Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PUTRI SETIARINI
1410711052
b. Fisiologi Ginjal
Fungsi utama ginjal adalah untuk regulasi volume, osmolalitas, elektrolit, dan konsentrasi
asam basa cairan tubuh dengan mengeksresikan air dan elektrolit dalam jumlah yang cukup
untuk mencapai keseimbangan elektrolit dan cairan tubuh total dan untuk mempertahankan
konsentrasi normalnya dalam cairan ekstraselular (ECF). (Wilson&Price,2006)
Menurut Sylvia A Price, ginjal terdiri dari dua fungsi utama, yaitu:
1. Fungsi Eksresi
a. Mempertahankan osmolalitas plasma dengan mengubah-ubah eksresi air.
b. Mempertahankan volume dan tekanan darah dengan mengubah-ubah eksresi Na+
c. Mempertahankan konsentrasi plasma masing-masing elektrolit individu dalam rentang
normal.
d. Mempertahankan PH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan kelebihan H+ dan
membentuk kembal HCO2.
2. Fungsi Noneksresi
Mensintesis dan mengaktifkan hormone :
a. Renin : Penting dalam pengaturan tekanan darah
b. Eritropetin : Merangsang produksi sel-sel darah merah oleh sumsum tulang
belakang.
c. Prostaglandin : Sebagian besar adalah vasodilatasi bekerja secara local
D. ETIOLOGI
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak nefron ginjal.
Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral.
1. Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.
2. Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna,
stenosis arteri renalis.
4. Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus sistemik (SLE), poli arteritis
nodosa, sklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal polikistik, asidosis tubuler
ginjal.
6. Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.
7. Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale.
8. Nefropati obstruktif
a. Sal. Kemih bagian atas: Kalkuli neoplasma, fibrosis, netroperitoneal.
b. Sal. Kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali congenital pada
leher kandung kemih dan uretra.
E. PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus)
diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh
hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam
keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi
sampai ¾ dari nefronnefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada
yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena
jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik
dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas
kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal
yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke
dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh.
Semakin banyak timbunan produk sampah, akan semakin berat.
1. Gangguan Klirens Ginjal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah
glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang
sebenarnya dibersihkan oleh ginjal
Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24-jam untuk
pemeriksaan klirens kreatinin. Menurut filtrasi glomerulus (akibat tidak berfungsinya glomeruli)
klirens kreatinin akan menurunkan dan kadar kreatinin akan meningkat. Selain itu, kadar
nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indicator yang
paling sensitif dari fungsi karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh. BUN tidak
hanya dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme
(jaringan dan luka RBC), dan medikasi seperti steroid.
2. Retensi Cairan dan Ureum
Ginjal juga tidakmampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan urin secara normal
pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan
dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi. Pasien sering menahan natrium dan cairan, meningkatkan
resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi
akibat aktivasi aksis rennin angiotensin dan kerja sama keduanya meningkatkan sekresi
aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk kwehilangan garam, mencetuskan
resiko hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan
natrium, yang semakin memperburuk status uremik.
3. Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolic seiring
dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan. Penurunan
sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus gjnjal untuk menyekresi ammonia (NH3‾)
dan mengabsopsi natrium bikarbonat (HCO3) . penurunan ekskresi fosfat dan asam organic lain
juga terjadi
4. Anemia
Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya usia sel
darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat status
uremik pasien, terutama dari saluran gastrointestinal. Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin
menurun dan anemia berat terjadi, disertai keletihan, angina dan sesak napas.
5. Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat
Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan metabolisme kalsium
dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan saling timbal balik, jika
salah satunya meningkat, maka yang satu menurun. Dengan menurunnya filtrasi melalui
glomerulus ginjal, terdapat peningkatan kadar serum fosfat dan sebaliknya penurunan kadar
serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar
paratiroid. Namun, pada gagal ginjal tubuh tak berespon secara normal terhadap peningkatan
sekresi parathormon dan mengakibatkan perubahan pada tulang dan pebyakit tulang. Selain itu
juga metabolit aktif vitamin D (1,25-dehidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat di ginjal
menurun.
6. Penyakit Tulang Uremik
Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat dan
keseimbangan parathormon.
5.Kelainan kulit
a. Gatal
Terutama pada klien dgn dialisis rutin karena:
a) Toksik uremia yang kurang terdialisis
b) Peningkatan kadar kalium phosphor
c) Alergi bahan-bahan dalam proses HD
b.Kering bersisik
Karena ureum meningkat menimbulkan penimbunan kristal urea di bawah kulit.
c. Kulit mudah memar
d.Kulit kering dan bersisik
e.rambut tipis dan kasar
5. Neuropsikiatri
6. Kelainan selaput serosa
7. Neurologi :
a. Kelemahan dan keletihan
b. Konfusi
c. Disorientasi
d. Kejang
e. Kelemahan pada tungkai
f. rasa panas pada telapak kaki
g. Perubahan Perilaku
8. Kardiomegali.
Tanpa memandang penyebabnya terdapat rangkaian perubahan fungsi ginjal yang serupa
yang disebabkan oleh desstruksi nefron progresif. Rangkaian perubahan tersebut biasanya
menimbulkan efek berikut pada pasien : bila GFR menurun 5-10% dari keadaan normal dan terus
mendekati nol, maka pasien menderita apa yang disebut Sindrom Uremik
G. KOMPLIKASI
a. Hiperkalemia akibat penurunana ekskresi, asidosis metabolic, katabolisme dan masukan
diet berlebih.
b. Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialysis yang tidak adekuat
c. c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system rennin-
angiotensin- aldosteron
d. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah,
perdarahan gastrointestinal akibat iritasi toksin dna kehilangan drah selama
hemodialisa
e. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum
yang rendah dan metabolisme vitamin D abnormal.
f. Asidosis metabolic
g. Osteodistropi ginjal
h. Sepsis
i. neuropati perifer
j. hiperuremia
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
a. Pemeriksaan penurunan fungsi ginjal
1) Ureum kreatinin.
2) Asam urat serum.
b. Identifikasi etiologi gagal ginjal
1) Analisis urin rutin
2) Mikrobiologi urin
3) Kimia darah
4) Elektrolit
5) Imunodiagnosis
c. Identifikasi perjalanan penyakit
1) Progresifitas penurunan fungsi ginjal
a. Ureum kreatinin, Clearens Creatinin Test (CCT)
I. PENATALAKSANAAN MEDIS
Terapi secara garis besar langkah-langkah penatalaksanaan GGK pada umumnya meliputi:
1. Pengobatan penyakit dasar atas
2. Pengobatan terhadap penyakit penyerta
3. Penghambatan progresivitas penurunan fungsi ginjal
4. Pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit kardio vaskular
5. Pencegahan dan pengobatan terhadap komplikasi
6. Persiapan dan pemilihan terapi pengganti ginjal, khususnya apabila sudah didapatkan gejala
dan tanda-tanda uremia.
1) Terapi Nonfarmakologis
1. Pengaturan asupan protein
A. Pasien nondialisis 0,6-0,75 g/kg BB ideal /hari sesuai dengan CCT dan
toleransi pasien
B. Pasien hemodialisis 1-1,2 g/kg BB ideal /hari Pasien peritoneal dialisis 1,3
g/kg BB/hari
C. Pasien peritoneal dialysis 1,3 g/kg BB/hari
2. Pengaturan asupan kalori: 35 Kal/kg BB ideal /hari
3. Pengaturan asupan lemak: 30-40% dari kalori total dan mengandung jumlah yang
sama antara asam lemak bebas jenuh dan tidak jenuh
4. Pengaturan asupan karbohidrat: 50-60% dari kalori total
5. Pengaturan asupan garam dan mineral
A. Garam (NaC): 2-3 g/hari
B. Kalium: 40-70mEq/kg BB/hari
C. Fosfor: 5-10 mg/kg BB/hari
D. Pasien HD 17 mg/hari Kalsium: 1400-1600 mg/hari
E. Besi: 10-18 mg/hari
F. Magnesium: 200-300 mg/hari
6. Asam folat pasien hemodialisa: 5 mg
7. Air: jumlah urine 24 jam + 500 ml (insensible water loss)
Pada CAPD air disesuaikan dengan jumlah dialisat yang keluar. Kenaikan berat badan
di antara waktu HD <5% BB kering
2)Terapi Farmakologis
1. Kontrol tekanan darah
A. Penghambat ACE atau antagonis reseptor Angiotensin II -> evaluasi
kreatinin dan kalium serum. Bila kreatinin >35% atau timbul hiperkalemi,
hentikan terapi ini
B. Penghambat kalsium
C. Diuretik
2. Pada pasien diabetes mellitus, gula darah dikontrol. Hindari memakai metforminin
dan obat-obatan sulfonylurea dengan masa kerja yang panjang. Target HbA1C
untuk DM tipe I, 0,2 di atas nilai normal tertinggi. Untuk diabetes melitus tipe II
adalah 6%
3. Koreksi anemia dengan target Hb 10-12 g/dl
4. Kontrol hiperfosfatemi: kalsium karbonat atau kalsium asetat
5. Kontrol osteodistrol renal: kalsitriol
6. Koreksi asidosis metabolik dengan target HCO, 20-22 mEq/l
7. Koreksi hiperkalemia
8. Kontrol dislipidemia dengan target LDL <100 mg/dl dianjurkan golongan statin
9. Terapi ginjal pengganti
L. Diagnosa keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran kapiler-alveolar
2. Penurunan cardiac output b.d perubahan preload, afterload dan sepsis
3. Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis metabolic, pneumonitis, perikarditis
M. INTERVENSI KEPERAWATAN
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC
Carpenito. 2001. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa keperawatan dan
masalah kolaboratif. Jakarta: EGC
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey:
Upper Saddle River
Kasuari. 2002. Asuhan Keperawatan Sistem Pencernaan dan Kardiovaskuler Dengan Pendekatan
Patofisiology. Magelang. Poltekes Semarang PSIK Magelang
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Nanda. 2005. Nursing Diagnoses Definition dan Classification. Philadelpia
Rab, T. 2008. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT Alumni
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika
Udjianti, WJ. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika