Anda di halaman 1dari 26

PENATALAKSANAAN TRIGEMINAL NEURALGIA

DRG. MIA AYUSTINA PRASETYA, SP. KGA

198007162010122002

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

2017

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

limpahan rahmat dan hidayahnya penulis dapat menyelesaikan makalah

berupa Literature review yang berjudul “Trigeminal Neuralgia di bidang

Kedokteran Gigi”.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas pengetahuan

penyebab, penatalaksaan trigeminal bidang kedokteran gigi berdasarkan

jurnal. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas

dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya di

lingkungan Universitas Udayana. Kami menyadari bahwa makalah ini

masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu penulis

sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
ABSTRAK.............................................................................................................vii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG................................................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH.............................................................................1
1.3 TUJUAN PENULISAN...............................................................................2
1.4 MANFAAT PENULISAN..........................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................5
2.1 DEFINISI......................................................................................................5
2.1.DEFINISI................................................................................................5
2.1.2 EPIDEMIOLOGI…..............................................................................4
2.2 KLASIFIKASI TRIGEMINAL NEURALGIA.........................................6
2.2.1 CLASSICAL TRIGEMINAL NEURALGIA..................................6
2.2.2 SIMPTOMATIC TRIGEMINAL NEURALGIA…..........................8
2.3 ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI.........................................................11
2.3.1 ETIOLOGI........................................................................................11
2.3.2 PATOFISIOLOGI…........................................................................14
2.4 GEJALA KLINIS DAN DIFFERENTIAL DIAGNOSA.........................15
2.4.1 PENATALAKSANAAN.................................................................15
2.4.2 DIFFERENTIAL DIAGNOSA.......................................................15
2.5 ANAMNESA DAN DIAGNOSIS............................................................18
2.5.1 PEMERIKSAAN.............................................................................19
2.6 TERAPI TRIGEMINAL NEURALGIA....................................................20
2.6.1 PERAWATAN MEDIS...................................................................20
2.6.2 PERAWATAN BEDAH...................................................................20
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN.............................................................23
3.1 KESIMPULAN…........................................................................................24
3.2 SARAN.......................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA….......................................................................................25
ABSTRACT

Nyeri orofasial sering menjadi alasan bagi pasien datang ke dokter gigi.

Nyeri pada daerah mulut paling sering disebabkan oleh adanya kelainan di daerah

odontogenik, seperti karies gigi atau abses dentoalveolar akut. Akan tetapi ada

beberapa nyeri orofasial yang tidak disebabkan oleh adanya kelainan odontogenik,

salah satunya adalah trigeminal neuralgia. Trigeminal neuralgia idiopatik tidak

diketahui pasti penyebab spesifiknya, namun sering kali dikaitkan dengan adanya

kompresi oleh pembuluh perifer intrakranial pada area di sekitar percabangan

saraf trigeminal, sehingga mempengaruhi proses penghantaran impuls saraf pada

percabangan V1, V2, atau V3 yang menginervasi area wajah (James, dkk, 2016).

Nyeri ini disebabkan karena kompresi oleh pembuluh darah intrakranial yang

menyebabkan rusaknya selaput pelindung saraf atau dikenal dengan proses

demyelinasi. Klasifikasi trigeminal neuralgia dibagi menjadi 2 tipe yaitu tipe

classical trigeminal neuralgia dan painful trigeminal neuropathy. Terapi

trigeminal neuralgia dapat dengan perawatan medis dan perawatan bedah.

Kata kunci : trigeminal neuralgia, nyeri, trigeminal


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Nyeri orofasial sering menjadi alasan bagi pasien datang ke dokter gigi.

Nyeri pada daerah mulut paling sering disebabkan oleh adanya kelainan di daerah

odontogenik, seperti karies gigi atau abses dentoalveolar akut. Akan tetapi ada

beberapa nyeri orofasial yang tidak disebabkan oleh adanya kelainan odontogenik,

salah satunya adalah trigeminal neuralgia. Trigeminal neuralgia berasal dari

bahasa yunani yaitu awalan "neuro-"yang berarti terkait dengan saraf, dan akhiran

"-algia" yang berarti nyeri. Trigeminal neuralgia merupakan suatu keluhan rasa

nyeri yang berulang pada satu sisi yang melibatkan nervus trigeminus.

Prevalensi kejadian trigeminal neuralgia pada populasi menurut

International Association for the Study of Pain (2013) yaitu antara 0.01% dan

0.3%, lebih banyak terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki. Trigeminal

neuralgia di negara Amerika yaitu sekitar 3 sampai 13 kasus setiap tahunnya.

Onset Trigeminal neuralgia umumnya terjadi pada pasien di atas umur 40 tahun

(IASP, 2013)

Trigeminal neuralgia melibatkan nervus trigeminus yang keluar melalui

ganglion gasseri dan memiliki 3 cabang persarafan yaitu cabang opthalmicus,

cabang maksila dan mandibula. Anatomi dari nervus trigeminus tersebut dapat

menyulitkan dokter gigi dalam memberi diagnosa karena letak rasa nyeri yang
berdekatan dengan gigi dan mulut. Oleh karena itu dokter gigi harus mengetahui

perbedaan trigeminal neuralgia dengan nyeri yang disebabkan oleh gigi, serta

gejala klinis, anamnesa, pemeriksaan klinis, pemeriksaan penunjang serta terapi

yang umumnya pasien akan dirujuk ke spesialis saraf.

1.2 Rumusan Masalah

a. Apa definisi dan epidemiologi trigeminal neuralgia?

b. Apa klasifikasi trigeminal neuralgia?

c. Apa etiologi dan patofisiologi trigeminal neuralgia?

d. Bagaimana gejala klinis dan diagnosa pembanding (differential diagnose)

trigeminal neuralgia?

e. Apa anamnesa, pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang yang

diperlukan pada pasien dengan trigeminal neuralgia?

f. Apa terapi yang dilakukan pada pasien trigeminal neuralgia?

1.3 Tujuan

a. Mengetahui definisi dan epidemiologi trigeminal neuralgia

b. Mengetahui klasifikasi trigeminal neuralgia

c. Mengetahui etiologi dan patofisiologi trigeminal neuralgia

d. Mengetahui gejala klinis dan diagnosa pembanding (differential diagnose)

trigeminal neuralgia

e. Mengetahui anamnesa, pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang

yang diperlukan pada pasien dengan trigeminal neuralgia

f. Mengetahui terapi yang dilakukan pada pasien trigeminal neuralgia


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi dan Epidemiologi Trigeminal Neuralgia

2.1.1 Definisi

Trigeminal neuralgia pertama kali dikemukakan oleh John Fothergill pada

tahun 1773. Ia mendeskripsikan secara jelas gambaran klinis yang khas pada

Trigeminal neuralgia seperti nyeri paroksismal pada sebagian sisi wajah dan

dipicu oleh aktivitas seperti makan, berbicara, adanya sentuhan ringan, dimulai

serta berhenti secara tiba-tiba dan berhubungan dengan kecemasan (Balasundram

dkk, 2012).

Dalam bahasa Yunani kuno Roma, trigeminal neuralgia disebut juga

dengan “Cephalgia”. Disebut juga dengan “Tic doulourex” oleh Nicholas Andre

(1756). “Forthergill’s disease” oleh John Fothergill (1773). “Epileptiform

neuralgia” oleh Trousseau (1853) (Debta dkk, 2010).

International Association for the Study of Pain (IASP) dan International

Headache Society (IHS) memiliki kriteria diagnostik sendiri tentang trigeminal

neuralgia. International Association for the Study of Pain (IASP) mendefinisikan

Trigeminal neuralgia sebagai nyeri yang tiba-tiba, biasanya unilateral, tajam,

hebat, singkat, dan berulang yang berdistribusi pada satu atau lebih cabang dari

saraf trigeminal atau saraf kranial kelima (Zakrzewska, 2014). Sementara

menurut International Headache Society (IHS), trigeminal neuralgia adalah nyeri


wajah yang tajam seperti tersengat listrik, terbatas pada satu atau lebih cabang

nervus trigeminus (Mcmillan, 2011).

2.1.2 Epidemiologi

Trigeminal neuralgia adalah penyakit langka, di mana studi mengenai

prevalensi kejadian trigeminal neuralgia terbilang sedikit. Analisa beberapa studi

yang tersedia mengungkapkan bahwa prevalensi trigeminal neuralgia pada

populasi berkisar antara 0.01%-0.3 %, walaupun studi lain pada pusat pelayanan

kesehatan primer menunjukkan bahwa prevalensi trigeminal neuralgia itu lebih

tinggi, yaitu berkisar 12 % per 100.000 orang setiap tahunnya. Persentasi yang

lebih tinggi tersebut mungkin disebabkan oleh kesalahan diagnosis. Trigeminal

neuralgia lebih umum terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki dengan rasio

2:1. Trigeminal neuralgia bisa terjadi pada semua umur. Namun, onset penyakit

ini terjadi setelah usia 40 tahun pada lebih dari 90% kasus, dan puncak onset-nya

terjadi antara 50-60 tahun (IASP, 2013).

2.2 Klasifikasi Trigeminal Neuralgia

2.2.1 Classical trigeminal neuralgia (Idiopatik)

Trigeminal neuralgia berkembang tanpa penyebab yang jelas selain

kompresi neurovascular. Classical trigeminal neuralgia terjadi karena kompresi

neurovascular, paling sering melibatkan arteri superior neurovascular cerebellar

dengan diagnosa:

1. Sekurangnya terdapat 3 titik sakit pada salah satu sisi wajah

2. Terjadi pada satu atau lebih dari saraf trigeminal

3. Rasa sakit memiliki setidaknya 3 dari 4 karakteristik :


a. Serangan paroksismal berulang yang terjadi selama beberapa detik sampai

dua menit.

b. Nyeri hebat

c. Kualitas nyeri terasa seperti tersetrum , ditembak, ditusuk atau tajam

d. Dipicu oleh rangsangan yang tidak berbahaya yang mempengaruhi sisi

wajah

4. Tidak ada gejala klinis yang jelas pada kekurangan saraf

Classical trigeminal neuralgia terbagi menjadi 2, yaitu :

1. Classical trigeminal neuralgia paroksismal murni

Classical trigeminal neuralgia paroksismal murni adalah trigeminal neuralgia

tanpa nyeri yang terus menerus pada wajah. Disebut juga sebagai trigeminal

neuralgia tipe 2. Diagnosa:

a. Nyeri yang berulang pada unilateral wajah

b. Tidak ada rasa nyeri fasial yang persisten di setiap serangan nyeri.

2. Classical trigeminal neuralgia dengan nyeri wajah persisten

Classical trigeminal neuralgia dengan nyeri wajah persisten adalah trigeminal

neuralgia dengan rasa nyeri yang terus menerus pada wajah. Kriteria diagnos:

a. Serangan yang berulang pada salah satu sisi wajah

b. Nyeri wajah yang terus menerus dengan intensitas sedang

2.2.2 Painful/simptomatik trigeminal neuropathy

Merupakan nyeri di kepala dan atau wajah yang didistribusi oleh satu atau

lebih cabang dari saraf trigeminal yang disebabkan oleh kelainan lain dan
terindikasi adanya kerusakan saraf. Rasa sakitnya sangat berbagai macam kualtias

dan intensitas tergantung dari kasus.

1. Nyeri neuropati trigeminal yang dikaitkan dengan herpes zoster akut

Sakit di bagian kepala atau wajah secara unilateral yang berlangsung selama 3

bulan yang didistribusi oleh satu atau lebih percabangan saraf trigeminal,

disebabkan dan dihubungkan dengan gejala lain dan atau tanda klinis dari herpes

zoster akut. Kriteria diagnosa :

a. Sakit di wajah atau kepala secara unilateral yang berlangsung selama 3

bulan

b. Salah 1 atau dari kedua hal berikut :

1) Erupsi herpes di salah satu percabangan saraf trigeminal

2) DNA virus varicella zoster telah terdeteksi pada CSF dengan reaksi

rantai polimerasi

c. Bukti sebab-akibat ditunjukkan oleh kedua hal-hal berikut:

1) Rasa sakit didahuli erupsi herpses setelah kurang dari 7 hari

2) Rasa sakit terletak pada distribusi dari percabangan saraf trigeminal

yang sama

2. Post-herpetic trigeminal neuropathy

Sakit kepala atau wajah yang persisten atau rekuren selama setidaknya 3 bulan

yang didistribusi oleh 1 atau lebih percabangan dari saraf trigeminal, dengan

perubahan variable sensor yang disebabkan oleh herpes zoster. Kriteria diagnosa:

a. Sakit kepala atau wajah unilateral yang persisten atau rekuren yang lebih

dari 3 bulan
b. Riwayat dengan herpes zoster akut mempengaruhi percabangan dari saraf

trigeminal

c. Bukti sebab akibat ditunjukkan oleh kedua hal berikut :

1) Rasa sakit berkembang dalam waktu bersamaan dengan herpes zoster

akut.

2) Rasa sakit terletak pada cabang nervus trigeminal yang sama.

3. Painful post-traumatic trigeminal neuropathy

Merupakan rasa nyeri pada muka atau oral yang diikuti trauma pada saraf

trigeminal, dengan symptom lain dan atau gejala klinis dari disfungsi saraf

trigeminal. Kriteria diagnosa :

a. Rasa nyeri pada muka dan atau oral secara unilateral

b. Riwayat trauma yang dapat diidentifikasi pada saraf trigeminal dengan

gejala klinis jelas (hyperalgesia, allodynia)

c. Bukti sebab akibat ditunjukkan oleh kedua hal berikut :

1) Rasa sakit terletak di percabangan saraf trigeminal

2) Rasa sakit berkembang dalam 3 sampai 6 bulan dari

terjadinya trauma

4. Painful trigeminal neuropathy attributed to multiple sclerosis (MS) plaque

Rasa sakit pada kepala atau muka secara unilateral pada percabangan saraf

trigeminal dengan karasteristik seperti classical trigeminal neuralgia, disebabkan

oleh multiple sclerosis plaque yang mempengaruh saraf trigeminal dan


berhubungan dengan gejala lain dan atau gejala klinis dari multiple sclerosis.

Kriteria diagnosa :

a. Rasa nyeri pada kepala dan atau pada wajah dengan karakteristik seperti

classical trigeminal neuralgia bersamaan dengan atau tanpa nyeri pada

wajah yang persisten tapi tidak selalu unilateral

b. Multiple Sclerosis telah terdiagnosa

5. Painful trigeminal neuropathy attributed to space-occupying lesion

Rasa sakit pada kepala atau pada wajah pada percabangan saraf trigeminal

dengan karateristik sepertim classical trigeminal neuralgia, disebabkan karena

adanya kontak antara saraf trigeminal dengan lesi space-occupying. Karakteristik

diagnosa :

a. Rasa nyeri pada kepala dan atau pada wajah dengan karakteristik seperti

classical trigeminal neuralgia bersamaan dengan atau tanpa nyeri pada

wajah yang persisten tapi tidak selalu unilateral

b. Rasa sakit yang telah terjadi setelah kontak antara dan lesi saraf trigeminal

6. Painful trigeminal neuropathy attributed to other disorder.

Kriteria diagnosa :

a. Rasa nyeri pada kepala dan atau pada wajah dengan karakteristik seperti

classical trigeminal neuralgia bersamaan dengan atau tanpa nyeri pada

wajah yang persisten tapi tidak selalu unilateral

b. Kelainan, selain yang disebutkan di atas tapi diketahui mampu

menyebabkan rasa sakit pada saraf trigeminal.


c. Rasa sakit berkembang setelah onset dari kelainan (Cephalalgia,2013).

2.3 Etiologi dan Patofisiologi Trigeminal Neuralgia

2.3.1 Etiologi

Beberapa etiologi yang menyebabkan terjadinya trigeminal neuralgia dapat

diuraikan berdasarkan klasifikasi klinisnya, yaitu sebagai berikut :

1. Idiopatik

Trigeminal neuralgia idiopatik tidak diketahui pasti penyebab spesifiknya,

namun sering kali dikaitkan dengan adanya kompresi oleh pembuluh perifer

intrakranial pada area di sekitar percabangan saraf trigeminal, sehingga

mempengaruhi proses penghantaran impuls saraf pada percabangan V1, V2, atau

V3 yang menginervasi area wajah (James, dkk, 2016).


Menurut Krafft (2008), sekitar 80-90% kasus yang diklasifikasikan sebagai

trigeminal neuralgia idiopatik disebabkan oleh kompresi saraf trigeminal pada

area tempat keluarnya saraf tersebut dari batang otak oleh penyimpangan arteri

atau vena, terutama disebabkan oleh arteri cerebellar superior. Kompresi

neurovaskular yang terus-menerus dapat menyebabkan rusaknya selubung myelin

pada syaraf, yang kemudian menyebabkan perubahan fungsional pada akson,

sehingga syaraf semakin sensitif dan stimulasi sentuhan ditafsirkan sebagai rasa

sakit. Menurut Luna (2010), kompresi neurovaskular pada trigeminal neuralgia

idiopatik ini kemungkinan dipicu karena trauma, faktor emosional, atau

rangsangan eksternal (Santos, dkk, 2013: James, dkk, 2016).


2. Simptomatik

Trigeminal neuralgia simptomatik umumnya disebabkan karena adanya suatu

kondisi abnormal atau penyakit tertentu yang mengganggu jalur persarafan saraf

trigeminal, seperti adanya tumor intrakranial yang menyebabkan terjadinya

kompresi pada area disekitar percabangan saraf trigeminal. Selain itu, dapat

disebabkan karena adanya beberapa perubahan anatomis yang terkait dengan

proses degeneratif penuaan tubuh manusia secara fisiologis, seperti munculnya

penyakit aterosklerosis atau hipertensi yang memiliki kecenderungan untuk

meningkat seiring bertambahnya usia dan terkadang menyebabkan kontak

neurovaskular pada area disekitar percabangan saraf trigeminal, sehingga

menyebabkan kompresi vaskular.

Penyakit autoimun seperti multipel sklerosis juga dapat memicu terjadinya

trigeminal neuralgia secara simptomatik karena terdapat kerusakan selubung

myelin oleh karena sistem kekebalan tubuh, sehingga mengganggu proses

penghantaran impuls saraf. Menurut Bennetto (2007), sekitar 5-10% pasien

dengan trigeminal neuralgia memiliki penyebab karena tumor, multipel sklerosis,

abnormalitas pada tengkorak, atau malformasi arteriovenosa (Santos, dkk, 2013).

Penyebab terjadinya trigeminal neuralgia simptomatik kemungkinan juga

dapat terkait dengan trauma maksilofasial, seperti fraktur zygomatic-maxillary

komplek, terutama bila melibatkan lantai orbital yang menyebabkan luka pada

persarafan di sekitar infraorbital (James, dkk, 2016).


2.3.2 Patofisiologi

Penjelasan utama penyebab dari trigeminal neuralgia adalah adanya

kompresi oleh pembuluh darah intrakranial yang menyebabkan rusaknya selaput

pelindung saraf atau dikenal dengan proses demyelinasi. Adanya variasi anatomis

pembuluh darah yang berbeda-beda dapat menyebabkan kompresi arteri dan/atau

vena (terutama arteri cerebellar superior) pada area percabangan saraf trigeminal.

Kompresi atau penekanan yang terus-menerus dalam jangka waktu lama

menyebabkan selaput pelindung saraf yang berada di bawah kompresi pembuluh

darah mengalami penipisan dan lama-kelamaan menjadi rusak (demyelinasi).

Selanjutnya, demyelinasi ini menyebabkan impuls listrik saraf menjadi ektopik

(tidak menentu) dan ephaptik (tidak langsung) secara bersilangan di antara serabut

saraf, hal ini membuat penghantaran impuls saraf terganggu. Impuls listrik

ektopik dan ephaptik yang abnormal dapat menyebabkan perkembangan

hipersensitivitas pada saraf, sehingga menimbulkan rasa nyeri yang

berkesinambungan (Zussman, dkk, 2012).

2.4 Gejala Klinis dan Differential Diagnosis

2.4.1 Gejala klinis

Gejala klinis trigeminal neuralgia berupa serangan nyeri yang timbul

mendadak, sangat hebat, durasinya pendek (kurang dari satu menit), biasanya

unilateral, dan dirasakan pada satu bagian dari saraf trigeminal. Nyeri seringkali

timbul jika ada suatu rangsangan di daerah tertentu (trigger zone). Trigger zone

sering dijumpai di sekitar cuping hidung atau sudut mulut. Rangsangan yang

memicu timbulnya nyeri berupa sentuhan atau tekanan pada kulit atau rambut di
daerah tersebut (Ngoerah,2017). Selain itu, rasa nyeri juga bisa timbul saat pasien

sedang makan atau mengunyah sehingga tidak jarang rasa nyeri dikira berasal dari

gigi. Sensasi nyeri yang dirasakan biasanya seperti kilatan, tersetrum listrik, atau

seperti sewaktu dibor dokter gigi. Rasa nyeri berlangsung hanya 20-30 detik, tapi

nyeri ini terus berulang-ulang sehingga menakutkan pasien. Pada saat rasa nyeri

timbul, kulit dapat tampak berwarna merah, bengkak, keringatan, dan salivasi

bertambah (Budiman,2013).

2.4.2 Differential diagnosis

1. Temporomandibular joint disorder

Temporomandibular joint disorder atau sindrom costen merupakan kelainan

yang terjadi pada rahang akibat dari ketidak sesuaian hubungan antara kondilus

dan disk. Sendi temporomandibular merupakan sendi sinovial antara kondilus dan

fossa pada permukaan bawah tulang temporal. TMJ disorder merupakan kelainan

yang disebabkan oleh multifaktorial dengan 4 faktor utama yaitu :

a. Degeneratif internal

TMJ disorder terjadi ketika rahang dalam keadaan terbuka karena pada

saat tersebut sendi kurang stabil dan kondilus berada di depan tonjolan

artikular, yang memungkinkan disk tergeser ke arah depan dan menyebabkan

kondilus tidak pada posisi normal ketika menutup mulut.

b. Kongenital dan kelainan perkembangan

TMJ disorder biasanya terjadi karena adanya condylar agenesis dan

hypoplasia, condylar hyperplasia, hemifacial microsomia dan branchial arch

syndromes yang kemudian bermanifestasi menyebabkan asimetris wajah dan

maloklusi gigi.
c. Cedera traumatik

TMJ disorder disebabkan oleh adanya cedera traumatik seperti dislokasi,

subluksasi dan ankilosis tulang serta artritis sendi seperti yang terlihat pada

artritis rematik, traumatis, rematik, atau degeneratif internal.

d. Neoplasma

TMJ disorder juga dapat disebabkan karena adanya tumor pada rahang

baik itu bersifat jinak ataupun ganas (Paduval, 2015).

Gejala klinis pada penderita TMJ disorder adalah timbulnya rasa nyeri pada

rahang ketika membuka mulut, kaku dan keterbatasan membuka mulut, nyeri pada

leher, sakit kepala, adanya maloklusi pada gigi, gejala sering memburuk pada

siang hari, adanya bunyi clicking ketika membuka dan menutup mulut dan

biasanya terjadi unilateral (Klineberg, 2015).

2. Cluster headache

Cluster headache merupakan sakit kepala yang biasanya terjadi pada bagian

temporal atau periorbital yang terjadi selama 15 – 180 menit dan disertai dengan

gejala otonom pada hidung, mata dan wajah. Sakit kepala sering kambuh pada

waktu yang sama setiap hari selama periode cluster, dan terjadi selama beberapa

minggu sampai berbulan-bulan. Patofisiologis dari penyakit ini tidak diketahui

secara pasti namun dipercaya ada kaitannya dengan faktor genetik. Beberapa

kasus menyatakan cluster headache terjadi tanpa periode remisi, dan lebih sering

terjadi pada kali – laki dengan usia berkisar antara 20-40 tahun. Akibat dari

keterkaitan antara lokasi dan gejalanya cluster headache diklasifikasikan dalam

trigeminal autonomic cephalgia dan dikelompokan menjadi 2 katagori yaitu


kronis dan episodic berdasarkan durasi dan frekuensinya. Cluster headache kronis

memiliki 1 periode cluster hingga 1 tahun tanpa adanya remisi, atau dengan

adanya remisi yang kurang dari 1 bulan, sedangkan pada cluster headache

episodic memiliki 2 periode cluster kurang dari 1 tahun.

Gejala klinis pada penderita cluster headache adalah sakit kepala unilateral,

infeksi konjungtiva pada sisi yang sama, lakrimasi, hidung tersumbat, rhinorrhea,

edema pada mata dan dahi, pembengkakan wajah, miosis dan ptosis (Weaver,

2014).

3. Trigeminal neuropatic pain

Trigeminal neuropatic pain adalah tipe rasa nyeri yang persisten dan terbatas

pada mulut dan wajah yang dipersarafi oleh N. Trigeminal. Kelainan ini biasanya

berkaitan dengan adanya kerusakan pada N.Trigeminal, sering terjadi pada mulut

dan wajah dan gejalanya memburuk karena adanya sentuhan atau ketika

membersihkan wajah dan menyikat gigi. Trigeminal neuropatic pain biasanya

disebabkan karena :

a. Prosedur bedah ( operasi rahang korektif, ekstraksi gigi, perawatan saluran

akar atau operasi pada N. Trigeminal )

b. Trauma ( trauma pada wajah, fraktur pada tulang wajah atau fraktur pada

rahang )

c. Infeksi ( infeksi pada saraf atau abses gigi )

d. Underlying inflammatory diseases ( penyakit jaringan ikat atau dibetes)

Trigeminal neuropatic pain merupakan kasus yang jarang terjadi, namun

dapat mengenai kelompok usia apapun, dan resikonya sama baik pada laki – laki

ataupun wanita. Gejala klinis pada penderita trigeminal neuropatic pain adalah
kesemutan atau mati rasa, terasa seperti terbakar, menyengat, atau rasa sakit

seperti tertusuk jarum. Adanya sensitivitas sentral pada wajah (rasa sakit semakin

lama semakin meningkat), dan rasa nyeri yang timbul bersifat persisten atau

jarang terjadi remisi (Anonim, 2013).

2.5 Anamnesis dan Diagnosis Trigeminal neuralgia

Trigeminal neuralgia didiagnosis melalui anamnesis dan pemeriksaan

neurologis terhadap nervus trigeminus. Pada saat ini belum ada test yang dapat

diandalkan dalam mendiagnosa trigeminal neuralgia. Diagnosa neuralalgia

trigeminal dibuat berdasarkan anamnesa pasien secara teliti dan pemeriksaan fisik

yang cermat. Pada anamnesa yang perlu diperhatikan adalah lokalisasi nyeri,

kapan dimulainya nyeri, menentukan interval bebas nyeri, menentukan lamanya,

respon terhadap pengobatan, menanyakan apakah ada riwayat penyakit lain atau

tidak. Nyeri setidaknya bercirikan 4 sifat berikut :

1. Menyebar sepanjang satu atau lebih cabang N. trigeminus, tersering pada

cabang mandibularis atau maksilaris

2. Onset dan terminasinya terjadi tiba-tiba, kuat, tajam, superficial, serasa

menikam atau membakar

3. Intensitas nyeri hebat, biasanya unilateral

4. Nyeri dapat timbul spontan atau dipicu oleh aktifitas sehari seperti makan,

mencukur, bercakap cakap, membasuh wajah atau menggosok gigi, area picu

dapat ipsilateral atau kontralateral


5. Di antara serangan, tidak ada gejala sama sekali

2.5.1 Pemeriksaan

1. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik neurologi dapat ditemukan sewaktu terjadi serangan,

penderita tampak menderita sedangkan diluar serangan tampak normal. Reflek

kornea dan test sensibilitas untuk menilai sensasi pada ketiga cabang nervus

trigeminus bilateral. Membuka mulut dan deviasi dagu untuk menilai fungsi otot

masseter (otot pengunyahan) dan fungsi otot pterygoideus. Pada trigeminal

neuralgia biasa didapatkan sensibilitas yang terganggu pada daerah wajah.

2. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan seperti CT scan kepala atau MRI

kepala. CT scan kepala dari fossa posterior bermanfaat untuk mendeteksi tumor

yang tidak terlalu kecil dan aneurisma. MRI sangat bermanfaat karena dengan alat

ini dapat dilihat hubungan antara saraf dan pembuluh darah juga dapat mendeteksi

tumor yang masih kecil, MRI juga diindikasikan pada penderita dengan nyeri

yang tidak khas distribusinya atau waktunya maupun yang tidak mempan

pengobatan. Indikasi lain misalnya pada penderita yang onsetnya masih muda,

terutama bila jarang-jarang ada saat-saat remisi dan terdapat gangguan sensibilitas

yang onjektif. Selain itu harus diingat, bahwa trigeminal neuralgia yang klasik

dengan hanya sedikit atau tanpa tanda-tanda abnormal ternyata bisa merupakan

gejala-gejala dari tumor fossa posterior (Siddiqui, 2013).


2.6 Terapi Trigeminal neuralgia

Pengobatan trigeminal neuralgia dapat bersifat medis atau secara bedah.

Terapi medis adalah pilihan pertama, peralihan ke bedah saraf fungsional hanya

dalam kasus di mana terapi klinis terbukti tidak efektif.

2.6.1 Perawatan medis

Terapi didasarkan pada penggunaan obat-obatan antiepilepsi. Pilihan garis

pertama adalah karbamazepinV (200-1200 mg / hari) dan Oxcarbazepine (600-

1800 mg / hari). Terapi lini kedua termasuk terapi add-on dengan lamotrigin

(400mg / hari) atau dapat diganti dengan lamotrigin atau baclofen (40-80 mg /

hari). Obat - obatan Antiepilepsi lainnya seperti gabapentin, fenitoin, valproat, dan

pregabalin juga disarankan agar pengobatan lebih efektif. Dalam kasus darurat,

infus fosphenytoin, seperti suntikan lidokain secara lokal ke titik pemicu juga

dapat bermanfaat. Obat-obatan selain anti epilepsi yang paling sering digunakan

adalah: anestesi lokal, neuroleptik, relaksan otot, dan antikonvulsan. Sebuah

ringkasan hasil uji klinis / percobaan klinis terkontrol terhadap pengobatan obat

Trigeminal Neuralgia menunjukkan hasil dalam penekanan trigeminal neuralgia.

2.6.2 Perawatan bedah

Perawatan bedah didasarkan pada asumsi penyebabnya asalnya adalah

perifer, seperti kerusakan saraf trigeminal di pembuluh darah, oleh tumor atau lesi

inflamasi. Pembedahan harus dipertimbangkan sebagai pengobatan pilihan jika

tidak didapat hasil yang memuaskan dengan terapi medis atau jika terapi medis

menghasilkan penurunan pada aktivitas sehari-hari. Prosedur Bedah meliputi

dekompresi saraf / pembuluh yang terkena atau penghancuran ganglion Gasserian.


Prosedur ini merupakan pereda nyeri terbaik dengan hasil menunjukkan rasa sakit

awal pada 90% individu yang terkena,> 80% bebas rasa sakit setelah 1 tahun dan

75% bebas rasa sakit setelah 3 tahun. 4% individu yang terkena dampak

menunjukkan efek samping yang penting seperti kebocoran cairan cerebrospinal,

meningitis aseptik, atau hematoma. Termokoagulasi radiofrekuensi, balloon

compression, dan percutaneous glycerol rhizolysis adalah ganglion gasserian yang

dilakukan dengan teknik perkutan. Beberapa tahun terakhir, dua prosedur yang

paling umum digunakan adalah: Diferensial elektrokoagulasi perkutan pada syaraf

trigeminal dan trigeminal vaskular dekompresi dan juga dengan termokopulasi

frekuensi radio pada ganglion gasser. Satu lagi treatment untuk mengatasi

trigeminal neuralgia yaitu gamma knife. Dalam operasi gamma knife di mana

sinar radiasi terfokus dilewatkan pada akar trigeminal yang terletak di fossa

posterior.Ini adalah pengobatan opsional untuk pasien yang tidak layak untuk

dilakukan open surgery atau pasien yang menggunakan obat-obatan koagulan

(James, 2016).
BAB III

KESIMPULAN

Trigeminal neuralgia merupakan nyeri yang terjadi tanpa sebab, biasanya

unilateral, tajam, hebat, singkat, dan berulang yang berdistribusi pada satu atau

lebih cabang dari saraf trigeminal atau saraf kranial kelima. Nyeri ini disebabkan

karena kompresi oleh pembuluh darah intrakranial yang menyebabkan rusaknya

selaput pelindung saraf atau dikenal dengan proses demyelinasi. Klasifikasi

trigeminal neuralgia dibagi menjadi 2 tipe yaitu tipe classical trigeminal

neuralgia dan painful trigeminal neuropathy. Terapi trigeminal neuralgia dapat

dengan perawatan medis dan perawatan bedah.


DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2013, Trigeminal Neuropatic Pain, Eastman Dental Hospital, London,
hal. 3-6

Balasundram S, Cotrufo S, Liew C. Case series: non vascular considerations in


trigeminal neuralgia. Clin Oral Invest 2012; 16: 63-68.

Budiman, R.Y. 2013. Pedoman Standar Pelayanan Medik dan Standar Prosedur
Operasional Neurologi. 1st ed. PT Refika Aditama. Bandung. hal. 100-1
Cephalalgia. 2013. The International Classification of Headache Disorders, 3rd
edition (beta version). Headache Classification Committee of the International
Headache Society (IHS)

Debta FM, Ghom AG, Shah JS, Debta P. A comparative study between
oxcarbazepine and gabapentin regarding therapeutic efficiency and tolerability in
the treatment of trigeminal neuralgia. Journal of Indian Academy of Oral
Medicine and Radiology 2010; 22(1): 10-17

Huff S J. Trigeminal Neuralgia. [Online] 2010 [cited 2011 January 31]:[1 screen].
Available from: URL: http://emedicine.org/trigeminal-neuralgia.htm
International Association for the Study of Pain, 2013, Global Year Against
Orofacial Pain, hal. 01-04
James L., Nagaraj T., Irugu K., et al, Dual findings: A clinically symptomatic case
of trigeminal neuralgia with incidental radiographic finding of elongated styloid
process: A rare case report and review of literature, Journal of Medicine,
Radiology, Pathology & Surgery, 2016, 3: 25-30.

Klineberg, I., dan Eckert, S., 2015, Functional Occlusion in Restorative


Dentistry and Prosthodontics E-Book, Elsevier, Amsterdam, hal.161-66.

McMillan R. Trigeminal neuralgia-a review of a disabling facial condition. Dental


Nurshing 2011; 7(11): 620-625

Ngoerah, I G.N.G. 2017. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Saraf. 1st ed. Udayana
University Press. Denpasar.
Paduval, J., 2015, Temporomandibular Joint Dysfunction, JMR,India, 1(1): 03-04

Santos M.M., Freire A.R., Rossi A.C., et al, Trigeminal neuralgia: literature
review, J. Morphol. Sci., 2013, 30(1): 1-5.
Siddiqui, Meraj N, et al. Pain Management : Trigeminal Neuralgia. Hospital
Physician : 2003
Turkingston, Carol A. Trigeminal Neuralgia. In: Stacey L C and Brigham N,
editors. The Gale Encyclopedia Of Neurological Disorder. Detroit: Thomson
Gale; 2006.p.875-7.
Weaver, J., dan Agostoni, Cluster Headache, American Family Physician, India,
24(9): 811-16

Zakrzewska JM, Padfield D. The Patient’s Journey Through Trigeminal


Neuralgia. IASP 2014; 22(1): 1-5.

Zussman B.M., Moshel Y.A., Trigeminal Neuralgia: Case Report and Review,
JHN Journal, 2012, 1-4.

Anda mungkin juga menyukai