Anda di halaman 1dari 19

STIMULASI PERKEMBANGAN ANAK DENGAN

PENYAKIT JANTUNG BAWAAN

BAB I
PENDAHULUAN

Kelainan kongenital atau bawaan adalah kelainan yang sudah ada sejak lahir dan dapat
disebabkan oleh faktor genetik maupun non genetik termasuk di dalamnya ialah kelainan
jantung. Data dari WHO tahun 2015 menunjukkan bahwa di seluruh dunia diperkirakan 3-6%
bayi lahir dengan kelainan kongenital. Insidensi yang terbanyak yaitu Penyakit Jantung Bawaan
(PJB). 1
PJB merupakan kelainan jantung yang sudah didapat sejak lahir dengan manifestasi klinis
bergantung dari berat ringan penyakit, mulai dari asimtomatis sampai dengan adanya gejala
gagal jantung pada neonatus. Insidens PJB berkisar 8-10 bayi per 1000 kelahiran hidup dan 30%
diantaranya memberikan gejala pada minggu pertama kehidupan. Angka kejadian PJB di
Indonesia cukup tinggi,yaitu 45.000 bayi Indonesia lahir dengan PJB tiap tahun. PJB asianotik
merupakan kelompok penyakit terbanyak yakni sekitar 75% dari semua PJB, sedangkan sisanya
merupakan kelompok PJB sianotik (25%).2,3
Pertumbuhan dan perkembangan pada anak merupakan suatu proses yang kontinu dan
berkelanjutan. Karena itu setiap anak harus melewati tahapan sebelumnya agar bisa berkembang
ke tahapan selanjutnya. Perkembangan merupakan hasil interaksi kematangan sususan saraf
pusat dengan organ yang dipengaruhinya. Perkembangan anak sangat penting karena akan
mempengaruhi kehidupan anak di masa mendatang.4,5
Anak dengan PJB berpotensi untuk mengalami keterlambatan perkembangan akibat faktor
risiko biomedik, lingkungan psikososial atau sosial ekonomi. Faktor risiko tersebut secara
langsung atau tidak langsung dapat mengganggu perkembangan otak, sehingga mengganggu
perkembangan motorik, komunikasi, kognitif, emosi-sosial dan perilaku. Prevalensi dan
keparahan keterlambatan perkembangan meningkat dengan kompleksitas PJB dan dikaitkan
dengan beberapa sindrom genetik.6,7
Tumbuh kembang anak memerlukan pembinaan sejak dini, termasuk kesempatan untuk
dapat tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial. Tumbuh
kembang anak yang optimal dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya stimulasi. Stimulasi
merupakan hal yang penting dalam tumbuh kembang anak. Anak yang mendapatkan stimulasi
terarah, teratur dan dilakukan sejak lebih dini akan lebih cepat berkembang dibandingkan dengan
anak yang kurang atau terlambat mendapatkan stimulasi.8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Perkembangan anak 4,5,9,10


1.1 Pengertian perkembangan
Perkembangan (development) adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih
kompleks dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa serta sosialisasi dan
kemandirian, dengan pola yang teratur dan dapat diramalkan. Perkembangan merupakan hasil
dari proses pematangan, menyangkut proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh,
organ-organ dan sistem organ sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Contoh
perkembangan misalnya munculnya kemampuan berdiri dan berjalan, meningkatnya kemampuan
bicara, berpikir dan berimajinasi. Pola perkembangan anak adalah sama pada semua anak, tetapi
kecepatannya berbeda antara anak satu dengan lainnya. Perkembangan sulit dipisahkan dengan
pertumbuhan, karena keduanya terjadi secara sinkron pada setiap individu.
Proses tumbuh kembang anak mempunyai ciri-ciri yang saling berkaitan yaitu:
a) Tumbuh kembang adalah proses yang kontinu sejak dari konsepsi sampai dewasa yang
dipengaruhi oleh faktor bawaan dan lingkungan
b) Pertumbuhan dan perkembangan pada tahap awal menentukan perkembangan selanjutnya
c) Perkembangan menimbulkan perubahan
d) Perkembangan berkorelasi dengan pertumbuhan
e) Perkembangan mempunyai pola yang tetap
Perkembangan terjadi menurut dua hukum yang tetap. Yang pertama, perkembangan terjadi
lebih dahulu di daerah kepala, kemudian ke arah kaudal (pola sefalokaudal). Yang kedua,
perkembangan terjadi lebih dahulu di daerah proksimal lalu berkembang ke bagian distal
seperti jari-jari yang mempunyai kemampuan gerak halus
f) Perkembangan memiliki tahap yang berurutan
Tahap perkembangan seorang anak mengikuti pola yang teratur dan berurutan, tahap tersebut
tidak bisa terbalik
g) Dalam periode tertentu terdapat adanya masa percepatan atau masa perlambatan serta laju
tumbuh kembang yang berlainan diantara organ-organ
h) Perkembangan erat hubungannya dengan maturasi sistem susunan saraf
1.2 Aspek-aspek perkembangan anak
Periode penting dalam perkembangan anak adalah pada saat anak berusia di bawah lima
tahun. Masa tersebut merupakan pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan menentukan
perkembangan anak selanjutnya. Anak yang masuk pada masa ini dunianya akan mulai terbuka.
Anak akan menjadi lebih mandiri dan mulai memusatkan perhatian pada orang dewasa atau anak
lain di keluarganya. Dia akan ingin menyelidiki dan bertanya tentang lingkungan sekitarnya
lebih dalam. Interaksinya dengan keluarga dan lingkungan sekitarnya akan membantu ke arah
pembentukan kepribadian dan cara pikir individu tersebut.
Pada masa ini, perkembangan terjadi sangat cepat dan merupakan landasan bagi
perkembangan berikutnya. Tahun-tahun pertama kehidupan merupakan waktu kritis bagi anak
karena tumbuh kembang fisik, mental, dan psikososial berlangsung sangat cepat sehingga
keberhasilan tahun-tahun pertama akan menentukan hari anak di masa yang akan datang. Jadi,
sangat diperlukan deteksi dini gangguan tumbuh kembang anak agar bisa segera diatasi dan
tumbuh kembang anak bisa seoptimal mungkin.
Terdapat 4 aspek yang dipantau dalam perkembangan anak, yaitu:
a) Motorik kasar
Aspek yang berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh. Gerakan motorik kasar
memerlukan tenaga yang lebih besar karena melibatkanpenggunaan otot-otot besar. Contoh
gerakan motorik kasar adalah duduk, merangkak, bangkit, dan berdiri tanpa dibantu.
Perkembangan motorik kasar pada bayi dimulai dari masa neonatus diawali dengan tanda
gerakan seimbang pada tubuh dan mulai mengangkat kepala. Pada usia 1-4 bulan, anak mulai
dapat mengangkat kepala saat tengkurap, mencoba duduk sebentar tanpa ditopang, duduk
dengan kepala tegak, berguling dari terlentang ke miring, posisi lengan dan tungkai kurang
fleksi dan sudah terdapat usaha untuk merangkak. Anak usia 4-8 bulan sudah meningkatkan
kemampuannya dengan mengangkat kepala ke kanan dan kiri, duduk dengan kepala tegak,
membalikkan badan, berguling dari terlentang ke tengkurap serta duduk dengan bantuan
dalam waktu singkat. Menjelang usia 12 bulan, anak sudah dapat duduk tanpa pegangan,
berdiri dengan pegangan, bangkit lalu berdiri, dan berdiri sendiri. Anak mulai dapat berjalan
pada usia 12 bulan dan dapat berjalan dengan baik pada usia 18 bulan.
Anak mengalami perkembangan signifikan pada usia 1-2 tahun. Pada usia 18 bulan anak
mampu menaiki tangga, berlari kecil, menendang bola, melangkah, berjalan, dan mulai
mencoba melompat. Pada usia 24 bulan, anak dapat berlari dan naik turun tangga dengan
cukup gesit. Keterampilan motorik kasar anak usia 3-5 tahun mulai berkembang pesat. Anak
sudah mampu berlari, melompat, melakukan berbagai macam permainan yang memerlukan
koordinasi banyak otot-otot besar.
b) Motorik halus
Aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak melakukan gerakan yang melibatkan
bagian-bagian tubuh tertentu dan dilakukan oleh otot-otot kecil. Gerakan motorik halus
biasanya tidak begitu memerlukan tenaga, tetapi memerlukan koordinasi yang cermat. Contoh
gerakan motorik halus misalnya menjangkau, mencengkram, memasukkan benda ke dalam
mulut, mengenal benda dengan menggunakan jempol dan satu jari, meronce, memindahkan
benda dari tangan, sampai dengan kemampuan menulis.
Perkembangan motorik halus diawali dengan kemampuan untuk mengikuti garis tengah bila
bayi diberikan respons berupa gerakan jari atau tangan. Pada usia 1-4 bulan, anak dapat
memegang suatu objek, mencoba memegang dan memasukkan benda ke dalam mulut,
mengikuti objek dari sisi ke sisi, memperhatikan tangan dan kaki, memegang benda dengan
kedua tangan, dan menahan benda di tangan walau sebentar. Perkembangan motorik halus
anak usia 4-8 bulan lebih berkembang. Anak mulai mengamati benda, menggunakan ibu jari
dan jari telunjuk untuk memegang, mengeksplorasi benda yang sedang dipegang, menahan
kedua benda dengan kedua tangan, mengambil objek dengan tangan tertangkup, menggunakan
bahu dan tangan sebagai satu kesatuan, serta memindahkan objek dari satu tangan ke tangan
yang lain.
Anak usia 8-12 bulan dapat mencari atau meraih benda kecil, memindahkan, mengambil,
memegang dan membenturkan kubus yang diberikan, serta meletakkan benda atau kubus ke
tempatnya. Perkembangan motorik halus anak usia 1-2 tahun ditunjukkan dengan adanya
kemampuan mencoba menyusun atau membuat menara pada kubus.
Perkembangan motorik halus anak masa prasekolah yaitu anak mulai dapat menggoyangkan
kaki, menggambar dua atau tiga bagian, memilih garis yang lebih panjang, menggambar
orang, menjepit benda, melepas objek dengan garis lurus, melambaikan tangan, bermain
dengan tangan, menempatkan benda ke dalam wadah, makan sendiri, minum dari cangkir
dengan bantuan, menggunakan sendok dengan bantuan, makan dengan jari, serta mencoret-
coret di atas kertas.

c) Bahasa
Aspek yang berhubungan dengan kemampuan untuk memberikan respon terhadap suara,
berbicara, berkomunikasi, mengikuti perintah dll. Bahasa merupakan segala bentuk
komunikasi, baik yang disampaikan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat, gerak tubuh maupun
ekspresi wajah. Perkembangan bahasa meningkat sesuai dengan meningkatnya usia anak.
Perkembangan bahasa berhubungan dengan perkembangan kognitif seorang anak. Anak yang
intelektualnya belum berkembang dan masih sederhana akan memiliki kemampuan bahasa
yang sederhana pula. Bahasa juga merupakan hasil belajar dari lingkungan. Anak belajar
bahasa seperti halnya belajar hal lain, yaitu dengan meniru dan mengulang hasil yang
didapatkannya.
Perkembangan bahasa anak usia 0-28 hari diawali dengan adanya kemampuan bersuara
(menangis) dan bereaksi terhadap suara bel. Pada usia 1-4 bulan, perkembangan bahasa anak
ditandai dengan adanya kemampuan tersenyum dan bersuara, berceloteh, mengucapkan kata
“ooh/ahh”, mengucapkan huruf hidup, tertawa dan berteriak, mengoceh spontan, serta
bereaksi dengan mengoceh. Tahun pertama merupakan periode dimana anak mengucapkan
kata-kata yang belum dapat dimengerti seperti babbling atau cooing. Perkembangan bahasa
anak usia 8-12 bulan yaitu adanya kemampuan mengucapkan kata “papa” dan “mama yang
belum jelas, mengoceh, serta mengucapkan 1-2 kata.
Sementara itu, anak usia 1-2 tahun lebih berkembang ditandai dengan kemampuan anak
menyebutkan sepuluh perbendaharaan kata, meniru, mengenal, dan responsif terhadap orang
lain, mempu menunjukkan dua gambar, mengkombinasikan kata-kata dan mampu
menunjukkan lambaian anggota badan. Anak usia 18 bulan memiliki kosakata 5-20 kata, yang
kebanyakan adalah kata benda. Anak usia 24 bulan memiliki 150-300 kata dan dapat berespon
pada perintah.
Pada masa prasekolah anak mulai dapat menyebutkan hingga empat gambar, menyebutkan
satu hingga dua warna, menyebutkan kegunaan benda, menghitung, mengartikan dua kata,
mengerti empat kata depan, mengerti beberapa kata sifat dan jenis barang lainnya,
mengidentifikasi objek, orang dan aktivitas, menirukan kata, memahami larangan serta
merespons panggilan orang tua dan anggota keluarga dekat.
Anak usia 3 tahun memiliki 900-1000 kata, mengetahui bagian tubuh, dapat menyebutkan
nama, usia serta jenis kelaminnya. Sementara itu, anak usia 4 tahun mengerti tentang nama-
nama binatang, warna, dapat mengulang 4 digit angka, 4 suku kata, dan mengulang frase atau
bunyi. Anak usia 5 tahun bisa menggunakan kata-kata deskriptif, mengerti lawan kata, dapat
berhitung sampai 10, mengerti konsep waktu, dan dapat mengulang sepanjang 9 kata.
d) Personal sosial
Aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri anak, berpisah dengan ibu/pengasuh,
bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Perkembangan sosial merupakan
pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Perkembangan sosial dapat diartikan sebagai
proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral, tradisi, dan
meleburkan diri menjadi satu serta saling menjalin kerja sama dan komunikasi.
Perkembangan personal sosial anak usia 0-28 hari ditunjukkan dengan tanda-tanda tersenyum
dan mulai menatap mata seseorang untuk dikenali. Anak usia 1 bulan akan merespon dengan
senyum, tertawa atau memekik gembira. Ia juga akan bereaksi terhadap berbagai suara dengan
berbagai cara, seperti refleks terkejut, menangis, atau terdiam. Sementara itu, anak usia 1-4
bulan mampu mengamati tangannya, tersenyum spontan, membalas senyuman, mengenali
ibunya dengan penglihatan, penciuman dan kontak mata, waktu tidur dalam sehari lebih
sedikit daripada waktu terjaga, membentuk siklus tidur bangun, menangis apabila ada sesuatu
yang aneh, membedakan wajah-wajah yang dikenal dan tidak dikenal, senang menatap wajah-
wajah yang dikenal, serta terdiam apabila ada orang asing.
Bayi usia 2-3 bulan menyukai kebersamaan. Pada usia ini, bayi akan selalu mengawasi ibunya
atau menangis jika ditinggalkan sendiri terlalu lama. Pada usia 4-8 bulan, anak mulai merasa
takut dan terganggu dengan kedatangan orang yang belum dikenal, mulai bermain dengan
mainan, mudah frustasi, serta memukul-mukul lengan dan kaki jika sedang kesal. Anak usia
4-5 bulan akan menoleh ke suara-suara yang menarik dan minta gendong oleh siapa saja yang
mendekatinya. Anak usia 6-7 bulan akan tersenyum atau bahkan tertawa ketika bermain
dengan orang dewasa yang sudah akrab. Namun, ia akan menjaga jarak, malu, atau ketakutan
pada orang asing yang ditemuinya. Anak usia 8-12 bulan mulai dapat bertepuk tangan,
menyatakan keinginan, sudah mulai minum dengan cangkir, menirukan kegiatan orang,
bermain bola atau permainan lainnya dengan orang lain.
Anak usia 1 tahun dapat melambaikan tangannya dan berkata “da-da” ketika ibunya pergi dan
senang jika menerima ciuman. Anak usia 1-2 tahun menunjukkan adanya kemampuan
membantu kegiatan di rumah, menyuapi boneka, mampu menggosok gigi, dan mencoba
memakai baju sendiri. Sementara, di usia prasekolah anak mampu bermain dengan permainan
sederhana, membuat permintaan sederhanan dengan gaya tubuh, menangis jika dimarahi,
cemas ketika berpisah dan mampu mengenali anggota keluarga.

1.3 Penilaian perkembangan anak


Penilaian perkembangan anak meliputi identifikasi dini masalah-masalah perkembangan
anak dengan skrining dan surveilan ukuran standar dan atau non standar, yang digabungkan
dengan informasi perkembangan sosial, riwayat keluarga, riwayat medik, dan hasil pemeriksaan
medik.
Tujuan penilaian perkembangan tergantung pada umur anak. Pada bayi yang baru lahir,
penilaian ini dapat mendeteksi permasalahan mengenai gangguan saraf, seperti cerebral palsy.
Pada bayi, penilaian perkembangan untuk mengidentifikasi permasalahan sejak dini dengan
harapan permasalahan itu bisa ditangani secepat mungkin. Kemudian pada masa kanak-kanak,
penilaian perkembangan dapat membantu menggambarkan kemampuan akademik dan
permasalahan sosial, dan diharapkan masih bisa diperbaiki.

1.4 Perkembangan pada anak dengan Penyakit Jantung Bawaan4,6,7,11-18


Gangguan sistem saraf pusat, gangguan perkembangan fungsional, dan kognitif telah
banyak dilaporkan pada anak-anak dengan PJB. Masalah dalam pemberian makan menyebabkan
gagal tumbuh, yang umum terjadi pada bayi dan anak-anak muda dengan penyakit jantung
kongenital, dan dapat mengakibatkan gangguan perkembangan dan intelektual.
Keterlambatan perkembangan pada anak dengan penyakit kronis disebabkan multifaktorial.
Beberapa faktor yang penting dalam menjelaskan keterlambatan perkembangan diantaranya:
 Pertama, anak-anak dengan penyakit jantung sering kemampuan fisiknya kurang mampu
untuk berinteraksi dengan lingkungan mereka, sehingga mereka membatasi aktivitasnya.
Gangguan kemampuan fisik juga menghambat perkembangan keterampilan lain, seperti
perilaku eksplorasi

 Kedua, kecemasan dan kekhawatiran pada anak yang sakit sering menyebabkan orang tua
overprotektif. Sejumlah ibu-ibu mengaku menjaga anak-anak mereka jauh dari orang lain
(misalnya, karena takut infeksi), sehingga membatasi interaksi sosial dan membatasi gerakan
anak mereka. Hal ini mempengaruhi perkembangan bicara dan keterampilan sosialisasi
khususnya, konsisten dengan penelitian bahwa anak-anak dengan PJB dilakukan secara
signifikan kurang baik dari rekan-rekan sehat mereka pada skala pribadi / sosial dan
berbicara dan mendengar. Sejumlah penelitian telah menyelidiki toleransi latihan pada anak
dengan berbagai bentuk penyakit jantung bawaan. Tergantung pada keparahan malformasi,
keberhasilan prosedur korektif dan keberadaan gejala-gejala sisa, menyebabkan kinerja fisik
menjadi terbatas. Bahkan anak-anak dengan lesi yang tidak dikoreksi / masih ringan, atau
mereka yang tidak ada gejala sisa setelah operasi sebelumnya, dapat terlihat pengurangan
dalam kinerja fisik mereka. Dampak dari kelainan jantung bawaan pada perkembangan anak,
tergantung pada jenis dan beratnya kelainan serta waktu dan keberhasilan terapi. Untuk
beberapa malformasi yang komplek, solusi yang tersedia hanya paliatif. Lesi seperti
Tetralogy of Fallot, Defek Septum Atria, dan Transposisi Arteri Besar dapat diperbaiki pada
masa bayi dengan waktu jangka panjang. Setelah koreksi berhasil baik pada masa bayi,
kebanyakan anak yang lahir dengan malformasi kongenital sianotik dapat melakukan
kegiatan fisik yang normal. Sementara pembatasan aktivitas fisik dapat direkomendasikan
pada anak dengan temuan klinis yang signifikan pasca-operasi, sementara kelompok anak
tanpa gejala klinik setelah operasi tidak memerlukan pembatasan dan harus melakukan
aktifitas fisik normal.

Hal ini tidak menjelaskan defisit perkembangan motorik yang diamati pada anak-anak
dengan PJB. Orang tua dan pengasuh lainnya memainkan peran penting dalam
perkembangan anak. Status kesehatan anak merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
gaya asuh orang tua. Sikap orang tua secara signifikan dapat mempengaruhi seluruh
perkembangan anak. Orang tua dari anak-anak dengan PJB dapat mengubah dan
membesarkan mereka untuk mengasimilasi kebutuhan anak. Sebuah penelitian baru
mengungkapkan bahwa ibu yang anak-anaknya dengan PJB dilaporkan mempunyai tingkat
kewaspadaan yang tinggi daripada ibu dari anak yang sehat. Bahkan ada penelitian yang
melaporkan peningkatan kadar stress pada orang tua dengan anak yang terkena PJB. Stres
orang tua cenderung lebih tinggi dengan bertambahnya usia anak, hal ini disebabkan dengan
bertambahnya usia membuat orang tua sulit untuk menentukan batas-batas dan menjaga
kontrol terhadap anak mereka.
 Ketiga, efek dari sakit yang berkepanjangan dan rawat inap yang mungkin penting. Beberapa
anak dalam kelompok jantung telah menghabiskan jangka waktu yang lama di rumah sakit,
mengakibatkan inkonsistensi dari lingkungan fisik dan jumlah orang yang terlibat dengan
anak, yang selanjutnya bisa dikompromikan perkembangan mereka .
 Keempat, status gizi anak yang baik diperlukan untuk mempertahankan derajat kebugaran
dan kesehatan, serta membantu pertumbuhan bagi anak. Status gizi merupakan ukuran
keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi, yang dapat diukur dengan mengukur berat badan dan
panjang badan.
 Kelima, hipoksia seluler. Beberapa bukti menunjukkan bahwa konsumsi oksigen PJB
sianotik lebih rendah daripada PJB non sianotik. Hipoksia menyebabkan kegagalan
pertumbuhan diduga karena efek langsung pada pertumbuhan dan multiplikasi sel. Hipoksia
diduga menyebabkan berkurangnya pembelahan sel akibat berkurangnya sintesa protein.
Mekanisme yang menyebabkan berkurangnya sel lemak pada penderita diduga akibat
hipoksia kronis pada saat fase pertumbuhan cepat (awal kehidupan).
Anak-anak dengan PJB juga menunjukkan kekuatan otot berkurang secara signifikan dan
gangguan keseimbangan. Kekuatan otot dan keseimbangan merupakan komponen penting
dari keterampilan motorik yang beberapa tingkat tertentu kekuatan otot dan keseimbangan
diperlukan untuk melakukan tugas-tugas tertentu. Di sisi lain, kemampuan untuk melakukan
tugas motorik beberapa keterampilan digunakan sebagai indikator aspek spesifik kekuatan
dan keseimbangan.
Selain itu, faktor- faktor lain yang mempengaruhi keterlambatan perkembangan anak adalah:
 Pekerjaan orang tua
Pendapatan keluarga yang memadai akan menunjang tumbuh kembang anak, karena orang
tua dapat menyediakan semua kebutuhan anak baik yang primer maupun yang sekunder.
 Pendidikan ibu
Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang penting dalam tumbuh kembang
anak. Karena pendidikan yang baik, maka orang tua dapat menerima segala informasi dari
luar terutama tentang cara pengasuhan anak yang baik, bagaimana menjaga kesehatan
anaknya, pendidikannya, dan sebagainya.

2. Stimulasi Perkembangan 8,19


2.1 Pengertian Stimulasi Perkembangan
Stimulasi perkembangan merupakan kegiatan merangsang kemampuan dasar anak usia 0-
6 tahun agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Anak yang kurang mendapat
stimulasi dapat mengalami penyimpangan tumbuh kembang atau bahkan gangguan secara
menetap. Stimulasi pada anak dapat dilakukan oleh orang tua, pengasuh, keluarga atau orang-
orang yang berada di sekitar anak. Stimulasi yang diberikan dapat berupa verbal, auditori, visual,
taktil, dan lain-lain. Kasih sayang yang diberikan oleh orang tua menjadi hal penting pada awal
tahap perkembangan. Stimulasi yang diberikan akan memberikan dampak optimal apabila
diberikan pada masa peka dan disesuaikan dalam segala aspek tumbuh kembang.
Usia 0-5 tahun merupakan saat yang baik bagi anak untuk menerima stimulasi. Ibu
maupun pengasuh anak perlu melakukan stimulasi untuk kemejuan perkembangan. Hal ini
disebabkan jika tanpa stimulus, penyelesaian tugas perkembangan sulit dicapai.

2.2 Prinsip-prinsip Dasar Stimulasi Perkembangan 20-24


Stimulasi perkembangan yang diberikan kepada anak mencakup empat aspek yaitu
kemampuan motorik kasar, motorik halus, Bahasa dan psikososial. Prinsip-prinsip dasar yang
harus diperhatikan ketika memberikan stimulasi kepada anak adalah sebagai berikut:
a. Lakukan dengan cinta dan kasih sayang
b.Tunjukkan sikap dan perilaku yang baik karena anak cenderung menirukan sikap dan perilaku
orang terdekatnya
Jika orangtua mengembangkan lingkungan yang menarik maka bayi dapat belajar sendiri
lingkungannya. Orangtua adalah guru utama anak dimulai pada masa bayi, terhadap contoh
perilaku orangtua dan keterlibatan dalam bermain adalah penting untuk perkembangan anak.
Lima peran orangtua adalah 5P, penyediaan lingkungan pembelajaran, sikap orangtua dapat
diramalkan (predictability), bermain dengan proses ping-pong, membiarkan dan mendorong
bayi secara persisten untuk tetap tertarik dan didalam aktivitas, jangan menjadi professor
(selalu berbicara, tidak memberi kesempatan pada bayi). Selain itu orangtua harus
merangsang 4 R yaitu responsiveness, reasoning, rasionality dan reading. Sedangkan warm
(kehangatan, mencintai, perduli) sangat diperlukan agar 5 P dan 4 R berfungsi baik.

c. Berikan stimulasi sesuai dengan usia anak


Usia 0 – 3 bulan
Berikan rasa nyaman, aman, tunjukkan perhatian dan kasih sayang dengan cara : memeluk
menggendong, menyelimuti, memberikan ASI, menghibur, membersihkan badan, mengganti
popok basah. Rangsanglah penglihatan, perkembangan sosial dan kognitif bayi dengan cara:
menatap mata bayi dari jarak sekitar 30 cm, mengajak tersenyum, membalas senyuman,
menggantung mainan yang bisa bergerak, menggerakkan mainan berwarna-warni ke kanan-
kiri, ke depan-belakang. Rangsanglah pendengaran, perkembangan berbahasa, sosial dan
kognitif bayi dengan: mengajak berbicara, menirukan ocehan bayi, menggerakan mainan yang
berbunyi, memperdengarkan musik dll. Rangsanglah perkembangan gerak kasar dan
keseimbangan dengan melatih bayi mengangkat kepala, dada, miring, tengkurap. Rangsanglah
perkembangan gerak halus, perabaan dan perkembangan kognitif dengan memberikan mainan
yang dapat diraih, diraba, dipegang, digenggam, diremas.
Usia 3 – 6 bulan
Lanjutkan perangsangan dengan yang lebih kompleks, seperti: bermain cilukba, bayi melihat
bayangan dirinya di cermin, meraih mainan. Rangsanglah pendengaran, perkembangan
berbahasa dan kognitif dengan mencari sumber suara, mengulang –ulang beberapa kata.
Rangsanglah gerak kasar dan keseimbangan dengan melatih tengkurap, berguling, telentang,
posisi duduk. Rangsanglah gerak halus dan koordinasi dengan memegang menggunakan 2
tangan, meraup benda kecil, meraih benda-benda yang agak jauh, memasukan biskuit ke
mulut dll.
Usia 6 – 9 bulan
Rangsanglah pendengaran, perkembangan berbahasa, emosi dan kognitif dengan memanggil
namanya, memanggil mama-papa, mengulang-ulang beberapa kata. Rangsanglah gerak kasar,
keseimbangan dan kemandirian dengan latihan duduk, merangkak, berdiri, melangkah
berpegangan. Rangsanglah gerak halus, koordinasi visual, kognitif dan kemandirian dengan
bersalaman, bertepuk tangan, melambaikan tangan, menunjuk ke benda-benda yang agak jauh.
Usia 9 – 12 bulan
Rangsanglah penglihatan, pendengaran, perkembangan berbahasa, kognitif dan komunikasi
dengan menyebutkan nama-nama orang di dalam keluarga, mengulang kata-kata yang sering
digunakan pada bayi. Rangsanglah perkembangan gerak halus, koordinasi, kognitif dan
kemandirian dan sosial dengan memasukkan benda kedalam tempat dan mengeluarkannya
lagi, minum dari gelas, menggelindingkan bola ke orang lain. Rangsanglah gerak kasar
dengan berdiri, berjalan berpegangan.

Usia 12 bulan – 18 bulan


Rangsanglah gerak halus, koordinasi visual dan kognitif dengan: mencoret-coret, menyusun
kubus, balok, memasukkan dan mengeluarkan benda-benda kecil dari wadahnya. Rangsanglah
gerak halus, kemandirian dan kognitif dengan bermain menggunakan boneka, alat-alat rumah
tangga, sendok garpu, belajar melepas celana dan baju. Rangsanglah gerak kasar,
keseimbangan dan kognitif dengan berjalan tanpa berpegangan, agak cepat, berjalan mundur,
memanjat kursi, tangga, menendang bola. Rangsanglah perkembangan berbahasa dan kognitif
dengan nama-nama benda, perintah sederhana.
Usia 18 bulan – 24 bulan
Rangsanglah perkembangan berbahasa, penglihatan, kognitif dan sosial dengan bertanya,
menyebutkan nama gambar, bagian-bagian tubuh anak, binatang, benda-benda di sekitar
rumah, kegiatan sehari-hari. Rangsanglah kemampuan gerak halus, kemandirian, dan kognitif
dengan berlatih mencuci tangan, menyikat gigi, memakai celana, baju, menggambar garis.
Rangsanglah gerak kasar, koordinasi, sosial dan kognitif dengan bermain melempar bola,
melompat.
Usia 2 – 3 tahun
Rangsanglah perkembangan berbahasa dan kognitif dengan menyebutkan warna, kata sifat
yang sering digunakan (besar-kecil, panas-dingin, banyak-sedikit, tinggi-rendah, enak-tidak
enak), kegunaan benda sehari-hari, menghitung benda-benda. Rangsanglah perkembangan
gerak halus, kemandirian dan sosial dengan memakai baju sendiri, menyikat gigi, bermain
kartu, menyebutkan nama teman, menggambar garis dan lingkaran, menggambar manusia.
Rangsanglah gerak kasar dan keseimbangan dengan berdiri satu kaki.
Bilamana terjadi keterlambatan perkembangan, maka dilakukan intervensi yang spesifik
sesuai dengan jenis keterlambatannya. Setelah umur 3 tahun umumnya intervensi diarahkan
untuk perkembangan kesiapan sekolah, antara lain kesiapan untuk menulis, mengenal bentuk
huruf dan angka, berhitung sederhana, mengerti perintah-perintah sederhana, kemandirian dan
sosial.

d. Lakukan stimulasi dengan cara bermain, bernyanyi, dan melakukan hal menyenangkan lainnya
dengan tanpa paksaan dan hukuman
Orangtua menyediakan stimulasi melalui 2 cara yaitu melalui pengaturan lingkungan yang
merangsang kegiatan sensorimotor, atau dengan langsung berinteraksi dengan bayinya.

Stimulasi penglihatan
Rangsang visual sebaiknya terdiri dari warna yang mencolok, kontras gelap dan terang (garis-
garis, lingkaran-lingkaran sepusat, bentuk geometrik), obyek yang bergerak dan permukaan di
sekitarnya. Wajah manusia adalah obyek yang paling disukai untuk menarik perhatian,
bentuknya, gerakannya dan suaranya. Tatapan wajah yang sangat dekat dan bersuara
memungkinkan stimulasi visual, auditori dan taktil secara bermakna. Perubahan posisi yang
sering (dari telentang ke tengkurap, dari tempat tidur ke gendongan, dari kursi ke ayunan)
memungkinkan bayi mendapatkan berbagai stimulasi penglihatan dan pemandangan yang
berbeda.
Stimulasi pendengaran
Untuk merangsang pendengaran: bersuara (menirukan suara bayi, berbicara, bernyanyi)
adalah sangat penting. Banyaknya dan tipe bahasa yang digunakan di rumah selama periode
bayi merupakan faktor penting dalam perkembangan kecerdasan anak. Pemaparan terhadap
berbagai musik, membacakan dongeng untuk bayi akan membantu rangsang pendengaran,
tetapi jangan terlalu ramai dan mengganggu. Bayi yang dihujani dengan berbagai suara (suara
TV, radio, teriakan, kegaduhan yang konstan) kelak sulit untuk membedakan dengan
menggunakan pendengaran dan perhatian.
Stimulasi taktil (perabaan, sentuhan)
Rangsang raba (taktil) adalah rangsang sensori yang paling penting untuk perkembangan yang
sehat. Sensasi sentuhan adalah yang paling berkembang pada saat lahir, dan telah berfungsi
sejak sebelum lahir, jauh sebelum fungsi sensasi lainnya berkembang. Memegang, menimang,
mengurut, menepuk, menggoncang dan gerakan adalah sangat penting, termasuk memijat dan
memandikan. Mainan yang mempunyai permukaan yang bervariasi (lembut, licin, fleksibel
dan kaku) juga memungkinkan pengalaman perabaan yang beragam.
Stimulasi pengecapan dan pembauan
Variasi rasa dan tekstur makanan memungkinkan rangsang pengecapan dan pembauan.
Koordinasi visual dan gerak
Koordinasi mata dan tangan dapat diperkuat dengan mainan, penempatan mainan di luar
jangkauan anak yang masih memungkinkan bayi menggeser tubuhnya untuk meraihnya,
menyediakan obyek yang dapat dipukulkan, ditumpahkan dan dimasukkan kembali (dumped
and filled).
e. Lakukan stimulasi secara bertahap dan berkelanjutan sesuai dengan usia anak
f. Gunakan alat bantu atau permainan yang aman dan sederhana yang ada di sekitar anak
g. Berikan kesempatan yang sama pada anak laki-laki dan perempuan
h. Berikan selalu anak pujian atas keberhasilan anak
BAB III
KESIMPULAN

Pertumbuhan dan perkembangan pada anak merupakan suatu proses yang kontinu dan
berkelanjutan. Perkembangan anak sangat penting karena akan mempengaruhi kehidupan anak di
masa mendatang. Anak dengan PJB berpotensi untuk mengalami keterlambatan perkembangan
motorik, komunikasi, kognitif, emosi-sosial dan perilaku.
Anak-anak dengan penyakit jantung sering kemampuan fisiknya kurang mampu untuk
berinteraksi dengan lingkungan mereka, sehingga mereka membatasi aktivitasnya. Kecemasan
dan kekhawatiran pada anak yang sakit sering menyebabkan orang tua overprotektif dan efek
dari sakit yang berkepanjangan dan rawat inap yang mungkin penting. Status gizi anak yang baik
diperlukan untuk mempertahankan derajat kebugaran dan kesehatan serta membantu
pertumbuhan bagi anak. Keadaan hipoksia dan kesulitan bernapas yang menyebabkan persoalan
makan pada anak. Pendapatan keluarga yang memadai dan pendidikan orang tua terutama
tentang cara pengasuhan anak yang baik merupakan salah satu faktor yang penting dalam
menunjang tumbuh kembang anak.
Pada bayi, penilaian perkembangan untuk mengidentifikasi permasalahan sejak dini
dengan harapan permasalahan itu bisa ditangani secepat mungkin. Kemudian pada masa kanak-
kanak, penilaian perkembangan dapat membantu menggambarkan kemampuan akademik dan
permasalahan sosial, dan diharapkan masih bisa diperbaiki. Stimulasi pada anak dapat dilakukan
oleh orang tua, pengasuh, keluarga atau orang-orang yang berada di sekitar anak. Stimulasi yang
diberikan dapat berupa verbal, auditori, visual, taktil, dan lain-lain. Kasih sayang yang diberikan
oleh orang tua menjadi hal penting pada awal tahap perkembangan. Stimulasi yang diberikan
akan memberikan dampak optimal apabila diberikan pada masa peka dan disesuaikan dalam
segala aspek tumbuh kembang.
DAFTAR PUSTAKA

1. Mari MA, Cascudo MM, Alchieri JC. Congenital Heart Disease and Impacts on Child
Development. Braz J Cardiovasc Surg 2016; 31(1): 31-37.
2. Hoffman IJ, Kaplan S. The Incidence of Congenital Heart Disease. American Collage of
Cardiology 2002:39(12):1890-900.
3. Van der Linde D, Konings EEM, Slager MA et al. Birth Prevalence of Congenital Heart
Disease Worldwide. Journal of the American College of Cardiology 2011; 58(21): 2241–
2247.
4. Marino BS, Lipkin PH, Newburger JW et al. Neurodevelopmental Outcomes in Children
With Congenital Heart Disease: Evaluation and Management A Scientific Statement From
the American Heart Association. Circulation 2012;126:1143-1172.
5. Rollins CK, Newburger JW. Neurodevelopemental Outcomes in Congenital Heart Disease.
Circulation 2014; 130: 124-126.
6. Park, Myung K. Pediatric Cardiology for Practitioner. 5th edition. 2008. Elsevier Mosby’s.
Page 206-211.
7. Djer MM, Madiyono B. Tatalaksana Penyakit Jantung Bawaan. Sari Pediatri. 2000; 2(3):
155-162.
8. Soedjatmiko. Pentingnya Stimulasi Dini untuk Merangsang Perkembangan Bayi dan Balita
Terutama pada Bayi Risiko Tinggi. Sari Pediatri 2006; 8(3) : 164-173
9. Donofrio MT, Massaro AM. Impact of Congenital Heart Disease on Brain Development
and Neurodevelopemental Outcome. International Journal of Pediatrics 2010; 1-13
10. Weinberg S, Kern J, Weiss K, Ross G. Developemental Screening of Children Diagnosed
with Congenital Heart Defect. Clinical Pediatric 2001; 40: 497-501
11. Matos SM., Sarmento S., Moreira, S., Pereira MM., Quintas J., Peixoto B., Areias, MEG.
Impact of Fetal Development on Neurocognitive Performance of Adolescents with Cyanotic
and Acyanotic Congenital Heart Disease. Congenital Heart Disease 2014; 9(5): 373–381
12. Holm I, Frederiksen PM, fosdahl MA. Impaired Motor Competence in School-aged
Children With Complex Congenital Heart Disease. Arch Pediatr Adolesc Med 2007; 161
(10); 945-950
13. Kourkoutas E, Georgiadi M, Plexousakis S. Quality of Life of Children with Chronic
Illnesses : A Review of the Literature. Procedia Social and Behavioral Sciences 2010; 2:
4763-4767
14. Utens EM, Verhults FC, Duivenvoorden HJ. Prediction of Behavioural and Emotional
Problems in Children and Adolescent with Operated Congenital Heart Disease. European
Heart Journal 1998; 19: 801-807
15. Cohen M, Mansoor D, Langut H, Lorber A. Quality of Life, Depressed Mood, and Self
Esteem in Adolescent with Heart Disease. Psychosomatic Medicine 2007; 69: 313-318
16. McMurray R, Kendall L, Parsons M, Quirk J. A Life Less Ordinary : Growing Up and
Coping with Congenital Heart Disease. Coronary Health Care 2001; 5(1): 51-57
17. Laane KM, Meberg A, Otterstad JE, Froland G. Quality of Life in Children with Congenital
Heart Defects. Acta Paediatr 1997; 86: 975-980
18. Uzark K, Jones K, Slusher J, Limbers CA. Quality of Life in Children with Heart Disease as
Perceived by Children and Parents. Pediatrics 2008; 121(5): 1060-1066
19. Lantin-Hermoso MR, Berger S, Bhatt AB, Richerson JE. The Care of Children With
Congenital Heart Disease in Their Primary Medical Home. Pediatrics Oct 2017;140(5):
2607-2677
20. Mheen MV, Beynum IM, Dulfer K, Ende J. The CHIP-Family Study to Improve the
Psychosocial Wellbeing of Young Children with Congenital Heart Disease and Their
Families: Design of A Randomized Controlled Trial. BMC Pediatrics 2018; 18: 230-239
21. Longmuir PE, Brothers JA, Ferranti SD, Hayman LL. Promotion of Physical Activity for
Children and Adults with Congenital Heart Disease. Circulation 2013; 127: 2147-2159
22. Dulfer K, Helbing WA, Utens EMWJ. The Influence of Exercise Training on Quality of Life
and Psychosocial Functioning in Children with Congenital Heart Disease : A Review of
Intervention Studies.Sports 2017; 5: 13
23. Dulfer K, Helbing WA, Duppen N. Associations between Exercise Capacity, Physical
Activity, and Psychosocial Functioning in Children with Congenital Heart Disease : A
Systemic Review. European Journal of Preventive Cardiology 2013; 21(10): 1200-1215
24. Carey, L. K., Nicholson, B. C., & Fox, R. A. Maternal Factors Related to Parenting Young
Children with Congenital Heart Disease. Journal of Pediatric Nursing 2002; 17(3): 174–183

Anda mungkin juga menyukai