Disususn Oleh :
DAMIANUS RAJAKI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2020
KATA PENGANTAR
i
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan ...................................................................................................24
LAMPIRAN .........................................................................................24
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Air merupakan salah satu kebutuhan utama dalam kegiatan
pertanian, karena tanpa air yang cukup tanaman pertanian tidak akan
berproduksi optimal. Cara untuk mencukupi air pada tanaman pertanian
adalah dengan irigasi. Salah satu metode irigasi yang banyak digunakan
pada pertanian di dunia adalah metode irigasi alur (furrow). Air
masuk/infiltrasi ke dalam tanah dari dasar alur dan dinding alur menuju
daerah perakaran tanaman
1
ukuran arus yang berbeda, ukuran arus maksimum yang dibatasi oleh
kapasitas erosi atau alur, keadaan alur, penurunan kelembaban tanah dan
jarak alur maksimum [3]. Pemodelan penyerapan air di alur pada irigasi
alur dibangun dari hukum Darcy dan hukum kekekalan massa yang
menghasilkan persamaan Richard. Persamaan ini kemudian ditransformasi
menjadi persamaan diferensial linear menggunakan transformasi
Kirchhoff. Asumsi yang digunakan adalah tanaman sejenis dan tanah
homogen serta isotropik, sehingga alur dianggap periodik. Kemudian
jumlah dan panjang alur tak hingga, sehingga pola aliran dapat dipandang
dalam arah 2 dimensi, yaitu arah horizontal dan vertikal. Batu [4] telah
memperoleh solusi persamaan yang terbentuk, yaitu distribusi potensial
fluks matrik dan fluks horizontal dan vertikal untuk sumber air pada alur
di permukaan tanah, dengan pendekatan teknik analisis Fourier. Pada
penelitian ini, solusi akan dikaji dengan metode numerik. Metode numerik
yang digunakan adalah metode beda hingga. Solusi numerik yang
dihasilkan akan dibandingkan dengan solusi teknik analisis Fourier.
B. Tujuan
1. Agar mahasiswa memahami mata kulia pengelolaan air pertanian yang
nantinya berguna untuk menunjang pengetahuan khususnya dalam
bidang pertanian
2. Untuk mengetahui berbagai macam aplikasi system irigasi alur
pertanian
3. Bisa mengetahui optimasi irigasi alur pertanian dan matimatika
infiltrasi irigasi alur pertanian
4. Agar mahasiswa dapat mengetahui system dan mengukur estimasi
irigasi alur pertain
5. Mengetahui kebutuhan tanaman terhadap air dan untuk mengetahui
cara pengelolaan air pertanian.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Berikut akan dibahas beberapa konsep dasar aliran air dalam tanah.
Vw
dengan θ = . Kadar
Vs
≤ ≤ dengan 0 θ φ.
air tanah dapat bervariasi dalam ruang dan waktu,
Yaitu, 0 untuk keadaan tanah kering dan φ untuk keadaan tanah jenuh
(saturation). Dalam tanah kering, suatu tekanan yang disebabkan gaya
kapiler harus diterapkan untuk menarik air dari pori kecil. Tekanan ini
dinamakan tekanan suction. Salah satu alat untuk mengukur tekanan suction
adalah tensiometer. Alat ini dimasukan ke tanah dan menyebabkan turunnya
level air karena tekanan suction. Turunnya level air ini dinamakan potensial
suction, dinotasikan ψ. Hubungan potensial suction dengan tekanan
suction p adalah p = ρgψ, dengan ρ adalah massa jenis air dan g adalah
percepatan gravitasi. Perhatikan bahwa nilai ψ adalah negatif, berdasarkan
pada tekanan suction, dengan ψ = 0 saat air dalam keadaan jenuh.
c. Aliran Air Tanah
Hukum Darcy menyatakan bahwa laju aliran melalui media berpori
(tanah) berbanding lurus dengan head loss (hL) dan berbanding terbalik
dengan panjang aliran (L). Dengan memasukkan konstanta proporsional K
diperoleh dengan v adalah kecepatan Darcy atau debit spesifik(specific
3
discharge) atau disebut juga fluks (Q/A); K adalah konduktivitas
hidraulik, konstanta yang menjadi ukuran perme- abilitas dari tanah; dan
dh/dl adalah gradien hidraulik. Tanda negatif menyatakan bahwa aliran air
dalam arah penurunan head
d. Konduktivitas dan Difusivitas Hidraulik
4
Hukum Darcy memberikan model matematika infiltrasi air
dalam media berporous yang jenuh air. Selanjutnya dari Hukum Darcy
tersebut L.A. Richard mengembangkannya menjadi model matematika
infiltrasi air dalam media berporous yang tidak jenuh air atau begantung
pada waktu. Richard mengembangkan Hukum Darcy dengan mengubah
hydraulic conductivity menjadi fungsi dari suction potential dan fungsi
dari kadar air [8], sehingga diperoleh
yang timbul dari interasi antara tanah dan air. Sedangkan moisture
content adalah
5
yang berarah keluar adalah
F Un1 V n2
K() n 1 n
1
X Z
K(s)ds
K()
i 1 j
T X Z
K()
K() K() ,
X X Z Z Z
6
K K0e , 0
>200 mm, bulan lembab apabila curah hujan antara 100-200 mm, dan
bulan kering curah hujannya
<100mm (Eni 2009). Desa Pejarakan yang terletak pada Kabupaten
Buleleng termasuk pada lahan kering. Pada lahan kering dimana suplai air
relatif kecil dibandingkan dengan permintaan (demand) maka air
7
mempunyai nilai ekonomi dan ketika air tersedia dalam pasokan yang
tidak terbatas. Kondisi ini artinya air tidak mempunyai nilai ekonomi
(Ward dan Michelsen 2002). Selanjutnya disebutkan bahwa nilai ekonomi
air adalah besaran yang mana pengguna rasional seperti masyarakat atau
individu mendapat pasokan air tersebut mau membayar untuk sejumlah air
yang dikonsumsinya (williness to pay) atau secara tidak langsung dengan
menggunakan berbagai metode seperti Inputation Residual Approach
(IRA) yang menggunakan pengamatan harga pasar. Namun nilai ekonomi
air tidak terlepas dengan isu water prising. Water pricing terkait dengan
dua lingkaran yang kompleks, yaitu ekonomi mikro petani dan
hubungannya dengan sistem ekonomi yang lebih luas seperti kebijakan
pertanian dan di sisi lain adalah kondisi hidrologi terkait dengan sistem
irigasi serta daerah aliran sungai (Molle dan Berkoff 2007).
Lahan kering dimana pasokan air hujan tidak dapat mencukupi
kebutuhan tanaman maka kekurangan air harus ditutupi dengan
membangun irigasi tambahan menggunakan teknologi irigasi mikro seperti
irigasi tetes atau irigasi alur. Irigasi tetes adalah cara pemberian air secara
langsung pada zona akar secara sinambung melalui alat penetes emiter,
sedangkan irigasi sistem alur pemberian air irigasi dilakukan dengan
penggenangan air di antara alur tersebut. Penerapan teknologi irigasi tetes
dan alur dimaksudkan untuk menambah pasokan air pada tanaman pada
musim kering, dimana jumlah hujan tidak mencukupi dengan
memanfaatkan sumber air tanah. Nilai ekonomi air irigasi dapat ditaksir
melalui pendekatan produktivitas air, bukan dari pasokan air tetapi dari
sisi penggunaannya. Estimasi nilai ekonomi air mencakup penyediaan
informasi untuk rancangan instrumen ekonomi, seperti harga air (water
pricing), produktivitas air, efisiensi penggunaan air, pendapatan kotor,
dan pendapatan bersih. Harga air adalah besar pungutan per meter kubik
air yang dapat dihitung dengan berbagai metode, seperti metode Inputation
Residual Approach (IRA). Metode ini menaksir harga air yang belum ada
harga pasarnya dengan memberlakukan air sama seperti faktor-faktor input
produksi lainnya yang mempunyai harga pasar. Produktivitas air adalah
8
benefit atau hasil (yield) yang dihasilkan dari satu unit volume air,
sedangkan efisiensi penggunaan air adalah jumlah air yang digunakan
berbanding dengan jumlah air yang di pasok. Pendapatan kotor (gross
income)adalah hasil atau produk rata-rata pertanian dikali dengan harga
satuan produk, sedangkan pendapatan bersih (net income) adalah
pendapatan kotor dikurangi dikurangi dengan biaya total. Nilai ekonomi
air dapat ditentukan dengan melakukan analisis biaya produksi.
Suatu produksi memerlukan faktor-faktor input produksi, seperti
Modal (K), Tenaga Kerja (L), Tanah (R), dan Air (W) untuk menghasilkan
output produksi (Iskandar 2007). Beberapa faktor produksi seperti modal,
tenaga kerja, dan tanah terdapat nilai pasarnya. Sedangkan air jarang
tersedia harganya di pasar, sehingga estimasi nilai ekonomi air harus
didasarkan pada pendekatan tidak langsung, seperti metode IRA. Metode
IRA mengkaitkan dengan biaya input marginal dari faktor-faktor produksi
dan output yang dihasilkan.
Dalam sistem irigasi tetes atau alur biaya terdiri dari biaya tetap
(fixed cost) , biaya variabel (variable cost), dan biaya total (total cost)
(Iskandar 2007; Asfact 2005; Lamn 2007). Biaya tetap adalah biaya
yang dikeluarkan tidak tergantung pada ada atau tidaknya air diantarkan
ke sistem irigasi. Biaya tetap dapat berupa pengembalian pinjaman atau
biaya hilangnya kesempatan (opportunity cost) dari modal yang digunakan
untuk membeli alat atau sistem tersebut, yakni biaya perawatan alat
(maintenance costs), depresiasi alat, dan pajak atau retribusi.
Umumnya biaya tetap dalam sistem irigasi mikro lebih besar dari
irigasi permukaan yang disebabkan investasi awal yang besar untuk
membeli dan memasang sistem irigasi mikro (Lamn 2007). Sehingga pada
tahap awal kebanyakan pihak pemerintah mensubsidi dari segi pembiayaan
untuk biaya tetap sedangkan petani adalah untuk biaya operasi. Biaya
variabel adalah biaya yang dikeluarkan berhubungan dengan besarnya
faktor produksi. Biaya variabel meliputi air, tenaga kerja, energi,
manajemen, dan material yang dibeli. Dalam kaitannya dengan produk
pertanian,biaya variabel meliputi biaya tenaga baik yang didatangkan
9
dari luar maupun keluarga, benih, pupuk/rabuk pestisida, biaya tenaga
mesin, dan biaya layanan irigasi (Ashfaq 2005). Biaya total adalah biaya
secara keseluruhan yang dikeluarkan yaitu jumlah dari biaya tetap maupun
biaya vaiabel.
10
Permasalahan ketiga dalam hal pengadaan air irigasi adalah
penggunaan sistem irigasi yang kurang tepat. Sistem irigasi yang
umumnya dipilih petani adalah sistem irigasi alur atau genangan yang
sama sekali tidak efisien dan tidak tepat untuk lokasi yang sumber airnya
terbatas. Sistem irigasi alur ataupun genangan sangat tidak efisien atau
sangat boros air. Kalaupun sumber air berlimpah, sistem irigasi ini akan
menghabiskan energi yang tidak sedikit. Akibatnya petani kesulitan untuk
mendapatkan keuntungan karena tingginya biaya energi (BBM atau
listrik). Jika sumber airnya terbatas, maka air akan cepat habis dan luasan
yang dapat diairi akan lebih sedikit. Bagi yang tidak memiliki mesin,
irigasi hanya dilakukan dengan cara penyiraman secara manual dan
sederhana sehingga sangat memakan waktu dan tenaga.
Selain permasalahan pengadaan air irigasi, mitra petani juga
menghadapi permasalahan-permasalahan lain seperti kelangkaan pupuk,
teknik budidaya, dan juga kesehatan hewan ternak. Masalah kelangkaan
pupuk telah dicoba-atasi dengan pendampingan pembuatan pupuk kompos
dengan teknologi yang sedang dikembangkan oleh Unila (Nugoroho dkk.,
2012 dan 2013). Masalah kesehatan hewan ternak telah difasilitasi untuk
mendapat akses ke Dinas terkait dan para petugas lapangan (Triyono dkk.,
2013). Masalah pengembangan teknik budidaya sayuran akan dibantu
dengan aplikasi teknologi hidroponik yang sedang berkembang (Triyono
dkk. 2013). Prioritas masalah saat ini yang dicoba-atasi adalah masalah
kelangkaan air irigasi. Tujuan Studi ini adalah membuat sumber air irigasi
dengan cara membuat sumur bor 60 m dan membuat jaringan irigasi
sprinkler. Tujuan berikutnya adalah mengevaluasi kinerja irigasi sprinkler
untuk budidaya sayuran.
E. Pengelolaan Air Tanaman Jagung
Salah satu upaya peningkatan produktivitas guna mendukung
program pengembangan agribisnis jagung adalah penyediaan air yang
cukup untuk pertumbuhan tanaman (Ditjen Tanaman Pangan 2005). Hal
ini didasarkan atas kenyataan bahwa hampir 79% areal pertanaman jagung
di Indonesia terdapat di lahan kering, dan sisanya 11% dan 10% masing-
11
masing pada lahan sawah beririgasi dan lahan sawah tadah hujan (Mink et
al. 1987). Data tahun 2002 menunjukkan adanya peningkatan luas
penggunaan lahan untuk tanaman jagung menjadi 10-15% pada lahan
sawah irigasi dan 20-30% pada lahan sawah tadah hujan (Kasryno 2002).
Kegiatan budi daya jagung di Indonesia hingga saat ini masih
bergantung pada air hujan. Menyiasati hal tersebut, pengelolaan air harus
diusahakan secara optimal, yaitu tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat
sasaran, sehingga efisien dalam upaya peningkatan produktivitas maupun
perluasan areal tanam dan peningkatan intensitas pertanaman. Selain itu,
antisipasi kekeringan tanaman akibat ketidakcukupan pasokan air hujan
perlu disiasati dengan berbagai upaya, antara lain pompanisasi.
Jagung merupakan tanaman dengan tingkat penggunaan air sedang,
berkisar antara 400-500 mm (FAO 2001). Namun demikian, budi daya
jagung terkendala oleh tidak tersedianya air dalam jumlah dan waktu yang
tepat. Khusus pada lahan sawah tadah hujan dataran rendah, masih
tersisanya lengas tanah dalam jumlah yang berlebihan akan mengganggu
pertumbuhan tanaman. Sementara itu, penundaaan waktu tanam akan
menyebabkan terjadinya cekaman kekurangan air pada fase pertumbuhan
sampai pembentukan biji. Oleh karena itu, dibutuhkan teknologi
pengelolaan air bagi tanaman jagung.
Pengelolaan air perlu disesuaikan dengan sumber daya fisik alam
(tanah, iklim, sumber air) dan biologi dengan memanfaatkan berbagai
disiplin ilmu untuk membawa air ke perakaran tanaman sehingga mampu
meningkatkan produksi (Nobe and Sampath 1986). Sasaran dari
pengelolaan air adalah tercapainya empat tujuan pokok, yaitu: (1) efisiensi
penggunaan air dan produksi tanaman yang tinggi, (2) efisiensi biaya
penggunaan air, (3) pemerataan penggunaan air atas dasar sifat keberadaan
air yang selalu ada tapi terbatas dan tidak menentu kejadian serta
jumlahnya, dan (4) tercapai nya keberlanjutan sistem penggunaan sumber
daya air yang hemat lingkungan. Dalam hubungannya dengan pengelolaan
air untuk tanaman jagung yang banyak dibudidayakan di lahan kering dan
tadah hujan, pengelolaan air penting untuk diperhatikan.
12
Tulisan ini membahas beberapa aspek pengelolaan air tanaman
jagung yang meliputi aspek hujan wilayah, tipe lahan/pola tanam,
pengelolaan kebutuhan air tanaman, hubungan jumlah pemberian air
dengan hasil jagung, praktek pemberian air di pertanaman, metode
pemberian air/irigasi, cekaman kelebihan air, teknik konservasi tanah/air,
pemompaan dan teknologi embung untuk penyediaan air.
13
BAB III
HASIL PEMBAHASAN
14
dengan lebar setengah alur w yang dibandingkan dengan solusi
menggunakan metode analisis Fourier. Berdasarkan Persamaan (37), nilai
µ(x, z) konvergen ke Rw/αA saat z menuju tak hingga. Kelas tanah untuk
simulasi digunakan kelas silt, karena sistem irigasi alur tidak cocok untuk
jenis tanah berpasir. Untuk α, Ks dan R diambil dari Fulford [6] dan
Solekhudin [14]. Beberapa parameter untuk simulasi dirangkum dalam
Tabel 1. Nilai µ(x, z) sepanjang
−
A (cm) α (cm 1) Ks (cm/hari) R (cm/hari)
200 0,05 5 5
100 0,014 9,9 9,9
Dari nilai µ(x, z) yang diperoleh, dapat ditentukan besar potensial suction ψ.
Asumsi yang
15
digunakan adalah konduktivitas hidraulik merupakan fungsi eksponensial
dari potensial air tanah, yaitu K = Kseαψ = αµ, dengan α adalah parameter
indeks tanah yang terkait dengan distribusi ukuran pori [11]. Dari sini dapat
dapat dihitung potensial suction ψ, dengan µ diberikan, yaitu
1 αµ(x, z)
ψ(x, z) = log . Σ.
a. Persamaan Pengatur
Penelitian ini akan membahas infiltrasi air pada saluran irigasi jenuh, artinya
untuk perubahan waktu yang terjadi, kondisi infiltrasi air tersebut tetap atau
tidak bergantung waktu.
Akibatnya, pada (15) dapat diabaikan,
T
sehingga diperoleh 2 2
2
X2 Z2 Z Z
2 2
X Z2 Z Z
2
2
16
Gambar 2. Peta Desa Pejarakan Kecamatan Gerogak
desa Pejarakan adalah 39,60 km2 yang terdiri dari lahan kering/tegalan
602,00 ha dan 87,00 ha adalah lahan perkebunan dan 25,00 ha adalah
pekarangan, sedangkan lahan sawah tidak terdapat karena sistem irigasi
permukaan tidak mencapai daerah ini. Gambar 2 adalah peta Desa
Pejarakan Kecamatan Gerogak.
17
Frekwensi Lama Konsumsi Jumlah
Pengairan Pengairan Air
m3/bul
Kegiatan Bulan
(kali/bulan) jam/hari/blok m3/hari/ an/9
blok blok
18
Hal ini terjadi jika petani menanggung seluruh biaya tanpa adanya
subsidi pihak pemerintah. Oleh karena itu, agar pendapatan petani
meningkat, maka biaya tetap (fixed cost) instalasi sistem irigasi ditanggung
oleh pemerintah, petani hanya menanggung biaya operasional saja dan
biaya variabel lainnya. Di tingkat petani biaya instalasi peralatan sistem
irigasi tetes adalah tidak ada, hanya pada sistem alur karena petani
menggunakan pompa yang dibeli sendiri seharga Rp.2.600.000. Jika
menggunakan pompa listrik untuk irigasi tetes maka biaya tidak tetap
komponen energi diganti menjadi 84 kali x1.25jam 1000/jam
Lahan: 110 x 24 m
8m
Utama 1.5”
xx x x x x x x x
12 m Lateral 1” 8m
x x x x x x x x x
pompa 8m
Sprinkler head
19
Kinerja sistem irigasi sprinkler dievaluasi berdasarkan profil
tekanan, debit, koefisien keseragaman/coeffisien of uniformity (CU)
(Keller, et.al., 1990). Teknis pengoperasian ditentukan dengan berdasarkan
parameter tersebut
20
Pemahaman yang mendalam tentang sifat hujan wilayah sangat
diperlukan agar tanaman dapat tumbuh dan berkembang secara
optimal. Pada saat terjadi hujan, air yang jatuh tidak semuanya
dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Hujan yang jatuh hanya sebagian
yang terserap tanaman yang disebut curah hujan efektif, dan sisanya
terbuang dalam bentuk penguapan, perkolasi atau melimpas. Nilai
curah hujan efektif dapat diketahui dengan persamaan FAO/AGLW:
untuk CH > 70 mm
21
900 Maros, Sulsel Pangkep, Sulsel
Palu, Sulteng Lampung Jawa Timur Maros, Sulsel
Palu, Sulteng
700
Hujan efektif (mm)
600
500
400
300
200
100
Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agust Sept Okt Nov Des
Bulan
22
Lahan sawah irigasi : padi– padi– jagung padi – jagung –
jagung
23
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
24
alur tidak ada appresiasi harga air.
25
DAFTAR PUSTAKA
26
LAMPIRAN
Lampiran 1 Optimasi Lebar Alur Irigasi Pemodelan dan Simulasi Numerik
27