PENDAHULUAN
1
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui pengertian rasm alquran.
2. Untuk Mengetahui Pola, Hukum dan Kedudukan Rasm Al-Qur’an.
3. Untuk Mengetahui Perkembangan Rasm Al Qur’an.
4. Untuk Mengetahui Perbedaan Ulama Tentang Kedudukan
Rasm Utsmani.
5. Untuk Mengetahui Pendapat Ulama Tentang Status Tawqifi Pada
Rasm Utsmani.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Rasm Al-quran
Yang dimaksud dengan Rasm Al-Qur’an atau Rasm Utsmani atau Rasm
Utsman adalah tata cara menuliskan Al-Qur’an yang ditetapkan pada masa
khlalifah bin Affan.1 Istilah rasm dalam Islam Al-Qur’an diartikan sebagai
pola penulisan al-Qur’an yang digunakan Ustman bin Affan dan sahabat-
sahabatnya ketika menulis dan membukukan Al-Qur’an. Istilah Rasm
Ustman lahir bersamaan dengan lahirnya Mus bin zubair, Said bin Al-Ash,
dan Abdurrahman bin Al-harits. Mushaf Utsman ditulis dengan kaidah
tertentu. Para ulama meringkas kaidah itu menjadi enam istilah, yaitu :
1. Al-Hadz (membuang, menghilangkan, atau meniadakan huruf). Contoh,
menghilangkan huruf alif pada ya’nida’, dari ha tanbih, pada lafaz jalalah.
2. Al-Jiyadah (penambahan), seperti menambahkan huruf alif setelah
wawu atau yang mampunyai hukum jama’ dan menambah huruf setelah
hamzah marsumah (hamzah yang terletak diatas tulisan wawu.
3. Al-Hazmah, salah satu kaidahnya berbunyui bahwa apabila hamzah
berharakat sukun, ditulis dengan huruf berharakat yang sebelumnya, contoh
I’dzan dan U’tumin.
4. Badal (pergantian), seperti alif ditulis dengan wawu sebagai
penghormatan.
5. Washal dan fashl (penyambungan dan pemisahan), seperti kata kul yang
diringi kata ma ditulis dengan disambung.
6. Kata yang dapat dibaca dua bunyi. Penulisan kata yang dapat dibaca dua
bunyi disesuaikan dengan salah satu bunyi. Didalam mushaf Utsmani,
penulisan kata semacam itu ditulis dengan menghilangkan alif (yakni dibaca
dua alif), boleh juga dengan hanya menurut buyi harakat (yakni dibaca satu
alif).
3
B. Pola, Hukum dan Kedudukan Rasm Al-Qur’an
Kedudukan rams Ustman dipersilahkan para ulama, apakah pola
penulisan tersebut merupakan petunjuk Nabi (tawqifi) atau hanya ijtihad
para sahabat.2
Jumbur ulama berpendapat bahwa pola rams Utsmani bersifat dengan
alasan bahwa para penulis wahyu adalah sahabat-sahabat yang ditunjuk dan
dipercayai Nabi saw. Pola penulisan tersebut bukan merupakan ijtihad para
(ijma) dalam hal-hal yang bertentangan dengan kehendak dan restu Nabi.
Ustmani tidak bersifat taufiqi, tetapi hanya ijtihad para sahabat. Tidak
menyatakan pendapat, bahwa Rasm Qur’ani itu adalah tauqifi, yang metode
Rasm Qur’ani itu kepada beliau, padahal beliau adalah seorang Nabi yang
tak kenal baca tulis. Mereka mengatakan bahwa Nabi pernah berkata kepada
2 Prof. Dr. H. Rachmat Syafe’i, M.A. Pengantar Ilmu Tafsir, Penerbit Pustaka Setia,
Bandung februari 2006.
4
Muawiyah, salah seorang petugas pencatat wahyu : “Ambillah tinta, tulislah
huruf” dengan qalam (pena), rentangkan huruf “baa”, bedakan huruf “siin”,
jangan merapatkan lubang huruf “miim”, tulis lafadz “Allah” yang baik,
Ibrizt ia mencatat apa yang dikatakan oleh gurunya; Abdul Aziz Ad-
“Tidak seujung rambut pun dari huruf Qur’ani yang ditulis oleh seorang
sahabat Nabi atau lainnya. Rasm Qur’ani adalah tauqif dari Nabi (yakni
Beliaulah yang menyuruh mereka (para sahabat) menulis rasm qur’ani itu
dalam bentuk yang kita kenal, termasuk tambahan huruf alif dan
akal fikiran, yaitu rahasia yang dikhususkan Allah bagi kitab-kitab suci
lainnya”.
Lagi pula, seandainya itu petunjuk Nabi, rasm itu akan disebut rasm
Nabawi, bukannya rasm ‘Utsmani. Belum lagi ummi Nabi diartikan sebagai
buta huruf, yang berarti tidak mungkin petunjuk teknis datang dari Nabi.
Tidak pernah ditemukan suatu riwayat, baik dari Nabi maupun sahabat
5
Dengan demikian, kewajiban mengikuti pola penulisan Al Qur’an versi
dengan alasan bahwa pola tersebut merupakan petunjuk Nabi (tauqifi). Pola
penulisan yang telah dibakukan. Bahkan Imam Ahmad ibn Hanbal dan
berpendapat bahwa tidak ada masalah jika Al Qur’an ditulis dengan pola
menulisnya dengan pola tersebut, karena pola penulisan itu hanya simbol
oleh penulisnya.
3 Drs. Abu Anwar, M.Ag, Ulumul Qur’an Sebuah Pengantar, Penerbit Amzah, Oktober
2005.
6
Seperti diketahui, pada masa permulaan Islam mushaf Al Qur’an belum
mempunyai tanda-tanda baca dan baris. Mushaf Utsmani tidak seperti yang
sehingga sulit membedakan antara huruf ya’ ()ي dan ba’ ()ب. Demikian
pula antara sin ()سdan syin ()ش, antara tha’ ( )طdan zha’ ()ظ, dan
seterusnya.
non Arab, seperti Persia di sebelah timur, Afrika disebelah Selatan, dan
beberapa wilayah non Arab disebelah barat. Masalah ini mulai disadari para
Mendelegasikan tugas itu kepada Nashr ibn Ashim dan Yahya ibu Ma’mur,
7
titik pada sejumlah huruf tertentu yang mempunyai kemiripan antara satu
dengan yang lainnya, misalnya penambahan titik diatas huruf dal maka
berbagai pola penulisan dalam berbagai bentuk seperti pola kufi, maghribi,
naqsh, dll.
disebut sebagai rasm utsmani, adalah mushaf yang wajib diikuti berdasar
kesepakatan para ulama, meskipun kita tidak begitu mengerti apa hikmah
penulisan dalam bahasa Arab. Hukum wajib ini bukan tanpa alasan.
Menurut sebagian ulama rasm utsmani telah disepaki oleh 12000 sahabat.
bahwa hendaknya kita membaca dan menulis Al-Qur'an sesuai dengan apa
yang telah ditulis para sahabat. Karena mereka lebih banyak ilmunya, lebih
menulis al-Qur'an tidak sesuai dengan rasm utsmani adalah haram. Alasan
dengan rasm utsmani berupa ketidak mengertian kalangan awam atas rasm
8
dan alasan-alasan yang lain, adalah alasan yang tidak dapat diterima karena
ini bertentangan dengan apa yang telah disepakati oleh sebagian besar
Jika ditanya, mengapa kita tidak memakai mushaf Abu Bakar saja,
dengan qari'ah yang lain, untuk menghindari kerancuan. Lagi pula mushaf
Abu Bakar telah sirna karena ikut tercuci saat Hafshah binti Umar ummul
Bakar yang hanya menuliskan satu qiraah yakni qiraah dengan dialek bahasa
bangsa Quraisy.
membacakan ayat al-Quran di hadapan Zaid bin Tsabit untuk ditulis (imla'),
dan tanpa ya' dalam surat Al-Maidah. Contoh-contoh lain banyak di dalam
dasar itu membuktikan rasm al-Qur'an adalah tawqifi bukan hasil hasil
ijtihad para sahabat. Alasan lain adalah sudah ditulisnya al-Qur'an sejak
zaman Rasulullah SAW, meski tidak terkumpul dalam satu tempat dan
9
Pendapat yang mengatakan rasm utsmani bukan tauqifi melainkan hasil
2. Zaid bin Tsabit tidak akan berbeda pendapat dengan sahabat yang lain
pada kalimah التابوتapakah ditulis dengan ta' atau ha' (tak ta'nits), hingga
dengan ta'.
3. Jika rasm utsmani tawqifi, maka tidak akan terjadi perbedaan diantara
al-Qur'an untuk bahan pelajaran anak-anak yang tidak sesuai dengan rasm
utsmani
berbuat teledor atau menganggap mereka bodoh dan tidak paham akan
orientalis atau kaum Syiah yang menganggap para sahabat penulis al-Qur'an
telah berkhianat dengan melakukan tahrif dan taghyir pada al-Qur'an serta
keberhakan 'Ali bin Abi Thalib atas kursi khalifah sesudah Rasulullah SAW.
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Yang dimaksud dengan Rasm Al-Qur’an atau Rasm Utsmani atau
Rasm Utsman adalah tata cara menuliskan Al-Qur’an yang ditetapkan pada
11
masa khlalifah bin Affan. Istilah rasm dalam Islam Al-Qur’an diartikan
sebagai pola penulisan al-Qur’an yang digunakan Ustman bin Affan dan
sahabat-sahabatnya ketika menulis dan membukukan Al-Qur’an.
Kedudukan rasm Ustman dipersilahkan para ulama, apakah pola
penulisan tersebut merupakan petunjuk Nabi (tawqifi) atau hanya ijtihad
para sahabat.
Jumbur ulama berpendapat bahwa pola rams Utsmani bersifat dengan
alasan bahwa para penulis wahyu adalah sahabat-sahabat yang ditunjuk dan
dipercayai Nabi saw. Pola penulisan tersebut bukan merupakan ijtihad para
sahabat Nabi, dan para sahabat tidak mungkin melakukan kesepakatan
(ijma) dalam hal-hal yang bertentangan dengan kehendak dan restu Nabi
Pada mulanya mushaf para sahabat berbeda antara satu dengan
dengan apa yang telah ditulis para sahabat. Karena mereka lebih banyak
ilmunya, lebih benar hati dan lisannya, dan lebih besar amanahnya.
hukum menulis al-Qur'an tidak sesuai dengan rasm utsmani adalah haram.
12
awam atas rasm utsmani dan akan mengakibatkan mereka keliru dalam
membaca al-Qur'an dan alasan-alasan yang lain, adalah alasan yang tidak
dapat diterima karena ini bertentangan dengan apa yang telah disepakati
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
13
Drs. Abu Anwar, M.Ag, Ulumul Qur’an Sebuah Pengantar, Penerbit
Amzah, Oktober 2005.
Al-Quran, Microsoft Word Office 2007.
14