Anda di halaman 1dari 2

Analysing Assumptions about the Nature of Social Science

Empat asumsi yang di jelaskan di atas berkaitan dengan sifat sosial sains memberikan
pandangan untuk menganalisis teori sosial. Dalam banyak literatur ada kecenderungan untuk
menyatukan masalah yang terkait dan menemukan bahwa terdapat hubungan yang kuat diantara
asumsi-asumsi tersebut. Hal ini penting untuk diteliti lebih detail.
Masing-masing asumsi di atas, di kelompokkan menjadi dua pendekatan terhadap ilmu sosial,
yaitu pendekatan subjektif dan pendekatan objektif. Tradisi yang condong ke arah subjektif disebut
“German idealism”, dan tradisi yang condong ke arah objektif disebut “sociological positivism”. Kedua
tradisi ini telah menjadi perdebatan dan mendominasi pembelajaran ilmu sosial selama lebih
dari 200 tahun. Namun, pada 70 tahun terakhir, telah terjadi perkembangan dalam ilmu sosial
dengan munculnya pandangan intermediate yang tidak sepenuhnya mendukung salah satu tradisi,
namun mendukung kedua pandangan, baik subjektif maupun objektif. Pada akhirnya kita bisa
menyebut ini pandangan subjektif-objektif, dua label deskriptif yang mungkin bisa menemukan
kesamaan di antara keempatnya untaian analitis.

2. Assumptions about the Nature of Society


Sama seperti dalam hal memahami nature of social science, dalam pemahaman nature of society
juga terdapat beberapa aliran atau perbedaan. Dahrendorf (1959) dan Lockwood (1956), misalnya,
berusaha untuk membedakan antara pendekatan sosiologi tersebut yang terkonsentrasi sifat tatanan
sosial dan keseimbangan di satu sisi, dan masalah perubahan, konflik dan pemaksaan dalam struktur
sosial di sisi lain. Perbedaan ini telah menerima banyak sekali perhatian dan telah dikenal sebagai
“order-conflict debate”. Teori “order” memiliki jauh lebih banyak pendukung daripada teori
“conflict”.
Pandangan “order-conflict” yang di cetuskan dari gagasan Durkheim, Weber, dan Pareto yang
mendukung pandangan “order”; dan Marx yang mendukung pandangan “conflict” sebagai faktor
adanya perubahan pada masyarakat. Order dikaitkan keteraturan, stabilitas dan kesatuan sebagai
dasar dari berbagai fenomena yang terjadi di masyarakat, sedangkan “conflict” dikaitkan
perubahan, konflik dan perpecahan sebagai dasar dari berbagai fenomena di masyarakat.
Teori integrasi masyarakat, seperti yang ditampilkan oleh karya Parsons
dan fungsionalis struktural lainnya, didirikan di atas sejumlah asump-
tions dari tine tipe berikut:
1) Setiap masyarakat adalah struktur elemen yang relatif persisten dan stabil.
2) Setiap masyarakat adalah struktur elemen yang terintegrasi dengan baik.
3) Setiap elemen dalam masyarakat memiliki fungsi, yaitu memberikan
kontribusi untuk pemeliharaannya sebagai suatu sistem.
4) Setiap struktur sosial yang penuh kehidupan didasarkan pada suatu konsensus
nilai-nilai di antara anggotanya.
Lalu untuk teori “conflict”:
1) Setiap masyarakat pada setiap titik tunduk pada proses perubahan-perubahan sosial ada di mana-
mana.
2) Setiap masyarakat menampilkan perbedaan pendapat dan konflik-konflik sosial ada dimana-mana,
3) Setiap elemen dalam masyarakat memberikan kontribusi untuk disintegrasi dan perubahan.
4) Setiap masyarakat didasarkan pada paksaan dari beberapa anggotanya oleh orang lain.
Namun Cohen memberikan kritik yaitu bahwa Dahrendorf salah dalam memperlakukan model
tatanan dan konflik yang seharusnya tidak sepenuhnya terpisah. Kedua hal tersebut dapat saling
melibatkan yang satu tidak perlu condong ke salah satu atau ke lain dan keduanya berperan dalam
perkembangan ilmu sosial dan masyarakat.
Lalu kemudian Burrel dan Morgan mencetuskan pemikiran “sociology of regulation” dan
“sociology of radical change” yang di dalamnya menyimpulkan berbagai gagasan dari para ahli
Sosiologi dalam hal “order-conflict”. Sociology of regulation memuat pemikiran mengenai kesatuan,
solidaritas dan kohesivitas dalam masyarakat dan sociology of radical change memuat perubahan
radikal, konflik, dan dominasi dalam masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai