Anda di halaman 1dari 12

 

Pemeriksaan CTG (cardiotocography )


1.
 
Pengertian CTG ( Cardiotocography )Alat Kardiotokografi (CTG) atau juga disebut Fetal
Monitor adalah alat yangdigunakan untuk memeriksa kondisi kesehatan janin. Pemeriksaan
umumnya dapat dilakukan pada usia kehamilan 7-
9 bulan dan pada saat persalinan. Pemeriksaan CTG diperolehinformasi berupa signal irama
denyut jantung janin (DJJ), gerakan janin dan kontraksi rahim.Pemeriksaan dengan CTG sangat
diperlukan pada fasilitas pelayanan persalinan.Pemeriksaan CTG penting dilakukan pada setiap
ibu hamil untuk pemantauan kondisi janin terutama dalam keadaan:a.
 
Kehamilan dengan komplikasi (darah tinggi, kencing manis, tiroid, penyakit infeksikronis, dll) b.
 
Kehamilan dengan berat badan janin rendah (Intra Uterine Growth Retriction)c.
 
Oligohidramnion (air ketuban sedikit sekali)d.
 
Polihidramnion (air ketuban berlebih)2.
 
Syarat Pemeriksaan CTGa.
 
Usia kehamilan mulai 28 minggu b.
 
Ada persetujuan tindak medik dari pasien (secara lisan)c.
 
Punktum maksimun denyut jantung janin (DJJ) diketahuid.
 
Prsedur pemasangan alat sesuai dengan petunjuk penggunaane.
 
Sebaiknya dilakukan 2 jam setelah makan.f.
 
Waktu pemeriksaan selama 20 menit.g.
 
Selama pemeriksaan posisi ibu berbaring nyaman dan tak menyakitkan ibu maupun bayi.h.
 
Bila ditemukan kelainan maka pemantauan dilanjutkan dan dapat segera diberikan pertolongan
yang sesuai.i.
 
Konsultasi langsung dengan dokter kandungan3.
 
Indikator Pemeriksaan CTGPemeriksaan CTG penting dilakukan pada:a.
 
Ibu1)
 
Pre-eklampsia-eklampsia2)
 
Ketuban pecah3)
 
Diabetes mellitus4)
 
Kehamilan 40 minggu
 
5)
 
Vitium cordis6)
 
Asthma bronkhiale7)
 
Inkompatibilitas Rhesus atau ABO8)
 
Infeksi TORCH9)
 
Bekas SC10)
 
Induksi atau akselerasi persalinan11)
 
Persalinan preterm12)
 
Hipotensi13)
 
Perdarahan antepartum14)
 
Berusia lanjut (>35 tahun) b.
 
Janin1)
 
Pertumbuhan janin terhambat (PJT)2)
 
Gerakan janin berkurang3)
 
Hidrops fetalis4)
 
Kelainan presentasi, termasuk pasca versi luar.5)
 
Mekoneum dalam cairan ketuban.6)
 
Riwayat lahir mati.7)
 
Kehamilan ganda.Pemeriksaan CTG:1)
 
Sebaiknya dilakukan 2 jam setelah makan.2)
 
Waktu pemeriksaan selama 20 menit.3)
 
Selama pemeriksaan posisi ibu berbaring nyaman dan tak menyakitkan ibu maupun bayi.4)
 
Bila ditemukan kelainan maka pemantauan dilanjutkan dan dapat segera diberikan pertolongan
yang sesuai.5)
 
Konsultasi langsung dengan dokter kandungan3.
 
Cara Kerja CTGa.
 
Persiapan pemeriksaan ctg1)
 
Sebaiknya dilakukan 2 jam setelah makan.2)
 
Waktu pemeriksaan selama 20 menit,3)
 
Selama pemeriksaan posisi ibu berbaring nyaman dan tak menyakitkan ibu maupun bayi.
 
4)
 
Bila ditemukan kelainan maka pemantauan dilanjutkan dan dapat segera diberikan pertolongan
yang sesuai.5)
 
Konsultasi langsung dengan dokter kandungan. b.
 
Prosedur1)
 
Persetujuan tindak medik (Informed Consent) : menjelaskan indikasi, cara pemeriksaan
dan kemungkinan hasil yang akan didapat. Persetujuan tindak medik inidilakukan oleh dokter
penanggung jawab pasien (cukup persetujuan lisan).2)
 
Kosongkan kandung kencing.3)
 
Periksa kesadaran dan tanda vital ibu.4)
 
Ibu tidur terlentang, bila ada tanda-tanda insufisiensi utero-plasenter atau gawat janin,ibu tidur
miring ke kiri dan diberi oksigen 4 liter / menit.5)
 
Lakukan pemeriksaan Leopold untuk menentukan letak, presentasi dan punktummaksimum
DJJ.6)
 
Hitung DJJ selama satu menit; bila ada his, dihitung sebelum dan segera setelahkontraksi
berakhir..7)
 
Pasang transduser untuk tokometri di daerah fundus uteri dan DJJ di daerah
punktummaksimum.8)
 
Setelah transduser terpasang baik, beri tahu ibu bila janin terasa bergerak, pencet belyang telah
disediakan dan hitung berapa gerakan bayi yang dirasakan oleh ibu selama perekaman KTG.9)
 
Hidupkan komputer dan Kardiotokograf.10)
 
Lama perekaman adalah 30 menit (tergantung keadaan janin dan hasil yang ingindicapai).11)
 
Lakukan dokumentasi data pada disket komputer (data untuk rumah sakit).12)
 
Matikan komputer dan mesin kardiotokograf. Bersihkan dan rapikan kembali13)
 
Beri tahu pada pasien bahwa pemeriksaan telah selesai.14)
 
Berikan hasil rekaman KTG kepada dokter penanggung jawab atau paramedikmembantu
membacakan hasi interpretasi komputer secara lengkap kepada dokter.15)
 
Paramedik (bidan) dilarang memberikan interpretasi hasil ctg kepada pasien.Pemeriksaan
Laparosko

SKP IDI Gratis!

ALOMEDIKA  |  KHUSUS UNTUK DOKTER


LOGIN | DAFTAR

Go
 

TEKNIK CARDIOTOCOGRAPHY
Oleh :
dr. Queen Sugih Ariyani
Share To Social Media:
  
Teknik cardiotocography (CTG) berfokus pada pengukuran denyut jantung janin dan kontraksi
uterus. Pemeriksaan CTG tidak hanya dilakukan pada saat intrapartum, tetapi juga dapat
dilakukan saat antepartum. Terdapat 2 metode yang dapat dilakukan pada pemeriksaan CTG
antepartum, yaitu non-stress test dan contraction stress test.
Non-stress test dilakukan pada ibu yang belum terdapat kontraksi dilakukan untuk memantau
denyut jantung janin dan respons jantung terhadap gerakan janin. Contraction stress
test dilakukan untuk mengetahui fungsi uteroplasenta dan kemampuan fetus dalam mentoleransi
persalinan. Biasanya pemeriksaan ini dilakukan jika hasil non-stress test atipikal.
Persiapan Pasien
Persiapan yang harus dilakukan sebelum memulai prosedur antara lain:

 Memberi penjelasan kepada pasien mengenai prosedur CTG dan meminta informed


consent
 Meminta pasien untuk mengosongkan kandung kemih

 Melakukan palpasi abdomen untuk menentukan posisi janin

 Mempersiapkan pasien pada posisi yang nyaman

Pada contraction stress test, terdapat persiapan tambahan untuk menimbulkan kontraksi uterus.
Hal ini dapat dilakukan dengan dua metode, stimulasi oksitosin atau stimulasi puting.
Stimulasi Puting

Langkah prosedural stimulasi puting untuk persiapan contraction stress test adalah sebagai


berikut:
1. Instruksikan ibu untuk menggosokkan satu puting dengan menggunakan telapak tangan
secara cepat dan lembut selama 2 menit

2. Berhenti selama lima menit dan nilai aktivitas uterus

3. Jika pola kontraksi yang diinginkan belum tercapai, instruksikan ibu untuk melanjutkan
siklus kedua stimulasi selama dua menit

4. Jika kontraksi tetap tidak mencukupi, lakukan stimulasi puting bilateral

5. Jika stimulasi puting gagal menginduksi kontraksi yang memenuhi kriteria tes, stimulasi
oksitosin dapat dipertimbangkan [12]

Stimulasi Oksitosin

Langkah prosedural stimulasi oksitosin untuk persiapan contraction stress test adalah:


1. Pasang jalur intravena utama dengan larutan NaCl 0,9%
2. Siapkan jalur kedua yang terhubung dengan jalur intravena utama dengan oksitosin 30 IU
diencerkan dalam 500 ml larutan intravena
3. Pasang infusion pump pada jalur infus oksitosin
4. Atur laju infus oksitosin 1 miliunit/menit dan tingkatkan 1 miliunit/menit setiap 30 menit
hingga 16 miliunit/menit atau sampai timbul tiga kontraksi dalam 10 menit yang masing-masing
kontraksi berlangsung selama satu menit

Peralatan
Peralatan pada pemeriksaan cardiotocography antara lain:

 Mesin Cardiotocography

 Transduser dengan probe ultrasonografi

 Transduser dengan tocodynamometer

 Gel

 Sabuk elastis

 Kertas CTG

Posisi Pasien
Posisi pasien yang direkomendasikan untuk CTG adalah posisi berbaring pada sisi lateral,
setengah duduk, atau tegak. Posisi supinasi tidak disarankan karena dapat menyebabkan
kompresi aorta dan vena cava oleh uterus sehingga mengurangi perfusi plasenta dan oksigenasi
pada fetus.[1,4]

Prosedural
Pada umumnya pemeriksaan CTG dilakukan dengan pemantauan eksternal. Berikut merupakan
prosedur CTG dengan pemantauan eksternal:

1. Posisikan pasien pada posisi lateral, setengah duduk, atau tegak

2. Tempatkan transduser tocodynamometer pada fundus uteri dan melihat baseline tonus


uterus istirahat
3. Tempatkan sabuk elastis mengelilingi perut ibu untuk fiksasi transduser
tocodynamometer

4. Berikan gel pada transduser ultrasonografi

5. Konfirmasi denyut jantung janin sesuai dengan posisi punggung janin

6. Tempatkan transduser ultrasonografi pada posisi terdengarnya denyut jantung janin yang
paling keras
7. Tempatkan sabuk elastis mengelilingi perut ibu untuk fiksasi transduser ultrasonografi

8. Alat CTG diatur pada kecepatan 1 cm/menit

9. Validasi jam dan tanggal

10. Berikan identitas pada kertas CTG

11. Jika dilakukan CTG antepartum dengan metode non-stress test, instruksikan pasien untuk
menekan tombol ketika janin bergerak saat pemeriksaan  berlangsung.
12. Mulai perekaman pada mesin CTG

13. Pastikan CTG berfungsi dengan baik dan hasil perekaman dapat diinterpretasi sebelum
meninggalkan pasien

14. Evaluasi hasil CTG dalam 10 menit

15. Jika dalam 10 menit fetus tidak aktif, stimulasi fetus dengan mengubah posisi ibu

16. Jika terdapat akselerasi 15 denyut per menit yang berlangsung 15 detik dan kondisi ibu
stabil, lanjutkan monitor selama 20 menit

17. Jika fetus mengalami bradikardi maka denyut ibu harus direkam secara berkala. Pastikan
bahwa yang terekam adalah denyut jantung janin dan bukan denyut jantung ibu [4,8]

Prosedural CTG dengan pemantauan internal serupa dengan CTG pemantauan eksternal. Yang
membedakan hanyalah transduser yang digunakan adalah elektroda spiral yang dipasang pada
kepala janin (scalp electrode) dan kateter intrauteri (intrauterine pressure catheter). Penggunaan
kombinasi kedua transduser ini akan memberikan pembacaan yang lebih akurat dibandingkan
CTG pemantauan eksternal.
Pembacaan Hasil Cardiotocography
Terdapat 4 hal dasar yang perlu di evaluasi pada hasil pemeriksaan CTG, yaitu baseline (garis
dasar) denyut jantung, variabilitas, akselerasi, dan deselerasi.
Garis Dasar (Baseline) Denyut Jantung

Baseline diukur sepanjang garis horizontal yaitu rerata denyut jantung selama 10 menit pertama
dengan hasil sebagai berikut:

 Normal: 110-160 denyut per menit

 Takikardia: nadi > 160 denyut per menit yang berlangsung > 10 menit. Penyebab paling
sering adalah demam pada ibu
 Bradikardia: nadi < 110 denyut per menit yang berlangsung > 10 menit. Denyut jantung
100-110 bisa didapat pada kondisi normal terutama pada janin post term. Penyebab bradikardia
meliputi hipotermia maternal, aritmia fetus

Variabilitas

Merupakan jangkauan besarnya amplitudo denyut jantung dalam segmen 1 menit dengan hasil
sebagai berikut:

 Normal: 5-25 denyut per menit pada segmen garis dasar denyut jantung

 Penurunan variabilitas: amplitudo < 5 denyut per menit selama 50 menit atau 3 menit
pada deselerasi. Dapat terjadi karena susunan saraf pusat yang mengalami hipoksia atau asidosis

 Peningkatan variabilitas: amplitudo > 25 denyut per menit selama 30 menit. Dapat
mengiringi deselerasi berulang atau terjadinya hipoksia atau asidosis fetus onset cepat

Akselerasi

Peningkatan cepat denyut jantung melebihi garis dasar dengan onset puncak kurang dari 30
detik, amplitudo >15 denyut per menit, dengan durasi 15 detik hingga 10 menit. Akselerasi
biasanya terlihat saat terdapat pergerakan janin.

Deselerasi

Penurunan denyut jantung janin di bawah garis dasar lebih dari 15 detik dengan amplitudo > 15
detik dengan hasil sebagai berikut:

 Deselerasi dini: deselerasi dangkal, durasinya cepat, variabilitas normal dan terjadi
bersamaan dengan kontraksi. Hal ini tidak disebabkan oleh hipoksia atau asidosis melainkan
akibat tekanan dari kepala janin

 Deselerasi variabel: onset deselerasi < 30 detik, denyut turun dengan cepat dan kembali
dengan cepat (gelombang menyerupai bentuk V), hubungan dengan kontraksi uterus bervariasi.
Biasanya disebabkan oleh respons baroreseptor terhadap peningkatan tekanan arteri (seperti pada
kompresi tali pusat), jarang disebabkan karena hipoksia atau asidosis

 Deselerasi lambat: deselerasi dengan onset bertahap (gelombang menyerupai bentuk U),
dengan penurunan variabilitas saat deselerasi berlangsung. Deselerasi muncul 20-30 detik setelah
kontraksi dimulai. Deselerasi lambat menandakan adanya hipoksemia fetus [1,5]

Pola Sinusoid
Merupakan pola berombak naik turun yang halus dan regular menyerupai gelombang sinus.
Amplitudo berkisar antara 5-15 denyut per menit dengan frekuensi sebanyak 3-5 siklus dalam 1
menit. Ditandai dengan tidak adanya akselerasi selama pola berlangsung dan pola bertahan
selama > 30 menit. Pola ini perlu diperhatikan karena merupakan tanda bahaya yang
berhubungan dengan risiko berikut ini:

 Anemia berat pada fetus

 Hipoksia/asidosis yang dapat terjadi pada kasus perdarahan fetomaternal, twin to twin


transfusion syndrome, dan ruptur dari vasa previa [1,14]
Klasifikasi Hasil Cardiotocography Intrapartum

Terdapat tiga pola hasil cardiotocography intrapartum sebagai berikut:

 Pola normal: baseline normal, variabilitas normal, tidak terdapat akselerasi/deselerasi

 Pola yang dicurigai: Terdapat abnormalitas pada hasil cardiotocography tapi tidak
memenuhi kriteria karakteristik patologis

 Pola patologis

Hasil cardiotocography intrapartum dianggap termasuk ke dalam pola patologis jika memenuhi
kriteria berikut ini:

 Baseline: <100 denyut per menit

 Variabilitas: Penurunan variabilitas > 50 menit, peningkatan variabilitas < 30 menit, atau
pola sinusoid > 30 menit

 Deselerasi: deselerasi lambat atau memanjang berulang > 30 menit atau 20 menit jika
terdapat penurunan variabilitas

Klasifikasi Hasil Non-Stress Test Antepartum

Hasil non-stress test dapat diklasifikasikan sebagai hasil reaktif dan nonreaktif:


 Reaktif: terdapat minimal 2 akselerasi dengan amplitudo >15 denyut per menit selama 15
detik dalam periode 20 menit

 Nonreaktif: jika kriteria reaktif tidak tercapai

Klasifikasi Contraction Stress Test Antepartum

Hasil contraction stress test dibedakan antara hasil negatif dan positif:


 Negatif: tidak didapatkan deselerasi lambat

 Positif: deselerasi mengikuti >50% kontraksi hasil induksi

Follow Up
Follow up hasil cardiotocography dibedakan berdasarkan jenis pemeriksaannya, apakah CTG
intrapartum, non-stress test antepartum, atau contraction stress test antepartum.
Follow Up Cardiotocography Intrapartum

Cardiotocography dengan pola normal tidak memerlukan follow up lanjutan. Pada pola yang
dicurigai, hal ini menggambarkan fetus memiliki kemungkinan kecil untuk mengalami hipoksia
atau asidosis. Walau demikian, pemantauan ketat, pemeriksaan untuk evaluasi oksigenasi fetus,
dan penanganan kondisi penyebab hipoksia tetap harus dilakukan.

Jika terdapat pola patologis maka fetus memiliki risiko tinggi untuk mengalami hipoksia atau
asidosis. Oleh karena itu, kondisi penyebab yang reversible harus ditangani, pemeriksaan untuk
mengevaluasi oksigenasi fetus harus dilakukan, jika tidak mendapat akses pemeriksaan, maka
percepatan persalinan dapat dipertimbangkan. Pada kondisi akut seperti prolaps plasenta atau
abruptio plasenta, terminasi kehamilan harus segera dilakukan.
Follow Up CTG Non-Stress Test Antepartum

Jika hasil nonreaktif, maka pemeriksaan biophysical profile dan contraction stress test perlu


dipertimbangkan.
Pemeriksaan biophysical profile merupakan pemeriksaan antepartum yang dilakukan untuk
menilai kesejahteraan janin dan memprediksi kejadian asfiksia janin. Pemeriksaan ini terdiri dari
parameter ultrasonografi dan non-stress test.
Parameter yang dinilai pada ultrasonografi meliputi volume cairan amnion, tonus, gerakan, dan
pernafasan fetus. Parameter non-stress test yang dinilai adalah reaktivitas fetus. Pada masing
masing parameter akan diberikan poin 0 untuk parameter yang tidak normal dan poin 2 untuk
parameter yang normal.
Poin 8-10 menunjukkan hasil yang normal, poin ≤6 menunjukkan hasil yang abnormal. Jika
didapatkan poin 2-4 maka tindakan terminasi melalui induksi atau operasi sesar dapat
diindikasikan, jika hasil 0 maka operasi section caesaria harus dilakukan untuk mencegah
asfiksia fetus di rumah sakit yang memiliki kapasitas NICU.[13,15,16]

Follow Up Cardiotocography Contraction Stress Test Antepartum


Hasil negatif menggambarkan kondisi janin yang baik hingga 1 minggu setelah pemeriksaan.
Hasil positif menggambarkan kondisi janin yang tidak baik sehingga persalinan harus segera
dilakukan baik dengan induksi maupun operasi sectio caesaria.[12]

Referensi
Kontraindikasi Cardiotocography
Komplikasi Cardiotocography
DISKUSI TERKAIT

 08 September 2020

Berapa lama kah waktu yang tepat untuk dapat rujuk pasien ketuban pecah dini
Oleh: dr. Ica Trianjani S.

 1 Balasan
Selamat pagi dok, ijin bertanya. Kapan si kita harus rujuk pasien dengan KPD? Apa harus menunggu 24 jam
baru bisa di rujuk ke RS? Klo yang saya tau 8 jam...

 Tentang Kami

 Advertise with us

 Syarat dan Ketentuan

 Privasi

 Kontak Kami

© 2017 Alomedika.com All Rights Reserved.

Anda mungkin juga menyukai