Anda di halaman 1dari 10

Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi

Vol. 1, No.1, Oktober 2012 143

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN DIRI


PADA WANITA INFERTILITAS

Nurhasyanah

Psikologi, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Jakarta


Rawamangun, DKI Jakarta

adhespin@gmail.com

Abstract

This study aims to determine the factors that influence self-acceptance in women who
experience infertility. This study uses a qualitative method approach to the case study technique.
Characteristics among the study subjects had been married for at least three years, had never given
birth, and there is no any proximity to the researchers.
The data was collected using the methods of observation and interviews. Data were analyzed
using qualitative data analysis with a technical examination of the validity of the data using the
technique of triangulation. Triangulation is used in this study is the triangulation of data sources and
methods. Triangulation of data sources that extract data from research subjects and significant others.
Triangulation method to get the data by observation, interviews, and documentation.
The study found that the two subjects in this study is able to accept yourself, but picture
yourself acceptance in both different and influenced by different factors as well. At first the subject
there are several internal factors that influence the acceptance of the subject, including an
understanding of self, realistic expectations, the influence of success, the identification of the person
who has a good adjustment, self-concept is stable. External factors that influence the acceptance of him
as there are no obstacles in the environment, positive social attitudes, and parenting little future. On the
subject of the second, it can be seen several internal factors that influence the acceptance of himself
that is, an understanding of themselves, have realistic expectations, did not experience severe
emotional disturbance, identification with a person who has a good adjustment, a broad perspective of
self, and self-concept subjects stable. In addition, there are also external factors that affect self-
acceptance on the subject that the two of them, good parenting in childhood, positive social attitudes,
and there are no obstacles in the environment. The third external factor is equal to the external factors
that affect self-acceptance on the subject first.

Keywords: Self-Acceptance, Women, Infertility


Pemikiran dan Penelitian Psikologi, 2009). Secara
umum, para peneliti medis membedakan infertilitas
menjadi dua bagian, yaitu infertilitas primer
(primary infertility) dan infertilitas sekunder
(secondary infertility). Pasangan yang mengalami
1. Pendahuluan infertilitas primer mengalami kegagalan
pembuahan setelah melakukan hubungan seksual
Bagi seorang wanita yang telah menikah secara teratur tanpa alat kontrasepsi selama
umumnya memiliki keturunan adalah sebuah setahun, dan pembuahan sama sekali tidak pernah
keinginan yang wajar. Peran wanita sebagai terjadi. Pasangan disebut mengalami infertilitas
seorang istri akan terasa lengkap dengan hadirnya sekunder bila telah terjadi pembuahan, namun tidak
buah hati di dalam keluarga yang merupakan berhasil mempertahankannya (McFalls dalam
anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Pada Sugiarti, 2008).
kenyataannya terdapat sebagian wanita yang sulit Menurut Worlth Health Organization
memperoleh keturunan hingga bertahun-tahun (WHO) menunjukkan bahwa jumlah pasangan
menikah. Wanita tersebut mengalami infertilitas. infertilitas sebanyak 36% diakibatkan adanya
Infertilitas merupakan kesulitan memperoleh kelainan pada suami, sedangkan 64% berada pada
keturunan pada pasangan (DepKes RI, 2008). istri. Hal ini dialami 17% pasangan yang sudah
WHO memperkirakan 8-12% pasangan di menikah lebih dari dua tahun belum mengalami
dunia mengalami kesulitan untuk memiliki anak tanda-tanda kehamilan bahkan sama sekali belum
dan jumlah ini tersebar di seluruh negara dan pernah hamil (Ida, 2010).
bagian-bagian (Wiersema, et.al., dalam Jurnal
Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi
Vol. 1, No.1, Oktober 2012 144

Bila dibanding dengan pria, kondisi wanita sepenuhnya kepada wanita apabila tidak mampu
yang tidak memiliki anak menunjukkan adanya melahirkan seorang anak. Selain itu dikalangan
tekanan (distres) psikososial yang lebih besar (Lee, orang Yahudi dan muslim, serta di tengah bangsa-
Sun, dan Chao dalam Sugiarti, 2008). Kondisi ini bangsa di Afrika dan Indian Amerika,
dapat terjadi karena masalah infertilitas ketidakhadiran anak dijadikan sebab utama bagi
mempengaruhi identitas seksual wanita dewasa dan pria untuk menceraikan istrinya.
self-efficacy-nya akan kehadiran anak di dalam Bahkan UU Perkawinan tahun 1974 yang
perkawinannya (Lee dkk, 2001). mengatur ketentuan perkawinan Indonesia
Seorang wanita yang mengalami infertilitas menyatakan bahwa seorang suami diizinkan untuk
dapat memiliki beragam kondisi psikologis, baik menikah dengan lebih dari satu wanita, bila wanita
positif maupun negatif. Seorang wanita yang yang sebelumnya dinikahi tidak mampu melahirkan
mengalami infertilitas pernah merasa sedih dan anak (Sarwono dalam Sugiarti, 2008).
lelah ketika ditanya tentang anak. Wanita yang Bila dikaji lebih lanjut, UU Perkawinan
mengalami infertilitas tersebut sempat tersebut terkesan memojokkan wanita yang tidak
mengungkapkan perasaannya dalam sebuah mampu untuk memiliki anak. Maka dapat
wawancara. Berikut kutipannya: disimpulkan bahwa seorang istri harus merelakan
Saya sempat merasa cape kalo ditanya suaminya untuk menikah dengan wanita lain lagi,
kapan punya anak, sama sodara yang ga dan bukan hal yang mudah bagi wanita untuk dapat
tertalu tau saya? Kenapa belom punya menerima keputusan tersebut dengan baik. Di
anak? Saya jadi males ngobrol. Saya Indonesia, sosok istri yang dianggap ideal adalah
jawab aja sekenananya..saya malah istri yang mampu memiliki anak, dan bila ia tidak
dibilang sengaja ga punya anak, mampu, dirinya harus merelakan suaminya untuk
mendapatkan keturunan (Sarwono dalam Sugiarti,
2008). Terlebih lagi, media informasi dan hiburan
Ungkapan di atas seperti memperlihatkan yang banyak menampilkan tentang idealnya sebuah
kelelahan subjek dalam menanggapi pertanyaan keluarga dan seorang wanita bila memberikan
kerabat yang tidak terlalu mengenalnya. keturunan untuk suaminya.
Kerabatnya berprasangka bahwa subjek sengaja Banyak wanita yang ingin merasakan
menunda kehamilan, yang pada kenyataannya tidak menjadi seorang ibu dan menikmatinya (Donelson
sama sekali. Anggapan negatif tersebut sering kali dalam Sugiarti, 2008). Lebih lanjut lagi Donelson
menjadi suatu hal yang menyudutkan bagi seorang menjelaskan bahwa terdapat beberapa streotipe
wanita yang belum memiliki anak. sosial bahwa menjadi ibu merupakan pencapaian
Bagi saya, saya belum sempurna, masih utama bagi seorang wanita.
belum lengkap karena saya belum Oleh karena itu dengan adanya masalah
memberikan anak bagi suami saya..saya yang berkaitan dengan status sebagai wanita
cemas, jika sampai tua nanti saya tidak dewasa, tekanan di dalam masyarakat untuk
memiliki anak, siapa yang mau merawat memiliki anak, maka reaksi yang ditunjukkan oleh
wanita yang mengalami infertilitas adalah depresi,
perasaan bersalah, helpness, cemas, dan takut (Bird
Subjek merasa bahwa dirinya bukanlah istri & Mellville dalam Sugiarti, 2008). Tentunya reaksi
yang baik atau sempurna seperti istri-istri lainnya tersebut dapat mengganggu kesejahteraan
karena ia belum memiliki keturunan dalam psikologis pada wanita yang mengalami infertilitas.
pernikahannya. Kekhawatiran akan masa tua pun Ryff (dalam Papalia dkk, 2004) menyatakan
datang, subjek bertanya-tanya dan sangat cemas bahwa salah satu dimensi kesejahteraan psikologis
bila sampai tua nanti ia tidak memiliki keturunan. adalah penerimaan diri (self acceptance).
Menyalahkan diri sendiri dan diliputi rasa sedih Penerimaan diri dianggap sebagai ciri-ciri penting
yang mendalam menjadi hal yang sering terjadi dalam kesehatan mental seseorang dan juga sebagai
dalam diri subjek. karakteristik aktualisasi diri, optimal functioning,
Menurut Dr. Kartini Kartono dalam dan kematangan.
bukunya yang berjudul Psikologi Wanita jilid II, Menurut Anderson (dalam Hurlock, 1986),
wanita yang tidak memiliki anak dianggap salah penerimaan diri ini sangat berpengaruh terhadap
atau mempunyai kelainan. Persepsi seperti itu bagaimana seseorang menjalani hidup. Seseorang
terbentuk dengan sendirinya terutama karena yang mampu menerima dirinya dengan baik, maka
didukung oleh nilai dan budaya di suatu ia akan melihat dan berlaku secara jujur, tanpa
lingkungan. Adat, kebiasaan, dan religi dari banyak harus merekayasa apa yang ada dalam dirinya agar
suku di dunia menegaskan bahwa wanita yang terlihat baik untuk dirinya sendiri maupun orang
tidak mampu untuk melahirkan anak adalah lain. Penerimaan diri ini diperlukan untuk
inferior. Selanjutnya, Kartono memamaparkan menyatukan tubuh, pikiran, dan jiwa. Kebutuhan
bahwa hampir setiap bangsa di dunia ini selalu ini sama pentingnya dengan self appraisal untuk
menyalahkan dan melemparkan tanggung jawab perkembangan moral dan spiritual. Wanita yang
Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi
Vol. 1, No.1, Oktober 2012 145

mengalami infertilitas dapat menimbulkan Penelitian kualitatif dimaksudkan sebagai jenis


penerimaan diri negatif. Respon awal yang timbul penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh
adalah menutup diri, merasa bersalah, cemas, melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan
stress, tidak berdaya, dan tertekan yang demikian lainnya (Sudjiwanati, dalam Jurnal Psikologi
itu dapat mempengaruhi penerimaan diri individu, Psikovidya 2006). Melakukan penelitian kualitatif
bagaimana individu memandang dirinya dan peneliti dapat mempelajari penelitiannya lebih
menyikapi kondisi tersebut. detail dan mendalam. Penelitian ini diarahkan pada
Menurut Hurlock (1986), penerimaan diri latar dan individu secara keseluruhan atau holistik
merupakan sikap positif yaitu ketika individu dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata
menerima dirinya sebagai manusia. Individu dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang
tersebut dapat mengatasi keadaan emosionalnya alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai
(takut, marah, cemas, dan lain-lain) tanpa metode ilmiah (Moleong, 2010)
mengganggu orang lain. Penerimaan diri yang baik Peneliti kualitatif mempelajari hal-hal dalam
hanya akan terjadi bila individu ingin dan mampu setting alamiah, serta berusaha membuat kaitan
memahami keadaan dirinya sebagaimana adanya, atau interpretasi dari suatu fenomena (Denzin &
bukan sebagaimana yang diiginkannya. Selain itu, Lincoln, 1994). Data yang dihasilkan dan diolah
memiliki harapan yang realistis sesuai dengan dalam penelitian kualitatif adalah data yang
kemampuannya. Dengan demikian, jika individu sifatnya deskriptif, seperti transkripsi wawancara,
memiliki konsep yang menyenangkan dan rasional catatan lapangan, gambar, foto, rekaman video, dan
mengenai dirinya, maka dapat dikatakan individu lain sebagainya (Poerwandari, 2005). Dengan data
tersebut menyukai dan menerima dirinya. kualitatif, seseorang dapat membuat alur kronologis
Hurlock (1986) menjelaskan ada beberapa dan melihat secara akurat peristiwa-peristiwa yang
kondisi yang dapat mendukung seseorang dalam mengarah pada suatu konsekuensi, serta
mencapai penerimaan diri, salah satunya adalah menghasilkan penjelasan yang kaya (Miles &
tidak adanya stres yang berat. Besarnya tekanan, Huberman, 1994).
baik dari dalam maupun luar diri yang dihadapi Penelitian kualitatif merupakan penelitian
seorang wanita infertilitas dapat menyebabkan stres yang memanfaatkan wawancara untuk menelaah
yang cukup berat. Stres yang cukup berat ini dan memahami sikap, pandangan, perasaan, dan
mungkin dapat mengganggu penerimaan diri perilaku individu atau sekelompok orang. Hal ini
seorang wanita yang mengalami infertilitas. sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai oleh
Sebuah proses penerimaan diri yang baik peneliti yaitu untuk memperoleh data empiris
bagi wanita yang telah menikah dan mengharapkan mengenai penerimaan diri pada wanita yang
kehadiran anak merupakan hal yang sangat luar mengalami infertilitas.
biasa, karena tidak mudah untuk mencapainya. Pendekatan metode kualitatif yang
Besarnya tekanan dan patokan nilai yang dihadapi digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus.
seorang wanita yang belum memiliki anak baik dari Alasan menggunakan pendekatan studi kasus
dalam dirinya maupun dari luar dirinya seperti dalam penelitian ini ialah untuk memperoleh
keluarga atau lingkungan sekitarnya dapat pemahaman utuh dan terintegrasi mengenai
menghambat seorang wanita dalam mencapai interrelasi berbagai fakta dan dimensi kasus khusus
penerimaan diri. tersebut (Poerwandari, 2005). Kasus itu dapat
Berdasarkan penjelasan diatas peneliti berupa individu, peran, kelompok kecil, organisasi,
tertarik untuk mengetahui faktor-faktor apa saja komunitas, atau bahkan suatu bangsa. Kasus dapat
yang dapat mempengaruhi penerimaan diri pada pula berupa keputusan, kebijakan, proses, atau
wanita yang mengalami infertilitas. suatu peristiwa tertentu (Punch dalam Poerwandari,
2005).
2. Metode Penelitian Terdapat tiga cara yang bisa digunakan
dalam mengumpulkan data dalam penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu wawancara mendalam dan terbuka,
kualitatif. Alasan peneliti menggunakan observasi langsung, dan penelitian dokumen-
pendekatan kualitatif ialah agar penggalian data dokumen tertulis (Patton dalam Moleong, 2010).
secara mendalam mengenai faktor-faktor apa saja Sumber data dalam penelitian ini adalah
yang mempengaruhi penerimaan diri pada wanita wanita yang mengalami infertilitas dengan masa
yang mengalami infertilitas dapat diketahui. Oleh pernikahan minimal dua tahun.
karena itu kurang tepat bila dilakukan melalui Subjek yang terdapat dalam penelitian ini
pendekatan kuantitatif yang menampilkan data berjumlah dua orang. Berbeda dengan penelitian
dalam bentuk angka-angka (Poerwandari, 2005). kuantitatif yang jumlah sampel dan cara
Penelitian kualitatif merupakan metode yang pengambilannya mendapat perhatian serius untuk
memiliki banyak fokus, yang meliputi pendekatan tujuan generalisasi, pada penelitian kualitatif yang
interpretatif dan alamiah terhadap subjek. berfokus pada proses, cenderung dilakukan dengan
jumlah kasus yang sedikit. Tidak ada aturan yang
Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi
Vol. 1, No.1, Oktober 2012 146

pasti dalam jumlah subjek yang harus diambil bermain dan lebih banyak membantu ibunya dalam
untuk penelitian kualitatif. Jumlah subjek sangat mencukupi kebutuhan keluarga. Ibu KS berjuang
tergantung pada apa yang ingin diketahui dalam lebih keras lagi untuk mencukupi segala kebutuhan
penelitian, tujuan penelitian. Konteks pada saat itu, hidup dengan berdagang di rumah. KS pun ikut
apa yang dianggap bermanfaat dan dapat dilakukan merasakan kondisi tersebut, melihat perjuangan dan
dengan waktu dan sumber daya yang tersedia mencoba membantu usaha ibunya saat itu.
(Poerwandari, 2005). KS tumbuh dan berkembang sesuai dengan
Untuk mendapatkan pemahaman yang tugas-tugas perkembangan individu pada
mendalam terhadap fenomena yang ingin diteliti umumnya. KS mengenyam pendidikan hanya
dan agar dapat melakukan perbandingan diantara sampai tingkat Sekolah Dasar. KS merasa lelah
subjek penelitian, maka subjek harus lebih dari satu untuk melanjutkan pendidikannya kembali karena
orang. sebelumnya KS bersekolah di Madrasah Ibtidayah
Subjek dalam penelitian ini adalah dua yang cukup menguras pemikirannya. Setelah KS
orang wanita yang mengalami infertilitas. Berikut lulus sekolah KS lebih banyak menghabiskan
karakteristik subjek dalam penelitian ini waktu bersama teman-teman sebayanya yang
diantaranya: tinggal tidak jauh dari rumahnya. KS merasa
a. Subjek telah menikah selama minimal dua mereka lah yang selalu ada dan bisa menenangkan
tahun masa pernikahan, pikirannya. Teman sebayanya membuat KS
b. Subjek belum pernah sama sekali semakin merasa senang dan menikmati
mengandung dan melahirkan, dan kehidupannya tanpa harus memikirkan batas
c. Subjek tidak memiliki hubungan kekerabatan pendidikannya yang masih dasar saat itu. Berlanjut
dengan peneliti, agar data yang diperoleh hingga masa remajanya, selain bergaul dengan
lebih valid. teman-teman sebayanya, KS juga disibukkan
Penelitian ini memilih dua orang subjek dan dengan ikut meramaikan beberapa cabang olahraga
satu orang significant person, yakni salah satu tingkat RT setempat. Cabang olahraga yang KS
anggota keluarga subjek (suami atau saudara ikuti ialah voli, bulu tangkis. Kegiatannya tersebut
kandung subjek) atau tetangga subjek. ia lakukan karena ajakan teman-teman, tetangga,
dan dukungan dari keluarga KS. KS merasa senang
3. Hasil & Diskusi menjalani hal tersebut, walaupun KS mempunyai
tujuan yang tersirat bahwa ia pun ingin membentuk
badannya sehingga terlihat lebih proporsional dari
1. Dinamika Psikologis Subjek I sebelumnya.
Subjek pertama dalam penelitian ini Pada saat usia KS genap 26 tahun, KS
berinisial KS. KS merupakan seorang wanita yang menikah dengan seorang pria yang baru dikenalnya
kini berusia 38 tahun. KS tumbuh dan berkembang beberapa bulan di sebuah pertemuan singkatnya.
dalam keluarga yang berekonomi menengah ke Masa perkenalan KS dengan suaminya hanya dua
bawah. Kedua orangtua subjek menerapkan pola hingga tiga bulan saja, setelah itu KS dan suami
asuh yang bebas sesuai dengan keinginan dan merasa cocok dan siap untuk melanjutkan
kewajiban haknya sebagai seorang anak hubungan ke pernikahan. Pernikahan yang
perempuan. KS lebih dekat dengan figur ayah sederhana menjadi tujuan keduanya. KS bersedia
daripada ibu. KS merasa lebih sering menerima perbedaan yang terjadi sebelum dan
menghabiskan waktu masa kecilnya bersama ayah sesudah ia menikah dengan suaminya. Saat
daripada ibu. Menurutnya, ibu lebih banyak pernikahan berlangsung, keluarga suami KS tidak
memperhatikan saudara kandungnya daripada dapat menghadiri pernikahannya saat itu, karena
dirinya. Hal tersebut tidak menjadi halangan KS hampir seluruh keluarga suaminya tinggal di
untuk tetap dapat bergaul atau bersosialisasi dengan Sumatera Barat. KS mencoba memahami hal
teman-teman sebayanya. Pada saat KS duduk di tersebut. Pada awal pernikahannya KS merasa
kelas lima MI, ayah KS meninggal. KS merasa bahagia karena bisa memiliki suami yang cukup
sedih dan bingung bagaimana menjalani hidup tampan dan berhasil menurutnya kala itu.
tanpa orang yang selama masa kanak-kananknya Keinginan terbesar KS saat itu ialah segera
sering bersama. Setelah kepergian ayahnya, KS mendapatkan anak. Perempuan atau laku-laki KS
melakukan operasi usus buntu. Kedua hal tersebut tidak terlalu mempermasalahkan, yang terpenting
cukup menyita kebahagiaan KS saat itu, baginya iala memiliki seorang anak. Baginya anak
menghadapi kepergian ayah dan harus melakukan merupakan penghibur ketika dirinya gundah. Akan
operasi tanpa orang yang ia sayangi. Keluarga lengkap rasanya bila KS dan suaminya memiliki
terdekat KS tetap menemani dan mendukungnya keturunan. Anak pun menjadi salah satu tujuan KS
dalam menjalani kehidupan selanjutnya tanpa ayah, menikah.
sehingga KS harus memiliki cara terbaik agar Sejak menikah KS tidak tinggal lagi
dirinya tak terus-menerus mengingat almarhum bersama keluarganya, KS dan suami mencari
ayahnya. Coping yang KS lakukan saat itu ialah tempat tinggal yang tidak jauh dari rumah orang
Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi
Vol. 1, No.1, Oktober 2012 147

tua KS. Jika masa kontrak rumah sudah habis, KS 2. Dinamika Psikologis Subjek II
dan suami pindah dan mencari rumah kontrakan JM merupakan inisial dari subjek kedua
lagi. Hal tersebut terjadi kurang lebih di tiga tahun dalam penelitian ini. JM adalah seorang wanita
masa perkawinannya. Menginjak masa ke empat yang berusia 34 tahun. Sejak kecil JM tinggal
tahun perkawinannya, KS merasa kondisi bersama kedua orangtuanya dan saudara-saudara
hidupnya menurun, baik dari segi fisik maupun kandungnya. JM tumbuh sebagai seseorang yang
ekonomi. Suami KS mengalami beberapa gejala lebih banyak menghabiskan waktu dirumah. Orang
penyakit TBC seperti batuk-batuk, nafas tidak tua JM menerapkan pola asuh yang demokratis,
teratur, mudah lelah, dan yang lebih terlihat ialah berlandaskan agama. Keluarga JM tergolong
berat badan suami KS yang semakin menyusut. keluarga yang berekonomi cukup. Dalam hal
Melihat ciri-ciri tersebut KS sedih dan segera pendidikan dan fasilitas dapat JM peroleh dengan
meminta suaminya untuk memeriksakan kondisi mudah. JM lebih dekat dan cenderung mengagumi
kesehatannya tersebut. Ternyata hasil yang sosok ibu daripada ayahnya. Ibu baginya
didapat dari pemeriksaan tersebut ialah suami KS merupakan seseorang yang hebat, mandiri, dan
terkena flek paru-paru. Setiap hari kondisi suami bertanggung jawab. Ketika JM sedang
KS semakin menurun dan suami KS memilih Masa kanak-kanak JM sama dengan
tidak bekerja dan beristirahat saja. KS memilih individu lainnya, bersekolah, bermain. JM tidak
untuk pindah dan tinggal dengan ibu dan saudara mempunyai banyak teman yang akrab dengannya.
kandungnya. Keluarga KS mencoba memahami JM lebih senang bermain dengan teman yang
keadaan KS yang semakin susah. Harapan KS memang mengenalnya sejak awal dan mempunyai
untuk memiliki anak seperti apa yang telah ia banyak kesamaan. JM tidak mau berteman terlalu
inginkan selama ini mulai bergeser oleh harapan akrab dengan banyak orang.
KS membantu kesembuhan suaminya. Kehilangan sosok ibu membuat JM sedih,
Ketidakhadiran anak dalam pernikahannya karena ia sempat berpikir tak akan ada lagi yang
membuat KS sadar bahwa ia belum menjadi istri menyayanginya. Terlebih lagi setelah beberapa
yang baik. Berbagai solusi dan saran KS coba bulan kepergian ibu, ayah JM menikah kembali
lakukan dan dengan persetujuan suaminya. dengan seorang wanita beranak satu. Sejak saat itu
Penyakit suami KS belum juga sembuh walaupun JM semakin sensitif dan menyimpan amarah
beberapa jalan medis telah dilakukan. Kepergian terhadap ayahnya. Kehadiran ibu tiri dalam
KS dan suami ke Padang lalu kembali ke Jakarta keluarga JM tidak terlalu disukainya. Berulang kali
telah KS lalui. Keluarga suami KS tidak pernah JM menghalalkan berbagai cara agar ibu tirinya
dirasa menuntutnya untuk segera memiliki anak, tersebut tidak betah dan pergi dari rumah JM.
namun KS merasa sedih dan berusaha menjauh Seiring berjalannya waktu ayah JM selalu
ketika berkumpul dengan keluarga atau kerabat memberikan pengertian yang baik terhadap JM.
ketika acara-acara tentu berlangsung. Hal tersebut Begitu pula dengan ibu tiri JM yang tak pernah
diketahui suaminya, namun suami KS tidak sama marah jika dirinya mendapat perlakuan tidak baik
sekali menyalahkannya. KS sering mencoba usaha dari JM. Melihat kesabaran dan merasakan
untuk melakukan hubungan suami isteri dengan kelembutan ibu tirinya tersebut, pelan-pelan JM
suaminya dan hasilnya nihil. Suami KS lebih mulai menaruh simpati terhadap wanita tersebut.
cepat merasa lelah dan KS mencoba memahami Kakak kandung JM pun sering memberi pengertian
keadaan tersebut. Dua belas tahun masa terhadapnya bahwa tidak semua ibu tiri itu
pernikahannya, dihadapkan dengan masalah yang berkepribadian buruk.
pelik menurut orang-orang di sekitarnya. Kondisi Setelah tamat SMA, JM ingin melanjutkan
kesehatan suami yang semakin menurun, belum pendidikan ke perguruan tinggi, namun
mempunyai keturunan, dan kondisi ekonomi yang keinginannya tersebut ditahan oleh ayahnya.
semakin menyita perhatiannya membuat KS harus Ayahnya menyarankan JM untuk bekerja terlebih
berjuang lebih keras lagi. KS menyadari dahulu, setelah itu barulah melanjutkan kuliah
kekurangannya tersebut, sehingga KS dapat dengan biaya hasil keringat JM. JM menyetujui
menerima dirinya. Dukungan dan empati yang ia dan menjalankan saran tersebut, namun tidak
dapatkan dari orang-orang sekitarnya membuat bertahan lama niatnya untuk melanjutkan
KS merasa bahwa dirinya tidak sendiri dalam perkuliahan pun gagal. JM terlanjur menikmati
menghadapi ujian hidup yang diberikan Tuhan hidupnya sebagai seorang pekerja.
kepadanya. KS mencoba menerima kondisi dan Pada saat dirinya mulai fokus bekerja, ia
menjalani berbagai usaha demi kesembuhan dan bertemu dan berkenalan lebih lanjut dengan
keturunan yang ia damba-dambakan selama ini. seorang pria yang sebenarnya sudah JM kenal
Curahan kasih sayang dan semangat KS dapatkan sejak JM masih bersekolah SMA dulu. Tidak lama
hingga saat ini terutama dari suami dan keluarga selang masa perkenalannya JM kemudian
terdekatnya, sehingga KS mampu bertahan dan menikah dengan lelaki yang telah mendapatkan
tetap menjalani hidup dengan sebaik-baiknya. restu ayahnya. Setelah menikah JM dan suami
tinggal di rumah orangtua JM, namun hanya
Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi
Vol. 1, No.1, Oktober 2012 148

berlangsung hingga dua tahun masa Salah satu tujuan perkawinan adalah untuk
pernikahannya saja. Suami JM merasa kurang memiliki anak, dan perkawinan merupakan wadah
puas jika masih tinggal dengan orangtua JM, maka untuk pengesahan kelahiran anak (Woolet dalam
dari itu suami JM mencari rumah kontrakan dan Lintang, 2008). Begitu pula pada kedua subjek
akhirnya menemukan rumah kontrakan yang dalam penelitian ini. Makna anak bagi kedua
lokasinya tak jauh dengan rumah orang tua suami subjek sama-sama memberikan pengaruh positif
JM. terutama terhadap diri dan suami. Mempunyai anak
Awal pernikahan JM merencanakan ingin merupakan tujuan dan kebanggaan bagi setiap
memiliki empat anak dengan sepasang anak pasangan yang menikah. Namun, pada masing-
kembar. Keinginannya untuk memiliki anak begitu masing subjek memiliki pandangan dan kebutuhan
besar, terlebih lagi karena ia melihat orang-orang yang berbeda terkait dengan makna anak.
sekitar, teman-teman sebayanya yang setelah Menurut KS anak adalah harta terindah
menikah beberapa bulan segera mendapatkan anak. bagi setiap keluarga. Kelengkapan keluarga ada
suami JM pun menyetujui dan mendukung hal ketika anak hadir di tengah-tengah hidup KS dan
tersebut. Bagi JM memberikan keturunan bagi suaminya. Anak merupakan dambaan setiap
suami dan keluarga merupakan kesempurnaan keluarga karena dengan hadirnya anak bisa
seorang wanita dalam menjalani kodratnya. Suatu menjadi penghibur, penghilang rasa suntuk dan
kebanggaan yang hakiki bila seorang wanita telah sebagainya. Pasangan suami istri yang menikah
menjadi seorang isteri dan ibu bagi anak-anaknya ingin merasakan Enjoyment and fun, anak dilihat
kelak. Bagitu pula dengan suaminya yang secara sebagai pembawa kebahagiaan dan warna bagi
tersirat ingin memiliki anak dari rahim JM. Hari kehidupan orangtua, seperti apa yang diungkapkan
demi hari hinga tahun ke empat masa pernikahan oleh Woolet, Phoenix, dan Lloyd (dalam Sugiarti
JM dengan suaminya tak kunjung mendapatkan 2008).
keturunan. Kekosongan akan hari-hari yang dilalui Tak pernah terbayangkan oleh KS bahwa
JM kian terasa. Kerabat jauh yang bertemu dengan tidak mempunyai anak hingga akhir hayatnya.
JM ketika suatu acara tertentu mulai bertanya silih Namun, KS juga menyadari kondisi dirinya dan
berganti. Tak heran JM mengalihkan kegiatan suaminya yang menderita penyakit TBC. Selain
sehari-harinya dengan bekerja, membantu mengakibatkan suaminya berhenti bekerja,
perekonomian ia dan suaminya. JM sempat merasa kualitas hubungan seksual mereka pun menjadi
kurang dan tidak lengkap dalam menjalani masa tidak semaksimal sebelumnya.
pernikahannya ini, kekosongan dan rasa hampa KS mencoba menerima dan memahami
akan tnagis dan canda tawa seorang anak sangat ia keadaan suaminya tersebut dengan cara tidak
harapkan. Apalagi jika ia melihat suaminya memaksakan keadaan untuk memiliki anak. KS
menggendong anak kecil, keponakan suaminya. JM tidak mau memperkeruh keadaan dan
merasa belum bisa membahagiakan suaminya. membebankan impiannya memiliki anak pada
Akhirnya JM meminta kesediaan suaminya suaminya. Hal yang lebih diharapkannya saat ini
untuk memeriksakan kondisi kesehatan reproduksi adalah kesembuhan suaminya, karena
keduanya ke rumah sakit. Hasil yang didapat pertimbangan beberapa faktor, terutama usia KS
menyatakan bahwa ia mengalami infertilitas, yang kini tak produktif lagi untuk melahirkan.
walaupun tidak ada kelainan. Semakin hari JM Namun, kehadiran anak yang menjadi harapannya
berusaha semakin kuat menerima segala ketentuan setelah dua belas tahun pernikahan masih tetap
yang Tuhan berikan untuknya, atas keterbatasan ada.
yang ia miliki. JM berusaha menjalankan solusi Berbeda dengan KS, JM memiliki makna
yang diberikan oleh orang-orang disekitarnya. JM tersendiri tentang kehadiran anak dalam hidupnya.
merasa bahwa usaha dan masa penantiannya Anak merupakan suatu anugerah terindah yang
belum seberapa dibanding dengan masalah- diberikan Tuhan kepada hambanya. Tak dapat
masalah yang orang lain yang lebih berat. JM terganti kan rasa bahagianya ketika seorang
tetap menanti untuk mendapatkan keturunan dan wanita yang menikah dapat melahirkan anak.
merealisasikan segala keinginannya dengan terus Selain itu, mempunyai anak merupakan
berusaha. Suami dan keluarga dekat nya sangat salah satu tujuan utama untuk menikah. Baginya,
berperan dalam proses penerimaan diri JM. Tanpa wanita yang sempurna adalah wanita yang
mereka JM merasa sendiri dan semakin kurang menikah dan memberikan keturunan untuk
bersosialisasi dengan orang-orang di sekitarnya. keluarganya, penerus garis keturunan. Seperti
JM berpikiran bahwa dirinya harus bisa tegar dan pada salah satu poin makna anak menurut Woolet,
mandiri seperti apa yang dicontohkan ibunya Phoenix, dan Lloyd (dalam Sugiarti 2008) yakni,
dahulu. Expansion of self, menjadi orangtua dapat dilihat
sebagai suatu pertumbuhan, sebagai hal yang
dapat menambah arti bagi kehidupan, memastikan
kelanjutan hubungan sebagai orangtua.
3. Makna Anak
Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi
Vol. 1, No.1, Oktober 2012 149

JM juga mengungkapkan bahwa anak secara lebih realistis sehingga dapat menggunakan
adalah harta yang paling berharga dan potensinya secara efektif.
dinantikannya hingga kapanpun. Empat tahun Semakin baik seseorang menerima dirinya,
pernikahan sudah cukup membuatnya merindukan maka semakin baik penyesuaian diri dan
kehadiran anak. penyesuaian sosialnya. Orang yang memiliki
Menurut JM, anak merupakan masa depan penyesuaian diri yang baik akan merasa bahagia
bagi setiap pasangan yang menikah. JM berharap dan dapat mencapai keberhasilan.
untuk memiliki anak agar di masa tuanya nanti Kedua subjek dapat dikatakan telah
ada yang merawat JM dan suaminya. Bahkan, JM mencapai penerimaan diri. Namun, penerimaan
sempat merasa dirinya belum sempurna sebagai diri diantara keduanya memiliki gambaran dan
seorang wanita karena belum memberikan proses yang berbeda. Penerimaan diri KS
keturunan dalam pernikahannya. Disaat seperti terbentuk oleh pemahaman dirinya yang baik,
itu, suami JM memberikan keyakinan dan konsep diri yang stabil, dan dukungan serta
dukungan yang lebih terhadapnya, sehingga JM semangat dari suami dan keluarga yang termasuk
paham bahwa ini semua ketentuan Tuhan. JM dan dalam sikap-sikap sosial yang positif. KS
suami masih berharap, berusaha dan terutama memahami bahwa saat ini kemungkinannya untuk
berdoa agar suatu saat nanti mereka bisa memiliki anak lebih kecil dibandingkan dengan
mendapatkan anak. masa-masa awal pernikahannya, selain karena
usianya yang tak lagi produktif, kondisi kesehatan
suami KS pun kurang baik. Pemahaman diri ini
4. Penerimaan Diri
juga membawa KS untuk memiliki harapan yang
Self acceptance atau penerimaan diri lebih realistis, yaitu kesembuhan suaminya.
merupakan suatu kondisi psikologis yang harus Harapan ini muncul karena KS memiliki
ada pada setiap individu. Self acceptance yang pemahaman mengenai kekuatan dan kelemahan,
baik hanya akan terjadi bila individu yang keterbatasan atas kemampuan dirinya.
bersangkutan bersedia dan mampu memahami Pemahaman diri KS juga terbentuk karena
keadaan dirinya sebagaimana adanya, bukan KS mau menerima dengan ikhlas dan mencoba
sebagaimana yang diinginkannya. Selain itu ia untuk tidak terlarut dalam masalah yang
juga harus memiliki harapan yang realistis, sesuai dihadapinya. Sikap ini mampu mencegah adanya
dengan kemampuannya. Dengan demikian bila gangguan emosional yang berat, walaupun
seseorang individu memiliki konsep yang awalnya keinginan KS untuk memiliki anak
menyenangkan dan rasional mengenai dirinya, sangatlah besar. Tanpa gangguan emosional yang
maka dapat dikatakan bahwa orang tersebut dapat berat, KS dapat membentuk evaluasi diri yang
menyukai dan menerima dirinya (Hurlock, 2000). positif, KS berusaha menerima dan mampu
Penerimaan diri pada setiap individu menjalani hidupnya yang hanya berdua dengan
dipengaruhi sepuluh faktor yang masing-masing suaminya tanpa kehadiran anak. Secara tersirat
diklasifikasikan dalam dua faktor, faktor internal keinginan terbesar KS saat ini adalah kesembuhan
dan eksternal. Terdapat tujuh faktor internal yang suaminya.
dapat mempengaruhi penerimaan diri seseorang Keberhasilan KS dalam mempertahankan
yakni pemahaman tentang diri sendiri, harapan rumah tangganya hingga kini merupakan satu
yang realistis, tidak adanya gangguan emosional pencapaian yang berarti baginya, sehingga
yang berat, pengaruh keberhasilan yang dialami, mendukung KS dalam mendapatkan perasaan
identifikasi dengan orang yang memiliki yang tentram. Hal tersebut merupakan
penyesuaian diri yang baik, perspektif diri yang keberhasilan yang terjadi pada diri KS yang akan
luas, dan konsep diri yang stabil. Sedangkan membuat KS memiliki penerimaan diri yang
faktor eksternal yang mempengaruhi penerimaan positif.
diri, diantaranya tidak adanya hambatan di KS merasa suami dan keluarganya selalu
lingkungan, sikap-sikap sosial yang positif, dan menunjukkan sikap yang positif terhadap dirinya,
pola asuh di masa kecil. mereka tidak pernah menekan KS untuk segera
Hurlock (1986:436), memberi pandangan memiliki anak. Justru mereka memberikan
bahwa semakin baik seorang individu dapat perhatian dan beberapa solusi untuk KS dalam
menerima dirinya, semakin baik pula penyesuaian menghadapi masalahnya. Sehingga KS tidak
diri dan penyesuaian sosialnya. Penyesuaian diri merasakan adanya hambatan di lingkungan
yang positif adalah adanya keyakinan dan adanya sekitarnya.
harga diri sehingga timbul kemampuan menerima Secara keseluruhan, KS telah memenuhi
dan membangun kritik demi perkembangan beberapa faktor internal dan faktor internal
dirinya. Penerimaan diri yang disertai dengan rasa sehingga mempengaruhi dirinya untuk melakukan
aman untuk mengembangkan diri ini penyesuaian diri dan sosial dengan baik. Hal
memungkinkan seseorang untuk menilai dirinya tersebut terbukti ketika lingkungan memberikan
dukungan dan beberapa solusi untuk KS dan
Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi
Vol. 1, No.1, Oktober 2012 150

suami dalam menghadapi masalah rumah Prilaku negatif yang JM dapatkan dari
tangganya. pihak keluarga suaminya tidak yang membuatnya
Adanya penerimaan diri yang baik dengan merasa sangat tertekan. Walaupun awalnya JM
permasalahan yang dialami KS membuat dirinya sempat merasa sedih dan bingung mengapa
pun mampu dalam melakukan penyesuaian diri mereka berprilaku seperti itu terhadap dirinya. JM
dan penyesuaian sosialnya. Terbukti dari KS yang mencari teman untuk mengeluarkan segala keluh
lebih memprioritaskan hubungan dengan suami, kesahnya tersebut dan akhirnya JM menemukan
membantu penyembuhan suami, dan menyadari adik iparnya sebagai teman berbagi selain dengan
keadaan yang dialaminya. Harapan memiliki anak suaminya. Hal tersebut dapat menghindari JM dari
mampu KS sesuaikan dengan kenyataan yang KS gangguan emosional yang berat.
hadapi. Penilaian yang realistis terhadap diri KS JM sempat resah ketika teman kerjanya
juga menjadikan KS bersikap jujur dan tidak mengejek dan menanyakan kenapa hingga empat
berpura-pura. Penyesuaian sosial KS pun berjalan tahun pernikahan ini belum memiliki anak. JM
dengan baik. KS masih memperhatikan keluarga sempat berpikir bahwa dirinya belum sempurna,
dan lingkungan sekitarnya. Selain itu, KS mampu sama seperti yang anggapan teman kerjanya.
mengatasi keadaan emosionalnya tanpa Namun, JM berusaha untuk tetap memandang
mengganggu orang lain. dirinya secara positif, dengan keyakinan diri dan
Berbeda dengan KS, penerimaan diri JM dukungan suaminya. Hal tersebut juga tidak
terbentuk dengan kuat karena konsep diri yang membuat JM merasa terhambat dalam menjalani
stabil, pemahaman diri, identifikasi dengan orang hidup bersama suaminya.
yang mempunyai penyesuaian diri yang baik. JM yakin bahwa orang-orang yang lebih
Konsep diri yang stabil mendukung JM untuk dekatnya dapat memahami bagaimana keadaan
dapat menerima dirinya dengan baik dalam setiap dirinya dengan baik. Hal tersebut terbukti dari
perubahan yang terjadi pada dirinya. Pemahaman dukungan dan solusi yang diberikan oleh keluarga
tentang diri sendiri muncul ketika JM mampu terdekatnya. Pola asuh yang diterapkan oleh
menyadari kekurangannya yakni belum menjadi orangtua JM juga memberikan pengaruh penting
wanita yang sempurna karena belum memiliki dalam penerimaan diri JM. Sikap positif yang
anak. Namun, hal tersebut tidak membuat JM ditunjukkan oleh suaminya membuat JM tidak
menjadi pribadi yang menghindar atas ketentuan merasa tertekan dan dapat menciptakan harapan
yang telah diberikan Tuhan. Terlebih lagi yang realistis agar rumah tangganya tetap
dukungan dan keyakinan dari suaminya bahwa langgeng walaupun belum memiliki anak.
suatu saat nanti akan mempunyai anak. Semakin Dampak adanya penerimaan diri pada JM
individu memahami dirinya, maka semakin besar tentu berpengaruh pada penyesuaian diri dan
penerimaan individu terhadap dirinya. Ibu sosialnya. JM lebih mengetahui keterbatasannya
merupakan salah satu faktor yang mendukung hingga saat ini. Selain itu, JM mampu menilai diri
penerimaan diri JM. Sosok ibu baginya secara realistis, tanpa harus menjadi orang lain.
merupakan sosok yang tepat untuk Penyesuaian sosial JM dapat terlihat dari
diidentifikasinya. JM ingin menerapkan beberapa hubungannya dengan lingkungan sekitar seperti
sikap-sikap positif ibunya. Identifikasi dengan keluarga, teman kerja, dan tetangganya, tanpa
orang yang mempunyai penyesuaian diri yang harus merasa rendah diri. JM dapat mengatasi
baik dapat membuat JM berproses membentuk emosi negatifnya tanpa harus mengganggu
penerimaan diri yang baik pula. Terlihat jelas, lingkungannya.
dalam menghadapi masalah yang timbul dengan
orang-orang sekitarnya, semakin membuat JM
mengerti karakteristik mereka dan 5. Kesimpulan
memakluminya. Lebih tegar dan mandiri telah ia
terapkan dalam dirinya. Ingin mencontoh sifat Pada dasarnya setiap manusia hidup dengan
positif ibunya, juga menjadi harapan yang realistis karakteristik pribadi yang unik dan berbeda satu
dalam hidupnya. sama lain. Demikian halnya pada kedua subjek
Perlu diketahui, harapan JM untuk dalam penelitian ini. Kedua subjek memiliki
memiliki anak sangatlah realistis karena menurut penerimaan diri yang berbeda satu sama lain,
pemeriksaan, JM memiliki kesempatan yang besar terutama prosesnya. Berdasarkan hasil penelitian
untuk mendapatkan anak. Selain itu, memiliki ini, dapat disimpulkan bahwa kedua subjek dapat
usaha sendiri, seperti yang pernah ibunya lakukan dikatakan telah mencapai penerimaan diri.
dulu membuat JM berkeinginan untuk memiliki Penerimaan diri antara keduanya dipengaruhi oleh
warung. Hal tersebut merupakan harapan yang faktor internal dan faktor eksternal. Walaupun
realistis, sebab dalam prosesnya JM sedang keduanya dihadapkan dengan kondisi yang sama,
mengumpulkan modal demi memiliki sebuah yaitu belum memiliki keturunan hingga lebih dari
warung. dua tahun masa pernikahan.
Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi
Vol. 1, No.1, Oktober 2012 151

Penerimaan diri pada subjek pertama Kartono, K. (2007). Psikologi Wanita jilid 2: Mengenal
dipengaruhi oleh beberapa faktor internal yang Wanita sebagai Ibu dan Nenek. Bandung: Mandar
paling mendasari diantaranya, pemahaman tentang Maju.
diri sendiri, harapan yang realistis, tidak adanya
gangguan emosional yang berat, pengaruh Moleong, L.J. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif.
keberhasilan, konsep diri yang stabil. Tiga faktor Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
eksternal yang mempengaruhi penerimaan diri
pada subjek pertama diantaranya mendapatkan Patton, M.Q. (1990). Qualitative Evaluation and Research
sikap-sikap sosial yang positif, tidak adanya Method. (3rd). California: Sage Publication.
hambatan di lingkungan, dan pola asuh yang baik
dimasa kecil. Pada subjek kedua faktor internal Permatasari, Eka Mudya. (2010). Penerimaan Diri pada
yang mempengaruhinya ialah pemahaman tentang Wanita Dewasa Madya yang Menderita Gagal
diri sendiri, harapan yang realistis, pengaruh Ginjal Kronik. Skripsi tidak dipublikasikan.
keberhasilan, identifikasi dengan orang yang Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma,
memiliki penyesuaian diri yang baik, perspektif Depok.
diri yang luas, konsep diri yang stabil. Selain
Poerwandari, Kristi. (2005). Pendekatan Kualitatif untuk
faktor internal, faktor eksternal pun berperan
Penelitian Perilaku Manusia. Depok: LPSP3
dalam proses penerimaan diri pada subjek kedua,
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
diantaranya pola asuh di masa kecil, sikap-sikap
sosial yang positif, dan tidak adanya hambatan di Siregar, Hasanah R. Siregar, Grace. M. (2009) Makna
laingkungan. Hidup pada Pasangan yang belum Memiliki
Keturunan. Jurnal Pemikiran dan Penelitian
Daftar Pustaka Psikologi PSIKOLOGIA. Sumatera Utara:
Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.
Brill, R.R. (2000). Emotional Honsety and Self-
Acceptance. United States of America: Xlibris Smith, Jonathan A. (2009). Dasar-dasar Psikologi
Corporation. Kualitatif Pedoman Praktis Metode Penelitian.
Bandung: Nusa Media.
Creswell, J.W. (2010). Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif,
dan Mixed. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Sudjiwanati. (2006). Pendekatan Kuantitatif dan Kulitatif
dalam Penelitian Psikologi. PSIKOVIDYA Jurnal
Departemen Kesehatan RI. (2008). Yang Perlu Diketahui Psikologi. Jawa Timur: Fakultas Psikologi
Petugas Kesehatan tentang: KESEHATAN Universitas Wisnuwardhanamalang.
REPRODUKSI. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bina Sugiarti, Lintang. (2008). Gambaran Proses Penerimaan
Kesehatan Masyarakat Direktorat Bina Kesehatan Diri pada Wanita Involuntary Childness. Skripsi
Ibu. tidak dipublikasikan. Depok: Fakultas Psikologi
Universitas Indonesia.
Harga Diri pada Pasangan infertilitas. (2010).Diakses pada
tanggal 6 April 2012 dari Syaiful Hamidin, Aep. (2012). Akhirnya, Aku Bisa Punya
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/111/jtptunim Anak !. Jogjakarta: DIVA Press (Anggota IKAPI).
us-gdl-mahfudikhs-5510-2-babi.pdf
Wardhani, Dyah Ayu. (2010). Penerimaan Diri pada Ibu
Hermawanti, Puji. (2011). Penerimaan Diri Perempuan Rumah Tangga yang Mengalami Histeroktomi.
Pekerja Seks yang Menghadapi Status HIV Positif Skripsi tidak dipublikasikan. Depok: Fakultas
di Pati Jawa Tengah. Jawa Tengah: Psikologi Universitas Gunadarma.
PSIKOBUANA Jurnal Ilmiah Psikologi.
Wiknjosastro, Hanifa. (2009). Ilmu Kandungan. Jakarta:
Hidayah, Nurul. 2007. Makalah Identifikasi dan PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Pengelolaan Stress Infertilitas. Bandung: Fakultas
Psikologi. Diakses tanggal 6 April 2012, dari
http://images.ikapsi.multiply.multiplycontent.com/
attachment/0/ScTV9woKCGcAAAb5AlI1/ka1-
nurul%20hidayah
20identifikasi%20dan%20pengelolaan%20stress%
20infertilitas.pdf?key=ikapsi:journal:22&nmid=22
1545165

Hurlock, Elizabeth B. (1986). Personality Development.


New Delhi: McGraw-Hill Inc.
Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi
Vol. 1, No.1, Oktober 2012 152

Anda mungkin juga menyukai