Anda di halaman 1dari 7

PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA KEHAMILAN

ABSTRAK
Penggunaan antibiotika pada kehamilan bisa dengan tujuan terapi ataupun profilaksis. Pemilihan
jenis antibiotika yang akan diberikan pada ibu hamil seharusnya didasarkan atas uji kepekaan di
laboratorium untuk menentukan secara tepat jenis antibotika yang diperlukan dengan
mempertimbangkan pula efek toksik terhadap ibu maupun efek teratogenik terhadap janin dalam
rahim. Selain itu penentuan dosis antibiotika juga harus mempertimbangkan perubahan
farmakokinetik yang sesuai dengan perubahan fisiologik pada ibu hamil. Kondisi fisiologik ibu hamil
akan sangat menentukan apakah sebaiknya obat yang diberikan peroral atau parenteral dan dosis
yang diberikan lebih tinggi atau sama dengan ibu yang tidak hamil. Barier plasenta merupakan salah
satu perlindungan agar janin seminimal mungkin mendapatkan efek samping obat. Dalam hal ini
harus dipertimbangkan usia hamil saat mendapatkan antibiotika, oleh karena pada fase embrio (2-8
minggu) barier plasenta ini sangat lemah (masa kritis) dan meningkat sampai pada puncaknya pada
waktu janin usia 21-28 minggu, setelah itu akan menurun lagi sampai aterm. Oleh karena
keterbatasan waktu dan harus segera memberikan pengobatan antibiotika seorang dokter di suatu
rumah sakit harus memahami peta mikroorganisme setempat untuk menentukan pilihan antibiotika
pada ibu hamil maupun bersalin. Pada akhirnya klasifikasi antibiotika berdasarkan efek terhadap
janin yang direkomendasikan oleh FDA pada tahun 1979 tetap merupakan acuan yang dapat dipakai
untuk menentukan pemilihan jenis antibiotika yang relatif aman untuk diberikan pada ibu hamil

Pendahuluan
Sering ditemui selama kehamilan seorang wanita terpaksa harus mengkonsumsi obat-obat antibiotika
oleh karena infeksi yang diderita.
Tahun 1987, CDC meneliti kasus-kasus ibu hamil di NewYork State, ternyata sebagian besar
mendapatkan rata-rata 3,8 resep obat yang bukan vitamin. Ditenukan juga bahwa sebagian lagi obat-
obat tersebut dikonsumsi oleh ibu hamil tanpa resep dokter.
Pertanyaan yang selalu timbul pada peristiwa tersebut adalah apakah obat-obat tersebut menyebabkan
kecacatan atau tidak terhadap janin janin dalam rahim.
Setiap obat yang punya efek sistemik hampir selalu bisa menembus barier plasenta dalam jumlah
yang sangat bervariasi. Sebagian besar obat tersebut memang belum semuanya terbukti mempunyai
pengaruh jelek terhadap janin.
Semua jenis obat antibiotika yang diberikan pada ibu hamil baik untuk tujuan pengobatan pada ibu
maupun janin tak terkecuali akan dapat memasuki unit janin. Pada umumnya obat-obat antibiotika ini
merupakan benda asing (Xenobiotic) terhadap sel yang hidup. Obat-obat antibiotika yang mekanisme
kerjanya menghambat atau membunuh mikroorganisme, tidak sedikit yang menimbulkan efek toksik
atau teratogenik terhadap ibu atau janin didalam rahim. Oleh karena itu setiap pemberian obat-obat
antibiotika ini perlu dipertimbangkan risikonya terhadap kesehatan ibu maupun hasil konsepsi
didalam rahim.

Teratologi pada manusia.


Aspek yang paling penting dalam masalah ini adalah pengaruh obat-obat pada saat tertentu selama
pembuahan sampai dengan kehamilan.
Periode pertumbuhan hasil konsepsi dibagi menjadi :
1. Periode ovum, yakni sejak saat fertilisasi sampai dengan implantasi.
2. Periode embrionik, yakni sejak minggu kedua sampai dengan minggu kedelapan setelah
fertilisasi.
3. Periode fetal (janin), yakni setelah 8 minggu sampai dengan aterm.
Periode embrionik adalah periode yang paling kritis oleh karena saat ini sedang dalam fase
pembentukan organ-organ (organogenesis). Pada periode fetal/janin, terutama trimester III, pengaruh
antibiotika yang diberikan pada ibu hamil tidak akan mempengaruhi pembentukan organ
(malformasi/dismorfogenik). Pengaruh obat-obatan terhadap janin berkaitan dengan jumlah bahan
didalam peredaran darah (serum), absorbsi dalam usus, metabolisme, ikatan dengan protein (protein

Penggunaan Antibiotika Pada Kehamilan 1


binding), penyimpanan dalam sel, uuran molekul dan kelarutan bahan tersebut dalam lemak yang
merupakan faktor yang menentukan kemampuan obat untuk menembus barier plasenta. Beberapa
jenis obat memang telah diketahui memberikan efek teratogenik pada dosis yang relatif rendah pada
saat yang tepat misalnya alkohol, thalidomide, antagonis asam folat dan lain-lainnya, akan tetapi
yang penting diketahui adalah bahwa pemakaian obat-obat tersebut meskipun mempunyai efek
teratogenik bila diberikan setelah periode yang kritis tersebut tidak lagi memberikan kelainan-
kelainanyang bersifat struktural.
Beberapa kriteria yang harus dipenuhi sebagai bahan teratogenik antara lain :
1. Telah terbukti bahwa kelainan yang terjadi pada janin berhubungan dengan pemberian obat
tertentu selama masa perkembangan perinatal.
2. Temuan-temuan yang konsisten oleh dua atau lebih penelitian epidemiologik yang berbobot,
kuat uji dan risiko relatif yang memadai (RR. 6 atau lebih ).
3. Batasan klinis untuk menentukan kelainan bawaan atau gejala-gejala yang spesifik.
4. Paparan yang jarang berhubungan dengan kejadian kecacatan yang jarang pula.
5. Hubungan tersebut harus dapat dijelaskan melalui patofisiologi yang benar.
Klasifkasi FDA tentang obat yang mempunyai efek terhadap janin.
Pada tahun 1979, FDA merekomendasikan 5 kategori obat yang memerlukan perhatian khusus
terhadap kemungkinan efek terhadap janin.
A. Obat yang sudah pernah diujikan pada manusia hamil dan terbukti tidak ada risiko
terhadap janin dalam rahim. Obat-obat golongan ini aman untuk dikonsumsi oleh ibu
hamil (vitamin)
B. Obat yang sudah diujikan pada binatang dan terbukti ada atau tidak ada efek terhadap
janin dalam rahim akan tetapi belum pernah terbukti pada manusia. Obat-obat
golongan ini bila diperlukan dapat diberikan pada ibu hamil (Penicillin).
C. Obat yang pernah diujikan pada binatang / manusia akan tetapi dengan hasil yang
kurang memadai. Meskipun sudah dujikan pada binatang terbukti ada efek terhadap
janin akan tetapi pada manusia belum ada bukti yang kuat. Obat-obat golongan ini
boleh diberikan pada ibu hamil apabila keuntungannya lebih besar dibanding efeknya
terhadap janin (Kloramfenicol, Rifampisin, PAS, INH).
D. Obat yang sudah dibuktikan mempunyai risiko terhadap janin manusia. Obat-obat
golongan ini tidak dianjurkan untuk dikonsumsi ibu hamil. Terpaksa diberikan apabila
dipertimbangkan untuk menyelamatkan jiwa ibu (Streptomisin, Tetrasiklin,
Kanamisin).
X. Obat yang sudah jelas terbukti ada risko pada janin manusia dan kerugian dari obat ini
jauh lebih besar daripada manfaatnya bila diberikan pada ibu hamil, sehingga tidak
dibenarkan untuk diberikan pada ibu hamil atau yang tersangka hamil.

Tabel 1. Klasifikasi (FDA) untuk antibiotika dan risikonya terhadap janin.

Golongan/nama generik Klasifikasi Golongan/nama generik Klasifikasi

Gol. Penisilin B Gol. Anti Virus C

Gol. Sefalosporin B Gol. Anti TBC


Moxalactam C Ethambutol B
PAS C
Gol. Aminoglikosida INH C
Amikasin C Rifampisin C
Gentamisin C
Neomisin C Gol. Anti malaria
Kanamisin D Chloroquine C
Streptomisin D Primaquine C
Tobramisin D Pyrimethamin C

2 Penggunaan Antibiotika Pada Kehamilan


Quinine D/X
Gol. Tetrasiklin D
Gol. Sulfa
Lain-lain Sulfasalazine B/D
Basitrasin C Sulfonamida B/D
Kloramfenikol C
Clindamisin B Gol. Urinary Germicide
Colistimethate B Cinoxasin B
Eritromisin B Mandelic Acid C
Furazolidone C Methenamine C
Lincomisin B Nalidixic Acid B
Novobiosin C Nitrofurantoin B
Oleondomisin C
Polymyxin B B Gol. Anti Scabies
Spectinomisin B Lindane C
Trimetoprim C Pyrethrins C
Troleandomisin C
Vancomisin C Gol. Antiseptic Kulit
Iodine C
Gol. Anti amuba
Carbarzone D Gol. Anti Jamur
Iodoquinol C Amfoterasin B B
Metronidazol B Clotrimazole B
Griseofulvin C
Miconazole B
Nystatin B

Mekanisme kerja obat anti infeksi


Mekanisme kerja obat anti infeksi terhadap mikroorganisme dapat berupa :
1. Menghambat sintesa metabolit-metabolit yang esensial, protein dan asam nukleat.
2. Menghambat sintesa dinding sel atau membran plasma.
3. Merusak dinding sel atau membran plasma.
Dilihat dari mekanisme kerjanya maka antibiotika ini dapat mempunyai efek :
a. Bactericidal, bila menyebabkan sel mikroorganisme tersebut mati oleh karena efek obat yang
merubah, menghambat atau merusak sel mikroorganisme.
b. Bacteriostatic, bila menyebabkan pertumbuhan mikroorganisme terhenti oleh karena ada
hambatan terhadap metabolisme mikroorganisme.
Obat-obat ini sebagian dalam bentuk terikat dengan protein (protein binding) atau mengalami proses
metabolisme sehingga terbentuk metabolit-metabolit yang tidak dapat menembus barier plasenta.
Sebagian lagi dalam bentuk bebas tidak terikat dengan protein dan tidak mengalami metabolisme,
bentuk ini yang mampu menembus barier plasenta.
Tabel 2. Mekanisme kerja obat anti infeksi.

Mekanisme kerja Nama generik obat anti infeksi

Menghambat sintesa metabolit Sulfonamide PAS


esensial Trimethoprim INH

Menghambat pembentukan Streptomisin Erithromisin


protein Neomisin Axithromisin
Kanamisin Clarithromisin
Gentamisin Lincomisin

Penggunaan Antibiotika Pada Kehamilan 3


Tobramisin Clindamisin
Amikasin Kloramfenikol
Netilmisin Tetrasiklin
Spectinomisin

Menghambat pembentukan Rifampisin Ofloxasin


asam nukleat Nalidixic acid Norfloxasin
Cinoxasin Ciprofoxasin
Actinomisin D Enoxasin

Menghambat pembentukan Penisilin Amoxilin-Clav.


dinding sel Sefalosporin Ticarcilin- Clav.
Sefamisin Ampisilin- Sulbact.
Carbapenem Vancomisin
Piperasilin-
Tazobactam

Merusak membran sel Polimixin B Amfoterasin B


Colistin Nistatin

Farmakokinetik obat-obat anti infeksi pada kehamilan


Famakokinetik obat-obat saat hamil jelas tidak sama dengan tidak hamil, oleh karena adanya
perubahan fisiologik pada saat hamil.
Perubahan-perubahan farmakokinetik saat hamil antara lain :
1. Volume darah dan cairan tubuh meningkat sehingga kadar obat dalam plasma darah
akan menurun.
2. Kadar protein dalam plasma relatif rendah, akibatnya ikatan obat dengan protein akan menurun
sehingga kadar obat bebas dalam darah akan meningkat.
3. Aliran darah ke ginjal meningkat sehingga filtrasi glumerolus akan meningkat dan ekskresi obat
melalui ginjal juga meningkat sehingga masa aksi kerja obat dalam tubuh akan lebih singkat.
4. Kadar progesteron saat hamil meningkat, sehingga metabolisme di hepar akan meningkat pula ,
hal ini mengakibatkan kadar obat bebas dalam darah akan menurun.
5. Peristaltik menurun sehingga absorpsi melalui usus akan menurun, dengan demikian kadar obat
per oral dalam serum ibu hamil akan lebih rendah dibanding dengan ibu yang tidak hamil. Oleh
karena itu dosis obat per oral yang diberikan pada ibu hamil relatif harus lebih tinggi dibanding
ibu tidak hamil untuk mendapatkan dosis terapeutik dalam darah yang sama.
Kondisi seperti diatas menjadi masalah yang harus dipertimbangkan dalam pemberian obat pada ibu
hamil, oleh karena setiap obat yang diberikan pada ibu hamil hampir selalu ada sebagian yang
mampu menembus barier plasenta dan masuk kedalam unit janin dalam rahim. Sebagai contoh
Sulfonamide yang diberikan pada ibu, sebanyak < 1% akan menembus barier plasenta kedalam unit
janin. Jumlah obat Xenobiotic yang mampu menembus barier plasenta tergantung pada :
a. Jenis obat. Oleh karena jumlah obat yang terikat pada protein dan mengalami metabolisme
sangat tergantung pada jenis antibiotika yang dipakai.
b. Dosis obat. Makin tinggi dosis yang diberikan, akan makin tinggi pula kadar Xenobiotic yang
masuk kedalam unit janin.
c. Kondisi plasenta. Pada umumnya kondisi plasenta berkaitan erat dengan usia hamil. Proses
pertumbuhan plasenta akan sempurna pada usia hamil 16-20 minggu. Pada usia hamil 21-28
minggu barier plasenta akan lebih kuat dibanding dengan usia hamil diatas 28 minggu.
Xenobiotic yang beredar dalam unit janin seharusnya mencapai kadar terkecil yang mampu
menghambat pertumbuhan mikroorganisme (Minimal Inhibitory Consentration/MIC) atau kadar
terkecil yang mampu membunuh mikroorganisme (Minimal Bactericidal Consentration/MBC) tanpa
menimbulkan risiko terhadap janin atau hasil konsepsi. Akan tetapi hal ini yang sangat sulit
dilaksanakan oleh karena menentukan dosis terapeutik obat dalam tubuh janin dalam rahim belum

4 Penggunaan Antibiotika Pada Kehamilan


dilaksanakan secara rutin sedangkan MIC dan MBC ditentukan berdasarkan atas uji kepekaan di
laboratorium. Alasan lainnya adalah bahwa kemampuan obat yang diberikan pada ibu hamil
tergantung pada kondisi patologik dari jaringan yang terinfeksi. Sebagai contoh misalnya
mikroorganisme dalam kantung abses lebih sulit dicapai oleh obat anti infeksi.
Dikatakan bahwa efek toksik / teratogenik obat antibiotika pada janin selalu dikaitkan dengan
pemakaian obat pada usia hamil yang muda (trimester I). Namun anggapan ini tidak sepenuhnya
benar. Setiap pemakaian obat pada kehamilan , tanpa memandang usia hamil kemungkinan dapat
menimbulkan kelainan pada janin baik fisik maupun mental dlam tingkat ringan sampai berat.
Aminoglikosida akan menembus barier plasenta dan akan memberikan efek toksik rata-rata 3-11%
pada janin. Kelainan pada janin ini dapat langsung dipantau dalam rahim, atau bahkan tidak jarang
pula baru bisa diketahui setelah lahir atau timbul pada masa anak-anak atau remaja.

Tabel 3. Kadar antibiotika dalam serum ibu hamil dibanding dengan tidak hamil.

Kadar dalam serum ibu Nama generik obat

Lebih rendah pada kehamilan Ampisilin Piperasilin Penisilin V

Diduga lebih rendah pada Methisilin Sefalexin Sefalothin


kehamilan Sefazolin Sefoxitin Sefamandole
Sefotetan Seftriaxone Sefotaxime
Moxalactam Sefoperazone
Amoxilin-Clav. Ticarsilin-Clav.
Ampisilin-Sulb. Piperasilin-Tazobact.
Gentamisin Kanamisin Amikasin
Tobramisin Nitrofurantoin Seftizoxime

Kemungkinan tidak berbeda Pivmesilinam Clindamisin Sefaloridine


Thiamfenicol Sulfamethoxasole

Penggunaan klinis dan pemilihan jenis antibiotika pada kehamilan


Penggunaan antibiotika pada kehamilan bisa dengan tujuan terapi, akan tetapi bisa juga dengan
tujuan profilaksis. Untuk tujuan terapi sering dipakai pada kasus-kasus kehamilan dengan tanda-
tanda klinis adanya infeksi baik lokal maupun sistemik misalnya kehamilan yang disertai dengan
penyakit-penyakit infeksi sistemik misalnya typhoid, tuberkulose dan lain sebagainya. Sedangkan
infeksi lokal misalnya adanya tanda-tanda infeksi genetalia, vaginosis bakteri, infeksi jamur atau
infeksi intrauterin sebagai akibat suatu persalinan yang lama (partus kasep) akan tetapi bisa juga pada
kasus dengan tanda-tanda persalinan preterm yang membakat yang diduga disebabkan oleh infeksi
genetalia. Sedangkan untuk tujuan profilaksis sering digunakan pada kasus-kasus kehamilan dengan
kelainan katub jantung, ketuban pecah dini. perdarahan pada kehamilan dan eklamsia. Pada keadaan
ini sebenarnya belum tampak adanya gejala infeksi, akan tetapi kondisi ibu seperti ini merupakan
faktor risiko untuk terjadinya infeksi yang membahayakan ibu dan / atau janin didalam rahim.
Pemilihan jenis antibiotika yang akan diberikan pada ibu hamil seharusnya didasarkan atas uji
kepekaan di laboratorium untuk menentukan secara tepat jenis antibotika yang diperlukan. Dengan
menggunakan tehnik kultur yang saat ini dikerjakan, hal ini memerlukan waktu yang relatif lama
sedangkan kita harus mengejar waktu untuk segera memberikan terapi antibiotika. Pada akhirnya
seorang dokter di suatu rumah sakit harus memahami peta mikroorganisme setempat untuk
menentukan pilihan antibiotika pada ibu hamil maupun bersalin yang memerlukan. Seperti di RSUD.
Dr. Soetomo Surabaya berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan (kultur cairan peritoneum dan
air ketuban) pada kasus-kasus ruptura uteri dan ditemukan sebagian besar adalah kuman Gram
Negatip seperti E. Coli, Pseudomonas, Enterobacter dan kuman Gram Positip seperti Streptococcus
fecalis, Staphylococcus dsb. Akan tetapi menurut beberapa peneliti dari negara maju sebenarnya

Penggunaan Antibiotika Pada Kehamilan 5


lebih banyak jenis kuman yang bisa ditemukan pada ibu hamil / bersalin yang mengalami infeksi.
Dikemukakan sebagian besar kuman Anaerobe seperti Mycoplasma hominis, Ureaplasma
urealithicum, Bacteroides dan Gardnerella vaginalis yang memerlukan tehnik kultur yang khusus
sangat berperan pada infeksi dibidang kebidanan.
Berdasarkan kenyataan tersebut maka saat ini penggunaan antibiotika terutama penggunaan
kombinasi lebih dari satu jenis obat makin meningkat.
Ditinjau dari bidang farmakologis maka penggunaan antibiotika kombinasi ini mempunyai beberapa
keuntungan maupun kerugian.
A. Keuntungan.
1. Mengurangi resistensi terhadap antibiotika oleh karena dengan menggunakan kombinasi
yang sinergistik akan meningkatkan daya kemampuan untuk membunuh mikroorganisme
( lebih dari satu jenis mikroorganisme).
2. Mengurangi efek toksik. Hal ini berkaitan dengan dosis obat. Semakin rendah dosis tiap
jenis antibiotika akan makin rendah pula efek toksik obat. Efek sinergistik ini akan bisa
menurunkan masing-masing dosis obat kombinasi yang diberikan.
B. Kerugian.
1. Biaya yang diperlukan akan lebih banyak.
2. Efek antagonis dari 2 obat atau lebih yang mempunyai mekanisme dan titik tangkap kerja
yang sama akan sangat merugikan karena mengurangi manfaat utama dari obat.
3. Meningkatkan risiko reaksi allergi.
Beberapa antibotika yang relatif aman digunakan pada ibu hamil antara lain adalah golongan
Penisilin, Sefalosporin (kecuali Moxalactam), Erithromisin (kecuali Erythromycin Estolate) dan
Spectinomisin.

Tabel 4. Efek toksik antibiotika terhadap ibu dan janin dalam rahim.

Jenis antibiotika Efek toksik


Pada ibu Pada janin

Kontraindikasi
Kloramfenicol Depresi Bone Marrow Sindroma Grey
Tetrasiklin (Tr. I) Hepatotoksik Pewarnaan abnormal
Pankreatitis Haemorhg. dan dysplasia gigi
Gagal ginjal
Erithro. Estolate Hepatotoksik -
Quinolone - Artropati janin hewan

Pertimbangkan
Aminoglukosida Ototoksik, Nefrotoksik Toksik N. VII
Clindamisin Alergi -
Colitis pseudomembrn.
Nitrofurantoin Neuropatia Hemolitik
Metronidazole Blood dyscrasia -
Trimethoprim- Vaskulitis Antagonis as. folat
Sulfamethox.
Sulfonamide Alergi Kern ikterus
Isoniazid Hepatotoksik -
Aztrenon Alergi -

Aman
Penisilin Alergi -
Sefalosporin Alergi -
Erythromycin base Alergi -

6 Penggunaan Antibiotika Pada Kehamilan


Erythr. Ethinylsuccinate Alergi -
Spectinomisin Alergi -

Kepustakaan

Abadi A; Santosa B. 1998. Uji klinis komparatif pengggunaan Sultamisilin dan


Terbutalin dibanding dengan Terbutalin tunggal dalam upaya menunda persalinan
pada persalinan preterm membakat. Majalah Obgin.Vol.7, 2; 1 – 13.
Abadi A. 1999. Radang selaput ketuban & plasenta serta interleukin-6 dalam air ketuban
sebagai faktor penentu terjadinya persalinan pada persalinan kurang bulan
membakat. Desertasi. Program Pascasarjana Unair.
Cunningham F; Mc Donald PC; Gant MT. 1997. Drugs and Medications. Williams
Obstetrics. 20th Ed. Chap. 41. Prentice Hall International Inc. p. 943-961.
Eschenbach DA; Nugent RP; Rao AV. 1991. A Randomized Placebo Control Trial of
Erythrocyn for the Treatment of Ureaplasma Urealythicum to Prevent Preterm
Delivery. AJOG. 169; p. 734-742.
Joesoef MR; Wignjosastro G; Norojono W. 1995. Coinfection with Chlamydia and
GonorrhoeaAmong Pregnant Women with Bacterial Vaginosis. International Journal
of STD and AIDS (6). 599.1- 4.
Jones KL. 1999. Effects of Therapeutic, Diagnostic and Environment Agents. In
Maternal – Fetal Medicine. 4th Ed. By CreasyResnik. Chap. 10.
WB. Saunders Company. Philadelphia. pp. 132-141.
Lewis DF; Brody K; Edward MS. 1996. A Randomized Trial of Steroid after Treatment
of Antibiotics. Obgin. 88. P. 801 – 5.
Morales WJ; Achorr S; Albritton J. 1994. Effect of Metronidazole in Patients with
Preterm Birth in Preceding Pregnancy and Bacterial Vaginosis. Obgin. 72. P. 829-33.
Newton ER; Shields L; Rigway LE. 1991. Combination Antibiotics and Indomethacin in
Idiophatics Preterm Labor. A Randomized Double Blind Clinical Trial. AJOG. 165.
5;1. P. 1753 – 9.
Niebyl JR. 1994. Medication in Late Pregnancy and Lactation. Factors of High Risk
Pregnancy. In Management of High Risk Pregnancy by. Queenan JT. IIIrd Ed.
Blacwell Scientific Publication. Part one. pp. 36-42.
Owen J; Groome RJ; Hauth JC. 1993. Randomized Trial of Prophylactic Antibiotic
Therapy after Preterm Amnion Rupture. AJOG. 169. P. 976 – 81.
Romero R; Sibai B; Caritis S. 1993. Antibiotics Treatment of Preterm Labor with Intact
Membranes. A Multicentre Randomnized, Double Blinded, Placebo Controlled Trial.
AJOG. 169 (4); 764 –74.
Sibuea D. 2000. Pemakaian Obat nti Infeksi pada Kehamilan. Journal Kedokteran dan
Farmasi. Medika. No. 7. XXVI. 457-461.

Penggunaan Antibiotika Pada Kehamilan 7

Anda mungkin juga menyukai