Anda di halaman 1dari 4

Suka atau tidak, industry 4.0 sudah terjadi di era ini. Revolusi Industri 4.

0 menerapkan
konsep automatisasi yang dilakukan oleh mesin tanpa memerlukan tenaga manusia dalam
pengaplikasiannya.
Sebenarnya titik awal dari era digital revolution itu terjadi saat industry 3.0, yang
memadukan inovasi di bidang elektronik dan Teknologi Informasi. Perbedaannya terletak pada
banyaknya inovasi baru yang terjadi di era 4.0 ini, diantaranya adalah Internet of Things (IoT), Big
Data, Artifical Intelligence (AI) dll.
Salah satu hal terbesar didalam Revolusi Industri 4.0 adalah Internet of Things. Dengan
kemudahan arus informasi yang luar biasa ini menyebabkan banyaknya budaya asing yang masuk
ke Indonesia dan berdampak pada pudarnya nilai-nilai kebudayaan yang dimiliki oleh Indonesia.

Siapakah yang bertanggungjawab atas semua ini?

Teringat pada Pasal 32 Ayat 1 UUD 1945, yang berbunyi,

“Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan


menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai
budayanya.”

Jawabannya ialah Negara. Sesuai dengan amanat UUD, bahwa Negara lah yang
berkomitmen untuk memajukan kebudayaan nasional di tengah peradaban dunia. Usaha yang
paling signifikan dilakukan oleh Negara adalah ditandatanganinya UU No 5 Tahun 2017 tentang
Pemajuan Kebudayaan oleh Presiden Joko Widodo pada 24 Mei 2017, setelah melalui pembahasan
yang memakan waktu hampir dua tahun. Munculnya UU tersebut memicu harapan yang sangat
besar bagi pemajuan kebudayaan di Indonesia

Bagaimana kah caranya?

“Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah melakukan pengarusutamaan Kebudayaan


melalui pendidikan untuk mencapai tujuan Pemajuan Kebudayaan”

UU No 5 Pasal 7 Tahun 2017


Tantangan industry 4.0 hanya dapat dijawab apabila kebudayaan ditempatkan sebagai
hulunya pembangunan. Kebudayaan mesti mewarnai setiap lini pembangunan. Di sinilah agenda
pengarus-utamaan kebudayaan (mainstreaming culture) menjadi penting, cara untuk mencapai
tujuan pemajuan kebudayaan adalah melalui pendidikan

Mengapa Melalui Pendidikan?

Ir. Soekarno pernah berkata, “nation and character building.” Pendidikan merupakan
ujung tombak kebudayaan nasional sebab pendidikan sejatinya merupakan upaya “pembentukan
watak” (Bildung) sesuai dengan cita-cita keberadaan bangsa Indonesia.

Melalui instrumen pendidikan lah, kebudayaan nasional dapat dimajukan secara meluas
dan merata ke seluruh komponen bangsa karena masa depan suatu bangsa sangat tergantung pada
mutu sumber daya manusianya dan kemampuan peserta didiknya untuk menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi. Hal tersebut dapat kita wujudkan melalui pendidikan dalam
keluarga, pendidikan masyarakat maupun pendidikan sekolah.

“Education is the most powerful weapon which you can use to change the world”
Nelson Mandela

Lantas, bagaimana dengan pendidikan di Indonesia?

Survei Program for International Student Assessment (PISA) tahun 2018 baru saja diliris
pada 3 Desember 2019. Survei PISA ini merupakan rujukan dalam menilai kualitas pendidikan di
dunia. Studi ini menilai 600.000 anak berusia 15 tahun dari 79 negara setiap tiga tahun sekali.
Studi ini membandingkan kemampuan matematika, membaca, dan kinerja sains dari tiap anak.
Untuk kategori kemampuan membaca, Indonesia berada pada peringkat 6 dari bawah
alias peringkat 74. Skor rata-rata Indonesia adalah 371, berada di bawah Panama yang memiliki
skor rata-rata 377.
Lantas, untuk kategori matematika, Indonesia berada di peringkat 7 dari bawah (73)
dengan skor rata-rata 379. Indonesia berada di atas Arab Saudi yang memiliki skor rata-rata 373.
Kemudian untuk peringkat satu, masih diduduki China dengan skor rata-rata 591.
Sangat miris melihat Peringkat Indonesia merosot dalam survei kualitas pendidikan yang
dilakukan Programme for International Student Assessment (PISA) di tahun 2018. Posisi ini jauh
lebih rendah dibandingkan tahun 2015.
Sebagai perbandingan, skor kemampuan membaca turun dari 397 poin ke 371 poin.
Kemudian kemampuan matematika turun dari 386 poin ke 379 poin. Lalu kemampuan sains turun
dari 403 poin ke 396 poin. Akibat dari raihan itu, ranking PISA Indonesia turun dari urutan ke-72
menjadi ke-77.
Hal ini terjadi karena pendidikan di Indonesia belum dapat berfungsi secara maksimal.
Indonesia sekarang menganut sistem pendidikan nasional. Namun, sistem pendidikan nasional
masih belum dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya.

Harapan baru itu muncul.

Harapan baru muncul dari hadirnya sosok Bapak Nadiem Makarim, Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Indonesia 2019-2024. Sejak dilantik pada 23 Oktober 2019, banyak harapan
muncul kepadanya. Salah satunya adalah pesan perubahan yang tersirat dalam naskah pidato yang
viral pada Hari Guru Nasional, berikut sepenggal kalimatnya yang menyentuh hati,

Guru Indonesia yang Tercinta, tugas Anda adalah yang termulia sekaligus yang tersulit.

Anda ditugasi untuk membentuk masa depan bangsa, tetapi lebih sering diberi aturan
dibandingkan dengan pertolongan.

Anda ingin membantu murid yang mengalami ketertinggalan di kelas, tetapi waktu anda habis
untuk mengerjakan tugas administratif tanpa manfaat yang jelas

Anda tahu betul bahwa potensi anak tidak dapat diukur dari hasil ujian, tetapi terpaksa
mengejar angka karena didesak berbagai pemangku kepentingan.

Anda ingin mengajak murid keluar kelas untuk belajar dari dunia sekitarnya, tetapi kurikulum
yang begitu padat menutup pintu petualangan.
Anda frustasi karena anda tahu bahwa di dunia nyata kemampuan berkarya dan berkolaborasi
akan menentukan kesuksesan anak, bukan kemampuan menghafal.

Anda tahu bahwa setiap anak memiliki kebutuhan berbeda, tetapi keseragaman telah
mengalahkan keberagaman sebagai prinsip dasar birokrasi.

Anda ingin setiap murid terinspirasi, tetapi anda tidak diberi kepercayaan untuk berinovasi

Saya tidak akan membuat janji-janji kosong kepada anda. Perubahan adalah hal yang sulit dan
penuh dengan ketidaknyamanan. Satu hal yang pasti, saya akan berjuang untuk kemerdekaan
belajar di Indonesia.

Pidato yang sangat menyentuh dari seorang menteri pendidikan dan kebudayaan dapat
mewakilkan perasaan banyak guru yang ada di Indonesia. Membaca pesan tersebut seakan melihat
secercah cahaya di ujung lorong yang sangat gelap.
Tetapi pidato tersebut akan menjadi tidak berdaya jika semua pihak yang terkait di di dalam
sistem pendidikan, seperti pemerintah, orangtua, guru-guru, kepala sekolah, masyarakat, dan juga
peserta didik itu sendiri tidak berpartisipasi maupun berkolaborasi dalam membangun pendidikan.
Jika sebuah Negara mampu meletakan pendidikan sebagai prioritas utamany,a maka
Negara tersebut dapat dipastikan akan berkembang pesat karena hanya dengan pendidikan,
pemajuan kebudayaan akan tercapai dan dengan majunya kebudayaan maka arus industry 4.0
dapat dihadapi oleh Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai