NIM: 1820610001 Kelas: AKSYA-5-A Mata Kuliah: Manajemen Perpajakan
Tugas 6; TAX PLANNING PPN
PT AM merupakan perusahaan yang membuat peralatan rumah tangga dari aluminium dan fiber. Perusahaan baru saja mengangkat Hajar menjadi staf yang menangani perpajakan. Sebagai staf baru, Hajar diminta untuk melakukan administrasi perpajakan PPN, dimana perusahaan mempunyai kebijakan sebagai berikut: 1. Selama ini, Perusahaan membeli barang dari pemasok non-PKP. Hal ini dilakukan karena harganya lebih murah. 2. Departemen pembelian tidak memiliki staf administrasi, dan faktur pajaknya sering kali hilang. Untuk menangani kejadian ini, Perusahaan biasanya akan meminta Perusahaan perantara untuk menyediakan faktur pajak dan bukti-buktinya agar seluruh PPN Masukannya dapat dikreditkan. 3. Untuk transaksi penjualan, Hajar diminta memisahkan penjualan yang sudah dibayar dan penjualan yang belum dibayar. Jika sudah dibayar, maka faktur pajaknya akan dilaporkan sebagai PPN Keluaran. Namun, jika belum dibayar, maka PPN Keluarannya tidak akan dilaporkan dulu. Hal ini dilakukan sesuai dengan kebijakan Perusahaan untuk menjaga Cash Flow untuk kegiatan operasional. Pertanyaan: Seandainya Anda adalah Hajar, berikan jawaban Anda atas pertanyaan-pertanyaan berikut ini terkait setiap kebijakan Perusahaan dalam kasus diatas: a. Jelaskan kemungkinan risiko yang dihadapi Perusahaan atas kebijakan pada butir (1) dalam kasus diatas! Jelaskan jawaban Anda didasarkan pada peraturan yang berlaku! b. Berdasarkan kondisi pada butir (2) dalam kasus diatas, berikan pendapat Anda tentang manajemen pajak Perusahaan! Berikan pula pendapat Anda tentang pembelian faktur pajak dari Perusahaan perantara! c. Jelaskan apakah kebijakan pada butir (3) dalam kasus diatas sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku! Jelaskan pula kemungkinan risiko yang dihadapi Perusahaan atas kebijakan tersebut! JAWABAN a. Sebuah Perusahaan yang sudah dikukuhkan menjadi PKP dan melakukan pembelian BKP dari perusahaan non-PKP maka tidak akan mendapatkan faktur pajak dan tidak akan ada pungutan PPN, yang akan berakibat pada PPN-nya tidak dapat dikreditkan. Hal ini karena non-PKP tidak boleh memungut PPN dan tidak boleh menerbitkan faktur pajak, yang sesuai dengan Pasal 39A Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Apabila nekad menerbitkan faktur pajak maka akan dikenakan sanksi pidana atau denda. Namun, bagi perusahaan yang sudah tergolong PKP wajib membuat faktur pajak dengan isian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP): 00.000.000.0-000.000 dengan identitas non-PKP tersebut. NPWP ini tidak dapat dikreditkan karena bertransaksi dengan non-PKP. Adapula Peraturan Menteri Keuangan Nomor 563/KMK.03/2003, apabila diterapkan pada transaksi ini jelas tidak sesuai atau dapat dikatakan bahwa transaksi dengan non-PKP tidak ada aturannya. Tapi jika transaksi yang dilakukan dengan PKP maka dapat menganutnya. b. Perusahaan yang tidak memiliki staf administrasi akan berdampak pada seluruh kegiatan di perusahaan tidak terkelola dengan baik yang dapat menimbulkan berbagai persoalan. Karena staf adimistrasi tergolong salah satu pekerjaan yang penting dalam suatu perusahaan atau instansi. Dianggap penting karena berkenaan dengan manajemen perusahaan. Tidak adanya staf adiministrasi dapat mempengaruhi berjalannya manajemen perusahaan tersebut. Hal yang dapat terjadi jika suatu perusahaan tidak terdapat staf adiministrasi, salah satunya hilangnya faktur pajak di perusahaan atau dokumen-dokumen lain yang dianggap penting. Hilangnya faktur pajak dapat dilakukan pengurusan pada Kantor Pelayanan Pajak di tempat PKP pembeli atau penerima jasa. Sehingga apa yang dilakukan Perusahaan ini terhadap pembelian faktur pajak dari perusahaan perantara tidak diperbolehkan, karena faktur pajak dibuat saat membeli atau menjual barang dan/atau jasa kena pajak dari dan/atau kepada PKP pada saat terjadinya transaksi. PKP pembeli atau penerima JKP/BKP dapat mengajukan permohonan tertulis untuk meminta copy dari faktur pajak yang hilang kepada PKP penjual atau pembeli JKP dengan tembusan kepada KPP di tempat PKP pembeli atau penjual JKP dikukuhkan dan kepada KPP di tempat PKP penjual atau pembeli JKP dikukuhkan. Copy-an dari faktur pajak tersebut selanjutnya dibuat dalam rangkap 2, satu untuk PKP pembeli atau penerima JKP/BKP melalui PKP penjual atau pemberi JKP/BKP. Salinan kedua diberikan kepada KPP yang bersangkutan untuk disimpan sebagai arsip. Agar dapat disetujui pembuatan salinan faktur pajak dari Perusahaan tersebut maka KPP harus melakukan penelitian atas Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dari PKP tersebut, untuk menyakinkan bahwa faktur pajak yang hilang sudah dikreditkan sebagai pajak masukan. c. Menurut UU PPN pada pasal 13 ayat (1a) UU PPN 1984 yang menjelskan bahwa faktur pajak keluaran harus dibuat dengan tujuan agar pelaporan PPN keluaran dilakukan saat transaksi. Artinya saat transaksi PKP penjual segera membuat faktur pajak keluaran untuk segera disampaikan kepada pembeli, agar pembeli dapat segera membuat faktur pajak masukan. Dalam faktur pajak keluaran tertera mengenai besaran PPN yang harus dibayar oleh pihak pembeli ke PKP penjual. Untuk kasus ini sudah sesuai dengan peraturan yang diatur. Karena pembuatannya dapat ditunda sampai akhir bulan berikutnya setelah penyerahan BKP/JKP. Semakin lama pembuatan faktur pajak maka PKP tidak perlu menalangi pembayaran PPNnya. Jika pembuatan faktur pajak melebihi jangka waktu 3 bulan sejak saat seharusnya faktur pajak tersebut dibuat, dengan berdasarkan Pasal 14 Peraturan Dirjen Pajak Nomor 13/PJ/2010, faktur pajak dianggap tidak diterbitkan serta akan dikenakan sanksi yaitu sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% dari Dasar Pengenaan Pajak.