KATA PENGANTAR
Laporan Akhir merupakan produk pekerjan yang harus dipenuhi oleh konsultan dalam
proses pelaksanaan “Penyusunan DED Air Limbah Kota Wates”. Dokumen Laporan
Akhir yang kami buat telah sesuai dengan arahan yang tertuang dalam KAK.
Pada dasarnya, Laporan Akhir ini hasil analisis data, identifikasi masalah dan strategi
sistem pengelolaan limbah Kabupaten Kulon Progo. Laporan Akhir ini juga berisi
alternative sistem yang akan diterapkan untuk periode tahapan jangka pendek.
Kami harap Laporan Akhir ini bisa memberikan gambaran kemajuan hasil pekerjaan
kami dalam menyusun Rencana Induk SPAL. Kami mengharapkan masukan dan arahan
dari tim teknis agar diperoleh hasil yang lebih baik ditahapan yang selanjutnya.
Demikian dokumen Laporan Akhir ini kami sampaikan. Atas perhatian dan
kerjasamanya kami sampaikan terimakasih.
Penyusun
Daftar Isi........................................................................................................................ vi
Pengantar ........................................................................................................... 1
Periode Perencanaan...................................................................................... 1
Umum ............................................................................................................. 1
Daftar Tabel
Tabel 2.1. Perbandingan Sistem Wilayah dengan Sistem Kawasan .......................... II-15
Tabel 2.2. Perbandingan Saluran Sederhana dengan Saluran Biasa ......................... II-16
Tabel 2.4. Target Hasil Olahan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja........................... II-44
Tabel 2.5. Dimensi Unit Pengolahan Untuk IPLT Kolam (Dengan Tangki Imhoff) .... II-48
Tabel 3.1. Jumlah Penduduk Kab. Kulon Progo Berdasarkan Sensus Penduduk 1980-
2010...................................................................................................... III-4
Tabel 3.2. Jumlah Penduduk Kab. Kulon Progo Berdasarkan Sensus Penduduk ..... III-5
Tabel 3.4. Sistem Penyediaan dan Pengelolaan Air Bersih Kabupaten Kulon Progo
(PDAM) ................................................................................................ III-7
Tabel 3.9. Peta Peraturan Air Limbah Domestik Kabupaten Kulon Progo ........... III-19
Tabel 3.12. Produk Domestik Regional Bruro menurut Lapangan Usaha Atas Dasar
Harga Berlaku di Kabupaten Kulon Progo (Juta Rupiah), 2007-2010 ... III-25
Tabel 3.14. Jumlah Pasien Rawat Jalan menurut Jenis Penyakit yang Diderita dan
Bulan di Rumah Sakit Umum Daerah Wates Kulon Progo, 2012 ........ III-29
Tabel 3.15. Jumlah Pasien Rawat Inap menurut Jenis Penyakit yang Diderita dan
Bulan di Rumah Sakit Umum Daerah Wates Kulon Progo, 2012 ........ III-30
Tabel 3.16 Kasus diare yang ditangani menurut jenis kelamin, kecamatan, dan
puskesmas ........................................................................................ III-31
Tabel 3.17. Proyeksi Jumlah Fasilitas Kesehatan Kabupaten Kulon Progo .......... III-32
Tabel 3.19. Jumlah Timbulan dan Kapasitas Pengolahan Limbah ........................ III-34
Tabel 3.20. Pelanggan IPAL Komunal Kabupaten Kulon Progo ........................... III-35
Tabel 4.1. Tujuan, sasaran, dan tahapan pencapaian pengembangan air limbah
domestic .............................................................................................. IV-2
Tabel 4.3. Matriks SWOT Pengembangan Wilayah Kabupaten Kulon Progo ....... IV-15
Tabel 4.4. Analisa SWOT Pengembangan SPAL Kabupaten Kulon Progo ........... IV-18
Tabel 4.12. Perkiraan Besaran Pendanaan APBD Kabupaten Kulon Progo Untuk
Kebutuhan Operasional/Pemeliharaan Asset Sanitasi Terbangun.. IV-44
Tabel 5. 2 Target Cakupan Pelayanan Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Kulon Progo
.................................................................................................................V-3
Tabel 5. 4 Proyeksi Volume Air Limbah Kabupaten Kulon Progo ........................... V-10
Tabel 5. 14 Desain Circular Radial Flow Tank IPAL Kawasan Alternatif 1 ..................V-29
Tabel 5. 15 Desain High Rate Tricking Filter IPAL Kawasan Alternatif 1.................... V-31
viii | “ P e n y u s u n a n D E D A i r L i m b a h K o t a W a t e s ”
LAPORAN AKHIR
Tabel 5. 20 Desain Grit Removal IPAL Kawasan Alternatif 2.................................... V-36
Tabel 5. 29 Standar Dimensi Anaerobic Baffled Reactor (ABR) Komunal ............... V-49
Tabel 5. 30 Standar Perbandingan Jumlah Pengguna dengan Sarana MCK Umum V-49
Daftar Gambar
Gambar 5. 11 Diagram Pembuangan Air Kamar Mandi dan Cuci ........................... V-57
xiii | “ P e n y u s u n a n D E D A i r L i m b a h K o t a W a t e s ”
LAPORAN AKHIR
Gambar 5. 12 Diagram Pembuangan Air WC ......................................................... V-58
Gambar 5. 15 Diagram Keinginan Menjadi Pelanggan Pelayanan Air Limbah ........ V-61
Gambar 5. 16 Diagram Keinginan Menjadi Pelanggan Pelayanan Air Limbah ....... V-63
xiv | “ P e n y u s u n a n D E D A i r L i m b a h K o t a W a t e s ”
LAPORAN AKHIR
BAB I
PENDAHULUAN
Pengantar
Rencana Induk atau Master Plan bidang air limbah merupakan suatu dokumen
perencanaan dasar yang menyeluruh mengenai pengembangan sarana dan prasarana
air limbah untuk periode 20 (dua puluh) tahun yang juga dapat disebut Perencanaan
Jangka Panjang Daerah (UU No. 25 Tahun 2004, tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional). Di dalamnya termasuk: Gambaran arah pengembangan,
Strategi pengembangan dan prioritas – prioritas pengembangan sarana dan prasarana
air limbah. Rencana induk (Master Plan) air limbah tersebut selanjutnya digunakan
sebagai acuan oleh instansi yang berwenang dalam penyusunan program
pembangunan 5 (lima) tahun bidang air limbah atau Renstra Dinas Pengembangan
Sarana dan Prasarana Air Limbah.
Data jumlah penduduk Kota Wates tahun 2009 – 2010 merupakan hasil pendataan
Badan Pusat Statistik Kabupaten Kulon progo yaitu sebanyak 50.186 – 50.597 jiwa,
sedangkan data tahun 2011 diperoleh dari hasil Pendataan Keluarga Miskin Kabupaten
Kulon progo yang dilaksanakan dengan mengacu Perbup No 39 tahun 2011, jumlah
Penduduk Kota Wates pada bulan Desember tahun 2011 sebanyak 52.717 jiwa dengan
luas wilayah 3.200,239 Km2 sudah merupakan kawasan padat penduduk, di sisi lain
perubahan pemanfaatan ruang/kawasan yang diindikasikan dengan banyaknya
I-1 | “ P e n y u s u n a n D E D A i r L i m b a h K o t a W a t e s ”
LAPORAN AKHIR
pembangunan permukiman dan sentra-sentra ekonomi yang juga berakibat
berkurangnya daerah/kawasan terbuka (open space). Sebagai upaya untuk
meningkatkan pelayanan air limbah di Kota Wates, diperlukan suatu upaya
perencanaan Sistem Pengelolaan Air Limbah secara komprehensif dan terpadu.
Sehingga perlu disusun suatu dokumen Master Plan Sistem Pengelolaan Air Limbah
dan DED Kota Wates yang disesuaikan dengan tata guna lahan, perkembangan kota
dan pertumbuhan penduduk.
Maksud Fasilitasi Penyusunan Master Plan SPAL dan DED ini adalah agar Kota Wates
memiliki pedoman dan DED dalam pengembangan, pembangunan dan operasional
penyelenggaraan SPAL berdasarkan perencanaan yang efektif, efisien, berkelanjutan,
dan terpadu dengan sektor terkait lainnya.
Sedangkan tujuannya adalah agar Kota Wates memiliki Rencana Induk pengembangan
Sistem Pembuangan Air Limbah Pemukiman (SPALP) yang sistematis, terarah, terpadu
dan tanggap terhadap kebutuhan sesuai karakteristik lingkungan dan sosial ekonomi
daerah, serta tanggap terhadap kebutuhan stakeholder (pemerintah, investor,
masyarakat).
I-2 | “ P e n y u s u n a n D E D A i r L i m b a h K o t a W a t e s ”
LAPORAN AKHIR
Cakupan dan Jenis Rencana Induk
Cakupan wilayah studi ini terbatas pada administrasi kota Wates dengan kategori RI-
SPALT Kota sederhana (Outline Plan) sesuai dengan bagan berikut ini :
Katagori Kota
Studi Kelayakan Lengkap Studi Kelayakan Sederhana Justifikasi Teknis dan Biaya
Penerapan
Dalam kategori ini untuk Kota Sedang (>100.000) cukup menyusun Rencana Induk
Sederhana (Outline Plan) dan Kota Kecil (>20.000) cukup membuat SSK (Strategi
Sanitasi Kabupaten/Kota).
Kedudukan Rencana Induk SPALT kota wates ini sebagai turunan dari peraturan
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan RTRW
Kabupaten Kulonprogo. Selain itu RI-SPALT Sederrhana Kota Wates ini mengacu pada
dokumen sanitasi yang telah disusun oleh pokja kabupaten Kulonprogo (Buku Putih
I-3 | “ P e n y u s u n a n D E D A i r L i m b a h K o t a W a t e s ”
LAPORAN AKHIR
Sanitasi, Strategi Sanitasi Perkotaan, Memorandum Program Sanitasi). Dibawah ini
disajikan diagram kedudukan rencana induk dalam kebijakan-kebijakan yang ada
dijelaskan pada gambar berikut ini
I-4 | “ P e n y u s u n a n D E D A i r L i m b a h K o t a W a t e s ”
LAPORAN AKHIR
Peraturan dan Perundang-undangan
I-5 | “ P e n y u s u n a n D E D A i r L i m b a h K o t a W a t e s ”
LAPORAN AKHIR
E. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 112 Tahun
2003 tentang Baku Mutu air Limbah Domestik.
F. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 01 Tahun 2010 tentang
Tata Laksana Pengendalian Pencemaran Air
1.5.3 Kemitraan Pemerintah dan Swasta
A. Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 2009 tentang Penyertaan Modal Negara
Republik Indonesia Untuk Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) Di Bidang
Pendanaan Infrastruktur
B. Peraturan Presiden No. 56 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas
Peraturan Presiden No. 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah Dengan
Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur
C. Peraturan Menteri Keuangan No. 38/PMK.Ol/2006 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Pengendalian dan Pengelolaan Risiko Atas Penyediaan
Infrastruktur
D. Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No. Per-
04/M.Ekon/06/2006 tentang Tata Cara Evaluasi Proyek Kerjasama Pemerintah
Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur Yang Membutuhkan
Dukungan Pemerintah
E. Peraturan Menteri Keuangan No. 100/PMK.010/2009 tentang Perusahaan
Pembiayaan Infrastruktur
F. Peraturan Menteri Keuangan No. 260/PMK.011/2010 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Penjaminan Infrastruktur Dalam Proyek Kerjasama Pemerintah
Dengan Badan Usaha
1.5.4 Peraturan Daerah Kota Perencanaan
A. Perda Daerah Istimewa Yogyakarta No. 2 tahun 2013 tentang Pengelolaan Air
Limbah Domestik
B. Perda Kab. Kulon Progo No. 04/1988 tentang Penetapan Batas Wilayah kota
kabupaten Kulon Progo
C. Peraturan Daerah Kabupaten Kulon Progo Nomor 16 Tahun 2007 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Tahun 2005-2025.
D. Peraturan Daerah Kabupaten Kulon Progo Nomor 12 Tahun 2008 tentang
Pengawasan dan Pemeriksaan Kualitas Air
I-6 | “ P e n y u s u n a n D E D A i r L i m b a h K o t a W a t e s ”
LAPORAN AKHIR
1.5.5 Dokumen-dokumen yang terkait dengan Rencana Penyusunan SPAL
Dokumen yang terkait dalam studi ini sebagai berikut : Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi DIY, Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kulonprogo, Rencana Detail Tata
Ruang Kota Kecamatan Wates, Buku Putih Sanitasi Kulonprogo, Strategi Sanitasi
Pekotaan Kabupaten Kulonprogo. Profil Kesehatan Kabupaten Kulonprogo.
Kabupaten Kulonprogo Dalam Angka, Kecamatan Wates Dalam Angka.
a) Keluaran (kualitatif)
Tersusunnya dokumen Master Plan Sistem Pengelolaan Air Limbah dan DED Kota
Wates sehingga dapat membantu pemerintah daerah agar perencanaan SPAL
dapat ditindak lanjuti dengan efektif dan efisien.
b) Keluaran (kuantitatif)
Sistematika Penulisan
Laporan pekerjaan penyusunan Masterplan dan DED limbah kota wates terdiri atas 6
bab yaitu :
a) Bab 1 Pendahuluan
Berisikan tentang Pengantar, Maksud dan Tujuan, Cakupan dan Jenis Rencana
Induk, Kedudukan Rencana Induk, Peraturan dan Perundangan, Standar Teknis
dan Keluaran, Sistematika Penulisan.
I-7 | “ P e n y u s u n a n D E D A i r L i m b a h K o t a W a t e s ”
LAPORAN AKHIR
c) Bab 3 Deskripsi Daerah Perencanaan
Bab ini menjelaskan mengenai data kondisi daerah rencana yaitu Kabupaten
Kulonprogo (batas wilayah administrasi, kondisi fisik, tata ruang kota,
demografi, prasarana kota, kondisi kesehatan masyarakat, UU lingkungan,
kondisi social ekonomi, dan kelembagaan), data kondisi eksisting SPAL, serta
permasalahan-permasalahan yang terjadi di lapangan.
I-8 | “ P e n y u s u n a n D E D A i r L i m b a h K o t a W a t e s ”
LAPORAN AKHIR
BAB II
KONSEP PENYUSUNAN DAN KRITERIA
RENCANA INDUK SISTEM PENGELOLAAN
AIR LIMBAH
Periode Perencanaan
Dalam proses penyusunan dokumen Rencana Induk SPAL perlu ditetapkan periode
perencanaan disertai dengan kegiatan – kegiatan yang akan dilakukan sesuai dengan
waktunya. Rencana induk SPAL harus direncanakan untuk periode perencanaan 20
tahun, dihitung dengan mempertimbangkan penetapan oleh kepala daerah sesuai
dengan kewenangannya.
Periode perencanaan dalam penyusunan rencana induk ini dibagi menjadi 3 tahap
pembangunan sesuai urutan prioritas, yaitu:
II-1 | “ P e n y u s u n a n D E D A i r L i m b a h K o t a W a t e s ”
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Rencana Induk
Rencana Induk SPAL harus dievaluasi setiap 5 tahun untuk disesuaikan dengan
perubahan yang terjadi dan disesuaikan dengan perubahan rencana induk bidang
sanitasi lainnya, tata ruang dan rencana induk SPAM serta perubahan strategi dalam
bidang lingkungan (Local Environment Strategy), ataupun hasil rekomendasi audit
lingkungan kota yang terkait dengan air limbah permukiman.
II-2 | “ P e n y u s u n a n D E D A i r L i m b a h K o t a W a t e s ”
LAPORAN AKHIR
Metodologi Perencanaan
II-3 | “ P e n y u s u n a n D E D A i r L i m b a h K o t a W a t e s ”
LAPORAN AKHIR
Kriteria Dan Standar Pelayanan
Kriteria dan standar pelayanan diperlukan dalam perencanaan dan pembangunan SPALT untuk
dapat memenuhi tujuan tersedianya air dalam jumlah yang cukup dengan kualitas yang
memenuhi persyaratan air limbah, tersedianya air setiap waktu atau kesinambungan,
tersedianya air dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat atau pemakai.
Sasaran pelayanan pada tahap awal prioritas harus ditujukan pada daerah berkepadatan tinggi
dan kawasan strategis. Setelah itu prioritas pelayanan diarahkan pada daerah pengembangan
sesuai dengan arahan dalam perencanaan induk kota.
Pengelolaan air limbah antara lain diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005
tentang Pengembangan Sistem Perencanaan Air Minum. Sistem Pengelolaan air limbah dapat
dikelompokkan sebagai berikut :
A. Sistem Setempat
Sistem setempat bisa dengan sistem kering atau basah. Sistem kering tidak memakai air untuk
membersihkan dan/atau menggelontorkan kotoran, namun sistem kering ini jarang digunakan
di Indonesia. Jika dirancang dan dikelola dengan benar, sistem setempat bisa memberikan
pelayanan yang bersih dan nyaman sebagai saluran air limbah. Dalam kasus sanitasi setempat,
kotoran manusia dan air limbah dikumpulkan dan diolah di dalam properti (lahan) milik pribadi
dengan teknologi semisal tangki septik.
Selain itu, fasilitas komunal kecil, seperti tangki septik komunal (untuk 5 hingga 10 keluarga) dan
fasilitas komunal seperti MCK dan MCK Plus dengan tangki septik sendiri (setempat), dapat
dianggap sebagai fasilitas setempat. Semua sistem setempat yang memadai perlu ceruk atau
tangki untuk menampung endapan tinja (sludge), juga tergantung pada permeabilitas tanah
untuk menapis air limbah ke dalam tanah. Tangki septik memerlukan pembuangan endapan
tinja secara berkala (2-4 tahun). Endapan tinja yang terkumpul harus diangkut dan diolah di
instalasi pengolahan yang dirancang untuk tujuan ini (instalasi pengolahan lumpur tinja atau
IPLT).
II-4 | “ P e n y u s u n a n D E D A i r L i m b a h K o t a W a t e s ”
LAPORAN AKHIR
Jika air limbah yang dihasilkan lebih dari 30 liter/orang.hari, besar kemungkinan tanah tidak
mampu lagi meloloskan air limbah. Jika volume air limbah yang dihasilkan lebih rendah, maka
tanah berpasir masih mampu meloloskan air limbah terolah dari tangki septik ke dalam tanah.
Dalam praktik di lapangan, umumnya air limbah rumah tangga (grey water) dan air limpasan
dibuang begitu saja ke sistem drainase tersier.
B. Sistem Terpusat
Sistem sanitasi terpusat, yang biasanya dikelola oleh Pemerintah Daerah atau badan swasta
resmi, mengalirkanblack dan grey water sekaligus. Berdasarkan Draf SPM, sistem ini dinilai
cocok untuk kota dengan kerapatan penduduk lebih besar dari 300 orang/hektar. Faktanya,
memang kota-kota sudah tidak cocok lagi mendapatkan sistem pelayanan sanitasi setempat.
Sistem sanitasi terpusat dan hibrida umumnya menyertakan WC gelontor (bukan WC simbur)
yang tersambung ke saluran limbah. Untuk sistem hibrida (semisal small bore sewer), WC
tersambung melalui tangki pencegat (interseptor). Air kotoran manusia (black water) dan air
limbah rumah tangga (grey water) umumnya digabungkan di satu tempat (bak kontrol), dan
dibuang ke saluran melalui satu sambungan rumah.
Perhatian khusus harus diberikan untuk mencegah air limpasan masuk kedalam saluran. Di
daerah dengan curah hujan tinggi, air limpasan yang masuk ke saluran limbah akan
menimbulkan beban lebih besar pada saluran ataupun IPAL. Tidak mustahil, bahkan air limbah
akhirnya meluap melalui lubang manholes yang ada. Fungsi IPAL tentu tidak lain dan tidak bukan
adalah untuk menurunkan berbagai polutan yang ada di dalam air limbah. Tujuannya, agar
sesuai dengan baku mutu air limbah terolah yang ada, sebelum air digunakan kembali ataupun
dikembalikan ke alam.
Ada berbagai sistem penyaluran air limbah perkotaan sebagaimana dijelaskan seperti berikut:
Sistem penyaluran air limbah (SPAL): adalah saluran air limbah dan sarana pengolahan yang
mengumpulkan, mengalirkan dan mengolah kotoran manusia dan air limbah. SPAL terdiri dari:
II-5 | “ P e n y u s u n a n D E D A i r L i m b a h K o t a W a t e s ”
LAPORAN AKHIR
- Sistem pengumpulan pribadi di rumah (halaman) yang tersambung ke bak kontrol/inspeksi
(sambungan rumah).
- Sistem pengumpulan lokal (pipa servis/service pipe).
- Pengaliran (pengangkutan) seperti halnya pipa interseptor dan trunk sewer, yang juga
menyertakan stasiun pompa dan truk tangki.
- Instalasi pengolahan air limbah (IPAL).
SPAL konvensional (centralized dan decentralized): sistem ini paling banyak dipakai di seluruh
dunia, termasuk beberapa kota di Indonesia. Hingga kini baru ada 11 kota di Indonesia memakai
SPAL, sebagian besar terpusat (centralized, Denpasar misalnya) tetapi ada beberapa kota yang
menggunakan sistem didesentralisasi (Banjarmasin misalnya).
Secara umum, SPAL dipakai untuk daerah berpenduduk padat, kawasan bisnis dan industri yang
menimbulkan air limbah, dan perumahan serta kawasan lainnya (pemerintah dan swasta).
Utamanya yang bersedia tersambung ke sistem ini dan membayar layanan yang diberikan. Di
negara maju, di mana ekonomi lokal dan pengaturan kelembagaannya sudah kuat, sistem ini
terbukti efektif dan efisien selama 50 hingga 150 tahun.
SPAL berbasis masyarakat (di kawasan peri-urban dan perdesaan), di Indonesia telah
dikembangkan sistem sanitasi berbasis masyarakat yang juga dikenal sebagai Dewat yang
diprakarsai oleh WSP-EPA bekerja sama dengan Kementerian Pekerjaan Umum, Borda (LSM
Jerman), dan LSM lokal. Sejauh menyangkut sistem pengumpulan (jika direncanakan sebagai
off-site system), prinsip desain tidak jauh berbeda dari sistem saluran limbah kondominial di
Brasil. Namun, sistem Sanimas tidak tersambung ke SPAL dan IPAL publik karena dikelola oleh
warga. Sistem seperti ini memiliki IPAL sendiri yang umumnya menggunaan teknologi anaerobic
baffled reactor, yang terkadang menggunakan digester untuk koleksi biogas dari black water
yang dihasilkan. Dalam tahun-tahun terakhir, ratusan sistem sanitasi berbasis masyarakat ini
telah dibangun untuk menyediakan layanan sanitasi terpusat dan setempat bagi masyarakat
berpenghasilan rendah di pinggiran perkotaan. Sistem sanitasi ini mampu melayani 50 hingga
200 kepala keluarga di daerah.
Pertimbangan Umum – Bagian ini mencoba menjelaskan semua kriteria pemilihan untuk sistem
sanitasi terpusat dan setempat. Dalam praktik dan banyak hal, kriteria yang mungkin
II-6 | “ P e n y u s u n a n D E D A i r L i m b a h K o t a W a t e s ”
LAPORAN AKHIR
menghambat pemilihan adalah: ketersediaan dana untuk pembangunan sistem pengumpulan
(SPAL) dan pengolahan terpusat (IPAL). Tidak selamanya pilihan SPAL (sistem terpusat) jatuh
pada kawasan dengan kemampuan ekonomi tinggi. Sebaliknya, kondisi sanitasi yang buruk di
daerah berpenduduk padat, berpenghasilan kecil, dan berisiko kesehatan tinggi telah
memberikan argumen yang kuat. Utamanya, untuk mulai membahas perencanaan dan advokasi
pembangunan fasilitas sanitasi setempat secara bertahap di wilayah kota. Lazimnya, hanya
dengan sistem saluran air limbah yang dirancang dan dioperasikan dengan baik, maka kondisi
kehidupan masyarakat perkotaan bisa ditingkatkan dalam waktu relatif singkat. Pesan ini
ditegaskan dalam Draf Standar Pelayanan Minimal (Draf SPM) bidang ke-PU-an, yang
menyatakan bahwa hingga 2015 kondisi sanitasi untuk masyarakat yang hidup di lahan kritis
harus banyak ditingkatkan. Di samping pertimbangan lainnya, inilah momen kuat untuk mulai
menentukan daerah yang memerlukan sanitasi terpusat dalam jangka pendek, menengah dan
panjang. Itu semua harus dicantumkan dalam Strategi Sanitasi Kota (SSK). Walau dana tidak
langsung tersedia untuk pembangunan sistem terpusat, pembahasan mengenai perlu dan
manfaatnya sistem ini harus dimulai dalam konteks penyusunan SSK. Tanpa rencana layak untuk
pembangunan sanitasi terpusat di daerah tertentu, maka pemerintah tidak akan mungkin
memobilisasi dana.
Kepadatan penduduk – Dalam Draf SPM dinyatakan, bahwa pada akhir 2015, sanitasi sistem
terpusat harus sudah dijalankan di semua daerah yang mempunyai kepadatan penduduk di atas
300 orang/ha. Angka ini memang masih bisa diperdebatkan, karena ada yang menganggap
angka ini terlalu besar untuk permukiman yang berkembang secara horizontal. Dengan
demikian, di daerah seperti ini tidak diperkenankan lagi dikembangkan sanitasi sistem setempat.
Persyaratan minimum ini mungkin memerlukan interpretasi lebih lanjut pula. Sebab, dapat
diasumsikan bahwa kepadatan penduduk berarti “kepadatan penduduk netto” pada tahun
2015, tanpa mempertimbangkan tempat umum, jalan dan lain-lain. Berdasarkan asumsi ini dapat
diargumentasikan bahwa semua daerah dengan kepadatan penduduk saat ini (2009), antara
200 dan 250 orang/ha,7 harus mempertimbangkan penggunaan sistem sanitasi terpusat (PP
16/2005 tentang SPAM). Dari referensi yang sama, India bahkan menggunakan besaran bahwa
kerapatan rumah 40 rumah/ha atau 150 hingga 200 orang/ha harus mempertimbangkan
II-7 | “ P e n y u s u n a n D E D A i r L i m b a h K o t a W a t e s ”
LAPORAN AKHIR
penggunaan sanitasi sistem terpusat. Sebenarnya, kota bebas untuk memilih sistem sanitasi
terpusat asalkanmampu mempertahankan kebutuhan dan kelayakan sistem.
Kriteria Teknis
II-8 | “ P e n y u s u n a n D E D A i r L i m b a h K o t a W a t e s ”
LAPORAN AKHIR
4) Aliran air dalam SPAL
- Air limbah dipakai sebagai media untuk mengalirkan kotoran manusia, kertas toilet
dan lain – lain dalam pipa air limbah. Agar SPAL tidak tersumbat, maka volume air
yang mengalir melalu sistem harus cukup. Oleh karena itu, kepadatan penduduk tidak
boleh di bawah angka 50 orang/ha dan pemakaian air bersih setidaknya 100
lt/orang.hari, untuk memastikan aliran yang mencukupi di bagian hulu dari jaringan
saluran.
5) Biaya minimum
- Secara umum daerah dengan permukaan air tanah yang tinggi kurang cocok untuk
sanitasi setempat. Biaya untuk fasilitas setempat akan relatif tinggi di daerah seperti
ini.
- Skala ekonomi; saluran limbah kondominial/sederhana menjadi lebih murah untuk
kepadatan tertentu.
- Terutama untuk daerah perkotaan baru yang berkembang cepat, biaya investasi
SPAL untukk kawasan bisnis terbukti jauh lebih rendah. Dengan catatan SPAL
dibangun di tahap awal pembangunan.
Dalam suatu sistem sanitasi, berbagai jenis produk mengalir melalui sistem yang terdiri dari
berbagai tahapan. Setiap tahap ini selanjutnya disebut sebagai kelompok fungsional karena
mempunyai teknologi sendiri dengan pengolahan yang spesifik. Kelompok fungsional ini dapat
berupa pengumpulan, pengangkutan, penyimpanan sementara ataupun pengolahan.
II-9 | “ P e n y u s u n a n D E D A i r L i m b a h K o t a W a t e s ”
LAPORAN AKHIR
Gambar 2.2. Diagram alir untuk pengolahan air limbah sistem setempat
Kondisi penyebaran penduduk yang tidak merata, baik jumlahnya maupun tingkat
kesejahteraannya, mengakibatkan sangat sulit memisahkan mana saja daerah yang bisa
dimasukkan kedalam daerah yang harus dilayani dengan on-site ataupun off-site. Untuk itulah
perlu ditentukan terlebih dahulu kriteria yang jelas untuk memisahkan keduanya.
Pada saat melakukan kajian tentang kondisi sanitasi eksisting, dilakukanlah pembuatan peta
sistem sanitasi berupa diagram alir. Pemetaan ini sangat penting guna mengetahui keunggulan
dan kelemahan sistem sanitasi yang sudah ada. Peta sistem sanitasi (PSS) merupakan dasar
untuk rencana perbaikan sistem sanitasi dalam jangka menengah dan jangka panjang. Dengan
selesai dibuatnya peta sistem sanitasi ini maka daerah prioritas perbaikan sudah dapat
ditentukan.
Gambar. 2.3. Peta Sistem Sanitasi-Air Limbah Domestik (Sistem Setempat-On Site System) –
Eksisting
Langkah pemilihan teknologi untuk setiap wilayah kajian, dilakukan penilaian dan uji parameter
terhadap kriteria di atas dengan tahapan proses sesuai diagram alir di bawah ini.
Sistem setempat atau individual umumnya digunakan untuk menangani air limbah
kakus (black water). Sistem ini menggunakan tangki air limbah yang terletak di lahan
yang sama dengan unit bangunan dimana limbah dihasilkan. Saat ini pengolahan limbah
di Kota Wates masih menggunakan sistem setempat, baik berupa cubluk maupun septik
tank.
Sistem setempat layak digunakan untuk wilayah permukiman yang memenuhi kriteria
sebagai berikut:
- Wilayah dengan kepadatan sangat rendah lebih kecil, atau sama dengan 50 Jiwa/ha.
- Wilayah selain wilayah Off-site (secara teknis sistem Off-site sulit dikembangkan).
- Kedalaman air tanah rendah > 2 m
- Permeabilitas tanah tinggi
- Merupakan wilayah permukiman perdesaan (berdasarkan peruntukannya - RTRW)
- Belum terdapat prasarana sarana sanitasi
- Sumber air sumur, sungai, mata air yang belum terlindungi
- Belum dilayani pelayanan persampahan
- Bukan merupakan wilayah DAS atau Sub DAS
- Jarak antara sumber air dan unit pengolahan limbah minimal 10 meter
- Beban pencemaran rendah
Sistem komunal merupakan suatu opsi jenis layanan saluran air limbah (off-site) atau
SSAL berskala kecil. Ciri dari sistem komunal ini adalah :
- Melayani rumah atau bangunan berjumlah 100 – 500 unit.
- Menggunakan saluran sederhana yang hanya menyalurkan bagian cairan dari air
limbah kakus.
- Menggunakan instalasi pengolahan sederhana dengan proses anaerobik.
- Merupakan wilayah permukiman perkotaan sedang hingga padat /kumuh
- Kedalaman air tanah tinggi < 2 m
- Permeabilitas tanah rendah
- Merupakan daerah relatif datar, dengan kemiringan lahan kurang dari < 2 %
- Sumber air terbatas sumur, sungai, mata air yang belum terlindungi, ataupun hidran
umum dari PDAM
Sistem komunal merupakan suatu opsi jenis layanan saluran air limbah (off-site) atau
SSAL berskala kecil. Ciri dari sistem komunal ini adalah :
- Melayani rumah atau bangunan berjumlah 100 – 500 unit.
- Menggunakan saluran sederhana yang hanya menyalurkan bagian cairan dari air
limbah kakus.
- Menggunakan instalasi pengolahan sederhana dengan proses anaerobik.
- Merupakan wilayah permukiman perkotaan sedang hingga padat /kumuh
- Kedalaman air tanah tinggi < 2 m
- Permeabilitas tanah rendah
- Merupakan daerah relatif datar, dengan kemiringan lahan kurang dari < 2 %
- Sumber air terbatas sumur, sungai, mata air yang belum terlindungi, ataupun hidran
umum dari PDAM
Sistem Komunal umumnya memiliki wilayah pelayanan yang kecil, yaitu antara 20 – 200 unit
rumah. Sistem Komunal banyak diterapkan di wilayah permukiman yang kurang tertata rapi.
Sistem komunal banyak diterapkan dalam implementasi program Sanitasi Lingkungan Berbasis
Masyarakat (SLBM) atau Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS). Dalam implementasi
Tabel berikut menunjukkan beberapa kelebihan dan kekurangan dari penerapan sistem wilayah,
khususnya dibandingkan dengan sistem kawasan.
Sistem komunal, sistem kawasan, dan sistem wilayah membutuhkan jaringan saluran air limbah
(sewer). Berdasarkan muatannya, saluran air limbah dapat dibedakan ke dalam 2 jenis, yaitu :
Saluran sederhana juga dapat digunakan untuk air limbah kakus yang masih mengandung
padatan. Hal ini seringkali terpaksa dilakukan untuk kawasan yang sangat padat dimana tidak
ada lagi lahan untuk pembuatan tangki pemisah padatan. Hal ini dimungkinkan selama wilayah
tersebut memiliki kemiringan lahan yang tidak terlalu landai, dan selama pipa yang digunakan
minimal berdiameter 4 inci.
Pemilihan sistem dan teknologi dalam pengembangan SPAL mempertimbangkan beberapa hal
berikut ini.
a) Kerapatan Penduduk
Draf SPM3 menjelaskan bahwa kerapatan penduduk sangat menentukan opsi sistem
sanitasi, cakupan pelayanan, dan pemilihan prioritas. Karena definisi kerapatan
penduduk tidak dirinci secara jelas dalam berbagai referensi, maka Buku Referensi ini
menjelaskan bahwa yang dimaksud kerapatan penduduk adalah, jumlah penduduk
satukelurahan dibagi luas wilayahnya. Ini dibagi lagi dalam 5 kategori kerapatan
penduduk sebagai berikut:
- Rural
Umumnya merupakan kelurahan dengan kerapatan penduduk < 25 orang/ha
- Peri-urban
Kelurahan dengan kerapatan penduduk 25-100 orang/ha
- Urban-rendah
Kelurahan dengan kerapatan penduduk 101-175 orang/ha
- Urban-medium
Kelurahan dengan rapatan penduduk 176-250 orang/ha
- Urban-high
Kelurahan yang mempunyai kerapatan penduduk > 250 orang/ha
c) Daerah Berisiko Tinggi dan Daerah Prioritas dalam Konteks Perbaikan Sanitasi
Setiap kelurahan diberikan skor untuk risiko kesehatan lingkungannya. Ini bagian dari
proses pemetaan sanitasi dan dengan memperhatikan EHRA4, berbagai data sekunder,
Faktor
Gambar 2.8. Faktor seleksi utama untuk sistem sanitasi dan pilihan teknologi
c. Pemeliharaan
- Perawatan perlu dilakukan oleh petugas yang terlatih.
- Pengambilan padatan dari tangki interseptor setiap 5-10 tahun.
- Tangki perlu diperiksa berkala.
- Jika tidak dirawat dan dioperasikan dengan benar, maka akan timbul
sumbatan dalam jalur saluran limbah.
-
Kekurangan :
- Perlu disosialisasikan cara menggunakan yang benar.
c. Pemeliharaan
- Tangki septik dan interseptor harus dikuras secara teratur (lihat
perawatan tangki septik)
- Jaringan perpipaan harus digelontor sekali setahun
Kekurangan :
- Memerlukan tenaga ahli untuk perencanaan dan supervisi.
- Perlu perbaikan dan pembersihan sumbatan lebih sering dari pada
saluran limbah konvensional.
c. Pemeliharaan
- Masalah akan timbul apabila ada rumah tangga yang mengalirkan
Kekurangan :
-
- Perlu perbaikan dan pembersihan sumbatan lebih sering dari pada
saluran limbah konvensional.
- Efluen dan lumpur (dari interseptor) memerlukan pengolahan
sekunder dan atau pembuangan yang cocok.
a. Prinsip Dasar
Saluran limbah konvensional (conventional gravity) adalah jaringan pipa
bawah tanah yang besar. Saluran ini mengangkut black water, grey water
dan air hujan dari sumbernya (rumah-tangga, komersial, dan lain-lain.) ke
fasilitas pengolahan terpusat, dengan memakai gaya gravitasi (dan pompa
jika perlu).
c. Pemeliharaan
Saluran air limbah hanya boleh dirawat oleh tenaga profesional.
Perawatan memerlukan koordinasi ekstensif antara pihak berwenang,
perusahaan konstruksi dan pemilik properti. Mau tidak mau, sistem
pengelolaan yang profesional harus dijalankan. Dalam masyarakat yang
terorganisir baik, maka perawatan jaringan tersier bisa diserahkan ke
kelompok masyarakat yang terlatih baik pula.
-
-
- Grey water dan air hujan dapat dikelola pada waktu bersamaan
Kekurangan :
- Perlu waktu lama untuk menyambungkan ke semua rumah.
- Memerlukan tenaga ahli untuk perencanaan dan supervisi.
- Biaya investasi tinggi dan biaya operasional moderat
B. Unit Pengolahan
Pemilihan opsi jenis IPAL yang layak dilakukan dengan mempertimbangkan (a) kinerja
teknis yang dapat dicapai, (b) kondisi dan kemampuan Kabupaten Kulon Progo, (c)
jenis instalasi yang sudah digunakan di Kabupaten Kulon Progo, (d) pengalaman kota-
kota lain di Indonesia atau negara tetangga, (e) ketersediaan teknologi di Indonesia,
(f) kemudahan operasi, dan (g) biaya investasi. Berikut ini akan dibahas beberapa opsi
jenis IPAL yang layak diterapkan, baik itu instalasi sederhana dan instalasi mekanis.
IPAL sederhana dicirikan sebagai suatu instalasi yang mudah dioperasikan, tidak
membutuhkan banyak energi, dan dapat diterapkan untuk SSAL berskala kecil, seperti
Sistem Komunal dan Sistem Kawasan. Tabel berikut menunjukkan beberapa pilihan
unit pengolahan yang dapat digunakan dalam IPAL sederhana.
Jenis-jenis IPAL Mekanis bisanya dibedakan dari jenis unit pengolahan sekunder yang
digunakannya. Tabel berikut menunjukkan beberapa pilihan unit pengolahan dalam
IPAL Mekanis.
1) Tangki Imhoff
a. Prinsip Dasar
Tangki Imhoff dikembangkan untuk memperbaiki dua kekurangan utama
dari tangki septik. Tangki Imhoff mencegah padatan yang keluar dari
saluran agar tidak tercampur lagi, tapi memungkinkan padatan terurai
dalam unit yang sama.
c. Pemeliharaan
Pembersihan kotoran (scum) dan padatan tertinggal perlu dilakukan
setiap hari, penyedotan lumpur/endapan secara berkala (sekali atau dua
kali setiap tahun), pembersihan berkala pada sisi dari
ruang/kompartemen penahan dan celah dengan menggunakan penyapu
dari karet atau penggaruk, lalu membalik aliran dua kali setiap bulan
untuk mengangkat padatan di ruang pencernaan.
Kekurangan :
- Diperlukan lahan kecil; pemakaian lahan terbatas, karena fasilitas ini
bisa dibangun di bawah jalan atau di tempat umum.
- Dapat dibangun dan diperbaiki dengan material lokal yang tersedia.
- Memerlukan tenaga ahli untuk perencanaan dan supervisi.
2) Kolam Stabilisasi
a. Prinsip Dasar
Kolam Stabilisasi adalah salah satu metode pengolahan air limbah secara
alami. Kolam Stabilisasi adalah kolam tanahbuatan yang terdiri dari
serangkaian kolam anaerobik, fakultatif dan kolam maturasi. Kolam ini
tergantung kualitas air limbah yang disyaratkan.
c. Pemeliharaan
Agar kotoran (scum) tidak terbentuk dan padatan serta sampah yang
berlebihan tidak masuk ke kolam, maka pra-pengolahan (dengan
perangkap lemak) diperlukan untuk menjaga kondisi kolam. Kolam
harus dikuras sekali setiap 10 hingga 20 tahun (pengurasan kolam
aerobik 2 hingga 5 tahun dan kolam fakultatif sangat jarang). Vegetasi
makrofit (macrophyte) yang ada di kolam harus dibuang, karena bisa
menjadi tempat berkembang-biaknya nyamuk dan membuat sinar
matahari tidak bisa menembus air. Volume dan BOD air limbah harus
terus dipantau.
Kekurangan :
- Memerlukan tenaga ahli untuk perencanaan dan supervisi.
- Biaya investasi bervariasi, tergantung harga satuan tanah.
- Memerlukan lahan tanah yang luas.
- Efluen lumpur Kolam Stabilisasi memerlukan pengolahan sekunder dan
atau pembuangan yang cocok.
a. Prinsip Dasar
Reaktor UASB adalah sebuah tangki proses tunggal, di mana air limbah
masuk ke reaktor dari dasar dan mengalir ke atas. Saringan sludge blanket
tersuspensi mengolah air limbah yang mengalir melewatinya.
Kekurangan :
- Pengolahan bisa tidak stabil dengan variasi beban zat organik dan
hidrolis.
- Diperlukan sumber energi listrik yang konstan.
- Tidak tersedia perlengkapan peralatan dan material di lokal.
- Memerlukan keahlian dalam perencanaan dan supervisi
pembangunan.
a. Prinsip Dasar
Activated Sludge adalah sebuah rangkaian bak reaktor yang
menggunakan mikroorganisme aerobik, untuk menguraikanzat organik
dalam air limbah dan menghasilkan kualitas efluen yang baik. Untuk
memelihara kondisi aerobik dan biomassa aktif konstan, maka diperlukan
penyediaan oksigen yang tepat.
c. Pemeliharaan
Peralatan mekanis (pencampur, aerator dan pompa) harus terus
dirawat. Selain itu, aliran air limbah yang masuk (influent) dan yang keluar
(efluen) harus terus dipantau. Tujuannya untuk memastikan bahwa tidak
ada ketidak-normalan yang bisa membunuh biomassa aktif, dan bahwa
organisme yang merusak tidak berkembang serta merusak proses
(misalnya bakteri berfilamen).
Kekurangan :
- Cenderung punya masalah mikrobiologis dan kimia yang rumit.
- Efluen masih perlu pengolahan lebih lanjut, desinfeksi atau
pelovinasi (pemusnahan hama) sebelum dibuang.
- Tidak semua perlengkapan peralatan dan material tersedia di lokal.
- Memerlukan tenaga ahli perencanaan dan supervisi.
- Biaya investasi dan operasi tinggi.
- Memerlukan sumber energi listrik konstan.
- Efluen dan lumpur memerlukan pengolahan sekunder dan/ atau
dibuang ke tempat yang cocok.
a. Prinsip Dasar
Sludge Drying Beds adalah Lapisan lolos air (permeable) sederhana, yang
ketika dibebani lumpur, mengumpulkanrembesan air lindi. Lumpur
dikeringkan dengan penguapan. Pengurangan cairannya mengurangi
volume lumpur sebesar 50%-80%. Namun, lumpur masih belum stabil atau
terolah.
c. Pemeliharaan
- Sludge Drying Beds harus dirancang dan selalu dirawat; akses untuk
manusia dan truk yang mengurug lumpur dan mengeluarkan lumpur
kering harus dipertimbangkan
-
- Lumpur yang masuk bersifat patogenik, jadi para pekerja harus
dilengkapi pelindung yang aman (sepatu bot, sarung tangan dan
pakaian tertutup).
- Pasir harus diganti ketika lapisan menipis (setiap 6 bulan hingga satu
tahun).
- Cegah rumput dan semak liar agar tidak masuk. Lumpur kering harus
dibuang secara berkala (setiap 10 hingga 15 hari).
- Tempat pembuangan harus selalu bersih. Pengaliran air limbah yang
keluar harus dilakukan melalui penggelontoran secara berkala.
Kekurangan :
- Memerlukan lahan tanah luas.
- Mengundang lalat dan timbul bau.
- Waktu penampungan panjang.
- Memerlukan tenaga ahli perencanaan dan operasi.
- Air lindi (leachate) memerlukan pengolahan sekunder.
i.
Karakteristik dari sludge tergantung pada karakteristik air buangannya dan efisiensi
dari pengolahan tingkat I dan II. Sumber dari sludge pun tidak hanya dari air limbah asal
Sludge thickening berfungsi untuk mengurangi kadar air pada lumpur sehingga dapat
mengurangi volume lumpur yang akan diolah, maka dalam hal ini proses yang terjadi
merupakan pengentalan. Parameter penting yang perlu diperhatikan : kapasitas tangki
untuk menampung lumpur, konsentrasi pemekatan, dan pemompaan lumpur.
Deskripsi Proses :
Lumpur dari bak pengendap dan pengolahan biologis dimasukkan ke dalam tangki
thickener, alat mekanis akan mengaduk lumpur perlahan-lahan. Supernatan naik
menuju saluran disekeliling tangki dan dialirkan kembali ke bak pengendap I. Lumpur
kental dikumpulkan di dasar tangki lalu dipompa ke unit digester atau unit dewatering.
Gravity Thickening
Salah satu tipe yang biasa dipakai adalah tipe gravity thickener secara mekanis. Lumpur
dari bak pertama dan kedua dipompa menuju bak pengaduk untuk dipekatkan.
Pengadukan dilakukan secara perlahan menggunakan pengaduk mekanis. Lumpur
yang sudah dipekatkan dikumpulkan dalam ruang lumpur dan kemudian dipompa ke
digester untuk reduksi mass. Supernatan keluar melalui pelimpah dan ditampung
melalui aliran penampang, kemudian dialirkan menuju pengolahan sekunder agar zat
organiknya direduksi.
Flotation Thickening
Tipe ini biasa digunakan untuk lumpur gelatin seperti activated sludge. Pada flotation
thickening, gelembung-gelembung udara kecil terlepas dari larutan yang melekatkan
larutan tersebut dan mengangkat jaringan flok. Campuran udara-padatan terangkat ke
atas permukaan kolam, hingga menjadi pekat dan kemudian disisihkan. hasil pemekat
flotasi 4% zat padat, (perolehan zat padat mencapai 85%). Pada proses ini ada
penambahan zat kimia (polielektrolit) bisa memperoleh kembali 98% zat padat. Fungsi
polielektrolit adalah untuk membentuk struktur partikel yang mudah terperangkap
dalam gelembung udara
Screen pada tipe ini terbuat dari stainless steel atau non besi. Bukaan screen beragam
dari 6-20 mm. Putaran drum sekitar 4 rpm pada sumbu horizontal dan dioperasikan
kurang dari setengah di bawah permukaan air. Padatan dinaikkan sampai batas bawah
cairan dengan memutar screen dan di backflush kedalam bak penerima dengan high-
pressure jets.
Gravity belt thickener mengurangi volume air di dalam sludge dengan gaya gravitasi
untuk menghilangkan air yang telah dibebaskan oleh polimer atau bahan kimia.
Polimer dan bahan kimia diinjeksikan ke dalam sludge dan diaduk dengan mixer.
Kemudian sludge masuk ke dalam tangki stainless steel dan tersebar melewati belt
yang lebar tanpa merusak partikel sludge yang sudah terflokulasi. Lumpur yang sudah
pekat selanjutnya disisihkan dengan spring-tentioned blade. Belt pengalir kemudian
memasuki pencucian high-pressure/low volume untuk menghilangkan partikel yang
terperangkap di dalam belt.
Kondisioning Kimia
menggunakan bahan anorganik
ada pengadukan (flokulasi)
bahan kimia yang digunakan : garam besi, aluminium, kapur, polimer
Kondisioning Termal
Merupakan proses oksidasi kimia yang menggunakan udara di dalam larutan untuk
mengoksidasi materi organik pada suhu dan tekanan tinggi (121 – 371 oC; 100 – 400 psi)
biasa disebut oksidasi basah.
Elutriasi
Adalah operasi pencucian fisik yang dilakukan untuk mengurangi kebutuhan zat kimia
(karena adanya alkalinitas dalam lumpur)
3) Dewatering
Dewatering adalah unit operasi secara fisik (mekanis) digunakan untuk mengurangi
kadar air (kelembaban) dalam lumpur. Pemilihan tipe dewatering tergantung pada
karakteristik lumpur yang akan diolah serta ketersediaan lahan. Untuk beberapa jenis
lumpur, terutama lumpur yang dicerna secara aerob tidak dapat dilakukan dewatering
secara mekanis. Lumpur jenis ini dapat diolah dengan sand bed. Adapun alasan
pengolahan dengan dewatering antara lain :
Centrifugation
Vacuum Filtration
Pada sistem ini tekanan atmosfer diberikan pada filter media secara vakum dengan
sistem aliran ke bawah (downstream) menjadikan daya kemudi bagi cairan sehingga
menyebabkan aliran dapat melewati media berpori. Vacuum filtration berisi drum
silindris horizontal yang berotasi sebagian terendam di dalam vat lumpur. Permukaan
drum terselubungi oleh media berpori. Vakum pemisah/jalur kering menghubungkan
beberapa seksi pada permukaan drum dengan valve pemutar pada poros drum. Valve
pemutar mengontrol bermacam fase dari lingkaran filter dan menyalurkan filtrat keluar
drum. Variabel yang berpengaruh : lumpur (kondisi alamiahnya, umur lumpur,
konsentrasi solid) dan mesin (kecepatan drum, vacuum, ketertenggelaman drum).
Pressure Filtration
Pada filter press ini, dewatering dicapai dengan menekan paksa air dari lumpur di
bawah tekanan tinggi. Kelebihan filter press : (1)konsentrasi cake solid tinggi (2)filtrat
jernih (3)penangkapan solid tinggi. Kekurangannya: mesin kompleks, biaya untuk
bahan kimia tinggi, biaya pegawai, dan keterbatasan umur filter.
Belt filter press adalah alat dewatering secara kontinyu yang melibatkan aplikasi dari
proses kondisioning bahan kimia, drainase secara gravitasi, menggunakan tekanan
mekanik untuk menurunkan kadar air dalam lumpur. Variabel yang berpengaruh yaitu
karakteristik lumpur dengan variabilitas mesin yang lebih sedikit dibanding vacuum
filtration.
Ukuran belt filter press yaitu lebar belt 0.5–3.5 m, biasanya yang digunakan di lapangan
adalah 2.0 m. Sludge loading bervariasi 200 sampai dengan 1500 lb/m.h (90–680
kg/m.h) tergantung pada tipe atau kosentrasi lumpur. Aliran hidrolik 25–100 gal/m.min
(1.6–6.3 l/m.s).
Drying beds merupakan metode dewatering lumpur yang umum digunakan. Sludge
drying bed adalah tipe yang digunakan untuk mengeringkan lumpur dari digester.
Setelah pengeringan, lumpur diremove dan dibuang ke landfill atau digunakan sebagai
kondisioner tanah. Keuntungan drying bed: murah, tidak membutuhkan perhatian
lebih, kandungan solid tinggi dalam produk kering. Waktu pengeringan rata-rata 10-15
hari.
Tangki septik harus disedot secara berkala ketika endapan telah mencapai 2/3 dari
kapasitas tangki, umumnya dalam jangka waktu 2-5 tahun. Jika tangki septik dipasang
di daerah padat penghuni, resapan setempat (on-site infiltration) tidak boleh
diterapkan karena dapat mencemari air tanah.
Layanan penanganan lumpur tinja dibutuhkan bagi rumah dan bangunan yang
menggunakan sistem setempat. Secara lengkapnya, penanganan lumpur tinja terdiri
dari (a) penyedotan lumpur tinja, (b) pengolahan lumpur tinja, dan (c) penanganan
lumpur kering. Untuk kepentingan perencanaan, dapat diasumsikan bahwa tingkat
produksi lumpur tinja adalah 0,22 L/orang/hari, atau 1,1 L/rumah/hari.
Pola Layanan
Tanggung jawab penyedotan lumpur tinja tidak lagi ada pada pemilik rumah, namun
ada pada Pemerintah Kota. Untuk itu, pemilik rumah perlu memahami bahwa
penyedotan lumpur tinja dilakukan demi kepentingan umum sehingga Pemerintah
Kota memang perlu mengambil tanggungjawab penyedotan lumpur tinja.
Pembayaran layanan lumpur tinja yang dilakukan secara berkala, dan seringkali perlu
mulai dilakukan sebelum pemilik rumah mendapatkan layanan penyedotan lumpur
tinja. Terlepas dari jenis pola pelayanan yang akan diterapkan, pemerintah perlu
menyediakan perangkat kebijakan yang akan memaksa masyarakat untuk melakukan
penyedotan lumpur tinja secara berkala.
Penggunaan motor lumpur tinja perlu didukung dengan keberadaan tangki transfer
lumpur tinja. Motor lumpur tinja akan menurunkan muatannya ke tangki ini, untuk
kemudian diambil oleh truk lumpur tinja dan dibawa ke IPLT terdekat. Tangki transfer
terletak di dasar tanah dengan volume sekitar 4 m3.
Penyedotan lumpur tinja perlu didukung dengan prosedur operasi standar yang
meliputi (a) pemeriksaan mobil atau motor lumpur tinja, (b) tata cara mengemudi, (c)
pemeriksaan kondisi tangki air limbah, (d) penyedotan lumpur tinja, (e) perlindungan
keselamatan kerja, (f) penurunan lumpur tinja di IPLT.
Gambar 2.30. (1) Motor Lumpur Tinja, (2) Truk Lumpur Tinja
Fungsi pengeringan (dewatering atau drying) ; Untuk menurunkan kandungan air dari
lumpur hasil olahan. Pengeringan lumpur dapat mengandalkan proses penguapan
akibat panas matahari, misalnya unit Bak Pengering Lumpur (sludge drying bed).
Pengeringan lumpur juga dapat dilakukan secara mekanis. Lumpur kering (dried sludge
atau dewatered sludge) biasanya memiliki kandungan padatan 50 – 60 %.
Gambar 2.31. Fungsi Masing – Masing Bagian Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja
Keempat bagian tersebut dikombinasikan dalam beberapa jenis IPLT tipikal, dimana
tiga di antaranya yang dapat dijumpai di Indonesia adalah 1) IPLT Kolam, 2) IPLT
Tertutup, dan 3) IPLT Mekanis. Pemilihan jenis IPLT nantinya akan sangat bergantung
IPLT KOLAM
IPLT Kolam terdiri dari serangkaian unit kolam yang bekerja dengan mengandalkan
proses alamiah tanpa bantuan peralatan mekanis. IPLT Kolam, sebagaimana banyak
diterapkan di Indonesia termasuk di IPLT Bawang (Kota Tangerang), terdiri dari unit-
unit Kolam Anaerobik, Kolam Fakultatif, dan Kolam Maturasi. Ketiga jenis unit ini
menjalankan fungsi pengentalan, stabilisasi dan pengolahan cairan sekaligus. Bentuk
ketiga unit serupa, perbedaannya hanya pada kedalaman kolamnya. Kolam Anaerobik
memiliki kedalaman 3 meter lebih sehingga mampu menunjang proses penguraian
senyawa organik secara anaerobik. Kolam Fakultatif memiliki kedalaman 2 meter agar
dapat menunjang kelangsungan proses anaerobik di dasar kolam dan proses aerobik
di permukaan kolam.
IPLT Kolam membutuhkan lahan yang luas untuk kapasitas pengolahan yang sama jika
dibandingkan dengan IPLT Mekanis. Tuntutan lahan luas ini menyebabkan banyak IPLT
jenis ini menempati lokasi di pinggir kota. IPLT Kolam tidak membutuhkan energi
listrik, karena semua proses berlangsung secara anaerobik dan fakultatif. Walau
demikian, kinerja IPLT Kolam dengan proses anaerobik ini relatif rendah dan seringkali
menimbulkan bau.
Rangkaian Unit Pengolahan untuk IPLT Kolam. Kolam Anaerobik merupakan kolam
terbuka dengan kedalaman minimal 3 meter yang memiliki fungsi pengentalan,
stabilisasi, dan pengolahan cairan sekaligus. Kolam Fakultatif merupakan kolam
terbuka dengan kedalaman antara 2 – 3 meter yang memiliki fungsi pengolahan cairan.
Proses yang terjadi di Kolam Fakultatif merupakan kombinasi dari proses anaerobik
dan aearobik. Kolam Maturasi merupakan unit terakhir yang akan menstabilisasi
senyawa organik yang tersisa dari efluen unit sebelumnya. Lumpur yang mengendap
di dasar kolam dikeringkan di Bak Pengering Lumpur yang merupakan suatu bak
terbuka dengan dasar lapisan pasir. Gambar bawah menunjukkan rangkaian unit IPLT
Kolam yang dilengkapi Tangki Imhoff di bagian hulunya guna meningkatkan fungsi
pengentalan dan stabilisasi lumpur tinja.
Tangki Imhoff dapat ditambahkan di bagian hulu IPLT Kolam, khususnya bila beban
lumpur tinja tergolong tinggi atau kepadatan lumpur tinja mentah belum dianggap
cukup. Tangki Imhoff memiliki fungsi pengentalan dan stabilisasi sekaligus. Padatan
dalam lumpur tinja akan mengendap ke kompartemen lumpur di bagian bawah tangki
yang memiliki fungsi stabilisasi secara anaerobik. Sementara itu, cairan lumpur tinja
(supernatan) akan keluar dari kompartemen sedimentasi di bagian atas tangki dan
dialirkan ke bagian pengolahan cairan. Kompartemen bawah Tangki Imhoff akan
menahan lumpur dengan waktu (sludge retention time) antara 30 – 60 hari guna
memastikan sebagian besar kandungan senyawa organiknya dapat teruraikan.
Kepadatan lumpur di bagian bawah Tangki Imhoff dapat mencapai 15%.
Fungsi pengeringan dalam IPLT Kolam biasanya dilakukan di unit Bak Pengering
Lumpur (sludge drying bed). Bak ini menerima lumpur stabil dari unit stabilisasi untuk
dikeringkan dengan cara drainase dan evaporasi. Dasar bak dilengkapi lapisan kerikil
atau pasir buatan. Dengan tebal lumpur basah 30 cm dan waktu pengeringan 7 hari,
kebutuhan Bak Pengering Lumpur dengan dimensi permukaan 5 m x 15 m dapat dilihat
pada tabel berikut.
IPLT Tertutup terdiri dari serangkaian bak atau tangki tertutup yang bekerja dengan
mengandalkan proses alamiah tanpa bantuan peralatan mekanis. Penggunaan bak
atau tangki tertutup membuat IPLT jenis ini memiliki potensi dampak estetika yang
jauh lebih kecil dibandingkan IPLT Kolam. Sebagaimana dikembangkan oleh BORDA
(Bremen Overseas Research & Development Association). IPLT Tertutup memiliki
bagian pengentalan dan stabilisasi yang menyatu dalam unit biodigester yang
berbentuk kubah. Di dalam unit ini, penguraian senyawa organik dilakukan secara
anaerobik sehingga mampu menghasilkan biogas. Selain unit Biodigester, IPAL
Tertutup terdiri dari Tangki Anaerobik Bersekat (anaerobic baffled reactor), Tangki
Anaerobik (anaerobic tank), dan Bak Pengering Lumpur.
Fungsi pengeringan dalam IPLT Tertutup dijalankan oleh Bak Pengering Lumpur. Walau
demikian untuk IPLT dengan beban tinggi, penggunaan unit pengering mekanis perlu
dipertimbangkan.
IPLT Mekanis masih jarang digunakan di Indonesia, kecuali di IPLT Pulo Gebang milik
pemerintah DKI Jakarta. IPLT Mekanis sebaiknya digunakan saat beban lumpur tinja
sudah melebihi 250 m3/hari
Gambar 2.37. Berbagai unit pengolahan dalam IPLT Mekanis, yaitu (1) Tangki
Pengentalan Lumpur, (2) Tangki Digestion Aerobik, (3) Tangki Digestion Anaerobik,
dan (4) Unit Filter Press.
IPLT jenis ini membutuhkan energi listrik yang lebih besar, walau demikian lahan yang
digunakannya jauh lebih kecil dibandingkan IPLT Kolam dan gangguan yang
ditimbulkannya juga lebih sedikit. Kelebihan lain dari IPAL ini adalah fleksibilitasnya.
IPLT Mekanis berkapasitas kecil dapat dibuat secara kompak, sehingga mudah
dipindahkan.
Fungsi pengolahan cair dari IPLT Mekanis dapat menggunakan unit-unit pengolahan
mekanis yang berukuran kompak, seperti Extended Aeration Activated Sludge (EAAS),
Sequencing Batch Reactor (SBR), atau Rotating Biological Contactor (RBC). Jika
berdekatan dengan suatu IPAL, fungsi pengolahan cair dari IPLT Mekanis dapat
memanfaatkan unit-unit IPAL tersebut.
BAB III
DESKIPSI DAERAH PERENCANAAN
Kabupaten Kulon Progo dengan ibu kota Wates memiliki luas wilayah 58.627,512 ha
(586,28 km2), terdiri dari 12 kecamatan 87 desa, 1 kelurahan, dan 918 dukuh.
III-1 | “ P e n y u s u n a n D E D A i r L i m b a h K o t a W a t e s ”
LAPORAN AKHIR
Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu dari lima kabupaten/kota di Propinsi D.I.
Yogyakarta yang terletak paling barat, dengan batas wilayah sebagai berikut:
III-2 | “ P e n y u s u n a n D E D A i r L i m b a h K o t a W a t e s ”
LAPORAN AKHIR
3.1.2 Tata Ruang Kota
III-3 | “ P e n y u s u n a n D E D A i r L i m b a h K o t a W a t e s ”
LAPORAN AKHIR
Dari peta rencana pola ruang Kabupaten Kulonprogo kota wates termasuk wilayah Pusat
Kegiatan Wilayah Promosi yang selanjutnya disingkat PKWp. PKWp adalah kawasan perkotaan
yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota, yang
dipromosikan untuk dikemudian hari ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Wilayah. PKWp
Perkotaan Wates dengan fungsi pelayanan pusat pemerintahan, pendidikan, kesehatan,
olahraga, perdagangan, dan jasa
Berdasarkan hasil Sensus Penduduk, dibandingkan dengan tahun 1980, penduduk Kabupaten
Kulon Progo di tahun 2010 bertambah 8.814 jiwa. Beberapa indikator kependudukan berdasar
Sensus Penduduk 1980-2010 di Kabupaten Kulon Progo adalah sebagai berikut :
Tabel 3.1 Jumlah Penduduk Kab. Kulon Progo Berdasarkan Sensus Penduduk 1980-2010
Di Kabupaten Kulon Progo, jumlah penduduk perempuan lebih banyak dari laki-laki. Pada tahun
2010, mayoritas penduduk berada di Kecamatan Pengasih 11,62 persen Kecamatan Sentolo
11,45 persen, dan Kecamatan Wates 11,31 persen, sedangkan 9 kecamatan lainnya memiliki
jumlah penduduk kurang dari 10 persen.
Komposisi penduduk menurut kelompok umur hampir merata di setiap level kelompok umur.
Pada tahun 2010, jumlah penduduk usia muda (0-14) tahun sebanyak 89.691 jiwa (23,06%),
penduduk usia produktif (15-49) tahun sebanyak 251.870 jiwa (64,77%), dan penduduk usia tua
(65 tahun keatas) sebanyak 47.308 jiwa (12,17%). Angka beban ketergantungan penduduk usia
III-4 | “ P e n y u s u n a n D E D A i r L i m b a h K o t a W a t e s ”
LAPORAN AKHIR
produktif sebesar 54, artinya setiap 100 penduduk usia produktif menanggung sebanyak 54
penduduk usia tidak produktif.
Sex rasio tahun 1980 sebesar 95, artinya terdapat 95 penduduk laki-laki pada setiap 100
penduduk perempuan. Dengan luas wilayah 586,27 km2, maka kepadatan penduduk Kabupaten
Kulon Progo tahun 1980 sebesar 649 jiwa per km2. Pada Sensus Penduduk 1990 penduduk
Kabupaten Kulon Progo turun menjadi 372.309 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk -0,22
sedang Rasio jenis kelamin tercatat96 dan kepadatan penduduknya menjadi 635 jiwa per km2.
Penduduk Kabupaten Kulon Progo menurut Hasil Sensus Penduduk Tahun 2000 tercatat
sebanyak 370.944 jiwa, laju pertumbuhan -0,04, sex rasio sebesar 97 dan kepadatan
penduduknya mencapai 633 jiwa per km2. Penduduk Kabupaten Kulon Progo menurut has il
Sensus Penduduk Tahun 2010 tercatat sebanyak 388.869 jiwa, laju pertumbuhan 0,48, sex
rasio sebesar 96 dan kepadatan penduduknya
Tabel 3.2 Jumlah Penduduk Kab. Kulon Progo Berdasarkan Sensus Penduduk
III-5 | “ P e n y u s u n a n D E D A i r L i m b a h K o t a W a t e s ”
LAPORAN AKHIR
Proyeksi penduduk Kabupaten Kulon Progo dapat dilihat menggunakan rumus polymonial
dengan rumus 2.7275x2 - 11.966x + 194.69 untuk proyeksi penduduk berjenis kelamin laki-laki
dan dengan rumus 3.8477x2 - 18.591x + 210.59 untuk yang berjenis kelamin perempuan sehingga
didapat perkiraan pertumbuhan penduduk di Kabupaten Kulon Progo sebagai berikut
Pertumbuhan penduduk di Kabupaten Kulon Progo pada tahun 2020 diperkirakan mencapai
413,114 jiwa meningkat dari tahun 2015 yang berjumlah 400,767 jiwa dengan kepadatan
pernduduk per Km2 nya sebesar 146,29 jiwa. Untuk tahun 2035 jumlah penduduk di Kabupaten
Kulon Progo diperkirakan mencapai 452,875 jiwa meningkat sebanyak 52,108 jiwa dari tahun
2015, wialayah terpadat penduduknya berada pada Kecamatan Pengasih dengan jumlah
penduduk maksimum sebesar 55,283 jiwa disusul oleh kecamatan Sentolo dan Wates dengan
III-6 | “ P e n y u s u n a n D E D A i r L i m b a h K o t a W a t e s ”
LAPORAN AKHIR
jumlah penduduk maksimum berjumlah 53,841 jiwa pada tahun 2035 dengan kepadatan 59,44
jiwa/ha sedangkan untuk wilayah dengan jumlah penduduk paling sedikit berada pada
Kecamatan Girimulyo berjumlah 23,280 jiwa diikuti kecamatan samigaluh dan kalibawang.
Pencemaran air, udara, dan tanah masih belum tertangani secara optimal karena aktivitas
pembangunan yang kurang memerhatikan aspek kelestarian fungsi lingkungan. Pencemaran air
di Kabupaten Kulon Progo pada umumnya, adalah adanya indikasi tingginya bakteri coly,
kandungan kapur, dan Fe. Pada lokasi-lokasi khusus, terindikasi adanya logam berat pada
kandungan air minum pada daerah penambangan emas Kokap dan penggunaan pestisida yang
kurang terkontrol pada daerah pertanian sangat menganggu keseimbangan kualitas air tanah
di sekitarnya. Pada musim kemarau panjang mengalami masalah kekeringan. Selain kekurangan
air untuk mengairi lahan pertanian, masyarakat pun menghadapi kekurangan suplai kebutuhan
air untuk konsumsi dankebutuhan sanitasi (MCK).
Asumsi yang digunakan dalam menghitung jumlah pengguna air bersih adalah meliputi : a)
jumlah pelanggan PDAM; b) jumlah pengguna air dari mata air terlindung (SPAM Des); c) jumlah
pengguna air bersih dari sumur terlindung; dan d) jumlah pengguna air bersih dari
Penampungan Air Hujan (PAH). Dari 114.878 rumah tangga yang ada pada tahun 2010 terdapat
sejumlah 64.620 rumah tangga yang telah menggunakan air bersih sebagaimana dapat dilihat
pada tabel sebagai berikut:
Tabel 3.4. Sistem Penyediaan dan Pengelolaan Air Bersih Kabupaten Kulon Progo (PDAM)
III-7 | “ P e n y u s u n a n D E D A i r L i m b a h K o t a W a t e s ”
LAPORAN AKHIR
Wates 2535 SR
Panjatan 1655 SR
Galur 692 SR
Lendah SR
Sentolo 1172 SR
Pengasih 1957 SR
Kokap 2268 SR
Girimulyo 544 SR
Nanggulan 450 SR
Kalibawang 888 SR
Samigaluh - SR
Sumber : PDAM Kulon Progo, 2012
III-8 | “ P e n y u s u n a n D E D A i r L i m b a h K o t a W a t e s ”
LAPORAN AKHIR
Gambar 3.3. Cakupan Pelayanan Air Bersih PDAM Kabupaten Kulon Progo
III-9 | “ P e n y u s u n a n D E D A i r L i m b a h K o t a W a t e s ”
LAPORAN AKHIR
B. Persampahan
Pengelolaan sampah rumah tangga masih sangat memprihatinkan, terutama sampah yang
dihasilkan semakin lama semakin komplek dan tidak dapat ditangani dengan sistem persampahan
yang ada. Maka untuk menangani limbah sampah rumah tangga terutama skala kabupaten perlu
ada peran serta masyarakat.
Pengelolaan sangat penting dilakukan di tingkat rumah tangga dengan pemilahan sampah,
pemanfaatan kembali atau penggunaan ulang sampah, misalnya dijadikan bahan baku kerajinan
atau dijadikan kompos. Dari hasil Studi EHRA dapat diketahui kondisi Pengelolaan sampah di
lingkungan menurut klaster seperti pada grafik di bawah ini :
Dapat diketahui bahwa pengelolaan sampah di Kabuapten Kulon Progo didominasi degan cara
pembakaran terlihat dari cluster kabupaten sebesar 65,8% dan hal ini tersebut di cluster lain kecuali
di cluster 3 yang didominasi dilubang tanah dengan angka 65%. Dari grafik diatas dapat dilihat pula
jenis pengelolaan sampah diKabupaten Kulon Progo berturut turut 1) dikumpulkan oleh kolektor
formal 1,0%, 2) dikumpulkan dan dibuang keTPS 4,4%, 3) dibunag ke dalam lubang dan ditutp dengan
tanah 4,8%, 4) dibuang ke dalam lubang tetapi tidakditutup dengan tanah 14%, 5) dibuang ke lahan
kosong/kebun 8,3% sedang untuk yang lain kurang begitu sigbnifikan dibawah 1% yaitu dibuang ke
sungai, dibiarkan membusuk dan dibuang ketempat lainya.
C. Drainase
Kondisi saluran air rumah tangga merupakan indikator yang menjadi peranan penting pada Survey
EHRA,karena saluran air yang tidak memadai beresiko memunculkan penyakit terutama deman
berdarah dan malaria. Dalam pelaksanaan Survey EHRA masalah saluran air menjadi pengamatan
tersendiri yang dilakukan oleh enumerator untuk mengamati keberadaan saluran air di sekitar
rumah responden. Saluran air yang dimaksud adalah yang digunakan untuk membuang air bekas
penggunaan rumah tangga.
Enumerator juga mengamati dari dekat apakah air di saluran itu mengalir, apa warna airnya, dan
melihat apakah terdapat tumpukan sampah di dalam saluran air itu. Sedangkan saluran air yang
memadai ditandai dengan aliran air yang lancar, warna air cenderung bening atau bersih, dan tidak
adanya tumpukan sampah di dalamnya.
Berikut ini disajikan peraturan-peraturan lingkungan dan peraturan daerah yang berlaku terkait
pengelolaan air limbah.selengkapnya terdapat pada Tabel.
Umumnya yang sangat berperan dalam pengelolaan air limbah adalah Pemerintah Kabupaten
melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Kantor Lingkungan Hidup, peran dari pihak swasta dan
masyarakat masih sangat sedikit. Sedangkan sektor sanitasi merupakan kebutuhan dasar bagi
masyarakat dimana akibat dari sanitasi yang buruk akan berdampak domino bagi masyarakat itu
sendiri.
Secara umum aspek legal formal yang menjadi landasan hukum bagi Pemerintah Kabupaten dan
pihak terkait dalam pengelolaan air limbah belum sebanding dengan tuntutan kebutuhan ditingkat
masyarakat. Menurut Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakata Nomor 3 Tahun 1997
tentang Baku Mutu Air Limbah dan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 112 Tahun
2003 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik bahwa air buangan limbah yang akan dibuang ke
badan air harus sudah memenuhi baku mutu air limbah agar tidak mencemari badan air. Sedangkan
selama ini air buangan domestik tidak pernah dilakukan pemantauan dengan menganalisis air
buangan secara periodik baik secara fisik, kimia, biologi maupun bakteorologi.
Kondisi kajian Kelembagaan di Kabupaten Kulon progo seperti yang tercantum dalam Tabel berikut
Tabel 3.8. Peta Pemangku Kepentingan Dalam Pembangunan Air Limbah Domestik
PEMANGKUKEPENTINGAN
Pemerintah
FUNGSI Swasta Masyarakat
Kabupaten
PERENCANAAN
Menyusun target pengelolaan air Dinas PU - -
limbah skala kab/kota,
Menyusun rencana program air limbah Dinas PU - -
dalam rangka pencapaian target
Menyusun rencana anggaran program Dinas PU - -
airLimbahdalam rangka pencapaian
target
PENGADAAN SARANA
Menyediakan sarana pembuangan Dinas PU, Dinas Pengembang Rumah Tangga
awal air limbahdomestik Kesehatan Perumahan
Menyediakan sarana pengumpulan dan Dinas PU, Dinas Pengembang Rumah Tangga
Pengolah awal (tangki Septik) Kesehatan Perumahan
Membangun sarana pengangkutan dari Dinas PU UPTD Jasa Sedot WC -
tangki Septic ke IPLT(truktinja) Kebersihan dan
Pertamanan
Membangun jaringan atau saluran Dinas PU, Satker - Rumah Tangga
pengaliranLimbah dari sumber ke IPAL PPLP
(pipakolektor)
Membangun sarana IPLT dan atau IPAL Satker PPLP DIY
PENGELOLAAN
Menyediakan layanan sedot lumpur Dinas PU UPTD JasaSedotWC -
tinja Kebersihan
danPertamanan
PEMANGKUKEPENTINGAN
Pemerintah
FUNGSI Swasta Masyarakat
Kabupaten
Mengelola IPLT dan atau IPAL Dinas PU UPTD - KSM SLBM/
Kebersihan SANIMAS
danPertamanan
Melakukan Restribusi penyedotan Dinas PU UPTD JasaSedotWC -
lumpur tinja Kebersihan
danPertamanan
Memberikan izin usaha pengelolaan air Kantor - -
limbahdomestik, dan atau penyedotan Pelayanan
air limbah Terpadu
(Dinas PU, Dinas
Perhubungan,
Kantor LH)
Melakukan pengecekan kelengkapan Kantor - -
utilitas teknis bangunan (tangki septik, Pelayanan
dan saluran drainase lingkungan) Terpadu
dalam pengurusan IMB (Dinas PU
CiptaKarya)
PENGATURAN DAN PEMBINAAN
Mengatur prosedur penyediaan Dinas PU,Kantor - -
layanan air limbah domestic (jam LH
pengangkutan, personil, peralatan,dll)
Melakukan sosialisasi peraturan, dan Dinas PU, Kantor - -
Pembinaan dalam hal pengelolaan air LH, Dinas
limbah domestik Kesehatan
Memberikan sanksi terhadap Kantor LH - -
pelanggaranPengelolaan air limbah
domestik
MONITORING DAN EVALUASI
Melakukan monitoring dan evaluasi Dinas PU,Kantor - -
terhadap capaian target pengelolaan LH
air limbah domestik
Melakukan monitoring dan evaluasi Dinas PU - -
terhadap kapasitas infrastruktur sarana
pengelolaan air limbah domestik
Melakukan monitoring dan evaluasi Kantor LH - -
terhadap baku mutu air limbah
domestik
Tabel 3.9. Peta Peraturan Air Limbah Domestik Kabupaten Kulon Progo
Ketersediaan Pelaksanaan
Peraturan Ada Tidak Efektif Blm Efektif/ Tdk Efektif/ Ket.
(sebutkan) Ada Dilaksanaka Dilaksanaka Dilaksanaka
n n n
Target capaian pelayanan -RPJMD
pengelolaan air limbah -Renstra Efektif RPJMD/
domestik diKab/Kotaini -Perbup No. 78 sesuai Restra
Th 2011(SPM Bid. - capaian - - 2012 sd
Pekerj. pertahun 2016
UmumdanTR)
Kewajiban dan sanksi bagi PERDA Nomor : 3
Pemerintah Kab/Kota dalam Tahun2008 ttg
penyediaan layanan Pembentukan
pengelolaan Organisasidan - - - - -
air limbah domestik Tata
Kewajiban dan sanksi bagi
Pemerintah Kab/Kota
dalam memberdayakan Tidak
masyarakat dan - ada - - - -
Badan usaha dalam
Kewajiban dan sanksi bagi
masyarakat dan
atau Tidak
pengembang untuk - ada - - - -
menyediakan sarana
Kewajiban dan sanksi bagi
industri rumah tangga untuk
menyediakan sarana
pengelolaan air limbah - - - - - -
domestikdi tempat usaha
Kewajiban dan sanksi bagi
kantor Tidak
untuk menyediakan sarana - ada - - - -
pengelolaan airl imbah
Kewajiban penyedotanair
limbah domestic untuk Tidak
masyarakat, - ada - - - -
Industry rumah tangga,
Retribusi penyedotan air Perda No. 10
limbah domestik tahun
2011 ttg
Pemakaian - Efektif - - -
Kekayaan Daerah
Tata cara perizinan untuk
kegiatan pembuangan air Tidak
limbah domesticBagi - ada - - - -
kegiatan permukiman, usaha
Gambar 3.6. Struktur Organisasi Pengelola Air limbah Domestik Dinas Pekerjaan Umum Kab. Kulon Progo
Uraian Tugas:
- Mempelajari peraturan perundang-undangan, kebijakan teknis, pedomandan
petunjuk pelaksanaan serta serta bahan lainnya yang berkaitan dengan
penyehatan lingkungan.
- Menyusun program kerja seksi.
- Menyusunpedoman perencanaan teknis, pelaksanaan dan pengendalian
penyehatan lingkungan permukiman.
- Menyusun database sarana dan prasarana penyehatan lingkungan.
- Melaksanakan inventarisasi kebutuhandan permasalahan terhadap pemenuhan
kebutuhan sarana dan prasarana penyehatan lingkungan.
- Menyelenggarakan pembangunan penyehatan lingkungan permukiman.
- Menyelenggarakan pengawasan dan penertiban pembangunan penyehatan
lingkungan permukiman.
- Menyelenggarakan bimbinganteknisdalam penyehatanlingkungan.
- Menyelenggarakan perencanaan pemeliharaan, pelaksanaan dan pengawasan
sarana air bersih, air buangan/limbah dan drainase lingkungan.
- Melaksanakan urusan surat menyurat, data, perpustakaan arsip dan
dokumentasi Bidang
- Mengelola keuangan Bidang
- Mengelolake pegawaian Bidang.
- Mengelola barang inventaris Bidang
- Menyusun laporan pelaksanaan tugasSeksi, dan
Biaya penyedotan kakus yang dibebankan kepada konsumen berdasarkan Perda No. 10 tahun
2011 tentang Pemakaian Kekayaan Daerah sebesar Rp 75.000,00/1 kali sedot peraturan Daerah
Kota Yogyakarta Nomor : 5 Tahun 2012 Tentang Retribusi jasa Umum
Kondisi Fisik
Bagian Utara
Bagian Tengah
Merupakan daerah perbukitan dengan ketinggian antara 100 sampai dengan 500 meter
dari permukaan air laut. Meliput i kecamatan: Sentolo, Pengasih, dan Kokap
Bagian Selatan
Merupakan dataran rendah dengan ketinggian 0 sampai dengan 100 meter dari
permukaan air laut. Meliputi kecamatan: Temon, Wates, Panjatan, Galur, dan Lendah.
Hamparan wilayah Kabupaten Kulon Progo menurut ketinggian tanahnya adalah 17,58 % berada
pada ketinggian < 7 m di atas permukaan laut (dpal); 15,20 % berada pada ketinggian 8 - 25 m
dpal; 22,84 % berada pada ketinggian 26 - 100 m dpal; 33,0 % berada pada ketinggian 101 - 500 m
dpal; dan 11,37 % berada pada ketinggian > 500 m dpal.
Kemiringan (Derajad)
Kecamatan Jumlah
<7° 3°-15° 16°-40° >40°
Ketinggian muka air laut dapat digunakan untuk melihat kondisi kemiringan per Kecamatan di
Kabupaten Kulon Progo, dimana secara rinci dijabarkan dalam tabel berikut ini
Luas Tanah Menurut Ketinggiannya Dari Permukaan Laut Dirinci Per Kecamatan di Kabupaten Kulon
Progo (Ha), 2012
Dari tabel diatas dapat terlihat ketinggian muka tanah terhadap muka air laut dimana pada tabel
terlihat kecamatan Galur relative datar dengan ketinggian antara <7 meter dan 8-25 meter,
untuk kecamatan Wates juga relative datar meskipun ada seluas 240.03 Ha berada pada
Rata-rata Curah Hujan dan Hari Hujan menurut Masing-masing Stasiun Hujan di
Kabupaten Kulon Progo, 2012
Rata-rata curah hujan di Kabupaten Kulon Progo relatif naik turun dilihat pada tahun 2007
hingga 2012, curah hujan terbesar berada pada kecamatan Lendah yaitu sebesar 308 mm,
sedangkan jumlah hari hujan terbanyak berada pada kecamatan Wates, Kokap dan Kalibawang
dengan masing-masing 10 hari hujan. Pada table diatas dapat terlihat rata-rata hari hujan
tertinggi terjadi pada tahun 2010 dengan jumlah curah hujan terbesar yaitu 194 mm pada tahun
yang sama.
Kabupaten Kulon Progo terdiri dari 12 Kecamatan dengan luas wilayah secara keseluruhan
58.627,512 ha. Kecamatan Kokap merupakan wilayah terluas yaitu 7.379,950 ha, sedangkan
wilayah dengan luas terkecil adalah Kota Wates yaitu 3.200,239 ha.
a) Sosial ekonomi
Salah satu indicator makro untuk melihat kinerja perekonomian secara rill disuatu
daerah adalah indicator laju pertumbuhan ekonomi. Indikator ini dihitung
berdasarkan perbandingan PDRB atas dasar harga konstan pada suatu tahun dengan
tahun sebelumnya dikurangi dengan nilai 100, jika nilainya positif berarti terjadi
pertumbuhan, dan jika nilainya negative berarti terjadi kemunduran. Kebijakan
perekonomian sebaiknya diarahkan pada sektor-sektor yang memberikann andil
pertumbuhan yang cukup besar dalam perekonomian, dan terlebih sektor-sektor
yang dapat meningkatkan kualitas kesejahteraan masyarakat Kulon Progo secara
langsung
Tabel 3.12. Produk Domestik Regional Bruro menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga
Berlaku di Kabupaten Kulon Progo (Juta Rupiah), 2007-2010
Lapangan Usaha 2009 2010 2011 2012
-1 -2 -3 -4 -5
8. Keuangan, Real Estat, dan Jasa Perusahaan 204,966 225,679 237,799 255,377
Besaran PDRB per kapita Kabupaten Kulon Progo di tahun 2010 sebesar 9,121,466 sedangkan
pada tahun 2012 sebesar 10,671,984, PDRB perkapita merupakan salah satu indikator untuk
menilai kemakmuran penduduk, sektor pertanian masih mendominasi perekonomian di
Kabupaten Kulon Progo, Kontribusi sektor ini sebesar 23,48%, diikuti sektor jasa-jasa sebesar
22,11% dan yang terkecil yakni sektor listrik, gas dan air bersih.
Jasa-jasa
PDRB Pertanian
22% 24%
Pertambangan dan
Penggalian
1%
Keuangan, Real
Estat, dan Jasa
Perusahaan
6%
Industri Pengolahan
14%
Angkutan dan
Komunikasi
9% Listrik Gas dan Air
Perdagangan, Hotel Konstruksi Bersih
dan Restoran 6% 1%
17%
Sektor petanian terdiri atas 6 subsektor, yaitu pangan, tanaman holtikultura, perkebunan,
peternakan, perikanan dan kehutanan. Pada tahun 2012 produksi padi tercatat 135.238 ton atau
mengalami kenaikan produksi sebesar 1,60 persen dibandingkan tahun 2011 yang mencapai
133.100 ton, secara umum produksi palawija Kabupaten Kulon Progo Tahun 2012 naik dibanding
produksi di tahun 2011 untuk komoditas sayuran yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat
Kabupaten Kulon Progo dan menghasilkan produksi yang cukup besar adalah tanaman cabe
besar, petsai serta bawang merah dengan produksi masing-masing ditahun 2012 sebesar 11.581,6
ton, 4.793,8 ton serta 2.472,2 ton.
Sektor peternakan terdiri dari ternak besar, ternak kecil dan ternak unggas. Di Kabupaten Kulon
Progopada tahun 2012 umumnya menurun populasi ternak besar jenis sapi turun 22,07 persen,
kerbau turun 3,88 persen dan kuda turun 17,39 persen, sedangkan populasi ternak kecil jenis
kambing meningkat 0,29 persen atau sebanyak 87.441 ekor sedangkan yang lainya mengalami
Besarnya pendapatan masyarakat dapat dilihat dari besarnya % penghasilan yang digunakan
untuk konsumsi sehari-hari. Pada umumnya rumah tangga, semakin tinggi persentase
pengeluaran konsumsi dibandingkan total pengeluaran setiap bulannya mengindikasikan
semakin sulit kehidupan ekonomi rumah tangga tersebut karena sebagian besar
pengeluarannya masih didominasi untuk pengeluaran konsumsi sehari-hari.
Dari table dapat diasumsikan masyarakat sebagian besar menggunakan penghasilanya untuk
konsumsi, semakin kecil presentasi penghasilan yang digunakan untuk konsumsi maka semakin
tinggi kelas masyarakat tersebut. Artinya semakin tinggi pendapatan seseorang maka
presentasi digunakan untuk konsumsi semakin kecil, masyarakat Kulon Progo 54% berada pada
presentase 51-60%, kelompok masyarakat kelas menengah. Lebih dari 60% maka kelompok
tersebut berada pada kelompok kelas rendah.
Masalah kemiskinan menjadi persoalan utama pemerintah sejak dulu. Berbagai kebijakan,
program dan kegiatan dengan anggaran yang tidak kecil dialokasikan bagi program penanganan
kemiskinan. Berbagai kriteria kemiskinan yang ditetapkan oleh beberapa instansi yang terkait
menangani masalah kemiskinan tersebut.
Kategori
Kecamatan
Pra KS KS I
(1) (2) (3)
1. Temon 1,603 1,372
2. Wates 2,854 2,309
3. Panjatan 3,540 2,675
4. Galur 1,585 2,590
5. Lendah 4,131 2,996
6. Sentolo 5,022 3,061
7. Pengasih 6,104 2,233
8. Kokap 5,951 1,955
9. Girimulyo 3,424 1,597
10. Nanggulan 2,171 1,571
11. Kalibawang 3,440 2,163
12. Samigaluh 4,437 1,549
2012 44,262 26,071
2011 44,711 25,972
2010 44,234 24,480
2009 43,540 26,290
2008 44,428 22,850
Sumber: Badan Pemberdayaan Masyarakat, Pemerintah Desa, Perempuan dan Keluarga
Berencana di Kabupaten Kulon Progo, 2012
Berdasarkan tahapan keluarga, di Kabupaten Kulon progo terdapat sebanyak 123,165 keluarga
dengan jumlah Pra Keluarga Sejahtera di Kabupaten kulon progo pada tahun 2012 sebanyak
44,262 keluarga atau 35,96 persen dan jumlah Pra Keluarga Sejahtera terbanyak terdapat pada
kecamatan Pengasih sebanyak 6,104 keluarga sedangkan untuk kecamatan Wates sendiri
terdapat 2,854 keluarga atau sebesar 6,45 persen dari total jumlah penduduk Pra Keluarga
Sejahtera yang ada di Kabupaten Kulon Progo. Keluarga KS I sebanyak 26,071 keluarga atau 21,18
persen terbanyak terdapat pada Kecamatan Sentolo sebanyak 3,061 keluarga sedangkan untuk
Kecamatan Wates sendiri terdapat 2,309 keluarga. Yang merupakan keluarga miskin menurut
kriteria tahapan keluarga adalah keluarga Pra KS dan KS I.
Kategori
KS III+
4%
Pra KS
KS III 40%
32%
KS I
24%
b) Budaya
Kesenian daerah merupakan kekayaan budaya yang harus dilestarikan. Kabupaten
Kulon Progo mempunyai perkumpulan kesenian tari sebanyak 394 kelompok, seni
musik sebanyak 646 kelompok, seni teater sebanyak 256 kelompok, dan seni rupa
sebanyak 8 kelompok yang terdiri dari 6 kelompok seni lukis, serta seni ukir dan tatah
wayang kulit masing-masing 1 kelompok. Jumlah organisasi social/LSM/organisasi
massa dan wanita tercatat sebanyak 218 organisasi.
c) Kesehatan Masyarakat
Data berikut merupakan data pasien yang mendapat perawatan jalan untuk berbagai
penyakit di RSUD Wates Kabupaten Kulon Progo tahun 2012 dimana untuk kasus
penderita diare terbanyak terjadi pada bulan april sebanyak 254 pasien dan paling
sedikit terjadi pada bulan oktober sebanyak 48 pasien.
Jenis Penyakit
Bulan Telinga
Panas Pilek Asma Diare Campak Berair/ Lever
Congek
7. Juli 86 68 49 75 - 9 4
8. Agustus 92 133 50 63 - 23 1
9. September 72 122 57 58 1 11 3
11. November 59 94 36 49 - 20 4
12. Desember 81 90 39 73 - 17 3
Jenis Penyakit
Bulan Telinga
Panas Pilek Asma Diare Campak Berair/ Lever
Congek
1. Januari 15 10 9 86 1 - 14
2. Februari 8 8 14 94 1 - 8
3. Maret 4 6 16 82 1 1 8
4. April 8 4 11 127 1 - 8
5. Mei 4 9 14 83 - - 2
6. Juni 7 0 25 56 - 1 14
7. Juli 5 8 10 42 - - 2
8. Agustus 2 0 9 44 - - 4
9. September 3 11 14 32 - - 4
10. Oktober 11 13 17 22 - - 5
11. November 19 - 6 35 - - 8
12. Desember 43 12 12 77 - - 9
Fasilitas
Tahun Rumah Tempat Tidur Dokter Paramedis
Puskesmas Puskesmas
Sakit Pembantu RS Puskesmas RS Puskesmas RS Puskesmas
2004 2 20 61 231 101 52 71 190 362
2005 2 20 61 231 101 54 76 182 284
2006 3 20 61 231 101 54 76 182 284
2007 3 20 62 231 101 54 76 182 284
2008 6 20 63 266 101 77 62 230 278
2009 6 21 63 432 80 67 64 227 320
2010 7 21 63 360 80 81 71 304 347
2011 7 21 63 410 80 94 44 339 339
2012 8 21 63 445 80 106 44 711 522
2013 9 21 64 470 74 105 46 511 416
2014 10 21 64 500 71 111 42 588 432
2015 11 22 64 531 67 118 39 676 448
2016 12 22 65 562 64 125 35 778 464
2017 12 22 65 593 60 131 31 894 481
2018 13 22 65 624 57 138 27 1029 497
2019 14 22 66 655 53 145 23 1183 513
2020 15 22 66 686 50 152 20 1361 529
2021 16 23 66 716 46 158 16 1565 545
2022 17 23 67 747 43 165 12 1800 561
2023 17 23 67 778 39 172 8 2071 577
2024 18 23 67 809 36 178 5 2381 593
2025 19 23 68 840 32 185 1 2739 610
2026 20 23 68 871 29 192 -3 3150 626
2027 21 24 68 902 25 199 -7 3623 642
2028 22 24 69 933 22 205 -10 4167 658
2029 22 24 69 963 18 212 -14 4793 674
2030 23 24 69 994 15 219 -18 5513 690
2031 24 24 70 1025 11 225 -22 6341 706
2032 25 24 70 1056 8 232 -26 7293 722
Data kondisi eksisting pengelolaan air limbah kabupaten kulon progo diperoleh dari buku putih
sanitasi kabupaten kulonprogo bahwa Sarana sanitasi sub sektor air limbah di Kabupaten
Kulon Progo secara kuantitas dan kualitas belum memenuhi kebutuhan masyarakat. Masih
banyak sarana air limbah kurang memenuhi ditinjau dari aspek kesehatan lingkungan terutama
di kawasan pedesaan seperti masih menggunakan closet cemplung (cubluk),
Dalam pengelolaan limbah cair domestik di Kabupaten Kulon Progo sebagian besar masyarakat
masih menggunakan sistem onsite (setempat) serta sebagian kecil sudah menggunakan
sistem komunal untuk pengelolaan black water. Sedangkan untuk grey water sebagian besar
rumah tangga masih melakukan pembuangan ke lahan terbuka, drainase, saluran irigasi, bahkan
ke sungai. UPTD Kebersihan dan Pertamanan yang ada di Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten
Kulon Progo juga melayani penyedotan lumpur tinja kepada masyarakat, walaupun
Pelanggan (Jiwa)
Th.
No Nama Kelompok Alamat Fisik Pemban Kap.
gunan Eksisting
Terpasang
1 KSM "NGUDI SARAS" Kriyanan RW 5, Wates, Wates MCK PLUS 2007 318
2 KSM "TRITO PRONO" Kedungdowo, Wates, Wates Ipal Komunal 2010 450 453
3 KSM "RAHARJA" Wetan Pasar, Wates, Wates Ipal Komunal 2010 250 35
4 KSM "SUMBER WARAS" Beji, Wates, Wates Ipal Komunal 2011 450 400
5 KSM "RAHARJA" Wetan Pasar, Wates, Wates Ipal Komunal 2011 250 204
Ipal Komunal &
6 KSM "SEHATI" Nganti, Hargotirto, Kokap 2011 219
MCK PLUS
7 KSM "BERSAMA" Wonosidi Lor Rt.63 Rw.29 Wates, Wates Ipal Komunal 2012 350
8 KSM "TINGKAS" Serut Rt.18, Pengasih, Pengasih Ipal Komunal 2012 250 241
9 KSM "SEHAT" Dlaban Rt.05 Rw.06, Sentolo, Sentolo Ipal Komunal 2012 250 171
10 KSM "BLUMBANG SEHAT" Blumbang, Banjararum, Kalibawang Ipal Komunal 2013 250 215
11 KSM "KALI JAMBE SEHAT" Karang, Gerbosari, Samigaluh Ipal Komunal 2013 250 150
12 KSN "SIDO SEHAT" Kriyan, Hargorejo, Kokap Ipal Komunal 2013 250 155
13 KSM "CUMPRIT" Sanggrahan Kidul, Bendungan, Wates Ipal Komunal 2013 1000 175
14 KSM "SOLE SEHAR" Cekelan, Karangsari, Pengasih Ipal Komunal 2013 250 170
15 KSM "SIDEMAN BERSIH" Sideman, Giripeni, Wates Ipal Komunal 2013 1000 -
Tabel 3.20. Pelanggan IPAL Komunal Kabupaten Kulon Progo
Secara umum kegiatan pengelolaan limbah cair di Kabupaten Kulon Progo sudah berjalan
dengan cukup baik, tetapi masih terdapat permasalahan terkait dengan pengelolaannya.
Adapun isu strategis yang berkaitan dengan limbah domestik adalah:
Pembuangan air limbah cuci dan kamar mandi di kawasan padat penduduk masih banyak
dilakukan dengan mengalirkan air menuju sungai dan badan drainase. Hal tersebut
menimbulkan pencemaran air yang dapat menggangu kesehatan dan kenyamanan warga.
Penentuan area berisiko berdasarkan hasil studi EHRA adalah kegiatan menilai dan memetakan
tingkat resiko berdasarkan: kondisi sumber air; pencemaran karena air limbah domestik;
pengelolaan persampahan di tingkat rumahtangga; kondisi drainase; aspek perilaku (cuci
tangan pakai sabun, higiene jamban, penanganan air minum, buang air besar sembarangan).
Proses penentuan area berisiko dimulai dengan melakukan analisis terhadap data sekunder,
diikuti dengan penilaian atau persepsi SKPD SKPD, dan analisis data primer berdasarkan hasil
studi EHRA. Penentuan area berisiko dilakukan bersama-sama seluruh anggota Pokja
menentukan kesepakatan-kesepakatan berdasarkan hasil dari ketiga data tersebut.
Metode yang digunakan untuk menentukan area resiko berdasarkan data sekunder
dilaksanakan dengan metode SWOT. Adapaun hasil dari penentuan area berisiko berdasarkan
tingkat/derajat risiko disajikan dalam bentuk tabel dan peta.
Ada 8 desa/ kelurahan di 4 Kecamatan yang berisiko Sangat Tinggi; yaitu Desa Wates,
Giripeni,dan Bendungan (Kecamatan Wates); Desa salamrejo (Kecamatan Sentolo); Desa
Kanoman dan Panjatan (Kecamatan Panjatan); serta Desa Kranggan dan Tirtorahayu
(Kecamatan Galur). Adapun 65 desa di 12 kecamatan yang ada di Kabupaten Kulon Progo
berisiko Tinggi, serta 15 desa di 6 kecamatan berisiko sedang/menengah. Penentuan penyebab
utama risiko pada masing- masing desa ditentukan melalui hasil Studi EHRA (data primer). Dari
tabel di atas ada fenomena dimana untuk area beresiko sangat tinggi, PHBS menjadi issue
prioritas untuk ditangani, kemudian diikuti upaya penanganan masalah persampahan.
Sedangkan untuk area beresiko tinggi maupun sedang/menengah penanganan masalah air
limbah menjadi issue utama penanganan dan diikuti masalah PHBS dan penanganan
persampahan.
Kebijakan pengembangan system pengelolaan air limbah telah disusun oleh pemkab
kulonprogo dan tercantum pada momerandum program sanitas. Beberapa poin utama
yang dibahas adalah mengenai Pengembangan Peraturan, Pengembangan SDM,
Pengembangan IPTL, Pengembangan Sistem Off-site (komunal), Pengembangan
Peran Serta Masyarakat, Pengembangan Sistem Off-site (Skala Kawasan) dengan poin-
poin penjelasan sebagai berikut :
BAB IV
STRATEGI PENGEMBANGAN SPAL
Umum
Sarana sanitasi subsektor air limbah di Kabupaten Kulon Progo secara kuantitas
dan kualitas belum memenuhi kebutuhan masyarakat. Masih banyak sarana air limbah
kurang memenuhi ditinjau dari aspek kesehatan lingkungan terutama di kawasan
pedesaan seperti masih menggunakan closet cemplung (cubluk), penyedotan
lumpur tinja hanya terbatas di wilayah kota Wates, dan sarana pernbuangan akhir
lumpur tinja (Instalasi Pengolahan Limbah Terpadu/ IPLT) hanya tersedia di RSUD
Wates.
Dalam pengelolaan limbah cair domestik di Kabupaten Kulon Progo sebagian besar
masyarakat masih menggunakan sistem onsite (setempat) serta sebagian kecil
sudah menggunakan sistem komunal untuk pengelolaan black water. Sedangkan
untuk grey water sebagian besar rumah tangga masih melakukan pembuangan ke
lahan terbuka, drainase, saluran irigasi, bahkan ke sungai. UPTD Kebersihan dan
Pertamanan yang ada di Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kulon Progo juga
melayani penyedotan lumpur tinja kepada masyarakat, walaupun frekuensinya
masih sangat kecil. Lumpur tinja tersebut untuk sementara masih dibuang di lokasi
TPA Banyuroto dengan jalan membuat lubang galian. Sementara itu di tahun 2011
Pemerintah Kabupaten Kulon Progo memperoleh bantuan dari APBN melalui Satker
PBL Daerah Istimewa Yogyakarta berupa pembangunan Instalasi Pengolah Lumpur
Tinja (IPLT), namun hingga tahun 2012 masih perlu dilakukan penyempurnaan
sehingga belum dapat dioperasikan.
III-1 | “ P e n y u s u n a n D E D A i r L i m b a h K o t a W a t e s ”
LAPORAN AKHIR
dengan pengelolaannya. Adapun isu strategis yang berkaitan dengan limbah
domestik adalah:
Pembuangan air limbah cuci dan kamar mandi di kawasan padat penduduk
masih banyak dilakukan dengan mengalirkan air menuju sungai dan badan
drainase. Hal tersebut menimbulkan pencemaran air yang dapat menggangu
kesehatan dan kenyamanan warga
Berdasarkan kondisi permasalahan air limbah, hasil analisis SWOT yang dipadukan
dengan SPM dan RPJMD maka, tujuan sasaran dan strategi untuk pencapaian
pengembangan air limbah domestik Kabupaten Kulon Progo adalah sebagai
berikut :
III-2 | “ P e n y u s u n a n D E D A i r L i m b a h K o t a W a t e s ”
LAPORAN AKHIR
Tabel 4.1. Tujuan, sasaran, dan tahapan pencapaian pengembangan air limbah
domestik
III-3 | “ P e n y u s u n a n D E D A i r L i m b a h K o t a W a t e s ”
LAPORAN AKHIR
5.Tersedianya lahan untuk Tersedianya lahan di Tersedia lahan di 7 Inventarisasi lahan
pembangunan IPAL komunal lingkungan masyarakat Kecamatan yang tidak produktif
untuk untuk penyediaan
pembangunan IPAL lahan
Komunal sebanyak 15 unit
sampai tahun Penyadaran
2017 masyarakat untuk
penyediaan lahan
pembangunan IPAL
Komunal
Visi pembangunan pengelolaan air limbah kabupaten Kulon Progo yaitu “Terwujudnya
sanitasi kabupaten Kulon Progo yang sehat dan mandiri melalui optimalisasi pelayanan
sanitasi menuju masyarakat sejahtera berdasarkan iman dan taqwa”
Untuk mencapai visi tersebut maka dirumuskan misi pengelolaan air limbah sebagai
berikut :
Dari visi tersebut di atas, menunjukkan bahwa salah satu sasaran yang ingin dicapai
untuk lima tahun ke depan adalah terwujudnya peningkatan kualitas kesehatan
III-4 | “ P e n y u s u n a n D E D A i r L i m b a h K o t a W a t e s ”
LAPORAN AKHIR
masyarakat, baik sehat jasmani, maupun rohani, sehingga masyarakat dapat
memenuhi kebutuhan hidupnya dalam lingkungan yang bersih dan nyaman.
Tujuan dan sasaran strategis dari system pengelolaan limbah kabupaten kulon progo
adalah
III-5 | “ P e n y u s u n a n D E D A i r L i m b a h K o t a W a t e s ”
LAPORAN AKHIR
limbah akan mengacu kriteria perencanaan yang telah diperjelas dalam peraturan yang
berlaku.
a) Tersedianya sarana sanitasi atau pengelolaan air limbah yang memadai baik
sistem on site maupun off site di tahun 2020
b) Meningkatnya derajat kesehatan masyarakat yang lebih baik, akibat
perluasan dan perbaikan akses sanitasi masyarakat di tahun 2025
c) Tercapainya lingkungan perkotaan yang dapat menjamin keberlanjutan
pembangunan, dengan berkurangnya pencemaran air permukaan dan air
tanah, akibat air limbah domestik, tahun 2035.
d) Untuk mencapai kualitas sanitasi yang lebih baik, maka langkah awal yang
dilakukan adalah menciptakan pengelolaan yang lebih baik dan memadai
sampai dengan 2020
III-6 | “ P e n y u s u n a n D E D A i r L i m b a h K o t a W a t e s ”
LAPORAN AKHIR
e) Di Tahun 2025, hal yang ingin dicapai adalah, bagaimana agar masyarakat yang
sudah memiliki fasilitas jamban sehat berpindah menjadi konsumen dari sistem
pelayanan IPLT dan perpipaan atau IPAL. Oleh karena itu, maka untuk jangka
menengah ini targetnya adalah tersedianya jaringan perpipaan sesuai dengan
kriteria wilayah pelayanan
f) Usaha mendorong pengguna jamban sehat untuk menggunakan layanan IPLT
terus dilakukan hingga akhir Tahun 2035 sehingga tercapai target seluruh
masyarakat yang tidak menyambung ke IPAL menjadi pelanggan layanan IPLT
4.4.1
4.4.1 Metode Pemilihan (SWOT)
III-7 | “ P e n y u s u n a n D E D A i r L i m b a h K o t a W a t e s ”
LAPORAN AKHIR
Penetapan Arah Pengembangan
Berdasarkan karakteristik wilayah dan potensi sumber daya alam, maka dapat
sidimpulkan potensi pengembangan Kabupaten Kulon Progo sebagai berikut :
a. Dari segi topografi wilayah, Kabupaten Kulon Progo memiliki potensi lahan
datar sebesar 17,58 % dengan ketinggian <7 mdpl atau sekitar 10.306,717 ha
dari luas keseluruhan wilayah administrasi Kabupaten Kulon Progo wilayah
yang cukup luas untuk menduduk kegiatan perkotaan, lahan yang belum
terbangun cukup luas sehinggaproses pengembangan dan pembangunan
tidak akan menemui kesulitan yang besar
III-8 | “ P e n y u s u n a n D E D A i r L i m b a h K o t a W a t e s ”
LAPORAN AKHIR
- Adanya kesiapan anggaran Pemerintah Daerah untuk pembangunan
sarana dan prasana kota dan adanya APBD Kulon Progo untuk
pendanaan sub sektor sanitasi termasuk operasional/pemeliharaan
ivestasi sanitasi dan pemeliharaan asset sanitasi
- Kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap pendapatan daerah
Kabupaten Kulon Progo mengalami peningkatan, namun tingkat
ketergantungan terhadap pemerintah pusat (DAU) masih sangat besar
-
- Peningkatan kesejahteraan penduduk diukur dari meningkatnya
pendapatan penduduk yang diperoleh dari penjualan hasil produksi
disektor pertanian sebagai sumber penyumbang PDRB terbesar di
Kabupaten Kulon Progo
- Peningkatan kesejahteraan penduduk disekor pertanian ini jika diikuti
dengan kesadaran untuk menabung sekaligus menginvestasikan
terhadap upaya peningkatan nilai usaha produksinya, maka secara tidak
langsung akan mengakibatkan meningkatnya perekonomina Ksbupaten
Kulon Progo yang nantinya dapat memberikan partisipasi yang lebih
baik bagi pembangunan daerah.
III-9 | “ P e n y u s u n a n D E D A i r L i m b a h K o t a W a t e s ”
LAPORAN AKHIR
B. Kelemahan / Permasalahan
TANTANGAN PENGEMBANGAN Pengembangan wilayah Kabupaten Kulon Progo Keterbatasan armada penggangkut tinja menjadi
(threatening) harus sesuai dengan apa yang telah direncanakan hambatan tersendiri, keterbatasan ini jangan
T1 :kurang dukungan masyarakat karen dirasa sehingga mendapat dukungan dari masyarakat yang sampai menjadi alas an tidak terlayaninya penduduk
belum perlunya pengembangan untuk saat ini akan menciptakan sinergi pengembangan yang daerah pelayanan
T2 : Pendanaan yang masih bergantung pada cukup kuat sehingga beban investasi yang tinggi
pusat dapat ditanggung besama-sama
- Potensi lahan datar yang cukup luas dan disukung oleh potensi sumber daya air yang mencukupi menjadikan daerah Kulon Porgo layak
untuk dijadikan daerah rencana pengembangan SPAL terpusat
- Kabupaten Kulon Progo yang cukup sentral terhadap wilayah lainya akan memberikan dampak pada sinergi pengembangan dan
pengendalian wilayah
- Rencana akan dibangunya sebuah bandara Pesawat Terbang di Kabupaten Kulon Progo mengakibatkan semakin menarik minat
penduduk membangun pemukiman sebagi tempat tinggal mengakibatkan pertumbuhan penduduk nantinya akan mengarah kearah
bandara yang akan dibangun yaitu didaerah selatan Kabupaten Kulon Progo sehingga akan diperlukanya fasilitas kesehatan dan sanitasi
yang memadai
- Pengembangan wilayah Kabupaten Kulon Progo harus sesuai dengan apa yang telah direncanakan sehingga mendapat dukungan dari
masyarakat yang akan menciptakan sinergi pengembangan yang cukup kuat sehingga beban investasi yang tinggi dapat ditanggung
besama-sama
Strenght
a. Kebupaten Kulon Progo telah memiliki 13 sanitasi komunal yang telah terbangun
dibeberapa kecamatan dan 5 sanitasi komunal yang sedang dalam tahap
pembangunan
b. Sarana sanitasi secara kuantitas dan kualitas belum memenuhi kebutuhan
masyarakat sehingga masyarakat membutuhkan sarana sanitasi yang memadai
dan memenuhi standar kesehatan
c. Masih banyak sarana air limbah kurang memenuhi ditinjau dari aspek kesehatan
lingkungan terutama di kawasan pedesaan seperti masih menggunakan closet
cemplung (cubluk), penyedotan lumpur tinja hanya terbatas di wilayah kota
Wates, dan sarana pernbuangan akhir lumpur tinja (Instalasi Pengolahan Limbah
Terpadu/ IPLT) hanya tersedia di RSUD Wates
d. Tersedianya lahan datar yang cukup luas di tengah kawasan padat penduduk
dikecamatan wates singga berpotensi untuk dijadikan tempat pengolahan
Weaknes
a. Kondisi jumlah penduduk yang masih sangat kecil dengan kepadatan penduduk
8,07 jiwa/ha. Hal ini menjadi kendala dalam perencanaan SPAL terpusat
b. Terpengeruhnya ketinggian air permukaan terhadap pasang surut air laut
disebelah selatan mengakibatkan sulitnya dalam menentukan lokasi IPAL yang
akana dibangun dan terdapat sungai besar yang memisahkan antara Kecamatan
Wates dan Kecamatan Bendungan sehingga kedua kawasan ini tidak dapat di
satukan dalam satu unit pengolahan
c. Nilai investasi SPAL terpusat yang cukup tinggi dan adanya biaya operasional
yang dibebankan ke masyarakat
Opportunity
Threat
Strenght
Weeknes
Opportunity
Total
10.00 1.00 8.00 2.70
Threat
Total
8.00 1.00 7.00 2.25
MATRIK SWOT
Dilihat dari hasil analisis internal dan eksternal pada table diatas, maka bias didapatkan total
sebagai berikut :
Berdasarkan pada Hasil Rangking luas matrik tersebut diatas, maka penentuan posisi SWOT
Kulon Progo dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
Prioritas pengembangan pelayanan jaringan SPAL Kabupaten Kulon progo diarahkan ke arah
IPAL komunal dimana penduduk yang cukup padat terdapat dikawasan perkotaanya Kulon
progo untuk memberikan akselerasi bagi pengelolaan air limbah secara lebih cepat maka
dilakukan upaya meminimasi kelemahan dan tantangan yang ada, seperti Penyusunan Perda Air
Limbah, Peningkatan kelembagaan subsektor Air Limbah yang terintegrasi dengan Air Minum,
dan Drainase di Seksi Penyehatan Lingkungan. Peningkatan Jumlah SDM pengelola Subsektor
No Variabel Keterangan
A STRENGHT
1 Infrastruktur sanitasi Kebupaten Kulon Progo telah memiliki 13 sanitasi
komunal yang telah terbangun dibeberapa
kecamatan dan 5 sanitasi komunal yang sedang
dalam tahap pembangunan
2 Kondisi Penduduk Sarana sanitasi secara kuantitas dan kualitas belum
memenuhi kebutuhan masyarakat sehingga
masyarakat membutuhkan sarana sanitasi yang
memadai dan memenuhi standar kesehatan
4 Kondisi Fisik Wilayah Tersedianya lahan datar yang cukup luas di tengah
kawasan padat penduduk dikecamtan wates singga
berpotensi untuk dijadikan tempat pengolahan
B WEAKNES
1 Demografi Kondisi jumlah penduduk yang masih sangat kecil
dengan kepadatan penduduk 8,07 jiwa/ha. Hal ini
menjadi kendala dalam perencanaan SPAL terpusat
2 Kondisi Fisik wilayah Terpengeruhnya ketinggian air permukaan terhadap
pasang surut air laut disebelah selatan
mengakibatkan sulitnya dalam menentukan lokasi
IPAL yang akana dibangun dan terdapat sungai besar
yang memisahkan antara Kecamatan Wates dan
Untuk mencapai keberhasilan dalam pengembangan SPA Kabupaten Kulon Progo, maka
perencanaan SPAL harus dapat memaksimalkan strength dan meminimalkan faktor weakness
Oleh karena itu untuk memberikan akselerasi bagi pengelolaan air limbah secara lebih cepat
maka dilakukan upaya meminimasi kelemahan dan tantangan yang ada, seperti Penyusunan
Perda Air Limbah, Peningkatan kelembagaan subsektor Air Limbah yang terintegrasi dengan Air
Minum, dan Drainase di Seksi Penyehatan Lingkungan. Peningkatan Jumlah SDM pengelola
Subsektor air limbah, Penyusunan Master Plan Air Limbah Domestik Kabupaten Kulon Progo,
Penambahan armada mobil sedot tinja. Peningkatan persepsi masyarakat akan perlunya
kebutuhan pembangunan sarana air limbah yang sesuai dengan persyaratan kesehatan.
Dalam kriteria teknis pengembangan SPAL, sistem terpusat idealnya diterapkan pada wilayah
CBD (Central Business District) dengan kepadatan penduduk >250 jiwa/ha, sedangkan
kepadatan penduduk Kabupaten Kulon Progo sebesar 8,07 jiwa/ha. Namun demikian,
mengingat Kabupaten Kulon Progo merupakan wilayah yang sedang berkembangan, ditambah
lagi dengan adanya pembangunan bandara maka akan mempercepat laju pertumbuhan, dalam
Kelemahan yang menjadi perlu diperhatikan adalah nilai investasi yang cukup tinggi.
Pengembangan SPAL yang masih bergantung pada pemerintah dimana seharusnya dapat
dikembangkan pola kerjasama dengan pihak swasta dpaat menjadi solusi mengatasi masalah
pembiayaan, namun demikian, perlu dilakukan analisa keuangan yang valid terutama untuk
mengetahui seberapa lama pay bacak period nilai investasi itu sendiri
Faktor eksternal yang dialnalisa dalam rencana pengembangan SPAL Kabupaten Kulon Progo
ini meliputi Opportunity dan threat dalam pengembangan SPAL, diupayakan pemanfaatan
faktor opportunity sebaik mungkin dan menghindari atau meminimalkan faktor threat yang ada.
Peluang yang paling penting dalam pengembangan SPAL Kulon progo saat ini adalah kondisi
wilayah yang belum memiliki SPAL terpusat tetapi telah memiliki 13 SPAL Komunal. Hal ini
menyebabkan potensi pelanggan masih sangat tinggi. Untuk memanfaatkan peluang tersebut
dibutuhkan peran aktif pemerintah, dalam hal ini sosialisasi kepada masyarakat menajdi sangat
penting. Kondisi masyarakat yang saat ini masih menggunakan sistem setempat secara gratis,
akan diubah menjadi sistem terpusat skala kawasan dengan besaran tarif tertentu. Hal ini
menimbulkan kemungkinan terjadinya penolakan dari sebagian masyarakat. Disinilah peran
pemerintah selain sebagai fungsi regulasi, juga menjadi jembatan dalam keberhasilan
pengembangan pelayanan SPAL.
Salah satu ancaman yang juga diperhitungkan dalam pengembangan SPAL Kulon progo ini
adalah kondisi wilayah kota yang rawan gempa bumi dan tsunami. Hal ini menjadi salah satu
pertimbangan desain bangunan maupun jaringan perpipaan SPAL yang akan dibangun. Rencana
teknis maupun pemilihan bahan harus memperhitungkan faktor resiko ancaman bencana alam
tersebut.
Dalam penentuan zona layanan, kriteria utama yang digunakan adalah batasan administrasi,
fungsi wilayah dan topografi wilayah yang disesuaikan dengan letak sungai besar di Kabupaten
Kulonprogo. Ketentuan zonasi adalah sebagai berikut :
a) Zona 1 : meliputi wilayah Kecamatan Panjatan, Galur, Lendah, Sentolo dan sebagian
wilayah Kecamatan Wates.
b) Zona 2 : meliputi wilayah Kecamatan Temon dan sebagian Kecamatan Kokap
c) Zona 3 :meliputi wilayah Kecamatan Girimulyo, Pengasih, Kokap, dan Kecamatan Wates
d) Zona 4 : meliputi wilayah Kecamatan Pengasih, Kokap, Nanggulan, dan sebagian
wilayah Kecamatan Sentolo
e) Zona 5 : meliputi Kecamatan Samigaluh, Kalibawang, Girimulyo dan Kecamatan
Nanggulan
Gambar 4.7 Peta Zonasi Wilayah Pengelolaan SPAL Kabupaten Kulon Progo
a. Sistem on site
Dari data eksisting tahun 2012 sudah terdapat 64,5% penduduk Kabupaten Kulonprogo yang
sudah memiliki jamban sehat berupa STBM, STOPS, MCK++. Sebesar 1,5% telah dilayani jasa
penyedotan lumpur tinja dan diangkut ke Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT)
sedangkan sisanya belum dapat dilayani.
Secara umum pengelolaan air limbah non perpipaan atau on-site system dibagi kedalam
beberapa system, yaitu :
1. Sistem individual, yaitu rumah yang memiliki sarana sanitasi berupa jamban dan unit
pengolahan limbah.
2. Fasilitas umum berupa MCK (Mandi Cuci Kakus), yaitu sarana sanitasi yang
dimanfaatkan masyarakat secara komunal dan yang telah dilengkapi dengan prasarana
pengolahan air limbah, dapat berupa tangki septik atau unit pengolahan air limbah
lainnya.
Pengolahan limbah secara on site mencakup 86 desa yang terletak secara merata di wilayah
Kabupaten Kulon Progo, yang memiliki resiko kesehatan yang rendah, sehingga fasilitas
pengolahan limbah yang dibutuhkan oleh masing-masing rumah tangga dapat berupa STBM,
STOPS atau MCK++. Adapun desa-desa tersebut adalah:
Berdasarkan data SSK Kabupaten Kulonprogo, pengolahan limbah dengan sistem off site dan
merupakan pentahapan jangka menengah. Zona ini mencakup dua desa di bagian peri urban
yaitu Kelurahan Wates dan Desa Bendungan. Kelurahan dan desa yang pengolahan air limbah
domestiknya diarahkan menggunakan sistem off-site ini adalah Kelurahan Wates dan Desa
Bendungan, yang saat ini sudah merupakan CBD dan memiliki kepadatan penduduk >250
jiwa/hektar.
- Kepadatan Penduduk;
- Fungsi wilayah dalam Rencana Tata Ruang Wilayah
- Karakteristik Tata Guna Lahan (Center of Business Development /CBD), Komersial atau
Rumah Tangga); dan
- Resiko Kesehatan Lingkungan.
Penetapan wilayah prioritas tersebut ditentukan dengan metode pembobotan skoring. Kriteria
pembobotan pada masing – masing kelurahan adalah sebagai berikut :
Rencana unit pengolahan air limbah (IPAL) pada sistem pengelolaan air limbah Kabupaten Kulon
Progo diperuntukkan berdasarkan pembagian zona pelayanan. Pemilihan lokasi IPAL
mempertimbangkan hal – hal berikut ;
Sistem jaringan perpipaan diperlukan untuk mengumpulkan air limbah dari tiap rumah dan
bangunan di daerah pelayanan menuju Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) terpusat.
Perencanaan yang komprehensif ini akan sangat penting mengingat kaitannya dengan masalah
kebijakan tata guna lahan, pembangunan, pembiayaan, opaerasional dan pemeliharaan,
keberlanjutan penggunaan fasilitas dan secara umum akan berpengaruh juga pada perencanaan
infrastruktur daerah layanan. Perencanaan sistem perpipaan ini akan menyangkut dua hal
penting yakni perencananaan jaringan perpipaan dan perencanaan perpipaannya sendiri.
Jaringan pipa air buangan terdiri dari :
- Pipa kolektor (lateral) sebagai pipa penerima air buangan dari rumah-rumah dialirkan ke
pipa utama.
- Pipa utama (main pipe) sebagai pipa penerima aliran dari pipa kolektor untuk disalurkan
ke Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) atau ke trunk sewer.
- Trunk sewer digunakan pada jaringan pelayanan air limbah yang luas (> 1.000 ha) untuk
menerima aliran dari pipa utama dan untuk dialirkan ke IPAL.
- Pipa yang bisa dipakai untuk penyaluran air limbah adalah Vitrified Clay (VC),
AsbestosCement (AC), Reinforced Concrete (RC), Steel, Cast Iron, High Density Poly
Rencana Induk Pengembangan SPAL meliputi perencanaan jangka pendek, jangka menengah
dan jangka panjang. Wilayah prioritas merupakan wilayah Kabupaten Kulon Progo yang
direncanakan akan mendapat pelayanan pada tahapan jangka pendek (2015-2020). Wilayah
yang menjadi prioritas pelayanan adalah Kota Wates dan Keluraan Bedungan yang merupakan
pengembangan wilayah perkotaan.
a. IPAL A ; merupakan salah satu alternatif IPAL untuk pelayanan Kota Wates. Luas lahan yang
tersedia pada lokasi IPAL A adalah sekitar 1,7 ha. Ditinjau dari kondisi topografi wilayah, IPAL
A terletak di titik yang rendah dari pada wilayah pelayanan sehingga dapat menunjang
system pengaliran air limbah. Rencana lahan IPAL merupakan lahan terbuka yang terletak
disekitar sungai, sehingga dapat mempermudah dalam menyalurkan efluent hasil
pengolahan limbah. Kendala yang ditemui pada rencana IPAL A tersebut adalah keberadaan
saluran irigasi yang berada ditengah – tengah lahan. Untuk menunjang pembangunan IPAL
dilokasi tersebut diperlukan pemindahan sedikit jalur irigasi kearah utara.
b. IPAL B ; memiliki luas lahan sekitar 1,7 ha. Secara topografi wilayah, lokasi IPAL B sangat
menunjang jaringan perpipaan SPAL. Namun demikian terdapat kendala yang dihadapi yaitu
lokasi lahan yang berada dalam wilayah sepadan sungai.
Selain Kota Wates, wilayah prioritas pengembangan SPAL jangka pendek diarahkan ke wilayah
Kelurahan Bendungan. Kelurahan Bendungan merupakan wilayah yang memiliki fungsi
pengembangan pemukman perkotaan. Walaupun kepadatan penduduk wilayah Kelurahan
Bendungan masih cukup rendah, namun diperlukan persiapan sarana dan prasarana termasuk
sarana sanitasi untuk menunjang pengembangan fungsi kota.
SIstem yang akan dibangun berupa system off site skala komunal. Pemilihan system komunal
mempertimbangkan kondisi penduduk Kelurahan Bendungan yang saat ini memiliki kepadatan
penduduk yang masih rendah. Jaringan air limbah Kelurahan Bendungan yang direncanakan
untuk tahapan jangka pendek (2015-2020) terdiri dari 3 IPAL Komunal. Penentuan rencana
system dan lokasi IPAL mempertimbangkan wilayah padat penduduk sebagai prioritas. Berikut
ini rencana jaringan pipa dan lokasi IPAL Kelurahan Bendungan.
Gambar 4.9. Rencana Jaringan SPAL Wilayah Prioritas Kelurahan Bendungan (1)
Gambar 4.10. Rencana Jaringan SPAL Wilayah Prioritas Kelurahan Bendungan (2)
Umumnya yang sangat berperan dalam pengelolaan air limbah adalah Pemerintah Kabupaten
melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Kantor Lingkungan Hidup, peran dari pihak swasta dan
masyarakat masih sangat sedikit. Sedangkan sektor sanitasi merupakan kebutuhan dasar bagi
masyarakat dimana akibat dari sanitasi yang buruk akan berdampak domino bagi masyarakat itu
sendiri.
Tabel 4.7. Pemangku Kepentingan Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Kulon Progo
PEMANGKUKEPENTINGAN
Pemerintah
FUNGSI Swasta Masyarakat
Kabupaten
PERENCANAAN
Menyusun target pengelolaan air limbah Dinas PU - -
skala kab/kota,
PENGADAAN SARANA
Menyediakan sarana pembuangan awal air Dinas PU, Dinas Pengembang Rumah Tangga
limbahdomestik Kesehatan Perumahan
Menyediakan sarana pengumpulan dan Dinas PU, Dinas Pengembang Rumah Tangga
Pengolah awal (tangki Septik) Kesehatan Perumahan
Membangun sarana pengangkutan dari Dinas PU UPTD Jasa Sedot WC -
tangki Septic ke IPLT(truktinja) Kebersihan dan
Pertamanan
Secara umum aspek legal formal yang menjadi landasan hukum bagi Pemerintah Kabupaten dan
pihak terkait dalam pengelolaan air limbah belum sebanding dengan tuntutan kebutuhan di
tingkat masyarakat. Menurut Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakata Nomor 3
Tahun 1997 tentang Baku Mutu Air Limbah dan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 112 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik bahwa air buangan limbah yang
akan di buang ke badan air harus sudah memenuhi baku mutu air limbah agar tidak mencemari
badan air. Sedangkan selama ini air buangan domestik tidak pernah dilakukan pemantauan
dengan menganalisis air buangan secara periodik baik secara fisik, kimia, biologi maupun
bakteorologi.
Peran serta masyarakat di Kabupaten Kulon Progo dalam penanganan limbah cair masih
terbatas pada kesadaran untuk hidup sehat dengan membangun jamban dan tanki septik secara
mandiri. Namun tingkat kesadaran masyarakat untuk menggunakan jamban rumah tangga
maupun jamban umum masih rendah. Sebagian masyarakat masih membuang limbah cairnya
langsung ke drainase, saluran irigasi, maupun ke sungai. Masih banyak terdapat jamban
umum/mck yang kurang terawat.
Pemerintah Kabupaten Kulon Progo telah melakukan kegiatan untuk mendorong peran serta
masyarakat dalam penanganan pembangunan instalasi pengolahan limbah cair rumah tangga
Pendanaan sanitasi di Kabupaten Kulon Progo untuk sub sektor air limbah domestik mengalami
penurunan, sedangkan untuk sub sektor sampah dan drainase terus meningkat dari tahun 2008
sampai tahun 2012. Rata-rata pertumbuhan belanja sanitasi setiap tahunnya adalah sub sektor
air limbah domestik sebesar 38,8 %, sub sektor persampahan sebesar 7,52 % dan sub sektor
drainase sebesar 66,13 %. Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk sanitasi rata-rata naik pertahun
sebesar 31,05 % dalam kurun tahun 2010-2012, sedangkan untuk urusan lingkungan hidup terjadi
kenaikan rata-rata pertahun sebesar 5,92 % dari tahun 2008-2012.
Adapun untuk lebih jelasnya, berikut ini disajikan tabel. Perhitungan Pertumbuhan Pendanaan
APBD Kabupaten Kulon Progo untuk Sanitasi.
Pinjaman/Hibah untuk
3
Sanitasi
Realisasi pendanaan APBD Kabupaten Kulon Progo untuk realisasi belanja bidang air limbah domestik mengalami pertumbuhan sekitar 38,8% selama
rentang tahun 2008 – 2012.
Tabel 4.10. Perhitungan pertumbuhan APBD kabupaten kulon progo untuk operasional/pemeliharaan dan investasi sanitasi
1.1 Air Limbah Domestik 1,713,654,499.00 1,635,192,331.00 4,187,680,195.00 4,530,492,991.00 4,340,145,400.00 38,88%
Biaya operasional /
1.1.1 0 0 0 0 0
pemeliharaann (justified)
1.2 Sampah rumah tangga 1,023,762,000.00 316,011,000.00 320,895,000.00 587,237,900.00 673,479,000.00 7,52%
Biaya operasional /
1.2.1 449,080,000.00 284,409,900.00 288,805,500.00 549,590,000.00 574,630,000.00 14,93%
pemeliharaann (justified)
1.3 Drainase lingkungan 1,849,773,725.00 611,245,900.00 99,331,650.00 513,717,500.00 503,650,000.00 66,13%
Pendanaan bidang sanitasi dalam hal ini pengelolaan air limbah berupa pendanaan investasi,
operasional dan pemeliharaan. Sumber pendanaan dapat berasal dari pemerintah
(APBN/APBD), pihak swasta maupun masyarakat. Berikut ini skema stategi pendanaan bidang
sanitasi.
Dalam RPJMD Kabupaten Kulon Progo Tahun 2011-2016, proyeksi besaran belanja langsung
Kabupaten Kulon Progo diproyeksikan meningkat dari tahun ke tahun. Selama 5 tahun kedepan
dari tahun 2013 hingga tahun 2017 total pendanaan untuk belanja langsung Kabupaten Kulon
Progo mencapai Rp. 1,587,383,693,246.08,-. Sedangkan total untuk proyeksi APBD murni untuk
pendanaan sanitasi sebesar Rp. 28,284,451,454.73,-. Perkiraan Pendanaan Sanitasi berdasar
Komitmen terhadap APBD Kabupaten Kulon Progo selama 5 tahun kedepan sejumlah Rp.
39,684,592,331.15 Berikut disajikan tabel perkiraan besaran pendanaan APBD Kabupaten Kulon
Progo ke depan.
Perkiraan Belanja
1 268,104,244,782.66 290,788,593,535.39 315,392,269,148.28 342,077,666,214.91 371,020,919,564.84 1,587,383,693,246.08
langsung
Perkiraan Belanja
2 APBD Murni 4,777,157,235.91 5,181,353,375.64 5,619,748,624.03 6,095,236,573.85 6,610,955,645.30 28,284,451,454.73
untuk Sanitasi
Perkiraan
Pendanaan
3 6,702,606,119.57 7,269,714,838.38 7,884,806,728.71 8,551,941,655.37 9,275,522,989.12 39,684,592,331.15
Sanitasi bedasar
Komitmen (APBD)
sumber : KUA PPAS 2013, Matriks RPIJM DI Yogyakarta 2013-2017, RPJMD
Tabel 4.12. Perkiraan Besaran Pendanaan APBD Kabupaten Kulon Progo Untuk Kebutuhan Operasional/Pemeliharaan Asset Sanitasi Terbangun
Biaya operasional /
1.1.1 65,486,070.98 71,026,859.31 77,036,454.75 83,554,523.16 90,624,086.51 387,727,994.71
pemeliharaan (justified)
1.2 Sampah rumah tangga 594,422,805.11 644,717,026.41 699,266,650.89 758,431,728.98 822,602,775.06 3,519,440,986.45
Biaya operasional /
1.2.1 478,840,002.97 519,354,742.42 563,297,441.33 610,958,139.95 662,651,418.93 2,835,101,745.60
pemeliharaan (justified)
Biaya operasional /
1.3.1 25,924,597.87 28,118,082.80 30,497,158.88 33,077,529.02 35,876,224.75 153,493,593.32
pemeliharaan (justified)
BAB V
KONSEP RENCANA PROGRAM DAN
TAHAPAN PELAKSANAAN KEGIATAN
Rencana Program
Langkah pemilihan teknologi untuk setiap wilayah kajian, dilakukan penilaian dan uji
parameter terhadap kriteria di atas dengan tahapan proses sesuai diagram alir di
bawah ini.
V-1 | “ P e n y u s u n a n D E D A i r L i m b a h K o t a W a t e s ”
LAPORAN AKHIR
B. Kriteria pemilihan sistem On-site
Sistem setempat atau individual umumnya digunakan untuk menangani air limbah
kakus (black water). Sistem ini menggunakan tangki air limbah yang terletak di lahan
yang sama dengan unit bangunan dimana limbah dihasilkan. Saat ini lebih dari 90%
rumah atau bangunan di Kabupaten Kulon Progo menggunakan sistem setempat, baik
berupa cubluk maupun septik tank.
Tabel 5. 1 Perbandingan Penggunaan Sistem Wilayah Dengan Sistem Kawasan Untuk Suatu
Kota
Aspek Sistem wilayah Sistem kawasan
Kelayakan Banyak diterapkan untuk wilayah Banyak diterapkan untuk wilayah
penggunaan yang lebih luas. yang lebih kecil, seperti kawasan
permukiman.
Investasi Lebih tinggi mengingat Lebih rendah karena skala
pengembangan awal yang berskala pengembangan awal dapat dilakukan
lebih besar. lebih kecil.
Pentahapan Kurang fleksibel mengingat Lebih fleksibel karena
pengembangan pengembangannya dilakukan untuk pengembangannya dapat dilakukan
wilayah yang lebih besar. untuk wilayah-wilayah lebih kecil.
Pengelolaan Lebih sederhana karena hanya ada Lebih rumit karena jumlah sistem di
manajerial satu sistem dalam satu wilayah. satu wilayah yang lebih banyak.
Stuktur organisasi Lebih sederhana, walau mungkin saja Lebih kompleks, mengingat
pengelola memiliki jumlah personil yang lebih banyaknya sistem .
banyak.
Penyaluran air Membutuhkan sistem pemompaan Tidak selalu membutuhkan sistem
limbah mengingat wilayah layanan yang luas. pemompaan.
Instalasi pengolahan Satu instalasi. Lebih dari satu instalasi.
Membutuhkan lahan yang lebih luas Membutuhkan lahan yang lebih kecil,
di suatu tempat. walau jumlahnya lebih banyak.
Kapasitas yang lebih besar. Kapasitas lebih kecil, walau dengan
jumlah yang lebih banyak.
Perlu teknologi lebih modern yang Masih dapat menerapkan teknologi
membutuhkan banyak energi. sederhana yang rendah enegi.
Membutuhkan operator dengan Tidak selalu membutuhkan operator
kompetensi tinggi. dengan kompetensi tinggi.
Biaya operasi Tinggi karena menggunakan teknologi Rendah jika dapat menggunakan
yang membutuhkan banyak energi. pilihan teknologi sederhana.
Lebih murah jika dioperasikan sesuai Lebih mahal jika menggunakan
kapasitas rencana. pilihan teknologi dan kapasitas yang
sama dengan Skala Kawasan.
V-2 | “ P e n y u s u n a n D E D A i r L i m b a h K o t a W a t e s ”
LAPORAN AKHIR
Sistem Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Kulon Progo direncanakan dengan sistem
on site dan off site. Saat ini, sebagian besar pengelolaan air limbah rumah tangga di
Kabupaten Kulon Progo masih menggunakan sistem on sit, walaupun sebagian kecil
sudah difasilitasi dengan IPAL Komunal, namun jumlah pelanggan belum mencapai
kapasitas maksimal dari IPAL. Pengembangan pengelolaan air limbah direncanakan
dengan menurunkan tingkat sistem on site dan meningkatkan sistem off site. Adapun
sistem on site yang digunakan harus dapat memenuhi kriteria sehat. Perencanaan
SPAL Kabupaten Kulon Progo tersebut akan dilaksanakan secara bertahap dalam 3
tahapan sesuai dengan wilayah prioritas yaitu tahap jangka pendek (2015-2020), jangka
menengah (2021-2025) dan jangka panjang (2026-2035).
Tabel 5. 2 Target Cakupan Pelayanan Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Kulon Progo
V-3 | “ P e n y u s u n a n D E D A i r L i m b a h K o t a W a t e s ”
LAPORAN AKHIR
Jumlah Eksisting Rencana Target Pelayanan
Zona Sistem
Penduduk Penduduk % 2020 2025 2030 2035
Tidak Terdata 32,987 26.01 17.73 11.82 5.91 0.00
On Site 63,520 92.39 70.95 55.63 40.32 25.00
4 Off Site 68,749 520 0.76 24.38 41.25 58.13 75.00
BABS 4,709 6.85 4.67 3.11 1.56 0.00
Pengelolaan air limbah di Kabupaten Kulon Progo dengan sistem off site direncanakan
dengan sistem IPAL Komunal dan IPAL Kawasan. Penerapannya tergantung dari
kriteria masing – masing wilayah. Pada akhir tahun perencanaan yaitu 2035 ditargetkan
sistem off site pada masing – masing zona dapat mencapai 75% sedangkan sistem on
site 25%.
Perkiraan kebutuhan air hanya didasarkan pada data sekunder sosial ekonomi dan
kebutuhan air diklasifikasikan berdasarkan aktifitas perkotaan atau masyarakat, yaitu:
Kebutuhan domestik adalah kebutuhan air bersih yang digunakan untuk keperluan
rumah tangga dan sambungan kran umum. Jumlah kebutuhan tersebut ditentukan
dari data yang ada berdasarkan karakteristik dan perkembangan konsumen pemakai
air bersih. Penggunaan air bersih oleh konsumen rumah tangga tidak hanya terbatas
untuk memasak dan mandi saja, namun juga untuk hampir setiap aktivitas yang
memerlukan air, terutama pada masyarakat perkotaan.
Selain memenuhi kebutuhan domestik, pengelola air minum biasanya juga melayani
kebutuhan non domestik. Kebutuhan non domestik ini adalah kebutuhan air bersih
selain untuk keperluan rumah tangga dan sambungan kran umum, seperti penyediaan
air bersih untuk perkantoran, perdagangan dan industri serta fasilitas sosial seperti
tempat ibadah, sekolah, hotel, rumah sakit, militer serta pelayanan jasa umum lainnya.
V-4 | “ P e n y u s u n a n D E D A i r L i m b a h K o t a W a t e s ”
LAPORAN AKHIR
Kebutuhan non domestik untuk kota kecil dan sedang tidaklah seberapa besar, namun
pada kota–kota besar ataupun metropolitan kebutuhan air untuk keperluan non
domestik dapat mencapai 15% dari kebutuhan domestik.
1) Perkiraan air harus didasarkan pada data sekunder kondisi sosial ekonomi.
2) Kebutuhan air diklasifikasikan berdasarkan aktifitas masyarakat
3) Konsumsi atau standar pemakaian air pada umumnya dinyatakan dalam
volume pemakaian air rata-rata per orang per hari yang ditentukan
berdasarkan data sekunder kebutuhan rata-rata.
4) Konsumsi air untuk keperluan komersial dan industri sangat dipengaruhi oleh
harga dan kualitas air, jenis dan ketersediaan sumber air alternatif.
Besarnya pemakaian air bersih oleh masyarakat pada suatu daerah tidaklah konstan,
namun terjadi fluktuasi pada jam tertentu bergantung aktifitas keseharian
masyarakatnya. Hal tersebut berlangsung setiap hari untuk membentuk suatu pola
penggunaan air yang relatif sama. Pada saat-saat tertentu terjadi peningkatan aktifitas
penggunaan air sehingga memerlukan pemenuhan kebutuhan air bersih lebih banyak
dari kondisi normal, sementara pada saat-saat tertentu juga tidak terdapat aktifitas
yang memerlukan air. Adapun kriteria tingkat kebutuhan air masyarakat dapat
digolongkan sebagai berikut :
1) Kebutuhan air rata-rata, yaitu penjumlahan kebutuhan total (domestik dan non
domestik) ditambah dengan kehilangan air
2) Kebutuhan harian maksimum, yaitu kebutuhan air terbesar dari kebutuhan
rata-rata harian dalam satu minggu.
3) Kebutuhan air pada jam puncak, yaitu pemakaian air tertinggi pada jam-jam
tertentu selama periode satu hari.
Kriteria diatas digunakan untuk menghitung proyeksi kebutuhan air wilayah pelayanan
SPAL Kabupaten Kulon Progo. Proyeksi kebutuhan air menjadi dasar dalam penentuan
proyeksi jumlah timbulan limbah domestik. Proyeksi kebutuhan air dihitung dengan
V-5 | “ P e n y u s u n a n D E D A i r L i m b a h K o t a W a t e s ”
LAPORAN AKHIR
horizontal perencanaan 20 tahun. Dasar konsumsi air bersih masyarakat saat ini
diasumsikan 130 lt/org/hari dan diperkirakan mengalami peningkatan setiap tahunnya.
Kebutuhan air wilayah perkotaan Kabupaten Kulon Progo saat ini diperkirakan sebesar
707.51 lt/dt. Seiring dengan pertumbuhan penduduk, maka diperkirakan pada periode
perencanaan tahap I tahun 2020 jumlah kebutuhan air menjadi 855.04 lt/dt. Periode
perencanaan tahap jangka menengah tahun 2025, kebutuhan air wilayah perkotaan
Kabupaten Kulon Progo diperkirakan sebesar 952.31 lt/dt. Pada akhir tahun rencana
yaitu 2035, kebutuhan air diperkirakan mencapai 1161.64 lt/dt. Berikut ini hasil
perhitungan kebutuhan air wilayah perencanaan pada masing – masing desa yang
dirinci menurut kategori domestik dan non domestik.
V-6 | “ P e n y u s u n a n D E D A i r L i m b a h K o t a W a t e s ”
LAPORAN AKHIR
Tabel 5. 3 Proyeksi Kebutuhan Air Kabupaten Kulon Progo
KEBUTUHAN Proyeksi Kebutuhan Air (liter/detik)
ZONA KECAMATAN
AIR 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030 2031 2032 2033 2034 2035
Domestik 51.41 52.66 53.91 55.18 56.46 57.76 59.06 60.38 61.71 63.06 64.42 65.79 67.18 68.58 70.00 71.43 72.87 74.33 75.80 77.28 78.78 80.29
Panjatan Non Domestik 10.28 10.53 10.78 11.04 11.29 11.55 11.81 12.08 12.34 12.61 12.88 13.16 13.44 13.72 14.00 14.29 14.57 14.87 15.16 15.46 15.76 16.06
Total 61.70 63.19 64.70 66.22 67.76 69.31 70.87 72.46 74.05 75.67 77.30 78.95 80.62 82.30 84.00 85.72 87.45 89.20 90.96 92.74 94.54 96.35
Domestik 44.82 45.90 46.99 48.10 49.21 50.34 51.48 52.63 53.78 54.96 56.14 57.33 58.54 59.75 60.98 62.23 63.48 64.75 66.03 67.32 68.62 69.94
Galur Non Domestik 8.96 9.18 9.40 9.62 9.84 10.07 10.30 10.53 10.76 10.99 11.23 11.47 11.71 11.95 12.20 12.45 12.70 12.95 13.21 13.46 13.72 13.99
Total 53.78 55.08 56.39 57.71 59.05 60.41 61.77 63.15 64.54 65.95 67.37 68.80 70.25 71.70 73.18 74.67 76.18 77.70 79.23 80.78 82.35 83.93
Domestik 56.09 57.45 58.81 60.19 61.58 62.99 64.41 65.85 67.29 68.76 70.23 71.73 73.24 74.76 76.29 77.85 79.41 81.00 82.59 84.20 85.83 87.48
1 Lendah Non Domestik 11.22 11.49 11.76 12.04 12.32 12.60 12.88 13.17 13.46 13.75 14.05 14.35 14.65 14.95 15.26 15.57 15.88 16.20 16.52 16.84 17.17 17.50
Total 67.31 68.94 70.58 72.23 73.90 75.59 77.29 79.01 80.75 82.51 84.28 86.07 87.88 89.71 91.55 93.41 95.30 97.20 99.11 101.04 103.00 104.97
Domestik 59.91 61.36 62.82 64.29 65.78 67.28 68.80 70.33 71.88 73.44 75.02 76.62 78.23 79.85 81.49 83.15 84.83 86.51 88.22 89.95 91.69 93.44
Sentolo Non Domestik 11.98 12.27 12.56 12.86 13.16 13.46 13.76 14.07 14.38 14.69 15.00 15.32 15.65 15.97 16.30 16.63 16.97 17.30 17.64 17.99 18.34 18.69
Total 71.90 73.63 75.38 77.15 78.94 80.74 82.56 84.40 86.26 88.13 90.03 91.94 93.87 95.82 97.79 99.78 101.79 103.82 105.87 107.93 110.02 112.13
Domestik 25.39 43.19 44.22 45.25 46.30 47.36 48.43 49.51 50.59 51.69 52.80 53.93 55.06 56.20 57.36 58.53 59.71 60.90 62.10 63.31 64.54 65.77
Wates Non Domestik 5.08 8.64 8.84 9.05 9.26 9.47 9.69 9.90 10.12 10.34 10.56 10.79 11.01 11.24 11.47 11.71 11.94 12.18 12.42 12.66 12.91 13.15
Total 30.47 51.83 53.06 54.30 55.56 56.83 58.11 59.41 60.71 62.03 63.37 64.71 66.07 67.45 68.83 70.24 71.65 73.08 74.52 75.98 77.44 78.93
Domestik 37.67 38.59 39.52 40.45 41.40 42.35 43.32 44.30 45.28 46.28 47.28 48.30 49.32 50.35 51.40 52.46 53.52 54.60 55.68 56.78 57.89 59.00
Temon Non Domestik 7.53 7.72 7.90 8.09 8.28 8.47 8.66 8.86 9.06 9.26 9.46 9.66 9.86 10.07 10.28 10.49 10.70 10.92 11.14 11.36 11.58 11.80
Total 45.21 46.31 47.42 48.54 49.68 50.82 51.98 53.15 54.34 55.53 56.74 57.96 59.18 60.42 61.68 62.95 64.23 65.52 66.82 68.14 69.47 70.81
2
Domestik 16.66 31.45 32.19 32.95 33.71 34.48 35.26 36.04 36.84 37.64 38.45 39.26 40.09 40.92 41.76 42.61 43.47 44.33 45.20 46.09 46.98 47.88
Kokap Non Domestik 3.33 6.29 6.44 6.59 6.74 6.90 7.05 7.21 7.37 7.53 7.69 7.85 8.02 8.18 8.35 8.52 8.69 8.87 9.04 9.22 9.40 9.58
Total 19.99 37.74 38.63 39.54 40.45 41.38 42.31 43.25 44.20 45.17 46.14 47.12 48.10 49.10 50.11 51.13 52.16 53.20 54.25 55.30 56.37 57.45
Domestik 26.08 26.70 27.34 27.98 28.63 29.28 29.94 30.61 31.28 31.96 32.65 33.35 34.05 34.75 35.47 36.19 36.92 37.65 38.40 39.15 39.90 40.67
Girimulyo Non Domestik 5.22 5.34 5.47 5.60 5.73 5.86 5.99 6.12 6.26 6.39 6.53 6.67 6.81 6.95 7.09 7.24 7.38 7.53 7.68 7.83 7.98 8.13
Total 31.29 32.05 32.81 33.58 34.35 35.14 35.93 36.73 37.54 38.36 39.18 40.02 40.86 41.70 42.56 43.43 44.30 45.19 46.08 46.98 47.89 48.80
Domestik 69.53 71.20 72.90 74.60 76.33 78.07 79.83 81.61 83.41 85.22 87.05 88.90 90.77 92.65 94.55 96.48 98.42 100.38 102.36 104.35 106.37 108.40
Pengasih Non Domestik 13.91 14.24 14.58 14.92 15.27 15.61 15.97 16.32 16.68 17.04 17.41 17.78 18.15 18.53 18.91 19.30 19.68 20.08 20.47 20.87 21.27 21.68
102.2 108.9
Total 83.43 85.44 87.48 89.53 91.60 93.69 95.80 97.93 100.09 6 104.46 106.68 2 111.18 113.46 115.77 118.10 120.46 122.83 125.22 127.64 130.09
3 Domestik 30.71 31.45 32.19 32.95 33.71 34.48 35.26 36.04 36.84 37.64 38.45 39.26 40.09 40.92 41.76 42.61 43.47 44.33 45.20 46.09 46.98 47.88
Kokap Non Domestik 6.14 6.29 6.44 6.59 6.74 6.90 7.05 7.21 7.37 7.53 7.69 7.85 8.02 8.18 8.35 8.52 8.69 8.87 9.04 9.22 9.40 9.58
Total 36.85 37.74 38.63 39.54 40.45 41.38 42.31 43.25 44.20 45.17 46.14 47.12 48.10 49.10 50.11 51.13 52.16 53.20 54.25 55.30 56.37 57.45
Domestik 15.92 16.31 16.69 17.09 17.48 17.88 18.29 18.70 19.11 19.53 19.95 20.37 20.80 21.23 21.67 22.11 22.56 23.01 23.47 23.92 24.39 24.85
Nanggulan Non Domestik 3.18 3.26 3.34 3.42 3.50 3.58 3.66 3.74 3.82 3.91 3.99 4.07 4.16 4.25 4.33 4.42 4.51 4.60 4.69 4.78 4.88 4.97
Total 19.10 19.57 20.03 20.50 20.98 21.46 21.95 22.44 22.93 23.43 23.94 24.45 24.96 25.48 26.00 26.53 27.07 27.61 28.16 28.71 29.27 29.83
Wates Domestik 42.17 43.19 44.22 45.25 46.30 47.36 48.43 49.51 50.59 51.69 52.80 53.93 55.06 56.20 57.36 58.53 59.71 60.90 62.10 63.31 64.54 65.77
V-7 | “ P e n y u s u n a n D E D A i r L i m b a h K o t a W a t e s ”
LAPORAN AKHIR
KEBUTUHAN Proyeksi Kebutuhan Air (liter/detik)
ZONA KECAMATAN
AIR 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030 2031 2032 2033 2034 2035
Non Domestik 8.43 8.64 8.84 9.05 9.26 9.47 9.69 9.90 10.12 10.34 10.56 10.79 11.01 11.24 11.47 11.71 11.94 12.18 12.42 12.66 12.91 13.15
Total 50.61 51.83 53.06 54.30 55.56 56.83 58.11 59.41 60.71 62.03 63.37 64.71 66.07 67.45 68.83 70.24 71.65 73.08 74.52 75.98 77.44 78.93
Domestik 8.61 8.82 9.03 9.24 9.46 9.67 9.89 10.11 10.33 10.56 10.78 11.01 11.24 11.48 11.72 11.95 12.19 12.44 12.68 12.93 13.18 13.43
Sentolo Non Domestik 1.72 1.76 1.81 1.85 1.89 1.93 1.98 2.02 2.07 2.11 2.16 2.20 2.25 2.30 2.34 2.39 2.44 2.49 2.54 2.59 2.64 2.69
Total 17.23 17.64 18.06 18.49 18.91 19.34 19.78 20.22 20.67 21.12 21.57 22.03 22.49 22.96 23.43 23.91 24.39 24.87 25.36 25.86 26.36 26.86
Domestik 37.99 38.90 39.83 40.77 41.72 42.67 43.64 44.61 45.59 46.59 47.59 48.60 49.63 50.66 51.71 52.76 53.83 54.90 55.99 57.08 58.19 59.31
Samigaluh Non Domestik 7.60 7.78 7.97 8.15 8.34 8.53 8.73 8.92 9.12 9.32 9.52 9.72 9.93 10.13 10.34 10.55 10.77 10.98 11.20 11.42 11.64 11.86
Total 45.58 46.68 47.80 48.92 50.06 51.20 52.36 53.53 54.71 55.91 57.11 58.32 59.55 60.79 62.05 63.31 64.59 65.88 67.18 68.50 69.83 71.17
Domestik 41.24 42.24 43.24 44.26 45.28 46.31 47.36 48.41 49.48 50.55 51.64 52.74 53.84 54.96 56.09 57.23 58.38 59.55 60.72 61.90 63.10 64.31
Kalibawang Non Domestik 8.25 8.45 8.65 8.85 9.06 9.26 9.47 9.68 9.90 10.11 10.33 10.55 10.77 10.99 11.22 11.45 11.68 11.91 12.14 12.38 12.62 12.86
Total 49.49 50.69 51.89 53.11 54.33 55.57 56.83 58.09 59.37 60.66 61.97 63.28 64.61 65.95 67.31 68.68 70.06 71.46 72.86 74.28 75.72 77.17
4
Domestik 7.62 7.80 7.99 8.17 8.36 8.55 8.75 8.94 9.14 9.34 9.54 9.74 9.94 10.15 10.36 10.57 10.78 11.00 11.22 11.44 11.66 11.88
Girimulyo Non Domestik 1.52 1.56 1.60 1.63 1.67 1.71 1.75 1.79 1.83 1.87 1.91 1.95 1.99 2.03 2.07 2.11 2.16 2.20 2.24 2.29 2.33 2.38
Total 9.14 9.36 9.58 9.81 10.03 10.26 10.49 10.73 10.97 11.20 11.44 11.69 11.93 12.18 12.43 12.68 12.94 13.20 13.46 13.72 13.99 14.26
Domestik 17.77 18.20 18.63 19.07 19.51 19.96 20.41 20.86 21.32 21.79 22.26 22.73 23.21 23.69 24.18 24.68 25.18 25.68 26.18 26.70 27.21 27.73
Nanggulan Non Domestik 3.55 3.64 3.73 3.81 3.90 3.99 4.08 4.17 4.26 4.36 4.45 4.55 4.64 4.74 4.84 4.94 5.04 5.14 5.24 5.34 5.44 5.55
Total 21.32 21.84 22.36 22.89 23.42 23.95 24.49 25.04 25.59 26.15 26.71 27.28 27.85 28.43 29.02 29.61 30.21 30.81 31.42 32.03 32.65 33.28
707.5 762.4 780.63 798.96 817.4 836.16 855.04 874.1 893.37 912.8 932.48 952.31 972.3 992.55 1012.9 1033.6 1054.4 1075.5 1096.7 1118.1 1139.8 1161.6
Jumlah
1 7 6 2 3 2 8 3 6 0 3 6 0 4
Sumber : Analisa Konsultan, 2014
V-8 | “ P e n y u s u n a n D E D A i r L i m b a h K o t a W a t e s ”
LAPORAN AKHIR
B. Proyeksi Volume Air Limbah
Perancangan suatu instalasi pengolahan air buangan memerlukan data tentang karakteristik air
buangan yang akan diolah. Karakteristik tersebut meliputi kualitas dan kuantitas air buangan
yang akan dijelaskan lebih lanjut. Faktor-faktor yang mempengaruhi kuantitas air buangan
antara lain :
1) Jumlah penduduk
Besarnya debit air buangan yang akan diolah berkisar antara 60-85% dari debit pemakainan
air bersih penduduk suatu daerah. .
2) Jenis aktivitas
Sumber air buangan domestik berasal dari perumahan, institusi seperti kantor, pertokoan,
rumah sakit, sekolah, rumah ibadat serta dari tempat rekreasi., dari pertanian dsb yang
memiliki debit yang berbeda-beda sesuai dengan aktivitas manusianya.
3) Iklim
Pengaruh iklim seperti hujan akan mempengaruhi debit air buangan (bila menggunakan
sistem pengumpulan tercampur) selain itu pengaruh musim dapat berakibat terhadap
pemakaian air bersih, misalnya saja dalam musim panas, pemakaian air bersih akan semakin
tinggi sehingga debit air buangan pun akan semakin besar.
4) Ekonomi
Untuk masyarakat dengan golongan ekonomi menengah ke bawah biasanya memakai air
bersih lebih sedikit dibandingkan dengan masyarakat golongan ekonomi menengah ke
atas. Karena itu faktor ekonomi turut mempengaruhi kuantitas air buangan yang
dihasilkan.
5) Infiltrasi
Merupakan akibat dari adanya daya infiltrasi dalam tanah yang memungkinkan masuknya
air dari saluran air buangan ke dalam tanah.
6) Jenis saluran pengumpul air buangan yang di gunakan
Ada dua jenis saluran pengumpul air buangan yang biasa digunakan yaitu combine system
(sistem tercampur) dan separate system (sistem terpisah).
7) Kualitas air bersih yang digunakan
Masyarakat akan lebih menyukai air bersih dengan kualitas yang baik sehingga jumlah
pemakaian air bersih tergantung dari kualitas air bersih yang digunakan. Hal ini juga turut
mempengaruhi debit air buangan yang terjadi
V-9 | “ P e n y u s u n a n D E D A i r L i m b a h K o t a W a t e s ”
LAPORAN AKHIR
Tabel 5. 4 Proyeksi Volume Air Limbah Kabupaten Kulon Progo
SPAL Kawasan Kabupaten Kulon Progo direncanakan untuk pelayanan wilayah perkotaan yaitu
Desa Wates dan Desa Triharjo Kecamatan Wates, Desa Pengasih dan Tawangsari Kecamatan
Pengasih. Pengembangan SPAL Kawasan ini direncanakan akan dibangun pada tahap jangka
pendek dan menengah, yaitu mulai tahun 2015 – 2024.
Panjang pipa yang tertera pada tabel diatas merupakan kebutuhan pipa induk dan pipa lateral
SPAL Kawasan secara keseluruhan (tahap I dan II). Pipa yang akan digunakan berupa pipa PVC
dengan diameter 150 mm sepanjang 6.050 m, 200 mm sepanjang 4.291 m, 250 mm sepanjang
3.160 m, 300 mm sepanjang 3.750 m dan 500 mm sepanjang 3.300 m. Pelaksanaan
pengambangan SPAL Kawasan tahap I dilaksanakan pada jangka pendek, sedangkan SPAL
Kawasan tahap II dilaksanakan pada tahap jangka menengah. Berikut tabel rencana
pengembangan SPAL Kawasan beserta target pengembangan sambungan pelanggan.
Rencana pengembangan SPAL Kawasan terdiri dari program fisik dan non fisik. Program non
fisik berupa kegiatan pendukung yang tidak bisa dipisahkan dari pelaksanaan program fisik,
yaitu berupa persiapan dokumen pendukung dan pembebasan lahan. Pelaksanaan
pengembangan SPAL Kawasan ini dilakukan secara bertahap selama rentang10 tahun.
Diharapkan pada tahun 2024, seluruh penduduk wilayah pelayanan dapat dilayani dengan
sistem ini.
B. SPAL Komunal
SPAL Komunal direncanakan untuk wilayah yang tidak mendapatkan pelayanan dari SPAL
Kawasan. Kapasitas SPAL Komunal yang akan dibangun direncanakan untuk melayani 50 KK
atau sekitar 200 jiwa. Pengolahan dengan IPAL Komunal ini dapat diterapkan untuk air limbah
tinja (black water) maupun limbah campuran tinja dan buangan domestik (combine system). Jika
Pelayanan SPAL Komunal ini direncanakan dapat mencapai target 75% dari jumlah penduduk
masing – masing desa. Untuk masyarakat yang telah memiliki tangki septik tetap dapat
mendapat pelayanan IPAL Komunal. Pengembangan SPAL Komunal dilakukan secara bertahap
selama rentang horizontal perencanaan 2015-2034. Pentahapan dibagi menjadi 3 yaitu
pengembangan jangka pendek lima tahun pertama, jangka menengah lima tahun kedua dan
jangka panjang selama 10 tahun berikutnya. Pada tahun 2034, diharapkan target pelayanan IPAL
Komunal yaitu 75% dari jumlah penduduk dapat tercapai. Berikut ini rencana pengembangan
SPAL Komunal Kabupaten Kulon Progo.
C. Sistem Setempat
Sistem setempat (on site) dimaksudkan untuk memberikan sarana sanitasi yang memadai bagi
masyarakat terutama di wilayah perdesaan yang tidak mendapat akses pengelolaan air limbah
dengan perpipaan. Sarana sistem on site yang digunakan pada pengelolaan air limbah
Kabupaten Kulon Progo berupa MCK Plus. Penyediaan sarana MCK ini diharapkan dapat
meningkatkan kualitas sanitasi masyarakat dan menghilangkan budaya BABS.
Bangunan MCK ini dapat melayani 75 KK, terdiri dari beberapa bilik kamar mandi/ WC dan titik
keran untuk mencuci. Sama halnya dengan pengelolaan air limbah secara perpipaan, sistem on
site yang dikembangkan di wilayah Kabupaten Kulon Progo dilakukan secara bertahap. Namun
pengembangan MCK ini direncanakan dapat dilakukan pada tahapan jangka pendek dan
menengah, sehingga pada tahun 2024 diharapkan telah dapat memenuhi target pencapaian
sanitasi yang baik. Pelayanan sanitasi dengan MCK ini ditargetkan dapat dimanfaatkan oleh 25%
penduduk masing – masing desa di wilayah Kabupaten Kulon Progo terutama wilayah
perdesaan. Berikut ini rencana penyediaan sarana MCK Plus pada setiap desa di wilayah
Kabupaten Kulon Progo.
1) Alternatif 1
Teknologi pengolahan air limbah yang digunakan pada alternatif 1 terdiri dari unit
screening, grit removal, primary sedimentation, High Rate Trickling Filter, Facultatif
Ponds, Maturasi Pond, dan Sludge Treatment. SPAL Kawasan alternatif 1 membutuhkan
lahan sekitar 0,372 ha, dengan perkiraan kebutuhan energi sekitar 254.516 Kwh/tahun.
a. Screening
Meskipun air limbah lewat kamar mandi, WC dan wastafel dapur (kitchen sink),
namun tetap saja ada sampah-sampah yang masuk pada aliran air limbah. Bila
material ini masuk, dapat mengganggu proses kerja impeller pompa atau bila
masuk dalam proses di Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) akan mengganggu
proses purifikasi. Kriteria desain saringan sampah pada aliran air limbah dapat
dilihat pada tabel berikut ini.
Berdasarkan analisis kriteria yang telah ditetapkan, maka rencana unit screening
yang akan digunakan pada pengolahan alternatif 1 ini adalah sebagai berikut.
b. Grit Removal
Grit Removal diperlukan untuk memisahkan kandungan pasir atau grit dari aliran
air limbah. Kunci dari pemisahan ini adalah mengendapkan pasir pada kecepatan
horizontal tetapi kecepatan tersebut tidak telalu lambat sehingga bahan-bahan lain
(organik) selain pasir tidak ikut mengendap.
Terdapat tiga (3) tipe unit pengedap yang biasa digunakan yaitu:
- Horizontal flow (aliran horizontal) yaitu dalam bentuk persegi panjang.
- Radial flow yaitu bak sirkular, air mengalir dari tengah menuju pinggir.
- Upword flow yaitu aliran dari bawah ke atas dan biasanya bak yang digunakan
berbentuk kerucut menghadap ke atas. Padatan yang mengendap akan naik
dan saling bertumbukan sehinga terjadi selimut lumpur.
Teknologi ini bisa dipakai hanya setelah penjernihan primer. Sebab, kandungan
padatan yang tinggi dalam air limbah akan menyumbat filter. Secara mekanis, air
limbah disebarkan serata mungkin di atas materi ini dengan memakai alat
penyembur air. Air limbah dipasok dari atas dan menetes melalui materi penyaring
ke dasar tangki. Sistem tetes enerji kecil (gaya tarik bumi) bisa dirancang, tapi
umumnya diperlukan pasokan listrik dan air limbah secara terus menerus.
e. Facultatif Pond
Kolam fakultatif berfungsi untuk menguraikan dan menurunkan konsentrasi bahan
organik yang ada di dalam limbah yang telah diolah pada kolam anaerobik. Proses
yang terjadi pada kolam ini adalah campuran antara proses anaerob dan aerob.
Secara umum kolam fakultatif terstratifikasi menjadi tiga zona atau lapisan yang
memiliki kondisi dan proses degradasi yang berbeda. Lapisan paling atas disebut
dengan zona aerobik karena pada bagian atas kolam kaya akan oksigen. Zona
tengah kolam disebut dengan zona fakultatif atau zona aerobik-anaerobik. Pada
zona ini, kondisi aerob dan anaerob ditemukan bergenatung pada jenis mikroba
yang tumbuh. Dan zona paling bawah disebut dengan zona aerobik dimana oksigen
sudah tidak ditemukan lagi. Pada zona ini ditemukan lapisan lumpur yang terbentuk
dari padatan yang terpisahkan dan mengendap pada dasar kolam. Proses degradasi
material organik dilakukan oleh bakteri dan organisme mikroskopis (protozoa,
cacing dan lain sebagainya).
f. Maturation Pond
Kolam maturasi digunakan untuk mengolah air limbah yang berasal dari kolam
fakultatif dan biasanya disebut sebagai kolam pematangan. Kolam ini merupakan
rangkaian akhir dari proses pengolahan aerobik air limbah sehingga dapat
menurunkan konsentrasi padatan tersuspensi (SS) dan BOD yang masih tersisa
didalamnya. Fungsi utama kolam maturasi adalah untuk menghilangkan mikroba
patogen yang berada di dalam limbah melalui perubahan kondisi yang berlangsung
Kriteria disain lainnya yang dapat digunakan untuk merancang kolam maturasi
adalah sebagai berikut:
- Tinggi jagaan (free board) : (0,3 - 0,5) m
- Beban BOD volumetric : (40 - 60) gr BOD/m3.hari
- Efisiensi pemisahan BOD : ≥ 60%
- BOD influent : ≤ 400 mg/l
- BOD effluent : > 50 mg/l
2) Alternatif 2
Teknologi pengolahan air limbah yang digunakan pada alternatif 2 terdiri dari unit
screening, grit removal, Facultatif Ponds, dan Maturasi Pond. SPAL Kawasan alternatif 1
membutuhkan lahan sekitar 1,122 ha, dengan perkiraan kebutuhan energi sekitar
284.600 Kwh/tahun.
a. Screening
Desain sreening untuk IPAL Kawasan Alternatif 2 sama dengan yang digunakan
pada alternatif 1. Berikut ini hasil perhitungan desain Screening.
b. Grit Removal
Sama halnya dengan unit screening, grit removal pada IPAL Kawasan alternatif 2 ini
sama dengan yang digunakan pada alternatif 1. Perincian desain dapat dilihat pada
tabel berikut.
c. Facultatif Pond
3) Alternatif 3
Teknologi pengolahan air limbah yang digunakan pada alternatif 3 terdiri dari unit
screening, grit removal, UASB, Facultatif Ponds, dan Maturasi Pond. Kebutuhan lahan
untuk pengolahan limbah alternatif 3 ini seluas 1,03 ha. Kebutuhan lahan dengan
menggunakan teknologi UASB ini terhitung lebih tinggi dari pada teknologi alternatif 1
dan 2. Namun demikian, kebutuhan energi dengan sistem ini lebih rendah yaitu 110.300
Kwh/tahun.
a. Screening
b. Grit Removal
Desain grit removal yang digunakan pada alternatif 3 ini sama dengan yang
digunakan pada alternatif 1 dan 2. Berikut hasil perhitungan desain grit removal
pada teknologi IPAL Kawasan alternatif 3.
Air limbah memasuki reaktor dari dasar dan mengalir ke atas. Air limbah ini
melewati lapisan lumpur anaerobik yang aktif. Lapisan lumpur terdiri dari
butiran mikroba, yaitu gumpalan mikro-organisme kecil dan yang, karena
beratnya, tidak terbawa oleh aliran naik. Lapisan ini menjadi matang sekitar 3 bulan.
Butiran lumpur/endapan yang kecil mulai terbentuk, dan bidang permukaannya
tertutup oleh agregat bakteri. Jika tidak ada matrik pendukung, kondisi aliran
menciptakan lingkungan yang selektif di mana hanya mikro-organisme yang
mampu melekat satu sama lain akan bertahan dan berkembang-biak. Pada
akhirnya, agregat ini membentuk biofilm yang padat dan mampat yang disebut
“granula (butiran).” Penting artinya bahwa lumpur/endapan ditahan di dalam
reaktor. Karena itu, di bagian atas reaktor dipasang separator (pemisah) tiga-fase
yang akan memisahkan lumpur, air dan biogas. Separator punya ruang stasioner
di mana lumpur bisa mengendap dan kembali karena gaya tarik bumi. Kecepatan
aliran naik dari campuran lumpur/air tidak boleh lebih dari kecepatan
pengendapan, agar lapisan lumpur tetap terapung (0,6 hingga 0,9 meter/ jam).
UASB kurang lebih 4-7 m.
Penyedotan lumpur tidak sering. Hanya saja, kelebihan lumpur yang harus
dikeluarkan setiap 2 hingga 3 tahun.
- Proses yang sudah berjalan baik untuk pengolahan air limbah industri skala
besar. Umumnya dipakai untuk pabrik minuman, penyulingan, pemrosesan
makanan serta limbah kertas dan bubur kertas (pulp).
- Cocok untuk air limbah rumah-tangga konvensional atau black water
(terutama jika dipakai juga untuk mengolah limbah hewan).
- Harga tanah mahal.
- Digunakan di IPAL Tirtanadi Sumatera Utara
e. Maturation Pond
Kolam maturasi diletakkan setelah kolam fakultatif. Dengan rencana kedalaman
kolam 1,2 m, maka pengolahan yang terjadi berupa proses aerobik. Berikut ini hasil
perhitungan desain Kolam Maturasi IPAL Kawsan alternatif 3.
2) Unit Pengolah
a. Bak Pemisah Lemak
Bak pemisah lemak dibutuhkan jika pengelolaan air limbah domestic dan air limbah
tinja digabung. Buangan limbah domestik mengandung minyak dan lemak yang
cukup tinggi. Minyak dan lemak merupakan senyawa organic kompleks yang sulit
terurai. Keberadaannya dalam air limbah dapat menghambat proses degradasi
limbah oleh mikrorganisme. Oleh karena itu sebelum masuk ke unit pengolahan,
perlu ditambahkan unit pemisah lemak agar kandungan minyak dan lemak dari
buangan domestic tidak ikut masuk ke unit pengolah atau IPAL. Unit pemisah
lemak biasanya direncanakan dengan waktu tinggal 30 – 60 menit. Umumnya
terdiri dari 2 kompartement atau lebih.
b. Biofilter Anaerobic
Filter Anaerobik adalah bak kedap air yang terbuat dari beton, fibreglass, PVC atau
plastik, untuk penampungan dan pengolahan black water dan grey water. Ini
adalah tangki pengendapan, dan proses anaerobik membantu mengurangi padatan
serta material organik. Tetapi pengolahannya hanya moderat.
Filter aerobik berupa sebuah tangki yang diisi satu atau lebih kompartemen (ruang)
yang dipasang filter. Filter ini terbuat dari bahan alami seperti kerikil, sisa arang,
bumbu, batok kelapa atau plastic khusus. Bakteri aktif ditambahkan untuk memicu
proses. Bakteri aktif ini bisa didapat dari lumpur tinja tangki septik dan
disemprotkan pada materi filter. Aliran limbah masuk akan mengaliri filter
kemudian materi organic akan diurai oleh biomasa yang menempel. Diperlukan
waktu 6-9 bulan untuk menstabilkan biomasa di awal proses.
Pemeliharaan
Semakin lama, padatan dan biomasa akan menebal dan bisa menyumbat pori – pori
filter. Ketika efisiensi menurun, filter harus dibersihkan dengan cara mengalirkan air
dengan arah berlawanan arah aliran atau melepas materi filter dari tangkinya
kemudian dibersihkan.
MCK umum diprioritaskan untuk masyarakat yang belum memiliki fasilitas jamban pribadi yang
layak. Adapun bangunan MCK umum terdiri dari :
1) Bangunan Atas
Meliputi sejumlah pintu kamar mandi/kakus dan sarana cuci. MCK Umum dapat
direncanakan untuk melayani minimal 50 KK. MCK Umum sesuai untuk permukiman
yang masyarakatnya tidak memiliki kakus di masing-masing rumah.
Perbandingan jumlah bilik kamar mandi, tempat cuci dan kakus untuk melayani 50
KK, 100 KK dan 150 KK dapat dilihat pada table dibawah ini.
2) Perpipaan
Pipa mengalirkan air limbah dari bangunan atas ke bangunan bawah, berbahan PVC
kelas AW dengan diameter minimal 4 inchi.
3) Bangunan Bawah
Bangunan Bawah, merupakan sarana pengolah air limbah yang dapat berupa tangki
septik. Tangki Septik adalah bak kedap air yang terbuat dari beton, fibreglass, PVC
atau plastik, untuk penampungan dan pengolahan black water dan grey water.
Merupakan tangki pengendapan dan proses anaerobik untuk mengurangi padatan
dan material organik.
On-Site (MCK)
Timbulan
Jumlah Jumlah Volume Waktu
Black Water
KK Kakus Septic Tinggal
liter/hari Unit M3 Tahun
50 3,000 3 125 2
100 6,000 10 250 2
150 9,000 16 375 2
Sumber : hasil analisa, 2014
Kajian lapangan tentang kondisi sosial dan ekonomi masyarakat dilakukan di Kabupaten Kulon
Progo. Kajian lapangan ini meliputi penyebaran responden, profil responden, baik responden
rumah tangga maupun responden organisasi. Selain itu, dilengkapi pula dengan temuan tentang
sumber air yang dipergunakan, saluran pembuangan air limbah, pelayanan air limbah,
keikutsertaan sebagai pelanggan pelayanan air limbah, kemampuan ekonomi responden rumah
tangga, dan diakhiri manfaat sosial pelayanan air limbah.
Pada akhirnya, temuan lapangan dapat menjadi rekomendasi yang berharga bagi lembaga
penyelenggara pelayanan air limbah, dengan mendasarkan pada kemauan dan kemampuan
masyarakat untuk menjadi pelanggan pelayanan air limbah.
Penentuan sampel penelitian dilakukan dengan Multistage Random Sampling (MRS) yang
menjanjikan sampel yang representative didasari populasi yang kompleks dan heterogen.
Pengambilan sampel dilakukan melalui beberapa tahapan, sebagai berikut:
a. Tahap pertama dilakukan melalui cluster sampling. Tahap ini dilakukan dengan
menentukan kecamatan-kecamatan mana yang akan menjadi lokasi kajian, dalam
hal ini ditentukan 2 Kecamatan di Kabupaten Kulon Progo yang terdiri dari 15 desa
merupakan daerah perencanaan
b. Tahap kedua dilakukan melalui proportional sampling. Tahap ini dilakukan dengan
menentukan sejumlah sampel untuk setiap kecamatan secara proporsional yaitu
sebanyak 10 sampel untuk setiap desa yang menjadi lokasi penelitian.
c. Tahap ketiga dilakukan dengan random sampling, yaitu menentukan 4 desa secara
random/acak yang dipilih untuk disurvei dalam satu wilayah kecamatan.
d. Tahap keempat dilakukan dengan random sampling, yaitu menentukan RW, RT,
maupun rumah tangga/lembaga sosial atau kantor/lembaga komersial/penginapan
yang dipilih untuk disurvei dalam satu wilayah kelurahan.
e. Tahap kelima dilakukan dengan purposive sampling, yaitu mengambil sampel
penduduk yang telah berusia 17 tahun dengan asumsi responden tersebut telah
cukup dewasa dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang air limbah rumah
tangga.
Berdasarkan asumsi jumlah populasi Kepala Keluarga di Kulon Progo sebanyak 90.000 jiwa yang
terdiri dari 22.500 KK dan tingkat kesalahan ditentukan sebesar 7%, ditentukan jumlah sample
minimal sebesar 139 dengan penyebaran masing masing wilayah dapat dilihat pada table berikut
Responden menurut jenis kelamin ditentukan sebesar 46,1% wanita dan 53,9% merupakan laki-
laki. Banyaknya reponden laki-laki dikarenakan bahsan mengenai teknis air limbah yang
diharapkan untuk kaum laki-laki lebih memahami ini
Profil responden yang mewakili organisasi (lembaga sosial atau kantor atau sekolah, lembaga
komersial, penginapan/hotel) ditinjau berdasarkan jenis kelamin, usia, pekerjaan, dan
pendidikan terakhir. Menurut jenis kelamin ditemukan 68.5% responden berjenis kelamin laki-
laki dan 31.5% berjenis kelamin perempuan
Sumber air yang dipergunakan responden sangat bervariasi, mulai dari sumur, air Perusahaan
Daerah Air Minum (PDAM), maupun lainnya (seperti air mineral, air sungai). Cukup bervariasinya
sumber air yang dipakai responden mengindikasikan masyarakat menggunakan lebih dari satu
sumber air. Adapun macam-macam sumber air yang dipergunakan dan kualitas air yang
dipergunakan dapat dilihat dalam gambar dan uraian di bawah ini.
22%
46%
Sumur
15% PDAM
Sumur, PDAM
Sumur, air mineral
17%
Sebanyak 46 % responden menggunakan air sumur sebagai sumber air yang dipergunakan
meskipun sebagian warga mengeluhkan tentang kualitas air sumur mereka sudah tak layak
konsumsi, di ikuti PDAM (17%). Selebihnya merupakan kombinasi antara sumur, PDAM atau
sumur Air mineral. Melihat mayoritas masyarakat menggunakan sumur sebagai sumber air
utama, sangat mungkin terjadi penggunaan sumber lain hanya sebagai pelengkap.
Perilaku masyarakat dalam membuang air limbah atau sisa aktivitas manusia dapat dilihat dari
pembuangan air kamar mandi dan cuci serta pembuangan air WC yang dilakukan untuk masing-
masing rumah tangga maupun masing-masing organisasi. Adapun perilaku masyarakatnya
dapat dilihat sebagai berikut.
Masyarakat Kulon Progo biasa membuang air kamar mandi dan cuci kedalam resapan (40%) dan
saluran depan tempat tinggal (30%) baik saluran drainase maupun saluran langsung kesungai,
sedangkan reponden yang membuang air kamar mandi dan cucian menjadi satu dengan saluran
WC (17%) dan resapan, saluran depan tempat tinggal (9%) dan hanya sebagian kecil yang
menggabungkan saluran menjadi satu dengan WC (4%).
13%
Saluran air limbah setempat
65%
Septitank, saluran air atau
sungai
Septitank, saluran air limbah
setempat
Mayoritas responden 65% membuang air WC ke Septitank, diikuti dengan 17% ke saluran air
limbah setempat yang ada di beberapa wilayah. Temuan ini menegaskan mayoritas masyarakat
mempunyai kebiasaan membangun septitank dalam rumahnya, sehingga air WC pada umumnya
dialirkan ke septitank. Meskipun demikian ditemukan masih ada 13% masyarakat yang
membuang air limbah WC ke saluran air atau sungai.
5.2.5 Pelayanan Air Limbah
Masyarakat Kabupaten Kulon Progo tidak mendapat pelayanan air limbah terpusat hanya
sebagian kecil saja masyarakat yang menikmati pelayanan air limbah sistem setempat, sebagian
masyarakat tidak mengetahui tentang pelayanan air limbah ini dan hanya sebagian kecil
masyarakat yang tau akan informasi pelayanan air limbah.
Aparat pemerintah
setempat
Sebagian masyarakat tidak mengetahui informasi mengenai limbah (40%) sedangkan yang
mengetahui dari berbagai macam pihak dari aparat pemerintah setempat (24%) dari media (9%)
dan sebagian lagi dari petugas pelayanan limbah (6%) dan media, aparat pemerintah setempat
( 9%). Dari gambar dapat diketahui informasi mengenai limbah hanya terbatas bagi masyarakat
disekitar IPAL setempat yang ada.
Mayoritas reponden (88% atau 122 responden) menyatakan setuju dengan adanya jaringan air
limbah mengingat air sumur yang mereka gunakan telah tercemar. Namun saat ditanya apakah
responden membutuhkan pelayanan air limbah tersebut? 77% menyatakan membutuhkan
pelayanan air limbah tersebut, meskipun terdapat responden yang merasa saat ini belum
membutuhkan pelayanan air limbah.
Sebagian besar masyarakat paham akan pentingnya menjaga kesehatan tempat tinggal (62%)
mengatakan alasannya pentingya pelayanan air limbah ini sedangkan yang mengatakan lahan
sempit (12%) dan terletak dipemukiman padat penduduk (9%), sedangkankan yang tidak mau
repot dengan septitank (9%). Tingginya alasan responden untuk menjaga kebersihan
menunjukkan tingginya kesadaran masyarakat akan lingkungan tempat tinggal yang bersih dan
sehat.
Di Kulon Progo belum ada masyarakat yang menjadi pelanggan pelayanan air limbah, belum
adanya masyarakat yang menjadi pelanggan air limbah dikarenakan belum adanya jaringan air
limbah di Kabupaten Kulon Progo meskipun dibeberapa tempat telah ada pengolahan limbah
setempat.
Sebagian masyarakat menggap septitank yang dipergunakan masih baik-baik saja, di satu sisi
sebagian masyarakat belum mendapatkan informasi memadai tentang pelayanan air limbah,
dan tidak adanya jaringan di seputar tempat tinggal atau tempat bekerjanya. Oleh karena itu
program sosialisasi tentang pelayanan air limbah harus semakin ditingkatkan sampai ke unit-
unit sosial mulai dari Kecamatan sampai dengan RT dan rumah tangga.
23%
Ya
Tidak
71% Belum tahu
Ketika ditanya 139 responden tentang keinginanya menjadi pelanggan air limbah, sebagian
besar 71 % atau 99 responden menyatakan keinginanya untuk menjadi pelanggan pelayanan air
limbah (yang terdiri dari 81 responden rumah tangga dan 18 reponden organisasi). Sebanyak 32
responden atau 23% menyatakan tidak mau menjadi pelanggan pelayanan air limbah
dikarenakan septitank yang selama ini dipergunakan masih baik-baik saja. Dan 6% menyatakan
masih belum tau.
Dalam rangka menggali kemampuan ekonomi (finansial) dari responden rumah tangga untuk
menjadi pelanggan pelayanan air limbah, dilakukan penggalian data melalui pola pengeluaran
responden yang dianggap ‘mampu’. Salah satu item pengeluaran yang dapat digali adalah
pengeluaran konsumsi sehari-hari. Pada umumnya rumah tangga, semakin tinggi persentase
pengeluaran konsumsi dibandingkan total pengeluaran setiap bulannya mengindikasikan
semakin sulit kehidupan ekonomi rumah tangga tersebut karena sebagian besar
pengeluarannya masih didominasi untuk pengeluaran konsumsi sehari-hari.
Menurut table di atas. di atas, diasumsikan responden rumah tangga yang ‘mampu’ terdiri dari
kelompok atas (dengan persentase konsumsi sehari-hari kurang dari 25% dan 25-50%) dan
kelompok menengah (dengan persentase konsumsi sehari-hari 51-60%). Berdasarkan asumsi
tersebut, maka responden rumah tangga yang ‘mampu’ sebanyak 1,1%+16,3%+54% atau 71,4% dari
seluruh responden rumah tangga yang disurvei (139 orang).
Untuk menggali lebih lanjut keinginan responden rumah tangga yang belum menjadi pelanggan
untuk menjadi pelanggan pelayanan air limbah dapat dilihat pada tabel berikut ini
Tabel 5. 34 Keinginan Responden Rumah Tangga Untuk Menjadi Pelanggan Pelayanan Air
Limbah Menurut Konsumsi Sehari-hari
Konsumsi Sehari- Keinginan
F (%)
Hari Ya Tidak
Kurang dari 25% 2 0 2
25-50% 15 7 22
51-60% 53 21 74
61-70% 16 8 24
71-80% 11 3 14
81-90% 1 1 2
91-100% 0 1 1
F (%) 98 41 139
Terlihat responden rumah tangga yang belum menjadi pelanggan yang ingin menjadi pelanggan
pelayanan air limbah yang berasal dari golongan ‘mampu’ sebanyak 2+15+53=70 dari 98 atau
71.43%. Persentase ini sekaligus menunjukkan mayoritas responden yang ingin menjadi
Merujuk pada system yang telah berjalan di kota Yogyakarta, mengenai regulasi tentang
retribusi jasa umum (Peraturan Daerah Kota Yogyakarta No 5 Tahun 2012), responden dimintai
pendapatnya tentang kewajaran tarif pelayanan air limbah. Dari 139 responden rumah tangga,
sebagian besar (76.3% atau 106 orang responden) menyatakan tarif yang berlaku masih dalam
batas kewajaran, sedangkan sisanya 23,7% atau 33 orang responden menyatakan tarif tidak
wajar. Responden yang menganggap tarif pelayanan air limbah tidak wajar memberikan
masukan besaran tarif sebagai berikut.
Gratis
< 3 ribu
3-9 ribu
9-16 ribu
82%
Menurut responden sebanyak 82% atau 114 orang menyatakan tarif yang wajar di bawah Rp
3.000 masih dibawah tarif yang saat ini berlaku di kota Yogyakarta sebagai acuan, untuk tipe
pelanggan rumah tangga. Meskipun demikian, 14% menyatakan tarif yang wajar berkisar antara
Rp 3000 – Rp 9000 lebih besar dari pada tarif yang digunakan sebagai acuan, gambar ini juga
menunjukan ada 1 % responden yang menginginkan tidak ada retribusi yang harus dibayarkan
untuk memanfaatkan pelayanan air limbah.
Program pengembangan air limbah Kabupaten Kulon Progo terdiri dari program fisik dan non
fisik. Program fisik berupa program pembangunan sarana air limbah Kabupaten Kulon Progo
untuk memenuhi kebutuhan sanitasi masyarakat. Program non fisik meliputi program
perencanaan, sosialisasi dan pengawasan, pengembangan SDM dan kelembagaan,
pengembangan aspek peraturan. Rencana pengambangan SPAL direncanakan menjadi 3
tahapan meliputi tahap jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Masing – masing
tahapan terdiri dari program fisik dan program non fisik.
Rencana jangka pendek berupa program yang direncanakan untuk 5 tahun pertama yaitu 2015
– 2019, berupa program fisik dan non fisik. Rencana pengembangan SPAL jangka pendek
meliputi program pengembangan sarana IPAL Kawasan, IPAL Komunal dan pengembangan
sarana asnitasi setempat berupa MCK Plus. Pengembangan IPAL Kawasan yang dilaksanakan
berupa jaringan perpipaan dan IPAL tahap I yang akan melayani wilayah Desa Wates Kecamatan
Wates. Target pencapaian pelanggan pada jangka pendek ini sebanyak 2.300 sambungan.
Berikut ini rincian program pengembangan SPAL tahapan jangka pendek.
a. Pengembangan SDM 1 ls
b. Sosialisasi dan Pembinaan Masyarakat 1 ls
4 Rencana Program Tahun 2018
Program Fisik
Pipa Lateral
- Pipa PVC dia - 150 1000 meter
b. Pembanguan IPAL Berbasis Masyarakat
- IPAL Komunal - Kap. 200 KK 14 unit
- MCK Plus plus - Kap. 75 KK 24 unit
e. Pemasangan SR 250 unit
c. Pembebasan Lahan IPAL Skala Kawasan 1 ha
d. Operasional dan Pemeliharaan Fasilitas 1 ls
Program Non Fisik
a. Pengembangan SDM 1 ls
b. Sosialisasi dan Pembinaan Masyarakat 1 ls
5 Rencana Program Tahun 2019
Program Fisik
b. Pembanguan IPAL Berbasis Masyarakat
- IPAL Komunal - Kap. 200 KK 14 unit
- MCK Plus plus - Kap. 75 KK 21 unit
b. Pemasangan SR 300
c. Operasional dan Pemeliharaan Fasilitas 1 ls
Program Non Fisik
a. Pengembangan SDM 1 ls
b. Sosialisasi dan Pembinaan Masyarakat 1 ls
c. Review DED IPAL Skala Kawasan Wates 1 ls
Sumber : Analisa Konsultan, 2014
Rencana jangka menengah akan dilaksanakan selama 5 tahunan kedua yaitu pada tahun 2020 –
2024. Tahapan jangka menengah meliputi program lanjutan dari tahap jangka pendek. Pada
tahap ini akan dilaksanakan pembangunan jaringan dan IPAL Kawasan Tahap 2. SPAL Kawasan
Tahap II ini direncanakan akan melayani wilayah pelayanan sebagian Desa Wates dan Desa
Triharjo Kecamatan Wates dan Desa Pengasih dan Desa Tawangsari Kecamatan Pengasih. Pada
Sama halnya dengan rencana tahapan jangka pendek, rencana pengembangan SPAL pada tahap
jangka menengah berupa program SPAL Kawasan, SPAL Komunal dan sistem setempat dengan
bangunan MCK. Berikut ini rencana program pengembangan SPAL jangka menengah.
Rencana jangka panjang dilaksanakan selama 10 tahun terakhir perencanaan yaitu 2025 – 2034.
Pada tahap jangka panjang, pengembangan pengelolaan air limbah dilakukan untuk sistem
Komunal. Sistem Komunal membutuhkan banyak unit untuk dapat melayani seluruh
masyarakat. Oleh karena itu pembangunannya dilakukan secara bertahap dalam rentang tahun
perencanaan yang panjang. Diharapkan pada tahun 2034,target pelayanan 75% penduduk
mendapatkan akses pelayanan air limbah dari sistem Komunal. Berikut ini program
pengembangan pengelolaan air limbah sistem komunal tahap rencana jangka panjang.
a. Pengembangan SDM 1 ls
b. Sosialisasi dan Pembinaan Masyarakat 1 ls
c. Review Masterplan dan DED Air Limbah Wates 1 ls
2 Rencana Program Tahun 2026
Program Fisik
b. Pembanguan IPAL Berbasis Masyarakat
- IPAL Komunal - Kap. 200 KK 14 unit
b. Pemasangan SR
a. Pengadaan truk tinja 2 unit
d. Operasional dan Pemeliharaan Fasilitas 1 unit
Program Non Fisik
c. Review Perda Air Limbah 1 ls
c. Review Perda Retribusi 1 ls
a. Pengembangan SDM 1 ls
b. Sosialisasi dan Pembinaan Masyarakat 1 ls
3 Rencana Program Tahun 2027
Program Fisik
b. Pembanguan IPAL Berbasis Masyarakat
- IPAL Komunal - Kap. 200 KK 16 unit
b. Pemasangan SR
d. Operasional dan Pemeliharaan Fasilitas 1 unit
Program Non Fisik
a. Pengembangan SDM 1 ls
b. Sosialisasi dan Pembinaan Masyarakat 1 ls
4 Rencana Program Tahun 2028
Program Fisik
b. Pembanguan IPAL Berbasis Masyarakat
- IPAL Komunal - Kap. 200 KK 14 unit
b. Pemasangan SR
d. Operasional dan Pemeliharaan Fasilitas 1 ls
Program Non Fisik
a. Pengembangan SDM 1 ls
b. Sosialisasi dan Pembinaan Masyarakat 1 ls
5 Rencana Program Tahun 2029
Program Fisik
b. Pembanguan IPAL Berbasis Masyarakat
- IPAL Komunal - Kap. 200 KK 15 unit
d. Operasional dan Pemeliharaan Fasilitas 1 ls
No Program Jangka Pendek (2015-2019) Jumlah Satuan Harga Satuan (Rp.) Biaya (Rp.)
No Program Jangka Pendek (2015-2019) Jumlah Satuan Harga Satuan (Rp.) Biaya (Rp.)
No Program Jangka Pendek (2015-2019) Jumlah Satuan Harga Satuan (Rp.) Biaya (Rp.)
No Program Jangka Pendek (2015-2019) Jumlah Satuan Harga Satuan (Rp.) Biaya (Rp.)
No Program Jangka Pendek (2015-2019) Jumlah Satuan Harga Satuan (Rp.) Biaya (Rp.)
No Program Jangka Menengah (2020- 2024) Jumlah Satuan Harga Satuan (Rp.) Biaya (Rp.)
No Program Jangka Menengah (2020- 2024) Jumlah Satuan Harga Satuan (Rp.) Biaya (Rp.)
No Program Jangka Menengah (2020- 2024) Jumlah Satuan Harga Satuan (Rp.) Biaya (Rp.)
Jumlah 22.674.600.000
3 Rencana Program Tahun 2022
Program Fisik
Pipa Lateral
- Pipa PVC dia - 200, Aksesories dan Mainhole 3500 meter 1.600.000 5.600.000.000
b. Pembanguan IPAL Berbasis Masyarakat -
- IPAL Komunal - Kap. 200 KK 14 unit 175.920.000 2.462.880.000
- MCK Plus plus - Kap. 75 KK 35 unit 281.450.000 9.850.750.000
b. Pemasangan SR 1925 unit 2.200.000
e. Operasional dan Pemeliharaan Fasilitas 1 ls 917.500.000 917.500.000
Program Non Fisik -
a. Pengembangan SDM 1 ls 250.000.000 250.000.000
b. Sosialisasi dan Pembinaan Masyarakat 1 ls 250.000.000 250.000.000
Jumlah 19.331.130.000
4 Rencana Program Tahun 2023
Program Fisik
a. Pembangunan Jaringan IPAL
- Pipa PVC dia - 250, Aksesories dan Mainhole 670 meter 1.700.000 1.139.000.000
- Pipa PVC dia - 300, Aksesories dan Mainhole 400 meter 1.900.000 760.000.000
Pipa Lateral
- Pipa PVC dia - 150 1200 meter 1.200.000 1.440.000.000
b. Pembanguan IPAL Berbasis Masyarakat -
V-79 | “Penyusunan DED Air Limbah Kota Wates”
LAPORAN AKHIR
No Program Jangka Menengah (2020- 2024) Jumlah Satuan Harga Satuan (Rp.) Biaya (Rp.)
No Program Jangka Menengah (2020- 2024) Jumlah Satuan Harga Satuan (Rp.) Biaya (Rp.)
No Program Jangka Panjang (2025-2034) Jumlah Satuan Harga Satuan (Rp.) Biaya (Rp.)
No Program Jangka Panjang (2025-2034) Jumlah Satuan Harga Satuan (Rp.) Biaya (Rp.)
No Program Jangka Panjang (2025-2034) Jumlah Satuan Harga Satuan (Rp.) Biaya (Rp.)
No Program Jangka Panjang (2025-2034) Jumlah Satuan Harga Satuan (Rp.) Biaya (Rp.)
No Program Jangka Panjang (2025-2034) Jumlah Satuan Harga Satuan (Rp.) Biaya (Rp.)
Jumlah 6.877.950.000
8 Rencana Program Tahun 2032
Program Fisik
b. Pembanguan IPAL Berbasis Masyarakat -
- IPAL Komunal - Kap. 200 KK 13 unit 286.600.000 3.725.800.000
d. Operasional dan Pemeliharaan Fasilitas 1 ls 1.494.900.000 1.494.900.000
Program Non Fisik -
a. Pengembangan SDM 1 ls 300.000.000 300.000.000
b. Sosialisasi dan Pembinaan Masyarakat 1 ls 300.000.000 300.000.000
Jumlah 5.820.700.000
9 Rencana Program Tahun 2033
Program Fisik
b. Pembanguan IPAL Berbasis Masyarakat -
- IPAL Komunal - Kap. 200 KK 15 unit 300.930.000 4.513.950.000
d. Operasional dan Pemeliharaan Fasilitas 1 ls 1.569.700.000 1.569.700.000
Program Non Fisik -
a. Pengembangan SDM 1 ls 300.000.000 300.000.000
b. Sosialisasi dan Pembinaan Masyarakat 1 ls 300.000.000 300.000.000
Jumlah 6.683.650.000
10 Rencana Program Tahun 2034
Program Fisik
b. Pembanguan IPAL Berbasis Masyarakat -
V-85 | “Penyusunan DED Air Limbah Kota Wates”
LAPORAN AKHIR
No Program Jangka Panjang (2025-2034) Jumlah Satuan Harga Satuan (Rp.) Biaya (Rp.)
Untuk pengembangan pengelolaan air limbah kabupaten kulonprogo, disajikan beberapa opsi
bentuk lembaga pengelola. Dari table berikut dapat dilihat keuntungan dan kerugiaan dari
masing-masing opsi.
Tabel 5. 41 Perbandingan Antara Beberapa Opsi untuk Pengelolaan Pelayanan Air Limbah
N TUJUAN, LEGALITAS DINAS UPTD BLUD BLUD PENUH BUMD
O KEUANGAN DAN (PLUS) BERTAHAP
ASSET, PROSEDUR
PEMBENTUKAN, (+):Keuntungan (+):Keuntungan (+):Keuntungan (+):Keuntungan (+):Keuntungan
STRUKTUR (-):Kelemahan (-):Kelemahan (-):Kelemahan (-):Kelemahan (-):Kelemahan
ORGANISASI, DLL
2 PAYUNG HUKUM (+): Telah ada pp (+): Telah ada pp (+): Telah ada pp (+): Telah ada pp (+):Telah ada
41/2007 41/2007 41/2007 41/2007 (uu 5/1952)
(_):Sdh tdk
sesuai
TAHAP DAN PROSES Berdasarkan Ditetapkan Berdasar SK Wali Berdasar Sk Wali Ditetapkan
PEMBENTUKAN Perda Berdasar SK Wali Kota Kota Berdasarkan
Jumlah Dinas Kota Perda
dibatasi PP (+) Ada (-):Pembentukan (-):Pembentukan
41/2007 Kemudahan dan BLUD BlUD (-):Tahap dan
Cepat mensyaratkan mensyaratkan prosesnya lama-
banyak hal mulai banyak hal mulai rumit karena
dari dari perlu
perencanaan perencanaan pengesahan
hingga target- hingga target- DPRD
target detail target detail
layanan yg akan layanan yg akan
dijalankan dan dijalankan dan
akan dicapai akan dicapai
(Lihat **) (Lihat **)
4 KEUANGAN/PEMBIAYA (+): Pembiayaan (+): Pembiayaan (+): Pembiayaan (+): Pembiayaan (+): Modal terdiri
AN SECARA UMUM terukur krn ada terukur krn ada terukur krn ada terukur krn ada dari seluruh /
penganggaran penganggaran penganggaran penganggaran sebagian
setiap th setiap th setiap th setiap th kekayaan daerah
(+) Bantuan dr (+): Dpt (+): Fleksibilitas (+): Fleksibilitas yg dipisah
pemerintah dpt menerapkan tarif dlm pola dlm pola
diterima layanan pengelolaan pengelolaan
keuangan yg keuangan yg
5 KEPEMILIKAN ASSETS * * * * YA
SDM Status Status PNS dan Non PNS dan Non Ada tingkatan
Kepegawaian Kepegawaian PNS PNS kepegawaian
PNS dlm PNS dlm
organisasi organisasi
Pemda berdasar Pemda berdasar
kinerja kinerja
*: Pengaturan sebagai bagian dari pengaturan yg berlaku dalam struktur organisasi pemda
**) Untuk rencana pengembangan pengelolaan air limbah Kabupaten Kulonprogo di Indikasikan Target
Reformasi perubahan kelembagaan (Fig-4)
Dari tabel diatas, dilihat dari segi teknis administratif, nampaknya pembentukan BLUD yang
lebih mengutamakan peningkatan pelayanan daripada profit, relatif lebih mudah utk
mendukung program dalam masterplan ini. Selain itu BLUD adalah instansi di lingkungan
Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan pengelolaan air limbah masyarakat
yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya
didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas, berdasarkan kaidah-kaidah manajemen
yang baik dalam rangka pemberian layanan yang bermutu dan berkesinambungan. Pola
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum adalah pola pengelolaan keuangan yang
memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek-praktek bisnis yang
sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini, sebagai
pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan negara pada umumnya. BLUD bertujuan
untuk meningkatkan pelayanan pengelolaan air limbah kepada masyarakat dalam rangka
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dengan memberikan fleksibilitas dalam
pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas, dan penerapan praktek
bisnis yang sehat
Melihat dari bentuk struktur kelembagaan saat ini, tim konsultan mencoba merumuskan bentuk
kelembagaan yang mendukung pengembangan pengelolaan limbah sesuai dengan target.
Sub Bag
Penyus&Pengelolaan Sub Bag Perencanaan
RBA&DPA , Tarif dan Teknis
SIM Keu Sub Bag Pelaksana
Kegiatan Teknis:
Sub Bag Pendapatan & Urusan sistem on site
Biaya dan Laporan Keu Urusan sitem off site
Urusan sistem Komunal
UPTD Kebersihan Dinas PU Sub Bag Pengelolaan Sub Bag Pemeliharaan dan
No Pendidikan Jumlah Pendidikan Jumlah Utang Piutang Peningkatan Mutu/Standard
Kinerja dan Profesional SDM
1 SD 13 SD 10
2 SMP/Sederajat 16 SMP/Sederajat 27 Sub Bag Pengelolaan Sub Bag Administrasi Teknis
3 SMA/Sederajat 51 SMA/Sederajat 55 Barang, Aset & Investasi
4 D3 - D2 2
V-91 | 5 S1 - D3 10
“Penyusunan DED Air Limbah Kota Wates” Minimal dibutuhkan tenaga :
6 S2 1 S1 22
S2 10 9 tenaga teknis lingkungan / sanitasi air limbah (Kepala BLUD, Kepala Bag Teknis dan 5 Kasubag
dan 3 kepala urusan); masing2 perlu tenaga pendukung secukupnya minimal 2 orang per Sub
Diusulkan agar UPTD (plus) sudah dapat menggunakan Struktur Org. BLUD
Bag
Gambar 5. 17 Struktur Organisasi UPTD Air Limbah Kabupaten Kulonprogo (Existing) dan Usulan Struktur Organisasi BLUD (Acuan Permendagri 61/2007)
LAPORAN AKHIR
Lampiran
Analisa SWOT
Strenght
e. Kebupaten Kulon Progo telah memiliki 13 sanitasi komunal yang telah terbangun
dibeberapa kecamatan dan 5 sanitasi komunal yang sedang dalam tahap
pembangunan
f. Sarana sanitasi secara kuantitas dan kualitas belum memenuhi kebutuhan
masyarakat sehingga masyarakat membutuhkan sarana sanitasi yang memadai
dan memenuhi standar kesehatan
g. Masih banyak sarana air limbah kurang memenuhi ditinjau dari aspek kesehatan
lingkungan terutama di kawasan pedesaan seperti masih menggunakan closet
cemplung (cubluk), penyedotan lumpur tinja hanya terbatas di wilayah kota
Wates, dan sarana pernbuangan akhir lumpur tinja (Instalasi Pengolahan Limbah
Terpadu/ IPLT) hanya tersedia di RSUD Wates
h. Tersedianya lahan datar yang cukup luas di tengah kawasan padat penduduk
dikecamtan wates singga berpotensi untuk dijadikan tempat pengolahan
Weeknes
d. Kondisi jumlah penduduk yang masih sangat kecil dengan kepadatan penduduk
8,07 jiwa/ha. Hal ini menjadi kendala dalam perencanaan SPAL terpusat
e. Terpengeruhnya ketinggian air permukaan terhadap pasang surut air laut
disebelah selatan mengakibatkan sulitnya dalam menentukan lokasi IPAL yang
akana dibangun dan terdapat sungai besar yang memisahkan antara Kecamatan
Wates dan Kecamatan Bendungan sehingga kedua kawasan ini tidak dapat di
satukan dalam satu unit pengolahan
f. Nilai investasi SPAL terpusat yang cukup tinggi dan adanya biaya operasional
yang dibebankan ke masyarakat
Opportunity
Threat
Strenght
Weeknes
Total
10.00 1.00 8.00 2.70
Threat
No Faktor Strategis Nilai Bobot Rating Skor
Total
8.00 1.00 7.00 2.25
V-95 | “Penyusunan DED Air Limbah Kota Wates”
LAPORAN AKHIR
Keterangan Ukuran Rating Kekuatan
Ukuran pembobotan 1 = Sedikit Kuat
1 = sedikit penting 2 = Agak Kuat
2 = agak penting 3 = Kuat
3 = penting 4 = Sangat Kuat
4 = sangat penting
MATRIK SWOT
Dilihat dari hasil analisis internal dan eksternal pada table diatas, maka bias didapatkan total
sebagai berikut :
Berdasarkan pada Hasil Rangking luas matrik tersebut diatas, maka penentuan posisi SWOT
Kulon Progo dapat dilihat pada gambar di bawah ini :