Anda di halaman 1dari 17

Dampak Kapitalisme Perkebunan… (Iim Imadudin) 65

DAMPAK KAPITALISME PERKEBUNAN


TERHADAP PERUBAHAN KEBUDAYAAN
MASYARAKAT DI KAWASAN SUBANG
1920-1930

THE IMPACT OF PLANTAGE CAPITALISM TO THE CULTURAL CHANGE


IN SUBANG AREA
1920-1930

Iim Imadudin
Balai Pelestarian Nilai Budaya Bandung
Jln. Cinambo No.136 Ujungberung-Bandung 42094
e-mail: iim.imadudin@yahoo.com

Naskah Diterima:8 Januari 2014 Naskah Direvisi:12 Februari 2014 Naskah Disetujui:18 Februari 2014

Abstrak
Sektor perkebunan memiliki peran yang besar dalam dinamika masyarakat Indonesia sejak
masa kolonial hingga sekarang. Dengan kata lain, sejarah Indonesia tidak dapat dipisahkan dari
sektor perkebunan. Keterkaitan itu yang mencuatkan pandangan bahwa sejarah kolonialisme Barat
di Nusantara tidak lain adalah sejarah perkebunan. Hal tersebut tergambarkan dalam kenyataan,
bahwa selama lebih dari satu abad, perkebunan menjadi aspek terpenting pada masa penjajahan.
Berbagai realitas ekonomi dan sosial masyarakat di berbagai wilayah di Indonesia tumbuh sebagai
konsekuensi logis kehadiran perkebunan. Berkembangnya industri perkebunan mengubah segi-
segi kehidupan masyarakat secara mendasar dengan masuknya faktor produksi, seperti tanah,
tenaga kerja, dan modal. Di kawasan Subang, sejak awal abad ke-19, berdiri tanah partikelir
Pamanukan dan Ciasem yang kemudian mengembangkan berbagai perkebunan besar yang
berorientasi ekspor. Sejumlah perkebunan mengalami perkembangan yang pesat di bawah
kepemimpinan Hofland di pertengahan abad ke-19 sampai paruh pertama abad ke-20. Penelitian
yang mempergunakan metode sejarah ini bertujuan menjelaskan keberadaan industri perkebunan
dalam konteks perubahan kebudayaan masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
masyarakat setempat yang hidup dalam tradisi agraris tradisional harus beradaptasi dengan
ekonomi perkebunan. Selain itu, para pendatang yang berasal dari berbagai daerah juga memberi
corak yang khas dalam perubahan budaya masyarakat. Budaya masyarakat yang terikat dengan
ekonomi subsistensi berubah menjadi ekonomi uang sehingga terjadi perubahan kebudayaan.

Kata kunci: kapitalisme perkebunan, perubahan kebudayaan, Subang.

Abstract
Plantage sector has a great influence on the dynamics of Indonesian society since the
colonial era until now. With other words, the history of Indonesia cannot be divided with plantage
sector. Colonialism in Nusantara was affected by the history of the plantage history itself. For
more than one century, plantage became the most important thing in colonialism era. Economic
and social reality in Indonesia grows up as logical consequences of plantage appearance. The


Sebagian data artikel ini berasal dari tesis penulis pada Program Pendidikan Magister Fakultas Ilmu Budaya
Konsentrasi Ilmu Sejarah Universitas Padjadjaran dengan judul “Kehidupan Sosial Ekonomi Buruh di Tanah
Partikelir Pamanukan dan Ciasem 1910-1969” (2013).
66 Patanjala Vol. 6 No.1, Maret 2014: 65-80

dynamics of plantage sector has changed the society, especially with the entry of productions
factor, such as land, labor, and capital. In Subang area, since the beginning of the 19th century,
pop out the private land of Pamanukan and Ciasem which branching out big company of
plantation and focused on export. Number of plantage faced rapidly grow in the middle of 19th
until beginning of 20th century under the hand of Hofland as the leader. The purpose of the
research is to describe the existences of plantage industry in the context of culture changed in
society. The result of the research show us that the society who lived in traditional agrarian must
adapt with the plantage economics. Besides that, comers from many areas also influenced the
changing of cultural society. The culture of the society which bound up with the economy has
changed become capitalist economy, in such a way changed the culture itself.
Keywords: capitalism, plantage, cultural change, Subang.

A. PENDAHULUAN perkebunan negara yang merupakan


Sistem kebun prakapitalisme pada kelanjutan dari politik eksploitasi VOC
mulanya merupakan sistem usaha perta- (Verenigdee Oost Indische Compagnie).
nian tradisional yang telah ada sebelum Apabila pada zaman VOC
masuknya VOC. Ciri-ciri perkebunan tra- eksploitasi dilakukan secara tidak langsung
disional adalah bentuk usahanya kecil, oleh kepala pemerintahan feodal, tindakan
penggunaan lahan terbatas, tidak padat eksploitasi baru tersebut dilakukan secara
modal, sumber tenaga kerja berpusat pada langsung menggunakan sistem perkebunan
anggota keluarga, lebih berorientasi pada negara. Pelaksanaan sistem tersebut dilak-
kebutuhan subsistensi (Mubyarto et al., sanakan melalui alat birokrasi pemerintah
1992: 16). Pada perkembangannya sistem yang berfungsi langsung sebagai pelaksana
usaha kebun menjadi perekonomian dalam proses mobilisasi sumber daya
pertanian komersial yang bercorak kolo- perekonomian agraris tanah jajahan, yaitu
nial. Sistem perkebunan ini dibawa oleh penguasaan terhadap tanah dan tenaga
perusahaan kapitalis asing yang sebe- kerja (O’Malley, 1988: 228; Pahan, 2008:
narnya merupakan Sistem Perkebunan 43).
Eropa (European Plantation). Perkebunan Selanjutnya, pada tahun 1870-an
merupakan bagian dari sistem pereko- berlangsung perubahan kebijakan politik
nomian pertanian komersial yang diwujud- kolonial setelah beralihnya kebijakan
kan dalam bentuk usaha pertanian politik konservatif menjadi kebijakan
komersial dalam skala besar dan kompleks. politik liberal, yaitu dengan dikeluar-
Adapun sifat dari pertanian komersial kannya Agrarische Wet (Undang-undang
adalah padat modal (capital intensive) Agraria). Implikasinya, politik eksploitasi
dengan penggunaan lahan yang luas, yang semula dikelola oleh perusahaan
organisasi tenaga kerja yang besar dengan negara diganti dengan perusahaan swasta.
pembagian kerja yang rinci, berteknologi Perubahan tersebut ditandai oleh mening-
modern, spesialisasi, serta sistem admi- katnya gelombang pembukaan industri
nistrasi dan birokrasi (Pahan, 2008: 42). perkebunan yang dilakukan oleh para
Proses transformasi sistem usaha pengusaha Eropa di tanah jajahan (Pahan,
kebun (tradisional) ke perusahaan perke- 2008: 43).
bunan (komersial) di Hindia Belanda Setelah tahun 1870, komersialisasi
ketika itu dilatarbelakangi perubahan meluas di Hindia Belanda. Hak erfpacht
kebijakan politik kolonial. Pertumbuhan yang dijamin dalam UU Agraria 1870
sistem perkebunan pada masa kolonial memungkinkan penguasaan lahan dengan
terdiri dari dua fase perkembangan, yaitu luas maksimal 350 ha (1.500 bau) selama
industri perkebunan negara yang kemudian 75 tahun. Para planter (pengusaha perke-
beralih ke industri perkebunan swasta. bunan) perseorangan yang telah berpe-
Sistem Tanam Paksa (Cultuur Stelsel) ngalaman dengan teknik produksi tanaman
merupakan bentuk perwujudan industri pada masa Cultuur Stelsel segera
Dampak Kapitalisme Perkebunan… (Iim Imadudin) 67

memanfatkan peluang bisnis tersebut bunan. Namun dari sisi yang lain,
(Pahan, 2008: 43; O’Malley, 1988: 230). modernisasi perkebunan secara nyata
Secara filosofis, meski para mengubah masyarakat agraris dari petani
penganjur liberalisme di Negeri Belanda menjadi buruh. Buruh yang tadinya meru-
mengecam peranan negara dalam sistem pakan petani bertranformasi menjadi
tanam paksa, mereka tetap memandang buruh, karena tidak lagi memiliki tanah.
Hindia Belanda sebagai suatu “perusa- Padahal secara kultur, menjadi buruh
haan” yang harus menghasilkan laba. bukanlah pilihan yang diinginkan. Namun
Apabila Van den Bosch memandang adaptasi terhadap perubahan harus
Hindia Belanda sebagai suatu perusahaan dilakukan. Artikel ini meninjau model
negara, kaum liberal menganggap koloni perubahan kebudayaan dalam perubahan
mereka sebagai suatu perusahaan swasta mata pencaharian dan gaya hidup.
(Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto,
2008: 122). B. METODE PENELITIAN
Bagaikan dua sisi dari mata uang, Penelitian ini menggunakan metode
perkembangan perkebunan modern dapat sejarah, yang terdiri atas empat tahapan.
digambarkan demikian. Di satu sisi Tahap pertama adalah heuristik, yaitu
keberadaan onderneming menjadi jem- proses mencari, menemukan, dan meng-
batan yang menghubungkan masyarakat himpun sumber sejarah yang bersesuaian
Indonesia dengan ekonomi dunia. Keter- dengan pokok masalah. Pencarian sumber
libatan dalam sistem ekonomi dunia dilakukan terhadap sumber tertulis berupa
melalui perkebunan besar memberikan arsip, sumber resmi tercetak, dokumen,
surplus finansial yang tinggi dan membuka buku, dan sebagainya. Setelah proses
kesempatan ekonomi baru. Akan tetapi di heuristik, kemudian dilakukan kritik yang
sisi lain, terdapat dampak yang merugikan. terdiri atas kritik ekstern dan kritik intern.
Diversifikasi ekonomi masyarakat secara Kritik ekstern bertujuan untuk menentukan
lebih luas menjadi terhambat, sumber otentisitas, sedangkan kritik intern dilaku-
penindasan, serta berperan cukup besar kan dengan melakukan penilaian mengenai
dalam menyuburkan kemiskinan struktural kredibilitas sumber tersebut. Selain itu,
di kalangan masyarakat (Purwanto, 2007: dilakukan pula proses koroborasi untuk
1). mendapatkan sumber yang kredibel. Selan-
Di wilayah Subang, masuknya kapi- jutnya, tahap ketiga adalah interpretasi,
talisme perkebunan pada abad ke-19 dan yaitu proses menafsirkan fakta-fakta
20 dimulai dengan penjualan tanah menjadi sebuah rangkaian yang logis.
partikelir Pamanukan dan Ciasem Interpretasi dilakukan secara analitis
(selanjutnya disingkat P en T) ke tangan (menguraikan fakta) dan sintesis (meng-
swasta. Perkebunan Pamanoekan dan himpun fakta). Tahap terakhir dari metode
Tjiasem didirikan pada tahun 1812. sejarah adalah historiografi. Pada tahap ini,
Berdirinya perusahan P&T Lands interpretasi terhadap fakta ditulis secara
dilatarbelakangi oleh krisis keuangan pada sistematis dan kronologis.
masa Thomas Stamford Raffles (Asdi et Secara metodologis, penelitian ini
al., 2007: 30). menggunakan pendekatan ilmu sosial.
Penetrasi kapitalisme perkebunan ke Konsep-konsep dalam ilmu sosial diguna-
wilayah Subang menarik untuk dikaji kan untuk memperkuat eksplanasi dan
dalam perspektif transformasi kebudayaan. interpretasi (Suhartono, 2010: 131). Secara
Intervensi perkebunan besar dari sisi lebih spesifik, digunakan pendekatan
ekonomi telah menciptakan keuntungan sosiologi yang meneropong segi-segi
yang besar para pemilik perkebunan. tertentu dari suatu peristiwa. Dalam hal ini,
Kemajuan ekonomi juga tampak mengem- golongan sosial yang berperan, nilai-
bangkan masyarakat di wilayah perke- nilainya, hubungan dengan golongan lain,
68 Patanjala Vol. 6 No.1, Maret 2014: 65-80

konflik yang didasarkan pada kepentingan penemuan yang menyempurnakan bentuk


ideologi, dan seterusnya (Kartodirdjo, penemuan lama (invention), dan pembe-
1992: 4). rontakan atau revolusi. Adapun sebab-se-
Pendekatan antropologi digunakan bab dari luar masyarakat, yaitu terjadinya
berkenaan dengan penggunan konsep dan peperangan, adanya pengaruh bencana
teori perubahan kebudayaan. Asumsi dasar alam, dan adanya pengaruh kebudayaan
dari penelitian ini adalah bahwa kebuda- masyarakat lain (Soekanto, 2006: 282).
yaan berkembang sejalan dengan perkem- Dalam kaitannya dengan relasi
bangan pemikiran manusia. Kebudayaan antara kapitalisme atau modernisasi
bukanlah sesuatu yang given (telah jadi), dengan perubahan kebudayaan, ada dua
melainkan berkembang menurut zaman- kutub yang bertentangan secara tajam.
nya. Dengan kata lain, transformasi kebu- Teori modernisasi yang diintroduksi Karl
dayaan berada dalam ruang dan waktu Marx menyatakan bahwa pembangunan
(Endraswara, 2006: 22). Perubahan sosial ekonomi akan memudarkan nilai-nilai
dan kebudayaan biasanya disebabkan oleh lama. Sementara itu, Huntington dan
adanya perubahan luar biasa dalam sistem Weber berpendapat bahwa nilai budaya
politik, ekonomi, dan teknologi (Suparlan, pada dasarnya merupakan pengaruh yang
1995: 64). Secara teoretis, perubahan bersifat otonom dalam masyarakat
kebudayaan mencakup lima hal pokok. (Inglehart and Wayne E Baker, 2000).
Pertama, perubahan sistem nilai yang
prosesnya mulai dari penerimaan nilai baru C. HASIL DAN BAHASAN
dengan proses integrasi ke disintegrasi 1. Gambaran Umum Kawasan Subang
untuk selanjutnya menuju reintegrasi. Dalam artikel ini, yang dimaksud
Kedua, perubahan sistem makna dan Subang bukanlah “kota Subang”,
sistem pengetahuan yang berupa melainkan “kawasan Subang”. Kawasan
penerimaan suatu kerangka makna Subang mencakup kota Subang dan
(kerangka pengetahuan), penolakan, dan daerah-daerah di sekitarnya. Dengan
sikap penerimaan makna baru dengan demikian, luas kawasan Subang dapat
proses orientasi ke disorientasi ke diperbandingkan dengan Kabupaten
reorientasi sistem kognitifnya. Ketiga, Subang sekarang. Hal tersebut tidak
perubahan sistem tingkah laku yang terhindarkan, karena berkaitan dengan la-
berproses dari penerimaan tingkah laku tar historis berkembangnya perusahaan
baru. Keempat, perubahan sistem interaksi, perkebunan di wilayah Subang.
di mana akan muncul gerak sosialisasi Pembentukan Kota Subang terkait
melalui disosialisasi ke resosialisasi. erat dengan tumbuhnya perkebunan-
Kelima, perubahan sistem kelembagaan/ perkebunan besar yang berada di tanah
pemantapan interaksi, yaitu pergeseran partikelir P en T Lands. Pada waktu itu,
dari tahapan organisasi ke disorganisasi ke Kota Subang menjadi pusat administrasi P
reorganisasi (Syam, 1997: 160). en T Lands sejak dibangunnya kantor
Faktor penyebab perubahan kebuda- induk administrasi. Selanjutnya, untuk
yaan ada yang berasal dari dalam (sebab memenuhi keperluan sosial-ekonomi pega-
intern), dan juga dari luar (sebab ekstern). wai perkebunan dibangun pula perumahan
Sebab dari dalam masyarakat, yaitu pegawai, rumah sakit, gudang, pabrik,
munculnya berbagai bentuk pertentangan bengkel, dan sekolah. Oleh karena itu,
(konflik) dalam masyarakat sehingga dapat dikatakan bahwa perkebunan
adanya kesenjangan sosial antarsesama memberi corak kekotaan yang khas pada
warga, adanya dinamika penduduk, wilayah ini. Pengaruhnya, terutama pada
pertambahan dan penurunan jumlah pembentukan corak kehidupan sosial,
penduduk, adanya penemuan-penemuan ekonomi, dan budaya masyarakat di
baru dalam masyarakat (discovery), dan wilayah Subang. Kondisi tersebut selaras
Dampak Kapitalisme Perkebunan… (Iim Imadudin) 69

dengan perkembangan kota-kota peda- luas 41.035,09 hektar (20 % dari seluruh
laman yang didorong oleh industri luas Kabupaten Subang), meliputi
perkebunan pada paruh kedua abad ke-19 Kecamatan Ciater, Kasomalang, Sagala-
(Padmo, 2007: 1). herang, Serangpanjang, sebagian besar
Jalan Cagak dan Tanjungsiang. Selanjut-
nya, wilayah berbukit dan dataran dengan
ketinggian antara 50-500 m dpl dengan
luas wilayah 71.502,16 hektar (34,85 %
dari seluruh luas Kabupaten Subang),
meliputi Kecamatan Cijambe, Subang,
Cibogo, Kalijati, Dawuan, Cipeundeuy,
sebagian besar Kecamatan Purwadadi,
Cikaum dan Pagaden Barat. Daerah
dataran rendah yang berada tidak jauh dari
pantai dengan ketinggian antara 0-50 m dpl
seluas 92.639,7 hektar. Luas wilayah
dataran rendah sekitar 45,15 % dari
seluruh luas Kabupaten Subang. Daerah-
daerahnya meliputi Kecamatan Pagaden,
Cipunagara, Compreng, Ciasem, Pusaka-
nagara, Pusakajaya Pamanukan, Sukasari,
Legonkulon, Blanakan, Patokbeusi,
Tambakan, dan sebagian Pagaden Barat.
Gambar 1. Kawasan perkebunan di Bentang wilayah bagian barat ke timur
wilayah Subang. Subang sejauh 40 kilometer, dan dari
Sumber: diakses dari: wilayah utara ke selatan 60 kilometer.
http://blog.seniorennet.be, 6 Januari Perbedaan bentangan alam mem-
2014 Pukul 11.03 WIB. pengaruhi karakteristik tanah yang menye-
babkan komoditas yang dihasilkan ber-
Wilayah Subang berbatasan dengan beda-beda antara satu daerah dengan
Laut Jawa di sebelah utara; Sungai daerah lain. Tanaman teh tumbuh subur di
Cilamaya di sebelah barat; sebagian perkebunan Bukanegara, Sarireja, Ciater,
Sungai Cipunagara dan sebagian lagi batas Sarangsari, dan Cipeo. Tanaman kopi di
Keresidenan Cirebon di sebelah timur; dan perkebunan Bukanegara, Kasomalang,
tanah-tanah terbentang sampai Gunung Sarirejo, Sarangsari, Cipeo, Wangunreja,
Tangkubanperahu di sebelah selatan Pasirbungur, dan Pasirmuncang. Tanaman
(Effendhie, 1990: 1). kina di perkebunan Bukanegara dan Ciater.
Dari segi topografis, wilayah Tanaman karet tumbuh dengan subur di
Subang bervariasi, mulai dari arah laut di perkebunan Sarireja, Sarangsari, Cipeo,
utara sampai ke rangkaian pegunungan di Wangunreja, Pasirbungur, dan Pasir-
wilayah selatan. Posisi tertinggi mencapai muncang (Effendhie, 1990: 3).
ketinggian 7000 kaki. Wilayah Subang Dahulu, orang-orang yang akan
dibagi ke dalam tiga zona, yaitu (1) daerah berkunjung ke kawasan Subang dapat
pegunungan di Subang bagian selatan, (2) memilih jalan darat atau laut. Jalan darat
daerah berbukit dan dataran rendah di menyusuri jalur pantai utara Jawa dan dari
Subang bagian tengah, dan (3) daerah wilayah Purwakarta atau Bandung bagian
dataran rendah dekat pantai di Subang utara. Akses dari laut melalui dermaga
bagian utara. Pamanukan yang pernah ramai pada
Wilayah pegunungan dengan ke- permulaan tahun 1900-an. Saat itu
tinggian antara 500-1500 m dpl dengan permintaan luar negeri akan komoditas
70 Patanjala Vol. 6 No.1, Maret 2014: 65-80

perkebunan Nusantara cukup tinggi. Lori perkebunan yang subur. Berbagai


mengangkut hasil perkebunan ke dermaga komoditas perkebunan tumbuh dengan
Pamanukan. Dari dermaga tersebut, komo- subur di dataran tinggi maupun pesisir
ditas perkebunan dibawa ke pulau-pulau Subang.
lain di pulau Jawa, bahkan diekspor ke
Eropa menggunakan kapal angkut milik 2. Perkembangan Perkebunan di Kawasan
perusahaan. Interaksi antarwilayah di Jawa Subang
bagian barat semakin intensif saat pem- Pada masa para perintis yang
bukaan jalur kereta api Cikampek-Cirebon membuka lahan perkebunan, tanah-tanah P
pada 1912 (Ledeboer, tt: 6). en T di kawasan Subang masih berupa
Sungai-sungai yang mengalir di lahan yang tidak produktif. Kawasan ini
wilayah Subang bermuara ke Laut Jawa. dapat dikatakan belum menghasilkan
Sungai-sungai itu adalah Sungai Cilamaya, komoditas yang penting. Para penduduk
Sungai Blanakan, Sungai Ciasem, Sungai bersawah, serta bertanam kelapa dan kopi.
Cigadung, dan Sungai Cipunegara. Sungai Umumnya kelapa tumbuh di dataran
Cilamaya yang terletak di bagian barat rendah bagian utara yang berpantai.
menjadi batas alam Kabupaten Subang Aktivitas ekonomi tradisional penduduk,
dengan Kabupaten Purwakarta dan antara lain pembuatan gula dan arak yang
Karawang. Sementara itu, Sungai dibuat dengan cara yang sangat sederhana
Cipunagara merupakan batas alam dengan dari aren. Bahan pohon aren tumbuh subur
Kabupaten Indramayu dan Sumedang. di daerah Sagalaherang (ANRI, 1976:
Sungai Ciasem bermuara di Teluk XLII).
Ciasem di Laut Jawa, di muara sebelah Perkembangan perusahaan P en T
timur Blanakan. Daerah ini dipenuhi lahan mulai nampak saat Skelton menguasai
persawahan dan rawa-rawa yang tidak tanah ini. Dikelolanya lahan P en T hingga
produktif. Namun, sebagiannya telah 1821. Dalam perkembangannya, kepemi-
diolah menjadi tambak ikan. Sungai likan perusahaan P en T berpindah-pindah
Ciasem dan Cipunegara diperkirakan di antara pengusaha berkebangsaan
sudah menjadi jalur transportasi sejak Inggris. Pada 1830, tanah P en T dikelola
masa prasejarah (Imadudin, 2013: 35). dengan lebih terorganisasi dengan adanya
Hutan Pamanukan dan Ciasem sejak pengurus (manager) yang mampu melaku-
1677 dikenal sebagai penghasil kayu jati kan penghematan secara ketat atas
berkualitas. Itulah sebabnya mengapa pengeluaran keuangan perusahaan. Sejalan
Pemerintah Hindia Belanda ketika mem- dengan perkembangan politik dan
bangun kota Batavia menggunakan kayu ekonomi, pada 1839 pemerintah Hindia
jati dari Subang. Pengangkutannya dila- Belanda mengambil alih kepemilikan P en
kukan melalui sungai. Guna memperoleh T (Imadudin, 2013: 59).
hasil hutan yang lebih optimal, berbagai Tidak lama setelah pengambilalihan
ekspedisi ke Pamanukan dan Ciasem. oleh pemerintah, pada 1840 dua bersaudara
Selain untuk keperluan pembangunan kota, Thomas Benjamin Hofland1 dan Peter
para pengusaha menjual kayu jati pada
1
orang-orang Cina pembuat meubel di Thomas Benjamin Hofland dilahir-kan di
Bandung dan Cirebon (Ledeboer, tt: 6). Jacana Tapoera pada 1799. Sebelum ke P en
Hutan yang dipenuhi pepohonan jati yang T Lands, ia adalah kontraktor pemerintah dan
berkualitas tinggi inilah yang menjadi pengusaha perkebunan gula di Pasuruan.
Pada 1835, ia menjadi pemilik pabrik gula
salah satu promosi Raffles kepada para
Kedawoeng dan Gratie di Pasuruan. Ia
peminat swasta ketika menjual tanah meninggal di atas kapal “Pera” di wilayah
Pamanukan dan Ciasem (Ledeboer, tt: 25). antara Alexandria dan Malta dalam perja-
Dengan karakteristik topografis yang lanannya ke Eropa pada 21 Mei 1853. Ia
spesifik, wilayah Subang menjadi area dikuburkan di Malta (Anonim, 1971: 2).
Dampak Kapitalisme Perkebunan… (Iim Imadudin) 71

William Hofland, yang berkebangsaan Di wilayah P en T terdapat


Belanda membeli tanah-tanah P en T. perbedaan status tanah, yakni tanah yang
karena memerlukan modal tambahan untuk diusahakan langsung dan tidak langsung.
mengusahakan tanah-tanah tersebut, Tanah berupa areal perkebunan diusahakan
Hofland bersaudara mengubah status langsung dikelola oleh tuan tanah.
perusahaan menjadi N.V. Pada 1858, Peter Sementara itu, penduduk mengelola tanah
Wiliam Hofland membeli saham yang tidak diusahakan langsung meliputi
saudaranya atas tanah-tanah itu. Dengan persawahan, ladang, dan hunian. Bila
demikian, ia berkuasa penuh atas tanah P perkebunan dipimpin administratur, tanah
en T. P.W. Hofland membentuk “peme- yang diusahakan tidak langsung dikelola
rintahan swasta” dengan mempekerjakan demang dan aparatnya. Administratur dan
orang-orang pribumi menjadi demang, demang sama-sama bertanggung jawab
asisten demang, patih, mantri, opsir umbul terhadap tuan tanah (Effendhie, 1990: 2).
(juru taksir cukai), upas, dan jaksa. Orang- Beberapa perkebunan yang dibuka pada
orang yang diangkat tersebut digaji pihak masa Hofland sebagai berikut:
perkebunan. Hofland juga mengusulkan
pada pemerintah agar membentuk kade-
mangan baru (Effendhie, 1990: 2).
Tabel 1. Nama Kebun dan Tanaman Komoditasnya

No. Daerah Nama Komoditas


Perkebunan

Teh Kopi Karet Kina


1. Batusirap Bukanegara √ √ √
Kasomalang √
Sarireja √ √ √
Ciater √ √
Jagernaek
2. Sagalaherang Serangsari √ √ √
3. Subang Cipeo √ √ √
4. Kalijati Wangunreja √ √
5. Purwadadi Pasirbungur √ √
Pasirmuncang √ √
Sumber: Disbudpar Subang, 2002

“Tangan dingin” Hofland2 mampu yang cermat dengan mengembangkan


mengubah tanah-tanah terlantar menjadi infrastruktur di wilayahnya melalui
produktif dalam tempo 32 tahun. Ia bukan pembangunan jalur transportasi. Di bawah
sekadar pengusaha perkebunan yang kontrol Hofland, infrastruktur jalan dan
handal, tetapi juga memiliki pandangan jembatan terpelihara dengan baik. Ia juga
mendorong tumbuhnya pasar-pasar lokal
2
Peter William Hofland dilahirkan di kota yang memperjualbelikan barang dengan
Jagernaik Poeram dekat Madras India pada harga lebih murah dibandingkan para
1802 (Bosma and Raben, 2008:). P.W. pedagang Cina. Ia berupaya mengurangi
Hofland adalah pengusaha gula di Pasuruan, dominasi Cina dalam perdagangan. Selain
dan kemudian menjadi pemilik P en T Lands. itu, Hofland membangun Sekolah Desa
Ia menikah dengan Helena Maria van’t Wout
(Dessa Schools), dengan pengajaran
(1811-1891) di Pasuruan (Anonim, 1971: 4).
bahasa Melayu dan aritmatika (Anonim,
1938: 4). Hofland berperan menjadi
72 Patanjala Vol. 6 No.1, Maret 2014: 65-80

pemilik tunggal sampai ia meninggal pada haan kopi Jagernaik. Ia pun berupaya
1872. Kekayaan warisan Hofland dibagi- mengembangkan tanaman padi, tetapi
bagi di antara istri dan anak-anaknya. tidak berhasil. Kepemimpinan Jaansen van
Dalam situasi seperti ini, perusahaan P en Raay berakhir pada 1908. Selanjutnya,
T mengalami kemerosotan. Faktor internal manajemen dipegang C.W. Weijs, bekas
dengan adanya perselisihan di antara insinyur kepala yang membangun saluran
anggota menjadi penyebabnya. Kebang- irigasi di P en T Lands. Ia membangun
krutan perusahaan juga dipicu kecurangan jaringan irigasi dengan memanfaatkan
dan kemampuan staf yang tidak memadai. aliran Sungai Cipunagara. Konsentrasi
Krisis finansial yang dihadapi perusahaan irigasi berada di wilayah P en T bagian
P en T kian hebat tatkala harga kopi di timur, yakni Ciherang yang menjadi pusat
pasaran dunia jatuh secara drastis pada administrasi pekebunan P en T. Kebera-
1880 (Anonim, 1938: 4). daan irigasi mampu meningkatkan hasil
N.I. Handelsbank mencoba meng- panen secara drastis. Bila sebelum ada
ambil alih perusahaan. Pada 1885, bank ini irigasi petani mampu panen sekali saja
menolak kredit yang diajukan anak dalam setahun, setelah itu dapat panen dua
Hofland, hingga akhirnya terbentuk N.I. kali (Padmo, 2004: 64-65).
Landbouw. Kedua putra Hofland Anglo-Dutch Plantation of Java
kemudian membentuk N.V. Maatschapij Limited sejak 1911 menguasai pemilikan
tot Eksploitative van de Pamanoekan en atas tanah Pamanukan dan Ciasem (Stibbe,
Tjiasemlanden, yang terdaftar 24 1921: 371). Sebagian besar tanah perke-
Desember 1886 di Batavia dengan kapital f bunan warisan Hofland terletak di lereng
7.500.000. Kedua bersaudara membagi Gunung Tangkubanperahu yang tersebar di
saham kepemilikan, yaitu masing-masing beberapa kademangan. Sebagian besar
anak Hofland sebesar f 2.587.000,00 N.I. berupa perkebunan kopi dan karet. Anglo-
Landbouw f 1000,00; H.P. van Henkelom f Dutch Plantation of Java Limited membeli
10.000,00; A. Mohr, J.P. Jeanette Walen saham kepemilikan sebesar f 706.485,00.
dan C.A. Henny (masing-masing) f Anglo-Dutch Plantation kemudian menjadi
5000,00. Saham terbesar tentu berada di Holding Company P en T Maatschapij
tangan N.I. Landbouw Maatschapij. Dalam yang berkedudukan di London. Pada masa
perkembangannya, kedua anak Hofland ini, dibuka kembali perusahaan per-
kehilangan haknya atas perusahaan. N.I. kebunan (onderneming) sebagai berikut:
Landbouw yang berkedudukan di Batavia
Tabel 2. Nama Kebun dan Tanaman Komoditasnya
memegang kendali atas perusahaan,
dengan wakil direktur dan komisaris, yaitu No. Nama Komoditas
Daerah
George Birnie, Baron Roell, dan J. St. Perkebunan Teh Kopi Karet
Bowls. Kepala manajer pertama dipegang 1. Subang Sumurbarang √
St. Bowls, seorang pengusaha gula. Di 2. Kalijati Jalupang √
bawah manajemennya didirikan pabrik Cipeundeuy √
3. Pagaden Cigarukgak √ √
gula di Subang. Karena mewabahnya Manyingsal √ √
penyakit tebu, pabrik ini ditutup. St. Bowls 4. Sagalaherang Legokmara
digantikan van Henkelom (Anonim, 1938: (Tambakan) √
Sumber: Disbudpar Subang (2002: 44)
4).
Sesudah 1901, tidak ada manajer Timbulnya berbagai masalah di
kepala yang diangkat. Akan tetapi, tidak tanah partikelir mendorong pemerintah
lama kemudian manajemen diambil alih membeli tanah-tanah P en T pada 1920.
Scluter, perwakilan N.I. Landbouw di Keadaan itu membuat pemilikan lahan
Batavia. Kemudian, Scluter diteruskan oleh tuan tanah semakin berkurang,
Jaansen van Raay pada 1903. Ia mengem- sementara kedudukan pemerintah semakin
bangkan tanaman kopi robusta di perusa- kuat. Bagi penduduk, kebijakan peme-
Dampak Kapitalisme Perkebunan… (Iim Imadudin) 73

rintah dirasakan cukup menguntungkan. rakyat. Tentu saja, yang terpenting bagi
Secara berangsur-angsur penduduk pribu- penduduk adalah kepastian hak milik.
mi memiliki hak perorangan atas tanah Mereka dapat mengajukan pemilikan tanah
dengan kewajiban tertentu di tanah yang yang dibeli dari pemerintah atau tanah
dimiliki pemerintah, seperti membayar yang telah dikuasai pemerintah (Padmo,
pajak tanah, kerja wajib, ronda, dan 2004: 56). Pembelian tanah atas tanah
sebagainya. Sejak 1920, lurah-lurah digaji partikelir oleh pemerintah tidak berjalan
dengan uang kas yang berasal dari iuran mulus. Pendanaan dan aparat penyeleng-
penduduk. Kondisi tersebut berbeda garanya menjadi permasalahan tersendiri
sebelum 1920, para lurah mendapat (Effendhie, 1990: 90).
penghasilan dari premi cuke, gaji bulanan Hasil penjualan tanah digunakan
dari perkebunan, dan penghasilan lainnya para pengusaha untuk membeli tanah-tanah
(ANRI, 1976: xxxviii). di luar Subang. Tanah-tanah itu dijadikan
Perubahan pemilikan tanah dari onderneming-onderneming. Luas tanah
tanah partikelir menjadi tanah pemerintah erfacht kira-kira 14.000 hektar, sedangkan
berdampak signifikan terhadap penduduk tanah-tanah konsesi seluas 2.800 hektar.
pribumi. Para penduduk lebih leluasa
mengembangkan usaha di sektor pertanian

Tabel 3. Nama Kebun P En T di Luar Subang dan Komoditasnya

NO KOMODITAS
DAERAH ONDERNEMING
. KOPI KARET KINA
1. Sukabumi Bojongasih √ √
Malinggu √ √
2. Cibeber Gg. Campaka √ √
3. Semarang Kalimas √ √
4. Garut Neglasari √ √
Waspada √
Ganjartemu √ √
5. Pekalongan Pagilaran √ √
Bandung Cukul √ √
Pangalengan √ √
6. Sumedang Cideruk √
Margapala √ √
Margawindu √ √
7. Tasikmalaya Palahlar √ √
8. Bojolali Sukabumi √

Sumber: Disbudpar Subang (2002: 50)

Sebagai pengembangan dari eks- Selain onderneming Sukamandi,


tensifikasi P en T, onderneming Suka- Wangunreja dan kebun karet lainnya
mandi dibuka pada 1924. Onderneming menjadi sumber pendapatan penting bagi
Sukamandi yang merupakan perusahaan perusahaan. Pada 1933, produksi karet
terbesar di Jawa dan Madura. Onder- tertinggi mencapai 568.962 kg. Waktu itu
neming Sukamandi menghasilkan komo- kebun Wangunreja administratur T.
ditas tapioka, sisal, dan kapuk (Disbudpar Veldman (Wardini, 2010: 144). Perkebun-
Subang, 2002: 50). an Pasirbungur memiliki pabrik pengolah-
74 Patanjala Vol. 6 No.1, Maret 2014: 65-80

an latex. Di tahun 1929, di Hindia Belanda, lenggarakan pajak-pajak baru. Dalam


pabrik pengolahan karet hanya ada dua, kondisi seperti ini, masyarakat petani di
satu di Pasirbungur dan satu lagi di pedesaan yang paling merasakan pen-
Sumatra Timur. Karet produk Pasirbungur deritaan akibat kebijakan pemerintah
dijual ke pabrik-pabrik ban di Amerika (Wardini, 32010: 9).
Serikat, karena kualitasnya baik (ANRI,
1976: XL). 3. Perubahan Kebudayaan di Subang
E.J. Hammond mampu mengelola a) Pertumbuhan Penduduk
perusahaan dengan baik. Produksi komo- Tingkat pertumbuhan penduduk,
ditas perkebunan berkembang dengan jauh sebelum masuknya industri perke-
pesat, baik di dataran rendah maupun bunan, dapat dikatakan bergerak secara
dataran tinggi. Karena sakit, Hammond perlahan. Umumnya kampung-kampung
kembali ke Inggris hingga meng- berpenduduk kurang dari sepuluh orang.
hembuskan nafas terakhinya pada 1926. Konsentrasi penduduk yang demikian,
Penerusnya, G.C. Denham (1925-1933) terutama terjadi di wilayah utara yang
dan H.J. Adams berhasil memajukan P en berawa-rawa dan sering dilanda banjir.
T Lands. Pada pertengahan abad ke-20, P Faktor lain yang juga berpengaruh adalah
en T termasuk perusahaan yang diperhi- adanya tindakan kriminal dari para begal
tungkan. Perusahaan ini menjadi perusa- (perampok) yang mengganggu keten-
haan perkebunan paling berkembang di teraman penduduk.
wilayah Jawa (Anonim, 1938: 6). Setelah beroperasinya perusahaan
Malaise (depresi besar) melanda perkebunan, jumlah penduduk meningkat
dunia pada 29 Oktober 1929.3 Sendi drastis. Jumlah penduduk di wilayah
perekonomian mengalami kelumpuhan. Subang pada 1899 tercatat 175.342 jiwa.
Daya beli masyarakaat menurun drastis. Pada 1917, jumlah penduduk meningkat
Angka pengangguran meningkat, karena menjadi 250.600 jiwa. Dari jumlah
Pemutusan Hubungan Kerja besar-besaran. tersebut terdapat 100 orang Eropa dan 750
Di Hindia Belanda kondisi serupa terjadi. Timur Asing (Stibbe, 1921: 371).
Harga komoditas mengalami penurunan. Kota Subang menjadi semakin
Harga beras bahkan turun hingga 60 penting kedudukannya. Selain sebagai
persen. Demikian pula, komoditas karet pusat administrasi P en T, juga menjadi
dan teh turut terkena imbas dari malaise. kedudukan kontrolir dan detasemen Veld-
Harga karet jatuh hingga 0,11 gulden. Politie. Dengan dibangunnya instalasi
Kondisi tersebut menyulitkan perusahaan. listrik, Kota Subang semakin berkembang,
Di satu sisi harga komoditas yang terus baik sebagai pusat pemerintahan maupun
turun, namun di sisi lain biaya produksi administrasi perkebunan (Disbudpar Kab.
malah semakin meningkat. Biaya angkut, Subang, 2002: 48). Dengan demikian, kota
peralatan, dan pemasaran semakin mahal. Subang menjadi magnet bagi para pencari
Dalam kondisi demikian, pemerintah kerja maupun pedagang dari luar kota.
Hindia Belanda bersikeras tidak mau Keberadaan jaringan transportasi berupa
mendevaluasi guldennya. Pemerintah me- jalan pos dari Cisalak ke Sagalaherang dan
lakukan tindakan tidak populer dengan jalan trem yang menghubungkan Subang
menurunkan gaji dan upah, serta menye- dengan jalur jalan pos di utara mendorong
dinamika sosial-ekonomi di wilayah ini.
3
Depresi hebat atau yang biasa disebut malaise Tidak hanya Subang, kota kecil seperti
berawal dengan dibukanya pasar bebas dan Pagaden menjadi pusat kegiatan ekonomi
berakhir dengan diobralnya 16 juta saham di yang terhubung dengan pasar di kota sub-
bursa Wall Street, New York. Masyarakat distrik atau pasar desa yang ada di
berbondong-bondong menarik uang di bank sekitarnya (Padmo, 2004: 66).
dan terjadi likuidasi secara besar-besaran
(Wardini, 2010: 39).
Dampak Kapitalisme Perkebunan… (Iim Imadudin) 75

Tabel 4. Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk


Kecamatan Luas Wilayah Kepadatan Penduduk/km2
(km2) 1920 1930
Subang 237,99 133 172
Pegaden 286,20 201 239
Kalijati 220,90 192 135
Pamanukan 151,80 267 306
Binong 145,71 - 273
Pusakanegara 164,62 - -
Ciasem 184,90 246 269
Pabuaran 205,13 - 222
Purwadadi 112,43 - 251
Sagalaherang 247,28 175 199
Cisalak 189,80 171 203
2051,76 133 201
Total Kabupaten
Sumber: Effendhie (1990: 46)

Kecenderungan kenaikan jumlah menggunakan dialek Cirebon.4 Kebanyak-


penduduk cukup signifikan dalam kurun an orang-orang Sunda tinggal di Distrik
waktu 1920-1930. Perbaikan kualitas Purwakarta, Distrik Sagalaherang, Distrik
hidup dan pengadaan sarana dan prasarana Pagaden, Distrik Cikampek, dan Distrik
penunjang yang semakin memadai menye- Karawang. Sementara itu, orang-orang
babkan pertumbuhan penduduk terus Eropa bermukim di pusat kota, seperti di
meningkat. Kepadatan penduduk pada pusat Kota Subang dan pusat Kota
1920 mencapai 133/km2. Sepuluh tahun Purwakarta. Selanjutnya orang-orang Cina
kemudian (1930), kepadatan penduduk bermukim di wilayah Karawang,
meningkat menjadi 201/km2. Pada tahun- Cilamaya, Purwakarta, dan Pamanukan.
tahun itu, tingkat kesehatan penduduk Hampir semua orang-orang Cina ini
dapat dikatakan cukup baik. Sementara itu, bekerja sebagai pedagang dan pengusaha
angka kelahiran mencapai 2.548 orang per toko kelontong (Imadudin, 2013: 45).
tahun Angka kematian mencapai 11 dan 26 Dari sisi keagamaan, sebagian besar
per 1000-nya. Meski demikian, Residen orang-orang pribumi hampir semuanya
Povelier menyangsikan angka-angka beragama Islam (ANRI, 1976: xxxvi).
tersebut. Ia beranggapan tidak semua Orang-orang Eropa pada umumnya
kepala desa melaporkannya pada aparat beragama Kristen, sedangkan orang-orang
pemerintah di onderdistrik (ANRI, 1976: Cina menganut kepercayaan Kong Hu
xxxvii). Chu, agama Buddha, dan Kristen.
Kebanyakan penduduk yang berada Ditinjau dari aspek kebudayaan,
di sebelah utara Subang adalah orang- terdapat perbedaan antara penduduk di
orang Jawa. Mereka adalah bekas prajurit Subang Utara dan Subang Selatan.
Mataram yang tidak kembali dan para Penduduk yang bermukim di wilayah
pendatang yang mencari kerja. Dari segi Subang bagian selatan relatif lebih tertutup
langgam bahasanya, penduduk di dibandingkan penduduk yang bermukim di
sepanjang wilayah utara mulai dari Distrik
4
Pamanukan hingga desa-desa pantai Banyak buruh musiman yang datang ke
onderdistrik Cipedes dan Cilamaya Pamanukan untuk ikut memanen. Di antara
mereka adalah santri-santri yang berasal dari
Pesantren Tegalgubug dekat Arjawinangun,
Indramayu (ANRI, 1981: xxviii).
76 Patanjala Vol. 6 No.1, Maret 2014: 65-80

bagian utara. Masyarakat Subang bagian memiliki hak atas tanah, dan hanya
selatan ini lebih menampakkan nilai-nilai memiliki hak pinjam (hak gaduh). VOC
kepatuhan dan kehalusan. Sementara itu, yang memiliki tanah, dan memin-
penduduk di Subang Utara lebih terbuka jamkannya pada bupati. Bupati memin-
dengan karakternya yang lebih keras. jamkannya pada rakyat, termasuk orang-
Dikotomi geografis antara pesisir dan orang Cina (Disubdpar Subang, 2002: 32).
pedalaman, meski harus pertimbangkan Dengan semakin meluasnya kewa-
kembali, nyatanya memberi dampak terha- jiban penduduk, desa-desa baru dibuka.
dap corak hubungan kerja di perkebunan Tempatnya berada pada lahan yang letak-
(Imadudin, 2013: 47). nya agak tinggi. Dataran rendah digunakan
Kapitalisme perkebunan telah mem- untuk pertanian. Setiap keluarga mendapat
berikan pengalaman bagi penduduk untuk tanah kering ¼ bau untuk pesawahan dan 2
hidup bersama dengan latar etnis yang bau untuk tegalan (ANRI, 1976: xxxiv).
berbeda-beda. Dalam interaksinya, masya- Pola jual-beli dengan sistem barter
rakat baru mengembangkan nilai-nilai ke- masih menjadi pemandangan yang umum
hidupan yang toleran dan mendukung di pedalaman, meskipun penggunaan uang
nilai-nilai ekonomi. sebagai alat tukar berlangsung sampai
dasawarsa pertama abad ke-19. Pemba-
b) Mata Pencaharian yaran pajak ditukar dengan hasil pertanian.
Corak kehidupan masyarakat di Uang logam yang terbuat dari tembaga
kawasan Subang bersifat homogen dengan lebih banyak digunakan dibandingkan
tingkat diferensiasi sosial yang rendah. yang terbuat dari perak. Penduduk dan
penduduk di kawasan Subang merupakan pedagang kurang menyenangi pemakaian
masyarakat tradisional yang kehidupannya uang kertas, karena nilainya terus merosot
dicirikan dengan ekonomi subsistensi. (Padmo, 2004: 72).
Interaksi di antara masyarakatnya bersifat Kerajinan rakyat terkonsentrasi di
komunal dengan solidaritas yang dibangun beberapa tempat. Di Ciasem terdapat
secara emosional. Kebanyakan penduduk kerajinan menenun layar dari gebang dan
adalah petani. Dengan kuatnya sistem merajut jala. Di antaranya yang terkenal
gotong-royong, usaha produksi tidak ialah layar “Kasang Jinem” dari Ciasem.
memerlukan uang sebagai upah. Penge- Menganyam bambu menjadi pekerjaan
rahan tenaga dilakukan menurut pertukaran sambilan penduduk di Kalijati, Pabuaran,
(Muhsin, 2009: 300). dan Sagalaherang. Pembakaran periuk,
Sebelum masuknya intervensi kolo- batu merah, dan genting hampir merata di
nial, penggarapan lahan pertanian dida- seluruh daerah. Kerajinan pandai besi
sarkan pada bagi hasil. Meskipun demi- mulai berkembang sejak tahun 1960-an di
kian, ada beberapa pemilik tanah yang Cisalak, Pamanukan, dan Sagalaherang.
menggarap tanahnya menggunakan tenaga (ANRI, 1976: xliii).
pembantu-pembantunya sendiri. Pola ta- Para pendatang membawa nilai-nilai
nam sangat bergantung pada hujan. baru. Buruh dari Jawa menyebarkan
Akibatnya bila kemarau panjang, petani pengetahuan baru mengenai cara-cara
mengalami gagal panen (ANRI, 1976: bersawah. Sebagaimana dinyatakan
xxxii). Broersma (1912), masyarakat setempat
Penduduk berkenalan dengan ketika itu belum mengenal cara bercocok
tanaman yang laku di pasaran Eropa tanam di sawah (Padmo, 2004: 71).
setelah pemberlakukan wajib setor. Kapitalisme perkebunan telah mengalihkan
Mereka diwajibkan membayar pajak mata pencaharian penduduk dari bertani
(contingenten), setoran wajib (verplichte menjadi pekerja di perkebunan. Dari petani
leveranties), melakukan kerja rodi dengan menjadi buruh tidak saja berarti peralihan
mencari kayu, bekerja di galangan kapal
dan rumah para pembesar. Penduduk tidak
Dampak Kapitalisme Perkebunan… (Iim Imadudin) 77

profesi, tetapi perubahan pada aspek nilai- dalam seminggu atau waktu-waktu
nilai budayanya. tertentu. Dalam jangka waktu yang cukup
lama, pihak perkebunan mengontrak para
c) Gaya hidup pemain dan penari doger kontrak untuk
Penduduk yang bekerja di perkebun- menghibur para buruh. Sebutan doger
an sering dilanda kejenuhan. Oleh karena kontrak sangat mungkin dikaitkan dengan
itu, para tuan tanah menyelenggarakan istilah kuli kontrak dalam sistem
hiburan bagi para buruhnya yang biasanya perkebunan. Kemungkinan lain doger
bertempat di lokasi kebun atau pemukiman dikontrak oleh para tuan tanah sebagai
para buruh. Waktunya, terutama di hari- pemilik dan pengelola perkebunan. Para
hari libur dan selepas kerja untuk perempuan penghibur tersebut didatangkan
melepaskan penat. Kegiatan hiburan ini dari pantai utara Pamanukan dan Semarang
tidak saja untuk memenuhi kepentingan yang ditampung di rumah khusus
para penduduk yang bekerja, tetapi juga (Herdiani, 2013).
kepentingan tuan tanah sendiri dalam hal Ronggeng, yang sering disebut
menyambut dan menghibur para tamunya. dalam bahasa Belanda sebagai Javaansche
Bagi tuan tanah, mereka memiliki sarana rongging (ronggeng Jawa), bertujuan
hiburan tersendiri. Gedung societet yang menghibur sekaligus memberi kesenangan
dibangun pada masa Hofland menjadi pada para buruh (ten Brink, 1894: 30).
tempat bersosialisasi sekaligus hiburan Istilah lain dari ronggeng adalah doger
dengan adanya dansa-dansi, nyanyian, atau dombret. Doger berasal dari kata
permainan biliard, dan sebagainya. 'ngadog-dog-an anu beger (mengiringi
Perkembangan hiburan rakyat di yang tengah gandrung).
wilayah perkebunan berpengaruh pada Bagi pemerintah, pesta ronggeng di
ketertarikan tuan tanah asing terhadap perkebunan cukup merepotkan karena
kesenian Sunda. Mereka akhirnya menjadi terjadi kriminalitas yang menyertainya. Di
pengayom kesenian di lingkungan Batavia dan Bogor muncul pelarangan
perkebunan (Herdiani, 2013). Para admi- terhadap pertunjukan ronggeng. Para buruh
nistratur perkebunan sejak zaman Hofland menghabiskan seluruh uang hasil jerih
sering menghibur tamunya dengan musik payahnya bekerja untuk perempuan ma-
gamelan (Broersma, 2008: 127). Dalam lam, minuman keras, berjudi, dan meng-
kisah perjalanan Jan ten Brink diceritakan hisap candu. Larangan pertunjukan rong-
bahwa para tamu yang datang ke tanah P geng bahkan tanpa meminta persetujuan
en T Lands disambut dengan kemeriahan para tuan tanah. Pemerintah melarang
berupa alunan gamelan dan tarian-tarian dengan keras pesta ronggeng pada 1880.
(ten Brink, 1894: 7). Namun kemudian, pada 1881 larangan
Para administratur berupaya memba- tersebut melonggar. Ada kekhawatiran
ngun citra baik di kalangan masyarakat. bahwa para buruh pergi meninggalkan
Hiburan yang didatangkan dari luar lebih perkebunan. Pada masa selanjutnya, pesta
merupakan bentuk belas kasih terhadap ronggeng justru memeriahkan kehidupan
buruh. Padahal hal tersebut dilatar- perkebunan. Pemilik kebun berkepentingan
belakangi oleh pertimbangan ekonomis. untuk menjaga para buruh tetap berada di
Ongkos yang dikeluarkan untuk menda- wilayah perkebunan (Prabaningtyas, 2013:
tangkan buruh-buruh baru tentu lebih 4).
mahal dibandingkan menggelar hiburan. Ronggeng atau dombret merupakan
Pihak perkebunan P en T menggelar penari wanita yang memiliki kemampuan
hiburan rakyat bagi orang-orang Sunda menyanyi dan menari. Kesenian ini
(een Soendaneesch volksvermaak) dengan dipertunjukkan di arena terbuka yang jauh
mengundang ledek atau hiburan lainnya. dari rumah penduduk. Biasanya para
Biasanya kesenian ini didatangkan sekali nayaga (para penabuh gamelan) menggelar
78 Patanjala Vol. 6 No.1, Maret 2014: 65-80

tikar sebagai alas tempat duduknya. buruh yang kehabisan uang akibat berjudi.
Gelapnya malam diterangi oleh colen, orang-orang Cina dengan senang hati
yaitu sejenis obor yang berasal dari bahan memberi pinjaman dengan syarat harus
bambu. Sebagai alat musik pengiringnya dibayar minggu berikutnya. Dengan cara
dipergunakan ketuk, kecrek, kendang, seperti itu, buruh akan merasa terikat
rebab, dan goong kecil. Musiknya yang sehingga tidak dapat meninggalkan
riang mengundang hasrat buruh untuk perkebunan (Effendhie, 1990: 32).
datang dan ikut menari. Tatalu (musik Warisan keberadaan ronggeng di
pembuka) mengawali pertunjukan sebagai kawasan Subang pada masa P en T dapat
tanda dimulainya tarian. Para ronggeng ditelusuri dari perkembangan kesenian
dan buruh menari bersama. Ronggeng doger kontrak. Menurut cerita yang
menari dengan menonjolkan goyangan berkembang, tari doger berkembang
pinggul. Setelah menari, ronggeng akan sejalan adanya perkebunan besar. Sebelum
menerima uang sawer (Weintraub, 2010: dikontrak pengelola kebun, para ronggeng
207). dan pengiringnya sengaja mengamen dari
Selama hiburan berlangsung, para satu perkebunan ke perkebunan lain
penonton dapat meminta lagu kepada setelah buruh menerima upah. Kebiasaan
doger. Penari ronggeng dapat diajak ke menampilkan ronggeng di perkebunan
luar arena pertunjukan oleh penari diperkirakan masih bertahan hingga saat
pasangannya ke tempat yang gelap untuk nasionalisasi mengingat kultur masyarakat
bercengkrama. Beberapa saat kemudian pantai utara Jawa Barat masih identik
ronggeng kembali ke arena pertunjukan. Ia dengan seni tersebut hingga sekarang.
menyimpan uang pemberian peng- Aspek hiburan menjadi salah satu
gemarnya ke dalam peti dekat panjak indikator adanya perubahan kebudayaan
(pemain musik). Ronggeng menari kem- pada masyarakat Subang pasca masuknya
bali sambil menunggu pasangan berikutnya industri perkebunan. Tradisi mendatangkan
yang menari bersamanya. Pertunjukan ronggeng rupanya sudah menjadi gejala
sering berakhir hingga dini hari. umum di lingkungan perkebunan untuk
Pertunjukan akan berakhir manakala para menciptakan menciptakan stabilitas.
penanggapnya kelelahan atau kehabisan
uang. D. PENUTUP
Kesenangan duniawi, seperti ber- Kehadiran perkebunan besar di
main judi dan minum-minuman keras kawasan Subang telah mengubah realitas
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sosial dan budaya masyarakat. Masyarakat
hiburan para buruh. Ongkos yang harus setempat yang hidup dalam suasana tradisi
dikeluarkan buruh untuk menikmati agraris tradisional harus beradaptasi de-
hiburan tersebut tidaklah kecil. Para buruh ngan ekonomi perkebunan. Mereka meng-
akan menghabiskan gaji mingguannya. ganti sistem ekonomi barter dan pemba-
Situasi yang disengaja ini tentu bukan yaran dalam bentuk natura dengan uang.
sekadar menyalurkan hasrat hiburan para Perubahan kebudayaan tampak
buruh. Bagi tuan kebun, hiburan tersebut dalam meningkatnya jumlah penduduk.
merupakan strategi “menghibur sambil Dalam pandangan ekonomi klasik, sering
mengikat” untuk menjinakkan buruh. dikatakan bahwa peningkatan populasi
Pihak perkebunan berusaha meng- penduduk diartikan sebagai meningkatnya
hisap kembali pendapatan buruh melalui kesejahteraan. Memang, jumlah penduduk
tangan ketiga. Pihak perkebunan sengaja merupakan aset potensial yang dapat
membuka jalan bagi orang Cina untuk digunakan sebagai faktor. Oleh karena itu,
masuk dalam situasi sulit yang dialami semakin banyak penduduk, semakin
buruh. Orang Cina memanfaatkan situasi banyak pula tenaga kerja yang dapat
dengan memberi pinjaman kepada para digunakan. Akan tetapi, pernyataan
Dampak Kapitalisme Perkebunan… (Iim Imadudin) 79

tersebut masih harus dikaji ulang, karena daya secara lebih cermat agar memini-
dalam konteks perkebunan, buruh yang malkan kemiskinan struktural.
berada di kasta terendah dalam stuktur
masyarakat perkebunan tidak cukup
menikmati kesejahteraan. Dengan kata DAFTAR SUMBER
lain, dibukanya perkebunan besar, kelom-
pok orang Eropa dan Cina serta para elit 1. Buku
pribumi yang justru hidup dalam kemak- Anonim. 1938.
muran. Selain penduduk yang sudah Short History of the Pamanoekan &
menetap sejak lama, para pendatang yang Tjiassemlands. Tp.
berasal dari berbagai daerah juga memberi Indonesia. Arsip Nasional. 1976.
corak yang khas dalam perubahan budaya Memori Serah Jabatan 1921-1930
masyarakat. Budaya masyarakat yang (Jawa Barat). Jakarta: ANRI.
terikat dengan ekonomi subsistensi ber- Asdi, Armin et al. 2007.
ubah menjadi ekonomi uang. Sejarah Kabupaten Subang. Subang:
Perubahan juga tampak dalam ber- Disbudpar Kab. Subang.
ubahnya mata pencaharian penduduk.
ten Brink, Jan. 1894.
Buruh perkebunan adalah para petani yang
Drie Reisschetsen. vierde druk. Leiden:
bertransformasi menjadi buruh. Petani di A.W. Sijthoff.
Hindia Belanda bukan para pemilik tanah
yang kaya, melainkan petani miskin. Broersma, R. 1912.
Perubahan dari petani menjadi buruh tidak De Pamanoekanen Tjiassem Landen.
Batavia: Drukkerij Papyrus.
disebabkan faktor akses pemilikan tanah.
Akan tetapi, diferensiasi sosial yang terjadi Disbudpar Subang. 2002.
secara masif. Penyempurnaan Naskah Sejarah
Perubahan lain terjadi dalam gaya Kabupaten Subang. Subang: Disbudpar
hidup masyarakat perkebunan. Seiring Subang.
dengan beban kerja yang cukup tinggi dan Endraswara, Suwardi. 2006.
upah yang diterima secara reguler menye- Metode, Teori, dan Teknik Penelitian
babkan mereka mencari hiburan. Dalam Kebudayaan: Ideologi, Epistemologi,
situasi demikian, pihak perkebunan me- dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka
manfaatkannya dengan menyelenggarakan Widayatama.
hiburan, seperti tayuban atau doger Kartodirdjo, Sartono dan Djoko Suryo. 1991.
kontrak. Masyarakat yang menjadi buruh Sejarah Perkebunan di Indonesia:
menghabiskan uangnya dalam hiburan Kajian Sosial-Ekonomi.Yogyakarta:
seperti itu. Maka, terjadilah ketergan- Aditya Media.
tungan buruh terhadap pihak perkebunan. Kartodirdjo, Sartono. 1992.
Memang hampir dapat dipastikan Pendekatan Ilmu Sosial dalam
bahwa proses perubahan merupakan Metodologi Sejarah. Jakarta: Gramedia.
hukum alam. Namun, tentu saja, perubahan Ledeboer. tt.
akibat pembangunan dan modernisasi Boschexploitatie op de Pamanoekan en
dapat direncanakan dengan baik, karena Tjiasemlanden. Weltevreden: G. Kolff 7
mereka yang terkena dampak tetap saja co.
orang-orang yang tidak cukup memiliki
Mubyarto et al. 1992.
akses untuk meningkatkan kehidupan ke Tanah dan Tenaga Kerja Perkebunan:
arah yang lebih layak, seperti halnya buruh Kajian Sosial-Ekonomi. Yogyakarta:
dan petani. Oleh karena itu, kegiatan Aditya Media.
pembangunan dan modernisasi hendaknya
mempertimbangkan aspek-aspek sosial bu- O’Malley, William. 1988.
“Perkebunan 1830-1940: Ikhtisar”,
dalam Anne Booth et al. Sejarah
80 Patanjala Vol. 6 No.1, Maret 2014: 65-80

Ekonomi Indonesia. Jakarta: LPES. Weintraub, Andrew. 2010.


Hlm. 228. Dangdut Stories: A Social and Musical
History of Indonesia's Most Popular
Padmo, Sugijanto. 2004.
Music. New York: Oxford University
Bunga Rampai Sejarah Sosial-Ekonomi
Press.
Indonesia. Yogyakarta: Aditya Media.
_____. 2. Tesis dan Monograf
“Sejarah Kota dan Ekonomi
Perkebunan”. Makalah disampaikan Effendhie, Machmud. 1990.
pada Diskusi Sejarah, Balai Pelestarian Dari Tanah Partikelir P en T Menuju
Sejarah dan Nilai Tradisional Tanah Merdeka: Draft Pendahuluan
Departemen Kebuda-yaan dan Monografi (KAB) Subang 1900-1968”.
Pariwisata Jogjakarta, 11-12 April 2007. Bogor: Pusat Studi Pembangunan LP-
IPB.
Pahan, Iyung. 2008. Imadudin, Iim. 2013.
Panduan Lengkap Kelapa Sawit: Kehidupan Sosial Ekonomi Buruh di
Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Tanah Partikelir Pamanukan dan
Hilir. Jakarta: Penebar Swadaya. Ciasem (1910-1969). Tesis. Program
Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Pascasarjana Fakultas Ilmu Budaya
Notosusanto. 1993. Universitas Padjadjaran. Bandung:
Sejarah Nasional Indonesia V. Jakarta: UNPAD.
Balai Pustaka.
Pranoto, Suhartono W. 1995. 3. Internet
Jawa (Bandit-bandit Pedesaan): Studi Herdiani, Een. “Doger” Rekonstruksi Warisan
Historis 1850-1942. Yogyakarta: Graha Seni Rakyat dari Hiburan ke Pertun-
Ilmu. jukan”, diakses dari http://www.een
Soekanto, Soerjono. 2006. herdiani.net/2013/10/doger-
Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: rekonstruksi-warisan-seni-rakyat.html,
Raja Grafindo. Persada. Tanggal 5 Feb-ruari 2014, Pukul 11.19
WIB.
Stibbe, D. G. 1919.
Encyclopaedie van Nederlandsch-Indie. Prabaningtyas, Nurul. “Pertunjukan Tayub da-
Tweede Druk. Deerde Deel (Soema-N). lam Analisis Dramaturgi (Studi
s’Gravenhage: Martinus Nijhoff. Deskriptif Waranggana Tayub di Dusun
Suparlan, Parsudi. 1995. Ngrajek, Desa Sambirejo, Kecamatan
Orang Sakai di Riau: Masyarakat Tanjung-anom, Kabupaten Nganjuk)”,
Terasing dalam Masyarakat Indonesia: diakses dari http://journal.unair.ac.id/
Kajian mengenai Perubahan dan Keles- auto.search. php, Tanggal 16 Juni 2013,
tarian Kebudayaan Sakai dalam Proses Pukul 23.00 WIB.
Transformasi Mereka ke dalam Purwanto, Bambang.“Menelusuri Akar Ketim-
Masyara-kat Indonesia melalui Proyek pangan dan Kesempatan Baru: Catatan
Pemulihan Pembinaan Kesejahteraan Tentang Sejarah Perkebunan Indonesia”
Masyarakat Terasing Departemen diakses dari http://sejarah. fib.ugm.ac.
Sosial Republik Indonesia. Jakarta: id/ artdetail.php?id=12, Tanggal 7
Yayasan Obor Indonesia. Oktober 2011 WIB.
Syam. Nur. 2007. Inglehart, Ronald and Wayne E Baker.
Madzhab-Madzhab Antropologi. “Modernization, Cultural Change, and
Yogyakarta: LKis. the Persistence of Traditional Values”.
Wardini, Cici et al. 2010. American Sociological Review, Feb
Dari Bumi Pasundan Menembus 2000. Accessesed from http://my.fit.edu
Dunia; Perjalanan Panjang PTPN VIII. /~gabrenya/cultural/readings/Inglehart-
Bandung: PTPN VIII. Baker-2000.pdf, date February 4th,
2014.
Dampak Kapitalisme Perkebunan… (Iim Imadudin) 81

Anda mungkin juga menyukai