Anda di halaman 1dari 9

NAMA : Andi Irawan

NIM : 1825180002

PRODI : Manajemen Keuangan Syari’ah/ VlA

TUGAS : Hukum Bisnis Internasional

DOSEN : YUNI DHEA UTARI, MH

Soal

1. Apa yang dimaksud dengan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya itu ?

2. Mengapa perlindungan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya penting ?

3. Apakah hak-hak ekonomi, sosial dan budaya adalah hak-hak yang baru ?

4. Apakah hak-hak ekonomi, sosial dan budaya adalah hak-hak individu ?

5. Apakah hak-hak ekonomi, sosial dan budaya secara fundamental berbeda dari

hak-hak sipil dan politik ?

6. Apa kewajiban Negara terhadap hak-hak ekonomi, sosial dan budaya ?

7. Apa yang dimaksud dengan “pencapaian secara progresif” hak-hak ekonomi,

sosial dan budaya ?

8. Kewajiban apa yang harus segera diimplementasikan terhadap hak-hak

ekonomi, sosial dan budaya ?

9. Apa contoh-contoh pelanggaran terhadap hak-hak ekonomi, sosial dan budaya ?

10. Apakah jender berkaitan dengan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya ?

11. Apakah hak-hak ekonomi, sosial dan budaya mengharuskan Pemerintah untuk

menyediakan barang dan jasa secara gratis ?

12. Apakah hak-hak ekonomi, sosial dan budaya membuat masyarakat tergantung

pada bantuan sosial ?

13. Apakah hak-hak ekonomi, sosial dan budaya mengalir secara alami dari

demokrasi atau pertumbuhan ekonomi ?

14. Apakah hak-hak ekonomi, sosial dan budaya melarang pemberian pribadi

atas barang dan jasa yang penting ?

15. Apakah pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium sama dengan pemenuhan

hak-hak ekonomi, sosial dan budaya ?


JAWAB:

1. Apa yang dimaksud dengan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya itu ?

Hak-hak ekonomi, sosial dan budaya adalah hak asasi manusia yang berhubungan dengan tempat
kerja,

jaminan sosial, kehidupan keluarga, partisipasi dalam kehidupan budaya, dan akses terhadap
perumahan,

makanan, air, kesehatan dan pendidikan.

Meskipun hak-hak ekonomi, sosial dan budaya dapat dinyatakan secara berbeda dari satu negara ke
negara

lain atau dari satu instrumen ke instrumen lainnya, berikut ini daftar dasar :

• Hak pekerja, termasuk kebebasan dari kerja paksa, hak untuk menentukan secara bebas untuk

menerima atau memilih pekerjaan, untuk memperoleh gaji yang pantas dan upah yang sama untuk

pekerjaan yang sama; untuk memiliki waktu luang dan batas jam kerja yang pantas, untuk kondisi

kerja yang aman dan sehat, untuk bergabung dan membentuk serikat dagang, dan untuk melakukan

mogok;

• Hak jaminan dan perlindungan sosial, termasuk hak untuk tidak ditolak jaminan sosial tanpa

alasan yang jelas, dan persamaan hak atas perlindungan yang tepat ketika tidak bekerja, sakit, tua
atau

kekurangan finansial dalam situasi diluar kontrolnya.

• Perlindungan dari dan bantuan terhadap keluarga, termasuk hak untuk menikah dengan

persetujuan secara sukarela, perlindungan untuk menjadi ibu dan bapak, dan perlindungan anak dari

eksploitasi ekonomi dan sosial.

• Hak untuk memperoleh standar hidup yang layak, termasuk hak untuk memperoleh makanan

dan bebas kelaparan, perumahan yang layak, air, dan pakaian;

• Hak atas kesehatan, termasuk hak untuk memperoleh akses ke fasilitas kesehatan, barang dan
jasa,

ke pekerjaan dan kondisi lingkungan yang sehat, dan perlindungan dari penyakit menular, dan hak

terhadap kesehatan alat reproduksi dan seksual yang relevan;

• Hak atas pendidikan, termasuk hak atas pendidikan dasar wajib yang gratis dan atas ketersediaan

dan ; dan kebebasan orang tua untuk memilih sekolah untuk anak mereka;

• Hak budaya, termasuk hak unntuk berpartisipasi dalam kehidupan berbudaya dan untuk berbagi

serta mengambil manfaat dari kemajuan ilmu pengetahuan, dan perlindungan terhadap kepentingan

moral dan materiil pengarang dari karya ilmiah, kesusasteraan atau artistik.
2. Mengapa perlindungan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya penting ?

Jika hak-hak ekonomi, sosial dan budaya tidak dilindungi maka akan membawa dampak yang cukup
serius.

Contohnya :

Ketika hak-hak ekonomi, sosial dan budaya tidak dipenuhi maka akan memberi dampak yang buruk.

Penggusuran paksa dapat mengakibatkan orang kehilangan tempat tinggal, kehilangan mata

pencaharian, dan menghancurkan jaringan sosial serta memberi dampak psikologis yang lebih buruk.

Kekurangan gizi memiliki dampak kesehatan yang jelas terutama bagi balita; keadaan ini

mempengaruhi seluruh organ tubuh mereka sepanjang hidupnya, termasuk dalam pengembangan

otak, hati, jantung dan sistem kekebalan tubuh mereka.

• Tidak terpenuhinya hak-hak ekonomi, sosial dan budaya akan mempengaruhi sejumlah besar

masyarakat. Contohnya, dehidrasi karena diare yang disebabkan oleh kesulitan memperoleh air

minum yang bersih menyebabkan kematian hampir 2 juta anak tiap tahun dan telah membunuh
lebih

banyak anak dalam 10 tahun terakhir ini dibanding seluruh orang yang mati akibat konflik bersenjata

sejak Perang Dunia Kedua.1

• Pelanggaran berat hak-hak ekonomi, sosial dan budaya merupakan penyebab dari akar masalah

konflik dan kegagalan untuk menangani masalah diskriminasi sistematik dan ketidakadilan dalam

pemenuhan hak-hak tersebut dapat melemahkan upaya pemulihan untuk keluar dari konflik.

Contohnya, diskriminasi dalam memperoleh akses terhadap pekerjaan, menggunakan pendidikan

sebagai alat untuk propaganda, menggusur paksa masyarakat dari tempat tinggalnya, menahan

bantuan makanan dari saingan politik, dan meracuni sumber air, kesemuanya merupakan
pelanggaran

hak-hak ekonomi, sosial dan budaya yang telah memicu konflik di masa lalu.

• Tidak terpenuhinya hak-hak ekonomi, sosial dan budaya dapat mengarah pada pelanggaran HAM

yang lain. Contohnya, seringkali lebih sulit bagi individu yang buta huruf untuk mencari pekerjaan,

mengambil bagian dalam kegiatan politik atau menggunakan kebebasan mereka untuk berekspresi.

Ketidakmampuan untuk melindungi hak-hak perempuan terhadap tempat tinggal yang layak

(contohnya tidak adanya jaminan penguasaan lahan) dapat membuat perempuan lebih rentan

terhadap kekerasan dalam rumah tangga karena perempuan mungkin harus memilih antara tetap

berada dalam hubungan yang penuh kekerasan atau menjadi tunawisma.


3. Apakah hak-hak ekonomi, sosial dan budaya adalah hak-hak yang baru ?

Tidak. Banyak hak asasi manusia yang kini kita kenal sebagai hak-hak ekonomi, sosial dan budaya
telah dituangkan pada perundang-undangan nasional dan perjanjian internasional sebelum
diadopsinya Deklarasi Universal HAM pada tahun 1948.

Negara-negara seperti Kosta Rika mengakui hak untuk memperoleh pendidikan sejak tahun 1840-an
dan pembaruan dalam bidang kesejahteraan pada akhir abad ke-19 di beberapa negara Eropa telah
memperkenalkan perlindungan untuk beberapa hak-hak ekonomi, sosial dan budaya seperti hak
untuk bekerja. Konstitusi di awal abad ke-20 dari beberapa negara Amerika Latin seperti Konstitusi
Meksiko 1917 merupakan salah satu dari yang pertama untuk menjamin hak-hak ekonomi, sosial
dan budaya – termasuk hak pekerja, hak atas kesehatan, dan hak atas jaminan sosial.

4. Apakah hak-hak ekonomi, sosial dan budaya adalah hak-hak individu ?

Ya. Hak-hak ekonomi, sosial dan budaya seperti hak-hak asasi manusia lainnya adalah hak yang ada
pada setiap individu sejak lahir. Seorang anak yang tidak memperoleh akses atas pendidikan dasar
karena biaya sekolah, seorang perempuan yang dibayar lebih rendah dari rekan kerja laki-lakinya
untuk pekerjaan yang sama, seorang individu dalam kursi roda yang tidak dapat memasuki suatu
gedung teater karena tidak adanya akses khusus bagi kursi roda, seorang ibu hamil yang ditolak
masuk ke rumah sakit untuk melahirkan karena tidak mampu membayar, seorang seniman yang
karyanya dirubah atau dimodifikasi secara terang-terangan seorang laki-laki yang ditolak untuk
memperoleh layanan medis darurat karena statusnya sebagai seorang migran, seorang perempuan
yang digusur paksa dari tempat tinggalnya, seorang laki-laki yang dibiarkan kelaparan ketika
persediaan makanan tidak digunakan sebagaimana mestinya – semua ini adalah contoh dari
individu-individu yang tidak memperoleh akses terhadap hak-hak ekonomi, sosial dan budaya.

5. Apakah hak-hak ekonomi, sosial dan budaya secara fundamental berbeda dari hak-hak sipil dan

politik ?

Tidak. Pada masa lalu, ada suatu kecenderungan yang menganggap hak-hak ekonomi, sosial dan
budaya seakan-akan secara fundamental berbeda dari hak-hak sipil dan politik. Namun, kategorisasi
seperti ini adalah tidak berdasar dan bahkan menyesatkan. Jika demikian adanya, mengapa kita
seringkali menyebut “hak-haksipil dan politik” dan “hak-hak ekonomi, sosial dan budaya” dalam
kategori yang terpisah.

6. Apa kewajiban Negara terhadap hak-hak ekonomi, sosial dan budaya ?

Kewajiban Negara berkaitan dengan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya dijabarkan secara berbeda-
beda dari satu perjanjian ke perjanjian lain. Contohnya, Kovenan Internasional tentang Hak-Hak
Ekonomi, Sosial dan Budaya mensyaratkan Negara untuk “mengambil langkah-langkah” yang
semaksimal mungkin sesuai dengan ketersediaan sumberdaya mereka untuk mencapai secara
progresif bagi realisasi penuh dari hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Kovenan juga mensyaratkan
Negara untuk menjamin pemenuhan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya tanpa diskriminasi, dan
memastikan hak yang setara bagi laki-laki dan perempuan untuk dapat menikmati hak-hak tersebut.
Perjanjian atau konstitusi lain menyatakan kewajiban ini secara berbeda dan bahkan mencantumkan
tindakan-tindakan khusus yang harus Negara lakukan seperti adopsi dari undang-undang atau
meningkatkan hak-hak tersebut dalam kebijakan publik.

7. Apa yang dimaksud dengan “pencapaian secara progresif” hak-hak ekonomi, sosial dan budaya?

Konsep dari “pencapaian secara progresif” menjelaskan aspek sentral dari kewajiban Negara yang
berkaitan dengan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya sesuai dengan perjanjian HAM internasional.
Inti dari konsep ini adalah kewajiban untuk mengambil langkah-langkah yang tepat menuju realisasi
yang penuh dari hak-hak ekonomi, sosial dan budaya semaksimum mungkin dari sumberdaya yang
tersedia (lihat Kotak 5). “Ketersediaan sumberdaya” mencerminkan adanya pengakuan bahwa
pemenuhan terhadap hak-hak tersebut dapat terhalangi oleh keterbatasan sumberdaya dan hanya
dapat dicapai selama periode waktu tertentu. Hal ini juga berarti bahwa keberhasilan Negara untuk
memenuhi kewajibannya untuk mengambil langkah-langkah yang tepat dinilai melalui
sumberdayanya – finansial dan lainnya – yang tersedia bagi Negara tersebut. Banyak konstitusi
nasional juga memungkinkan terjadinya pencapaian secara progresif dari beberapa hak-hak
ekonomi, sosial dan budaya.

8. Kewajiban apa yang harus segera diimplementasikan terhadap hak-hak ekonomi, sosial dan
budaya ?

Meskipun Negara menyadari adanya hak-hak ekonomi, sosial dan budaya secara progresif, Negara
harus segera mengambil tindakan, tanpa perlu mempertimbangkan sumberdaya yang dimiliki, dalam
lima bidang:

1. Penghapusan diskriminasi. Negara harus segera melarang diskriminasi dalam pelayanan


kesehatan, pendidikan, dan di tempat kerja. Diskriminasi berdasarkan ras, warna kulit, jender,
bahasa, agama, politik atau pendapat lain, asal kebangsaan atau status sosial, kepemilikan, tempat
lahir, penyandang cacat atau status lain harus dilarang.

2. Hak-hak ekonomi, sosial dan budaya tidak bergantung pada pencapaian secara progresif.
Beberapa hak ekonomi, sosial dan budaya tidak memerlukan sumberdaya yang signifikan. Misalnya,
kewajiban untuk menjamin hak untuk membentuk dan bergabung dalam serikat dagang dan untuk
mogok kerja, serta kewajiban untuk melindungi anak-anak dan remaja dari eksploitasi ekonomi dan
sosial, tidak memerlukan sumberdaya yang penting dan harus dihormati dalam waktu singkat.
Kewajiban lainnya memang memerlukan sumberdaya namun diformulasikan sedimikian rupa
sehingga tidak bergantung pada pencapaian secara progresif. Contohnya, Negara Pihak dari Kovenan
Internasional memiliki batasan ketat selama dua tahun untuk mengembangkan rencana tindakan
untuk menjamin penyediaan pendidikan dasar yang gratis dan yang diwajibkan bagi semua.

9. Apa contoh-contoh pelanggaran terhadap hak-hak ekonomi, sosial dan budaya ?

Pelanggaran terhadap hak-hak ekonomi, sosial dan budaya terjadi ketika Negara tidak dapat
memenuhi tanggung jawabnya untuk menjamin bahwa hak-hak tersebut dinikmati tanpa
diskriminasi atau tidak dapat memenuhi kewajibannya untuk menghormati, melindungi dan
memenuhinya. Seringkali suatu pelanggaran terhadap salah satu hak tersebut berkaitan dengan
pelanggaran terhadap hak yang lain.
Contoh-contoh dari pelanggaran hak ekonomi, sosial dan budaya

• Mengusir paksa orang dari rumah mereka (hak untuk memperoleh rumah yang layak)

• Mengkontaminasi air, misalnya dengan limbah dari fasilitas yang dimiliki Negara (hak atas
kesehatan)

• Tidak berhasil untuk menjamin adanya upah minimum yang mencukupi untuk mendapatkan
tempat tinggal yang layak (hak di tempat kerja)

• Kegagalan dalam mencegah kelaparan pada semua wilayah dan masyarakat dalam negara
(kebebasan dari kelaparan)

• Tidak memberi akses terhadap informasi dan layanan yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi
dan kesehatan seksual (hak atas kesehatan)

• Secara sistematis memisahkan anak-anak yang cacat dari sekolah umum (hak atas pendidikan)

• Kegagalan untuk mencegah majikan dari melakukan diskriminasi dalam proses rekruitmen
(berdasarkan jender, kecacatan, ras, pendapat politik, asal usul, status HIV, dst.) (hak untuk bekerja)

• Kegagalan untuk melarang lembaga publik dan swasta dari pemusnahan atau kontaminasi
makanan serta sumbernya seperti lahan pertanian dan air (hak atas makanan)

• Tidak memberikan batasan yang wajar dari jam kerja di sektor publik dan swasta (hak ditempat
kerja)

• Melarang penggunaan bahasa minoritas atau bahasa-bahasa yang digunakan oleh kelompok
minoritas atau masyarakat adat (hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan budaya)

• Tidak memberi bantuan sosial kepada orang karena statusnya (contohnya orang yang tidak
mempunyai domisili yang tetap, pencari suaka) (hak atas jaminan sosial)

• Tidak memberi jaminan untuk cuti hamil bagi perempuan yang bekerja (perlindungan dan bantuan
kepada keluarga)

• Secara sewenang-wenang dan ilegal memutuskan aliran air untuk penggunaan pribadi dan
domestik (hak atas air)

10. Apakah jender berkaitan dengan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya ?

Ya. jender relevan dalam banyak aspek dari hak-hak ekonomi, sosial dan budaya.

Pertama, perempuan dan laki-laki mungkin mempunyai pengalaman yang berbeda tentang hak-hak
ekonomi, sosial dan budaya. Tidak adanya peraturan tentang kondisi kerja untuk pekerjaan manual
berat seperti di lokasi pertambangan atau konstruksi pada umumnya lebih mempengaruhi laki-laki
daripada perempuan sementara pengabaian dari perlindungan hak-hak pekerja di sektor informal
termasuk pekerjaan domestik lebih mempengaruhi perempuan dibanding laki-laki. Di beberapa
negara, tingkat putus sekolah lebih tinggi diantara murid laki-laki dibanding perempuan karena
orang tua berharap anak laki-laki untuk membantu keluarga secara ekonomi. Kadangkala lebih
banyak anak perempuan keluar dari sekolah dibanding laki-laki karena pernikahan dini dan
kehamilan dini, kekerasan dan kekerasan seksual di sekolah atau orang tua berharap mereka
membantu di rumah. Ketika strategi, legislasi, kebijakan, program, dan mekanisme pemantauan
mengabaikan perbedaan-perbedaan ini maka dapat mengakibatkan terjadinya ketidakadilan dalam
penikmatan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya.

11. Apakah hak-hak ekonomi, sosial dan budaya mengharuskan Pemerintah untuk menyediakan
barang dan jasa secara gratis ?

Sebagai ketentuan umum, tidak. Terdapat kesalahpahaman yang umum bahwa hak-hak ekonomi,
sosial dan budaya mensyaratkan pemerintah untuk menyediakan layanan kesehatan, air,
pendidikan, makanan, serta barang dan jasa lainnya secara cuma-cuma. Negara mempunyai
tanggungjawab untuk menjamin bahwa fasilitas, barang dan jasa yang diperlukan untuk penikmatan
hak-hak ekonomi, sosial dan budaya tersedia pada harga yang terjangkau. Ini berarti bahwa biaya
langsung dan tidak langsung dari perumahan, makanan, air, sanitasi, kesehatan atau pendidikan
seharusnya tidak mencegah seseorang dari memperoleh akses terhadap layanan tersebut dan
seharusnya tidak mengorbankan kemampuannya untuk dapat menikmati hak-hak yang lain.

12. Apakah hak-hak ekonomi, sosial dan budaya membuat masyarakat tergantung pada bantuan
sosial ?

Kadangkala terdapat anggapan bahwa perlindungan atas hak-hak ekonomi, sosial dan budaya
membuat masyarakat menjadi tergantung pada bantuan sosial atau pada campur tangan Negara.
Situasi yang sedemikian rupa cenderung berseberangan dengan tujuan dari HAM. Memang salah
satu dari tujuan utama undang- undang HAM adalah untuk memberdayakan individu sehingga
mereka mempunyai kapasitas dan kebebasan untuk menjalani kehidupan yang bermartabat. Jika
bantuan Negara pada kenyataannya tidak memberdayakan penerima bantuan, maka pertanyaan
yang akan timbul adalah apakah kebijakan yang tepat telah diperkenalkan. Begitu juga, hak-hak
ekonomi, sosial dan budaya memerlukan lebih dari sekedar pemberian bantuan sosial termasuk
menghilangkan hambatan sosial yang menghalangi partisipasi penuh dari setiap orang dalam
kehidupan ekonomi dan sosialnya

13. Apakah hak-hak ekonomi, sosial dan budaya mengalir secara alami dari demokrasi
ataupertumbuhan ekonomi ?

Tidak, tidak harus. Terdapat kesalahpahaman bahwa pencapaian hak-hak ekonomi, sosial dan
budaya akan mengalir secara otomatis dari adanya penikmatan terhadap demokrasi dan bahwa
adanya ketidak seimbangan dalam realisasi penuh hak-hak ekonomi, sosial dan budaya dalam jangka
panjang akan dikoreksi oleh kekuatan pasar dalam perekonomian terbuka. Realitanya adalah bahwa
kecuali ada tindakan khusus yang mengarah pada realisasi penuh hak-hak ekonomi, sosial dan
budaya, hak-hak tersebut jarang, bahkan tidak akan direalisasikan meskipun dalam jangka panjang.

Komite Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya telah menyatakan bahwa realisasi penuh hak-hak
ekonomi, sosial dan budaya jarang tercapai hanya sebagai suatu produk sampingan atau akibat
keberuntungan dari suatu program atau pembangunan lain tertentu – apakah itu transisi menuju
suatu sistem demokrasi atau pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi contohnya, tidak secara
otomatis dapat diterjemahkan kedalam perbaikan atas taraf hidup dari kelompok yang paling
dipinggirkan dan dimarjinalkan kecuali jika ada tindakan atau kebijakan khusus yang diarahkan untuk
mencapai tujuan tersebut. Jika pertumbuhan membawa pada sumberdaya yang lebih baik untuk
terjadinya pendidikan gratis dan wajib namun tidak ada kebijakan khusus untuk menjamin bahwa
penyandang cacat mempunyai akses fisik terhadap sekolah maka hal ini akan memperlebar jurang
antara sektor dari suatu populasi dan mengakibatkan tidak terpenuhinya hak-hak ekonomi, sosial
dan budaya.

14. Apakah hak-hak ekonomi, sosial dan budaya melarang penyediaan barang dan jasa
yangpenting oleh pihak swasta ?

Tidak. Kerangka kerja HAM tidak mengharuskan suatu bentuk penyediaan layanan atau kebijakan
harga yang tertentu. Hukum HAM internasional tidak menentukan apakah layanan harus disediakan
oleh pihak pemerintah atau swasta atau gabungan dari kedua sektor.

Namun, Negara bertanggungjawab untuk mengatur dan menjamin bahwa bentuk penyediaan
layanan apapun harus menghormati HAM, contohnya dengan memastikan bahwa pendidikan dasar
dan layanan cuma-Cuma yang berkaitan dengan kesehatan, makanan, air dan sanitasi atau
perumahan tersedia, terjangkau (secara fisik maupun biaya) dan memadai bagi semua, termasuk
bagi kelompok yang rentan dan terpinggirkan. Olehkarena itu, Negara harus mengatur dan apabila
layanan tersebut tidak disediakan oleh sektor publik, mengawasi penyedia swasta melalui suatu
sistem pengaturan yang efektif dan efisien, termasuk pemantauan independen dan penalti untuk
ketidakpatuhan.

15. Apakah pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium sama dengan pencapaian hak-
hakekonomi, sosial dan budaya ?

Dalam konteks pembangunan, Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) merupakan unsur yang
mempunyai potensi yang kuat untuk mendorong terjadinya pencapaian hak-hak asasi termasuk hak-
hak ekonomi, sosial dan budaya. MDGs dan standar HAM saling melengkapi pada skala yang cukup
signifikan namun nilai-nilai HAM lebih mendalam pengaruhnya.

Pertama, bentuk dari komitmen yang dijanjikan oleh Negara berbeda satu dengan lainnya. Hak asasi
manusia termasuk hak-hak ekonomi, sosial dan budaya merupakan komitmen yang terikat secara
hukum, sementara MDGs adalah suatu tekad politik. MDGs merupakan serangkaian tolok ukur yang
dikembangkan untuk mencerminkan tujuan-tujuan yang telah disepakati dalam Deklarasi Milenium
yaitu suatu komitmen yang tidak terikat secara hukum. Namun, perlu diperhatikan bahwa Deklarasi
Milenium secara eksplisit dirancang atas dasar pengakuan terhadap norma-norma dan standar HAM.
Olehkarena itu, MDGs harus dicapai dengan cara yang selaras dengan kewajiban hukum yang setiap
Negara harus penuhi sesuai dengan norma-norma dan standar HAM.

Kedua, ruang lingkup dari permasalahan yang tercakup dalam hak-hak ekonomi, sosial dan budaya
lebih luas dibanding yang tercakup pada MDGs. Contohnya, MDGs tidak menangani secara langsung
masalah pendidikan tinggi, jaminan atas penempatan lahan atau partisipasi dalam kehidupan
budaya. Sehingga, sementara tujuan ke 2 mensyaratkan Negara untuk menangani tidak hanya
pendidikan dasar (yang harus tanpa pungutan biaya) tapi juga pendidikan menengah dan tinggi.
Selanjutnya, sementara MDGs menangani aspek tertentu dari hak-hak ekonomi, sosial dan budaya,
kebebasan sosial seperti perlindungan dari ancaman penggusuran paksa merupakan permasalahan
HAM lainnya yang tidak ditangani dalam MDGs.

Ketiga, hak-hak ekonomi, sosial dan budaya bersama dengan prinsip non-diskriminatif
mencantumkan aspek kualitatif dengan tidak hanya mempertanyakan seberapa banyak tapi juga
siapa saja yang terbebaskan dari jurang kemiskinan. Contohnhya, tujuan 1 bertujuan untuk
mengurangi separuh dari penduduk yang menderita dari kelaparan pada tahun 2015. Hal ini jelas
mendorong terpenuhinya hak manusia untuk bebas dari kelaparan.

Anda mungkin juga menyukai