Anda di halaman 1dari 12

Latar belakang

menurut World Health Organization (WHO) adalah suatu kondisi dimana pembuluh darah memiliki
tekanan darah tinggi (tekanan darah sistolik 140 mmhg atau tekanan darah diastolik 90 mmhg) yang
menetap. Tekanan darah adalah kekuatan darah untuk melawan tekanan dinding arteri ketika darah
tersebut dipompa oleh jantung ke seluruh tubuh. Semakin tinggi tekanan darah maka semakin keras
jantung bekerja (WHO, 2013). American Heart Association (AHA), penduduk Amerika yang berusia diatas
20 tahun menderita hipertensi telah mencapai angka hingga 74,5 juta jiwa, namun hampir sekitar 90-
95% kasus tidak diketahui penyebabnya. Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013
menunjukkan bahwa secara nasional 25,8% penduduk Indonesia menderita penyakit hipertensi.

ABSTRAK Hipertensi merupakan salah satu faktor resiko utama penyakit kardiovaskular, salah satunya
Hipertrofi Ventrikel Kiri. Untuk mengetahui adanya Hipertrofi Ventrikel Kiri dapat dilakukan pemeriksaan
penunjang diagnostik non invasif salah satunya adalah Uji Latih Jantung Beban. Dari hasil ULJB akan
terlihat gambaran EKG yang menunjukan adanya Hipertrofi Ventrikel Kiri, dari sanalah dilakukan teknik
penilaian dengan metode sokolow lyon dan cornell. Keduanya memiliki penilaian yang berbeda untuk
hasil EKG. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan rancangan laporan kasus, mengambil
satu data pasien yang sudah ada dengan diagnosa hipertensi, di RSUD. Berdasarkan hasil pemeriksaan
pada satu pasien laki-laki, didapatkan adanya Hipertrofi Ventrikel Kiri pada rekaman EKG. Dan penilaian
Hipertrofi Ventrikel Kiri dilakukan dengan kriteria sokolow lyon. Salah satu kriteria Hipertrofi Ventrikel
Kiri adalah timbulnya Left Ventricular Strain.

Gambaran Left Ventricularstrain memang menyerupai depresi segmen ST (adanya iskemi) namun pada
kasus HVKi timbulnya gambaran depresi ST tidak dapat disimpulkan adanya iskemik atau penyempitan
pada koroner. Pada kasus Hipertrofi Ventrikel Kiri biasanya akan timbul Left Ventricular Strain,
gambaran Left Ventricular Strain memang menyerupai depresi segmen ST. Namun pada kasus Hipertrofi
Ventrikel Kiri adanya depresi ST tersebut tidak dapat disimpulkan adanya penyumbatan korener
(iskemik). Dengan kata lain setiap hasil yang diduga depresi ST tidak akan bermakna pada kriteria
Hipertrofi Ventrikel Kiri. Kata Kunci : Treadmill, EKG, Ventrikel, Jantung PENDAHULUAN Hipertensi akan
menyebabkan pengurangan harapan hidup seseorang melalui peningkatan morbiditas dan mortalitas,
karena hipertensi merupakan salah satu faktor resiko utama penyakit kardiovaskuler (Desmond et al,
2000). Hipertensi yang lama menimbulkan komplikasi seperti stroke, gagal ginjal, hipertensif retinopati
dan hipertrofi ventrikel kiri (HVKi) (Fisch, 1997). Menurut WHO Setiap tahunnya, penyakit hipertensi
telah membunuh 9,4 juta jiwa penduduk di seluruh dunia. Saat ini kebanyakan pengidap hipertensi
tinggal di negara-negara berkembang, WHO menyebutkan juga 40% penduduk negara-negara
berkembang di dunia mengalami hipertensi sekitar 35%. Di Indonesia, angka kejadian hipertensi
berdasarkan riset kesehatan dasar (Riskedas) Departemen kesehatan tahun 2013 mencapai sekitar
25,8%. Kementrian kesehatan (2013) juga menyatakan bahwa terjadi peningkatan prevalensi hipertensi
dari 7,6% tahun 2007 menjadi 9,5% pada tahun 2013. Prevalensi hipertensi di Indonesia berdasarkan
hasil pengukuran pada umur 18 tahun sebesar 25,8%, sedangkan data penderita hipertensi di Jakarta
diketahui sebanyak 20,0% (Kemenkes, 2013). Hypertensive heart disease (HHD) adalah istilah yang
diterapkan untuk menyebutkan penyakit jantung hipertensi secara keseluruhan, mulai dari Hipertrofi
ventrikel kiri, penyakit jantung koroner, dan penyakit jantung kronis, yang disebabkan kerana
peningkatan tekanan darah, baik secara langsung maupun tidak langsung (Braverman and Braverman,
2009).HVKi adalah pembesaran jaringan otot ventrikel yang terjadi dengan orang orang yang tekanan
darahnya tidak terkontrol. Hipertrofi biasanya disebabkan oleh beberapa jenis tekanan kronis atau
beban volume pada otot jantung. Dalam kasus langka, pembesaran jantung bisa terjadi akibat kelainan
genetik. HVKi terjadi pada 15-20% penderita hipertensi dan resikonya meningkat dua kali lipat

pada pasien obesitas. Untuk mendeteksi HVKi dapat dilakukan melalui Elektrokardiogram (Goldberger et
al, 2012). HVKi dapat menghasilkan gambaran EKG yang khas, terutama pada kompleks QRS dan segmen
ST. Kompleks QRS mewakili depolarisasi ventrikel sedangkan segmen ST mewakili repolarisasi ventrikel.
Dengan adanya HVKi, maka akan berpengaruh terhadap aktivitas listrik pada ventrikel kiri, sehingga akan
terlihat perubahan pada kompleks QRS dan segmen ST(Goldberger et al, 2012). Uji Latih Jantung Beban
(ULJB) adalah diagnostik non invasif dengan cara memberikan stres fisiologis yang dapat menyebabkan
abnormalitas kardiovaskular yang tidak ditemukan pada saat istirahat. Oleh karena itu pada hasil ULJB
dapat ditemukan gambaran EKG yang bervariasi mulai dari gangguan irama, gangguan hantaran dan
gelombang EKG yang mencerminkan kelainan pada jantung itu sendiri. Dapat juga terlihat penebalan
otot jantung (HVKi). Adanya HVKi dapat dilakukan dengan pemeriksaan penunjang diagnostik non invasif
salah satunya adalah dengan uji latih jantung beban. Hasil elektrokardiogram pada pasien hipertensi
atau HHD biasanya akan timbul perubahan pada kompleks QRS dan depresi ST yang menandakan
adanya penebalan otot jantung (HVKi). Untuk dapat melakukan penilaian HVKi pada EKG biasanya
dilakukan dengan metode penilaian Sokolow lyon dan Cornell. METODE Penelitian ini merupakan studi
kasus, dimana seorang pasien dengan diagnosa hipertensi yang sedang melakukan pemeriksaan uji latih
jantung beban menggunakan treadmill test di kamar Treadmill Lt.3 blok C Poli Mandiri salahsaturumah
Sakit Umum Daerah padabulan Oktober 2015. Pengumpulan data sekuender dengan cara mengambil
hasil pemeriksan treadmill test yang sudah ada melalui alat treadmill. Pemeriksaan pasien dilakukan di
ruang Uji Latih Jantung Beban. kamar Treadmill Poli Mandiri. Kasus pada pasien berumur 66 tahun,
berjenis kelamin laki-laki, dengan riwayat hipertensi, dan adanya keluhan nyeri dada saat beraktifitas
atautidak beraktifitas. Persiapan uji latih jantung beban dilakukan pasien, dengan tidur lebih cepat, dua
jam sebelum dilakukan tindakan tidak boleh makan, awal harinya tidak olahraga dulu, dan penggunaan
obat-obatan kardiovaskuler (beta blocker)dihentikan sesuai dengan perintah dokter.

Alat yang digunakan 1 set alat treadmill, kertas printer treadmill, emergencytroly lengkap dan
defibrillator, plester, electrode, oksigen, tensimeter dan stetoskop, alkohol 70 % dan kassa non steril,
tissue/handuk kecil, memnggunakan busana dan sepatu yang sesuai untuk treadmill.prosedur
pelaksanaan ULJB, dengan menanyakan terlebih dahulu tentang keluhan dan obat-obatan apa saja yang
di konsumsi ataupun yag dihentikan atas dasar dokter, serta menanyakan pemeriksaan uji latih jantung
beban sebelumnya. Penjelasan diberikan pada pasien tentang maksud, tujuan, tata cara, manfaat dan
juga resiko daripemeriksaan ULJB juga diberikan. Pasien untuk menandatangani informed consent (surat
persetujuan) sebagai salah satu prosedur dalam pemeriksaan bahwa pasien bersedia atas segala resiko
yang akan terjadi. Setelah itu menentukan protokol nya, dan target HR maksimal dan juga HR
submaksimal (HR max: 220-umur dan HR submax: 85% HR max). Data pasien ke dalam alat ULJB (nama
pasien, nomor rekam medis, tanggal lahir, umur, jenis kelamin, tinggi dan juga berat). Membersihkan
area penempatan elektroda dengan menggunakan kasa non steril yang sudah di basahi dengan alkohol
70% dengan cara menggosok-gosokkan kasa tersebut di tubuh pasien pada area penempatan elektroda
hingga memerah. Tempat pemasangan elektroda yaitu V1 di interkostal ke 4 sisi sterna kanan, V2 di
interkostal ke 4 sisi sterna kiri, V3 di antara V2 dan V4, V4 di interkosta ke 5 pada garis midklavikula, V5
sejajar dengan V4 pada garis aksila depan, V6 sejajar dengan V5 pada garis aksila tengah, RA dibawah
mid klavikula kanan, LA dibawah mid klavikula kiri, RL dibawah mid arkus kosta kanan, LL dibawah mid
arkus kosta kiri. Setalah pemasangan elektroda selesai, fiksasi setiap elektroda dengan plester tujuannya
agar elektroda tidak lepas selama exercise berlangsung, dan juga mengurangi terjadinya artefak pada
EKG. Memasang manset tensimeter pada lengan kanan atas pasien. Tekanan darah pasien diukur dan
hasilnya dimasukan pada monitor, rekam EKG 12 Lead pada posisi supine. Teknik penilaian HVK pada
hasil ULJB, pada EKG awal terlihat adanya HVKi, penilai HVKi pada pasien menggunakan teknik sokolow
lyon. Terlihat gambaran EKG (gelombang S di V2 + gelombang R di V5 > 35 mm). Pada EKG resting
terlihat, gelombang R yang tinggi 20 mm pada lead V4, V5 dan gelombang S yang dalam 19 mm di lead
V2. Pada tahapan selanjutnya gelombang R diikuti LV Strain yang dalam. Gelombang S juga bertambah
dalam menjadi 21 mm.

Cara Penilaian Dengan Teknik Sokolow Lyon secara berurutan sebagai berikut : a. Mengambil gelombang
S yang paling dalam antara V1/V2, Gelombang S pada lead V2, 19 mm. b. Mengambil gelombang R
paling tinggi antara V5/V6, gelombang R pada lead V5, 20 mm c. Jadi S di V2 dan R di V5 di dapatkan
hasil 39 mm (>35) d. Sesuai kriteria sokolow lyon maka dari hasil tersebut dapat HASIL DAN Hasil dari
anamnesa pasien dan pengamatan fisik, maka kasus ini menggunakan protokol Bruce. Target Heart Rate
(THR) adalah 131-154 x/menit. Tekanan darah dan denyut jantung yang didapatsaat supine yaitu :
130/80 mmhg dan HR 71 x/menit. Keluhan : selama dan sesudah ULJB tidak ada keluhan sakit dada,
ULJB diberhentikan karena kelelahan. Target denyut jantung submaksimal tercapai. Hasil Resting
menunjukkan irama sinus. Laju QRS 71 x/menit, terdapat gelombang S yang dalam 18 mm pada lead V2.
Dan gelombang R yang tinggi 20mm pada lead V5, V6 serta tidak ditemukan aritmia. Hasil Exercise
menunjukkan tidak timbul perubahan segmen ST. HR 131 x/menit dan timbul aritmia berupa VES
couplate multivocal satu kali. Hasil recovery menunjukkan adanya gelombang R yang tinggi (menit ke
4.25) diikuti LV Strain yang dalam, di lead V4, V5, V6. Hasil HR 102 x/menit, serta timbul aritmia berupa
VES satu kali. Gelombang R sebelum ULJB 20 mm, sesudah ULJB 20 mm. Adanya kesan terjadi
perubahan EKG menunjukan adanya HipertrofiVentrikel Kiri diikuti pola LV Strain. HR 71x/menit
Gambaran EKG menunjukan gambaran irama sinus. dengan kriteria adanya HVKi, terlihat dari
gelombang S yang dalam di lead V1, V2 dan gelombang R di sertai LV strain pada lead III, avf, V4, V5, V6.
Pada gambaran ini dapatdi simpulkan adanya HVKi, dengan teknik penilaian Sokolow lyon.
Gambar 1. EKG dalam posisi supine, menunjukan adanya HVKi dengan teknik penilaian Sokolow lyon.
(sumber : RSUD) Pasien berdiri menuju roda ban berjalan (ULJB), kemudian rekam EKG 12 lead saat
standing (berdiri) dengan tekanan darah 130/80 mmhg dan HR 78 x/menit. Gambaran EKG tetap
menunjukan irama sinus dengan kriteria adanya HVKi. Untuk mencegah terjadinyaa resiko kecelakaan,
petugas kembali menjelaskan tata cara pelaksanaan ULJB sebelum mesin dijalankan, rekam EKG 12 lead,
tekanan darah pasien diukur setiap 3 menit dan setiap 3 menit kecapatan juga kemiringan akan
bertambah sesuai prosedur. Menekan tombol Start Treadmill pada mesin. Ban mulai berjalan pelan dan
pasien mulai mengikuti ban berjalan tersebut. Apabila pasien bisa mengikuti maka pemeriksaan akan
segera dimulai. Selanjutnya ban berjalan akan bertambah cepat dan sedikit menanjak (elevasi) setelah
menekan tombol pretest pada monitor. Meminta pasien agar berdiri tegak dan pandangan lurus
kedepan, serta beritahu petugas bila ada keluhan seperti nyeri dada, pusing, lelah, dan lain-lain. Saat
exercise, stage 1 di menit ke 2:50 tekanan darah pasien naik menjadi 200/100 mmhg dan denyut jantung
131 x/menit. Timbul aritmia berupa VES couplate multivocal, sementara gelombang S dan gelombang R
menetap.

Gambar EKG 2. saat posisi standing menunjukan irama sinus dengan kriteria adanya HVKi.(Sumber :
RSUD) Gambar 3. EKG saat posisi exercise, Timbul aritmia berupa VES couplate multivocal.(sumber :
RSUD) Pada menit ke 3:13 peak exercise, stage 2 ULJB dihentikan karena pasien mengeluh lelah dan
tidak dapat melanjutkan ke stage berikutnya. Tekanan darah pasien tetap 200/100 mmhg dan denyut
jantung 137x/menit. Tidak timbul aritmia, irama sinus, dengan kedalaman gelombang S yang bertambah
menjadi 21 kotak kecil di lead V2, dan gelombang R menetap. Pola LV strain terlihat makin dalam.

Gambar 4. EKG pada posisi peak exercise stage 2, dihentikan karena pasien kelelahan. (Sumber : RSUD)
Saat recovery pasien dibaringkan, pada menit ke 3:07, tekanan darah pasien meningkat menjadi 220/90
mmhg dan denyut jantung 102 x/menit. Tidak timbul aritmia, gambaran gelombang S dan R menetap.
Gambar 5. EKG saat recovery posisi berbaring pada menit ke 3:07(Sumber : RSUD) Pada recovery menit
ke 4:25 tekanan darah tetap 220/90 mmhg dan denyut jantung 101 x/menit. Timbul aritmia berupa VES
couplatemultovocal. Gelombang R

bertambah tinggi menjadi 21 kotak kecil dilead V5 disertai LV Strain yang dalam di lead V4, V5, V6,
sementara kedalaman gelombang S menetap. Gambar 6 EKG saat recovery, timbul VES dengan
bertambahnya gelombang R disertai pola LV Strain yang dalam.(sumber : RSUD) Pada menit ke 9:07
recovery, tekanan darah kembali mendekati semula 160/100 mmhg, dan denyut jantung 93 x/menit.
Tidak timbul aritmianamun gelombang R dan S masih menetap diikuti pola LV Strain yang semakin
dalam pada lead V4, V5, V6. Gambar 7 EKG saat recovery pada menit ke 9:07, gambaran EKG mendekati
resting awal (Sumber : RSUD) Pemeriksaan ULJB selesai dilakukan, pasien masih dalam posisi berbaring,
elektroda dan manset tekanan darah dilepaskan dari tubuh pasien. Hasil hemodinamik menunjukkan,
Nadi naik bertahap dari 71 x/menit saat resting menjadi 136 x/menit

pada akhir ULJB dan kembali, mendekati keadaan resting pada menit ke 9:07 recovery. Tensi naik
bertahap dari 130/80 mmhg, saat resting menjadi 220/90 mmhg pada akhir ULJB dan kembali
mendekati ke keadaan semula pada menit ke 9:07recovery. Ada kesan perubahan hemodinamik normal
KESIMPULAN Hasil ULJB dengan Tradmill ada sugestif positif iskemik, dengan respon sesuai dengan
gambaran HVKi. Tingkat kesegaran jasmani 4,71 Mets dan kapasitas aerobik III. Dalam menentukan HVKi
pada elektrokardiogram sangatlah mudah. Ada berbagai kriteria dalam menilai HVKi, salah satunya
adalah teknik SokolowLyon. Dengan menambahkan gelombang R di lead V5/V6 yang tinggi dan
gelombang S yang dalam di lead V1/V2 yang hasilnya lebih dari 35 mv bisa menduga adanya HVKi. Salah
satu kriteria HVKi adanya dengan timbul LV strain yang menyerupai depresi ST. Hal ini timbul oleh
karena sistem konduksi tidak dapat memberikan suplay oksigen yang cukup untuk dapat menembus
tebalnya ototmiokard pada ventrikel kiri. Maka timbulah depresi ST yang seolah menggambarkan
adanya penyempitan koroner.

Gambaran Umum Hipertrofi Ventrikel Kiri

Ventrikel kiri mengalami hipertrofi sebagai respons terhadap kelebihan tekanan akibat kondisi seperti
stenosis aorta dan hipertensi.

Hal ini menghasilkan peningkatan amplitudo gelombang R pada sadapan EKG sisi kiri (I, aVL dan V4-6)
dan peningkatan kedalaman gelombang S pada sadapan sisi kanan (III, aVR, V1-3).

Dinding LV yang menebal menyebabkan depolarisasi yang berkepanjangan (peningkatan waktu puncak
gelombang R) dan repolarisasi tertunda (kelainan gelombang ST dan T) di sadapan lateral.

Kriteria untuk Mendiagnosis LVH

Ada banyak kriteria untuk mendiagnosis LVH, beberapa di antaranya dirangkum di bawah ini.

Yang paling umum digunakan adalah kriteria Sokolov-Lyon (kedalaman gelombang S di V1 + tinggi
gelombang R tertinggi di V5-V6> 35 mm).

Kriteria tegangan harus disertai dengan kriteria non-tegangan untuk dipertimbangkan sebagai diagnosis
LVH.

Kriteria Tegangan

Leads Tungkai
Gelombang R pada sadapan I + S gelombang pada sadapan III> 25 mm

Gelombang R pada aVL> 11 mm

Gelombang R pada aVF> 20 mm

Gelombang S pada aVR> 14 mm

Prospek Prekordial

Gelombang R di V4, V5 atau V6> 26 mm

Gelombang R di V5 atau V6 ditambah gelombang S di V1> 35 mm

Gelombang R terbesar ditambah gelombang S terbesar pada sadapan prekordial> 45 mm

Kriteria Non Tegangan

Peningkatan waktu puncak gelombang R> 50 ms di lead V5 atau V6

Depresi segmen ST dan inversi gelombang T pada sadapan sisi kiri: AKA pola 'regangan' ventrikel kiri

Perubahan EKG tambahan terlihat di LVH

Pembesaran atrium kiri.

Deviasi sumbu kiri.

Elevasi ST di sadapan prekordial kanan V1-3 (“sumbang” ke gelombang S dalam).

Gelombang U menonjol (sebanding dengan peningkatan amplitudo QRS).

LVH dengan kriteria tegangan: gelombang S di gelombang V2 + R di V5> 35 mm


Pola regangan LV: depresi ST dan inversi gelombang T di sadapan lateral

Penyebab LVH

Hipertensi (penyebab paling umum)

Stenosis aorta

Regurgitasi aorta

Regurgitasi mitral

Koarktasio aorta

Kardiomiopati hipertrofik

Tips Praktis

Kriteria tegangan saja tidak dapat mendiagnosis LVH

Perubahan EKG adalah cara yang tidak sensitif untuk mendeteksi LVH (pasien dengan hipertrofi ventrikel
kiri yang signifikan secara klinis yang terlihat pada ekokardiografi mungkin masih memiliki EKG yang
relatif normal)

Contoh EKG
Hipertrofi ventrikel kiri (LVH):

Tegangan LV yang meningkat tajam: gelombang R dan S prekordial besar yang tumpang tindih dengan
kabel yang berdekatan (SV2 + RV6 >> 35 mm).

Waktu puncak gelombang-R> 50 ms di V5-6 dengan pelebaran QRS terkait.

Pola regangan LV dengan depresi ST dan inversi gelombang-T di I, aVL dan V5-6.

Elevasi ST di V1-3.

Gelombang U menonjol di V1-3.

Deviasi sumbu kiri.

LVH yang parah seperti ini tampak hampir sama dengan blok cabang berkas kiri - petunjuk utama
keberadaan LVH adalah tegangan LV yang terlalu tinggi.

ECG direproduksi dari blog ECG Dr Smith


Ada peningkatan tegangan QRS yang sangat besar - gelombang S di V3 sangat dalam sehingga benar-
benar jatuh dari halaman!

Elevasi ST di V1-3 sebanding dengan gelombang S yang sangat dalam (“ketidaksesuaian yang sesuai”).

Pola regangan LV terlihat pada semua sadapan dengan gelombang R positif (V5-6, I, II, III, aVF).

Topik-topik terkait

Hipertrofi ventrikel kanan

Pembesaran atrium kiri

Blok cabang berkas kiri

Dalam elektrokardiografi, pola regangan adalah penanda yang dikenal baik untuk adanya hipertrofi
ventrikel kiri anatomik (LVH) dalam bentuk depresi ST dan inversi gelombang T pada EKG istirahat. [1] Ini
adalah kelainan repolarisasi dan telah dikaitkan dengan prognosis yang merugikan pada berbagai pasien
penyakit jantung. Penting untuk menyempurnakan peran kriteria ECG LVH dalam stratifikasi risiko
jantung. Diperkirakan bahwa pola regangan juga dapat mencerminkan penyakit jantung koroner yang
mendasari.

Patologi kasar hipertrofi ventrikel kiri. Ventrikel kiri berada di kanan pada gambar, dibelah secara
berurutan dari puncak ke dasar dekat.

Abstrak

Pola regangan elektrokardiografi adalah penanda hipertrofi ventrikel kiri dan prognosis kardiovaskular
yang merugikan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai faktor-faktor yang terkait dengan
keberadaan regangan EKG pada pasien dengan hipertensi resisten dan, secara khusus, untuk
mengevaluasi hubungan antara regangan dan massa ventrikel kiri (LVM) dan struktur. Dalam desain
cross-sectional, 440 subjek hipertensi resisten dievaluasi. Variabel klinis, laboratorium,
elektrokardiografi, tekanan darah rawat jalan 24 jam, dan ekokardiografi diperoleh. Analisis statistik
meliputi uji bivariat, analisis kovarian, dan regresi logistik multivariat. Pola regangan EKG ditemukan
pada 101 pasien (23%). Pasien dengan ketegangan lebih sering adalah laki-laki dengan indeks massa
tubuh lebih rendah, memiliki lebih banyak kerusakan organ target, tekanan darah 24 jam lebih tinggi,
kreatinin serum lebih tinggi dan mikroalbuminuria 24 jam, dan durasi interval QT yang lebih lama
dibandingkan mereka yang tidak mengalami ketegangan. Setelah mengontrol semua kovariat,
keberadaan regangan tetap berhubungan dengan peningkatan LVM dan ketebalan dinding, baik pada
semua pasien dan juga pada pasien dengan hipertrofi ventrikel kiri ekokardiografi. Lebih lanjut,
keberadaan regangan EKG dikaitkan dengan peningkatan LVM (P <0,001), tekanan darah sistolik 24 jam
yang lebih tinggi (P <0,001), durasi interval QTc maksimum yang diperpanjang (P <0,001), lingkar
pinggang bawah (P = 0,009). ), jenis kelamin laki-laki (P = 0,011), ketidakaktifan fisik (P = 0,020), kreatinin
serum yang lebih tinggi (P = 0,031) dan glikemia puasa (P = 0,027), dan adanya penyakit jantung koroner
(P = 0,001) dan arteri perifer penyakit (P = 0,045). Jadi, pada pasien hipertensi resisten, keberadaan
regangan EKG secara independen terkait dengan peningkatan ketebalan dan massa dinding ventrikel kiri
dan juga dengan faktor-faktor yang berpotensi merugikan lainnya. Hubungan ini menawarkan wawasan
tentang hubungan yang diketahui antara regangan dan prognosis kardiovaskular yang tidak
menguntungkan.

Pola regangan ventrikel kiri klasik (LV) dari depresi segmen ST dan inversi gelombang-T pada sadapan
prekordial kiri dari EKG istirahat standar adalah penanda yang terkenal dari adanya hipertrofi ventrikel
kiri anatomik (LVH) .1–6 Selanjutnya, terjadinya kelainan elektrokardiografi dari repolarisasi ventrikel
telah dikaitkan dengan prognosis yang lebih buruk baik pada subjek hipertensi7,8 dan pada populasi
umum.9,10 Memang, ketika beberapa kriteria LVH elektrokardiografi telah dipertimbangkan untuk
stratifikasi risiko kardiovaskular, pola regangan terlibat sebagai penanda terkuat dari hasil yang
merugikan.7,9–11 Selain itu, pola regangan telah dikaitkan tidak hanya dengan penyakit jantung koroner
yang mendasari3,6 tetapi juga dengan faktor risiko kardiovaskular, seperti tingkat tekanan darah yang
lebih tinggi, diabetes, usia yang lebih tua, dan jenis kelamin laki-laki.6-10,12 Dengan demikian,
hubungan ini, setidaknya sebagian, dapat menjelaskan konsekuensi klinis yang tidak diinginkan dari
temuan EKG ini di luar yang secara langsung di disebabkan oleh massa ventrikel kiri tinggi (LVM) dan
hipertrofi. 3,6,11

Namun, hubungan independen antara regangan EKG dengan LVM dan faktor-faktor lain belum diselidiki
secara ekstensif.6,13 Belum ditetapkan apakah pada pasien dengan LVH yang ditunjukkan secara
ekokardiografik, keberadaan regangan EKG dikaitkan dengan LVM yang lebih tinggi. Pengetahuan ini
berpotensi penting, karena keberadaan regangan EKG dapat memberikan informasi prognostik
tambahan selain yang diperoleh dari LVH ekokardiografi.

Jadi, tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki pada sekelompok besar pasien hipertensi
resisten tentang pentingnya hubungan antara keberadaan pola regangan EKG dan pemantauan tekanan
darah rawat jalan (BP) klinis, laboratorium, 24 jam (ABPM) lainnya. dan variabel elektrokardiografi, dan,
secara khusus, untuk menilai apakah pasien dengan regangan EKG telah meningkatkan LVM setelah
mengontrol variabel lain yang berpotensi mempengaruhi hubungan ini.

Metode

Subjek dan Prosedur Dasar


Ini adalah studi cross-sectional yang melibatkan 471 pasien dengan hipertensi resisten ([RH] 27,6% laki-
laki; usia rata-rata: 59,9 tahun; SD: 11,7 tahun) yang terdaftar antara Januari 2000 dan September 2004.
Semua peserta memberikan persetujuan tertulis, dan komite etika lokal telah menyetujui protokol
penelitian sebelumnya. Karakteristik kohort ini, serta prosedur baseline dan definisi diagnostik telah
dirinci di tempat lain.14,15 Singkatnya, semua subjek hipertensi yang dirujuk memenuhi kriteria untuk
Kesehatan Reproduksi (BP kantor ≥ 140/90 mmHg menggunakan ≥ 3 obat antihipertensi dalam dosis
penuh selalu termasuk diuretik) diserahkan ke protokol standar yang mencakup pemeriksaan klinis
menyeluruh, evaluasi laboratorium, EKG 12-lead, ABPM 24 jam, dan ekokardiografi 2D. Kepatuhan
terhadap pengobatan anti-hipertensi dievaluasi dalam wawancara pertama dengan kuesioner standar
yang divalidasi.16 Hanya pasien yang dianggap sedang atau sangat patuh terhadap pengobatan yang
terdaftar dalam penelitian ini. Dalam wawancara klinis, karakteristik demografi dan antropometri (jenis
kelamin, usia, ras, berat badan, tinggi badan, dan lingkar pinggang), faktor risiko kardiovaskular
(diabetes, dislipidemia, merokok, aktivitas fisik, dan obesitas), dan kerusakan organ target (penyakit
jantung koroner). [PJK], gagal jantung, penyakit serebrovaskular, retinopati lanjut, dan penyakit arteri
perifer) dicatat.17 Secara khusus, PJK didiagnosis dengan riwayat angina, infark miokard sebelumnya
atau prosedur revaskularisasi miokard, atau dengan adanya EKG patologis Q- gelombang (kode
Minnesota: 1.1 dan 1.2) atau kelainan gerakan dinding segmental ekokardiografik. TD diukur dua kali
oleh dokter yang terlatih, dengan pasien dalam posisi duduk, menggunakan sphygmomanometer
merkuri yang telah dikalibrasi dan manset yang berukuran sesuai. Bunyi Korotkoff pertama dan kelima
adalah kriteria untuk sistolik (SBP) dan tekanan darah diastolik (DBP), dan BP dianggap sebagai rata-rata
antara 2 pembacaan.17 Tekanan nadi (PP) dihitung sebagai SBP dikurangi DBP. Evaluasi laboratorium
meliputi glikemia puasa, kreatinin serum, dan profil lipid. Mikroalbuminuria, proteinuria, dan kreatinin
dievaluasi dalam pengumpulan urin 24 jam yang steril. Mikroalbuminuria abnormal dipertimbangkan
jika ≥30 dan ≤300 mg / 24 jam. ABPM direkam menggunakan peralatan Mobil O Graph (versi 12), yang
disetujui oleh British Society of Hypertension.18 Semua pasien menggunakan obat antihipertensi yang
diresepkan selama ABPM. Pembacaan dilakukan setiap 10 menit sepanjang hari dan setiap 20 menit
pada malam hari. Parameter yang dievaluasi adalah rata-rata 24 jam, siang hari, dan malam hari SBP,
DBP, dan PP dan pengurangan SDB / DBP nokturnal.

ECG istirahat standar 12-lead direkam secara digital di peralatan yang sama (CardioFax V ECG, Nihon-
Kohden) dan frekuensi respons pada kecepatan kertas 25 mm / s dan amplitudo 10 mm / mV. Seorang
pengamat independen tunggal yang tidak mengetahui data pasien lain melakukan semua prosedur
elektrokardiografi. Pola regangan gelombang ST-T yang khas ditentukan oleh adanya segmen ST
cembung yang miring ke bawah dengan depresi ST ≥50 μV (kode Minnesota: 4.1 dan 4.2), bersamaan
dengan gelombang T asimetris terbalik yang berlawanan dengan sumbu QRS (kode Minnesota: 5.1 dan
5.2 ) di lead V5 dan V6. Tiga puluh satu pasien dikeluarkan karena blokade cabang berkas kiri lengkap
atau fibrilasi atrium yang mencegah evaluasi yang benar dari keberadaan pola regangan. Jadi, 440
pasien RH menambah kohort penelitian untuk laporan ini. Juga, tegangan QRS dan durasi interval QT
diukur di setiap sadapan, seperti yang dijelaskan sebelumnya.14 Sokolow-Lyon (SV1 + RV5 atau V6),
Cornell (SV3 + RaVL dengan 0,6 mV ditambahkan pada wanita), dan produk durasi tegangan Cornell
( Tegangan Cornell × durasi QRS rata-rata) dicatat, serta durasi interval QT terkoreksi denyut jantung
maksimum (dengan rumus Bazett) (QTcmax).
Ekokardiogram transthoraks 2D komprehensif berkualitas baik (Sonoline G60S, Siemens) dilakukan oleh
seorang pengamat berpengalaman yang tidak mengetahui data pasien lain. Gambar mode-M panduan
2D diperoleh dari tampilan parasternal sumbu pendek pada tingkat ujung daun katup mitral, dan
pengukuran ketebalan dinding septum interventrikular, ketebalan dinding posterior (PWT), dan
diameter diastolik ujung LV (LVEDD) dilakukan dibuat pada puncak gelombang ECG R menurut konvensi
Penn. 19 Rata-rata 3 siklus telah dipertimbangkan. LVM dihitung dengan rumus kubus yang divalidasi
secara anatomis dari Devereux dan Reichek19: LVM (g) = 1.04 [(ketebalan dinding septum
interventrikular + PWT + LVEDD) 3− (LVEDD) 3] −14 dan diindeks ke area permukaan tubuh (LVMI) dan ,
sebagai alternatif, ke height2.7. LVH ekokardiografi didefinisikan sebagai LVMI> 116 g / m2 pada pria
dan> 104 g / m2 pada wanita. Ketebalan dinding relatif (RWT) diukur sebagai rasio 2 × (PWT / LVEDD)
dan dianggap meningkat jika> 0,43. Pola geometri LV ditentukan menurut LVH dan RWT: (1) normal
(tanpa LVH, RWT normal); (2) pemodelan ulang konsentris (tanpa LVH, peningkatan RWT); (3) hipertrofi
eksentrik (LVH, RWT normal); dan (4) hipertrofi konsentris (LVH, peningkatan RWT).

Anda mungkin juga menyukai