Anda di halaman 1dari 8

Nama : Indri Wahyuni

NIM : 041911535036
Matkul : Perpajakan II

Pajak Penghasilan Pasal 22

a) Berdasarkan UU No. 36 Tahun 2008, objek pajak PPh Pasal 22 adalah barang yang
dianggap menguntungkan. Maksudnya adalah baik penjual maupun pembeli sama-sama
bisa mengambil keuntungan dari transaksi perdagangan tersebut. Sedangkan subjek pajak
untuk PPh Pasal 22 yaitu:
 Badan Usaha meliputi industri semen, kertas, baja, otomotif, dan farmasi
 Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM)
 Produsen atau importir bahan bakar minyak
 Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri baja
 Pedagang pengumpul (pengumpul hasil hutan, perkebunan, pertanian, dsb).

b) Besarnya pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 ditetapkan sebagai berikut:


1) Atas impor:
1. yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API) = 2,5% x nilai impor;
2. non-API = 7,5% x nilai impor;
3. yang tidak dikuasai = 7,5% x harga jual lelang.
2) Atas pembelian barang yang dilakukan oleh DJPB, Bendahara Pemerintah,
BUMN/BUMD = 1,5% x harga pembelian (tidak termasuk PPN dan tidak final.)
3) Atas penjualan hasil produksi ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal
Pajak, yaitu:
1. Kertas = 0.1% x DPP PPN (Tidak Final)
2. Semen = 0.25% x DPP PPN (Tidak Final)
3. Baja = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)
4. Otomotif = 0.45% x DPP PPN (Tidak Final)
4) Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh produsen atau importir
bahan bakar minyak,gas, dan pelumas adalah sebagai berikut:
1. Pungutan PPh Pasal 22 kepada penyalur/agen, bersifat final. Selain penyalur/agen
bersifat tidak final
5) Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari pedagang
pengumpul ditetapkan = 0,25 % x harga pembelian (tidak termasuk PPN)
6) Atas impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importir yang menggunakan API
= 0,5% x nilai impor.
7) Atas penjualan
1. Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp 20.000.000.000,-
2. Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp 10.000.000.000,-
3. Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari
Rp 10.000.000.000,- dan luas bangunan lebih dari 500 m2.
4. Apartemen, kondominium,dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya
lebih dari Rp 10.000.000.000,- dan/atau luas bangunan lebih dari 400 m2.
5. Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang
berupa sedan, jeep, sport utility vehicle(suv), multi purpose vehicle (mpv),
minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp 5.000.000.000,- (lima
miliar rupiah) dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc. Sebesar 5% dari
harga jual tidak termasuk PPN dan PPnBM.

c) Semua Pemungutan PPh Pasal 22 bersifat tidak final dan dapat diperhitungkan sebagai
pembayaran PPh dalam tahun berjalan bagi Wajib Pajak yang dipungut, kecuali atas
penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas oleh Produsen atau
importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas kepada penyalur/agen.

d) Untuk pajak yang dipungut oleh bendahara, maka harus disetorkan pada hari yang sama
dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang yang dibiayai dari belanja
negara atau belanja daerah. Pajak ini dibayarkan dengan menggunakan surat setoran
pajak atas nama rekanan dan ditandatangani oleh bendahara. Sedangkan untuk pajak atas
penyerahan bahan bakar minyak, gas dan pelumas kepada penyalur atau agen atau
industri lain yang dipungut oleh wajib pajak badan yang bergerak dalam bidang produksi
komoditas tersebut, maka batas penyetorannya adalah tanggal 10 bulan berikutnya
setelah masa pajak berakhir. Untuk pajak yang dipungut oleh wajib pajak badan tertentu,
sebagai pemungut pajak harus disetor paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah
masa pajak berakhir.

Bagi Wajib Pajak yang telat lapor SPT, maka akan dikenakan sanksi berupa denda.
Setiap Wajib Pajak harus memastikan terlebih dahulu denda yang harus dibayarkan,
apakah denda telat melaporkan SPT saja atau ada denda telat membayar pajak. Berikut
denda yang harus dibayarkan bagi Wajib Pajak yang telat lapor SPT:

1. Denda telat lapor SPT bagi Wajib Pajak Orang Pribadi sebesar Rp100.000
2. Denda telat lapor SPT bagi Wajib Pajak Badan sebesar Rp1.000.000
3. Sanksi administrasi untuk SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai(PPN) sebesar
Rp500.000, dan Rp100.000 untuk SPT Masa Lainnya.
4. Sedangkan, denda telat bayar pajak sebesar 2% per bulan dari pajak yang belum
dibayarkan. Denda telat bayar pajak waktunya dihitung sejak tanggal jatuh tempo
sampai dengan tanggal pembayaran pajak. Bagian dari bulan pajak dihitung 1 bulan
penuh, yang artinya jika Anda telat bayar pajak hanya 10 hari maka hitungan waktu
dendanya tetap 1 bulan.
KASUS PPh 22

1. PPh 22 terutang dari kasus Impor / Bendaharawan 27 Maret 2020

Harga HESM : USD 5.350


Freught : USD 535 (10% x 5.350)
Cost Freiht (CF) : USD 5.885

CF dalam IDR : 85.756.220 (5.885 x 14.572)


Bea masuk : 20.535.036
Nilai Impor : 106.291.256

PPh pasal 22 yang dipungut DJBC (tidak ada API)


= 7.5% x 106.291.256
= 7.971.844,2

2. Harga Penjualan = 7.535.036


PPh 22 = 1.5% x 7.535.036
= 113.175,54

Total PPH Terutang = 7.971.844,2 + 113.175,54 = 8.085.019,74

3. PPh Pasal 22 Industri Barang Tertentu


Hitunglah besarnya PPh terutang dari kasus diatas

8 April 2020
Kertas HVS : 35.036
DPP = 700rim x 500
= 1.226.260.000

PPh Pasal 22 = 1.226.260.000 x 0,1%


= Rp 122.542

21 April 2020
Kertas Lipat : 18.036 x 3000 kemasan
DPP = 54.108.000
PPh pasal 22 0,1 % x 54.108.000 = Rp 54.108
Pajak Penghasilan Pasal 26

a) Adapun subjek PPh Pasal 26 adalah Wajib Pajak Luar Negeri (Badan dan Pribadi) selain
BUT di Indonesia. Sedangkan objek pajak PPh Pasal 26 meliputi:
 Dividen
 Bunga, termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan
pengembalian utang
 Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
 Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan
 Hadiah dan penghargaan
 Pensiun dan pembayaran berkala lainnya
 Premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya

b) Tarif untuk Pajak Penghasilan Pasal 26 (PPh Pasal 26)


Tarif 20% (final) atas jumlah bruto yang dikenakan atas:
 Dividen
 Bunga, termasuk premium, diskonto, insentif yang terkait dengan jaminan
pembayaran pinjaman
 Royalti, sewa, dan pendapatan lain yang terkait dengan penggunaan aset
 Insentif yang berkaitan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan
 Hadiah dan penghargaan
 Pensiun dan pembayaran berkala
 Premi swap dan transaksi lindung lainnya
 Perolehan keuntungan dari penghapusan utang

Tarif 20% (final) dari laba bersih yang diharapkan dari:


1. Pendapatan dari penjualan aset di Indonesia.
2. Premi asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan langsung maupun melalui pialang
kepada perusahaan asuransi di luar negeri.

Tarif 20% (final) dari laba bersih yang diharapkan selama penjualan atau pengalihan
saham perusahaan antara perusahaan media atau perusahaan tujuan khusus yang didirikan
atau bertempat di negara yang memberikan perlindungan pajak yang memiliki hubungan
khusus untuk suatu entitas atau bentuk usaha tetap (BUT) didirikan di Indonesia.

Tarif 20% yang dipungut dari penghasilan kena pajak setelah dikurangi dengan pajak,
suatu bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan
kembali di Indonesia.

Tingkat berdasarkan tax treaty (perjanjian pajak) yang dikenal sebagai JGI Penghindaran
Pajak berganda (P3B) antara Indonesia dan negara-negara lain yang berada dalam
perjanjian, mungkin berbeda satu sama lain. Tarif mereka biasanya mengurangi tingkat
dari tarif biasa 20%, dan beberapa mungkin memiliki tarif 0%.

c) Pemotongan PPh pasal 26 bersifat final, kecuali:


1. Pemotongan atas penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang
atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau dilakukan
BUT di Indonesia.
2. Pemotongan atas penghasilan sebagaimana tersebut dalam PPh Pasal 26 yang
diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara BUT
dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud.
3. Pemotongan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan
luar negeri yang berubah status menjadi Wajib Pajak dalam negeri atau BUT.

d) PPh Pasal 26 yang telah dipotong harus disetorkan selambat-lambatnya tanggal 10 bulan
berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak. PPh Pasal 26 dapat disetorkan ke Bank
Persepsi atau Kantor Pos dan Giro dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP).

KASUS PPh 26

1. Mr Park Chun Dong konsultan dari Korea yang bekerja pada PT HERANITA, di bulan
Desember 2018 dengan jumlah honorarium sebesar Rp 120.000.000,- (tidak ada SKD).
Jawab:
PPh pasal 26 = 20% x 120.000.000 = 24.000.000

2. Mr. Lee Kwan Hie, tenaga ahli mesin produksi plastik dari Singapura yang bekerja
berdasarkan kontrak kerja dengan PT HERANITA selama 4 bulan, honor yang disepakati
Rp 25.000.000,00/bulan. (ada tax treaty, tarif PPh diketahui = 10%)
Jawab:
PPh pasal 26 = 10% x 25.000.000 = 2.500.000/bln
PPh pasal 26 selama kontrak 4 bulan = 2.500.000 x 4 = 10.000.000

3. Miss Rosie, tenaga ahli restrukturisasi keuangan corporate dari Malaysia, kontraknya
selama 4 bulan. Besarnya honor adalah Rp 30.000.000,00/bulan. (ada tax treaty, tarif PPh
= 15%). Ada SKD
Jawab:
PPh pasal 26 = 15% x 30.000.000 = 4.500.000
PPh pasal 26 selama kontrak = 4.500.000 x 4 = 18.000.000
Pajak Penghasilan Pasal 23

a) Objek pajak penghasilan pasal 23 di antaranya:


 Dividen
 Bunga
 Royalti
 Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain kepada Orang Pribadi
 Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa tanah
dan/atau bangunan
 Imbalan sehubungan dengan jasa industri, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa
konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21.

Subjek yang dikenakan PPh 23


 Wajib pajak dalam negeri
 BUT

b) Tarif dari pajak penghasilan (PPh Pasal 23) dikenakan atas Dasar Pengenaan Pajak (DPP)
atau jumlah bruto dari penghasilan. Di dalam PPh Pasal 23, terdapat dua jenis tarif yang
diberlakukan, yaitu 15% dan 2% tergantung dari objek pajaknya. Di bawah ini
adalah tarif dan objek pajak yang terkena PPh Pasal 23 yang berlaku di Indonesia.
1. Dikenakan 15% dari jumlah bruto atas:
a. dividen kecuali pembagian dividen kepada orang pribadi dikenakan final, bunga,
dan royalti;
b. hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong PPh pasal 21.
2. Dikenakan 2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta, kecuali sewa tanah dan/atau bangunan.
3. Dikenakan 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa
konstruksi, dan jasa konsultan.
4. Dikenakan 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa lainnya, misalnya:
a. Jasa penilai;
b. Jasa aktuaris;
c. Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;
d. Jasa hukum;
e. Jasa arsitektur;
f. Jasa perencanaan kota dan arsitektur landscape;
g. Jasa perancang;
h. Jasa pengeboran di bidang migas kecuali yang dilakukan BUT;
i. Jasa penunjang di bidang penambangan migas;
j. Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas;
k. Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara;
l. Jasa penebangan hutan.
5. Untuk yang tidak ber-NPWP dipotong 100% lebih tinggi dari tarif PPh Pasal 23.

c) Pajak Penghasilan Pasal 23 bersifat wajib kecuali, Pemotongan PPh Pasal 23 tidak
dilakukan atas:
1. penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank;
2. sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak
opsi;
3. dividen yang bukan Objek PPh dan dividen yang diterima oleh orang
pribadi (merupakan objek PPh yang bersifat final);
4. bagian laba yang bukan objek PPh;
5. sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya; dan
6. penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang
berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan yang diatur dengan
Peraturan Menteri Keuangan

d) Kapankah PPh Pasal 23 paling lambat disetorkan dan dilaporkan ? Apa ada sanksinya
apabila penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 23 ada keterlambatan oleh Pemotong Pajak ?
 Paling lambat disetorkan paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir
 Dalam Pasal 7 UU KUP, jika SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah
ditentukan atau hingga batas waktu perpanjangan, akan dikenai sanksi administrasi
berupa denda Rp500.000 utk SPT Masa PPN, Rp100.000 untuk SPT Masa lainnya,
Rp1.000.000 untuk SPT Tahunan PPh WP Badan, dan Rp100.000 untuk SPT
Tahunan WP Orang Pribadi.

KASUS PPh 23

1. PT HERIKO membagi deviden kepada pemegang saham sebesar Rp 1 milyar pada tahun
2021 dengan rincian sbb:
a. PT X modal saham 30% deviden sebesar Rp300.000.000,-
b. PT Y modal saham 20% deviden sebesar Rp200.000.000,-
c. Tuan Amin modal saham 50 % deviden (tdk punya NPWP) sebesar Rp
500.000.000,-
Atas pembagian deviden tersebut, bagaimana aspek perpajakannya & hitung PPh yang
harus dipotong oleh PT HERIKO ?
Jawab:
a. PPh pasal 23 PT X = 15% x 300.000.000 = 45.000.000
b. PPh pasal 23 PT Y = 15% x 200.000.000 = 30.000.000
c. PPh pasal 23 Tuan Amin = 15% x 500.000.000 = 75.000.000
Karena tidak memiliki NPWP maka tarifnya menjadi =
75.000.000 + (75.000.000 x 100%) = 150.000.000
2. Bagaimanakah perlakuan fiscal untuk UMKM ?
Jawab:
Dalam perlakuan fiskalnya selama peredaran brutonya tidak lebih dari 4.800.000.000
maka UMKM dapat menggunakan tarif 0,5%

3. PT. HERFAN NUSANTARA yang bergerak dalam bidang konstruksi sedang melakukan
pekerjaan pembangunan gedung baru milik PT. ARTA dengan nilai kontrak sebesar Rp.
2.200.000.000,00 termasuk PPN. PT. HERFAN NUSANTARA memiliki sertifikasi jasa
konstruksi. Hitung PPh terutang atas Jasa Konstruksi tersebut ?

Jawab:

Jadi, 2% x 2.200.000.000 = 44.000.000

Anda mungkin juga menyukai