Anda di halaman 1dari 18

PRESENTASI KASUS

FRAKTUR TIBIA FIBULA 1/3 DISTAL SINISTRA

Disusun Oleh:
Nadia Salsabila
NIM. 20130310038
NIPP. 20174011035

Pembimbing:
dr. Wahyu Purnomo, Sp. OT

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
RSUD KOTA SALATIGA
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Telah disetujui dan disahkan presentasi kasus dengan judul

FRAKTUR TIBIA FIBULA 1/3 DISTAL SINISTRA

Disusun oleh:
Nama: Nadia Salsabila
No. Mahasiswa: 20130310038

Telah dipresentasikan
Hari/Tanggal:

Disahkan oleh:
Dosen Pembimbing,

dr. Wahyu Purnomo, Sp. OT

i
BAB I
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. T.
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia/Alamat : 65 tahun/Getasan
Status nikah : Menikah
Status Asuransi : BPJS
Masuk RS : 10 Februari 2018
No. CM : 18-19-385464

II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Kaki kiri tidak kuat untuk berjalan.

B. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien mengeluh kaki kiri tidak kuat untuk berjalan sejak tanggal 10 Februari 2018.
Sebelumnya pasien mengalami kecelakaan dimana pasien terserempet oleh motor di
badan sisi kiri pada 10 Februari 2018 pukul 09.00. Menurut penuturan pasien,
seketika ia jatuh ke sisi kiri. Setelah jatuh pasien mengaku masih mampu berdiri
namun terhuyung jatuh kembali karena merasa kaki kirinya tidak kuat untuk berdiri.
Pasien sempat berobat ke Sangkal Putung namun keluhan tidak membaik. Pasien juga
merasa kaki kirinya semakin bengkak. Riwayat darah tinggi, kencing manis, penyakit
jantung, stroke, disangkal oleh pasien.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien belum pernah mengeluhkan keluhan serupa sebelumnya.

D. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat darah tinggi, kencing manis, penyakit jantung, dan stroke disangkal.

E. Riwayat Personal Sosial


Pasien tinggal di rumah dengan istri.

2
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Survei Primer
Airway: Clear
Breathing: RR: 20 kali/menit
Circulation: TD: 151/92 mmHg
Nadi: 87 kali/menit
Disability: GCS: E4V5M6 = 15, pupil isokor, refleks cahaya +/+

B. Status Internus

Keadaan umum Lemah


Kesadaran Compos mentis (E4V5M6)
Tekanan darah = 151/92 mmHg
Nadi = 92 kali/menit, reguler, isi dan tekanan cukup
Respirasi = 18 kali/menit, tipe eupnea
Vital sign
Suhu = 36.50C
SpO2 = 99%
VAS = 8
Kepala dan Leher
Bentuk kepala Normocephali
Wajah Simetris, deformitas (-)
Edema palpebra (-/-)
Mata Conjungtiva anemis (-/-)
Sklera ikterik (-/-)
Inspeksi: bentuk tidak nampak kelainan, deviasi trakea (-)
Leher Palpasi: trakea teraba di garis tengah, pembesaran limfonodi (-)

Thorax
Inspeksi: bentuk thorax simetris pada saat statis dan dinamis,
ketertinggalan gerak (-), pernapasan torakoabdominal, retraksi (-)
Palpasi: pengembangan dada simetris, vocal fremitus simetris
Pulmo
Perkusi: pekak di hemithorax dextra bagian atas, sonor (+/+), batas
paru-hepar dalam batas normal
Auskultasi: suara nafas vesikuler +/+, reguler,
Cor Inspeksi: tidak nampak pulsasi di ictus cordis
Palpasi: teraba ictus cordis di sic V linea midclavicularis kiri, diameter

3
2 cm, kuat denyut, thrill (-)
Perkusi: batas kanan bawah paru-jantung pada sic V line sternalis
kanan, batas kanan atas paru-jantung pada sic III line sternalis kanan.
Batas kiri paru-jantung pada sic V linea midclavicularis kiri, batas atas
kiri paru-jantung pada sic III linea parasternalis kiri.
Auskultasi: BJ 1 dan BJ 2 reguler, punctum maximum pada sic V linea
midclavicularis kiri, murmur (-), gallop (-), splitting (-)
Abdomen
Inspeksi Simetris, caput medusa (-), tidak nampak distensi
Auskultasi Bising usus (+)
Palpasi Distensi (-), defans muskular (-)
Timpani pada semua lapang perut, shfting dullness (-), liver span lobus
Perkusi dexter 10 cm, lobus sinister 6 cm.
Area traube timpani.
Extremitas Lihat status lokalis

C. Status Lokalis
Look: edema (+), deformitas (-)
Feel: kalor (+), krepitasi (+), CRT masing-masing jari <2 detik, SpO2 97%
Move: ROM aktif pasif terbatas karena nyeri

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


 Pemeriksaan Radiologis

4
Foto Rontgen Cruris Sinistra AP/Lateral
Kesan:
Fraktur tibia fibula 1/3 Distal Sinistra spiral komplit.
 Pemeriksaan Laboratorium
PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN SATUAN
HEMATOLOGI
Leukosit 9.82 4.5 – 11 103/uL
Eritrosit 4.49 4–5 106/uL
Hemoglobin 14.2 14 – 18 g/dL
Hematokrit 41.7 38.00 – 47.00 %
MCV 92.8 86 – 108 fL
MCH 31.6 28 – 31 pg
MCHC 34.1 30 – 35 g/dL
Trombosit 282 150 – 450 103/uL
Golongan Darah ABO B
PPT 13.5 11-18 Detik
APTT 30.0 27-42 Detik
HITUNG JENIS
Eosinofil% 1.8 1-6
Basofil% 0.5 0.0-1.0
Limfosit% 19.0 20-45
Monosit% 6.2 2-8
Neutrofil% 72.5 40-75
KIMIA
Glukosa Darah Sewaktu 111 <140 mg/dL
Ureum 34 10-50 mg/dL
Creatinin 1.2 1.0-1.3 U/L
SGOT 22 <31 U/L
SGPT 13 <32 U/L

V. DIAGNOSA
Fraktur Tertutup Tibia Fibula 1/3 Distal Sinistra

VI. PENATALAKSANAN
 Konservatif
Pasang spalk
Inf. Ringer laktat 20 tetes/menit
Inj Ceftriaxone 2x1gr
Inj Ranitidin 2x50 mg
Inj ketorolac 3x30 mg
 Operatif
Open Reduction and Internal Fixation os Tibia Sinistra

5
VII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Ad bonam
Quo ad fungsional : Ad bonam

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi dan Penyebab Fraktur


Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, tulang rawan epifisis dan atau
tulang rawan sendi. Fraktur dapat terjadi akibat peristiwa trauma tunggal, tekanan yang
berulang-ulang, atau kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologik). Sebagian besar
fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan, yang dapat berupa
pemukulan, penghancuran, penekukan, pemuntiran, atau penarikan.
Fraktur dapat disebabkan trauma langsung atau tidak langsung. Trauma langsung
berarti benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur di tempat itu. Trauma tidak langsung
bila titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan. Tekanan yang berulang-ulang
dapat menyebabkan keretakan pada tulang. Keadaan ini paling sering ditemui pada tibia,
fibula, atau metatarsal. Fraktur dapat pula terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu
lemah (misalnya oleh tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh (misalnya pada penyakit
paget).

2. Anatomi Regio Cruris


Fraktur cruris merupakan akibat terbanyak dari kecelakaan lalu lintas. Hal ini
diakibatkan susunan anatomi cruris dimana permukaan medial tibia hanya ditutupi jaringan
subkutan, sehingga menyebabkan mudahnya terjadi fraktur cruris terbuka yang
menimbulkan masalah dalam pengobatan.
Tulang tibia merupakan tulang besar dan utama pada tungkai bawah. Tulang ini
mempunyai kondilus besar tempat berartikulasi. Pada sisi depan tulang hanya terbungkus
kulit dan periosteum yang sangat nyeri jika terbentur. Pada pangkal proksimal berartikulasi
dengan tulang femur pada sendi lutut. Bagian distal berbentuk agak pipih untuk berartikulasi
dengan tulang tarsal. Pada tepi luar terdapat perlekatan dengan tulang fibula. Pada ujung
medial terdapat maleolus medialis. Tulang fibula merupakan tulang panjang dan kecil
dengan kepala tumpul tulang fibula tidak berartikulasi dengan tulang femur ( tidak ikut sendi
lutut ) pada ujung distalnya terdapat maleolus lateralis.
Tulang tibia bersama-sama dengan otot-otot yang ada di sekitarnya berfungsi
menyangga seluruh tubuh dari paha ke atas, mengatur pergerakan untuk menjaga
keseimbangan tubuh pada saat berdiri. Disamping itu tulang tibia juga merupakan tempat

7
deposit mineral (kalsium, fosfor dan hematopoisis). Fungsi tulang adalah sebagai berikut,
yaitu :
1) Menahan jaringan tubuh dan memberi bentuk kepada kerangka tubuh
2) Melindungi organ-organ tubuh ( contoh, tengkorak melindungi otak)
3) Untuk pergerakan (otot melekat kepada tulang untuk berkontraksi dan bergerak.
4) Gudang untuk menyimpan mineral ( contoh, kalsium)
5) Hematopoeisis (tempat pembuatan sel darah merah dalam sumsum tulang)

Gambar 2. Anatomi Osseus Regio Cruris


Vaskularisasi regio cruris oleh a. Tibialis anterior dan posterior cabang dari arteri
besar poplitea. Vena saphena magna dan sapena parva serta vena poplitea dengan cabang-
cabangnya. Persarafan di regio cruris oleh n.tibialis anterior dan n. peroneus menginervasi
otot ekstensor dan abductor serta n. tibialis posterior n.poplitea menginervasi fleksor dan otot
tricep surae. Adapun struktur otot di regio cruris dibagi menjadi tiga kelompok besar yakni:
Anterior: berfungsi sebagai ekstensor kaki dan jari serta supinator kaki. Diantaranya adalah
musculus tibialis anterior, musculus extensor hallucis longus, dan musculus extensor
digitorum longus. Otot-otot anterior cruris ini diinervasi oleh nervus peroneus profundus.
Lateral: berfungsi sebagai tambahan fleksor dan pronator kaki. Terdapat musculus peroneus
longus dan peroneus brevis yang diinervasi oleh nervus peroneus superfisialis.
Posterior: berfungsi sebagai otot fleksor kaki dan jari-jari kaki. Terdapat dua kelompok otot
yakni superfisial yang terdiri atas musculus triceps surae dan musculus plantaris. Kelompok

8
lainnya adalah profunda yang terdiri atas musculus popliteus, musculus tibialis posterior,
musculus flexor digitorum longus, dan musculus hallucis longus.

3. Klasifikasi Fraktur
 Komplit - tidak komplit
o Fraktur komplit : garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui
kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.
o Fraktur tidak komplit : garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang
seperti:
 Hairline fracture (patah retak rambut).
 Buckle fracture atau torus fracture (terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa dibawahnya).
 Greenstick fracture (mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya
yang terjadi pada tulang panjang anak).
 Bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma
o garis patah melintang
o garis patah oblique
o garis patah spiral
o fraktur kompresi
o fraktur avulsi
 Jumlah garis patah
o fraktur kominutif : garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan
o fraktur segmental : garis patah lebih dari satu tetapi tidak berhubungan. Bila dua
garis patah disebut pula fraktur bifokal.
o fraktur multipel : garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang yang berlainan
tempatnya.
 Bergeser – tidak bergeser (displaced-undisplaced)
o Fraktur undisplaced (tidak bergeser): garis patah komplit tetapi kedua fragmen
tidak bergeser. Periosteumnya masih utuh.
o Fraktur displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen-fragmen fraktur yang
disebut dislokasi fragmen.
 dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu
dan overlapping)

9
 dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut)
 dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauhi).
 Terbuka - tertutup
o Fraktur tertutup : bila tidak ada luka yang menghubungkan fraktur dengan udara
luar atau permukaan kulit.
o Fraktur terbuka : bila terdapat luka yang menghubungkan tulang yang fraktur
dengan udara luar atau permukaan kulit.
Fraktur terbuka dibagi menjadi 3 derajat yang ditentukan oleh berat ringannya
luka dan berat ringannya patah tulang.
Derajat Keterangan
Grade I : luka biasanya kecil, luka tusuk yang bersih
pada tempat tulang menonjol keluar. Terdapat
sedikit kerusakan pada jaringan lunak, tanpa
penghancuran dan fraktur tidak kominutif.
Grade II : luka > 1 cm, tetapi tidak ada penutup kulit.
Tidak banyak terdapat kerusakan jaringan lunak,
dan tidak lebih dari kehancuran atau kominusi
fraktur tingkat sedang.
Grade III : terdapat kerusakan yang luas pada kulit,
jaringan lunak dan struktur neurovaskuler,
disertai banyak kontaminasi luka.
III A : tulang yang mengalami fraktur mungkin dapat
ditutupi secara memadai oleh jaringan lunak.
III B : terdapat pelepasan periosteum dan fraktur
kominutif yang berat.
III C : terdapat cedera arteri yang perlu diperbaiki,
tidak peduli berapa banyak kerusakan jaringan
lunak yang lain.

4. Diagnosis
Menegakkan diagnosis fraktur dapat secara klinis meliputi anamnesis lengkap dan
melakukan pemeriksaan fisik yang baik, namun sangat penting untuk dikonfirmasikan
dengan melakukan pemeriksaan penunjang berupa foto rontgen untuk membantu
mengarahkan dan menilai secara objektif keadaan yang sebenarnya.
a. Anamnesa : ada trauma

10
Bila tidak ada riwayat trauma berarti fraktur patologis. Trauma harus diperinci
jenisnya, besar-ringannya trauma, arah trauma dan posisi penderita atau ekstremitas
yang bersangkutan (mekanisme trauma).
Dari anamnesa saja dapat diduga :
- Kemungkinan politrauma.
- Kemungkinan fraktur multipel.
-Kemungkinan fraktur-fraktur tertentu, misalnya : fraktur colles, fraktur
supracondylair humerus, fraktur collum femur.
- Pada anamnesa ada nyeri tetapi tidak jelas pada fraktur inkomplit
- Ada gangguan fungsi, misalnya : fraktur femur, penderita tidak dapat berjalan.
Kadang-kadang fungsi masih dapat bertahan pada fraktur inkomplit dan fraktur
impacted ( impaksi tulang kortikal ke dalam tulang spongiosa).
b. Pemeriksaan umum
Dicari kemungkinan kompikasi umum, misalnya : shock pada fraktur multipel,
fraktur pelvis atau fraktur terbuka, tanda-tanda sepsis pada fraktur terbuka terinfeksi.
c. Pemeriksaan status lokalis
Tanda-tanda fraktur yang klasik adalah untuk tulang panjang. Fraktur tulang-tulang
kecil misalnya: naviculare manus, fraktur avulsi, fraktur intraartikuler, fraktur epifisis.
Fraktur tulang-tulang yang dalam misalnya odontoid-cervical, cervical, dan
acetabulum mempunyai tanda-tanda tersendiri.
d. Pemeriksaan Radiologis
Dilakukan foto rontgen sinar X minimal harus 2 proyeksi yaitu AP dan lateral.
Pemeriksaan radiologis pada fraktur femur selain proyeksi AP dan lateral, proyeksi
panggul dan lutut ipsilateral, termasuk AP pelvis juga harus didapatkan. Fraktur
intertrochanter dan femoral neck ipsilateral telah dilaporkan pada 10% pasien dengan
fraktur femur. Untuk fraktur-fraktur dengan tanda-tanda klasik, diagnosis dapat dibuat
secara klinis sedangkan pemeriksaan radiologis tetap diperlukan untuk melengkapi
deskripsi fraktur dan dasar untuk tindakan selanjutnya. Untuk fraktur-fraktur yang
tidak memberikan tanda-tanda klasik memang diagnosanya harus dibantu
pemeriksaan radiologis baik rontgen biasa ataupun pemeriksaan canggih seperti
MRI, contohnya untuk fraktur tulang belakang dengan komplikasi neurologis.

5. Fraktur Tibia Fibula

11
Fraktur tiba dan fibula yang sering disebut fraktur cruris merupakan fraktur yang
sering terjadi dibandingnkan fraktur tulang panjang lainnya. Periosteum yang melapisi tibia
agak tipis terutama daerah depan hanya dilapisi kulit. Sehingga tulang ini mudah patah dan
biasanya fragmen frakturnya bergeser. Karena berada langsung di bawah kulit sering
diemukan juga frektur terbuka.
Jika fraktur terjadi pada cruris yang perlu diperhatikan adalah reposisi tibia. Angulasi
dan rotasi yang paling ringan sekalipun dapat mudah terlihat dan dikoreksi. Fraktur tibia
tertutup dengan garis transversal atau oblique yang stabil cukup diimobilisasi dengan gips
dari jari kaki sampai puncak paha dengan posisi lutut faal yaitu fleksi ringan untuk
mengatasi daerah fragmen. Penyembuhan patah tulang diafisis biasanya memerlukan waktu
3-4 bulan.
Fraktur cruris yang garis patahan obliq dan membentuk spiral merupakan fraktur yang
tidak stabil karena cendereng bengkok dan memendek seseudah dilakukan reposisi tertutup,
sehingga sebaiknya dtangani dengan ORIF atau OREF. Fraktur dengan dislokasi fragmen
dan tidak stabil membutuhkan traksi kalkaneus kontinue. Setelah terbentuk kalus fibrosis,
dipasang gips sepanjang tungkai dari jari kaki hingga paha.

6. Penatalaksanaan
Ada 2 terapi, pilihan berdasarkan banyak faktor seperti bentuk fraktur, usia penderita,
level aktivitas, dan pilihan dokter sendiri.
a. Terapi pada fraktur tertutup
Pilihannya adalah terapi konservatif atau operatif .
1) Terapi konservatif
 Proteksi saja
Untuk penanganan fraktur dengan dislokasi fragüen yang minimal atau
dengan dislokasi yang tidak akan menyebabkan cacat di kemudian hari.
 Immobilisasi saja tanpa reposisi.
Misalnya pemasangan gips pada fraktur inkomplit dan fraktur dengan
kedudukan yang baik.
 Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips.
Ini dilakukan pada fraktur dengan dislokasi fragmen yang berarti. Fragüen
distal dikembalikan ke kedudukan semula terhadap fragüen proksimal dan
dipertahankan dalam kedudukan yang stabil dalam gips.
 Traksi

12
Ini dilakukan pada fraktur yang akan terdislokasi kembali di dalam gips. Cara
ini dilakukan pada fraktur dengan otot yang kuat. Traksi dapat untuk reposisi
secara perlahan dan fiksasi hingga sembuh atau dipasang gips setelah tidak
sakit lagi. Pada anak-anak dipakai traksi kulit (traksi Hamilton Russel/traksi
Bryant). Traksi kulit terbatas untuk 4 minggu dan beban < 5 kg, untuk
anakanak waktu dan beban tersebut mencukupi untuk dipakai sebagai traksi
definitif, bilamana tidak maka diteruskan dengan immobilisasi gips. Untuk
orang dewasa traksi definitif harus traksi skeletal berupa balanced traction.
2) Terapi operatif
a. Terapi operatif dengan reposisi secara tertutup dengan bimbingan radiologis.
 Reposisi tertutup – fiksasi externa
Setelah reposisi berdasarkan control radiologis intraoperatif maka
dipasang fiksasi externa. Untuk fiksasi fragmen patahan tulang, digunakan
pin baja yang ditusukkan pada fragmen tulang, kemudian pin baja tadi
disatukan secara kokoh dengan batangan logam di luar kulit.
 Reposisi tertutup dengan control radiologis diikuti fiksasi interna.
Fragmen direposisi secara non operatif dengan meja traksi. Setelah
tereposisi dilakukan pemasangan pen secara operatif.
b. Terapi operatif dengan membuka frakturnya
 Reposisi terbuka dan fikasasi interna /ORIF (Open Reduction and Internal
Fixation)
 Fiksasi interna yang dipakai bisa berupa pen di dalam sumsum tulang
panjang, bisa juga berupa plat dengan skrup di permukaan tulang.
Keuntungan ORIF adalah bisa dicapai reposisi sempurna dan bila
dipasang fiksasi interna yang kokoh, sesudah operasi tidak perlu lagi
dipasang gips dan segera bisa dilakukan immobilisasi. Kerugiannya
adalah reposisi secara operatif ini mengundang resiko infeksi tulang.
Indikasi ORIF:
a) fraktur yang tidak bisa sembuh atau bahaya avasculair necrosis tinggi.
b) Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup
c) Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan.
d) Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik
dengan operasi, misalnya fraktur femur.
 Excisional arthroplasty

13
Membuang fragmen yang patah yang membentuk sendi.
 Excisi fragmen dan pemasangan endoprosthesis dilakukan pada fraktur
kolum femur.
c. Terapi pada fraktur terbuka
Fraktur terbuka adalah suatu keadaan darurat yang memerlukan penanganan
segera. Tindakan harus sudah dimulai dari fase pra rumah sakit: - pembidaian -
menghentikan perdarahan dengan perban tekan - menghentikan perdarahan
dengan perban klem.
Tiba di UGD rumah sakit harus segera diperiksa menyeluruh oleh karena 40%
dari fraktur terbuka merupakan polytrauma. Tindakan life-saving harus selalu
di dahulukan dalam kerangka kerja terpadu. Tindakan terhadap fraktur
terbuka:
 Nilai derajat luka, kemudian tutup luka dengan kassa steril serta
pembidaian anggota gerak, kemudian anggota gerak ditinggikan.
 Kirim ke radiologi untuk menilai jenis dan kedudukan fraktur serta
tindakan reposisi terbuka, usahakan agar dapat dikerjakan dalam waktu
kurang dari 6 jam (golden period 4 jam)
 Penderita diberi toksoid, ATS atau tetanus human globulin.
Tindakan reposisi terbuka:
 Pemasangan torniquet di kamar operasi dalam pembiusan yang baik.
 Ambil swab untuk pemeriksaan mikroorganisme dan kultur/ sensitifity
test.
 Dalam keadaan narkose, seluruh ekstremitas dicuci selama 5-10 menit dan
dicukur.
 Luka diirigasi dengan cairan Naci steril atau air matang 5-10 liter. Luka
derajat 3 harus disemprot hingga bebas dari kontaminasi.
 Tutup luka dengan doek steril
 Ahli bedah cuci tangan dan seterusnya
 Desinfeksi anggota gerak
 Drapping
 Debridement luka (semua kotoran dan jaringan nekrosis kecuali
neurovascular vital termasuk fragmen tulang lepas dan kecil) dan diikuti
reposisi terbuka, kalau perlu perpanjang luka dan membuat incisi baru
untuk reposisi tebuka dengan baik.

14
 Fiksasi:
a. fiksasi interna untuk fraktur yang sudah dipertahankan reposisinya
(unstable fracture) minimal dengan Kischner wire
b. Intra medular nailing atau plate screw sesuai dengan indikasinya seperti
pada operasi elektif, terutama yang dapat dilakukan dalam masa golden
period untuk fraktur terbuka grade 1-2
c. Tes stabilitas pada tiap tindakan. Apabila fiksasi interna tidak memadai
(karena sifatnya hanya adaptasi) buat fiksasi luar (dengan gips spalk atau
sirkular)
d. Setiap luka yang tidak bisa dijahit, karena akan menimbulkan
ketegangan, biarkan terbuka dan luka ditutup dengan dressing biasa atau
dibuat sayatan kontra lateral.
Untuk grade 3 kalau perlu: Pasang fikasasi externa dengan fixator externa
(pin/screw dengan K nail/wire dan acrylic cement). Usahakan agar
alignment dan panjang anggota gerak sebaik-baiknya. Apabila hanya
dipasang gips, pasanglah gips sirkuler dan kemudian gips dibelah
langsung (split) setelah selesai operasi.
e. Buat x-ray setelah tindakan

7. Prognosis
Prognosis dari fraktur tibia fibula untuk kehidupan adalah bonam. Pada sisi fungsi
dari kaki yang cedera, kebanyakan pasien kembali ke performa semula, namun hal ini sangat
tergantung dari gambaran frakturnya, macam terapi yang dipilih, dan bagaimana respon
tubuh terhadap pengobatan. Komplikasi infeksi yang menyebabkan osteomielitis biasanya
merupakan akibat dari fraktur terbuka meskipun tidak jarang terjadi setelah reposisi terbuka.

15
BAB III
PEMBAHASAN

Pada kasus yang dialami Tn. T didapatkan trauma langsung yang mengenai bagian
kaki kiri yang menyebabkan kakinya dirasakan tidak kuat untuk berdiri. Dari pemeriksaan
radiologi didapatkan adanya fraktur tibia fibula 1/3 distal sinistra. Dari hasil rongent dua
posisi dapat dilihat bahwa tulang tibia sedikit mengalmi missalignment sedangkan fibula
masih stabil atau dalam garis faali. Terapi yang dipilih menggunakan ORIF terutama dipilih
karena terjadi missalignment pada os tibia sehingga dengan ORIF diharapkan dapat tercapai
stabilisasi os tibia.
Prognosis umumnya bonam, namun quo ad fungsionam adalah dubia ad bonam. Hal
ini dikarenakan fraktur multiple yang dialami pasien berada di 1/3 distal tibia fibula yang
memiliki vaskularisasi yang cukup untuk memasok oksigen dan nutrisi yang digunakan untuk
proses penyembuhan. Karena pasien sudah dilakukan ORIF maka stabilisasi os tibia lebih
paten sehingga untuk ekstremitas dapat segera digunakan untuk beraktivitas. Namun pasien
harus berhati-hati dalam proses penyembuhan. Karena lokasi fraktur dekat dengan persendian
yang sering digunakan maka kemungkinan terjadinya movement lebih besar. Maka dari itu
pasien harus tetap diberikan edukasi untuk membatasi gerakan-gerakan berat yang
membebani os tibia dan os fibula.

16
DAFTAR PUSTAKA

Ruedi. P. Thomas. AO Principles of Fractures Management. New York: AO Publishing. 2000


Reksoprodjo, Soelarto. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Fakultas Kedoktran Universitas
Indonesia. Jakarta: Binarupa Aksara. 1995
Snell, Anatomi Klinik. Bagian 2. Edisi ketiga. Jakarta: EGC. 1998
Doherty M. Gerard. Current Diagnosis and Treatment Surgery.13th Edition. New York: Mc
Grow Hill. 2009
Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi ketiga. Jakarta: Media Aesculapius.
2000.
Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makassar: Bintang Lamumpatue. 2003.
Sjamsuhidajat R, Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi II. Jakarta: EGC. 2004.
Keany E. James. Femur Fracture. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/824856-treatment
Bergman, Ronald, Ph.D. Anatomy of First Aid: A Case Study Approach. Available from:
http://www.anatomyatlases.org/firstaid/ThighInjury.shtml
Apley AG, Solomon L. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley. Jakarta: Widya
Medika. 1995.

17

Anda mungkin juga menyukai