari
konsep dan sistem ekonomi konvensional yang tidak
mengakomodir konsep-konsep penting dalam perspektif Islam.
Secara praksisnya, Islam dan masyarakat muslim tidak bisa lepas
dari kegiatan pertanian. Lalu kompleksnya ilmu pertanian dan
persoalannya, berkembangn mengikuti perkembangan zaman.
Sehingga, sains dan teknologi pertanian kontemporer harus
serius dikembangkan oleh masyarakat Muslim, dalam menjaga
neksus air, energi dan pangan manusia. []
26

DAFAR ISI

Abdullah, Amin. 2019. “Memperkuat Paradigma Integrasi-


Interkoneksi dalam Studi Agama di Pascasarjana”, Stadium
General Universitas Islam Negeri Mataram, Lombok, 7
September 2019.
_____ et all. 2014. Praksis Paradigma Integrasi-Interkoneksi dan
Transformasi Islamic Studies di UIN Sunan Kalijaga. Yogyakarta:
Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga.
Akdoğan, Cemil. 2008. Science in Islam and the West. Kuala Lumpur:
ISTAC.
al-Attas, Syed Muhammad Naquib. 2019. Islam and Secularism-
Fourth Impression. Kuala Lumpur: Ta‟dib International.
Anshori, Ari. 2018. Paradigma Keilmuan Perguruan Tinggi Islam;
Membaca Integrasi Keilmuan atas UIN Jakarta, UIN Yogyakarta,
dan UIN Malang. Jakarta Selatan: al-Wasat Publishing House.
Auda, Jasser. 2007. Maqāṣid al-Sharī‟ah as Philosophy of Islamic Law A
Systems Approach. London-Washington: IIIT.
Barbour, Ian G. 2000. When Science Meets Religion. San Fransisco:
Herper SansFransisco.
al-Bugha, Musthafa et al. 2008. Fikih Manhaji; Kitab Fikih Lengkap
Imam asy-Syafi‟i, Terj Misran. Yogyakarta: Darul Uswah.
Busyairi, Mufid A. 2008. Republik Salah Urus; Menguak Nasib Buram
Petani Indonesia. Jakarta: Penerbit RMBOOK.
Damayanti, Anik. 2018. Pemikiran Nidhal Guessom Dalam Integrasi
Islam dan Sains Modern: Implementasi Pada Pengembangan Modul
Ajar IPA Untuk Kelas VII Tingkat Sekolah Menengah Pertama
(SMP). Tesis. Solo: Universitas Muhamadiyah Surakarta.
Iskandar, Johan. 2006. “Metodologi Memahami Petani dan
Pertanian”. Jurnal analisis Sosial, 2006, Vol 11, No. 1.
27

Keairns DL, Darton RC, dan Irabien A. 2016. “The Energy-Water-


Food Nexus”, Jurnal Annu. Rev. Chem. Biomol. Eng. Vol 7.
Kornegay, Julia L. et al. 2010. Toward Sustainable Agriculture System
in the 21 Century. Washington: National Academies Press.
Kuhn, Thomas S. 1996. The Structure of Scientific Revolutions-Third
Edition. Chicago dan London: University of Chicago Press.
Kuntowijoyo. 200. Islam Sebagai Ilmu: Epistemologi, Metodologi dan
Etika. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Pangaribuan N dan Kusmiadi E. 2014. Pengantar Ilmu Pertanian.
Tangerang: Universitas Terbuka.
Land and Water Division (NRL) and the Climate, Energy and
Tenure Division (NRC) Food and Agriculture Organization of
the United Nations (FAO). 2014. The Water-Energy-Food Nexus A
New Approach In Support Of Food Security And Sustainable
Agriculture. Roma: FAO.
Mahzar, Armahedi. 2004. Merumuskan Paradigma Sains dan
Teknologi Islami: Revolusi Integralisme Islam. Bandung: Mizan.
McCalla, Alex F. 2001. “Challenges to World Agriculture in the
21st Century”. J Agricultural and Resource Economic University of
California. Vol. 4, No. 3.
Nata, Abuddin. 2019. “Respons Intelektual Muslim Indonesia
Terhadap Gagasan Islamisasi Ilmu Pengetahuan dan
Relevansinya Terhadap Tantangan Era Milenial”, Jurnal
Pendidikan Islam Ta‟dibuna. Vol. 8., No. 2.
Purnomo, Djoko dkk. 2010. Fisiologi Tumbuhan; Dasar Ilmu
Pertanian. Surakarta: UNS Press.
Suehera T, Akitsu M, dan Ohishi K. 2011. Philosophy of Agriculture
Science: Social and Ethical Studies of Food, Life and Environment.
Kyoto: Division of Natural Resources Economics. Website:
www.kais.kyoto-u.ac.jp
28

Sutanto, Jusuf et al. 2006. Revitalisasi Pertanian dan Dialog Perdaban.


Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Syamsuri. 2016. “Paradigma Pembangunan Ekonomi; Satu
Analisis Tinjauan Ulang Dari Perspektif Ekonomi Islam”,
Islamiconomic: Jurnal Ekonomi Islam, Vol. 7, No. 2.
al-Syāṭibi, Abu Isḥāq. 2009. al-Muwāfaqāt fī Uṣul al-Syarī‟ah, Edisi 2.
Lebanon: Dar al-Kotob al-Ilmiyah.
Waston. 2019. Filsafat Ilmu dan Logika. Surakarta: Muhammadiyah
Unversity Press.
Zarkasyi, Hamid Fahmy. 2018. Kausalitas: Hukum Alam atau Tuhan;
Membaca Pemikiran Religio-Saintifik al-Ghazālī. Ponorogo:
UNIDA Gontor Press.

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai