Oleh:
Rahmathias Jusuf
Email: rahmathiasjusuf@iain-manado.ac.id
1
K Bertens, Filsafat Barat Kontemporer, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001), h. 176
pada bahasan yang lain, Strukturalisme merupakan suatu gerakan pemikiran filsafat yang
mempunyai pokok pikiran bahwa semua masyarakat dan kebudayaan mempunyai suatu struktur
yang sama dan tetap. Selain itu Ciri khas strukturalisme ialah pemusatan pada deskripsi keadaan
aktual obyek melalui penyelidikan, penyingkapan sifat-sifat instrinsiknya yang tidak terikat oleh
waktu dan penetapan hubungan antara fakta atau unsur-unsur sistem tersebut melalui pendidikan.
Strukturalisme menyingkapkan dan melukiskan struktur inti dari suatu obyek (hirarkinya, kaitan
timbal balik antara unsur-unsur pada setiap tingkat).
2
E Kurzwell, The Age of Structuralism, (New York: Columbia University Press, 1980), h.
10 Strukturlism dalam bahasa Inggris dari latin Struere dengan arti membangun. Struktura berarti
bentuk bangunan. Jadi strukturalisme merupakan aliran yang lebih mementingkan sebuah sistem
yang menjadi latar belakang adanya Linguistik sebagai suatu konsep dasar, Sausure Prancis,
strukturalisme ajaran pokoknya adalah masyarakat dan kebudayaan memiliki suatu struktur yang
sama dan tetap. F. Sausure yang mendominasi munculnya strukturalisme dengan beberapa
penemuan-penemuan (pengkajian) yang dapat dicermati sebagai suatu bentuk analisa terstruktur
dalam pola kebahasaan diantaranya mengenai Signified (tinanda) dan signifier (penanda), form
(bentuk),Langue (bahasa) dan Parol (tuturan), serta sinkroni (peninjauanahistoris)dan diakroni (pe
ninjauan historis), sintagmatik dan paradigmatik. Lihat Zaprulkhan, Filsafat Ilmu Sebuah Analisis
Kontemporer, (Jakarta: Raja Grafindo, 2016), h. 175
3
Epistemologi adalah kata lain dari filsafat ilmu berasal dari bahasa Latin episteme, berarti
knowledge, yaitu pengetahuan dan logos, berarti theory. Jadi epistemologi berarti teori
umum juga dapat dikatakan bahwa Strukturalisme merupakan aliran dalam
filsafat, linguistik, psikiatri, fenomenologi agama, ekonomi dan politik. Pada
pemahaman tersebut, Strukturalisme menyelidiki pola-pola dasar yang tetap
(pattern) dalam bahasa-bahasa, agama-agama, sistem-sistem ekonomi dan politik,
serta dalam karya-karya kesusasteraan.4
Teori yang mendasari filsafat Strukturalisme adalah teori tentang bahasa,
khususnya teori linguistik modern yang dipelopori oleh Ferdinand de Saussure
(1957-1913), seorang linguis berkebangsaan Swedia. Karir akademisnya diawali
dengan mengajar di Paris, dan akhirnya menjadi professor di Jenewa, kota tempat
ia mendirikan Mazhab Jenewa. Selama hidupnya Saussure hanya
mempublikasikan sedikit karangan, sedangkan buku yang membuat namanya
menjadi terkenal di bidang linguistik diterbitkan oleh murid-muridnya dengan
judul Cours de Linguistique Generale (Kursus Tentang Linguistik Umum) yang
diterbitkan pada tahun 1916. Beberapa prinsip yang digunakan oleh para penganut
pengetahuan atau teori tentang metode, cara, dan dasar ilmu pengetahuan, atau studi tentang
hakikat tertinggi, kebenaran dan batasan ilmu manusia. Dalam filsafat epistemologi merupakan
cabang filsafat yang meneliti asal, struktur, metode-metode, dan kesahihan pengetahuan.
Epistemologi berbeda dengan logika. Jika logika merupakan sains formal yang berkenaan dengan
atau tentang prinsip-prinsip penalaran yang sahih, epistemology adalah sains filosofis tentang asal
usul pengetahuan dan kebenaran. Cermati Anas Salahudin, Filsafat Pendidikan, (Bandung:
Pustaka Setia, 2011), h. 131 Lihat Beni Ahmad Saebani, Filsafat Ilmu, (Bandung: Pustaka Setia,
2008), h. 30 Epistemologi adalah analisis filsafat terhadap sumber sumber pengetahuan. Dari mana
dan bagaimana pengetahuan diperoleh, menjadi kajian epistemology. Sementara itu, pengetahuan
mampu dikembangkan manusia disebabkan oleh dua hal utama, yakni pertama manusia
mempunyai bahasa yang mampu mengkomonikasikan informasi tersebut. Kedua, manusia mampu
mengembangkan pengetahuannya dengan cepat dan mantap karena kemampuan berfikir menurut
suatu alur kerangka berfikir tertentu, yang dalam kajian ini penulis simpulkan sebagai konsep
dasar dari strukturalisme. Telaah Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer,
(Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1998), h. 40 secara rinci tentang konsep pengetahuan, menurut
kamus filsafat dijelaskan bahwa pengetahuan (knowledge) adalah proses kehidupan yang diketahui
manusia secara langsung dari kesadarannya sendiri. Dalam peristiwa ini yang mengetahui (subjek)
memiliki yang diketahui (objek) didalam dirinya sendiri sedemikian aktif sehingga yang
mengetahui itu menyusun yang diketahui pada dirinya sendiri dalam kesatuan aktif. Lihat Lauren
Bagus, Kamus Filsafat, (Jakarta: Gramedia, 1996), h. 803. Penjelasan lainnya lihat juga
Burhanuddin Salam, Logika Materiil, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), h. 28 Orang pragmatis,
tertuma John Dewey tidak membedakan pengetahuan dengan kebenaran (antara knowledge dengan
truth). Jadi pengetahuan itu harus benar, kalau tidak benar adalah kontradiksi. Sebagai pengantar
kajian, pengetahuan terdiri atas Pengetahuan ilmu (secience), yaitu ilmu dalam pengertian yang
sempit diartikan untuk menunjukkan ilmu pengetahuan alam yang sifatnya kuantitatif dan
obyektif, dan Pengetahuan filsafat, yakni pengetahuan yang diperoleh dari pemikiran yang bersifat
kontemplatif dan spekulatif. Filsafat membahas segala hal dengan kritis sehingga dapat diketahui
secara mendalam tentang apa yang sedang dikaji. Lihat Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, (Jakarta:
Rajawali pres, 2012), h. 87-88
4
Ali Mudhofir, Kamus Teori dan Aliran Dalam Filsafat, (Yogyakarta: 1988), h. 92
Gagasan-gagasan strukturalisme juga mempunyai metodologi tertentu dalam memajukan studi
interdisipliner tentang gejala-gejala budaya, dan dalam mendekatkan ilmu-ilmu kemanusiaan
dengan ilmu-ilmu alam. Akan tetapi introduksi metode struktural dalam bermacam bidang
pengetahuan menimbulkan upaya yang sia-sia untuk mengangkat strukturalisme pada status sistem
filosofis.
aliran filsafat Strukturalisme berasal dari buku tersebut.5 Hal yang sangat penting
dari teori tentang bahasa dan mempunyai peranan besar dalam aliran filsafat
Strukturalisme seperti yang diuraikan dalam buku Saussure itu ialah masalah
distingsi (pembedaan) struktur bahasa. Hal-hal inilah yang menjadi bahasan dalam
kajian selanjutnya sebagai konstruksi dasar strukturalisme.
6
Susanto, Filsafat Ilmu, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), h. 60
Berikut ini adalah tokoh-tokoh strukturalisme:7
1. Claude Levi-Strauss
Claude Levi-Strauss, dilahirkan di Brussel, Belgia, tahun 1908 dari orang
tua Yahudi yang berkebangsaan Prancis. Sebagai bapak struturalisme perancis,
Levi-strauss memadukan antara sosiologi dengan mengikut sertakan ilmu bahasa
dengan tujuan agar supaya lebih maju, yang terjadi sekitar 1920-an. Fonologi
terutama ditandai tiga cirri yang ketiga-tiganya dapat dimanfaatkan dalam ilmu
antropologi yaitu sebagai berikut:
2. Jacques Lacan
Jacques Lacan adalah salah satu tokoh dari strukturalisme yang menganggap
Levi-Strauss telah meninggalkan psikoanalisa Freud sebagai satu-satunya sumber
inspirasi bagi usahanya di bidang strukturalisme dan lebih memntingkan taraf tak
sadar. Ia dilahirkan di Paris dan belajar ilmu kedokteran serta psikiatri di kota
asalnya (1901-1981). Tahun 1932 ia meraih gelar “doktor dalam ilmu kedokteran”
dengan disertai la psychose paranoque dans ses rapport avec la
personalite (dicetak ulang tahun 1975) (Psikosa Paranoia dalam Hubungan
dengan Kepribadian). Tahun 1936 ia member ceramah pada kongres ke-14 dari
“Himpunan internasional untukpsikoanalisa” di Marienbad tentang teorinya yang
disebut “fase cermin” ia menolak sikap emperistis dan sientestis, ia menentang
bertambah pentingnya Ego psychology dikalangan mereka (Hartmann, Kris,
Loewenstein dan mempersoalkan tendensi “medikalisasi” pada analisis-analisis
Amerika. Dalam hal terakhir ia dekat dengan ikhtiar Freud sendiri dalam Masalah
analisa awam (1927). Di Paris is mendirikan suatu himpunan baru Societe
7
http://www.tokoh-tokoh strukturalisme, diakses rabu 1 Januari 2017
Francaise de Psychanalyse (1953). Tahun 1964 himpunan baru itu dibubarkan
dan diganti dengan Ecole Freudienne de Paris (sekolah Freudian di Paris).
3. Roland Barthes
Tokoh ini yang memainkan peran penting dalam aliran strukturalisme pada
tahun 60-an dan 70-an di Paris (1915-1980). Ia dilahirkan di Cherbourg dan
dibesarkan di Bayonne serta Paris. Dan ia mempelajari sastra dan klasik (Yunani
dan Romawi) di Universitas Sorbonne, ia lama berobat di beberapa sanatoria
(1942-1947). Ia mengajar bahasa dan sastra Prancis di Bukarest (Rumania) dan
Kairo (Mesir). Sesudah kembali di Prancis ia bekerja untuk Centre national de
recherché scientique (Pusat rasional untuk penelitian ilmiah) dan menulis artikel-
artikel tentang sastra. Dari tahun 1960 ia menjadi asisten dan kemudian “direktur
studi” dari seksi keenamEcole pratique deshautes etudes. Pada tahun 1976 ia
diangkat sebagai professor untuk “semiologi literer” di College de Frauce. Tahun
1980 ia meninggal pada umur 64 tahun, akibat ditabrak mobil di jalanan Prancis
sebulan sebelumnya. Roland Barthes dipengaruhi oleh para filsuf yang menandai
zamannya, seperti misalnya eksistensialisme, marxisme, dan strukturalisme,
sehingga pemikirannya menentang segala macam kontinuitas serta kesatuan dan
sebaliknya menekankan diskontinuitas serta pluralitas.
4. Louis Althusser
Pemikiran Althusser bertentangan dengan pemikiran tradisional, karena ia
menganggap bahwa Marx kelihatan keretakan epistemologis, suatu coupure
epistemologique. Keretakan itu berlangsung sekitar tahun 1845-1850. Hal itu
menjadi kebiasaan membagikan karya-karya Marx ke dalam dua kelompok, yaitu
karya mudanya dan karya pada waktu matangya sehingga menimbulkan definisi
Marx Tua dan Marx Muda. Asumsi-asumsi orang menganggap karya mudanya
diperdalam dan dikembangkan pada masa matangnya. Dengan kata lain, karya-
karya masa mudanya dengan dasar pengolahan teknis (berdasar ilmu
ekonomi) dari pandangan manusia pada masa mudanya. Akan tetapi menurut
Althusser kontinuitas semacam itu tidak ada. Antara kira-kira tahun 1845-1850. Ia
mengatakan Marx sudah berpaling dari pendapat-pendapat terdahulu. Sampai saat
itu Marx melukiskan suatu pandangan humanistik. Dalam konteks itu kerap kali ia
menggunakan konsep-konsep seperti: subyek, kodrat manusiawi, makna,
aliensi, dan sejarah. Dengan demikian, ia meneruskan pendirian antropologis dari
Kant, Hegel, Fiche, dan Feuerbach. Tapi dengan berpaling dari pemikiran
humanistik ini Marx menghadapi suatu problematik yang sama sekali baru. Dan
bagi Althusser, itulah permulaan filsafat Marx memakai suatu terminology baru.
Konsep-konsep yang dipergunakan sekarang adalah konsep yang boleh disebut
“ilmiah” obyek, bentuk, struktur dan sebagainya. Dapat dipahami bahwa menurut
Althusser buku yang berjudul Das Kapital mulai menjadi sebuah reformasi dalam
perkembangan strukturalisme pada tahun 1850 dan memuat ajaran Marx yang
sebenarnya.
10
Post-strukturalisme menolak gagasan kualitas penting dari hubungan yang dominan dalam
hirarki, dan lebih memilih untuk mengekspos hubungan-hubungan dan ketergantungan istilah
dominan padanya tampak tunduk pada pasangannya. Satu-satunya cara untuk benar memahami
makna adalah mendekonstruksi asumsi dan sistem pengetahuan yang menghasilkan ilusi makna
tunggal. Post-strukturalisme dalam kesusasteraaan Strukturalisme dibangun atas prinsip saussure,
bahwa bahasa sebagai sebuah sistem tanda harus dilihat ke dalam tehapan tunggal sementara
(single temporal plane). Aspek diakronis bahasa yakni bagaimana bahasa berkembang dan
berubah dari masa ke masa, dilihat sebagai bagian yang kurang penting. Dalam pemikiran post-
strukturalis berpikir sementara menjadi hal yang utama.
11
Strukturalisme memiliki asumsi bahwa dalam suatu fenomena terdapat konstruksi tanda-
tanda. Penelitian dengan strukturalisme mensyaratkan kemampuan memandang keterkaitan inner
structure agar mampu memberi makna yang tepat pada fenomena yang tengah menjadi studi.
Dalam perkembangannya strukturalisme memasuki berbagai ranah dalam disiplin ilmu dan
berbagai aspek kehidupan. Perkembangan langsung dari strukturalisme adalah fungsionalisme
yang melihat relasi sistemis menjadi relasi fungsional. Roman Jacobson, salah satu ahli linguistik
yang meneliti secara serius pembelajaran dan fungsi bahasa, memberi penekanan pada dua aspek
dasar struktur bahasa yang diwakili oleh gambaran metafor retoris (kesamaan) dan metonimia
(kesinambungan). Bagi Jacobson, bahasa memiliki enam macam fungsi. fungsi referensial,
pengacu pesan;, Fungsi emotif, pengungkap keadaan pembicara;, Fungsi konatif, pengungkap
keinginan pembicara yang langsung atau segera dilakukan atau dipikirkan oleh sang penyimak;,
fungsi metalinguistik, penerang terhadap sandi atau kode yang digunakan;, Fungsi fatis, pembuka,
pembentuk, pemelihara hubungan atau kontak antara pembicara dengan penyimak; dan, fungsi
puitis, penyandi pesan. Lihat K Bertens, Filsafat Barat Kontemporer, (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 2001) penjelasan terkait mendeskripsikan bahwa, Istilah post-strukturalisme sebenarnya
jarang digunakan. Post-strukturalisme sebenarnya lebih ditujukan pada munculnya pemikiran-
pemikiran yang mengembangkan strukturalisme lebih jauh. Beberapa yang dikategorikan post-
struktralis antara lain Jacques Lacan, Jacques Derrrida. Michel Foucault sempat dikategorikan
sebagai post-strukturalis namun kemudian orang menggolongkan sebagai beyond struktutralis.
Durkheim beranggapan bahwa fakta sosial terbentuk dari suatu kesadaran
kolektif.12
12
Heddy Sri, Strukturalisme Levi-Strauss ? Mitos dan karya sastra; (Yogyakarta : Galang
Press, 2001), h. 56
13
Heddy Sri, Strukturalisme Levi-Strauss ? Mitos dan karya sastra; h. 88
Kestabilan makna inilah yang menjadi pusat serangan pascastrukturalisme atas
strukturalisme.
C. Kesimpulan
Berdasarakan pembahasan, maka kesimpulan epistemologi strukturalisme
adalah struturalisme di latar belakangi oleh aliran linguistik yang dimotori oleh
filsuf F. Desaussure, sehingganya dari berbagai kalangan tokoh menjadikan
prinsip-prinsip Sauusure sebagai dasar berfikir. Strukturalisme menurut prespektif
filsuf adalah adanya interaksi yang sistematis, sehingganya menciptakan ralasi-
relasi dan oposisi-oposisi serta menjadi sistem yang disepakati oleh suatu
komonitas. Strukturalisme dibangun atas prinsip Saussure, bahwa bahasa sebagai
sebuah sistem tanda harus dilihat ke dalam tahapan tunggal sementara (single
temporal plane). Aspek diakronis bahasa, yakni bagaimana bahasa berkembang
dan berubah dari masa ke masa.
14
Heddy Sri, Strukturalisme Levi-Strauss ? Mitos dan karya sastra; h. 70
DAFTAR PUSTAKA
Mudhofir, Ali, Kamus Teori dan Aliran Dalam Filsafat, Yogyakarta: 1988