Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA KLIEN DENGAN GAGAL GINJAL KRONIK


DI RUANG HEMODIALISA RSUD PASAR MINGGU

PUTRI SETIARINI
1410711052

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ‘VETERAN’ JAKARTA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
2018
A.    DEFINISI
  Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi
renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan
sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner & Suddarth, 2001).
  Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten
dan irreversible. Sedangkan gangguan  fungsi ginjal  yaitu penurunan laju filtrasi glomerulus
yang dapat digolongkan dalam kategori ringan, sedang dan berat (Mansjoer, 2007).
 CRF (Chronic Renal Failure) merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif
dan irreversible, yang menyebabkan kemampuan tubuh gagal untuk mempetahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan maupun elektrolit, sehingga timbul gejala uremia yaitu
retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah (Smeltzer, 2001).

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI


a. Anatomi Ginjal
Sistem perkemihan merupakan suatu rangkaian organ yang terdiri dari ginjal, ureter,
vesika urinaria, dan uretra. Ginjal yang terus menerus menghasilkan urine, dan
berbagai saluran dan reservoir yang dibutuhkan untuk membawa urine keluar
tubuh. ( Wilson,2006)
Ginjal merupakan organ berbentuk seperti kacang yang terletak di kedua sisi kolumna
vertebralis. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dibandingkan ginjal kiri karena tertekan ke bawah
oleh hati. Kutub atasnya terletak setinggi iga kesebelas. Ginjal terletak dibagian belakang
abdomen atas, di belakang peritoneum, didepan dua iga terakhir, dan tiga otot besar-transversus
abdominis, kuadratus lumborum, dan psoas mayor (Wilson,2006).
Secara umum, ginjal terdiri dari beberapa bagian :
a. Bagian dalam (interna) medula. Substansia medularis terdiri dari pyramid renalis yang
jumlahnya antara 8-16 buah yang mempunyai basis sepanjang ginjal, sedangkan
apeksnya menghadap ke sinus renalis.
b. Bagian luar (eksternal) korteks. Substansia kortekalis berwarna coklat merah, konsistensi
lunak dan bergranula. Substansia ini tepat dibawah tunika fibrosa, melengkung sepanjang
basis piramid yang berdekatan dengan sinus renalis, dan bagian dalam diantara piramid
dinamakan kolumna renalis.
c. Columna renalis, yaitu bagian korteks di antara pyramid ginjal
d. Procesus renalis, yaitu bagian pyramid/yang menonjol kea rah korteks
e. Hilus renalis, yaitu suatu bagian atau area di mana pembuluh darah, serabut saraf atau
duktus memasuki atau meninggalkan ginjal
f. Papilla renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus pengumpul dan calix
minor
g. Calix minor, yaitu percabangan dari calix major
h. Calix major, yaitu percabangan dari pelvis renalis
i. Pelvis renalis, disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang menghubungkan antara calix
major dan ureter
j. Ureter, yaitu saluran yang membawa urine menuju vesica urinaria.
k. Ginjal dibungkus oleh suatu massa jaringan lemak yang disebut kapsula adipose atau
peritoneal feet. Bagian yang paling tebal terdapat pada tepi ginjal memanjang melalui
hilus renalis.
l. Satuan fungsional ginjal dinamakan nefron, mempunyai lebih kurang 1.3 juta nefron,
selama 24 jam dapat menyaring 170 liter darah, Nefron terdiri dari bagian :
a) Glomerulus
b) Bagian ini merupakan gulungan atau anyaman kapiler yang terletak di dalam kapsula
bowman dan menerima darah dari arteriol aferen dan meneruskan darah ke sistem vena
melalui arteriol eferen.
c) Filtrasi glomerulus adalah proses dimana sekitar 20% plasma yang masuk ke kapiler
glomerulus menembus kapiler untuk masuk ke ruang interstisium, kemudian ke dalam
kapsula bowman. Pada ginjal yang sehat, sel darah merahatau protein plasma hamper
tidak ada yang mengalami filtrasi.
d) Proses filtrasi menembus glomerulus serupa dengan yang terjadi pada proses filtrasi
diseluruh kapiler lain. Hal yang berbeda pada ginjal adalah bahwa kapiler glomerulus
sangat permeable terhadap air dan zat-zat terlarut yang berukuran kecil ( Muttaqin &
Sari, 2011).
e) Tubulus proksimal konvulta
f) Tubulus ginjal yang langsung berhubungan dengan kapsula bowman dengan panjang
15mm dan diameter 55um. Bentuknya berkelok-kelok menjalar dari korteks ke bagian
medula dan kembali ke kortkes sekitar 2/3 dari natrium yang terfiltrasi diabsorpsi secara
isotonis bersama klorida.
g) Gelung henle
h) Bentuknya lurus dan tebal diteruskan ke segmen tipis selanjutnya ke segmen tebal
penjangnya 12mm, total panjang ansa henle 2-14 mm. klorida secara aktif diserap
kembali pada cabang asendens mempertahankan kenetralan listrik.
i) Tubulus distal konvulta
j) Bagian ini adalah bagian tubulus ginjal yang berkelok-kelok dan letaknya jauh dari
kapsula bowman, panjagnya 55mm. tubulus distal dari masing-masing nefron bermuara
ke duktus koligens yang oanjangnya 20mm.
k) Duktus koligen medula ini saluran yang secara metabolic tidak aktif. Pengaturan secara
halus dari eksresi natrium urine terjadi disini dengan aldosteron yang paling berperan
terhadap reabsorpsi natrium (Syaifuddin,2002)

b. Fisiologi Ginjal
Fungsi utama ginjal adalah untuk regulasi volume, osmolalitas, elektrolit, dan konsentrasi
asam basa cairan tubuh dengan mengeksresikan air dan elektrolit dalam jumlah yang cukup
untuk mencapai keseimbangan elektrolit dan cairan tubuh total dan untuk mempertahankan
konsentrasi normalnya dalam cairan ekstraselular (ECF). (Wilson&Price,2006)
Menurut Sylvia A Price, ginjal terdiri dari dua fungsi utama, yaitu:
1. Fungsi Eksresi
a. Mempertahankan osmolalitas plasma dengan mengubah-ubah eksresi air.
b. Mempertahankan volume dan tekanan darah dengan mengubah-ubah eksresi Na+
c. Mempertahankan konsentrasi plasma masing-masing elektrolit individu dalam rentang
normal.
d. Mempertahankan PH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan kelebihan H+ dan
membentuk kembal HCO2.
2. Fungsi Noneksresi
Mensintesis dan mengaktifkan hormone :
a. Renin : Penting dalam pengaturan tekanan darah
b. Eritropetin : Merangsang produksi sel-sel darah merah oleh sumsum tulang
belakang.
c. Prostaglandin : Sebagian besar adalah vasodilatasi bekerja secara local

D.    ETIOLOGI
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak nefron ginjal.
Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral.
1. Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.
2. Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna,
stenosis arteri renalis.
4. Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus sistemik (SLE), poli arteritis
nodosa, sklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal polikistik, asidosis tubuler
ginjal.
6. Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.
7. Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale.
8. Nefropati obstruktif                           
a. Sal. Kemih bagian atas: Kalkuli neoplasma, fibrosis, netroperitoneal.
b. Sal. Kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali congenital pada
leher kandung kemih dan uretra.

E.     PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus)
diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh
hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam
keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi
sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada
yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena
jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik
dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas
kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal
yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke
dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh.
Semakin banyak timbunan produk sampah, akan semakin berat.
1.   Gangguan Klirens Ginjal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah
glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang
sebenarnya dibersihkan oleh ginjal
Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24-jam untuk
pemeriksaan klirens kreatinin. Menurut filtrasi glomerulus (akibat tidak berfungsinya glomeruli)
klirens kreatinin akan menurunkan dan kadar kreatinin akan meningkat. Selain itu, kadar
nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indicator yang
paling sensitif dari fungsi karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh. BUN tidak
hanya dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme
(jaringan dan luka RBC), dan medikasi seperti steroid.
2.   Retensi Cairan dan Ureum
Ginjal juga tidakmampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan urin secara normal
pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan
dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi. Pasien sering menahan natrium dan cairan, meningkatkan
resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi
akibat aktivasi aksis rennin angiotensin dan kerja sama keduanya meningkatkan sekresi
aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk kwehilangan garam, mencetuskan
resiko hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan
natrium, yang semakin memperburuk status uremik.
3.   Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolic seiring
dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan. Penurunan
sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus gjnjal untuk menyekresi ammonia (NH3‾)
dan mengabsopsi natrium bikarbonat (HCO3) . penurunan ekskresi fosfat dan asam organic lain
juga terjadi
4.   Anemia
Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya usia sel
darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat status
uremik pasien, terutama dari saluran gastrointestinal. Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin
menurun dan anemia berat terjadi, disertai keletihan, angina dan sesak napas.
5.   Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat
Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan metabolisme kalsium
dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan saling timbal balik, jika
salah satunya meningkat, maka yang satu menurun. Dengan menurunnya filtrasi melalui
glomerulus ginjal, terdapat peningkatan kadar serum fosfat dan sebaliknya penurunan kadar
serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar
paratiroid. Namun, pada gagal ginjal tubuh tak berespon secara normal terhadap peningkatan
sekresi parathormon dan mengakibatkan perubahan pada tulang dan pebyakit tulang. Selain itu
juga metabolit aktif vitamin D (1,25-dehidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat di ginjal
menurun.
6.   Penyakit Tulang Uremik
Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat dan
keseimbangan parathormon.

F.     TANDA DAN GEJALA


1. Kelainan hemopoesis, dimanifestasikan dengan anemia
a. Retensi toksik uremia → hemolisis sel eritrosit, ulserasi mukosa sal.cerna,
gangguan pembekuan, masa hidup eritrosit memendek, bilirubuin serum
meningkat/normal, uji comb’s negative dan jumlah retikulosit normal.
b. Defisiensi hormone eritropoetin
c. Ginjal sumber ESF (Eritropoetic Stimulating Factor) → def. H eritropoetin
→ Depresi sumsum tulang → sumsum tulang tidak mampu bereaksi terhadap
proses hemolisis/perdarahan → anemia normokrom normositer.
2. Kelainan Saluran cerna
a. Mual, muntah, hicthcup
b. dikompensasi oleh flora normal usus → ammonia (NH3) → iritasi/rangsang
mukosa lambung dan usus.
c. Stomatitis uremia
d. Mukosa kering, lesi ulserasi luas, karena sekresi cairan saliva banyak
mengandung urea dan kurang menjaga kebersihan mulut.
e. Pankreatitis
f. Berhubungan dengan gangguan ekskresi enzim amylase.
3. Kelainan mata
4. Kardiovaskuler :
a. Hipertensi
b. Pitting edema
c. Edema periorbital
d. Pembesaran vena leher
e. Friction Rub Pericardial

5.Kelainan kulit
a.  Gatal
Terutama pada klien dgn dialisis rutin karena:
a) Toksik uremia yang kurang terdialisis
b) Peningkatan kadar kalium phosphor
c) Alergi bahan-bahan dalam proses HD
b.Kering bersisik
Karena ureum meningkat menimbulkan penimbunan kristal urea di bawah kulit.
c. Kulit mudah memar
d.Kulit kering dan bersisik
e.rambut tipis dan kasar

5. Neuropsikiatri
6.  Kelainan selaput serosa
7.   Neurologi :
a. Kelemahan dan keletihan
b. Konfusi
c. Disorientasi
d. Kejang
e. Kelemahan pada tungkai
f. rasa panas pada telapak kaki
g. Perubahan Perilaku
8.  Kardiomegali.
Tanpa memandang penyebabnya terdapat rangkaian perubahan fungsi ginjal yang serupa
yang disebabkan oleh desstruksi nefron progresif. Rangkaian perubahan tersebut biasanya
menimbulkan efek berikut pada pasien : bila GFR menurun 5-10% dari keadaan normal dan terus
mendekati nol, maka pasien menderita apa yang disebut Sindrom Uremik
G.     KOMPLIKASI
a. Hiperkalemia akibat penurunana ekskresi, asidosis metabolic, katabolisme dan masukan
diet berlebih.
b. Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialysis yang tidak adekuat
c. c.  Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system rennin-
angiotensin- aldosteron
d. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah,
perdarahan gastrointestinal akibat iritasi toksin dna kehilangan drah selama
hemodialisa
e. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum
yang rendah dan metabolisme vitamin D abnormal.
f. Asidosis metabolic
g. Osteodistropi ginjal
h. Sepsis
i. neuropati perifer
j. hiperuremia

H.    PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.        Laboratorium
a.        Pemeriksaan penurunan fungsi ginjal
1) Ureum kreatinin.
2) Asam urat serum.
b.       Identifikasi etiologi gagal ginjal
1) Analisis urin rutin
2) Mikrobiologi urin
3) Kimia darah
4) Elektrolit
5) Imunodiagnosis
c.    Identifikasi perjalanan penyakit
1) Progresifitas penurunan fungsi ginjal
a. Ureum kreatinin, Clearens Creatinin Test (CCT)

GFR / LFG dapat dihitung dengan formula Cockcroft-Gault:


Nilai normal :
Laki-laki : 97 - 137 mL/menit/1,73 m3 atau
                   0,93 - 1,32 mL/detik/m2
Wanita    : 88-128 mL/menit/1,73 m3 atau
                 0,85 - 1,23 mL/detik/m2
-         Hemopoesis   : Hb, trobosit, fibrinogen, factor pembekuan
1.  Elektrolit        : Na+, K+, HCO3-, Ca2+, PO42-, Mg+
2. Endokrin        :  PTH dan T3,T4
3. Pemeriksaan lain: berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk   ginjal, misalnya:
infark miokard.
2.        Diagnostik
a.    Etiologi CKD dan terminal
1. Foto polos abdomen.
2. USG.
3. Nefrotogram.
4. Pielografi retrograde.
5. Pielografi antegrade.
a. Mictuating Cysto Urography (MCU).
b.    Diagnosis pemburuk fungsi ginjal
a. RetRogram
b. USG.

I.     PENATALAKSANAAN MEDIS
Terapi secara garis besar langkah-langkah penatalaksanaan GGK pada umumnya meliputi:
1. Pengobatan penyakit dasar atas
2. Pengobatan terhadap penyakit penyerta
3. Penghambatan progresivitas penurunan fungsi ginjal
4. Pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit kardio vaskular
5. Pencegahan dan pengobatan terhadap komplikasi
6. Persiapan dan pemilihan terapi pengganti ginjal, khususnya apabila sudah didapatkan gejala
dan tanda-tanda uremia.

1) Terapi Nonfarmakologis
1. Pengaturan asupan protein
A. Pasien nondialisis 0,6-0,75 g/kg BB ideal /hari sesuai dengan CCT dan
toleransi pasien
B. Pasien hemodialisis 1-1,2 g/kg BB ideal /hari Pasien peritoneal dialisis 1,3
g/kg BB/hari
C. Pasien peritoneal dialysis 1,3 g/kg BB/hari
2. Pengaturan asupan kalori: 35 Kal/kg BB ideal /hari
3. Pengaturan asupan lemak: 30-40% dari kalori total dan mengandung jumlah yang
sama antara asam lemak bebas jenuh dan tidak jenuh
4. Pengaturan asupan karbohidrat: 50-60% dari kalori total
5. Pengaturan asupan garam dan mineral
A. Garam (NaC): 2-3 g/hari
B. Kalium: 40-70mEq/kg BB/hari
C. Fosfor: 5-10 mg/kg BB/hari
D. Pasien HD 17 mg/hari Kalsium: 1400-1600 mg/hari
E. Besi: 10-18 mg/hari
F. Magnesium: 200-300 mg/hari
6. Asam folat pasien hemodialisa: 5 mg
7. Air: jumlah urine 24 jam + 500 ml (insensible water loss)

Pada CAPD air disesuaikan dengan jumlah dialisat yang keluar. Kenaikan berat badan
di antara waktu HD <5% BB kering

2)Terapi Farmakologis
1. Kontrol tekanan darah
A. Penghambat ACE atau antagonis reseptor Angiotensin II -> evaluasi
kreatinin dan kalium serum. Bila kreatinin >35% atau timbul hiperkalemi,
hentikan terapi ini
B. Penghambat kalsium
C. Diuretik
2. Pada pasien diabetes mellitus, gula darah dikontrol. Hindari memakai metforminin
dan obat-obatan sulfonylurea dengan masa kerja yang panjang. Target HbA1C
untuk DM tipe I, 0,2 di atas nilai normal tertinggi. Untuk diabetes melitus tipe II
adalah 6%
3. Koreksi anemia dengan target Hb 10-12 g/dl
4. Kontrol hiperfosfatemi: kalsium karbonat atau kalsium asetat
5. Kontrol osteodistrol renal: kalsitriol
6. Koreksi asidosis metabolik dengan target HCO, 20-22 mEq/l
7. Koreksi hiperkalemia
8. Kontrol dislipidemia dengan target LDL <100 mg/dl dianjurkan golongan statin
9. Terapi ginjal pengganti
  

L.       Diagnosa keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran kapiler-alveolar
2. Penurunan cardiac output b.d perubahan preload, afterload dan sepsis
3. Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis metabolic, pneumonitis, perikarditis

M. INTERVENSI KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI


KEPERAWATAN
1 Gangguan NOC : NIC :
pertukaran gas b/d 1. Respiratory Status : Airway Management
kongesti paru, Gas exchange 1. Buka jalan nafas, guanakan
hipertensi 2. Respiratory Status : teknik chin lift atau jaw
pulmonal, ventilation thrust bila perlu
penurunan perifer 3. Vital Sign Status 2. Posisikan pasien untuk
yang 4. Kriteria Hasil : memaksimalkan ventilasi
mengakibatkan 5. Mendemonstrasikan 3. Identifikasi pasien perlunya
asidosis laktat dan peningkatan ventilasi pemasangan alat jalan nafas
penurunan curah dan oksigenasi yang buatan
jantung. adekuat 4. Pasang mayo bila perlu
6. Memelihara 5. Lakukan fisioterapi dada jika
Definisi : kebersihan paru paru perlu
Kelebihan atau dan bebas dari tanda 6. Keluarkan sekret dengan
kekurangan dalam tanda distress batuk atau suction
oksigenasi dan atau pernafasan 7. Auskultasi suara nafas, catat
pengeluaran 7. Mendemonstrasikan adanya suara tambahan
karbondioksida di batuk efektif dan 8. Lakukan suction pada mayo
dalam membran suara nafas yang 9. Berika bronkodilator bial
kapiler alveoli bersih, tidak ada perlu
sianosis dan dyspneu 10. Barikan pelembab udara
Batasan (mampu 11. Atur intake untuk cairan
karakteristik : mengeluarkan mengoptimalkan
- Gangguan sputum, mampu keseimbangan.
penglihatan bernafas dengan 12. Monitor respirasi dan status
- Penurunan mudah, tidak ada O2
CO2 pursed lips)
- Takikardi 8. Tanda tanda vital 13. Respiratory Monitoring
- dalam rentang normal 14. Monitor rata – rata,
Hiperkapnia kedalaman, irama dan usaha
- Keletihan respirasi
- somnolen 15. Catat pergerakan dada,amati
- Iritabilitas kesimetrisan, penggunaan
- Hypoxia otot tambahan, retraksi otot
- supraclavicular dan
kebingungan intercostal
- Dyspnoe 16. Monitor suara nafas, seperti
- nasal faring dengkur
- AGD 17. Monitor pola nafas :
Normal bradipena, takipenia,
- sianosis kussmaul, hiperventilasi,
- warna kulit cheyne stokes, biot
abnormal (pucat, 18. Catat lokasi trakea
kehitaman) 19. Monitor kelelahan otot
- diagfragma ( gerakan
Hipoksemia paradoksis )
- hiperkarbia 20. Auskultasi suara nafas, catat
- sakit kepala area penurunan / tidak
ketika bangun adanya ventilasi dan suara
- frekuensi tambahan
dan kedalaman 21. Tentukan kebutuhan suction
nafas abnormal dengan mengauskultasi
Faktor faktor yang crakles dan ronkhi pada
berhubungan : jalan napas utama
-
ketidakseimbangan
perfusi ventilasi
perubahan
membran kapiler-
alveolar
2 Penurunan curah NOC : NIC :
jantung b/d respon 1. Cardiac Pump Cardiac Care
fisiologis otot effectiveness 1. Evaluasi adanya nyeri dada (
jantung, 2. Circulation Status intensitas,lokasi, durasi)
peningkatan 3. Vital Sign Status 2. Catat adanya disritmia
frekuensi, dilatasi, 4. Kriteria Hasil: jantung
hipertrofi atau 5. Tanda Vital dalam 3. Catat adanya tanda dan
peningkatan isi rentang normal gejala penurunan cardiac
sekuncup (Tekanan darah, Nadi, putput
respirasi) 4. Monitor status
6. Dapat mentoleransi kardiovaskuler
aktivitas, tidak ada 5. Monitor status pernafasan
kelelahan yang menandakan gagal
7. Tidak ada edema jantung
paru, perifer, dan 6. Monitor abdomen sebagai
tidak ada asites indicator penurunan perfusi
8. Tidak ada penurunan 7. Monitor balance cairan
kesadaran 8. Monitor adanya perubahan
tekanan darah
9. Monitor respon pasien
terhadap efek pengobatan
antiaritmia
10. Atur periode latihan dan
istirahat untuk menghindari
kelelahan
11. Monitor toleransi aktivitas
pasien
12. Monitor adanya dyspneu,
fatigue, tekipneu dan
ortopneu
13. Anjurkan untuk menurunkan
stress
14. Vital Sign Monitoring
15. Monitor TD, nadi, suhu,
dan RR
16. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
17. Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau
berdiri
18. Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
19. Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan setelah
aktivitas
20. Monitor bunyi jantung
21. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
22. Monitor suara paru
23. Monitor pola pernapasan
abnormal
24. Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit.
3 Pola Nafas tidak NOC : Fluid management
efektif 1. Respiratory status : a. Pertahankan catatan
Ventilation intake dan output
Definisi : 2. Respiratory status : yang akurat
Pertukaran udara Airway patency b. Pasang urin kateter
inspirasi dan/atau 3. Vital sign Status jika diperlukan
ekspirasi tidak 4. Kriteria Hasil : c. Monitor hasil lAb
adekuat 5. Mendemonstrasikan yang sesuai dengan
batuk efektif dan retensi cairan (BUN ,
Batasan suara nafas yang Hmt , osmolalitas
karakteristik : bersih, tidak ada urin )
- Penurunan sianosis dan dyspneu d. Monitor status
tekanan (mampu hemodinamik
inspirasi/ekspirasi mengeluarkan termasuk CVP,
- Penurunan sputum, mampu MAP, PAP, dan
pertukaran udara bernafas dengan PCWP
per menit mudah, tidak ada e. Monitor vital sign
- Menggunakan pursed lips) f. Monitor indikasi
otot pernafasan 6. Menunjukkan jalan retensi / kelebihan
tambahan nafas yang paten cairan (cracles,
- Nasal flaring (klien tidak merasa CVP , edema,
- Dyspnea tercekik, irama nafas, distensi vena leher,
- Orthopnea frekuensi pernafasan asites)
- Perubahan dalam rentang g. Kaji lokasi dan luas
penyimpangan normal, tidak ada edema
dada suara nafas abnormal) h. Monitor masukan
- Nafas pendek 7. Tanda Tanda vital makanan / cairan dan
- Assumption of dalam rentang normal hitung intake kalori
3-point position (tekanan darah, nadi, harian
- Pernafasan pernafasan) i. Monitor status nutrisi
pursed-lip j. Berikan diuretik
- Tahap ekspirasi sesuai interuksi
berlangsung sangat k. Batasi masukan
lama cairan pada keadaan
- Peningkatan hiponatrermi dilusi
diameter anterior- dengan serum Na <
posterior 130 mEq/l
- Pernafasan rata- l. Kolaborasi dokter
rata/minimal jika tanda cairan
Bayi : < 25 atau > berlebih muncul
60 memburuk
Usia 1-4 : < 20 2. Fluid Monitoring
atau > 30 a. Tentukan riwayat
Usia 5-14 : < 14 jumlah dan tipe
atau > 25 intake cairan dan
Usia > 14 : < 11 eliminaSi
atau > 24 b. Tentukan
- Kedalaman kemungkinan faktor
pernafasan resiko dari ketidak
Dewasa volume seimbangan cairan
tidalnya 500 ml (Hipertermia, terapi
saat istirahat diuretik, kelainan
Bayi volume renal, gagal jantung,
tidalnya 6-8 ml/Kg diaporesis, disfungsi
- Timing rasio hati, dll )
- Penurunan c. Monitor serum dan
kapasitas vital elektrolit urine
d. Monitor serum dan
Faktor yang osmilalitas urine
berhubungan : e. Monitor BP, HR, dan
- Hiperventilasi RR
- Deformitas f. Monitor tekanan
tulang darah orthostatik dan
- Kelainan perubahan irama
bentuk dinding jantung
dada g. Monitor parameter
- Penurunan hemodinamik infasif
energi/kelelahan h. Monitor adanya
- distensi leher, rinchi,
Perusakan/pelemah eodem perifer dan
an muskulo- penambahan BB
skeletal 3. Monitor tanda dan gejala
- Obesitas dari odema.
- Posisi tubuh
- Kelelahan otot
pernafasan
- Hipoventilasi
sindrom
- Nyeri
- Kecemasan
- Disfungsi
Neuromuskuler
- Kerusakan
persepsi/kognitif
- Perlukaan pada
jaringan syaraf
tulang belakang
- Imaturitas
Neurologis
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC
Carpenito. 2001. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa keperawatan dan
masalah kolaboratif. Jakarta: EGC
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey:
Upper Saddle River
Kasuari. 2002. Asuhan Keperawatan Sistem Pencernaan dan Kardiovaskuler Dengan Pendekatan
Patofisiology. Magelang. Poltekes Semarang PSIK Magelang
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Nanda. 2005. Nursing Diagnoses Definition dan Classification. Philadelpia
Rab, T. 2008. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT Alumni
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika
Udjianti, WJ. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai