Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENGGANTI PRAKTIKUM

ANALISIS PANGAN

“ANALISIS KADAR AIR BISKUIT MENGGUNAKAN METODE


THERMOGRAVIMETRI”

DOSEN PENGAMPU :

Ir. Surhaini, M.P.

OLEH :

Nabilla Rahma Aulia

J1A119026

R-001

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS JAMBI

2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Judul Jurnal


Penetapan Kadar Air Dan Kadar Protein Pada Biskuit yang Beredar Di
Pasar Banjarbaru

1.2. Latar Belakang


Salah satu produk yang telah lama dikenal dan digemari oleh
masyarakat luas dari berbagai kalangan dan usia adalah biskuit. Biskuit
adalah sejenis makanan yang terbuat dari tepung terigu dengan penambahan
bahan makanan lain, dengan proses pemanasan dan pencetakan. Makanan
yang dikenal dengan baik oleh masyarakat seringkali menjadi media untuk
bahan-bahan tambahan nutrisi karena dengan begitu nutrisi yang
ditambahkan ke dalam produk tersebut akan lebih banyak dikonsumsi oleh
lebih banyak orang, (Alkham,2014).
Terdapat empat faktor kualitas yang menentukan dalam suatu produk
makanan, yaitu penampakan, cita rasa, tekstur, dan nutrisi produk tersebut.
Tinggi atau rendahnya nilai protein yang terukur dapat dipengaruhi oleh
besarnya kandungan air yang hilang dari bahan. Kandungan protein yang
terukur tergantung pada jumlah bahan-bahan yang ditambahkan dan
sebagian besar dipengaruhi oleh kandungan air, (Alkham,2014).
Biskuit merupakan salah satu makanan ringan atau snack yang banyak
dikonsumsi oleh semua kalangan masyarakat. Konsumsi rata-rata biskuit di
kota dan pedesaan di Indonesia sebesar 0,40 kg/kapita/tahun. Biskuit
merupakan produk kering yang memiliki kadarair maksimum 5%, (Tahar,et
al,2017). Pada produk pangan kering, keberadaan air sangat mempengaruhi
daya simpan produk. Biskuit akan mudah rusak jika terjadi migrasi uap air
dari lingkungan, mengingat biskuit merupakan matriks yang bersifat
higroskopis sehingga kadar airnya dapat meningkat jika terekspos udara
selama penyimpanan.Oleh sebab itu besarnya nilai kadar air pada biskuit
menjadi poin yang krusial. Hal ini disebabkan karena kadar air dapat
mempengaruhi mutu dan umur simpan produk biskuit. Kadar air yang tinggi
tentunya dapat menurunkan mutu biskuit, baik dari segi organoleptik
maupun mikrobiologisnya. Biskuit dengan kadar air yang tinggi akan
mudah bagi kapang untuk tumbuh. Artinya stabilitas mutu dan daya awet
pangan sangat dipengaruhi oleh kadar air (SNI, 2011).

1.3. Tujuan
Tujuan dari analisis ini adalah untuk mengetahui kadar air biskuit
dengan menggunakan metode thermogravimetri.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kadar Air


Kadar air adalah perbedaan antara berat bahan sebelum dan
sesudah dilakukan pemanasan. Setiap bahan bila diletakkan dalam udara
terbuka kadar airnya akan mencapai keseimbangan dengan kelembapan
udara di sekitarnya. Kadar air bahan ini disebut dengan kadar air
seimbang. Penentuan kadarair dalambahan dapat ditentukan dengan
beberapa cara, yaitu metode pengeringan (Themogravimetri), metode
destilasi (Thermovolumetri), metode khemis, metode fisis dan metode
khusus misalnya dengan kromatografi,Nuclear Magnetic Resonance
(Sudarmadji, 1989)
Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan
yang dinyatakandalam persen. Kadar air juga merupakan satu karakteristik
yang sangat penting pada bahan pangann, karena air dapat mempengaruhi
penampakan, tekstur, dan citarasa pada bahan pangan. Kadar air dalam
bahan pangan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan
tersebut (Direktorat Gizi Departemen Kesehatan, 1972)

2.2. Penentuan Kadar Air


Penentuan kandungan air dapat dilakukan dengan berbagai cara.
Hal ini tergantung pada sifat bahannya. Pada umumnya penentuan kadar
air dilakukan dengan mengeringkan bahan dalam oven pada suhu 105°
selama 3 jam atau sampai didapat berat yang konstan. Selisih berat
sebelum dan esudah pengeeringan adalah banyaknya kadar air yang di
uapkan. Untuk bahan-bahan yang tidak tahan panas, dilakukan pemanasan
dalam oven vakum dengan suhu yang lebih rendah (Winarno F.G, 1993)

2.3. Metode Thermogravimetri


Metode pengeringan (thermogravimetri) merupakan suatu metode
untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan
dengan cara menguapkan air tersebut dengan menggunakan energi panas.
Prinsip dari metode oven pengering adalah bahwa air yang terkandung
dalam suatu bahan akan menguap bila bahan tersebut dipanaskan pada
suhu 105°C selama waktu tertentu, perbedaan antara berat sebelumdan
sesudah dipanaskan adalah kadar air (Jung and Wells, 1997)
Dalam percobaan kali ini yang metode yang digunakan dalam
melakukan proses penetapan kadar air menggunakan cara pengeringan
atau metode thermogravimetri.Penentuan kadar air dengan cara
pengeringan prinsipnya yaitu menguapkan air yang ada dalam bahan
dengan jalan pemanasan. Kemudian menimbang bahan sampai berat
konstan yang berarti semua air sudah diuapkan. Cara ini relatif mudah dan
murah.
Pemilihan metode penentuan kadar air harus tepat, selain itu
jaminanmutu hasil pemeriksaan atau analisa laboratorium juga sangat
diperlukan untuk menentukan kualitas bahan pangan yang tepat. Akurasi
data hasil analisa adalah hal penting yang menjadi perhatian dalam
jaminan mutu hasil pemeriksaan laboratorium. Akurasi menunjukkan
kedekatan nilai hasil pengukuran dengan nilai sebenarnya (Gold Standard).
Untuk menentukan tingkat akurasi perlu diketahui nilai sebenarnya dari
parameter yang diukur, kemudian dapat diketahui seberapa besar tingkat
akurasinya.
Pada dasarnya akurasi suatu data dapat ditentukan dengan cara
menghitung penyimpangan data yang diperoleh dari data yang seharusnya
di dapat. Pada metode penentuan kadar air secara thermogravimetri ini
terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi akurasi penentuan kadar air
bahan, yaitu : suhu dan kelembaban (RH), ruag kerja/laboratorium, suhu
dan tekanan udara pada ruang oven, ukuran dan sstruktur partikel sampel,
bentuk wadah/botol timbang (ratio diameter : tinggi)
BAB III

METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1. Alat
Alat yang digunakan pada analisis ini adalah neraca analitik, cawan
porselin, oven, desikator dan botol timbang.

3.1.2. Bahan
Bahan yang digunakan pada analisis ini adalah biskuit yang
beredar di Pasar Banjarbaru.

3.2 Prosedur Kerja


Prosedur analisis kadar air pada biscuit menggunakan metode
thermogravimetri yaitu pertama dipanaskan cawan porselin beserta
tutupnya dalam oven pada suhu 105ºC selama 30-60 menit dan
didinginkan dalam desikator selama 30-60 menit kemudian ditimbang lalu
dimasukkan 3-5 g sampel ke dalam cawan, ditutup dan ditimbang.
Dipanaskan botol timbang yang berisi sampel tersebut dalam keadaan
terbuka didalam oven pada suhu 105 ºC selama 3 jam. Ditutup botol
timbang ketika masih didalam oven, kemudian dipindahkan segera ke
dalam desikator dan didinginkan selama 1-2 jam, ditimbang, lalu dihitung
kadar air dalam contoh dengan perhitungan yang sudah ditentukan.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengujian kadar air pada sampel biskuit dilakukan metode


thermogravimetri. Hasil uji kadar air dapat dilihat pada tabel 1.

Nama Sampel Berat cawan + Berat sesudah Kadar air


Sampel dikeringkan
Sampel 1 60,5646 60,4284 4,43%
Sampel 2 42,3281 42,2122 3,84%
Tabel 1.Hasil Pengujian Kadar Air pada biskuit

Pengujian kadar air pada biskuit dilakukan untuk mengetahui kandungan


kadar air dari sediaan. Kadar air dalam bahan pangan berkaitan erat dengan daya
awet produk.Pengurangan air baik dalam pengeringan atau penambahan bahan
lain bertujuan untuk mengawetkan bahan-bahan pangan sehingga dapat tahan
terhadap kerusakan kimiawi maupun mikrobiologi. Aktifitas air merupakan faktor
penting yang mempengaruhi kestabilan makanan kering selama penyimpanan
(Gita dan Danuji, 2018).
Kadar air berfungsi menentukan kesegaran dan daya awet pada bahan
pangan serta bentuk kadar air yang sangat tinggi akan mengakibatkan mudahnya
masuk bakteri, khamir dan kapang untuk berkembang biak sehingga terjadi
perubahan pada bahan pangan yang dapat mempercepat adanyapembusukan
(Pratamaet al,2014).Hasil pengujian kadar air pada tabel 1 menunjukkan bahwa
semua sampel berada dalam batas maksimum kadar air yangditetapkan pada
syarat mutu dalam SNI 01-2973-2011 yaitu kadar air tidak lebih dari 5%.
Kadar air yang dihasilkan dapat berpengaruh terhadap kadar protein
biskuit. Semakin rendah kadar air mengakibatkan semakin tinggi kadar protein
(Hairunnisa, et al.,, 2017).. Sampel 1 memiliki tingkat kadar air lebih banyak
dibandingkan dengan sampel 2 tetapi kadar protein yang didapat lebih sedikit.
Sebaliknya sampel 2 memiliki kadar air lebih sedikit dibandingkan sampel 1
tetapi memiliki kadar protein lebih banyak. Hal ini membuktikan bahwa besarnya
kadar air berbanding terbalik dengan besarnya kadar protein.
BAB V

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan dapat


disimpulkan bahwa kadar air pada sampel biskuit 1 dan 2 masing-masing
diperoleh 4,43% dan 3,84. Hasil kadar air pada sampel biskuit 1 dan 2 memenuhi
SNI 01-2973-2011.
DAFTAR PUSTAKA

Alkham, F.F. 2014. Uji Kadar Protein dan Organoleptik Biskuit Tepung Terigu
dan Tepung Daun Kelor (Moringa oleifera) dengan Penambahan Jamur
Tiram (Pleurotus ostreatus). Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Depkes RI. 1972. Daftar Komposisi Bahan Makanan-Kandungan Gizi Tomat.


DirektoratGizi Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

Gita, R.S.D & S. Danuji. 2018. Studi Pembuatan Biskuit Fugsional dengan
Substitusi Tepung Ikan Gabus dan Tepung Daun kelor. Jurnal Pendidikan
Biologi dan Sains.;1(2):155-162.

Hairunnisa, Suherman & Supriadi. 2017. Analisis Zat Gizi Makro dari Tepung
Kombinasi Kakao (Theobroma cacao L.) dan Ubi Kayu (Manihot utilissima)
Sebagai Bahan Dasar Biskuit. Jurnal Akademika Kimia.

Jung, H. C. and Wells, W. W. 1997. Spontaneous Conversion of L-


DehydroascorbicAcid to L-Ascorbic Acid and L-Erythroascorbic Acid.
Biochemistry and Biophysic article.

Pratama, R.I., I. Rostini, & E. Liviawaty. 2014. Karakteristik Biskuit dengan


Penambahan Tepung Tulang Ikan Jangilus (Istiophorus Sp). Jurnal akuatika.

Standar Nasional Indonesia. 2011. Biskuit. 2973;2011

Sudarmadji, S; B. Haryono dan Suhardi. 1989. Analisa Bahan Makanan dan


Pertanian. Penerbit Liberty. Yogyakarta.

Tahar, N., M. Fitrah, & N.A.M. David. 2017. Penentuan Kadar Protein Daging
Ikan Terbang (Hyrundicthys oxycephalus) Sebagai Substitusi Tepung dalam
Formulasi Biskuit. Jurnal Farmasi.

Winarno, F. G. 1993. Pangan Gizi, Teknologi dan Konsumen. Gramedia Pustaka


Utama. Jakarta.
LAPORAN PENGGANTI PRAKTIKUM

ANALISIS PANGAN

“ANALISIS KADAR LEMAK PADA BUBUK COKLAT DENGAN


METODE EKSTRAKSI SOKLETASI”

DOSEN PENGAMPU :

Ir. Surhaini, M.P.

OLEH :

Nabilla Rahma Aulia

J1A119026

R-001

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS JAMBI

2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.4. Judul Jurnal


Penentuan Kadar Lemak Pada Bubuk Cokelat Dengan Metode
Ekstraksi Sokletasi.

1.5. Latar Belakang


Kakao merupakan salah satu komoditas unggulan di bidang perkebunan
yang memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap pemasukan devisa
negara yang tiap tahunnya mengalami peningkatan. Indonesia merupakan
negara ketiga pengekspor kakao terbesar didunia (Herlinda , 2016). Biji
coklat adalah bahan yang sangat penting dalam industri berbagai makanan.
Namun, sebelum dapat digunakan sebagai salah satu bahan campuran dalam
industri makanan atau minuman tersebut, buah kakao harus menjalani
berbagai proses dalam pengolahannya (Dewi , 2012).
Salah satunya biji kakao mentah digunakan untuk memproduksi bubuk
kakao, langkah pengolahannya meliputi fermentasi, pengeringan,
penyangraian, pengulitan biji kakao, penggilingan, pengepresan dan
pengayakan . Kualitas bubuk coklat yang baik dapat dilihat dari warna, rasa,
aroma, cemaran mikroba, kehalusan, kadar air dan kandungan lemaknya
(Joel , 2013).
Dalam penelitian ini lemak dalam bubuk coklat diperoleh dengan
menggunakan ekstraksi sokletasi, bubuk coklat berkadar lemak lebih tinggi
biasanya memimiliki warna yang lebih gelap (Widayat, 2013). Berdasarkan
SNI 3747:2009 telah ditetapkan bahwa kadar lemak dalam bubuk coklat
minimal 10,0 % . Jika kurang dari 10,0 % maka dinyatakan tidak memenuhi
syarat yang sudah ditetapkan oleh SNI . Dari uraian diatas penulis ingin
mengetahui kadar lemak dari bubuk coklat dan diharapkan hasil penelitian
ini dapat menjadi acuan pada petani kakao untuk meningkatkan kualitas dari
bubuk coklat agar diperoleh produk turunan yang berkualitas tinggi dan
tidak merugikan konsumen .

1.6. Tujuan
Tujuan dari analisis ini adalah untuk mengetahui kadar lemak pada
coklat bubuk merek van houten dan coklat bubuk tanpa merek dengan
menggunakan metode ekstraksi sokletasi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.4. Tanaman Kakao


Tanaman kakao termasuk marga Theobroma, suku dari
Sterculiaceae yang banyak diusahakan oleh para pekebun, dalam setiap
buah terdapat sekitar 20-50 butir biji, biji dibungkus oleh daging buah
yang berwarna putih dan rasanya manis (Susanto,1994).
Tanaman coklat juga merupakan tanaman tropis, dapat tumbuh
pada kelembaban dan temperatur agak tinggi dan tumbuh baik di antara
20°LS dan 20°LU. Secara garis besar tanaman coklat membutuhkan
temperatur rata-rata per tahun 25°Cdengan temperatur harian terendah
rata-rata tidak kurang dari 15°C. Temperatur rendah mengakibatkan proses
pembungaan terlambat.
Biji kakao Merupakan sumber berbagai produk, seperti cocoa
powder, Pasta kakao (massa), kakao kasar dan theobroma Minyak, juga
disebut cocoa butter. Selain cokelat, coklat bubuk adalah produk yang
paling populer dari biji kakao. Theobromine juga terdapat pada kakao
dengan jumlah terbesar, adalah alkaloid paling khas dari kakao. Bubuk
coklat terdiri dari sekitar 2-4% theobromine. Kandungan theobromine
dalam coklat sekitar 1%. Theobromine meningkatkan konsentrasi, dan
sebagian mengurangi efek kelelahan (Witt, 2016 ).

2.5. Lemak
Lemak adalah campuran trigliserida dalam bentuk padat dan terdiri
dari suatu fase padat dan fase cair. Sumber-sumber lemak dan minyak
dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu : sumber dari tumbuh-
tumbuhan dan sumber-sumber dari hewan. Lemak yang digunakan dalam
makanan sebagian besar adalah trigliserida yang merupakan ester dari
gliserol, komponen-komponen lain yang mungkin terdapat meliputi
fosfolipid, sterol, vitamin dan zat warna yang larut dalam lemak seperti
klorofil dan karotenoid. Trigliseridadapat berwujud padat atau cair, dan hal
ini tergantung dari komposisi asam lemak yang menyusunnya. Peran dari
pada lemak (lipid) dalam makanan manusia dapat merupakan zat gizi yang
menyediakan energi bagi tubuh ; dapat bersifat psikologis dengan
meningkatkan nafsu makan ; atau dapat membantu memperbaiki tekstur
dari bahan pangan yang diolah ( Buckle, 1987 ).
Secara defenitif, lipida diartikan sebagai semua bahan organik yang
dapat larut dalam pelarut-pelarut organik yang memiliki kecenderungan
nonpolar. Maka kelompok lipida ini secara khusus berbeda dengan
karbohidrat dan protein yang tak larut dalam pelarut-pelarut organik.
Bahan-bahan pelarut yang umum dipakai untuk ekstraksi lipida adalah
heksan, ether atau khloroform. Untuk golongan lipida yang lebih polar,
bahan pelarut yang dipakai untuk ekstraksi juga dipilih yang lebih polar
misalnya kloroform, etanol, metanol ataupun campuran beberapa pelarut.
Lemak dan minyak secara kimiawi adalah trigliserida merupakan
bagian terbesar dari kelompok lipida, trigliserida ini merupakan senyawa
hasil kondensasi satu molekul gliserol dengan tiga molekul asam lemak.
Dialam bentuk gliserida yang lain yaitu digliserida dan monogliserida
hanya terdapat sangat sedikit pada tanaman, dalam dunia perdagangan
lebih banyak dikenal digliserida dan monogliserida dipakai dalam
teknologi makanan misalnya sebagai bahan pengemulsi, penstabil, dan
lain-lain. Secara umum lemak diartikan sebagai trigliserida yang dalam
kondisi suhu ruang berada dalam keadaan padat dan minyak adalah
trigliserida yang dalam suhu ruang berbentuk cair. Secara lebih pasti tidak
ada batasan yang jelas untuk membedakan minyak dan lemak ini
(Sudarmadji,1989)

2.6. Ekstraksi Sokletasi


Sejumlah sampel ditimbang dengan teliti dimasukkan kedalam
thimble yang dapat dibuat dari kertas saring atau alundum (Al2O3).
Ukuran thimble yang dipilih sesuai dengan besarnya soxhlet yang
digunakan. Sampel yang belum kering harus dikeringkan terlebih dahulu,
diatas sampel dalam thimble ditutup dengan kapas bebas lemak supaya
partikel bahan/sampel tidak ikut terbawa aliran pelarut . Selanjutnya labu
godok dipasang berikut kondensornya, pelarut yang digunakan 2 kali isi
tabung ekstraksi. Pemanasan sebaiknya menggunakan penangas air untuk
menghindari bahaya kebakaran. Lipida akan terekstraksi dan melalui sifon
terkumpul kedalam labu godok. Pada akhir ekstraksi yaitu kira-kira 4-6
jam, labu godok diambil dan ekstrak dituang kedalam botol timbang atau
cawan porselen yang telah diketahui beratnya, kemudian pelarut diuapkan
diatas penangas air sampai pekat. Selanjutnya dikeringkan dalam oven
sampai diperoleh berat konstan pada suhu 100°C. Berat residu dalam botol
timbang dinyatakan sebagai berat lemak atau minyak.
Agar diperoleh lemak dan minyak bebas air dengan cepat maka
pengeringan dapat menggunakan oven vakum. Selain cara diatas
penentuan banyaknya lemak dapat pula diketahui dengan menimbang
sampel padat yang ada dalam thimble setelah ekstraksi, dan sudah
dikeringkan dalam oven sehingga diperoleh berat konstan. Selisih berat
sebelum dengan sesudah ekstraksi merupakan berat minyak atau lemak
yang ada dalam bahan tersebut .
BAB III

METODOLOGI

3.1. Alat dan Bahan


3.1.1. Alat
Alat yang digunakan pada analisis ini adalah neraca analitik,
spatula, beaker glass, hot plate, batang pengaduk, labu alas, alas
soklet, oven, corong kaca, kertas saring, desikator, gelas ukur dan
pipet tetes.

3.1.2. Bahan
Bahan yang digunakan pada analisis ini adalah HCl, hexane,
coklat bubuk merek van houten, cklat bubuk tanpa merek, aquadest
dan AgNO3.

3.2.Prosedur Kerja
3.2.1. Preparasi Labu Lemak
Sebelum digunakan, labu lemak harus dipreparasi terlebih
dahulu pertama dikeringkan labu lemak yang berisi batu didih
kedalam oven suhu 105°Cselama 3 jam . Selanjutnya dinginkan
dalam desikator selama 30 menit, dan ditimbang sampai bobot
konstan.

3.2.2. Coklat bubuk merek van houten


Siapkan 4-5 gram sampel dengan menggunakan neraca analitik.
Dimasukkan kedalam beaker glass 150 ml. Tambahkan 45ml
aquadest, 55 ml Hcl 25% aduk hingga rata. Selanjutnya panaskan
diatas hot plate selama 15 menit. Disaring dengan kertas saring
whatmann no.42. Bilas dengan air panas sampai tidak bereaksi
dengan asam lagi, kemudian tambahkan 3 tetes AgNO3 terhadap
filtrat jika tidak terdapat endapan putih ( Agcl ) maka pH sudah
netral. Masukkan kertas saring yang berisi endapan kedalam oven.
keringkan pada suhu 105°Cselama 3 jam. Rangkai alat soklet,
masukkan kertas saring serta isinya kedalam timbal ekstraksi.
Tambahkan pelarut heksana dan diekstraksi selama 3 jam. Setelah
proses ekstraksi selesai uapkan pelarut,keringkan labu lemak beserta
lemak kedalam oven suhu 105°Cselama 3 jam. Dinginkan kedalam
desikator selama 30 menit, dan timbang sampai bobot konstan.
3.2.3. Coklat bubuk tanpa merek
Siapkan 4-5 gram sampel dengan menggunakan neraca analitik.
Masukkan kedalam beaker glass 150 ml. Ditambahkan 45 ml
aquadest, 55 ml Hcl 25%aduk hingga rata. Selanjutnya panaskan
diatas hot plate selama 15 menit . Disaring dengan kertas saring
whatmann no.42. Bilas dengan air panas sampai tidak bereaksi
dengan asam lagi, kemudian tambahkan 3 tetes AgNO3 terhadap
filtrat jika tidak terdapat endapan putih ( Agcl ) maka pH sudah
netral. Masukkan kertas saring yang berisi endapan kedalam oven.
Keringkan pada suhu 105°C selama 3 jam. Rangkai alat soklet,
masukkan kertas saring serta isinya kedalam timbal ekstraksi.
Tambahkan pelarut heksana dan diekstraksi selama 3 jam. Setelah
proses ekstraksi selesai uapkan pelarut. Keringkan labu lemak
beserta lemak kedalam oven suhu 105°C selama 3 jam. Dinginkan
kedalam desikator selama 30 menit dan ditimbang sampai bobot
konstan.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.Hasil
Hasil percobaan kadar lemak dalam bubuk coklat merek van
houten dan bubuk coklat tanpa merekdapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 1. Data kadar lemak dalam bubuk coklat merek Van Houten
W1 (g) Kadar
No. Sampel W (g) Wo (g) Lemak
I II III (%)
Coklat 5,0045 136,5142 137,0939 137,0885 137,0842 11,4
Bubuk
1. Merek 4,9947 102,1166 102,6838 102,6792 102,6789 11,3
Van
Houten 5,0439 135,7296 136,2967 136,2927 136,2924 11,2

Tabel 2. Data Kadar lemak dalam coklat bubuk tanpa merek


W1 (g) Kadar
No. Sampel W (g) Wo (g) Lemak
I II III (%)
4,8503 105,7465 105,9442 105,9411 105,9408 4,01
Coklat
Bubuk
1. 4,7028 136,4039 136,5967 136,5933 136,5931 4,02
Tanpa
Merek
4,9837 88,0819 88,2846 88,2806 88,2804 3,98

4.2.Perhitungan

𝑊1−𝑊0
Kadar Lemak (%) = 𝑥 100%
𝑊

Keterangan :
W= Berat contoh ( gr )
W0= Berat labu kosong ( gr )
W1= Berat contoh + berat labu setelah dikeringkan ( gr )
4.3.Pembahasan
Hasil penentuan kadar lemak coklat bubuk merek van houten
perlakuan pertama 11,4 %, perlakuan kedua 11,3 %, perlakuan ketiga 11,2
% dan kadar lemak coklat bubuk tanpa merek perlakuan pertama diperoleh
4,01 %, perlakuan kedua 4,02 %, dan perlakuan ketiga 3,98 %. Selisih
hasil perlakuan pertama, kedua, dan ketiga dari masing-masing coklat
bubuk dapat disebabkan oleh kurang dan lebihnya waktu pengeringan di
dalam oven setelah proses hidrolisis.
Proses hidrolisis yaitu penambahan air kedalam suatu zat dengan
tujuan untuk menghilangkan zat warna yang ada pada makanan. Apabila
bahan masih mengandung air yang tinggi maka bahan pelarut akan sulit
masuk kedalam jaringan/sel dan pelarut menjadi jenuh dengan air sehingga
pada proses ektraksi kadar lemak yang dihasilkan kurang efisien.
Pemanasan bahan yang terlalu tinggi (misalnya untuk menghilangkan
sebagian air yang ada dalam bahan) juga tidak baik untuk proses ekstraksi
lipida, karena sebagian lipida akan terikat dengan protein dan karbohidrat
yang ada dalam bahan sehingga menjadi sukar untuk diekstraksi
(Sudarmadji , 1989).
Hasil kadar lemak pada coklat bubuk tanpa merek tidak memenuhi
syarat SNI yang telah ditetapkan dapat disebabkan oleh beberapa faktor
diantaranya lamanya waktu proses fermentasi, semakin lama waktu
fermentasi kandungan lemak semakin tinggi . Kandungan lemak tinggi
diperoleh pada biji kakao fermentasi sempurna karena pada proses
fermentasi terjadi penurunan kandungan bahan bukan lemak seperti
protein, polifenol, dan karbohidrat yang terurai sehingga secara relatif
kadar lemak akan meningkat . Kadar lemak pada coklat bubuk juga dapat
disebabkan oleh suhu pada saat pengempaan lemak kakao yang kurang
dari 35 °Cdan tekanan kempa yang kurang kuat, sehingga masih banyak
lemak kakao yang belum terekstraksi (Towaha , 2012).
Kadar lemak pada coklat bubuk juga dapat dipengaruhi oleh
kualitas biji coklat, biji coklat yang bermutu baik mempunyai berat rata-
rata 1,0-1,2 gram atau sekitar 83-100 biji tiap 100 gram. Berat biji
berkaitan erat dengan kandungan lemak, bila berat biji kurang dari 1 gram
tiap biji maka kandugan lemaknyaturun . Ukuran berat biji ini ada
kaitannya juga dengan pengolahan dipabri, biji yang ukurannya seragam
akan mencapai derajat penyangraian yang seragam pula . Biji yang kecil
cenderung tersangrai lebih cepat (Susanto , 1994) .
Berdasarkan uraian diatas bahwa kadar lemak coklat bubuk tanpa
merek tidak mencukupi syarat SNI 3747:2009 yang telah ditetapkan yaitu
minimal 10,0% karena proses fermentasi yang kurang sempurna, tekanan
saat pengepresan kurang kuat, suhu kurang tinggi, proses penyangraian
yang terlalu lama, dan kualitas dari biji coklat yang akan diolah .
BAB V

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan dapat


disimpulkan bahwa kadar lemak coklat bubuk merek van houten 11,3% dan kadar
lemak pada coklat bubuk tanpa merekdiperoleh 4,00 %.
DAFTAR PUSTAKA

Buckle, K.A . 1987. Ilmu Pangan . Jakarta : UI-Press. Hlm. 327-329.

Dewi, K.H . Zuki, M. dan Subagio, M. 2012. Kajian Suhu dan Lama Waktu
Penyangraian Nibs Terhadap Mutu Bubuk Coklat. Universitas Bengkulu,
Vol.2 , No.1, 42-47.

Herlinda, R . Maulana, I.T . dan Sadiyah, E.R . 2016. Kandungan Komponen


Asam Lemak Biji Kakao ( Theobroma Cacao L.) Hasil Fermentasi dan Non
Fermentasi. Universitas Islam Bandung , Vol.2 , No.1, 23.

Joel, N. 2013. Production and Quality Evalution of Cocoa Products ( Plain


Cocoa Powder and Chocolate ). Michael okpara University of Agric, Vol.3,
No.1, 31.

Sudarmadji, S. Bambang, H. dan Suhardi. 1989. Analisa Bahan Makanan dan


Pertanian. Yogyakarta : Liberty. Hlm 95-97 , 103-209.

Susanto, F.X. 1994. Tanaman Kakao. Yogyakarta : Kanisius. Hlm: 20-25 , 173-
176.

Towaha, J. Anggraini, D.A. dan Rubiyo. 2012. Keragaman Mutu Biji Kakao dan
Produk Turunannya Pada Berbagai Tingkat Fermentasi. Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Bali, Vol.28, No.3, 169-172 .

Widayat, H.P. 2013. Perbaikan Mutu Bubuk kakao Melalui Proses Ekstraksi
Lemak dan Alkalisasi. Universitas Syiah Kuala, Vol.5, No.23, 12-15.

Witt, P.W . Smiechowska, M . and Klobukowski, F. 2016. The Presence Of


Oxalates In The Cocoa Powder From Organic and Conventional Plantations.
Comodity and Quality Science University Of Poland , Vol.61 , No.4 , 219.

Anda mungkin juga menyukai