Anda di halaman 1dari 13

1

JUAL BELI KREDIT DALAM HUKUM ISLAM DAN PARA ULAMA

MAYA FEBRYANTI
(3419100)

ABSTRACT
Buying and selling is a business activity that has been going on for a long time in
society. The clear provision in society is that buying and selling has developed
from traditional patterns to modern patterns such as buying and selling credit.
Buying and selling using the credit system is one of the transactions commonly
carried out by Indonesians today. This transaction is in great demand by the
public, because buyers can immediately use the product they dream of, without
having to pay in cash. This transaction is certainly very popular in Indonesia.
The purpose of writing is to reveal the law of buying and selling credit in Islamic
law.

Keywords: Financing, Credit Agreement, Syariah Banking

A. Pendahuluan
Kegiatan jual beli pada umumnya dilakukan dengan bertemu langsung antara
penjual dan pembeli di suatu tempat seperti pasar. Namun, saat ini kegiatan jual
beli sudah dapat dilakukan dengan cara yang lebih mudah menggunakan sistem
online dari gawai yang sudah terkoneksi dengan internet. Jika berbicara mengenai
bisnis online, seharusnya tidak hanya berbicara tentang pangsa pasar yang ada di
Indonesia, tetapi dunia. Karena melalui internet, semua orang yang ada di dunia
bisa saling berhubungan dan berinteraksi dengan tidak mengenal waktu dan
tempat.
Perkembangan perekonomian pada era globalisasi dewasa ini menjanjikan
peluang yang besar pada umat manusia, juga meninggalkan persoalan dan
tantangan, khususnya dalam bidang hukum muamalat. Muamalat dalam istilah
populer sering dipersamakan dengan transaksi. Dalam kenyataannya,
perkembangan transaksi baik dari segi bentuk, jenis, maupun metodenya pada era
globalisasi ini berkembang sangat cepat.
2

Persoalan-persoalan hukum transaksi (muamalah) dalam berbagai aspeknya


yang dulunya tidak pernah terbayangkan muncul dan berkembang secara pesat.
Persoalan-persoalan tersebut, misalnya zakat profesi, asuransi, pasar modal,
reksadana, pembiayaan kredit dan sebagainya.
Kredit dalam Islam disebut dengan pembiayaan, menurut UU Perbankan No.
10 Tahun 1998 pengertian pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang
dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara
bank dengan pihak lainnya yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk
mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan
imbalan atau bagi hasil.
Adanya praktik kredit ini memang memudahkan masyarakat dalam berjual
beli. Namun demikian, sistem kredit juga menuai pro dan kontra. Beberapa orang
membolehkan sistem kredit. Tapi ada juga yang menganggap jual beli kredit
dalam islam termasuk riba jadi diharamkan. Lalu sebenarnya bagaimana islam
memandang kredit? Pertanyaan tersebutlah selanjutnya yang menjadi rumusan
masalah dalam penulisan ini, dengan harapan dapat memberikan sumbangan
pemikiran dalam bidang hukum Islam.

B. Pengertian Jual Beli Kredit


Jual beli dalam bahasa Indonesia berasal dari dua kata, yaitu jual dan beli.
Yang dimaksud dengan jual beli adalah berdagang, berniaga, menjual dan
membeli barang. Sedangkan istilah jual beli menurut bahasa Arab adalah al-Bai’
yang berarti saling menukar (pertukaran). Kata al-Bai’ terkadang digunakan juga
untuk pengertian lawannya yaitu as-Syira’ (beli) dengan demikian kata al Bai’
berarti jual dan sekaligus bisa beli.1
Menurut Syari’at, yang dimaksud jual beli adalah pertukaran harta atas dasar
saling rela atau memindahkan milik dengan ganti yang dibenarkan (yaitu berupa
alat tukar yang sah).2

1
Adanan Murroh Nasution, Jual Beli Kredit Ditinjau Dari Persefektif Hukum Islam, Yurisprudentia
Vol. 2, No. 2 Desember thn 2016. hal 20.
2
Ibid hal 20.
3

Istilah jual beli kredit dalam kajian disiplin ilmu fikih bukanlah termasuk
terminologi yang mandiri dan sentral. Ini dikarenakan dalam kitab-kitab induk
fikih sekalipun, istilah tersebut tidak pernah menempati posisi pembahasan yang
mandiri, komprehensif dan integral. Oleh karena itu, wajar jika dalam berbagai
literatur tak satu pun yang mengungkapkan pengertian istilah tersebut secara
terminologi.3
Pada zaman sekarang masih terdapat jual beli secara kredit, fenomena ini
yang akan coba kaji lebih mendalam tentang hukum jual beli kredit dalam
pandangan Islam. Hal ini merupakan suatu fenomena yang berkembang dalam
jual beli Islam, namun masih ada pro dan kontra terkait staus jual beli kredit yang
diperboleh dan dilarang dalam Islam. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
kredit merupakan cara menjual barang dengan pembayaran secara tidak tunai
(pembayaraan ditunda atau ditangguhkan).4
Adapun istilah kredit yang dalam bahasa arab disebut taqsith merupakan
istilah yang lazim dalam bahasa sehari-hari yang diartikan sebagai pinjaman
sejumlah uang. Selain itu kredit berasal dari bahasa latin credere, yang berarti
kepercayaan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, salah satu pengertian
kredit adalah pinjaman uang dengan pembayaran pengembalian secara
mengangsur atau pinjaman sampai batas jumlah tertentu. Dalam pengertian
umum kredit didasarkan pada kepercayaan atas kemampuan si peminjam untuk
membayar uang sejumlah uang pada masa yang akan datang.5
Menurut istilah (terminologi), bai’ bi-taqsith atau jual beli kredit adalah
menjual sesuatu dengan pembayaran yang diangsur dengan cicilan tertentu, pada
waktu tertentu dan lebih mahal daripada pembayaran kontan. Muhammad Aqlah
Ibrahim berpendapat bahwa, ada beberapa pedoman yang dapat dijadikan
pegangan dalam memahami maksud bai’ bit taqsith secara syar’i. Pertama,
seorang pedagang menjual barang dagangannya secara kreditdengan ketentuan
harga lebih tinggi daripada secara tunai. Kedua, taqsith ialah membayar hutang
3
Muhibbuddin, Kredit: Suatu Kajian Perspektif Hukum Islam, Jurnal Pemikiran Hukum Islam, Vol.
13, No. 2, thn 2017. hal 229.
4
Alif Ilham Akbar Fatriansyah, Kajian Penelitian Tentang Hukum Jual Beli Kredit, SUHUF, Vol. 32,
No. 1, Mei thn 2020. hal 52.
5
Qamarul Huda, Fiqih Muamalah, (Yogyakarta: Teras) thn 2011. hal.55.
4

dengan berangsur-angsur pada waktu yang telah ditentukan. Ketiga, pembayaran


yang diangsur ialah sesuatu yang pembayarannya dipersyaratkan diangsur dengan
cicilan tertentu pada waktu tertentu pula.6
Ada beberapa Ulama yang mendefenisikan Jual beli:
a. Imam Hanafi, beliau menyatakan jual beli adalah tukar menukar harta
atau barang dengan cara tertentu atau tukar menukar sesuatu yang
disenangi dengan barang yang setara nilai dan manfaatnya nilainya
setara dan membawa manfaat bagi masingmasing pihak.
b. Menurut Ibn Qudamah, pengertian jual beli adalah “tukar menukar harta
untuk saling dijadikan hak milik. Tukar menukar tersebut dilakukan
dengan ijab kabul atau saling memberi.
c. Sayid Sabiq, mendefinisikan jual beli dengan arti “saling menukar harta
dengan harta atas dasar suka sama suka”.
d. Imam al-Nawawi menjelaskan bahwa jual beli adalah “saling menukar
harta dengan harta dalam bentuk pemindahan milik”. Definisi ini tidak
jauh berbeda dengan apa yang didefinisikan oleh Abu Qudamah yaitu
“saling menukar harta dalam bentuk pemindahan milik dan
pemilikan”.7
e. Sementara menurut Hasbi ash-Shiddieqy jual beli adalah akad yang
terdiri atas penukaran harta dengan harta lain, maka terjadilah penukaran
dengan milik tetap.

C. Rukun dan Syarat Jual Beli


Menurut ilmu fiqh sistem jual beli baru dinilai sah secara hukum Islam,
ketika jual beli tersebut telah terpenuhi rukun dan syaratnya. Adapun rukun jual
beli yang dimaksudkan, yaitu:
1. Akad, yaitu kesepakatan antara pihak pembeli dan pihak penjual
2. Akid, yaitu pihak-pihak yang melakukan transaksi dalam jual beli tersebut
6
Muhibbuddin, Kredit: Suatu Kajian Perspektif Hukum Islam, Jurnal Pemikiran Hukum Islam, Vol.
13, No. 2, thn 2017. hal 230.
7
Syaifullah M.S, Etika Jual Beli dalam Islam, Jurnal Studia Islamika Vol. 11, No. 2, Desember thn
2014, hal 371.
5

3. Ma’qud Alaih, yaitu barang yang diperjual belikan.8


Sedangkan yang menjadi syarat jual beli sebagai berikut:
a. Penjual dan pembeli adalah orang yang sudah baligh dan berakal.
Minimal sudah mumayyiz (dapat membedakan antara yang baik dan
yang buruk). Kirakira usianya 7 (tujuh) tahun. Anak-anak yang sudah
mumayyiz boleh melakukan jual beli. Misalnya, jual beli kue-kue, buku
tulis, pensil, sabun, dan lain-lain. Namun demikian, sesuatu yang
harganya mahal,anak-anak tidak sah jual belinya kecuali atas izin orang
tua atau pengampunya. Misalnya, jual beli rumah, mobil, tanah
pekarangan dan lain-lain.
b. Atas kehendak sendiri, bukan karena paksanaan orang lain. Jika dipaksa
oleh orang lain , jual belinya tidak sah. Jika seorang penjual memaksa
orang lain untuk membeli barang dagangannya dengan ancaman senjata
tajam atau lainnya, tidak sah jual belinya. Ketentuan ini, sesuai dengan
hadis Rasul yang mengatakan bahwa jual beli itu harus dilaksanakan
atas dasar suka sama suka.
c. Penjual dan pembeli haruslah minimal 2 (dua) orang, dan tidak sah jual
beli sendirian.
d. Barang yang dijual haruslah milik sempurna (milik sendiri). Tidak sah
jual beli jika barang yang dijualnya, bukan miliknya sendiri tetapi milik
orang lain kecuali ada pendelegasian hak dengan memberikan kuasa
kepadanya.
e. Barang yang dijual harus jelas wujudnya dan dapat diserahkan. Jika
seseorang menjual kepada orang lain ikan yang dalam kolamnya atau
ikan yang ada dalam sungai,hukumnya tidak sah.
f. Barang yang dijual harus suci zatnya menurut syara’. Tidak sah jual beli
sesuatu yang haram zatnya. Misalnya, jual beli babi, bangkai, minuman
keras, ganja dan lain-lain. Jika sesuatu itu bermanfaat, boleh
diprjualbelikan.Misalnya, jual beli kotoran binatang untuk pupuk

8
Adanan Murroh Nasution, Jual Beli Kredit Ditinjau Dari Persefektif Hukum Islam, Yurisprudentia
Vol. 2, No. 2 Desember thn 2016. hal 20.
6

tanaman, bangkai hewan (hewan yang mati tidak disembelih) untuk


praktek kedokteran dan lain-lain.
g. Barang yang diperjual belikan harus diperoleh dengan cara yang halal.
Tidak sah jual beli barang hasil rampokan, pencurian, korupsi dan
lain-lain. Ketentuan ini didasarkan kepada hadis Nabi yang menyatakan
bahwa sesuatu yang tumbuh atau dibesarkan dengan cara yang haram,
maka nerakalah tempatnya yang paling cocok. Hadis riwayat Ahmad.9

D. Pendapat Ulama Tentang Sistem Jual Beli Kredit


Sulaiman bin Turki mendefinisikan jual beli kredit kredit adalah jual beli
dimana barang diserahterimakan terlebih dahulu, sementara pembayaran
dilakukan beberapa waktu kemudian berdasarkan kesepakatan.
Ulama dari empat mazhab, Syafi’iyah, Hanafiyah, Malikiyah, Hanbaliyah,
Zaid bin Ali dan mayoritas ulama membolehkan jual beli dengan sistem ini, baik
harga barang yang menjadi objek transaksi sama dengan harga cash maupun lebih
tinggi. Namun demikian mereka mensyaratkan kejelasan akad, yaitu adanya
kesepahaman antara penjual dan pembeli bahwa jual beli itu memang dengan
sistem kredit. Dalam transaksi semacam ini biasanya si penjual menyebutkan dua
harga, yaitu cash dan kredit. Si pembeli harus jelas hendak membeli dengan cash
atau kredit.10
Ada factor yang menyebab kenapa kredit bisa muncul sebagai cara dalam
memenuhi kebutuhan masyarakat yang tinggi, seperti dalam penelitian Arisson
(2016) terkadang kemampuan dan kemauan yang terbatas untuk memenuhi
kebutuhan dan keinginan dalam hidup, sehingga waktu muncul kebutuhan
mendesak dan sangat terpaksa, sesorang harus berhutang pada orang lain baik
berupa barang maupun uang. Dalam penelitian Aulia (2014) Sesungguhnya Islam
itu adalah ajaran agama yang komplet seperti halnya dalam Al-Quran
menyangkut hubungan social, ekonomi di anjurkan oleh Allah SWT, hal tersebut
dalam Al-Maidah (5):2
9
Siti Mujiatun, Jual Beli dalam Perspektif Islam: Salam dan Istisna’, Jurnal Riset Akuntansi dan
Bisnis, Vol. 13, No. 2. September thn 2013. hal 205.
10
Imam Mustofa, Fiqh Muamalah kontemporer, (Jakarta:Rajawali pers) thn 2016. hal 49.
7

‫ل ا نوا َلى ا لْث ثِّ الَتَ ْ ى لَ ل ا نوا َلى ا ْثإ ْثم‬


َ‫لَ لوٰ لَ ُ َ لَ لَُ َ ل‬ َ‫لَ َ لَ لَُ ّ ل‬
ِ‫ا لْ ْ ا ث ا تَ ن وا ا ِث تّ ا ل ث ي ن الْ ث ل ا ث‬
ْ ُ َ ‫تّل‬ ‫لَ َنُ لَ لَ ْ تّل‬
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.
dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat
siksa-Nya”.

Ayat diatas merupakan jawaban bagi kita sesama manusia untuk saling
tolong menolong dalam hal kebaikan, bisa diartikan dalam kegiatan jual beli
tolong menolong bisa dilakukan dengan pembayaran secara kredit karena tidak
semua manusia dapat memenuhi kebutuhannya secara cukup, oleh karena itu
kredit bisa digunakan sebagai jalan keluar. Sebagaimana dalam firman Allah
SWT Surat Al-Baqarah (2): 24511

َ‫ث‬ ْ
‫ث‬ ِ‫لت ث‬
‫َ لَُن لُن‬ ‫ا‬ ‫ا‬ ‫ا‬
‫ً لَ ل ًن لَُن ل‬ ‫ا‬
‫ُ تّل لَ ْْ ن‬ ‫يَن ْ ن‬ ‫ي‬ ‫ل ْ َلا ا‬
َ َْ
ُ‫ِث ث‬ ْ
‫ث‬ ِ
‫ث‬
‫و‬ ‫ل‬
ّ‫ُ لَ ُْ َن ْْ لَ َن ل‬ ‫ً ل ا نا لَ لًن ل ن ل ْ ن ل ل ْ ن ن‬
‫ا‬ ْ ‫َل‬
ََْ‫ر َ تّ يَ ُ َي‬ َ
“Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang
baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), Maka Allah akan
melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak.
dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepadaNya-lah
kamu dikembalikan”.

Dalam hakikatnya jika transaksi jual beli secara kredit dilakukan merupakan
hal yang mutlak harus dipenuhi oleh pembeli sebagai pihak yang menyepakati
harga dan aturan terkait. Hal ini berimbas bahwa segala hal terkait transaksi

11
Ibid. hal 49.
8

hingga pelunasan dilakukan secara tepat waktu. Bisa diartikan bahwa jual beli
kredit termasuk utang pembeli terhadap penjual, karena pembeli dikenakan beban
pembiayaan hingga pelunasannya, oleh karena itu seorang pembeli harus bisa
menjaga amanah agar terhindar dari hal yang Allah tidak ridha. Dalam
pembahasan akan ditunjukkan sebagian kecil tentang dua sudut pandang tentang
jual beli kredit.12

E. Hukum Jual Beli Kredit Menurut Ekonomi Islam


Bunga adalah hal yang telah disepakati keharamannya oleh semua lapis umat
Islam. Sebab bunga itu dengan mudah bisa dibedakan dengan jual beli yang halal.
Berapapun kecil bunga yang dikenakan, tetaplah Allah SWT telah
mengharamkannya. Sebab keberadaan bunga itu memang wujud dari riba itu
sendiri, yang di dalam Al-Quran telah disebutkan harus ditinggalkan
sekecil-kecilnya. “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah
dan tinggalkan sisa riba jika kamu orang-orang yang beriman”.(QS. Al-Baqarah:
278).
Sedangkan fasilitas kredit itu sendiri hukumnya tergantung dari bagaimana
anatomi sistemnya. Bila masih terdapat unsur bunga ribawi, maka menjadi haram.
Sedangkan bila murni akad kredit yang syar’i, maka hukumnya halal.
Kredit dibolehkan dalam hukum jual beli secara Islami. Kredit adalah
membeli barang dengan harga yang berbeda antara pembayaran dalam bentuk
tunai tunai dengan bila dengan tenggang waktu. Ini dikenal dengan istilah: bai`
bit taqshid atau bai` bitstsaman `ajil. Gambaran umumnya adalah penjual dan
pembeli sepakat bertransaksi atas suatu barang (x) dengan harga yang sudah
dipastikan nilainya (y) dengan masa pembayaran (pelunasan) (z) bulan.Harga
harus disepakati di awal transaksi meskipun pelunasannya dilakukan kemudian.
Ada sementara pendapat yang mengatakan bahwa bila si penjual itu
menaikkan harga karena temponya, sebagaimana yang kini biasa dilakukan oleh

12
Alif Ilham Akbar Fatriansyah, Kajian Penelitian Tentang Hukum Jual Beli Kredit, SUHUF, Vol. 32,
No. 1, Mei thn 2020. hal 52-53.
9

para pedagang yang menjual dengan kredit, maka haram hukumnya dengan dasar
bahwa tambahan harga itu berhubung masalah waktu dan itu sama dengan riba.
Jumhur ulama membolehkan jual beli kredit ini, karena pada asalnya boleh
dan nash yang mengharamkannya tidak ada. Jual beli kredit tidak bisa
dipersamakan dengan riba dari segi manapun. Oleh karena itu seorang pedagang
boleh menaikkan harga menurut yang pantas, selama tidak sampai kepada batas
pemerkosaan dan kezaliman.Kalau sampai terjadi demikian, maka jelas
hukumnya haram.13

F. Karakteristik Jual Beli Kredit


Adapun unsur-unsur yang terkandung dalam pemberian kredit adalah sebagai
berikut:14
1) Kepercayaan, merupakan suatu keyakinan pemberi kredit bahwa kredit
yang telah diberikan, baik berupa uang maupun jasa akan benar-benar
dikembalikan pada masa yang akan datang.
2) Kesepakatan, ini dituangkan dalam suatu perjanjian dimana
masingmasing pihak menandatangani hak dan kewajibannya.
3) Jangka waktu, setiap kredit yang diberikan memiliki jangka waktu
tertentu, dalam jangka waktu tersebut mencakup masa pengembalian
kredit yang telah disepakati.
4) Resiko, yaitu adanya suatu tenggang waktu pengembalian yang
menyebabkan tidak tertagihnya angsuran pada pemberian kredit.
5) Balas jasa, merupakan keuntungan atas pemberian suatu kredit atau jasa
tersebut yang kita kenal dengan nama bunga.15
Diantara salah satu bentuk perniagaan yang marak dijalankan masyarakat
saat ini adalah sistem jual-beli dengan cara kredit. Dahulu, praktek perkreditan
yang dijalankan di masyarakat sangat sederhana, sebagai konsekwensi langsung
dari kesederhanaan metode kehidupan mereka. Akan tetapi pada zaman sekarang,
13
Ahmad Abdullah, Pinjaman Kredit Dalam Perspektif Pendidikan Islam, Jurnal Hukum Ekonomi
Syariah, Vol. 3, No. 1, thn 2019. hal 50-51.
14
Misbakhul Khaer dan Ratna Nurhayati, Jual Beli Taqsith (Kredit) Dalam Perspektif Hukum
Ekonomi Islam, Jurnal Hukum Islam Nusantara. Vol. 2, No. 1, Desember thn 2019. hal 101.
15
Ibid hal 102.
10

kehidupan umat manusia secara umum telah mengalami kemajuan dan banyak
perubahan.
Tidak pelak lagi, untuk dapat mengetahui hukum berbagai hal yang
dilakukan oleh masyarakat sekarang, kita harus mengadakan studi lebih
mendalam untuk mengetahui tingkat kesamaan antara yang ada dengan yang
pernah diterapkan di zaman Nabi SAW. Bisa saja, nama tetap sama, akan tepai
kandungannya jauh berbeda, sehingga hukumnyapun berbeda. Adalah kesalahan
besar bagi seorang mujtahid ketika hendak berijtihad, hanya berpedoman kepada
kesamaan nama, tanpa memperhatikan adanya pergeseran atau perkembangan
makna dan kandungannya.
Diantara jenis transaksi yang telah mengalami perkembangan makna dan
penerapannya adalah transaksi perkreditan. Dahulu, transaksi ini hanya mengenal
satu metode saja, yaitu metode langsung antara pemilik barang dengan konsumen.
Akan tetapi di zaman sekarang, perkreditan telah berkembang dan mengenal
metode baru, yaitu metode tidak langsung, dengan melibatkan pihak ketiga.
Dengan demikian pembeli sebagai pihak pertama tidak hanya bertransaksi
dengan pemilik barang, akan tetapi ia bertransaksi dengan dua pihak yang
berbeda. Pihak kedua Pemilik barang, Pihak ketiga Perusahaan pembiayaan atau
perkreditan atau perbankan. Perkreditan semacan ini biasa kita temukan pada
perkreditan rumah (KPR), atau kendaraan bermotor.16

G. Bentuk-Bentuk Jual Beli Kredit


Adapun bentuk-beentuk jual beli sistem kredit yang ditawarkan oleh para
penjual saat-saat ini berbagai macam cara dengan pilihan yang berbeda. Sehingga
dapat menarik minat para pembeli untuk membeli barang tersebut, tentu dengan
menyesuaikan kesanggupan finansial para pembeli. Jual beli kredit merupakan
solusi yang tepat untuk memperoleh barang yang diinginkan ketika kita tidak
mampu membeli barang secara kontan atau tunai.
Ada dua bentuk jual beli kredit yang terjadi dalam sistem jual beli, yaitu:

16
Adanan Murroh Nasution, Jual Beli Kredit Ditinjau Dari Persefektif Hukum Islam, Yurisprudentia
Volume 2 Nomor 2 Desember thn 2016. hal 22-23.
11

1. Jual beli kredit dimana barang yang dijual secara kredit memilki
kesamaan harga jika dijual dengan sistem pembayaran tunai. Artinya,
barang yang diperjual belikan memiliki nilai harga yang sama, baik
dijual dengan menggunakan sistem pembayaran kredit maupun tunai.
2. Jual beli kredit dimana barang yang diperjual belikan secara kredit
harganya lebih mahal jika dibandingkan dengan pembayaran secara
tunai.
Dilihat deri segi bentuk pembayarannya, ada yang dilakukan sekaligus bila
sudah sampai waktu yang ditetapkan, dan ada yang dilakukan secara cicilan atau
angsuran sesuai dengan waktu dan jumlah pembayaran yang disepekati
bersama.17

H. Macam-Macam Praktek Jual Beli Kredit


Diantara salah satu bentuk perniagaan yang marak dijalankan masyarakat
saat ini adalah sistem jual beli dengan cara kredit. Dahulu, praktek perkreditan
yang dijalankan di masyarakat sangat sederhana, sebagai konsekuensi langsung
dari kesederhanaan metode kehidupan mereka. Akan tetapi pada zaman sekarang,
kehidupan umat manusia secara umum telah mengalami kemajuan dan banyak
perubahan.
Tidak pelak lagi, untuk dapat mengetahui hukum berbagai hal yang
dilakukan oleh masyarakat sekarang, kita harus mengadakan studi lebih
mendalam untuk mengetahui tingkat kesamaan antara yang ada dengan yang
pernah diterapkan di zaman Nabi SAW. Bisa saja, nama tetap sama, akan tetapi
kandungannya jauh berbeda, sehingga hukumnya pun berbeda.
Diantara jenis transaksi yang telah mengalami perkembangan makna dan
penerapannya adalah transaksi perkreditan. Dahulu, transaksi ini hanya mengenal
satu metode saja, yaitu metode langsung antara pemilik barang dengan konsumen.
Akan tetapi di zaman sekarang, perkreditan telah berkembang dan mengenal
metode baru, yaitu metode tidak langsung, dengan melibatkan pihak ketiga.
17
Khozainul Ulum, Menelisik Hukum Jual Beli Kredit Melalui Kajian Tafsir Al-Qur’an, Jurnal
Ekonomi Syariah,Vol. 2, No. 2, September thn 2017. hal 199.
12

Dengan demikian pembeli sebagai pihak pertama tidak hanya bertransaksi


dengan pemilik barang, akan tetapi ia bertransaksi dengan dua pihak yang
berbeda. Pihak kedua pemilik barang, pihak ketiga perusahaan pembiayaan atau
perkreditan atau perbankan. Perkreditan semacam ini biasa kita temukan pada
perkredita rumah (KPR), atau kendaraan bermotor.

KESIMPULAN
Jual beli kredit adalah jual beli dengan sistem pembayaran diangsur dengan
cicilan tertentu, dan lebih mahal daripada pembayaran secara kontan/tunai. Para
ulama berpendapat hukum jual beli ini diperbolehkan. Jumhur ulama
membolehkan jual beli kredit ini, karena pada asalnya boleh dan nash yang
mengharamkannya tidak ada. Jual beli kredit tidak bisa dipersamakan dengan riba
dari segi manapun. Adapun dua macam bentuk dari jual beli kredit yaitu:
1. Jual beli kredit dimana barang yang dijual secara kredit memiliki
kesamaan harga jika dijual dengan sistem pembayaran tunai.
2. Jual beli kredit dimana barang yang diperjual belikan secara kredit
harganya lebih mahal jika dibandingkan dengan pembayaran secara
tunai.
Pada zaman dahulu, praktek perkreditan yang dijalankan masyarakat masih
sangat sederhana, tetapi akan zaman sekarang perubahan masyarakat mengalami
banyak kemajuan dan perubahan. Jual beli kredit ini mempunyai manfaat bagi
penjual dan pembeli yaitu penjual bisa membuat dagangannya cepat laku dan
para pembeli bisa mendapatkan barang yang diinginkannya walaupun mereka
belum memiliki cukup uang. Mereka membayar barang tersebut dengan cara
mengangsur yang sesuai kesepakatan dan kemampuan. Sehingga jual beli kredit
ini bisa mewujudkan kemaslahatan umat dan menjadi solusi bagi kesulitan yang
mereka jumpai dalam kehidupan mereka.
13

DAFTAR PUSTAKA

Mustofa Imam, Fiqh Muamalah kontemporer, (Jakarta: Rajawali pers) thn


2016.
Huda Qamarul, Fiqih Muamalah, (Yogyakarta: Teras) thn 2011.
Nasution Adanan Murroh, Jual Beli Kredit Ditinjau Dari Persefektif Hukum
Islam, Yurisprudentia Vol. 2, No. 2 Desember thn 2016.
Muhibbuddin, Kredit: Suatu Kajian Perspektif Hukum Islam, Jurnal
Pemikiran Hukum Islam, Vol. 13, No. 2, thn 2017.
Fatriansyah Akbar Ilham Alif, Kajian Penelitian Tentang Hukum Jual Beli
Kredit, SUHUF, Vol. 32, No. 1, Mei thn 2020.
Mujiatun Siti, Jual Beli dalam Perspektif Islam: Salam dan Istisna’, Jurnal
Riset Akuntansi dan Bisnis, Vol. 13, No. 2. September thn 2013.
Mustofa Imam, Fiqh Muamalah kontemporer, (Jakarta:Rajawali pers) thn
2016.
Abdullah Ahmad, Pinjaman Kredit Dalam Perspektif Pendidikan Islam,
Jurnal Hukum Ekonomi Syariah, Vol. 3, No. 1, thn 2019.
Khaer Misbakhul dan Nurhayati Ratna, Jual Beli Taqsith (Kredit) Dalam
Perspektif Hukum Ekonomi Islam, Jurnal Hukum Islam Nusantara. Vol. 2, No. 1,
Desember thn 2019.
Syaifullah M.S, Etika Jual Beli dalam Islam, Jurnal Studia Islamika Vol. 11,
No. 2, Desember thn 2014.
Khozainul Ulum, Menelisik Hukum Jual Beli Kredit Melalui Kajian Tafsir
Al-Qur’an, Jurnal Ekonomi Syariah,Vol. 2, No. 2, September thn 2017.

Anda mungkin juga menyukai