Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
1
Masih tingginya angka kejadian dari KET dan besarnya bahaya yang
ditimbulkan akibat dari komplikasi KET terhadap ibu, maka perlu dibahas secara
lebih mendalam mengenai tanda-tanda KET, pemeriksaan penunjang dan
penanganan terhadap KET sehingga penderita dapat segera tertangani dan
mencegah komplikasi terhadap ibu.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
akomodasi ovarium terhadap kehamilan lebih besar daripada daya akomodasi
tuba, kehamilan ovarium umumnya mengalami ruptur pada tahap awal.2
Kehamilan servikal adalah bentuk dari kehamilan ektopik yang jarang
sekali terjadi. Nidasi terjadi dalam selaput lendir serviks. Dengan tumbuhnya
telur, serviks mengembang. Kehamilan serviks jarang melewati usia gestasi 20
minggu sehingga umumnya hasil konsepsi masih kecil dan dievakuasi dengan
kuretase.2,3
Kehamilan ini terjadi satu dalam 15.000 kehamilan, atau kurang dari
0,1% dari seluruh kehamilan ektopik. Kehamilan abdominal dapat dibagi
menjadi dua macam, yakni kehamilan abdominal primer dan sekunder.
Kehamilan abdominal primer merupakan kehamilan abdominal dimana telur
dari awal mengadakan implantasi dalam rongga perut. Sedangkan kehamilan
abdominal sekunder merupakan kehamilan abdominal dimana pembentukan
zigot terjadi ditempat yang lain misalnya di dalam saluran telur atau ovarium
yang selanjutnya berpindah ke dalam rongga abdomen oleh karena terlepas
dari tempat asalnya. Hampir semua kasus kehamilan abdominal merupakan
kehamilan ektopik sekunder akibat rupture atau aborsi kehamilan tuba atau
ovarium ke dalam rongga abdomen. Walaupun ada kalanya kehamilan
abdominal mencapai umur cukup bulan, hal ini jarang terjadi, yang lazim ialah
bahwa janin mati sebelum tercapai maturitas (bulan ke 5 atau ke 6) karena
supply makanan kurang sempurna.2,3
KET diperkirakan bertanggung jawab pada kurang lebih 16%
kematian pada kehamilan akibat pendarahan.2 KET merupakan salah satu
penyebab mortalitas maternal di negara maju (5-6%), dengan 60.000 kasus
setiap tahun atau 3% dari populasi masyarakat.1 Angka kejadian KET di
Indonesia sendiri diperkirakan tidak jauh berbeda dengan negara maju. Di
Indonesia frekuensi kehamilan ektopik bervariasi antara 1 dalam 28 persalinan
sampai 1 dalam 329 persalinan.3,4
4
2. Etiologi
Penyebab kehamilan ektopik telah banyak diteliti dan telah ditemukan
beberapa kecenderungan yang diperkirakan kuat sebagai faktor risiko
kehamilan ektopik, yakni umur ibu, kebiasaan berganti-ganti pasangan
seksual, penggunaan alat-alat intrauterin, penyakit radang panggul dan setelah
pembedahan pada daerah pelvis.2,5,6,7 Penyebab yang paling sering adalah
salpingitis yang terjadi sebelumnya akibat penyakit menular seksual seperti
infeksi gonokokal, klamidia, atau salpingitis yang mengikuti abortus septik
dan sepsis puerperium.5
Secara garis besar etiologi terjadinya kehamilan ektopik berhubungan
dengan faktor-faktor yang dapat menghambat ovum yang telah dibuahi
menuju kavum uteri yang dapat dibagi menjadi dua faktor yakni faktor
mekanik dan faktor fungsional. Faktor mekanik berhubungan kelainan
anatomi pada sepanjang saluran kehamilan yang didapat maupun kongenital.
Keadaan yang dapat menyebabkan perubahan anatomi pada saluran kehamilan
antara lain: riwayat operasi tuba, salpingitis, perlekatan tuba akibat operasi
non-ginekologis seperti apendektomi, pajanan terhadap diethylstilbestrol,
salpingitis isthmica nodosum (penonjolan-penonjolan kecil ke dalam lumen
tuba yang menyerupai divertikula), dan alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR).
Hal-hal tersebut secara umum menyebabkan perlengketan intra- maupun
ekstraluminal pada tuba, sehingga menghambat perjalanan zigot menuju
kavum uteri. Keadaan lain yang berkaitan dengan faktor mekanik yakni
riwayat kehamilan ektopik sebelumnya, pernah mengalami operasi pada
saluran telur seperti rekanalisasi atau tubektomi parsial, induksi abortus
berulang, tumor yang mengganggu keutuhan saluran telur, serta merokok.3,5
Peningkatan risiko pada riwayat induksi abortus berulang diperkirakan
berhubungan dengan peningkatan insiden salfingitis. Selain itu, merokok juga
diperkiran menjadi salah satu faktor risiko kehamilan ektopik, dimana
diperkirakan zat-zat yang terdapat pada asap rokok dapat menyebabkan
penurunan motilitas silia pada tuba falopi sehingga ovum yang telah dibuahi
tidak dapat mencapai kavum uteri sebagaimana mestinya.4,5
5
Faktor fungsional berkaitan dengan perubahan motilitas tuba yang
berhubungan dengan faktor hormonal. Aktivitas mioelektrik bertanggung
jawab terhadap aktivitas dalam tuba fallopi. Aktivitas ini membantu
pergerakan sperma dan ovum agar saling bertemu dan membantu zigot
menuju ke kavum uteri. Estrogen akan meningkatkan aktivitas otot polos dan
progesteron menurunkan aktivitas tersebut. Proses penuaan menyebabkan
hilangnya aktivitas mioelektrik tuba fallopi secara progresif, sehingga bisa
dijelaskan terjadinya peningkatan insiden kehamilan tuba pada wanita
perimenopause.8 Dalam hal ini gerakan peristalsis tuba menjadi lamban,
sehingga implantasi zigot terjadi sebelum zigot mencapai kavum uteri.
Gangguan motilitas tuba dapat disebabkan oleh perubahan keseimbangan
kadar estrogen dan progesteron serum. Dalam hal ini terjadi perubahan jumlah
dan afinitas reseptor adrenergik yang terdapat dalam utrus dan otot polos dari
saluran telur. Ini berlaku untuk kehamilan ektopik yang terjadi pada akseptor
kontrasepsi oral yang mengandung hanya progestagen saja, setelah memakai
estrogen dosis tinggi pascaovulasi untuk mencegah kehamilan. Merokok pada
waktu terjadi konsepsi dilaporkan meningkatkan insiden kehamilan ektopik
yang diperkirakan sebagai akibat perubahan jumlah dan afinitas reseptor
adrenergik dalam tuba. 3,5
3. Patofisologi
Proses implantasi ovum yang telah dibuahi yang terjadi di tuba pada
dasarnya sama dengan di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner
atau interkolumner. Pada nidasi yang kolumner, telur berimplantasi pada
ujung atau sisi jonjot endosalping. Perkembangan telur selanjutnya
dipengaruhi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini
dan dengan mudah dapat diresorbsi total. Pada nidasi interkolumner, telur
bernidasi antara dua jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup, maka
telur dipisahkan dari lumen tuba oleh lapisan jaringan yang menyerupai
desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di
tuba tidak sempurna, dengan mudah villi korialis menembus endosalping dan
masuk ke dalam lapisan otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh
6
darah. Perkembangan janin selanjutnya bergantung pada beberapa faktor
seperti tempat implantasi dan tebalnya dinding tuba.1
Mengenai nasib kehamilan dalam tuba terdapat beberapa
kemungkinan. Karena tuba bukan tempat untuk pertumbuhan hasil konsepsi,
tidak mungkin janin bertumbuh secara utuh seperti dalam uterus. Sebagian
besar kehamilan terganggu pada umur kehamilan antara 6-10 minggu.1,3
7
Bila pseudokapsularis ikut pecah, maka terjadi pula perdarahan dalam
lumen tuba.3,4,5 Abortus ke dalam lumen tuba lebih sering terjadi pada
kehamilan pars ampullaris. Bila pelepasan menyeluruh, mudigah dengan
selaputnya dikeluarkan dalam lumen tuba dan kemudian didorong oleh darah
ke arah ostium tuba abdominale. Pada pelepasan hasil konsepsi yang tidak
sempurna pada abortus, perdarahan akan terus berlangsung, dari sedikit-
sedikit oleh darah sehingga berubah menjadi mola kruenta. Perdarahan yang
berlangsung terus menyebabkan tuba membesar dan kebiru-biruan
(hematosalping), dan selanjutnya darah mengalir ke rongga perut melalui
ostium tuba. Darah ini akan berkumpul di kavum Douglas dan akan
membentuk hematokel retrouterina.1
4. Gejala Klinis
Kehamilan ektopik terganggu yang khas ditandai dengan trias klasik
yaitu amenore, nyeri mendadak serta perdarahan pervaginam. 1 Meskipun
demikian, gejala dan tanda kehamilan ektopik sangat tergantung pada lamanya
kehamilan ektopik terganggu, abortus atau ruptur tuba, tuanya kehamilan,
derajat pendarahan yang terjadi dan keadaan umum penderita sebelum hamil.
Hal ini menyebabkan gambaran klinis kehamilan ektopik sangat bervariasi,
dari perdarahan yang banyak dan tiba-tiba dalam rongga perut sampai
terdapatnya gejala yang tidak jelas sehingga sukar membuat diagnosisnya.4,5,6
2.4.1. Nyeri perut bagian bawah
Merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu, yang
terjadi pada 90 – 100 % penderita. Pada ruptur tuba, nyeri perut bagian
bawah terjadi secara tiba-tiba dan intensitasnya disertai dengan
perdarahan yang menyebabkan penderita pingsan dan masuk dalam
keadaaan syok. Biasanya pada abortus tuba, nyeri tidak seberapa hebat
dan tidak terus menerus. Rasa nyeri mula-mula terdapat pada satu sisi,
tetapi setelah darah masuk ke dalam rongga perut, rasa nyeri menjalar
ke bagian tengah atau ke seluruh perut bawah. Darah dalam rongga
perut dapat merangsang diafragma, sehingga menyebabkan nyeri bahu
8
dan bila membentuk hematokel retrouterina dapat ,menyebabkan nyeri
saat defekasi.
2.4.2 Perdarahan pervaginam
Selama fungsi endokrin plasenta masih bertahan, perdarahan uterus
biasanya tidak ditemukan; namun bila dukungan endokrin dari
endometrium sudah tidak memadai lagi, mukosa uterus akan
mengalami perdarahan. Hal ini menunjukkan sudah terjadi kematian
janin dan berasal dari kavum uteri karena pelepasan desidua.
Perdarahan yang berasal dari uterus biasanya tidak banyak dan
berwarna coklat tua. Frekuensi perdarahan ditemukan dari 51 hingga 93
%. Perdarahan berarti gangguan pembentukan human chorionic
gonadotropin. Jika plasenta mati, desidua dapat dikeluarkan seluruhnya.
2.4.3 Amenore
Tidak adanya riwayat haid yang terlambat bukan berarti kemungkinan
kehamilan tuba dapat disingkirkan. Lamanya amenore tergantung pada
kehidupan janin, sehingga dapat bervariasi. Sebagian penderita tidak
mengalami amenore karena kematian janin sebelum haid berikutnya.
Hal ini menyebabkan frekuensi amenore yang dikemukakan berbagai
penulis berkisar dari 23 hingga 97 %. Riwayat amenore tidak
ditemukan pada seperempat kasus atau lebih. Salah satu sebabnya
adalah karena pasien menganggap perdarahan pervaginam yang lazim
terjadi pada kehamilan tuba sebagai periode haid yang normal, dan
dengan demikian memberikan tanggal haid terakhir yang keliru.
Sumber kesalahan diagnostik yang penting ini dapat diatasi pada
banyak kasus bila riwayat haid ditanyakan dengan teliti. Sifat haid
terakhir harus ditanyakan secara terinci berkenaan dengan waktu
mulainya, lamanya serta banyaknya haid dan dianjurkan pula untuk
menanyakan apakah pasien merasa bahwa haidnya abnormal.
9
cepat dan lemah ( > 110 kali permenit), pucat, berkeringat dingin, kulit
yang lembab, nafas cepat (> 30 kali permenit), cemas, kesadaran
berkurang atau tidak sadar.
Selain itu, pada kehamilan ektopik terganggu, uterus juga membesar
karena pengaruh hormon-hormon kehamilan, terutama selama 3 bulan
pertama, tetapi pada umumnya sedikit lebih kecil bila dibandingkan
dengan besar uterus pada kehamilan intrauterin pada usia kehamilan
yang sama. Konsistensinya juga serupa selama janin masih dalam
keadaan hidup. Uterus pada kehamilan ektopik dapat terdorong ke salah
satu sisi oleh massa ektopik tersebut.
Pada sekitar 20% pasien ditemukan massa lunak kenyal pada rongga
panggul Timbulnya massa pelvis disebabkan kumpulan darah di tuba
dan sekitarnya. Keluhan nyeri dan nyeri tekan kerapkali mendahului
gejala massa yang ditemukan dengan palpasi. Kadang-kadang dapat
pula ditemukan gejala “kencing beser”, hal ini diduga karena adanya
perangsangan peritoneum oleh darah di dalam rongga perut.
Setelah terjadi perdarahan akut, suhu tubuh bisa tetap normal atau
bahkan menurun. Suhu yang sampai 38oC dan mungkin berhubungan
dengan hemoperitonium dapat terjadi; namun suhu yang lebih tinggi
jarang dijumpai dalam keadaan tanpa adanya infeksi. Karena itu panas
merupakan gambaran yang penting untuk membedakan antara
kehamilan tuba yang mengalami ruptur dengan salpingitis akut; pada
salpingitis akut, suhu tubuh umumnya di atas 38oC.
5. Diagnosis
Penegakan diagnosis kehamilan ektopik terganggu pada jenis akut
tidak terlalu sulit, tetapi pada jenis menahun atau atipik sangat sulit. Untuk
mempertajam diagnosis, maka pada tiap perempuan dalam masa reproduksi
dengan keluhan nyeri perut bagian bawah atau keiainan haid, harus dipikirkan
adanya kehamilan ektopik. Pada umumnya dengan anamnesis yang teliti dan
pemeriksaan yang cermar diagnosis dapat ditegakkan, walaupun biasanya alat
10
bantu diagnostik sepeni kuldosentesis, ultrasonografi, dan laparoskopi masih
diperlukan.
2.5.1 Anamnesis
Pada anamnesis biasanya didapatkan trias KET klasik yaitu: amenorea,
nyeri perut yang biasanya bersifat unilateral serta perdarahan
pervaginam. Gejala tak spesifik lainnya seperti perasaan mual, muntah
dan rasa tegang pada payudara serta kadang-kadang gangguan defekasi.
1. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik tanda-tanda vital, dapat ditemukan adanya
tanda-tanda syok yakni tekanan darah menurun (sistolik < 90 mmHg),
nadi cepat dan lemah (> 110 kali permenit), pucat, berkeringat dingin,
kulit yang lembab, nafas cepat (> 30 kali permenit), cemas, kesadaran
berkurang atau tidak sadar.
Selain itu pada pemeriksaan fisik abdomen dapat ditemukan gejala akut
abdomen berupa perut tegang pada bagian bawah, nyeri tekan, nyeri
ketok dan nyeri lepas dari dinding perut. Pada pemeriksaan ginekologi,
biasanya didapatkan servik teraba lunak, nyeri tekan dan nyeri goyang,
korpus uteri normal atau sedikit membesar, kadang-kadang sulit
diketahui karena nyeri abdomen yang hebat, kavum Douglas menonjol
oleh karena terisi darah.
1. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang rutin yang dilakukan pertama kali yakni
pemeriksaan darah lengkap dimana mungkin didapatkan kadar
hemoglobin turun pada kehamilan tuba yang terganggu, karena
perdarahan yang banyak ke dalam rongga perut, tapi turunnya Hb
disebabkan karena darah diencerkan oleh air dan jaringan untuk
mempertahankan volume darah. Hal ini memerlukan waktu 1-2 hari.
Jadi mungkin pada pemeriksaan Hb yang pertama, kadar Hb belum
seberapa turunnya, maka kesimpulan adanya perdarahan didasarkan
atas penurunan kadar Hb pada pemeriksaan kadar Hb yang berturut-
turut. Pada kasus jenis tidak mendadak, biasanya ditemukan anemia
tetapi harus diingat bahwa penurunan Hb baru terlihat setelah 24
11
jam.4,5,6 Perdarahan juga menimbulkan naiknya leukosit, sedangkan
pada perdarahan sedikit demi sedikit, leukosit normal atau sedikit
meningkat. Ini berguna dalam menegakkan diagnosis kehamilan
ektopik terganggu, terutama bila ada tanda-tanda perdarahan dalam
rongga perut. Untuk membedakan kehamilan ektopik dan infeksi
pelvik dapat diperhatikan jumlah leukosit, jika > 20.000 biasanya
menunjukkan adanya infeksi pelvic.4,5,6
Tes kehamilan merupakan salah satu pemeriksaan penunjang untuk
mendukung adanya kondisi kehamilan pada KET. Jaringan tropoblas
pada kehamilan ektopik menghasilkan hCG dalam kadar yang lebih
rendah daripada kehamilan intrauterin normal, oleh sebab itu
dibutuhkan tes yang mempunyai tingkat sensitivitas yang lebih tinggi. 2
Akan tetapi tes negatif tidak menyingkirkan kemungkinan kehamilan
ektopik terganggu karena kematian hasil konsepsi dan degenerasi
tropoblas menyebabkan hasil tes negatif. Permasalahan yang timbul
kemudian adalah bagaimana mendeteksi penanda kehamilan ini
dengan cara klinik yang terefektif.4,8
Tes kehamilan melalui urin merupakan slide test inhibisi aglutinasi
lateks yang paling sering dikerjakan, karena memiliki kepekaan
terhadap korionik gonadotropin yang berkisar dari 500 hingga 800
mIU per mL. Kemudahan penggunaannya dan kecepatannya diimbangi
dengan persentase kemungkinan hasil positif yang besarnya hanya
sekitar 50 hingga 60 persen pada wanita dengan kehamilan ektopik.4,8
2.5.4 Pemeriksaan Ultrasonography
Pemeriksaan USG yang digunakan pada KET meliputi USG
transabdominal dan USG transvaginal. Pada USG transabdominal
biasanya ditemukan kavum uteri yang tidak berisi kantong gestasi,
gambaran cairan bebas serta massa abnormal di daerah pelvis.
Sedangkan pada USG transvaginal digunakan setelah satu minggu
telat haid yang dikombinasi dengan pemeriksaan kadar ß-hCG
serum.4,8 Sebuah kantung gestasi merupakan tanda pada USG, yang
berlokasi pada permukaan endometrial dan tampak dengan USG
12
transvaginal 30-35 hari setelah menstruasi terakhir. Terlihat daerah
sonolusen di tengah yang dikelilingi dengan lapisan ekogenik tebal,
yang dibentuk oleh reaksi desidual di sekeliling kantong korionik.
Yolk sac sebagai struktur yang pertama kali terlihat dalam kantong
gestasi, tampak pada 5 minggu setelah menstruasi terakhir. Gerakan
jantung janin pertama kali terlihat saat umur kehamilan 5-6 minggu.
Kegagalan untuk dapat melihat kantong gestasi sampai 24 hari atau
lebih setelah konsepsi (38 hari atau lebih) biasanya menunjukkan
adanya kehamilan ektopik.6,8
USG Doppler memiliki sensitivitas yang lebih baik dan secara tehnik
lebih cepat. Meskipun USG tradisional dapat menunjukkan massa
adneksa, Doppler dapat menunjukkan bahwa massa tersebut adalah
massa ektopik dengan menunjukkan adanya aktivitas vaskular
abnormal pada massa tersebut dan juga gambaran vaskular uterin yang
tenang. Perbedaan USG Doppler dan USG standar ini sangat berarti
pada awal kehamilan, dan hal ini dapat mengarah kepada pengobatan
medisinalis seawal mungkin.6,8
Bila pada USG transvaginal ditemukan uterus yang kosong, dan kadar
ß-hCG serum >1500 mIU/ml atau lebih, maka diagnosis kehamilan
ektopik dapat dipastikan dengan tingkat akurasi hampir 100 %.4 Kadar
dkk (1981) mengemukakan empat kemungkinan klinik berdasarkan
4
nilai kuantitatif ß-hCG: Jika nilai ß-hCG di atas 6000 mIU per ml
dan kantong kehamilan terlihat di dalam uterus lewat pemeriksaan
USG abdomen, maka diagnosis kehamilan normal pada dasarnya bisa
dipastikan. Jika nilai ß-hCG di atas 6000 mIU per ml dan kavum uteri
tampak kosong, maka kemungkinan adanya kehamilan ektopik sangat
besar. Keadaan ini jarang dijumpai dalam praktek klinik sebenarnya.
Jika nilai ß-hCG di bawah 6000 mIU per ml dan cincin kehamilan
intrauteri jelas terlihat, maka abortus spontan mungkin tengah terjadi
atau segera akan terjadi. Kehamilan ektopik masih menjadi suatu
kemungkinan karena derajat ultrasonik yang ada. Diagnosis keliru
mengenai kantong kehamilan dalam uterus dapat saja dibuat kalau ada
13
bekuan darah atau silinder desidua. Jika nilai ß-hCG di bawah 6000
mIU per ml dan terlihat uterus yang kosong, tidak ada diagnosis pasti
yang dapat ditegakkan. Kegagalan untuk melihat kantong kehamilan
di dalam uterus sering terjadi pada pemeriksaan USG abdomen yang
dikerjakan sebelum usia kehamilan 5 minggu. Sayangnya usia
kehamilan yang tepat acapkali tidak diketahui pada wanita dengan
suspek kehamilan ektopik. Pada kasus-kasus ini, wanita tersebut dapat
mengalami abortus atau bisa mempertahankan kehamilannya dan
kemudian terbentuk kantong kehamilan, atau dapat pula
memperlihatkan bukti yang menunjukkan adanya kehamilan ektopik.
2.5.6 Kuldosintesis
Adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam
kavun Douglas ada darah atau cairan lain. Namun prosedur ini tidak
rutin dikerjakan, dilakukan dengan menusukkan jarum dengan lumen
yang agak besar (ukuran 16 atau 18) lewat forniks posterior vagina ke
dalam kavum Douglas, di garis tengah di belakang serviks uteri,
sebelumnya serviks ditarik ke atas dan keluar. Lalu dilakukan aspirasi
cairan yang ada di dalamnya. 4,6,8
Kuldosintesis mungkin tidak memberikan hasil yang memuaskan pada
wanita dengan riwayat salpingitis dan peritonitis pelvik, mengingat
kavum Douglas kemungkinan sudah mengalami obliterasi. Jadi,
kegagalan untuk mendapatkan darah dari kavum Douglas tidak
meniadakan kemungkinan diagnosis hemoperitonium dan tentu saja
bukan merupakan bukti yang menentang adanya kehamilan ektopik
dengan atau tanpa ruptur.4
14
Perbedaan dari masing-masing penyakit tersebut adalah sebagai
berikut:4,5,6,7,8,10
1. Infeksi pelvis
Gejala yang menyertai infeksi pelvis biasanya timbul waktu haid dan
jarang setelah amenore. Gejala tersebut berupa nyeri perut bawah dan
tahanan yang dapat diraba pada pemeriksaan vagina, yang pada umumnya
bilateral. Pada pemeriksaan fisik didapatkan perbedaan suhu rektal dan
aksila melebihi 0,50C, sedangkan pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan leukositosis yang lebih tinggi daripada KET serta tes
kehamilan negatif.
2. Abortus iminens atau insipiens
Pada abortus iminens maupun insipiens, perdarahan umumnya lebih
banyak dan lebih merah sesudah amenore. Rasa nyeri yang muncul
berlokasi di daerah median. Sedangkan pada pemeriksaan fisik tidak dapat
diraba tahanan di samping atau di belakang uterus serta gerakan servik
uteri tidak menimbulkan nyeri.
3. Ruptur korpus luteum
Terjadi pada pertengahan siklus haid dan biasanya tanpa disertai
perdarahan pervaginam, serta tes kehamilan (-).
4. Torsi kista ovarium dan apendisitis
Umumnya tidak ada gejala dan tanda kehamilan muda, amenore dan
perdarahan pervaginam. Torsi kista ovarii biasanya lebih besar dan lebih
bulat daripada kehamilan ektopik. Pada apendisitis tidak ditemukan tumor
dan nyeri pada gerakan serviks kurang nyata, serta lokasi nyeri perutnya di
titik McBurney.
2.7 Penatalaksanaan
Prinsip umum penatalaksanaan kehamilan ektopik terganggu ialah
1,2,4,5,6,8
:
1. Segera dibawa ke rumah sakit
2. Transfusi darah dan pemberian cairan untuk mengoreksi anemia dan
hipovolemia.
15
3. Operasi segera dilakukan setelah diagnosis ditegakkan. Jenis operasi yang
dikerjakan antara lain berupa salpingektomi yang dilakukan pada
kehamilan tuba dan oovorektomi atau salpingoovorektomi pada kehamilan
di kornu. Pada kehamilan di kornu jika pasien berumur >35 tahun
sebaiknya dilakukan histerektomi, bila masih muda sebaiknya dilakukan
fundektomi. Pada kehamilan abdominal, bila kantong gestasi dan plasenta
mudah diangkat sebaiknya diangkat saja tetapi bila besar dan susah
diangkat maka anak dilahirkan dan tali pusat dipotong dekat plasenta,
plasenta ditinggalkan dan dinding perut ditutup.
4. Penanganan terhadap kehamilan tuba paling sering berupa salpingektomi
untuk mengangkat tuba fallopi yang koyak dan mengalami perdarahan,
dengan atau tanpa ooforektomi ipsilateral. Tujuan penanganan tersebut
harus dan tetap terletak dalam upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu.
Akhir-akhir ini, penanganan terhadap kehamilan ektopik telah berubah
dari salpingektomi menjadi prosedur untuk mempertahankan fungsi tuba.
Pembedahan yang dahulunya lebih radikal akan dijelaskan pertama dan
kemudian diikuti dengan uraian mengenai teknik pembedahan yang lebih
baru untuk mempertahankan kelangsungan fungsi tuba fallopi.4,6,8
Dalam pengangkatan tuba fallopi, dianjurkan untuk membuat eksisi
berbentuk baji yang tentu saja tidak lebih dari sepertiga luar pars
interstisialis tuba (tindakan ini dinamakan reseksi kornu), untuk
memperkecil kemungkinan terjadinya kehamilan dalam puntung tuba
(jarang dijumpai) tanpa melemahkan miometrium di tempat eksisi
tersebut. Harus dihindari reseksi yang terlampau luas agar tidak mengenai
kavum uteri; kalau tidak, cacat yang ditimbulkan oleh reseksi akan
menimbulkan ruptura uteri pada kehamilan intrauteri berikutnya. Bahkan
dengan reseksi kornu sekalipun, kehamilan interstisial selanjutnya tidak
dapat dicegah.
Pengangkatan ovarium di sebelahnya pada saat dilakukan salpingektomi
pernah dianjurkan sebagai prosedur yang mungkin dapat memperbaiki
kesuburan penderita maupun menurunkan kemungkinan terjadinya
kehamilan ektopik berikutnya. Dengan demikian, ovulasi selalu akan
16
terjadi dari ovarium yang paling dekat pada tuba fallopi yang masih
tertinggal. Keadaan ini mempermudah pengambilan ovum oleh tuba dan
menghindari kemungkinan terjadinya migrasi eksterna ovum serta
kehamilan ektopik yang bisa timbul akibat telur yang peripatetik tersebut.
Sebelum dilakukan pembedahan eksplorasi untuk kecurigaan kehamilan
ektopik, ibu harus ditanya dahulu apakah ia menginginkan kehamilan
selanjutnya. Jika wanita tersebut sudah tidak ingin mempunyai anak lagi
dan kehamilan ektopik yang terjadi merupakan akibat tindakan kontrasepsi
yang gagal, keputusan yang diambil dokter biasanya ke arah tindakan
sterilisasi. Jika diputuskan demikian, dan keadaan pasien baik, dokter
dapat mempertimbangkan histerektomi. Kalau tidak, tubektomi biasanya
dapat dilakukan dengan cepat tanpa meningkatkan risiko. Sebaliknya,
semua organ ini perlu diselamatkan sedapat mungkin pada wanita yang
masih ingin hamil lagi, sekalipun risiko kehamilan ektopik yang akan
dihadapinya pada kehamilan berikutnya cukup besar.
Karena adanya kemungkinan yang besar untuk terjadi kemandulan setelah
kehamilan tuba yang ditangani dengan salpingektomi, cara lain untuk
mengangkat tuba harus dipertimbangkan. Penggunaan teknik diagnostik
dan prosedur pembedahan yang lebih mutakhir untuk mempertahankan
tuba yang rusak akan memberikan hasil akhir yang lebih baik lagi dalam
kehamilan berikutnya. Beberapa tindakan bedah rekonstruksi tuba
dibicarakan dibawah ini:
a. Salpingostomi
Teknik ini digunakan untuk mengangkat kehamilan yang kecil
dengan panjang yang biasanya kurang dari 2 cm dan terletak dalam
sepertiga distal tuba fallopi. Suatu insisi linier sepanjang 2 cm atau
kurang dilakukan pada batas antimesenterik di dekat kehamilan
ektopik. Implantasi ektopik ini biasanya akan menonjol keluar dari
lubang insisi sehingga dapat dikeluarkan dengan hati-hati. Tempat
perdarahan dikendalikan dengan elektrokauter atau laser, dan luka
insisi dibiarkan tanpa penjahitan sampai sembuh sendiri.
b. Salpingotomi
17
Suatu insisi longitudinal dilakukan pada batas antimesenterik tuba
fallopi langsung di daerah implantasi ektopik. Hasil konsepsi
diangkat dengan forseps atau diisap dengan hati-hati dan tuba yang
terbuka lalu diirigasi dengan larutan ringer laktat (jangan memakai
larutan salin isotonik), sehingga tempat perdarahan dapat dikenali
dan dikendalikan seperti dijelaskan di atas. Penutupan luka yang
paling dianjurkan dilakukan dengan jahitan satu lapis memakai
benang vicryl 7-0 yang dipasang satu persatu.
c. Reseksi segmental dan anastomosis
Prosedur ini dianjurkan untuk kehamilan ektopik yang mengalami
ruptur dalam bagian isthmus tuba, mengingat salpingotomi atau
salpingostomi kemungkinan akan menimbulkan jaringan parut dan
selanjutnya penyempitan lumen tuba yang kecil ini. Setelah segmen
tuba terlihat, mesosalping di bawah tuba diinsisi, dan bagian
isthmus tuba yang berisikan implantasi ektopik tersebut direseksi.
Mesosalping lalu dijahit dan dengan demikian merapatkan kembali
kedua puntung tuba. Segmen tuba tersebut kemudian
dianastomosiskan satu sama lain secara berlapis dengan benang
vicryl 7-0 yang dijahit satu per satu (jahitan terputus); penjahitan
ini sebaiknya dilakukan dengan pembesaran. Tiga jahitan dibuat
pada tunika muskularis dan tiga lagi pada tunika serosa yang
dilakukan dengan hati-hati agar tidak mengenai lumen tuba.
Penjahitan lapisan serosa akan menambah kekuatan pada lapisan
pertama.
d. Evakuasi fimbria
Pada kehamilan tuba yang implantasinya di bagian distal
diusahakan untuk mengosongkan hasil konsepsi dengan cara
”mengurut” atau “mengisap” implantasi ektopik tersebut dari
dalam lumen tuba. Tindakan ini tidak dianjurkan karena akan
disertai dengan angka kehamilan ektopik rekuren yang besarnya
dua kali lipat bila dibandingkan dengan salpingotomi. Pada
tindakan ini juga terdapat angka pembedahan reeksplorasi yang
18
tinggi untuk mengatasi perdarahan rekuren akibat jaringan
trofoblastik persisten.
2.8 Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh kehamilan ektopik terganggu
antara lain berupa syok yang irreversibel, perlekatan dan obstruksi usus
1,4,5,6,8,10
. Komplikasi yang lain berupa jaringan trofoblastik persisten dan
kehamilan ektopik persisten . Namun kedua hal tersebut biasanya terjadi pada
kehamilan ektopik yang belum pecah dan menjalani terapi bedah konservatif
(salpingostomi), sehingga diperlukan pemantauan yang ketat pasca terapi.4,5,6,8
Risiko kehamilan ektopik persisten dengan pembedahan konservatif
melalui laparotomi sebesar 5 %. Laparoskopi salpingostomi dihubungkan
dengan tingginya angka jaringan tropoblas persisten; kira-kira 15 % pasien
memerlukan pengobatan lanjutan. Risiko jaringan trofoblastik persisten
sangat bermakna dengan hematosalping berdiameter lebih besar dari 6 cm,
titer HCG lebih besar dari 20.000 IU/L dan hemoperitonium lebih dari 2000
ml. Meskipun reoperasi merupakan pengobatan pilihan, tetapi methotrexate
lebih disukai. Pengobatan profilaksis dapat diberikan dengan memberikan
dosis multipel methotrexate (1 mg/kg) atau dosis tunggal methotrexate (15
mg/m2) dapat diberikan setelah diagnosis ditegakkan.4,6,8
2.9 Prognosis
Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun
dengan diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup. Pada umumnya,
kelainan yang menyebabkan kehamilan ektopik bersifat bilateral. Sebagian
wanita menjadi steril setelah mengalami kehamilan ektopik atau dapat
mengalami kehamilan ektopik lagi pada tuba yang lain. Angka kehamilan
ektopik yang berulang dilaporkan antara 0-4,6 %. Untuk wanita dengan anak
yang sudah cukup, sebaiknya pada operasi dilakukan salpingektomi
bilateralis.4,5,6,8
Setelah mengalami kehamilan ektopik, kemungkinan untuk
mengandung dan melahirkan anak sebesar 85% pada kehamilan berikutnya.
19
Setelah 2 kali mengalami kehamilan ektopik, risiko kehamilan ektopik
berikutnya meningkat menjadi 10 kali lipat, dan harus dipertimbangkan
dalam memberikan IVF.6
20
BAB III
LAPORAN KASUS
3.3 Anamnesis
Anamnesis Umum
Pasien datang sadar, diantar oleh temannya ke IGD RSUP Sanglah,
mengeluh nyeri perut bawah sejak 3 hari yang lalu (20/10/2019). Sakit
perut dikatakan terus menerus dan semakin lama semakin memberat. Pasien
juga mengeluh keluar darah dari vagina sejak 3 hari yang lalu. Pasien
mengatakan darah keluar (1-2 kali gants pembalut). (-) Demam, (+)pusing,
(+)mual, (+)muntah,.
Anamnesis Khusus
Riwayat Menstruasi
• Menarche : 13 tahun
• Siklus Menstruasi : tidak teratur, 28-30 hari
• Banyaknya : 2-3 kali ganti
• Lamanya : 5-6 hari
21
• Keluhan saat menstruasi : tidak ada
Hari pertama haid terakhir : 17-09-2019
Taksiran Persalinan : 25-06-2020
Riwayat Obstetri
1. Hamil ini
Riwayat Pernikahan
Pasien saat ini belum menikah.
Riwayat Sosial
Pasien merupakan perempuan dengan pendidikan terakhir SMA,
kesehariannya dia kerja malam di tempat karaoke. Pasien tinggal sendirian
di kos-kosan dengan lingkungan yang cukup bersih. Pasien tidak memiliki
merokok ataupun minum alkohol.
22
3.4 Pemeriksaan Fisik
Status Present :
Kondisi Umum : Lemah
Kesadaran : E4V5M6
Tekanan Darah : 60/palpasi mmHg
Laju Nadi : 115x/menit
Laju Respirasi : 23 x/menit
Suhu Aksilar : 36,7oC
Skala Nyeri : VAS 8/10
Berat Badan : 50 kg
Tinggi Badan : 157 cm
Status General
Kepala : Normocephali
Mata : Anemis +/+, Ikterus -/-
THT : Kesan tenang
Thoraks : Cor : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-)
Pulmo : Vesikular +/+, Ronchi -/-, Wheezing -/-
Abdomen : ~ status ginekologi
Ekstremitas : Akral hangat : ekstremitas atas +/+
ekstremitas bawah +/+
Edema : ektremitas atas -/-
ektremitas bawah -/-
Status Ginekologi
Abdomen : TFU tidak teraba, Distensi (-), Bising Usus (+)
Normal, Nyeri Tekan (+) di seluruh abdomen.
Vagina (Insp) : Flx (+), Fl (-) PØ (+), Livide (+)
(VT) : Flx (+), fl (-), PØ (+), Slinger Pain (+)
: CU AF b/c ~ Normal
: AP Massa -/-, Nyeri +/+
: CD Bulging (+)
23
3.5 Pemeriksaan Penunjang
3.5.1 Darah Lengkap (23/10/2019; 18.19 wita)
Pemeriksaan 23/10/2019
16.57 WITA
WBC 7,73
Hemoglobin 2,84
Hematokrit 9,26
PLT 94,23
BT 1 menit
CT 8 menit
PT 16,3
APTT 28,4
INR 1,17
3.6 Diagnosis
Kehamilan Ektopik Terganggu
3.8 Penatalaksanaan
- MRS
- IVFD RL 2L loading 2 line
- Pre-operasi
- Laparotomi cito
Monitoring : Keluhan
Vital Sign
24
KIE : Pasien dan suami tentang kondisi pasien termasuk diagnosis,
rencana tindakan segera yang akan dilakukan, dan prognosis
pasien.
3.9 Follow Up
25
23/10/2019 S: Telah dilakukan operasi laparotomi salfingektomi sinistra
18.00 WITA Nyeri luka operasi (+)
O:
Status Present :
Tekanan Darah : 130/90 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Respirasi : 18 x/menit
Suhu Aksila : 36,0oC
Status General :
Mata : Anemia +/+, Ikterus -/-
THT : Kesan tenang
Thoraks : Cor : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-)
Pulmo: Vesikular +/+, Ronkie -/-,
Wheezing -/-
Abdomen : ~ status ginekologi
Ekstremitas : hangat +/+, edema -/-
+/+, -/-
Status Ginekologi :
Abdomen : TFU tidak teraba, Distensi (-), Bising Usus (+)
Normal
Vagina : Perdarahan aktif (-)
26
24/10/2019 S: Nyeri luka operasi (+), flatus (+)
06.30 WITA
O: Status Present :
Tekanan Darah : 91/57 mmHg
Nadi : 105x/menit
Respirasi : 20x/menit
Suhu Aksila : 36,5oC
Status General :
Mata : Anemia +/+, Ikterus -/-
THT : Kesan tenang
Thoraks : Cor : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-)
Pulmo: Vesikular +/+, Ronkie -/-,
Wheezing -/-
Abdomen : ~ status ginekologi
Ekstremitas : hangat +/+, edema -/-
+/+, -/-
Status Ginekologi :
Abdomen : TFU tidak teraba, Distensi (-), Bising Usus (+)
Normal, luka operasi terawat
Vagina : Perdarahan aktif (-)
27
25/10/2019 S: Nyeri luka operasi berkurang
06.30 WITA
O: Status Present :
Tekanan Darah : 100/80 mmHg
Nadi : 96x/menit
Respirasi : 22x/menit
Suhu Aksila : 36,5oC
Status General :
Mata : Anemia +/+, Ikterus -/-
THT : Kesan tenang
Thoraks : Cor : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-)
Pulmo: Vesikular +/+, Ronkie -/-,
Wheezing -/-
Abdomen : ~ status ginekologi
Ekstremitas : hangat +/+, edema -/-
+/+, -/-
Status Ginekologi :
Abdomen : TFU tidak teraba, Distensi (-), Bising Usus (+)
Normal, luka operasi terawat
Vagina : Perdarahan aktif (-)
28
26/10/2019 S: Keluhan (-)
06.30 WITA
O: Status Present :
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Nadi : 80x/menit
Respirasi : 20x/menit
Suhu Aksila : 36,5oC
Status General :
Mata : Anemia +/+, Ikterus -/-
THT : Kesan tenang
Thoraks : Cor : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-)
Pulmo: Vesikular +/+, Ronkie -/-,
Wheezing -/-
Abdomen : ~ status ginekologi
Ekstremitas : hangat +/+, edema -/-
+/+, -/-
Status Ginekologi :
Abdomen : TFU tidak teraba, Distensi (-), Bising Usus (+)
Normal, luka operasi terawat
Vagina : Perdarahan aktif (-)
29
Hasil Pemeriksaan Laboratorium Post Operasi
Darah Lengkap
23/10/2019 23/10/2019
Pemeriksaan
16.57 WITA 05.22 WITA
30
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Diagnosis
Penegakan diagnosis KET didasarkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis biasanya pasien mengeluhkan
adanya nyeri pada perut yang bisa disertai juga dengan adanya tanda-tanda
perdarahan dari vagina. Pada pasien didapatkan keluhan pasien yaitu nyeri pada
bagian perut yang terjadi 3 hari sebelum pasien masuk rumah sakit. Pasien
mengatakan keluhan sakit perut tersebut semakin lama semakin memberat dan
dikatakan adanya darah yang keluar dari vagina pasien yang muncul bersamaan
dengan nyeri tersebut. Selain itu pada pasien KET perlu didapatkan adanya tanda
bahwa pasien hamil. Pada pemeriksaan tes kehamilan, didapatkan PP test positif.
Dari pemeriksaan fisik, pada pasien KET dapat ditemukan adanya tanda-
tanda syok dimana didapatkan adanya penurunan tekanan darah yang disertai
dengan peningkatan nadi dan laju respirasi, selain itu pasien juga dapat terlihat
pucat dan mudah lelah saat beraktifitas atau bahkan tidak sadar akibat dari
perdarahan. Pada pemerikasaan ginekologi juga akan didapatkan adanya nyeri
goyang pada VT yang menandakan adanya iritasi dari peritoneum local serta
penonjolan dari kavum douglas jika adanya perdarahan intraabdominal. Pada
pasien didapatkan pasien memiliki tekanan darah saat masuk yaitu 60/paplasi
mmHg dengan laju nadi 115 x/menit, respirasi 23 x/menit. Hal tersebut
menunjukan adanya kecurigaan pasien menuju keadaan syok akibat dari suatu
perdarahan. Dari pemeriksaan ginekologi didapatkan keluarnya darah dari vagina
dan dari pemeriksaan VT didapatkan nyeri goyang dan adanya bulging pada
cavum douglas pasien.
Pada pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan adanya penurunan
jumlah hemoglobin dan hematocrit akibat dari perdarahan yang terjadi pada
pasien. Pemeriksaaan USG didapatkan adanya gestasional sac yang berada di luar
uterus dimana didalamnya bisa terdapat janin atau bisa juga tidak. Pada pasien,
dari hasil pemeriksaan darah lengkap ditemukan adanya penurunan kadar Hb
(8,7), HCT (25,4) dan RBC (3,07) yang mendukung adanya suatu perdarahan
31
pada pasien ini. Dari hasil pemeriksaan USG pada pasien ditemukan blass terisi,
gestasional sac ekstra uterine, terdapat stolsel, serta tampak cairan bebas.
4.2 Etiologi
Penyebab kehamilan ektopik telah banyak diteliti dan telah ditemukan
beberapa kecenderungan yang diperkirakan kuat sebagai faktor risiko kehamilan
ektopik, yakni umur ibu dan kebiasaan ibu yang suka merokok . Pada pasien
didapatkan usia yang muda yakni 19 tahun yang belum menikah, dan dikatakan
tidak ada riwayat berganti-ganti pasangan seksusal.
4.3 Penatalaksanaan
Pada pasien KET harus segera dilakukan tindakan untuk mengatasi
sumber perdarahan. Pada pasien yang mengalami syok, pemberian resusitasi
cairan untuk mengembalikan stabilitas hemodinamik harus segera dilakukan,
karena jika dibiarkan kondisi pasien akan semakin memburuk dan dapat
menyebabkan kematian pada ibu. Pemberian oksigen dapat dilakukan untuk
memperbaiki sirkulasi oksigen dalam jaringan dan mencegah terjadinya hipoksia
jaringan, selain itu pemasangan dower kateter perlu dilakukan untuk menilai dan
mengevaluasi status hemodinamik dari pasien dengan memperhitungkan produksi
urine pasien. Jenis operasi yang dilakukan untuk menghentikan perdarahan dari
pasien tergantung dari posisi gestasi.
Pada pasien, dilakukan resusitasi cairan berupa pemberian cairan Ringer
Laktat. Pemberian cairan diharapkan dapat memperbaiki status hemodinamik
pasien. Pasien kemudian dilakukan tindakan laparotomy cito dan dilakukan
operasi salpingektomi Sinistra sebagai tindakan definitive.
4.4 Prognosis
Pada pasien yang mengalami KET, prognosis didasarkan pada penanganan
awal yang tepat. Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun
32
dengan diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup serta tindakan resusitasi
cairan yang memadai. Prognosis pasien ini baik, oleh karena penanganan yang
cepat dan tepat serta resusitasi yang adekuat. Namun pasien tetap perlu melakukan
pemeriksaan berkala untuk memantau status hemodinamik serta ada tidaknya
keluhan yang muncul pasca operasi.
33
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan yang berbahaya bagi wanita
yang bersangkutan, yang berhubungan dengan besarnya kemungkinan terjadi
keadaan kegawatan. Kehamilan ektopik terganggu adalah kehamilan dimana sel
telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum uterus
dan menimbulkan keadaan kegawatan. Angka kejadiannya dari tahun ke tahun
cenderung meningkat. Sedangkan faktor-faktor predisposisi yang bisa
menyebabkan kehamilan ektopik ini antara lain gangguan transportasi hasil
konsepsi, kelainan hormonal dan penyebab yang masih diperdebatkan.
Untuk menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu selain
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan ginekologis juga perlu
membedakannya dengan keadaan patologi lainnya yang memberikan gambaran
yang hampir sama seperti infeksi pelvis, abortus iminens atau insipiens, kista
folikel dan korpus luteum yang pecah, kista ovarium dengan putaran tangkai dan
apendisitis.
Pada pasien yang diagnosisnya sudah ditegakkan maka harus dilakukan
tindakan dioperasi. Operasi dilakukan sesuai dengan lokasi dari kehamilan
ektopik terganggu. Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh kehamilan ektopik
terganggu adalah terjadi syok irreversibel, perlekatan dan obstruksi usus. Untuk
wanita dengan anak cukup sebaiknya pada operasi dilakukan salpingektomi
bilateral untuk mencegah kehamilan ektopik berulang.
34
DAFTAR PUSTAKA
35