Anda di halaman 1dari 10

Analisa kendala yang dihadapi auditor dalam mendeteksi salah saji material pada laporan

keuangan.

Paper ini ditunjukkan untuk memenuhi mata kuliah Advanced Auditing.

Dosen pengampu

Benyamin Melatnebar W S.E., M.Ak.

Disusun oleh:

Monique Meisye Yusrani – 2020105187

Program Studi Akuntansi Fakultas Bisnis dan Komunikasi

Kalbis Institute

2021
BAB 1. PENDAHULUAN

Profesi akuntan harus memiliki independensi dan integritas tinggi. Dua hal penting ini didapatkan dari
perubahan pola pikir “Rule based” menjadi “Principle Based”. Hal ini menaruh tantangan yang sangat
berarti bagi auditor pada menjalankan profesinya. Oleh karena itu penelitian yang mengangkat topik
hambatan yang dihadapi auditor pada mendeteksi kecurangan & keliru saji material dalam laporan
keuangan historis. Penelitian ini memakai pendekatan kualitatif/alternatif. Penelitian ini akan
mengeksplorasi tentang hambatan-hambatan yang akan dihadapi sang para auditor pada mendeteksi
kecurangan & keliru saji material dalam laporan keuangan historis. sehubungan menggunakan
perubahan pola pikir berdasarkan “Rule based” sebagai “Principle based”. Selain itu penelitian ini pula
akan menyampaikan cara-cara mengatasi hambatan yg ditemui tersebut. Urgensi penelitian ini
bertujuan menjembatani gab yg mungkin muncul berdasarkan perubahan prinsip tersebut, sebagai
akibatnya dalam gilirannya output penelitian ini bisa menaruh masukan dalam organisasi terkait
(Institut Akuntan Publik Indonesia) buat mempersempit gap yg terjadi melalui penyusunan &
penyempurnaan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP). Dari penelitian pula dihasilkan bahwa
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 30 Revisi 2007 dievaluasi masih sangat jauh
berdasarkan target. Padahal, penerapan baku ini bisa memicu arus investasi dunia ke Indonesia. Masih
poly sekali perusahaan-perusahaan yg belum menerapkan PSAK 30 Revisi 2007. Banyak perusahaan
belum paham manfaat dari penerapan baku tersebut. Padahal, penerapan baku ini akan menciptakan
suatu perusahaan menjadi lebih transparan.
BAB II PEMBAHASAN

A. AUDIT

Ada beberapa jenis pengertian audit dari beberapa ahli, menurut Menurut Alvin A.Arens dan James
K.Loebbecke (1997:2): “Auditing is the accumulation and evaluation of evidence about information
and established criteria. Auditing should be dine by a competent independent person.” sedangkan
Menurut Mulyadi (1990:4): “Suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti
secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan
tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria
yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasilhasilnya kepada pemakai yang berkepentingan.”

Secara umum pengertian audit merupakan proses sistematis yang dilakukan oleh orang kompeten
& independen dengan mengumpulkan & mengevaluasi bahan bukti & bertujuan menaruh pendapat
tentang kewajaran laporan keuangan tersebut. Dalam melaksanakan audit faktor-faktor berikut
wajib diperhatikan:

a. Dibutuhkan keterangan yang bisa diukur & sejumlah kriteria (standar) yang bisa dipakai menjadi
pedoman untuk mengevaluasi keterangan tersebut. Majalah Ekonomi Tahun XXII, No. 3 Desember
2012 - 218

b. Penetapan entitas ekonomi & periode waktu yang diaudit wajib kentara untuk menentukan
lingkup tanggungjawab auditor.

c. Bahan bukti wajib diperoleh pada jumlah & kualitas yang relatif untuk memenuhi tujuan audit.

d. Kemampuan auditor tahu kriteria yang digunakan dan perilaku independen pada mengumpulkan
bahan bukti yang diperlukan untuk mendukung konklusi yang akan diambilnya.

Tujuan umum audit atas laporan keuangan adalah untuk menyatakan pendapat atas kewajaran
laporan keuangan, dalam semua hal yang material, sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang
berlaku. Kewajaran laporan keuangan diukur berdasarkan semua hal terkandung dalam setiap unsur
yang disajikan dalam laporan keuangan.
B. Kecurangan dan Salah saji material.
1. Pengertian kecurangan.
Ada beberapa jenis pengertian kecurangan dari beberapa ahli, yakni :
- Fraud atau kecurangan adalah suatu tindakan yang disengaja oleh satu individu atau lebih
dalam manajemen atau pihak yang bertanggungjawab atas tata kelola, karyawan, dan pihak
ketiga yang melibatkan penggunaan tipu muslihat untuk memperoleh satu keuntungan
secara tidak adil atau melanggar hukum (IAPI, 2013).
- Menurut Tunggal (2009), fraud atau kecurangan adalah penipuan kriminal yang bermaksud
untuk memberikan manfaat keuangan pada si penipu.
- Menurut Rozmita (2013), fraud adalah penyimpangan, error (kesalahan) dan irregularities
(ketidakberesan dalam masalah financial).
- Menurut Pusdiklatwas BPKP (2002), fraud adalah suatu perbuatan melawan atau
melanggar hukum yang dilakukan oleh orang-orang dari dalam atau dari luar organisasi,
dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau kelompok secara langsung
atau tidak langsung merugikan pihak lain.
- Menurut Sawyer’s (2004), fraud adalah suatu tindakan pelanggaran hukum yang dicirikan
dengan penipuan, menyembunyikan, atau melanggar kepercayaan.
- Menurut Karyono (2013), fraud adalah penyimpangan dan perbuatan melanggar hukum
(illegal act), yang dilakukan dengan sengaja untuk tujuan tertentu misalnya menipu atau
memberikan gambaran keliru (mislead) kepada pihak-pihak lain, yang dilakukan oleh
orang-orang baik dari dalam maupun dari luar organisasi.

Secara umum, kecurangan atau fraud adalah serangkaian kegiatan yang merugikan pihak lain dan
melawan hukum demi kepentingan pribadi. Kecurangan dapat terjadi jika :

1. Pengendalian internal yang lemah, bahkan tidak ada sama sekali.

2. Perekrutan pegawai tanpa mempertimbangkan kejujuran dan integritas.

3. tidak adanya pemisahan tugas.

4. Pegawai dieksploitasi oleh perusahaan secara berlebihan/mendapat tekanan dari perusahaan.

5. Manajemen perusahaan yang sudah korup dari awal.

5. Pegawai memiliki masalah pribadi yang berhubungan dengan finansial dan tidak dapat dipecahkan.
Dalam Seksi SA 316 (PSA No. 70) (paragraf 03 s.d. 05), terdapat dua saji yang diakibatkan oleh
kecurangan:

1. Salah saji yang timbul dari kecurangan dalam laporan keuangan. Adalah salah saji atau penghilangan
secara sengaja jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan untuk mengelabui pemakai laporan
keuangan. Hal tersebut meliputi:

a. Manipulasi, pemalsuan, perubahan catatan akuntansi atau dokumen pendukungnya yang menjadi
sumber data bagi penyajian laporan keuangan.

b. Representasi yang salah dalam atau penghilangan dari laporan keuangan peristiwa, transaksi, atau
informasi signifikan.

c. Salah penerapan secara sengaja prinsip akuntansi yang berkaitan dengan jumlah, klasifikasi, cara
penyajian, atau pengungkapan.

2. Salah saji yang timbul dari perlakukan tidak semestinya terhadap aktiva. Hal ini berkaitan dengan
pencurian aktiva entitas yang berakibat laporan keuangan tidak disajikan sesuai dengan Prinsip
Akuntansi yang Berlaku Umum di Indonesia.

2. Jenis-jenis kecurangan/fraud.

Menurut The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) merupakan organisasi profesional
bergerak di bidang pemeriksaan atas kecurangan mengklasifikasikan fraud (kecurangan) dalam tiga
tingkatan yang disebut Fraud Tree, yaitu sebagai berikut (Albrech, 2009):
a. Penyimpangan atas asset (Asset Misappropriation), meliputi penyalahgunaan/pencurian aset atau
harta perusahaan atau pihak lain. Ini merupakan bentuk fraud yang paling mudah dideteksi karena
sifatnya yang tangible atau dapat diukur/dihitung (defined value).
b. Pernyataan palsu atau salah pernyataan (Fraudulent Statement), meliputi tindakan yang dilakukan
oleh pejabat atau eksekutif suatu perusahaan atau instansi pemerintah untuk menutupi kondisi
keuangan yang sebenarnya dengan melakukan rekayasa keuangan (financial engineering) dalam
penyajian laporan keuangannya untuk memperoleh keuntungan atau mungkin dapat dianalogikan
dengan istilah window dressing.

c. Korupsi (Corruption), Jenis fraud ini yang paling sulit dideteksi karena menyangkut kerja sama
dengan pihak lain seperti suap dan korupsi, di mana hal ini merupakan jenis yang terbanyak terjadi
di negara-negara berkembang yang penegakan hukumnya lemah dan masih kurang kesadaran akan
tata kelola yang baik sehingga faktor integritasnya masih dipertanyakan. Fraud jenis ini sering kali
tidak dapat dideteksi karena para pihak yang bekerja sama menikmati keuntungan (simbiosis
mutualisme). Termasuk didalamnya adalah penyalahgunaan wewenang/konflik kepentingan
(conflict of interest), penyuapan (bribery), penerimaan yang tidak sah/illegal (illegal gratuities), dan
pemerasan secara ekonomi (economic extortion).

Sedangkan menurut Albrecht (2012), fraud dapat diklasifikasikan menjadi lima jenis, yaitu:

1. Employee embezzlement atau occupational fraud. Pencurian yang dilakukan secara


langsung maupun tidak langsung oleh karyawan kepada perusahaan.
2. Management fraud. Manajemen puncak memberikan informasi yang bias dalam laporan
keuangan.
3. Investment scams. Melakukan kebohongan investasi dengan menanam modal.
4. Vendor fraud. Perusahaan mengeluarkan tarif yang mahal dalam hal pengiriman barang.
5. Customer fraud. Pelanggan menipu penjual agar mereka mendapatkan sesuatu yang lebih dari
seharusnya.

C. Salah saji material.

Konsep materialitas dan konsep resiko adalah unsur penting dalam merencanakan audit dan
merancang pendekatan yang akan digunakan dalam melaksanakan audit (Arens dan Locbecke,
2001:250). Konsep materialitas merupakan faktor yang penting dalam mempertimbangkan jenis
laporan yang tepat utnuk diterbitkan dalam keadaan tertentu. Sebagai contoh, jika ada salah saji
yang tidak material dalam laporan keuangan suatu entitas dan pengaruhnya terhadap periode
selanjutnya diperkirakan tidak terlalu berarti, maka dapatlah dikeluarkan suatu laporan wajar tanpa
pengecualian. Keadaannya akan berbeda jika jumlah sedemikian besar sehingga dapat
menimbulkan pengaruh yang material dalam laporan keuangan secara keseluruhan. Definisi dari
material dalam kaitannnya dengan akuntansi dan pelaporan audit adalah suatu salah saji dalam
laporan keuangan dianggap material jika pengetahuan atas salah saji tersebut dapat mempengaruhi
keputusan para pemakai laporan keuangan yang rasional. Haryono (2001:202-215) menerangkan:
Ada empat indikator dalam menentukan tindakan materialitas, yaitu:

i. Pertimbangan awal materialitas,


ii. Materialitas pada tingkat laporan keuangan,
iii. Materialitas pada tingkat rekening,
iv. Alokasi materialitas laporan keuangan ke rekening.
BAB III. ANALISA DAN TEMUAN-TEMUAN

Kami melakukan analisa kendala auditor pada KAP AB terhadap klien mereka, PT. XY—sebuah
perusahaan yang bergerak di bidang kecantikan. Perusahaan ini dibangun di tahun 20XX oleh Ibu
Wina. (nama disamarkan)

Narasumber kami, Ibu Citra (nama disamarkan) selaku Auditor KAP AB mengatakan bahwa
mencari salah saji material pada perusahaan tersebut awalnya cukup sulit. Pada saat pertama kali
mengecek laporan keuangan PT. XY, tidak terlihat adanya tanda-tanda salah saji material atau
bahkan indikasi fraud.

Hingga saat Ibu Citra melihat untung yang didapatkan PT. XY tiba-tiba naik, Ibu Citra merasa ada
indikasi pemalsuan terhadap laporan keuangan PT. XY. Bisa dibilang agak mencurigakan, karena
penjualan naik 2x lipat dari tahun-tahun sebelum—which is odd, karena jika kita lihat brand
kecantikan lain mengalami penurunan yang cukup drastis pada penjualan mereka akibat dampak
pandemi covid-19 yang sempat melumpuhkan ekonomi Indonesia.

1. Penerapan PSAK 30 (Revisi 2007) pada PT. XY.

Hasil penggalian informasi dari beberapa narasumber—terutama Ibu Citra dari KAP AB
menyatakan bahwa memang ada banyak perusahaan yang terdampak oleh revisi PSAK 30 pada
perusahaan-perusahaan di Jakarta, mengingat ada banyak perusahaan yang go public di Jakarta.
Tetapi, tidak dengan PT. XY. PT XY memang sudah cukup besar, tetapi karena perusahaan ini
tidak go public, PT XY tidak terlalu terpengaruh oleh dampak dari pergantian PSAK. 30.

Beberapa narasumber yang diminta untuk dirahasiakan namanya juga mengatakan bahwa ada
banyak perusahaan—termasuk PT. XY tidak memiliki awareness yang cukup tinggi untuk
memahami seluk beluk dari PSAK. 30—bahkan para narasumber juga mengatakan bahwa alasan
PT XY tidak terlalu aware teradap PSAK karena perusahaan ini adalah perusahaan keluarga.
Kebanyakan dari mereka lebih memilih untuk mengandalkan auditor mereka.
bahkan ada klien dari PT. XY yang meskipun diundang untuk workshop PSAK tapi tidak datang,
alasannya adalah biar nanti auditornya yang mengatur, jadi memang kurang aware dengan
perubahan-perubahan yang ada. Salah satu dampak dari ketidak aware-an ini adalah tidak adanya
kontra, misalnya saja suatu saat ada auditor salah hitung, karena kondisi klien yang tidak mengerti
dan tidak mau mengerti, klien menerima saja hasil audit. Bu Citra mencontohkan, misalnya ada
kasus auditor harus menghitung memakai biaya diamortisasi untuk menghitung hutang bank yang
sifat nya kontraktual misalnya ada salah hitung kalau belakangan terus diketahui salahnya paling
hanya bilang “yasudah pak.” jadi tidak ada kontra dengan auditor. Meskipun dalam regulasi diatur
bahwa laporan keuangan adalah tanggung jawab manajemen. Sepertinya sinyalemen sulitnya
penerapan PSAK 30 (2007) juga terjadi di perusahaan lain di Jakarta, hal ini pernah diungkap oleh
anggota Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) (Mei, 2009), bahwa masih banyak
perusahaan yang belum menerapkan PSAK 30 (2007). Hal ini bisa jadi mengindikasikan bahwa
bahwa banyak perusahaan di Indonesia belum transparan dan tidak siap menjadi transparan.
Padahal dengan menjadi perusahaan yang transparan, arus investasi akan masuk lebih banyak ke
Indonesia. PSAK 30 revisi 2007 akan meningkatkan arus investasi global melalui transparansi yang
nyata. Standar ini membuka peluang fund raising melalui pasar modal. Melalui PSAK 30 revisi
2007, akan sangat memudahkan pemahaman atas laporan keuangan dengan penggunaan standar
akuntansi keuangan (SAK) yang dikenal secara Internasional ( ). PSAK 30 revisi 2007 sudah
diterapkan sejak awal tahun 2008. Namun sampai saat ini banyak sekali perusahaan-perusahaan
yang belum menerapkan standar tersebut. Perlu diketahui bahwa DSAK telah melakukan
konvergensi dengan Internasional Financial Reporting Standards (IFRS) untuk lebih meningkatkan
transparansi serta kepercayaan investor pada perusahaan-perusahaan di Indonesia.
KESIMPULAN.

Saya menyimpulkan bahwa kurangnya awareness terhadap PSAK cukup penting untuk menghindari
terjadinya resiko seperti terjadinya salah saji maupun fraud. Perusahaan—walau perusahaan keluarga
sekalipun wajib merekrut akuntan yang kompeten, yang memahami standar-standar akuntansi yang
berlaku secara umum. Dan juga, internal atau manajemen perusahaan pun harus memahami PSAK, jika
ada workshop tentang PSAK yang diadakan oleh KAP-KAP, seharusnya klien juga mengikuti.
DAFTAR PUSTAKA

IAI.2008. Standar Akuntansi Keuangan, Jakarta: Salemba Empat

IAI. 2007. Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia: Jakarta

Kieso, Donald E., Weygandt, Jerry J., dan Terry DW., “ , terj. Emil Salim. Jakarta: Penerbit Erlangga,
2002.

Earl K. Stice, et. al. 2003. , USA: South-Western,Thompson.

Anda mungkin juga menyukai