Anda di halaman 1dari 24

Clinical Science Session

MALARIA

Oleh :
Dwi Putri Amelia 2040312045

Preseptor:
dr. Alexander Kam, Sp.PD

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR M. DJAMIL
PADANG 2021
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Malaria merupakan penyakit endemis atau hiperendemis di daerah tropis
maupun subtropis. Penularan malaria terus mempengaruhi 97 negara dan teritori
di seluruh dunia. Kini malaria terutama dijumpai di meksiko, sebagian karibia,
Amerika Tengah dan Selatan, afrika Sub-sahara, Timur tengah, India, Asia
Selatan, Indo Cina, dan pulau-pulau di Pasifik Selatan. Diperkirakan prevalensi
malaria di seluruh dunia berkisar antara 160-400 juta kasus.1
Di Indonesia malaria mempengaruhi angka kesakitan dan kematian bayi, anak
balita, ibu melahirkan dan produktivitas sumber daya manusia. Saat ini di temui
15 juta penderita malaria dengan angka kematian 30 ribu orang setiap tahun,
sehingga pemerintah memprioritaskan penanggulangan penyakit menular dan
penyehatan lingkungan.2
Upaya untuk menekan angka kesakitan dan kematian dilakukan melalui
program pemberantasan malaria yang kegiatannya antara lain meliputi diagnosis
dini, pengobatan cepat dan tepat, surveilans dan pengendalian vector yang
semuanya ditujukan untuk memutus mata rantai penularan malaria. 3
Malaria adalah penyakit yang dapat bersifat akut maupun kronik, disebabkan
oleh protozoa genus Plasmodium yang ditandai dengan demam rekuren, anemia
dan hepatosplenomegali. Sejak tahun 1973 ditemukan pertamakali adanya kasus
resistensi P.falciparum terhadap klorokuin di Kalimantan Timur sejak itu kasus
resistensi terhadap klorokuin yang dilaporkan semakin meluas. Lalu pada tahun
1990, dilaporkan juga adanya kasus resistensi plasmodium terhadap Sulfadoksin-
Primethamin (SP) dibeberapa tempat di Indonesia. Keadaan seperti ini dapat
meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas akibat penyakit malaria, maka
pemerintah telah merekomendasikan obat pilihan pengganti klorokuin dan SP
terhadap P. falciparum dengan terapi kombinasi artemisinin (artemisinin
combination theraphy).3
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui dan memahami

1
tentang malaria.
1.3 Batasan Masalah
Masalah yang dibahas pada referat ini dibatasi pada definisi, klasifikasi,
diagnosis, diagnosis banding, dan tatalaksana malaria.

1.4 Metode Penulisan


Metode penulisan referat ini adalah tinjauan pustaka yang merujuk pada
beberapa literatur.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Malaria adalah penyakit yang dapat bersifat akut maupun kronik, disebabkan
oleh protozoa genus Plasmodium yang ditandai dengan demam rekuren, anemia
dan hepatosplenomegali, sedangkan menurut ahli lain malaria adalah penyakit
infeksi parasit yang disebabkan oleh Plasmodium yang menyerang eritrosit dan
ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual didalam darah, dengan gejala
demam, menggigil, anemia, splenomegali yang dapat berlangsung akut ataupun
kronik.2
2.2 Epidemiologi
Malaria terjadi terutama di daerah tropis, tergolong sebagai penyakit
berbahaya yang dapat menimbulkan kematian bila tidak tertangani dengan baik.4
Malaria menjadi endemik di 97 negara-negara dunia, terutama di sub-Saharan
Afrika, Amerika Selatan dan Sentral, sebagian Karibia, Asia, Eropa Timur dan
Pasifik Selatan. Sekitar 214 juta kasus malaria terjadi secara global pada tahun
2015, kematian terjadi pada 438.000 pengidap, yang terbanyak adalah anak-anak
Afrika.1 Nyamuk Anopheles sp dapat ditemukan di seluruh dunia kecuali
Antartika. Spesies Anopheles yang menularkan penyakit ini berbeda di tiap negara
endemik, bahkan berbeda-beda pada tiap daerah endemik di suatu negara. Hal ini
kemungkinan berhubungan dengan perbedaan preferensi habitat akuatik pada
setiap spesies nyamuk tersebut.5
Daerah malaria meliputi hampir lima provinsi, yaitu Nusa Tenggara Timur,
Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat. Sedangkan, di provinsi lainnya,
risiko malaria berada dalam beberapa daerah kabupaten kecuali di Jakarta, kota-
kota besar, perkotaan, dan daerah turisme. 6 Pada tahun 2015, angka kejadian
malaria (annual parasite incidence) adalah 0,85 per 1000 populasi yang berisiko,
dengan total 209.413 kasus positif malaria. Telah dilaporkan resistensi
Plasmodium vivax terhadap klorokuin. Infeksi Plasmodium knowlesi pernah
dilaporkan terjadi di Kalimantan.7

3
2.3 Etiologi
Malaria disebabkan parasit malaria, suatu protozoa darah yang termasuk
dalam phyllum Apicomplexa, kelas Sporozoa, subkelas Coccidiida, ordo
Eucoccidides, subordo Haemosporidiidea, famili Plasmodiidae, genus
Plasmodium.4
Plasmodium merupakan protozoa obligat intraseluler. Pada manusia terdapat
lima spesies yaitu Plasmodium vivax, Plasmodium falciparum, Plasmodium
malariae, Plasmodium ovale dan Plasmodium knowlesi. Penularan manusia dapat
dilakukan oleh nyamuk betina dari tribus anopheles. Selain itu juga dapat
ditularkan secara langsung melalui transfusi darah atau jarum suntik yang
tercemar serta ibu hamil kepada bayinya.2
P. vivax menyebabkan malaria tertiana, P.malaria merupakan penyebab
malaria kuartana. P.ovale menyebabkan malaria ovale, sedangkan P.falciparum
menyebabkan malaria tropika. Spesies terkhir ini paling berbahaya karena malaria
yang ditimbulkan dapat menjadi berat. Hal ini disebabkan dalam waktu singkat
dapat menyerang eritrosit dalam jumlah besar, sehingga menimbulkan berbagai
komplikasi di dalam organ-organ tubuh.2
2.4 Siklus Hidup Plasmodium
Parasit malaria memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya, yaitu manusia
dan nyamuk anopheles :

1. Siklus pada manusia


Pada waktu nyamuk anopheles infektif menghisap darah manusia, sporozoit
yang berada di kelenjar liur nyamuk akan masuk ke dalam peredaran darah selama
lebih kurang 1/2 jam. Setelah itu sporozoit akan masuk ke dalam sel hati dan
menjadi tropozoit hati. Kemudian berkembang menjadi skizon hati yang terdiri
dari 10.000 – 30.000 merozoit hati (tergantung spesiesnya). Siklus ini disebut
siklus eksoeritrositer yang berlangsung selama lebih kurang 2 minggu. Pada
P.vivax dan P.ovale, sebagian tropozoit hati tidak langsung berkembang menjadi
skizon, tetapi ada yang menjadi bentuk dormant yang disebut hipnozoit. Hipnozoit
tersebut dapat tinggal di dalam sel hati selama berbulan-bulan sampai bertahun-
tahun. Pada suatu saat bila imunitas tubuh menurun, akan menjadi aktif sehingga
dapat menimbulkan relaps (kambuh). 8

4
Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke peredaran
darah dan menginfeksi sel darah merah. Di dalam sel darah merah, parasit tersebut
berkembang dari stadium tropozoit sampai skizon (8-30 merozoit, tergantung
spesiesnya). Proses perkembangan aseksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya
eritrosit yang terinfeksi (skizon) pecah dan merozoit yang keluar akan
menginfeksi sel darah merah lainnya. Siklus ini disebut siklus eritrositer. 8
Setelah 2 – 3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang menginfeksi sel
darah merah akan membentuk stadium seksual (gametosit jantan dan betina). 8

2. Siklus pada nyamuk anopheles betina


Apabila nyamuk anopheles betina menghisap darah yang mengandung
gametosit, di dalam tubuh nyamuk, gamet jantan dan betina melakukan
pembuahan menjadi zigot. Zigot berkembang menjadi ookinet kemudian
menembus dinding lambung nyamuk. Pada dinding luar lambung nyamuk ookinet
akan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporozoit ini bersifat infektif dan
siap ditularkan ke manusia.8

Gambar 1. Siklus hidup Plasmodium

5
MASA INKUBASI
Masa inkubasi adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk sampai timbulnya
gejala klinis yang ditandai dengan demam. Masa inkubasi bervariasi tergantung
spesies plasmodium.8
Plasmodium Masa Inkubasi (hari)
Plasmodium falciparum 9 - 14 hari (12)
Plasmodium vivax 12 - 17 hari (15)
Plasmodium ovale 16 - 18 hari (17)
Plasmodium malariae 18 -40 hari (28)
2.5 Patogenesis dan Patofisiologi
PATOGENESIS
Ada dua perubahan patologi yang mendasar terjadi pada malaria : 9

a. Perubahan Vaskuler
Hancurnya sel-sel darah merah yang mengandung parasit malaria secara
berurutan diikuti oleh respons humoral dan seluler. Respons seluler merangsang
proses fagositosis terhadap sel-sel darah merah yang mengandung parasit,
pigmen, dan sisa-sisa sel yang rusak oleh sel-sel histiosit pengembara dan sel-sel
makrofag tetap dalam sistem retikuloendotel, khususnya dalam limpa, sehingga
limpa membengkak. Penimbunan pigmen malaria yang dihasilkan parasit malaria
dalam organ dalam menimbulkan warna kelabu atau hitam, seperti terlihat dalam
korteks serebri, limpa, hati, ginjal, dan organ-organ lain.
Hemoglobin bebas yang tidak diubah menjadi hematin/ hemozoin (pigmen
malaria), dengan segera diubah menjadi bilirubin, lalu diambil oleh hati untuk
dibawa ke kantong empedu. Pada malaria vivax primer, penghancuran eritrosit
bisa mencapai 10 – 20 %, dan pada malaria falciparum lebih banyak lagi. Namun,
anemia yang terjadi pada malaria tidak saja disebabkan oleh hancurnya sel-sel
darah merah yang diinfeksi oleh parasit malaria, tetapi lebih dari itu ternyata suatu
proses imun diduga ikut berperan, sehingga sel-sel darah merah yang tidak
diinfeksi pun ikut memgalami pengahancuran. Selain itu timbul kecenderungan
terjadinya penyumbatan (trombosis) pada pembuluh darah kapiler, karena
perubahan-perubahan baik fisik maupun kimiawi pada sel-sel darah merah yang

6
terinfeksi, maupun tidak terinfeksi parasit malaria. Perubahan tersebut jelas
terlihat pada malaria falciparum.

b. Anoksemia atau anoksia


Anoksia pada jaringan terjadi karena jumlah eritrosit menurun, trombosis
pada kapiler pembuluh darah, dan volume darah yang berkurang karena
permeabilitas pembuluh darah meningkat terhadap cairan dan protein, disebabkan
oleh kerusakan endotel. Terjadi penyempitan pembuluh arteriol dan sebaliknya
pelebaran pembuluh kapiler, sehingga aliran darah ke organ-organ dalam menjadi
terhambat. Pelekatan sesama eritrosit yang diinfeksi dan perubahan fisik dan
kimiawi plasma darah menyebabkan darah menggumpal pada endotel kapiler.
Gangguan vaskuler yang parah terlihat jelas pada malaria falciparum, dengan
tersumbatnya pembuluh kapiler karena menggumpalnya sel-sel eritrosit yang
diinfeksi, sel-sel fagosit, plasma yang mengental, dan karena aliran darah yang
menjadi lambat. Anoksia pada jaringan organ-organ dalam dan perubahan
vaskuler lain menyebabkan manifestasi klinis malaria berat menjadi sangat
bervariasi, dan sesungguhnya merupakan manifestasi kegagalan multiorgan.
Kemajuan penelitian malaria belakangan ini telah mengungkap perubahan-
perubahan pada tingkat seluler dan biomolekuler parasit malaria. Pada malaria
falciparum hanya sel-sel darah merah yang mengandung parasit malaria bentuk
cincin muda yang beredar dalam sirkulasi darah tepi, sedangkan sel-sel eritrosit
yang mengandung parasit dalam stadium lebih tua dari stadium cincin menghilang
dari peredaran darah tepi, dan berada di dalam mikrovaskular organ-organ dalam.
Fenomena ini disebut sekuestrasi (sequestration). Sekuestrasi menyebabkan
parasit malaria terhindar dari proses fagositosis oleh sel-sel makrofag dalam
limpa. Sekuestrasi didukung oleh fenomena lain yang disebut sitoaderens
(cytoadherence); terjadi pelekatan sel-sel darah merah yang mengandung parasit
malaria yang matur pada permukaan endotel dari venula pascakapiler. Dengan
mikroskop electron bisa dilihat adanya knob semacam tonjolan kecil padat
electron pada permukaan eritrosit berparasit. Eritrosit yang mengandung parasit
malaria matur mencantelkan diri pada endotel vaskuler dengan knob itu. Knob,

7
sitoaderens dan sekuestrasi merupakan fenomena yang sangat penting dalam
patofisiologi kerusakan organ-organ dalam yang vital pada malaria falciparum.

PATOFISIOLOGI.
Gejala malaria muncul pada saat pecahnya eritrosit yang mengandung
parasit. Gejala yang paling mencolok adalah demam yang diduga disebabkan oleh
pirogen, yaitu TNF dan interleukin-1. Sebagai akibat demam terjadi vasodilatasi
perifer yang mungkin disebabkan oleh bahan vasoaktif yang diproduksi oleh
parasit. Pembesaran limpa disebabkan oleh terjadinya peningkatan jumlah eritrosit
yang terinfeksi parasit, teraktivasinya sistem retikuloendotelial untuk
memfagositosis eritrosit yang terinfeksi parasit dan sisa eritrosit akibat hemolisis.
Penurunan jumlah trombosit dan leukosit neutrofil. Terjadinya kongesti pada
organ lain meningkatkan risiko terjadinya ruptur limpa. 10

Anemia terutama disebabkan oleh pecahnya eritrosit dan difagositosis oleh


sistem retikuloendotelial. Hebatnya hemolisis tergantung pada jenis Plasmodium
dan status imunitas pejamu. Anemia juga disebabkan oleh hemolisis autoimun,
sekuestrasi oleh limpa pada eritrosit yang terinfeksi maupun yang normal dan
gangguan eritropoiesis. Hiperkalemia dan hiperbilirubinemia sering terjadi.
Hemoglobinuria dan hemoglobinemia dijumpai bila hemolisis berat. Kelainan
patologik pembuluh darah kapiler pada malaria tropika, disebabkan karena sel
darah merah yang terinfeksi menjadi kaku dan lengket, perjalanannya dalam
kapiler terganggu sehingga melekat pada endotel kapiler karena terdapat
penonjolan membran eritrosit. Setelah terjadi penumpukan sel dan bahan-bahan
pecahan sel maka aliran kapiler terhambat dan timbul hipoksia jaringan, terjadi
gangguan pada integritas kapiler dan dapat terjadi perembesan cairan bahkan
perdarahan ke jaringan sekitarnya dan dapat menimbulkan malaria serebral,
edema paru, gagal ginjal dan malabsorbsi usus.10

2.6 Manifestasi Klinis


Menurut berat-ringannya gejala malaria dapat dibagi menjadi 2 jenis: 9,11
a. Gejala malaria ringan (malaria tanpa komplikasi)
Meskipun disebut malaria ringan, sebenarnya gejala yang dirasakan
penderitanya cukup menyiksa (alias cukup berat). Gejala malaria yang utama

8
yaitu: demam, dan menggigil, juga dapat disertai sakit kepala, mual, muntah,
diare, nyeri otot atau pegal-pegal. Gejala-gejala yang timbul dapat bervariasi
tergantung daya tahan tubuh penderita dan gejala spesifik dari mana parasit
berasal.
Malaria sebagai penyebab infeksi yang disebabkan oleh Plasmodium
mempunyai gejala utama yaitu demam. Demam yang terjadi diduga berhubungan
dengan proses skizogoni (pecahnya merozoit atau skizon), pengaruh GPI (glycosyl
phosphatidylinositol) atau terbentuknya sitokin atau toksin lainnya. Pada beberapa
penderita, demam tidak terjadi (misalnya pada daerah hiperendemik) banyak
orang dengan parasitemia tanpa gejala.Gambaran karakteristik dari malaria ialah
demam periodic, anemia dan splenomegali.
Manifestasi umum malaria adalah sebagai berikut:
1. Masa inkubasi
Masa inkubasi biasanya berlangsung 8-37 hari tergantung dari spesies parasit
(terpendek untuk P. falciparum dan terpanjanga untuk P. malariae), beratnya
infeksi dan pada pengobatan sebelumnya atau pada derajat resistensi hospes.
Selain itu juga cara infeksi yang mungkin disebabkan gigitan nyamuk atau secara
induksi (misalnya transfuse darah yang mengandung stadium aseksual).
2. Keluhan-keluhan prodromal
Keluhan-keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam, berupa:
malaise, lesu, sakit kepala, sakit tulang belakang, nyeri pada tulang dan otot,
anoreksia, perut tidak enak, diare ringan dan kadang-kadang merasa dingin di
punggung. Keluhan prodromal sering terjadi pada P. vivax dan P. ovale,
sedangkan P. falciparum dan P. malariae keluhan prodromal tidak jelas.
3. Gejala-gejala umum
Gejala-gejala klasik umum yaitu terjadinya trias malaria (malaria proxym)
secara berurutan yang disebut trias malaria, yaitu :
1. Stadium dingin (cold stage)
Stadium ini berlangsung + 15 menit sampai dengan 1 jam. Dimulai dengan
menggigil dan perasaan sangat dingin, gigi gemeretak, nadi cepat tetapi
lemah, bibir dan jari-jari pucat kebiru-biruan (sianotik), kulit kering dan
terkadang disertai muntah.
2. Stadium demam (hot stage)

9
Stadium ini berlangsung + 2 – 4 jam. Penderita merasa kepanasan.Muka
merah, kulit kering, sakit kepala dan sering kali muntah.Nadi menjadi kuat
kembali, merasa sangat haus dan suhu tubuh dapat meningkat hingga
41oC atau lebih.Pada anak-anak, suhu tubuh yang sangat tinggi dapat
menimbulkan kejang-kejang.
3. Stadium berkeringat (sweating stage)
Stadium ini berlangsung + 2 – 4 jam. Penderita berkeringat sangat banyak.
Suhu tubuh kembali turun, kadang-kadang sampai di bawah normal.
Setelah itu biasanya penderita beristirahat hingga tertidur. Setelah bangun
tidur penderita merasa lemah tetapi tidak ada gejala lain sehingga dapat
kembali melakukan kegiatan sehari-hari.
Gejala klasik (trias malaria) berlangsung selama 6 – 10 jam, biasanya
dialami oleh penderita yang berasal dari daerah non endemis malaria,
penderita yang belum mempunyai kekebalan (immunitas) terhadap malaria
atau penderita yang baru pertama kali menderita malaria.
Di daerah endemik malaria dimana penderita telah mempunyai kekebalan
(imunitas) terhadap malaria, gejala klasik timbul tidak berurutan, bahkan tidak
selalu ada, dan seringkali bervariasi tergantung spesies parasit dan imunitas
penderita. Di daerah yang mempunyai tingkat penularan sangat tinggi
(hiperendemik) seringkali penderita tidak mengalami demam, tetapi dapat
muncul gejala lain, misalnya: diare dan pegal-pegal. Hal ini disebut sebagai
gejala malaria yang bersifat lokal spesifik.
Gejala klasik (trias malaria) lebih sering dialami penderita malaria vivax,
sedangkan pada malaria falciparum, gejala menggigil dapat berlangsung berat
atau malah tidak ada. Diantara 2 periode demam terdapat periode tidak demam
yang berlangsung selama 12 jam pada malaria falciparum, 36 jam pada malaria
vivax dan ovale, dan 60 jam pada malaria malariae. Perbedaan kurva suhu tubuh
penderita malaria fasciparum, malaria vivax, dan malaria malariae dapat dilihat
pada grafik di bawah ini.

10
Grafik 1.Kurva temperatur pada penderita malaria falciparum.

Grafik 2.Kurva temperatur pada penderita malaria vivax.

Grafik 3.Kurva temperatur pada penderita malaria malariae.

b. Gejala malaria berat (malaria dengan komplikasi)


Penderita dikatakan menderita malaria berat bila di dalam darahnya ditemukan
parasit malaria melalui pemeriksaan laboratorium Sediaan Darah Tepi atau Rapid
Diagnostic Test (RDT) dan disertai memiliki satu atau beberapa gejala/komplikasi
berikut ini:
1) Gangguan kesadaran dalam berbagai derajat (mulai dari koma sampai
penurunan kesadaran lebih ringan dengan manifestasi seperti: mengigau,
bicara salah, tidur terus, diam saja, tingkah laku berubah) 4
2) Keadaan umum yang sangat lemah (tidak bisa duduk/berdiri)
3) Kejang-kejang

11
4) Panas sangat tinggi
5) Mata atau tubuh kuning
6) Tanda-tanda dehidrasi (mata cekung, turgor dan elastisitas kulit berkurang,
bibir kering, produksi air seni berkurang)
7) Perdarahan hidung, gusi atau saluran pencernaan
8) Nafas cepat atau sesak nafas
9) Muntah terus menerus dan tidak dapat makan minum
10) Warna air seni seperti teh tua dan dapat sampai kehitaman
11) Jumlah air seni kurang sampai tidak ada air seni
12) Telapak tangan sangat pucat (anemia dengan kadar Hb kurang dari 5 g%)

Penderita malaria berat harus segera dibawa/dirujuk ke fasilitas kesehatan


untuk mendapatkan penanganan semestinya.
2.7 Diagnosis
Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium. Diagnosis pasti
malaria harus ditegakkan dengan pemeriksaan sediaan darah secara mikroskopis
atau uji diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test = RDT).12
Anamnesis
a. Keluhan utama, yaitu demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai
sakit kepala, mual, muntah, diare, dan nyeri otot atau pegal-pegal.
b. Riwayat berkunjung dan bermalam lebih kurang 1-4 minggu yang lalu ke
daerah endemik malaria.
c. Riwayat tinggal di daerah endemis malaria.
d. Riwayat sakit malaria dan riwayat minum obat malaria. 12
Pemeriksaan Fisik
a. Suhu tubuh aksiler > 37,5 °C
b. Konjungtiva atau telapak tangan pucat
c. Sklera ikterik
d. Pembesaran Limpa (splenomegali)
e. Pembesaran hati (hepatomegali)12

Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan dengan mikroskop
Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis di Puskesmas/lapangan/ rumah
sakit/laboratorium klinik untuk menentukan:

12
a) Ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif).
b) Spesies dan stadium plasmodium.
c) Kepadatan parasit/jumlah parasit.12

b. Pemeriksaan dengan uji diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test)


Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria, dengan
menggunakan metoda imunokromatografi. Sebelum menggunakan RDT perlu
dibaca petunjuk penggunaan dan tanggal kadaluarsanya. Pemeriksaan dengan
RDT tidak digunakan untuk mengevaluasi pengobatan.12

Pemeriksaan penunjang lain : tes fungsi ginjal, tes fungsi hati, gula darah, urin
lengkap, AGD, elektrolit, hemostasis, foto toraks, EKG.
Malaria Berat
Pada malaria berat, ditemukan Plasmodium falciparum atau Plasmodium vivax
stadium aseksual dengan satu atau lebih dari manifestasi klinis sebagai berikut
(WHO,2015):12
1. Perubahan kesadaran (GCS<11, Blantyre <3)
2. Kelemahan otot (tak bisa duduk/berjalan)
3. Kejang berulang-lebih dari dua episode dalam 24 jam
4. Distres pernafasan (pada anak)
5. Edema paru (didapat dari gambaran radiologi atau saturasi oksigen <92 %
dan frekuensi pernafasan >30)
6. Gagal sirkulasi atau syok: pengisian kapiler > 3 detik, tekanan sistolik <80
mm Hg (pada anak: <70 mmHg)
7. Jaundice (bilirubin>3mg/dL dan kepadatan parasit >100.000 pada
Falcifarum)
8. Hemoglobinuria
9. Perdarahan spontan abnormal

Atau gambaran laboratorium sebagai berikut:12


1. Hipoglikemi (gula darah <40 mg/dL)
2. Asidosis metabolik (bikarbonat plasma <15 mmol/L).

13
3. Anemia berat (Hb <5 gr% untuk endemis tinggi, <7gr% untuk endemis
sedang-rendah), pada dewasa Hb<7gr% atau hematokrit <15%)
4. Hiperparasitemia (parasit >2 % eritrosit atau 100.000 parasit / μL di daerah
endemis rendah atau > 5% eritrosit atau 100.0000 parasit /μl di daerah
endemis tinggi)
5. Hiperlaktemia (asam laktat >5 mmol/L)
6. Hemoglobinuria
7. Gangguan fungsi ginjal (kreatinin serum >3 mg%) atau urea darah >20
mmol/liter

Diagnosis Banding : infeksi virus, demam tifoid toksik, hepatitis fulminant,


leptospirosis, meningoenfelaitis 13
2.8 Tata Laksana
Pengobatan malaria yang dianjurkan saat ini dengan pemberian ACT
(Artemisinin base Combination Therapy). Golongan artemisin (ART) dipilih
sebagai obat utama karena efektif dalam mengatasi plasmodium yang resisten
dengan pengobatan. Selain itu, artemisin juga bekerja membunuh plasmodium
dalam semua stadium termasuk gametosit. 12

A. Pengobatan malaria tanpa komplikasi


1) Malaria falsiparum dan malaria vivaks
Metode pengobatan: Dihidroartemisin-Piperakuin (DHP) / Artesunat-
Amodiakuin + Primakuin14

 Pengobatan malaria falsiparum


ACT 1 kali/hari selama 3 hari + Primakuin 0,75mg/kgBB pada hari pertama. 14

Tabel 1. Pengobatan dengan DHP + Primakuin14


Jumlah tablet per hari menurut berat badan
Hari Obat <5kg 6-10kg 11-17kg 18-30kg 31-40kg 41-59kg ≥60kg
0-1bln 2-11bln 1-4th 5-9th 10-14th ≥15th ≥15th
1-3 DHP ¼ ½ 1 1½ 2 3 4
1 Primakuin - - ¾ 1½ 2 2 3

14
ATAU
Tabel 2. Pengobatan dengan Artesunat + Amodiakuin dan Primakuin 14
Jumlah tablet per hari menurut berat badan
Hari Obat ≤5kg 6-10kg 11-17kg 18-30kg 31-40kg 41-49kg 50-59kg ≥60kg
0-1bln 2-11bln 1-4th 5-9th 10-14th ≥15th ≥15th ≥15th
1-3 Artesunat ¼ ½ 1 1½ 2 3 4 4
Amodiakuin ¼ ½ 1 1½ 2 3 4 4
1 Primakuin - - ¾ 1½ 2 2 2 3

 Pengobatan malaria vivaks


ACT 1 kali/hari selama 3 hari + Primakuin 0,25mg/kgBB selama 14 hari14

Tabel 3. Pengobatan dengan DHP + Primakuin14


Jumlah tablet per hari menurut berat badan
Hari Obat <5kg 6-10kg 11-17kg 18-30kg 31-40kg 41-59kg ≥60kg
0-1bln 2-11bln 1-4th 5-9th 10-14th ≥15th ≥15th
1-3 DHP ¼ ½ 1 1½ 2 3 4
1-14 Primakuin - - ¼ ½ ¾ 1 1
ATAU

Tabel 4. Pengobatan dengan Artesunat + Amodiakuin dan Primakuin 14


Jumlah tablet per hari menurut berat badan
Hari Obat ≤5kg 6-10kg 11-17kg 18-30kg 31-40kg 41-49kg 50-59kg ≥60kg
0-1bln 2-11bln 1-4th 5-9th 10-14th ≥15th ≥15th ≥15th
1-3 Artesunat ¼ ½ 1 1½ 2 3 4 4
Amodiakuin ¼ ½ 1 1½ 2 3 4 4
1 Primakuin - - ¼ ½ ¾ 1 1 1

2) Pengobatan malaria vivaks yang relaps


Dugaan relaps pada malaria vivaks apabila pasien sakit kembali setelah
pengobatan 14 hari dengan ditemukan parasit positif dalam kurun waktu 3
minggu sampai 3 bulan setelah pengobatan.
Pengobatan kasus malaria vivaks relaps (kambuh) diberikan ACT 1
kali/hari selama 3 hari ditambah dengan primakuin yang ditingkatkan
menjadi 0,5mg/kgBB.14

15
3) Pengobatan malaria ovale
Pengobatan malaria ovale saat ini menggunakan ACT (DHP atau kombinasi
Artesunat+Amodiakuin) dengan dosis pemberian obat sama dengan untuk
malaria vivaks.14

4) Pengobatan malaria malariae


Pengobatan P. malariae cukup diberikan ACT 1 kali perhari selama 3 hari,
dengan dosis sama dengan pengobatan malaria lainnya dan tidak diberikan
primakuin.14

5) Pengobatan infeksi campur P. falciparum + P. vivax / P. ovale


Pada penderita dengan infeksi campur diberikan ACT 1 kali/hari selama 3
hari serta primakuin dengan dosis 0,25 mg/kgBB/hari selama 14 hari.14

Tabel 5. Pengobatan dengan DHP + Primakuin14


Jumlah tablet per hari menurut berat badan
Hari Obat <5kg 6-10kg 11-17kg 18-30kg 31-40kg 41-59kg ≥60kg
0-1bln 2-11bln 1-4th 5-9th 10-14th ≥15th ≥15th
1-3 DHP ¼ ½ 1 1½ 2 3 4
1-14 Primakuin - - ¼ ½ ¾ 1 1
ATAU
Tabel 6. Pengobatan dengan Artesunat + Amodiakuin dan Primakuin 14
Jumlah tablet per hari menurut berat badan
Hari Obat ≤5kg 6-10kg 11-17kg 18-30kg 31-40kg 41-49kg 50-59kg ≥60kg
0-1bln 2-11bln 1-4th 5-9th 10-14th ≥15th ≥15th ≥15th
1-3 Artesunat ¼ ½ 1 1½ 2 3 4 4
Amodiakuin ¼ ½ 1 1½ 2 3 4 4
1 Primakuin - - ¼ ½ ¾ 1 1 1

B. Pengobatan Malaria Pada Ibu Hamil


Pada prinsipnya pengobatan malaria pada ibu hamil sama dengan pengobatan
pada orang dewasa lainnya. Perbedaannya adalah pemberian obat malaria
disesuaikan berdasarkan umur kehamilan. ACT tidak boleh diberikan pada ibu

16
hamil trimester 1 dan Primakuin tidak boleh diberikan sama sekali pada ibu
hamil.14

Tabel 7. Pengobatan malaria falsiparum14


Umur kehamilan Pengobatan
Trimester 1 (0-3 bulan) Kina 3x2 tablet + Klindamisin 2x300mg selama 7 hari
Trimester II (4-6 bulan) ACT tablet selama 3 hari
Trimester III (7-9 bulan) ACT tablet selama 3 hari

Tabel 8. Pengobatan malaria vivaks14


Umur kehamilan Pengobatan
Trimester 1 (0-3 bulan) Kina 3x2 selama 7 hari
Trimester II (4-6 bulan) ACT tablet selama 3 hari
Trimester III (7-9 bulan) ACT tablet selama 3 hari
Dosis klindamisin : 10mg/kgBB diberikan 2 kali sehari.

Jika dengan pengobatan lini pertama di atas pada pemantauan penderita


ditemukan gejala klinis menetap atau memburuk atau timbul kembali yang
disertai parasit aseksual tidak berkurang maka diberikan pengobatan lini ke-dua.
Pegobatan lini kedua untuk malaria adalah dengan menggunakan kina dan
primakuin. Pada malaria falciparum ditambah doksisiklin atau tetrasiklin (untuk
anak < 8 tahun dan ibu hamil kontraindikasi sehingga diberi klindamisin).12

- Lini II Pengobatan Malaria falciparum : Kina + Doksisiklin/Tetrasiklin +


Primakuin
- Lini II Pengobatan Malaria vivax : Kina + Primakuin

Tabel 9. Obat dan dosis pada pengobatan malaria lini kedua12


Obat Dosis
Kina 3x10mg/kgBB/hari selama 7 hari
Tetrasiklin 4 mg/kgBB diberikan 4 kali sehari selama 7 hari
Doksisiklin Usia > 15 tahun : 0-3.5 mg/kgBB/hari diberikan 2 kali sehari

17
(selama 7 hari)
Usia 8-14 tahun : 2.2 mg/kgBB/hari diberikan 2 kali sehari (selama
7 hari)
Klindamisin 10 mg/kg BB/kali diberikan 2 kali sehari selama 7 hari. Pemberian
primakuin sesuai dengan jenis infeksi malarianya.

C. Pengobatan malaria berat


1. Pengobatan di puskesmas/klinik non-perawatan
 Berikan artemeter i.m 3,2mg/kgBB
 Rujuk ke fasilitas dengan rawat inap
2. Pengobatan di puskesmas/klinik perawatan/rumah sakit
 Pilihan pertama : Artesunat i.v
- Dosis : 2,4mg/kgBB 3 kali (jam ke 0,12,24) dilanjutkan dengan dosis
yang sama setiap 24 jam sehari sampai penderita mampu minum obat.
Apabila penderita sudah bisa minum obat, berikan ACT 3 hari dan
Primakuin.

 Alternatif : Artemeter i.m


- Dosis : 3,2mg/kgBB pada hari pertama dan dilanjutkan dengan
1,6mg/kgBB satu kali sehari sampai penderita mampu minum obat.
Apabila penderita sudah bisa minum obat, berikan ACT 3 hari dan
Primakuin.

 Alternatif lain : Kina drip


- Dosis dewasa :
 Loading dose 20mg/kgBB dilarutkan dalam 500ml Dextrose
5% atau NaCL 0,9% diberikan selama 4 jam pertama
 4 jam ke-2, hanya diberikan cairan Dextrose 5% atau NaCl
0,9%
 4 jam berikutnya, berikan kina dengan dosis rumatan
10mg/kgBB dalam larutan 500mL Dextrose 5% atau NaCl
0,9%

18
 4 jam selanjutnya, hanya diberikan cairan Dextrose 5% atau
NaCl 0,9%
 Setelah itu, berikan dosis rumatan sampai penderita dapat
minum kina per-oral. Dosis kina oral 10mg/kgBB/kali
diberikan tiap 8 jam. Kina oral diberikan bersama doksisiklin
atau tetrasiklin pada orang dewasa atau klindamisisn pada ibu
hamil
- Dosis anak
Kina HCl 25% perinfus dosis 10mg/kgBB (bila umur <2bulan : 6-
8mg/kgBB) diencerkan degngan Dextrose 5% atau NaCl 0,9%
sebanyak 5-10cc/kgBB diberikan selama 4 jam, diulang tiap 8 jam
sampai penderita dapat minum obat.14
Catatan :
1) Kina tidak boleh diberikan secara bolus intravena, karena toksik bagi jantung
dan dapat menimbulkan kematian.
2) Dosis kina maksimum dewasa : 2.000 mg/hari.
2.9 Komplikasi
1. Malaria serebral.
2. Anemia berat.
3. Gagal ginjal akut.
4. Edema paru atau ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome).
5. Hipoglikemia.
6. Gagal sirkulasi atau syok.
7. Perdarahan spontan dari hidung, gusi, alat pencernaan dan atau disertai
kelainan laboratorik adanya gangguan koagulasi intravaskular.
8. Kejang berulang > 2 kali per 24 jam pendidngan pada hipertermia.
9. Asidemia (pH darah <7.25) atau asidosis (biknat plasma < 15 mmol/L).
10. Makroskopik hemoglobinuria karena infeksi malaria akut. 13

Pada kehamilan dapat menimbulkan abortus spontan, pertumbuhan janin


terhambat (IUGR), BBLR, malaria kongenital (<5% pada bayi dari ibu terinfeksi),
malaria berat pada ibu, kematian ibu dan janin. 12

19
2.10Prognosis
 Malaria falsiparum ringan/sedang, malaria vivax, atau malaria ovale :
bonam
 Malaria berat : dubia ad malam. Prognosis malaria berat tergantung
dengan kecepatan dan ketepatan diagnosis serta pengobatan. Apabila tidak
ditanggulangi, dilaporkan bahwa mortalitas pada anak anak 15%, dewasa
20%, dan pada kehamilan meningkat sampai 50%.14

20
BAB 3
KESIMPULAN
1. Malaria merupakan suatu penyakit yang bersifat akut maupun kronik, yang
disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium.
2. Plasmodium sebagai penyebab malaria terdiri dari 4 spesies, yaitu P.
falciparum, P. ovale, P. vivax, dan P. malariae. Malaria melibatkan hospes
perantara yaitu nyamuk anopheles betina.
3. Daur hidup spesies malaria terdiri dari fase seksual dalam tubuh nyamuk
anopheles betina dan fase aseksual dalam tubuh manusia. Patogenesis malaria
akibat dari interaksi kompleks antara parasit, inang dan lingkungan.
4. Manifestasi klinis dari penyakit malaria ditandai dengan gejala prodromal,
trias malaria (menggigil-panas-berkeringat), anemia dan splenomegali.
5. Diagnosis malaria ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan laboratorium
6. Pengobatan utama malaria menggunakan ACT (Artemisinin base
Combination Therapy) dan primakuin yang disesuaikan dengan jenis
plasmodium.
7. Prognosis dari malaria falsiparum, ovale dan vivaks bonam, sedangkan pada
malaria berat dubia ad malam, tergantung dengan ketepatan diagnosis dan
tatalaksana.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. CDC. Malaria. 2016; Available from:


https://www.cdc.gov/malaria/resources/pdf/fsp/cdc_malaria_program_508.
pdf

2. Penyakit DJP dan P. Buku Saku Tatalaksana Kasus Malaria. Jakarta:


Kementrian Kesehatan Republik Indonesia; 2018.

3. Munif A. Nyamuk Vektor Malaria dan Hubungannya dengan Aktivitas


Kehidupan Manusia di Indonesia. Puslitbang Ekol dan Status Kesehat
Balitbangkes Depkes RI. 2009;I:94–102.

4. WHO. Malaria. 2016; Available from:


http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs094/en/

5. WHO. World Malaria Day: call to close gasps in prevention and treatment
to defeat malaria. 2015;

6. WHO. List of countries, territories and areas: Vaccination requirements and


recommendations for international travellers, including yellow fever and
malaria. World Heatlh Organ Geneva. 2016;

7. RI K. Inilah Fakta Keberhasilan Pengendalian Malaria. 2016; Available


from: http://www.depkes.go.id/article/print/16050200003/inilah-fakta-
keberhasilan-pengendalian-malaria.html

8. RI DK. Pedoman Tatalaksana Kasus Malaria di Indonesia. Jakarta; 2005.


1–37 p.

9. Sutrisna P. Malaria Secara Ringkas. Jakarta: EGC; 2004. 1–113 p.

10. Soemarwo S. Buku Ajar Infeksi dan Penyakit Tropis. Jakarta: FK UI; 2002.

11. Harijanto P. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. IV. Jakarta: FK UI;
2006.

12. Kementrian kesehatan RI. Tata laksana kasus malaria. Jakarta: Kementrian

22
Kesehatan Republik Indonesia; 2018. 4 p.

13. IDI. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Primer. Ikatan Dokter Indonesia. Jakarta: Ikatan Dokter Indonesia; 2017.
21–23 p.

14. PAPDI. Penatalaksanaan di bidang ilmu penyakit dalam : Panduan Praktik


Klinis. II. Alwi I, Salim S, Hidayat R, Kurniawan J, Tahapary DL, editors.
Jakarta: InternaPublishing; 2015. 959–969 p.

23

Anda mungkin juga menyukai