ABSTRAK
Penggunaan antibiotika pada kehamilan bisa dengan tujuan terapi ataupun profilaksis. Pemilihan
jenis antibiotika yang akan diberikan pada ibu hamil seharusnya didasarkan atas uji kepekaan di
laboratorium untuk menentukan secara tepat jenis antibotika yang diperlukan dengan
mempertimbangkan pula efek toksik terhadap ibu maupun efek teratogenik terhadap janin dalam
rahim. Selain itu penentuan dosis antibiotika juga harus mempertimbangkan perubahan
farmakokinetik yang sesuai dengan perubahan fisiologik pada ibu hamil. Kondisi fisiologik ibu hamil
akan sangat menentukan apakah sebaiknya obat yang diberikan peroral atau parenteral dan dosis
yang diberikan lebih tinggi atau sama dengan ibu yang tidak hamil. Barier plasenta merupakan salah
satu perlindungan agar janin seminimal mungkin mendapatkan efek samping obat. Dalam hal ini
harus dipertimbangkan usia hamil saat mendapatkan antibiotika, oleh karena pada fase embrio (2-8
minggu) barier plasenta ini sangat lemah (masa kritis) dan meningkat sampai pada puncaknya pada
waktu janin usia 21-28 minggu, setelah itu akan menurun lagi sampai aterm. Oleh karena
keterbatasan waktu dan harus segera memberikan pengobatan antibiotika seorang dokter di suatu
rumah sakit harus memahami peta mikroorganisme setempat untuk menentukan pilihan antibiotika
pada ibu hamil maupun bersalin. Pada akhirnya klasifikasi antibiotika berdasarkan efek terhadap
janin yang direkomendasikan oleh FDA pada tahun 1979 tetap merupakan acuan yang dapat dipakai
untuk menentukan pemilihan jenis antibiotika yang relatif aman untuk diberikan pada ibu hamil
Pendahuluan
Sering ditemui selama kehamilan seorang wanita terpaksa harus mengkonsumsi obat-obat antibiotika
oleh karena infeksi yang diderita.
Tahun 1987, CDC meneliti kasus-kasus ibu hamil di NewYork State, ternyata sebagian besar
mendapatkan rata-rata 3,8 resep obat yang bukan vitamin. Ditenukan juga bahwa sebagian lagi obat-
obat tersebut dikonsumsi oleh ibu hamil tanpa resep dokter.
Pertanyaan yang selalu timbul pada peristiwa tersebut adalah apakah obat-obat tersebut menyebabkan
kecacatan atau tidak terhadap janin janin dalam rahim.
Setiap obat yang punya efek sistemik hampir selalu bisa menembus barier plasenta dalam jumlah
yang sangat bervariasi. Sebagian besar obat tersebut memang belum semuanya terbukti mempunyai
pengaruh jelek terhadap janin.
Semua jenis obat antibiotika yang diberikan pada ibu hamil baik untuk tujuan pengobatan pada ibu
maupun janin tak terkecuali akan dapat memasuki unit janin. Pada umumnya obat-obat antibiotika ini
merupakan benda asing (Xenobiotic) terhadap sel yang hidup. Obat-obat antibiotika yang mekanisme
kerjanya menghambat atau membunuh mikroorganisme, tidak sedikit yang menimbulkan efek toksik
atau teratogenik terhadap ibu atau janin didalam rahim. Oleh karena itu setiap pemberian obat-obat
antibiotika ini perlu dipertimbangkan risikonya terhadap kesehatan ibu maupun hasil konsepsi
didalam rahim.
Tabel 3. Kadar antibiotika dalam serum ibu hamil dibanding dengan tidak hamil.
Tabel 4. Efek toksik antibiotika terhadap ibu dan janin dalam rahim.
Kontraindikasi
Kloramfenicol Depresi Bone Marrow Sindroma Grey
Tetrasiklin (Tr. I) Hepatotoksik Pewarnaan abnormal
Pankreatitis Haemorhg. dan dysplasia gigi
Gagal ginjal
Erithro. Estolate Hepatotoksik -
Quinolone - Artropati janin hewan
Pertimbangkan
Aminoglukosida Ototoksik, Nefrotoksik Toksik N. VII
Clindamisin Alergi -
Colitis pseudomembrn.
Nitrofurantoin Neuropatia Hemolitik
Metronidazole Blood dyscrasia -
Trimethoprim- Vaskulitis Antagonis as. folat
Sulfamethox.
Sulfonamide Alergi Kern ikterus
Isoniazid Hepatotoksik -
Aztrenon Alergi -
Aman
Penisilin Alergi -
Sefalosporin Alergi -
Erythromycin base Alergi -
Kepustakaan