Anda di halaman 1dari 86

HUBUNGAN UMUR DAN PARITAS DENGAN KEJADIAN

ABORTUS INKOMPLIT DI RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK


PERMATA BUNDA KOTA KENDARI
TAHUN 2016

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan


Program Diploma IV Kebidanan Politeknik Kesehatan Kendari
Jurusan Kebidanan

OLEH :

RENNI APRINDAH
NIM. P00312013026

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI
JURUSAN KEBIDANAN
PRODI D-IV
2017
ii
iii
RIWAYAT HIDUP

A. Identitas

1. Nama : Renni Aprindah

2. Tempat Tanggal Lahir : Wawotobi, 02 april 1995

3. Jenis Kelamin : Perempuan

4. Agama : Kristen

5. Suku/Bangsa : Toraja/ Indonesia

6. Alamat : Lepo-lepo, Kota Kendari

B. Pendidikan

1. SD negeri 7 inalahi, tamat tahun 2007

2. SMP Negeri 1 Wawotobi, tamat tahun 2010

3. SMA Negeri 1 Wawotobi, tamat tahun 2013

4. Program Diploma IV Kebidanan Politeknik Kesehatan Kendari

masuk tahun 2013 hingga saat ini.

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME. karena berkat

karuniaNya jualah, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Hubungan Umur Dan Paritas Dengan Kejadian Abortus

Inkomplit Di RSIA Permata Bunda Kota Kendari Tahun 2016.

Dalam penyusunan skripsi ini banyak bantuan, bimbingan dan

dorongan yang penulis peroleh dari berbagai pihak. Untuk itu izinkan

penulis mengucapkan banyak terima kasih yang sedalam-dalamnya

kepada:

1. Bapak Petrus, SKM, M.Kes, selaku Direktur Politeknik Kesehatan

Kementrian Kesehatan Kendari

2. Ibu Halijah, SKM, M.Kes, selaku Ketua Jurusan Kebidanan Politeknik

Kesehatan Kementerian Kesehatan Kendari

3. Ibu Dr. Kartini, S.Si.T, M.Kes selaku pembimbing I dan ibu

Aswita,oS.Si.T, MPH selaku pembimbing II yang telah memberikan

bimbingan, arahan serta petunjuk kepada penulis dalam proses

penyusunan skripsi ini.

4. Ibu Arsulfa, S.Si.T, M.Keb selaku penguji I, ibu Askrening, SKM, M.Kes

selaku penguji II, dan ibu Andi Malahayati N.,S.Si.T, M.Kes selaku

penguji III. yang telah memberikan arahan dan saran demi

kesempurnaan skripsi ini.

v
5. dr. Hj. Syamsiah, M.Kes selaku direktur RSIA Permata Bunda yang

telah member izin untuk melakukan penelitian di RSIA Permata Bunda.

6. Seluruh dosen dan staf pengajar Politeknik Kesehatan Kementerian

Kesehatan Kendari yang telah membimbing dan memberikan ilmu

pengetahuan kepada penulis selama menempuh pendidikan.

7. Terkhusus buat ayah bundaku tercinta serta kakak, adik dan

keluargaku terimakasih atas doa, pengorbanan, dukungan, motivasi,

yang begitu besar yang telah diberikan selama penulis menempuh

pendidikan di DIV kebidanan.

8. Teman-teman seperjuangan DIV Kebidanan Politeknik Kesehatan

Kementerian Kesehatan Kendari Jurusan Kebidanan tahun 2017

terimakasih atas kerja sama, kekompakan dan kebersamaannya

selama ini dalam menempuh pendidikan.

Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua

khususnya bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan peneliti

selanjutnya di Poltekkes Kemenkes Kendari serta kiranya Tuhan selalu

memberi rahmat kepada kita semua. Amin.

Kendari, Juli 2017

Penulis

vi
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL.............................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN................................................................ ii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................ iii
KATA PENGANTAR ........................................................................... iv
DAFTAR ISI......................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ................................................................................. viii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... ix
ABSTRAK .......................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................ 1
B. Rumusan Masalah .......................................................... 3
C. Tujuan Penelitian ............................................................. 3
D. Manfaat Penelitian ........................................................... 4
E. Keaslian penelitian .......................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka ................................................................ 7
1. Tinjauan Teori Tentang Abortus Inkomplit ............... 7
2. Umur ........................................................................ 17
3. Paritas ..................................................................... 23
4. Hubungan Umur Dengan Abortus Inkomplit ............ 26
5. Hubungan Paritas Dengan Abortus Inkomplit .......... 28
B. Landasan Teori ............................................................... 31
C. Kerangka Teori ................................................................ 33
D. Kerangka Konsep............................................................. 34
E. Hipotesis Penelitian.......................................................... 35
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ............................................................... 36
B. Tempat dan Waktu Penelitian ......................................... 37

vii
C. Populasi dan Sampel Penelitian....................................... 37
D. Identifikasi Variabel Penelitian ......................................... 39
E. Definisi Operasional ......................................................... 39
F. Instrumen Penelitian......................................................... 40
G. Alur Penelitian ................................................................. 40
H. Pengolahan dan Analisis Data ......................................... 41
I. Etika Penelitian................................................................. 43
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................. 45
B. Hasil Penelitian ................................................................. 49
C. Pembahasan..................................................................... 54
BAB V KESIMPULAN
A. Kesimpulan ....................................................................... 59
B. Saran ................................................................................ 60
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

viii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Tabel Kontingensi 2 x 2 Odds Ratio Pada Penelitian Case


Control Study ……………...........................…………..……… 42

Tabel 2. Sarana di Rumah Sakit Ibu dan Anak Permata Bunda Kota
Kendari................................................................................... 46

Tabel 3. Distribusi Responden di Rumah Sakit Ibu dan Anak


Permata Bunda Kota Kendari tahun
2016....................................................................................... 49

Tabel 4. Distribusi Responden Menurut Umur di Rumah Sakit Ibu


dan Anak Permata Bunda Kota Kendari tahun
2016……...……………….........……...............................……. 50

Tabel 5. Distribusi Responden Menurut Paritas di Rumah Sakit Ibu


dan Anak Permata Bunda Kota Kendari tahun
2016……………...........................…………..…………………. 51

Tabel 6. Hubungan Umur dengan Kejadian Abortus Inkomplit di


Rumah Sakit Ibu dan Anak Permata Bunda Kota Kendari
Tahun 2016............................................................................ 52

Tabel 7. Hubungan Paritas dengan Kejadian Abortus Inkomplit di


Rumah Sakit Ibu dan Anak Permata Bunda Kota Kendari
Tahun 2016............................................................................ 53

ix
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Master Tabel Penelitian.


Lampiran 2. Hasil Analisis Data Menggunakan Spss.
Lampiran 3. Surat Izin Pengambilan Data Awal Dari Politeknik
Kesehatan Kendari.
Lampiran 4. Surat Izin Penelitian Dari Kepala Badan Riset Daerah
Provinsi Sulawesi Tenggara.
Lampiran 5. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian Dari Rumah
Sakit Permata Bunda Kota Kendari.
Lampiran 6. Surat Keterangan Bebas Pustaka
Lampiran 7. Gambar Dokumentasi Penelitian.

x
ABSTRAK

Hubungan Umur Dan Paritas Dengan Kejadian Abortus Inkomplit


Di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Permata Bunda
Kota Kendari Tahun 2016

Renni Aprindah1, Kartini2, Aswita2

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan umur dan


paritas dengan kejadian abortus inkomplit di RSIA Permata Bunda Kota
Kendari tahun 2016.
Desain penelitian yang digunakan adalah analitik dengan
rancangan Case Control Study. Sampel ibu dengan abortus inkomplit dan
tidak abortus inkomplit berjumlah 80 orang. Tehnik pengambilan sampel
kasus secara purposive sampling, sedangkan tehnik pengambilan sampel
kontrol secara systematic random sampling. Instrument yang digunakan
dalam penelitian ini adalah lembar ceklis penelitian.
Hasil peneitian menunjukkan dari analisa data menggunakan uji chi
square untuk umur didapatkan hasil p value (0,007) < α (0,05)
menunjukkan bahwa ada hubungan antara umur dengan kejadian abortus
inkomplit. Sedangkan uji chi square untuk paritas didapatkan hasil p value
(0,012) < α (0,05) menunjukkan bahwa ada hubungan antara paritas
dengan kejadian abortus inkomplit.

Kata kunci : Umur, Paritas, Abortus Inkomplit


Daftar Pustaka: 31 (2006-2016)

1.
Mahasiswa Jurusan Kebidanan Poltekkes Kendari
2.
Dosen Jurusan Kebidanan Poltekkes Kendari

xi
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Abortus merupakan salah satu komplikasi obstetrik yang paling

sering dijumpai pada wanita hamil trismester pertama. Diperkirakan 20-

25% dari seluruh wanita hamil ditemukan gejala perdarahan atau

ancaman abortus pada trismester pertama dan 50% akan berakhir dengan

abortus. Abortus yang terjadi dapat berupa abortus imminens, abortus

insipiens, abortus inkomplit maupun abortus komplit. Lebih dari 80%

terjadi pada umur kehamilan kurang dari 14 minggu. Secara klinis, abortus

yang paling sering dijumpai di rumah sakit adalah abortus inkomplit (Datta,

Dkk, 2010).

World Health Organization (WHO) memperkirakan dari 210 juta

kehamilan yang terjadi setiap tahun, terdapat 80 juta kehamilan yang tidak

diinginkan. Pada tahun 2008 terdapat 21,6 juta aborsi tidak aman yang

telah terjadi, hal ini menyebabkan kematian 47.000 wanita hamil.

Kematian akibat aborsi terutama disebabkan oleh infeksi berat atau

perdarahan yang dihasilkan dari tindakan aborsi yang tidak aman, atau

karena kerusakan organ. (WHO, 2012 )

Lima penyebab kematian ibu terbesar di Indonesia yakni

perdarahan 35,1 %, hipertensi 21,5%, infeksi 5,8%, partus lama 1,2%,

abortus 4,2 %, dan penyebab lain-lain 32,2%. Penanganan komplikasi

1
2

kebidanan di Indonesia dari tahun 2008-2014 mengalami peningkatan dari

44,84% menjadi 74,56%. Dengan cakupan penanganan komplikasi

kebidanan tertinggi terdapat diprovinsi jawa tengah (101,05%), jawa timur

91,48%, ntb 91%, Sulawesi barat 54,01%, Sulawesi tengah 51,58%,

Sulawesi tenggara 49,82%, riau 28,76%, dan yang paling terendah yakni

papua barat dengan 9,61% (Profil Kesehatan Indonesia 2014)

Berdasarkan data AKI (Angka Kematian Ibu) di Sulawesi Tenggara

pada tahun 2015 mengalami penurunan yakni 131/ 100.000 KH, data

kabupaten tertinggi terdapat dikabupaten buton selatan 298, muna barat

287, kota kendari 114, provinsi 131, kolaka 135, dan kabupaten buton

utara selama 2 tahun berturut-turut tanpa kasus kematian ibu. Penyebab

kematian ibu yakni Perdarahan 22%, eklampsia 15%,infeksi 8%, partus

lama 2%, dan penyebab lain-lain 18% (abortus, retensio urine, plasenta

previa, asma, febris, dll ) (Profil Kesehatan Sulawesi Tenggara, 2015).

Berdasarkan data yang diperoleh dari Medical Record Rumah

Sakit ibu dan Anak Permata Bunda Kota Kendari bahwa pada tahun 2014

jumlah kasus abortus inkomplit sebanyak 52 kasus (50%) dari 104 kasus

abortus, pada tahun 2015 terdapat 46 kasus (50%) dari 92 kasus abortus

umum, dan pada tahun 2016 terdapat 372 ibu hamil dengan 40 kasus

inkomplit (37,03%) dari 108 kasus abortus umum (Rekam Medik RSIA

Permata Bunda).

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya abortus, salah

satu diantaranya adalah faktor ibu yaitu usia dan paritas. Ibu dengan usia
3

< 20 tahun masih berada dalam tahap pertumbuhan dan perkembangan

sehingga kondisi hamil akan membuat dirinya harus berbagi dengan janin

yang sedang dikandung untuk memenuhi kebutuhan gizinya. Sebaliknya

ibu yang berumur lebih dari 35 tahun mulai menunjukkan pengaruh proses

penuaannya, seperti sering muncul penyakit seperti hipertensi dan

diabetes melitus yang dapat menghambat masuknya makanan janin

melalui plasenta (Yulianingsih, 2009).

Berdasarkan uraian di atas maka saya tertarik untuk melakukan

penelitian tentang ”Hubungan Umur dan Paritas Dengan Kejadian

Abortus Inkomplit di RSIA Permata Bunda Kota Kendari Tahun 2016.”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang tersebut di atas maka

rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah ada hubungan

antara umur dan paritas dengan kejadian abortus inkomplit di RSIA

Permata Bunda Kendari Tahun 2016?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan umur dan paritas dengan kejadian

abortus inkomplit di RSIA Permata Bunda Kendari tahun 2016.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui kejadian abortus inkomplit di RSIA Permata

Bunda Tahun 2016.


4

b. Untuk mengetahui umur ibu dengan kejadian abortus inkomplit di

RSIA Permata Bunda Tahun 2016.

c. Untuk mengetahui paritas ibu dengan kejadian abortus inkomplit di

RSIA Permata Bunda Tahun 2016.

d. Untuk mengetahui hubungan umur dengan kejadian abortus

inkomplit di RSIA Permata Bunda Tahun 2016.

e. Untuk mengetahui hubungan paritas dengan kejadian abortus

inkomplit di RSIA Permata Bunda Kendari Tahun 2016.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Masyarakat

Menambah wawasan baru dalam bidang kesehatan khususnya

mengenai hubungan umur dan paritas dengan kejadian abortus

inkomplit.

2. Bagi Institusi

Sebagai sumbangan dalam pengembangan ilmu pengetahuan

dan bahan masukan untuk penelitian dikemudian hari.

3. Bagi Peneliti

Sebagai pengalaman yang berharga dalam ilmu, semangat dan

keberanian untuk melakukan penelitian dan memperluas wawasan

pada ilmu yang terkait.


5

E. Keaslian Penelitian

Penelitian yang dilakukan oeh Putri Handayani yang berjudul

“Gambaran Karakteristik Ibu Hamil Dengan Abortus Inkomplit Di RSU

Kota Tanggerang Selatan Periode 12 September 2013- 12 Maret

2014”, diperoleh hasil :

1. Distribusi Frekuensi ibu hamil dengan Abortus Inkomplit di RSU

Kota Tangerang Selatan berdasarkan Usia yaitu lebih dari

setengahnya pada Usia 20-35 tahun yaitu sebanyak 26 ibu hamil

(63,41%).

2. Distribusi Frekuensi ibu hamil dengan abortus inkomplit RSU Kota

Tangerang Selatan berdasarkan paritas yaitu lebih dari

setengahnya pada multipara yaitu sebanyak 25 ibu hamil (61%).

3. Distribusi Frekuensi ibu hamil dengan Abortus Inkomplit RSU Kota

Tangerang Selatan berdasarkan jarak kehamilan yaitu lebih dari

setengahnya pada jarak kehamilan < 2 Tahun yaitu sebanyak 23

ibu hamil (56 %).

4. Distribusi Frekuensi ibu hamil dengan Abortus Inkomplit di RSU

Kota Tangerang Selatan berdasarkan riwayat abortus sebelumnya

yaitu lebih dari setengahnya pada belum pernah abortus yaitu

sebanyak 24 ibu hamil (58,54%).

Perbedaaan penelitian ini dengan penelitian putrid handayani

adalah pada jenis penelitian yang digunakan adalah analitik dengan

rancangan Case Control Study , yaitu dimana untuk melihat apakah


6

ada hubungan antara umur ibu, paritas ibu dengan kejadian abortus

inkomplit.

Sedangkan penelitian putri handayani menggunakan deskriptif

yaitu suatu penelitian yang dilakukan untuk mendeskripsikan atau

menggambarkan suatu fenomena yang terjadi di dalam masyarakat.

(Notoatmodjo, 2010)
7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka

1. Tinjauan Teori Tentang Abortus inkomplit

a. Pengertian

Abortus inkomplit menurut (Mudzakkir & Masruroh, 2009)

mendefinisikan abortus inkomplit merupakan pengeluaran sebagian

hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada

sisa tertinggal dalam uterus. Sedangkan menurut (Saifudin AB, 2006)

menjelaskan Abortus inkomplit merupakan perdarahan pada

kehamilan muda dimana sebagian dari hasil konsepsi telah keluar dari

kavum uteri melalui kanalis servikalis. dan menurut (Yulianingsih,

2009). Abortus inkomplit adalah ditandai dengan dikeluarkannya

sebagian hasil konsepsi dari uterus sehingga sisanya memberikan

gejala klinis.

Seperti yang sudah dijelaskan oleh beberapa para ahli diatas

mengenai abortus inkomplit, dapat disimpulkan bahwa pengertian

abortus inkomplit adalah keluarnya sebagian hasil konsepsi dari

kavum uteri, tetapi masih ada yang tertinggal dan bila disertai dengan

infeksi genitalia, abortus inkomplit disebut juga abortus inkomplit

infeksiosa.

7
8

b. Tanda dan Gejala Abortus Inkomplit

1) Perdarahan bisa sedikit atau banyak dan bisa terdapat bekuan

darah

2) Rasa mulas (kontraksi) tambah hebat

3) Ostium uteri eksternum atau serviks terbuka

4) Pada pemeriksaan vaginal, jaringan dapat diraba dalam kavum

uteri atau kadang-kadang sudah menonjol dari eksternum atau

sebagian jaringan keluar

5) Perdarahan tidak akan berhenti sebelum sisa janin dikeluarkan

dapat menyebabkan syok (Rahmawati, 2011)

Gejala abortus inkomplit berupa amenorea, sakit perut, dan

mulas-mulas. Perdarahan bisa sedikit atau banyak, dan biasanya

berupa stolsel (darah beku), sudah ada keluar fetus atau jaringan.

Pada abortus yang sudah lama terjadi atau pada abortus provokatus

yang dilakukan oleh orang yang tidak ahli, sering terjadi infeksi.

Tanda-tanda infeksi alat genital berupa demam, nadi cepat,

perdarahan, berbau, uterus membesar dan lembek, nyeri tekan,

luekositosis. Pada pemeriksaan dalam untuk abortus yang baru saja

terjadi didapati serviks terbuka, kadang-kadang dapat diraba sisa-sisa

jaringan dalam kanalis servikalis atau kavum uteri, serta uterus

berukuran kecil dari seharusnya.

Pada kehamilan kurang dari 8 minggu hasil konsepsi biasanya

dikeluarkan seluruhnya karena villi korialis belum menembus desidua


9

lebih dalam. Pada kehamilan antara 8 – 14 minggu villi korialis

menembus desidua lebih dalam, sehingga umumnya plasenta tidak

dilepaskan sempurna yang dapat menyebabkan banyak perdarahan.

Pada kehamilan ke 14 minggu yang dikeluarkan setelah ketuban

pecah ialah janin, disusul beberapa waktu kemudian plasenta.

Perdarahan tidak banyak jika plasenta segera terlepas dengan

lengkap (Yulianingsih, 2009).

c. Etiologi

Penyebab abortus inkomplit antara lain :

1) Faktor pertumbuhan hasil konsepsi dapat menimbulkan kematian

janin dan cacat bawaan yang menyebabkan hasil konsepsi

dikeluarkan Gangguan pertumbuhan hasil konsepsi dapat terjadi

karena :

a) Faktor kromosom gangguan terjadi sejak semula pertemuan

kromosom termasuk kromosom seks , di tandai dengan

adanya kegagalan pemisahan kromosom pada fase anaphase

baik secara mitosis dan miosis.

b) Faktor lingkungan endometrium yang belum siap untuk

menerima implantasi hasil konsepsi.

c) Gizi ibu berkurang karena anemia yang ditandai dengan kadar

HB dalam sel darah merah ≤11 gr/%. Pada anemia berat

dapat menyebabkan kerusakan otak yang berakibat pada

keguguran.
10

d) Pengaruh luar yaitu hasil konsepsi terpengaruh oleh obat dan

radiasi menyebabkan pertumbuhan konsepsi terganggu

e) Infeksi ditandai dengan demam tinggi seperti pneumonia,

tifoid, pielitis, rubeola, demam malta yang disebabkan adanya

metaboli toksik, endotoksin dari ibu atau invasi kuman atau

virus pada fetus (Norma, N & Dewi, M , 2013).

2) Kelainan pada plasenta

a) Infeksi pada plasenta dengan berbagai sebab, sehingga

plasenta tidak dapat berfungsi

b) Gangguan pembuluh darah plasenta, peredaran pada DM

c) Hipertensi menyebabkan gangguan peredaran darah ke

plasenta sehingga terjadi abortus

3) Penyakit ibu

Penyakit ibu dapat secara langsung mempengaruhi

pertumbuhan janin dalam kandungan melalui plasenta

1) Penyakit infeksi seperti pnemonio, tifus abdominalis, malaria,

sifilis

2) Anemia ibu melalui gangguan nutrisi dan peredaran O2

menuju sirkulasi uterus plasenta

3) Penyakit menahun ibu seperti hipertensi, penyakit ginjal,

penyakit hati, penyakit diabetes militus.

4) Kelainan yang terdapat dalam rahim.. Rahim merupakan

tempat tumbuh kembangnya janin dijumpai keadaan abnormal


11

dalam bentuk mioma uteri bekas operasi pada serviks

(Nugroho, T. 2012).

d. Komplikasi Abortus Inkomplit

1. Perdarahan

Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-

sisa hasil konsepsi dan jika perlu pemberian transfusi darah.

Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan

tidak diberikan pada waktunya.

2. Perforasi

Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus

dalam posisi hiperretrofleksi. Terjadi robekan pada rahim, misalnya

abortus provokatus kriminalis. Dengan adanya dugaan atau

kepastian terjadinya perforasi, laparatomi harus segera dilakukan

untuk menentukan luasnya perlukaan pada uterus dan apakah ada

perlukan alat-alat lain.

3. Syok

Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok

hemoragik) dan karena infeksi berat.

4. Infeksi

Pada genitalia eksterna dan vagina dihuni oleh bakteri yang

merupakan flora normal. Khususnya pada genitalia eksterna yaitu

staphylococci, streptococci, Gram negatif enteric bacilli,

Mycoplasma, Treponema (selain T. paliidum), Leptospira, jamur,


12

Trichomonas vaginalis, sedangkan pada vagina ada lactobacili,

streptococci, staphylococci, Gram negatif enteric bacilli, Clostridium

sp., Bacteroides sp, Listeria dan jamur (Datta, dkk, 2010)

e. Penatalaksanaan Abortus inkomplit

1) Tentukan besar uterus (taksir usia gestasi), kenali dan atasi setiap

komplikasi (perdarahan hebat, syok, infeksi/sepsis)

2) Hasil konsepsi yang terperangkap dalam serviks disertai

perdarahan hingga ukuran sedang, dapat dikeluarkan secara

digital atau dengan cunam ovum. Setelah itu evaluasi perdarahan

(Norma, N & Dewi, M , 2013):

a) Bila perdarahan berhenti beri ergometrin 0,2 mg IM atau

misoprostol 400 mg

b) Bila perdarahan terus berlangsung evaluasi sisa hasil

konsepsi dengan AVM (Aspirasi Vacum Manual) dan D & K

(pilihan tergantung usia gestasi, pembukaan serviks dan

keberadaan bagian-bagian janin).

c) Bila tidak ada tanda-tanda infeksi beri antibiotik profilaksis

(subenisillin 2 g IM atau sefuroksim 1 g oral).

d) Bila terjadi infeksi beri ampicillin 1 gr dan metronidazole 500

mg setiap 8 jam.

e) Bila terjadi perdarahan hebat dan usia gestasi dibawah 16

minggu segera lakukan evakuasi dengan AVM.


13

f) Bila pasien tampak anemia berikan sulfaferosus 600 mg

perhari selama 2 minggu (anemia sedang) atau transfuse

darah (anemia berat).

g) Pengeluaran sisa jaringan secara digital tindakan ini untuk

menolong penderita ditempat yang tidak ada fasilitas kuretase,

sekurang-kurangnya untuk menghentikan perdarahan. Hal ini

sering dilakukan pada keguguran yang sedang berlangsung

(abortus insipien) abortus inkomplit. Pembersihan secara

digital hanya dapat dilakukan bila telah ada pembukaan

serviks uteri yang dapat dilalui oleh satu jari longgar dan

kavum uteri cukup luas. Karena manipulasi ini akan

menimbulkan rasa nyeri, maka sebaiknya dilakukan dalam

narkose umum intra vena (ketalar) atau anastesi blok pars

servikalis (Lalage, 2013)

h) Caranya adalah dengan dua jari : jari telunjuk dan jari tengah

tangan kanan dimasukan kedalam jalan lahir dengan

mengeluarkan hasil konsepsi, sedangkan tangan kiri menekan

serviks uteri sebagai fiksasi, dengan kedua jari tangan kikislah

hasil konsepsi sebanyak mungkin atau sebersihnya.

i) Pengeluaran sisa jaringan dengan kuretase/kerokan

Kuretase adalah cara membersihkan hasil konsepsi

menggunakan alat kuretase. Sebelum melakukan kuretase

penolong harus melakukan pemeriksaan dalam untuk


14

mengetahui letak uterus, gunanya untuk mencegah terjadinya

bahaya kecelakaan misalnya perforasi.

Adapun penatalaksanaan yang dilakukan di Rumah Sakit adalah:

1) Persiapan Penderita

a) Melakukan pemeriksaan umum : tekanan darah, nadi, suhu,

keadaan jantung dan sebagainya.

b) Pasanglah infus dextrose 5% atau RL yang mengandung 10

unit oksitosin.

2) Persiapan alat-alat kuretase : alat-alat hendaknya telah tersedia

dalam bak, alat hendaknya dalam keadaan aseptic (suci hama)

berisi (Datta dkk, 2010):

a) Speculum sims 2 buah

b) Cunam tampon (tampon tang) 1 buah

c) Cunam peluru (tampon tang) 1 buah

d) Uterus sonde 1 buah

e) Busi hegar (dilatator) 1 buah

f) Cunam ovum (venster 1 buah)

g) Jarum suntik 5 ml 2 buah

h) Mangkok logam berisi bethadine

i) Kateter karet 1 buah

j) Sarung tangan DTT/steril 4 pasang

k) Baju kamar tindakan, apron, masker, kaca mata pelindung,

sepatu boot/karet
15

l) Kasa steril beberapa lembar

m) Penampung darah dan jaringan

n) Lampu sorot

o) Larutan chlorine 0,5%

3) Cara dilatasi kuretase

a) Pasang duk steril pada bokong ibu

b) Antiseptik genitalia eksterna dan sekitarnya

c) Kosongkan vesika urinaria dengan kateter

d) Pasang spekulum

e) Jepit porsio dengan tenakulum

f) Masukkan sonde uterus untuk mengetahui dalam dan arah

kavum uteri

g) Lakukan dilatasi dengan dilatator hegar, mulai dari ukuran

kecil sampai dengan ukuran yang dikehendaki

h) Keluarkan jaringan hasil konsepsi dengan tang abortus

i) Lakukan kuretase secara sistemik dengan kuret tumpul dan

tajam.

j) Setelah diyakini bersih dan tidak ada perdarahan lagi,

tenakulum dilepas dan portio didep dengan kasa bethadine.

k) Lepaskan spekulum

l) Bersihkan sekitar genitalia aksterna ibu (Yulianingsih, 2009).


16

f. Beberapa faktor yang berhubungan dengan terjadinya abortus

1) Umur

Umur di bawah 20 tahun atau lebih dari 35 tahun merupakan

faktor resiko terjadinya abortus. Hal ini dikarenakan pada usia

dibawah 20 tahun fungsi reproduksi seorang wanita belum

berkembang dengan sempurna, sedangkan pada usia diatas 35

tahun fungsi reproduksi seorang wanita sudah mengalami

penurunan dibandingkan fungsi reproduksi normal sehingga

kemungkinan untuk terjadinya komplikasi pada kehamilan terutama

perdarahan akan lebih besar (Winkjosastro, 2010)

2) Paritas

Paritas merupakan faktor resiko yang mempengaruhi

terjadinya abortus, pada paritas yang rendah (paritas 1) ibu belum

memiliki pengalaman sehingga tidak mampu dalam menangani

komplikasi yang mungkin terjadi selama kehamilan, persalinan dan

nifas. Semakin sering wanita mengalami kehamilan dan melahirkan

(paritas lebih dari 3) maka uterus semakin lemah sehingga semakin

besar resiko komplikasi kehamilan (Winkjosastro, 2010)

3) Status Perkawinan

Umumnya yang melakukan abortus adalah para wanita yang

belum menikah. Survei yang dilakukan di Amerika Latin

menemukan 18% komplikasi abortus terjadi pada kelompok yang

belum menikah, sedangkan di Korea dan Thailand insiden


17

abortus dikalangan yang tidak menikah sangat tinggi, umumnya

terjadi dikalangan mahasiswa dan wanita pekerja (Setiadi, 2010).

4) Status Sosial Ekonomi

Pertolongan abortus yang tidak aman lebih banyak dialami

oleh kelompok masyarakat yang miskin, karena ketidaktahuan dan

ketidak mampuan mereka untuk membiayai jasa pertolongan

profesional (Wahyuni, 2012).

5) Pendidikan

Kejadian abortus lebih banyak ditemukan pada wanita

tingkat pendidikan rendah dibandingkan dengan wanita tingkat

pendidikan tinggi (Wahyuni, 2012).

2. Umur

Kehamilan merupakan proses reproduksi yang normal, namun

kehamilan yang normal pun mempunyai resiko, walaupun tidak secara

langsung meningkatkan risiko kematian ibu. Salah satu faktor risiko

tersebut adalah umur ibu saat hamil kurang dari 20 tahun atau lebih

dari 35 tahun. Dalam kurun reproduksi sehat, umur yang aman untuk

kehamilan adalah umur antara 20-35 tahun. Oleh karena itu umur juga

merupakan salah satu faktor penyebab abortus yaitu pada umur di

bawah 20 tahun dan diatas 35 tahun (Yuliarsih, 2007).

Menurut Bobak, (2010) Usia seorang ibu berkaitan dengan

alat reproduksi wanita. Umur reproduksi yang sehat dan aman adalah

pada usia 20-35 tahun. Pada usia >35 tahun terkait dengan
18

kemunduran dan penurunan daya tahan tubuh serta berbagai

penyakit yang sering menimpa di usia ini .

Usia yang kemungkinan tidak risiko tinggi pada saat kehamilan

dan persalinan yaitu umur 20-35 tahun, karena pada usia tersebut

rahim sudah siap menerima kehamilan, mental sudah matang dan

sudah mampu merawat bayi dan dirinya sendiri. Sedangkan umur

<20 tahun atau >35 tahun merupakan resiko tinggi kehamilan

dan persalinan. Dengan demikian diketahui bahwa umur pada saat

melahirkan turut berpengaruh terhadap morbiditas dan mortalitas ibu

maupun anak yang dilahirkan.

Idealnya, kehamilan berlangsung saat ibu berusia 20 tahun

sampai 35 tahun. Kenyataannya sebagai perempuan hamil berusia

dibawah 20 tahun sampai 35 tahun. Kenyataannya sebagian

perempuan hamil berusia dibawah 20 tahun dan tidak sedikit pula

yang mengandung di atas usia 35 tahun. Padahal kehamilan yang

terjadi dibwah usia 20 tahun mupun diatas usia 35 tahun termasuk

berisiko, karena dibayang-bayangi beragam faktor gangguan

(Muharram, 2009).

Menurut Winknjosasro (2010) Usia mempunyai pengaruh

terhadap kehamilan dan persalinan ibu. Ibu yang berumur dibawah 20

tahun organ reproduksinya yang belum sempurna secara

keseluruhan dan kejiwaan yang belum bersedia menjadi ibu yang

dapat mengakibatkan peningkatan risiko komplikasi persalinan atau


19

komplikasi obstretrik seperti abortus inkomplit, toksemia, eklampsia,

solusio plasenta, inersia uteri, perdarahan post partum, persalinan

macet, BBLR, kematian neonatus dan perinatal. Demikian juga ibu

yang berumur di atas 35 tahun mempunyai risiko 2 atau 3 kali untuk

mengalami komplikasi kehamilan dan persalinan seperti perdarahan

atau hipertensi dalam kehamilan, dan partus lama.

Bertambahnya usia pada wanita juga sangat berpengaruh

terhadap jumlah sel telur yang belum di keluarkan dari ovarium atau

indung telur. Diusia pubertas, seorang wanita akan memiliki sekitar

300 ribu sel telur. Telur-telur ini akan dilepaskan satu demi satu

setiap bulan bersamaan dengan siklus menstruasi (ovulasi) dan siap

untuk dibuahi. Ketika wanita mengalami mengalami menopause di

usia 50-55 tahun, terdapat beberapa ribu sel telur berusia tua saja

yang masih tertinggal diindung telur. Itu sebabnya, wanita yang

menjelang menopause kesulitan mengalami ovulasi. Sel-sel yang

sudah tua mengalami penurunan kemampuan untuk dibuahi dan

kehilangan kemampuan untuk menghasilkan hormon, teutama

estrogen dan progesterone. Kemungkinan keguguran pada

perempuan yang mengandung anak pertama diusia 35 tahun ke

atas, yaitu sekitar 20%. Keguguran terjadi dibawah usia 16-20

minggu (Evariny, 2009).

Menurut penelitian Erlina (2009) Risiko terjadinya komplikasi

pada kehamilan seperti abortus dan persalinan yang dapat


20

menyebabkan kematian maternal. Hal ini dikarenakan pada usia

dibawah 20 tahun fungsi reproduksi wanita belum berkembang

dengan sempurna, sedangkan pada usia diatas 35 tahun fungsi

reproduksi seorang wanita sudah mengalami penurunan dibandingkan

dengan fungsi reproduksi normal yaitu pada usia 20-34 tahun

sehingga kemungkinan komplikasi pada saat kehamilan dan

persalinan akan lebih besar.

Menurut penelitian Mariani (2012) umur ibu dengan kejadian

abortus dapat menyebabkan kematian maternal.di karenakan pada

usia dibawah 19 tahun fungsi reproduksi wanita belum berkembang

dengan sempurna karena perkembangan organ reprduksi wanita

sempurna pada usia 20-34 Tahun. Risiko terjadinya abortus

meningkat bersamaan dengan peningkatan jumlah paritas , usia ibu,

jarak persalinan dengan kehamilan berikutnya. Abortus meningkat

sebesar 12% pada wanita usia kurang dari 20 tahun dan meningkat

sebesar 26% pada usia lebih dari 40 tahun. Insiden terjadinya abortus

meningkat jika jarak persalinan dengan kehamilan berikutnya 3 bulan.

Semakin lanjut umur wanita, semakin tipis cadangan telur yang

ada, indung telur juga semakin kurang peka terhadap rangsangan

gonadotropin. Makin lanjut usia wanita, maka resiko terjadi abortus,

makin meningkat karena menurunnya kualitas sel telur atau ovum dan

meningkatnya resiko terjadinya kelainan kromosom. Hal ini seiring

dengan naiknya kejadian kelainan kromosom pada ibu yang berusia


21

diatas 35 tahun. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah kejadian

tumor mioma uteri pada ibu dengan usia lebih tinggi dan lebih

banyak sehingga dapat menambah risiko terjadinya abortus

(Erlina, 2009).

Umur adalah lamanya seseorang hidup dihitung mulai dari saat

dilahirkan sampai pada ulang tahun terakhir. Umur yang beresiko pada

saat kehamilan dan persalinan yaitu di bawah 20 tahun. Umur 20-35

tahun adalah periode yang paling aman untuk kehamilan dan

persalinan. Risiko persalinan yang tinggi kebanyakan pada wanita

dengan umur <20 tahun dan umur >35 tahun (Winkjosastro, 2010).

Risiko abortus inkomplit meningkat seiring dengan paritas dan

usia ibu. Frekuensi abortus secara klinis terdeteksi meningkat dari 12%

wanita berusia kurang dari 20 tahun menjadi 26% pada mereka yang

usianya lebih dari 40 tahun. Ibu yang mengalami abortus pada trimester

I banyak terdapat pada ibu yang lebih muda yaitu umur 18 tahun, lebih

rendah kejadiannya pada wanita usia 20-35 tahun dan berkembang

menjadi tajam pada umur setelah 35 tahun (Nisa, 2009).

Umur < 20 dan > 35 tahun merupakan kelompok umur berisiko

dimana usia kurang dari 20 tahun alat-alat reproduksi belum matang

sehingga sering timbul komplikasi persalinan. Dan umur lebih dari 35

tahun berhubungan dengan mulainya terjadi regenerasi sel-sel tubuh

terutama dalam hal ini alat reproduksinya sudah mengalami

kemunduran. Hal ini sesuai dengan teori yang tercantum dalam buku
22

Ilmu Kebidanan Winkjosastro, (2010) mengatakan bahwa faktor ibu

yang memperbesar resiko kematian perinatal adalah pada ibu dengan

umur yang lebih muda dan pada umur yang lebih tua.

Dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk

kehamilan dan persalinan adalah 20-30 tahun. penelitian yang diambil

asuncion bogota, amerika latin memperlihatkan bahwa angka abortus

dikalangan remaja relative paling rendah. Akan tetapi, memperlihatkan

kecenderungan yang meningkat pesat dibandingkan kelompok umur

yang lain. Angka tertinggi justru ditemukan dikalangan wanita berusia

lebih dari 35 tahun.

Umur di bawah 20 tahun atau lebih dari 35 tahun merupakan

faktor resiko terjadinya abortus. Hal ini dikarenakan pada usia dibawah

20 tahun fungsi reproduksi seorang wanita belum berkembang dengan

sempurna, sedangkan pada usia diatas 35 tahun fungsi reproduksi

seorang wanita sudah mengalami penurunan dibandingkan fungsi

reproduksi normal sehingga kemungkinan untuk terjadinya komplikasi

pada kehamilan terutama perdarahan akan lebih besar (Winkjosastro,

2010).

Secara biologis para wanita dianjurkan mengandung di usia

muda, tapi usia ideal untuk mengandung sebaiknya usia 20-29 tahun.

Kesuburan seorang ibu juga dipengaruhi oleh usia, sehingga pasangan

usia lanjut membutuhkan waktu lebih lama untuk dapat mengandung.

Menurut cunningham (2009), kejadian abortus meningkat sebesar 12%


23

pada wanita usia kurang dari 20 tahun dan meningkat sebesar 26%

pada usia lebih dari 40 tahun.

Menurut Erlina (2009), abortus lebih sering terjadi pada wanita

berusia di atas 30 tahun dan meningkat diatas usia 35tahun. Periode

umur seorang wanita dalam mas reproduksi dibagi dalam 3 periode.

Periode menunda kehamilan (35 tahun) yakni Usia 20-35 tahun

merupakan waktu yang lebih tepat karna tubuh lebih prima dalam

menerima kehamiannya, hal ini berdampak positif karna memungkinkan

wanita aktif mengasuh dan membesarkan anak dalam waktu yang

panjang.

Masa emas usia reproduktif wanita terbatas, batasan ini terkait

dengan faktor reproduksi wanita yang berada pada kondisi yang

optimal pada usia 20-35 tahun. Kehamilan yang terjadi pada usia 35

tahun dapat mengalami penurunan kemampuan fisik karna terjadinya

proses degeneratif sehingga menimbulkan komplikasi termasuk abortus

(Astuti, 2010).

3. Paritas

Paritas adalah keadaan seorang wanita sehubungan dengan

keadaan seorang anak yang dapat hidup yang dibedakan menjadi

primipara, multipara, dan grande multipara.

Paritas merupakan faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya

abortus, pada paritas yang rendah (paritas 1) ibu belum memiliki

pengalaman sehingga tidak mampu dalam menangani komplikasi yang


24

mungkin terjadi selama kehamilan, persalinan dan nifas. Semakin

sering wanita mengalami kehamilan dan melahirkan (paritas lebih dari

3) maka uterus semakin lemah sehingga semakin besar resiko

komplikasi kehamilan (Winkjosastro, 2010).

Paritas adalah banyaknya anak yang dimiliki ibu dimulai dari

anak yang pertama sampai anak yang terakhir. Kondisi rahim

dipengaruhi juga oleh jumlah anak yang dilahirkan, Paritas dapat

dibedakan menjadi primipara, multipara dan grandemultipara. Paritas

adalah jumlah kehamilan yang menghasilkan janin yang mampu hidup

diluar rahim (28 minggu) (Bobak, 2010).

Menurut Winkjosastro (2010), Gravida adalah wanita yang

sedang hamil. Primigravida adalah seorang wanita yang hamil

untuk pertama kali. Para adalah seorang wanita hamil yang pernah

melahirkan bayi yang dapat hidup (Viable). Nullipara adalah

seorang wanita yang belum pernah melahirkan bayi yang viable

untuk pertama kali. Multipara atau pleuripara adalah seorang wanita

yang pernah melahirkan bayi yang untuk beberapa kali.

Paritas adalah jumlah kehamilan yang menghasilkan janin hidup,

bukan jumlah janin yang dilahirkan. Janin yang lahir hidup atau mati

setelah viabilitas dicapai, tidak mempengaruhi paritas. Primipara

adalah seorang wanita yang telah menjalani kehamilan sampai janin

mencapai tahap viabilitas. Multipara adalah seorang wanita yang

telah menjalani dua atau lebih kehamilan dan menghasilkan janin


25

sampai pada tahap viabilitas. Paritas tinggi (Grandemultipara 5 atau

lebih) viabilitas merupakan kapasitas hidup diluar uterus, sekitar 22

minggu periode menstruasi (20 minggu kehamilan) atau berat janin

lebih dari 500 gram (Nisa, 2009).

Menurut penelitian (Setiadi, 2010) Paritas 2-3 merupakan

paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian maternal seperti

kejadian abortus. Paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka

kematian maternal lebih tinggi. Lebih tinggi paritas maka lebih tinggi

resiko komplikasi dan kematian maternal. Resiko pada paritas 1 dapat

ditangani dengan asuhan obstretrik lebih baik, sedangkan resiko

pada paritas tinggi dapat dikurangi atau dicegah dengan keluarga

berencana. Komplikasi yang mungkin timbul pada paritas tinggi

antara lain adalah distosia, perdarahan antepartum, ruptur uteri,

hipertensi, penyakit ginjal, anemia, kelainan letak, prolabsus uteri,

diabetes mellitus.

Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman di tunjang dari sudut

kematian maternal. Paritas 1 dan paritas tinggi (> 3) mempunyai angka

kematian maternal lebih tinggi, lebih tinggi paritas maka lebih tinggi

kematian maternal. Salah satu terjadinya abortus dikarenakan jumlah

paritas yang meningkat (Cunningham, 2009). frekuensi terjadinya

abortus meningkat bersamaan dengan meningkatnya angka graviditas,

6% kehamilan pertama atau kedua berakhir dengan abortus, angka ini

meningkat menjadi 16% pada kehamilan ke 3 dan seterusnya.


26

Uterus yang meregang adalah etiologi dari abortus sehingga

dapat disimpulkan bahwa paritas yang meningkat menjadi salah satu

faktor resiko ibu untuk terjadi abortus. Paritas 2-3 merupakan paritas

paling aman ditinjau dari sudut kematian maternal. Paritas 1 dan paritas

tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi.

Resiko pada paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan obstetrik yang

lebih baik, sedangkan resiko pada paritas tinggi dapat dikurangi atau

dicegah dengan keluarga berencana. Sebagian kehamilan dengan

paritas tinggi adalah tidak direncanakan (Rahmawati, 2011).

Paritas I dan ≥ IV memiliki risiko yang lebih besar pada ibu dan

juga janinnya. Ibu yang baru pertama kali melahirkan seringkali secara

mental dan psikologis belum siap sehingga hal ini dapat memperbesar

kemungkinan terjadinya komplikasi. Sedangkan ibu yang terlalu sering

melahirkan, fungsi dari organ reproduksinya mengalami kemunduran

dan rahim akan semakin lemah untuk berkontraksi dan kemungkinan

akan mengalami komplikasi lebih besar. Hasil penelitian ini sejalan

dengan teori yang dikemukakan Winkjosastro (2010), bahwa salah

satu penyebab kelainan his yang dapat menyebabkan partus lama

terutama ditemukan pada primigravida sedangkan pada multipara

banyak ditemukan kelainan-kelainan lain yang bersifat inersia uteri.

4. Hubungan Umur Dengan Abortus Inkomplit

Kejadian abortus diduga mempunyai efek terhadap kehamilan

berikutnya baik pada timbulnya penyulit kehamilan maupun pada hasil


27

kehamilan itu sendiri, risiko abortus semakin bertambah seiring dengan

pertambahan umur. Kehamilan pada umur <20 tahun atau >35 tahun

merupakan salah satu dari faktor risiko tinggi kehamilan disamping

paritas, riwayat persalinan, gizi ibu, keadaan sosial ekonomi, psikis ibu

dan pemeriksaan antenatal (Rahmawati, 2011).

Usia mempengaruhi angka kejadian abortus yaitu usia dibawah

20 tahun dan diatas 35 tahun, kurun waktu reproduksi sehat adalah 20-

35 tahun dan keguguran dapat terjadi di usia muda/remaja dikarenakan

alat reproduksi belum matang dan belum siap untuk hamil. Frekuensi

abortus bertambah dari 12% pada wanita kurang dari 20 tahun, menjadi

26% pada wanita diatas 40 tahun. Usia seorang ibu berkaitan

dengan alat reproduksi wanita. Umur reproduksi yang sehat dan

aman adalah pada usia 20-35 tahun. Pada usia >35 tahun terkait

dengan kemunduran dan penurunan daya tahan tubuh serta

berbagai penyakit yang sering menimpa di usia ini (Mariani,

2012).

Umur mempunyai pengaruh terhadap kehamilan dan persalinan

ibu. Ibu yang berumur dibawah 20 tahun organ reproduksinya

yang belum sempurna secara keseluruhan dan kejiwaan yang

belum bersedia menjadi ibu yang dapat mengakibatkan peningkatan

risiko mengalami persalinan komplikasi atau komplikasi obstretrik

seperti toksemia, eklamsia, solusio plasenta, inersia uteri, perdarahan

post partum, persalinan macet, BBLR, kematian neonatus dan


28

perinatal. Demikian juga ibu yang berumur di atas 35 tahun

mempunyai risiko 2 atau 3 kali untuk mengalami komplikasi

kehamilan dan persalinan seperti perdarahan atau hipertensi dalam

kehamilan, dan partus lama (Winknjosastro, 2010).

Menurut Astuti Maya (2010) asumsi peneliti umur berpengaruh

terhadap kejadian abortus karena mengingat seorang wanita yang

ingin hamil, mereka harus mempersiapkan diri secara fisik maupun

mental, wanita yang memiliki usia kurang dari 20 tahun tentunya

belum memiliki kematangan organ- organ reproduksi sehingga dapat

mempengaruhi proses pertumbuhan janin, selain itu psikologinya

juga belum mapan untuk menerima perubahan yang terjadi

selama hamil, begitupula wanita yang usianya lebih dari 35 tahun,

mereka memiliki alat reproduksi yang sudah tidak sanggup lagi

bekerja semaksimal mungkin, sehingga kejadian abortus lebih

sering terjadi.

5. Hubungan Paritas Dengan Abortus Inkomplit

Hubungan paritas dengan abortus menjelaskan bahwa kejadian

abortus dapat terjadi 3 kali lebih besar pada paritas tinggi dan juga

nulipara. Angka kejadian abortus pada hasil penelitian tersebut

terdapat abortus pada multipara dan semakin tinggi kejadiannya pada

grande multipara. Kejadian abortus pada paritas tinggi berkaitan

dengan kesehatan ibu karena kurangnya istirahat dan hamil yang

terlalu dekat, apalagi bila disertai dengan abortus pada kehamilan


29

sebelumnya. Frekuensi kejadian abortus meningkat bersamaan dengan

meningkatnya angka graviditas, 6% pada kehamilan pertama dan

kedua berakhir dengan abortus, angka ini meningkat menjadi 16% pada

kehamilan keempat dan seterusnya (Rahmawati, 2011).

Paritas adalah jumlah kehamilan yang menghasilkan janin

hidup, bukan jumlah janin yang dilahirkan. Janin yang lahir hidup

atau mati setelah viabilitas dicapai, tidak mempengaruhi paritas.

Primipara adalah seorang wanita yang telah menjalani kehamilan

sampai janin mencapai tahap viabilitas. Multipara adalah seorang

wanita yang telah menjalani dua atau lebih kehamilan dan

menghasilkan janin sampai pada tahap viabilitas. Paritas tinggi

(Grandemultipara 5 atau lebih) viabilitas merupakan kapasitas

hidup diluar uterus, sekitar 22 minggu periode menstruasi (20 minggu

kehamilan) atau berat janin lebih dari 500 gram (Bobak, 2010).

Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut

kematian maternal. Paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka

kematian maternal lebih tinggi. Lebih tinggi paritas maka lebih tinggi

resiko komplikasi dan kematian maternal. Resiko pada paritas 1 dapat

ditangani dengan asuhan obstretrik lebih baik, sedangkan resiko pada

paritas tinggi dapat dikurangi atau dicegah dengan keluarga

berencana. Komplikasi yang mungkin timbul pada paritas tinggi

antara lain adalah distosia, perdarahan antepartum, ruptur uteri,

hipertensi, penyakit ginjal, anemia, kelainan letak, prolabsus uteri,


30

diabetes melitus (Winkjosastro, 2010).

Paritas berpengaruh terhadap kejadian abortus, karena ibu hamil

dengan paritas tinggi otomatis memiliki otot rahim yang lemah

dibandingkan dengan ibu hamil dengan paritas primi, sehingga otot

rahim yang lemah tidak mampu menyokong janin dengan sempurna,

sehingga dapat beresiko untuk terjadinya abortus.


31

B. Landasan Teori

Abortus inkomplit menurut (Mudzakkir & Masruroh, 2009)

mendefinisikan abortus inkomplit merupakan pengeluaran sebagian hasil

konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa

tertinggal dalam uterus. Sedangkan menurut (Saifudin AB, 2006)

menjelaskan Abortus inkomplit merupakan perdarahan pada kehamilan

muda dimana sebagian dari hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri

melalui kanalis servikalis.

Tanda dan gejala abortus inkomplit yaitu Perdarahan bisa sedikit

atau banyak dan bisa terdapat bekuan darah, Rasa mulas (kontraksi)

tambah hebat, Ostium uteri eksternum atau serviks terbuka, Pada

pemeriksaan vaginal, jaringan dapat diraba dalam kavum uteri atau

kadang-kadang sudah menonjol dari eksternum atau sebagian jaringan

keluar, dan Perdarahan tidak akan berhenti sebelum sisa janin

dikeluarkan dapat menyebabkan syok (Rahmawati, 2011)

Penyebab abortus inkomplit antara lain : Faktor pertumbuhan hasil

konsepsi dapat menimbulkan kematian janin dan cacat bawaan yang

menyebabkan hasil konsepsi dikeluarkan, Kelainan pada plasenta, dan

penyakit ibu.

Salah satu faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya abortus

inkomplit adalah umur di bawah 20 tahun atau lebih dari 35 tahun

merupakan faktor resiko terjadinya abortus. Hal ini dikarenakan pada usia

dibawah 20 tahun fungsi reproduksi seorang wanita belum berkembang


32

dengan sempurna, sedangkan pada usia diatas 35 tahun fungsi reproduksi

seorang wanita sudah mengalami penurunan dibandingkan fungsi

reproduksi normal sehingga kemungkinan untuk terjadinya komplikasi pada

kehamilan terutama perdarahan akan lebih besar.

Paritas merupakan faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya

abortus, pada paritas yang rendah (paritas 1) ibu belum memiliki

pengalaman sehingga tidak mampu dalam menangani komplikasi yang

mungkin terjadi selama kehamilan, persalinan dan nifas. Semakin sering

wanita mengalami kehamilan dan melahirkan (paritas lebih dari 3) maka

uterus semakin lemah sehingga semakin besar resiko komplikasi kehamilan

(Winkjosastro, 2010).
33

C. Kerangka Teori

FAKTOR PENYEBAB FAKTOR RISIKO

1. Umur
1. Gangguan
2. Paritas
kromosom
2. Faktor lingkungan 3. Status Perkawinan

endometrium 4. Status Sosial


Ekonomi
3. Gizi ibu berkurang
5. Pendidikan
karena anemi
4. Pengaruh luar
5. Infeksi
6. Penyalahgunaan
obat
Abortus Inkomplit
7. Kelainan pada
plasenta
8. Penyakit ibu
Gambar. 1

Gambar 1. Kerangka Teori Penelitian

Dimodifikasi dari : (Norma N & Dewi M, 2013), (Setiadi, 2010),

(Wahyuni, 2012), (Winkjosastro, 2010)


34

D. Kerangka Konsep

Umur

Abortus
Inkomplit

Paritas

Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian

Keterangan :

Variable terikat (Dependent Variabel) : Abortus Inkomplit

Variable bebas (Independent Variabel) : Umur dan Paritas


35

E. Hipotesis Penelitian

1. Ada hubungan antara umur dengan abortus inkomplit di RSIA

Permata Bunda.

2. Ada hubungan antara paritas dengan abortus inkomplit di RSIA

Permata Bunda.
36

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik dengan

rancangan Case Control Study , yaitu untuk melihat apakah ada

hubungan antara umur ibu, paritas ibu dengan kejadian abortus

inkomplit.

Faktor resiko (+)


a. Umur < 20 dan >
35 tahun,
b. Paritas 1 dan >3 Kasus abortus
inkomplit (40
orang)
Faktor resiko (-)
a. Umur 20 - 35
tahun,
b. Paritas 2 dan 3
Populasi
108 orang
Faktor resiko (+)
a. Umur < 20 dan >
35 tahun, Kontrol Tidak
b. Paritas 1 dan >3 abortus
inkomplit (40
Faktor resiko (-) orang)
a. Umur 20 - 35
tahun,
b. Paritas 2 dan 3

Gambar 3. Skema Rancangan Penelitian (Arikunto,2010)

36
37

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan di RSIA Permata Bunda

Sulawesi Tenggara pada bulan Mei tahun 2017

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua kasus abortus

yang terdaftar dalam buku register rawat inap di RSIA Permata

Bunda Sulawesi Tenggara Tahun 2016 berjumlah 108 orang.

2. Sampel

a. Jumlah sampel

Sampel dalam penelitian terdiri dari dua kelompok yaitu :

1) Kelompok Kasus

Ibu yang mengalami abortus inkomplit yang di rawat di

ruang bersalin Rumah Sakit Ibu Dan Anak Permata Bunda

Kota Kendari pada tahun 2016 yang berjumlah 40 orang.

Teknik pengambilan sampel kasus secara purposive

sampling, dimana seluruh ibu yang abortus inkomplit

diambil sebagai kasus.

2) Kelompok Kontrol

Ibu yang tidak mengalami abortus inkomplit yang dirawat di

ruang bersalin Rumah Sakit Ibu Dan Anak Permata Bunda

Kota Kendari pada tahun 2016 yang berjumlah 40. Teknik

pengambilan sampel kasus secara systematic random


38

sampling, yaitu seluruh ibu yang dirawat yang tidak

mengalami abortus inkomplit di urut memakai nomor lalu

dari 108 orang ibu yang dirawat yang tidak mengalami

abortus inkomplit dibagi jumlah kontrol yang diambil

108/40= 2,7, sehingga sample untuk kontrol adalah

kelipatan 2. (Sastroasmoro, 2010).

b. Besar Sampel

Jumlah sample dalam kelompok kasus sebanyak 40 orang

yang mengalami abortus inkomplit yang dirawat di ruang

bersalin Rumah Sakit Ibu Dan Anak Permata Bunda Kota

Kendari pada tahun 2016 dan jumlah control sample dalam

kelompok control sebanyak 40 orang yang tidak mengalami

abortus inkomplit sehingga perbandingan antara kelompok

kasus dan kelompok control yaitu 1:1, jadi total sampelnya

sebanyak 80 orang (Riyanto, 2010).

3. Kriteria subjek penelitian

Pengambilan sampel perlu ditentukan kriteria inklusi dan kriteria

eksklusi agar sampel tidak menyimpang dari populasi

(Notoatmodjo, 2012).

a. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah ibu dengan

abortus inkomplit.
39

b. Kriteria Ekslusi

Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah ibu dengan tidak

abortus inkomplit.

D. Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel bebas (Independent Variabel) : Umur Dan Paritas

2. Variabel terikat (Dependent Variabel) : Abortus Inkomplit

E. Definisi Operasional

1. Abortus Inkomplit

Abortus inkomplit adalah keluarnya sebagian hasil konsepsi

dari kavum uteri dan masih ada yang tertinggal. Batasan abortus

inkomplit jika terjadi pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu

atau berat janin kurang dari 500 gram (Winkjosastro, 2010)

2. Umur Ibu

Umur ibu adalah usia ibu yang dihitung berdasarkan ulang

tahun terakhir, dengan kriteria:

a. Umur berisiko : < 20 tahun dan > 35 tahun

b. Umur tidak berisiko : 20 tahun – 35 tahun.

(Winkjosastro, 2010)

3. Paritas Ibu

Paritas adalah jumlah keseluruhan anak yang telah lahir, baik

hidup maupun yang telah meninggal, dengan kriteria:

a. Berisiko : 1 dan >3

b. Tidak berisiko : 2 dan 3


40

(Winkjosastro, 2010).

F. Instrumen Penelitian

Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar

ceklis penelitian.

G. Alur Penelitian

Alur penelitian dijelaskan sebagai berikut:

Populasi
Ibu dengan abortus berjumlah 108 orang

Sample
Ibu dengan abortus inkomplit berjumlah 40 orang

Pengumpulan Data

Analisis data

Pembahasan

Kesimpulan

Gambar 4 : Alur Penelitian


41

H. Pengolahan dan Analisis Data

1. Pengelolaan Data

Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan program

komputer (SPSS) dan disajikan dalam bentuk tabel yang

dipresentasekan dan diuraikan dalam bentuk narasi.

2. Analisis Data

a. Analisis Univariabel

Analisis Univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran

umum dengan cara mendeskripsikan tiap-tiap variabel yang

digunakan dalam penelitian yaitu dengan melihat gambaran

distribusi frekuensi dengan menggunakan rumus :

= X 100%, (Notoatmodjo, 2012)

Keterangan : f = Frekuensi

P = Persentase

n = Jumlah Populasi

b. Analisis Bivariabel

Untuk mendeskripsikan hubungan antara independent

variabel dan dependent variabel. Uji statistik yang digunakan

adalah chi square. Adapun rumus chi square yang digunakan

( )
adalah : = ∑ ,( , 2010)

Keterangan : ∑ = Jumlah

x = Nilai Chi Square


42

f0 = Nilai frekuensi yang diobservasi / nilai

pengumpulan data

fe = Nilai frekuensi yang diharapkan

Besarnya pengaruh independent variabel terhadap

dependent variabel dilihat dari hasil perhitungan nilai OR (odd

Ratio). Adapun rumus yang digunakan untuk OR (odd ratio)

adalah:

Tabel 1
Tabel Kontingensi 2 x 2 Odds Ratio Pada Penelitian
Case Control Study

Faktor Ibu abortus Jumlah

Risiko Kasus Kontrol

Positif A B a+b

Negatif C D c+d

Jumlah a+c b+d a+b+c+d

OR = , (Sastroasmoro, 2010)

Keterangan :

A = Kasus yang mengalami pajanan

B = Kontrol yang mengalami pajanan

C = Kasus yang tidak mengalami pajanan

D = Kontrol yang tidak mengalami pajanan

Estimasi Confidence Intervals (CI) ditetapkan pada tingkat

kepercayaan 95% dengan interprestasi :

Jika OR > 1 : Faktor yang diteliti merupakan faktor risiko


43

Jika OR = 1 : Bukan merupakan faktor risiko

Jika OR < 1 : Faktor yang diteliti merupakan faktor protektif

I. Etika Penelitian

Etika penelitian artinya subyek penelitian dan yang lainya harus

dilindungi. Beberapa prinsip dalam pertimbangan etik meliputi : bebas

eksploitasi, bebas kerahasiaan, bebas penderitaan, bebas menolak

menjadi responden, dan perlu surat persetujuan (Nursalam, 2012).

Etika membantu manusia untuk melihat atau menilai secara

kritis moralitas yang dihayati dan dianut oleh masyarakat. Perilaku

penelitian atau peneliti dalam menjalankan tugasnya hendaknya

memegang teguh pada etika penelitian. Meskipun penelitian yang

dilakukan tidak merugikan atau membahayakan bagi subjek

penelitian. Secara garis besar, dalam penelitian ada beberapa prinsip

yang harus dipegang teguh yakni, :

1. Informet concent (persetujuan setelah penjelasan)

Salah satu aspek etika yang harus ada dalam sebuah penelitian

adalah adanya inform content. Dimana responden akan mengisi

lembar persetujuan untuk dilakukan penelitian, jika responden

menolak maka peneliti tidak akan memaksa karena hak asasi

responden. Tetapi jika responden menerima untuk dilakukan

penelitian maka menandatangani lembar persetujuan tersebut.


44

2. Anonymity (tanpa nama)

Untuk menjaga kerahasiaan responden, diisi penelitian tidak akan

mencantumkan nama responden dan hanya memberi kode

sehingga privacy responden tetap terjaga dan responden merasa

nyaman walaupun sebagai responden penelitian.

3. Confidentiality (kerahasiaan)

Dalam penelitian, peneliti harus menjaga kerahasiaan jawaban

dan hasil dari responden, hanya data tertentu yang akan di

publikasikan pada hasil riset.

4. Balancing harms and benefits (Mempertimbangkan manfaat dan

kerugian yang ditimbulkan)

Sebuah penelitian hendaknya memperoleh manfaat semaksimal

mungkin bagi masyarakat pada umumnya dan subjek penelitian

pada khususnya. Penelitian hendaknya berusaha meminimalisasi

dampak yang merugikan bagi subjek. Pelaksanaan penelitian

harus dapat mencegah atau paling tidak mengurangi rasa sakit,

cidera, stress, maupun kematian subjek penelitian (Notoatmodjo,

2012).
45

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Letak Geografis

Rumah Sakit Ibu dan Anak Permata Bunda terletak di Kota Kendari,

tepatnya di jalan Syech Yusuf no. 9, yang masuk dalam wilayah

Kelurahan Korumba Kecamatan Mandonga, dengan batas sebagai

berikut :

Sebelah Timur : Rumah Bpk. Habil Marati, SH

Sebelah Barat : Jalan Syech Yusuf III

Sebelah Utara : Rumah Bpk. H. Heri Asiku

Sebelah Selatan : Jalan Syech Yusuf

Lokasi RSIA Permata Bunda sangat strategis sebab terletak

dijalan utama dalam Kota sehingga mudah dijangkau dengan

kendaraan apapun.

2. Sarana dan Prasarana

a. Sarana Rumah Sakit

Rumah Sakit Ibu dan Anak Permata Bunda memiliki sarana

dan prasarana yang terdiri dari bangunan fisik seluas 1233,6 M,

dengan rincian sebagai berikut :

45
46

Tabel 2
Sarana di Rumah Sakit Ibu dan Anak
Permata Bunda Kota Kendari

JENIS BANGUNAN LUAS RUANGAN


LANTAI I
1. Ruang apotik 24.5 M
2. Ruang gudang 24.5 M
3. Ruang kantor 22.5 M
4. Ruang poliklinik kebidanan 42 M
5. Ruang kesehatan ibu dan anak/ 22.5 M
poliklinik umum
6. Ruang administrasi 22.5 M
7. Ruang poliklinik gigi 22.5 M
8. Ruang laboratorium 19.25 M
9. Ruang direktur 22.5 M
10. Ruang rekam medic 22.5 M
11. Selasar/ tempat tunggu pasien 145 M
12. Kamar mandi/ WC (3 kamar 19.5 M
mandi)
LANTAI II
1. Ruang jaga bidan/perawat 19 M
2. Ruang bersalin 27.5 M
3. Ruang bayi 10.5 M
4. Ruang operasi 42.5 M
5. Ruang pulih 29.75 M
6. Ruang anggrek (VIP. I-VIII) 30 M
7. Ruang mawar (kelas I) 30 M
8. Ruang ICU 42 M
9. Kamar mandi/WC 4M
LANTAI III

1. Ruang melati I (kelas II, ruang 42.5 M


rawat ibu)
2. Ruang teratai I dan II (kelas III, 42.5 M
ruang rawat ibu dan anak)
3. Selasar/ ruang tunggu (I) & (II) 48.2 M & 70 M
4. Instalasi gizi 49.5 M
5. Ruang laundry 20 M
6. Gudang umum 20 M
7. Selasar (ruang tengah) 33 M
8. Bak penampungan air 20.25 M
Sumber : Data Sekunder Rumah Sakit Ibu dan Anak Permata Bunda Kota
Kendari
47

b. Prasarana Rumah Sakit

RS Permata Bunda dibatasi dengan bangunan dan jalan

oleh pagar tembok. Sebagai alat penerangan yaitu listrik (PLN)

dengan kekuatan sebesar 66000 watt dan dibantu dengan diesel

yang digunakan saat pemadaman listrik PLN. Sebagai sumber air

minum yaitu dari Perusahaan Air Minum Daerah Kota Kendari dan

kebutuhan mandi, cuci dan lain-lain digunakan air sumur bor.

Selain itu juga tersedia penampungan reservoir air dengan

kapasitas 200m.

Sarana komunikasi berupa jaringan telepon yang dilengkapi

pada setiap ruangan untuk hubungan internal rumah sakit. Tabung

pemadam kebakaran kecil sebanyak 3 buah yang ditempatkan 1

buah pada setiap lantai.

Untuk pembuangan limbah, setiap ruangan tersedia tempat

pembuangan sampah kemudian dikumpulkan pada 1 tempat

pembuangan sampah sementara dalam lingkungan rumah sakit

selanjutnya diangkut ketempat penampungan sampah yang

disediakan oleh pemerintah Kota Kendari. Sampah tersebut akan

diangkut oleh Dinas Kebersihan Kota Kendari.

Untuk limbah medis padat yang bersifat infektius

dimusnahkan dengan menggunakan incenerator dan limbah medis

cair ditampung terlebih dahulu pada satu penampungan dan

setelah disterilkan dengan menggunakan larutan chlorine


48

kemudian disalurkan pada saluran pembuangan yang tersedia

dalam lingkungan rumah sakit. Untuk peralatan Rumah Sakit terdiri

dari :

1) Peralatan Medis

a) Peralatan Emergency

b) Peralatan ICU

c) Peralatan Bedah

d) Peralatan Kesehatan Anak dan Bayi

e) Peralatan Kebidanan dan Penyakit Kandungan

2) Peralatan Penunjang Medis

a) Peralatan Anastesi

3) Peralatan Non Medis

a) Mobile (Meja, Kursi, Lemari)

b) Peralatan Sterilisasi

c) Peralatan Loundry

d) Peralatan Dapur

e) Ambulance

3. Ketenagaan

Dalam memberikan pelayanan Rumah Sakit Ibu dan Anak

Permata Bunda Kota Kendari didukung oleh sumber tenaga sebanyak

65 orang yang terdiri dari tenaga medis (dokter), tenaga para medis

(perawat, bidan, farmasi, analis kesehatan, dll) dan tenaga-tenaga

teknis lainnya.
49

B. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Ibu dan Anak Permata

Bunda Kota Kendari pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Mei

tahun 2017, dengan menggunakan data sekunder. Dari hasil pengolahan

data dilakukan, disajikan dalam bentuk tabel frekuensi presentase dan

tabel analisis hubungan antara variabel independent adalah sebagai

berikut :

1. Analisis Univariat

Analisis univariat dimaksudkan untuk melihat distribusi variabel

penelitian. Sesuai dengan data yang diperoleh dari hasil penelitian

disusun dalam bentuk distribusi frekuensi sebagai berikut :

a. Responden

Responden berjumlah 80 ibu dengan kasus abortus yakni 40

dengan abortus inkomplit dan 40 dengan tidak abortus inkomplit.

Tabel 3
Distribusi responden di Rumah Sakit Ibu dan Anak Permata
Bunda Kota Kendari tahun 2016
Responden Jumlah (n) Persentase (%)
Abortus inkomplit 40 50,0
Tidak abortus inkomplit 40 50,0
Total 80 100
Sumber : Medical Record Rumah Sakit Ibu dan Anak Permata Bunda Kota
Kendari tahun 2016

Tabel ke 3 menunjukkan bahwa jumlah responden dalam

penelitian ini adalah 80, dimana jumlah kasus sebanyak 40,

adalah yang mengalami abortus inkomplit dan control sebanyak


50

40 adalah ibu yang tidak mengalami abortus inkomplit di Rumah

Sakit Ibu dan Anak Permata Bunda Kota Kendari Tahun 2016.

b. Umur

Umur dikategorikan usia <20 tahun dan >35 tahun pada ibu

hamil memiliki risiko terjadinya keguguran. Dan usia 20-35 tahun

merupakan usia ideal bagi ibu hamil.

Tabel 4
Distribusi Responden Menurut Umur di Rumah Sakit Ibu dan
Anak Permata Bunda Kota Kendari
Tahun 2016

Umur Ibu Jumlah (n) Persentase (%)


<20 tahun & >35 tahun 42 52,5
20-35 tahun 38 47,5
Total 80 100
Sumber : Medical Record Rumah Sakit Ibu dan Anak Permata Bunda Kota
Kendari Tahun 2016

Tabel ke 4 menunjukkan bahwa dari 80 responden terdapat

umur yang berisiko yaitu < 20 tahun dan > 35 tahun sebanyak 42

orang (52,5%) dan umur yang tidak berisiko yaitu 20 tahun- 35

tahun sebanyak 38 orang (47,5%). Berdasarkan tabel 4 jumlah ibu

yang berisiko lebih banyak dari pada yang tidak berisiko.

c. Paritas

Paritas dikategorikan 1 dan > 3 (primipara dan grande

multipara) pada ibu hamil memiliki risiko terjadinya keguguran.

Sedangkan paritas 2 dan 3 merupakan paritas aman bagi ibu

hamil.
51

Tabel 5
Distribusi Responden Menurut Paritas di Rumah Sakit Ibu dan
Anak Permata Bunda Kota Kendari
tahun 2016

Paritas Ibu Jumlah (n) Persentase (%)


1 dan >3 47 58,75
2 dan 3 33 41,25
Total 80 100
Sumber : Medical Record Rumah Sakit Ibu dan Anak Permata Bunda Kota
Kendari Tahun 2016

Tabel ke 5 menunjukan bahwa dari 80 responden terdapat

paritas yang berisiko yaitu 1 dan >3 sebanyak 47 orang (58,75%)

dan paritas yang tidak berisiko yaitu 2 dan 3 sebanyak 33 orang

(41,25%). Berdasarkan tabel 5 jumlah ibu yang berisiko lebih

banyak dari pada yang tidak berisiko.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan

antara dua veriabel yaitu hubungan umur dan paritas dengan kejadian

abortus inkomplit. Adapun hasil analisis bivariat dapat dijelaskan

sebagai berikut :
52

a. Hubungan Umur Dengan Kejadian Abortus Inkomplit

Tabel 6
Hubungan Umur dengan Kejadian Abortus Inkomplit di Rumah
Sakit Ibu dan Anak Permata Bunda Kota Kendari
Tahun 2016

Abortus inkomplit
Tidak X2 OR (CI
Umur Abortus abortus P hitung 95%)
n % n %
Berisiko <20 27 67,5 15 37,5
dan >35 0,007 7,22 3,46
tahun (1,38-
Tidak 13 32,5 25 62,5 8,69)
berisiko 20-
35 tahun
Sumber : Medical Record Rumah Sakit Ibu dan Anak Permata Bunda Kota
Kendari Tahun 2016

Tabel ke 6 menunjukkan bahwa 40 ibu yang mengalami

abortus inkomplit terdapat umur <20 tahun dan >35 tahun

berjumlah 27 orang (67,5%) , sedangkan yang berumur 20-35

tahun berjumlah 13 orang (32,5%). Dari 40 ibu yang dirawat yang

tidak mengalami abortus inkomplit terdapat umur <20 tahun dan

>35 tahun sebanyak 15 orang (37,5%) sedangkan yang berumur

20-35 tahun sebanyak 25 orang (62,5%).

Hasil uji statistic chi square X2 hitung=7,22 di peroleh nilai p

< 0.05 yaitu p= 0.007 menunjukkan bahwa terdapat hubungan

yang signifikan antara umur ibu dengan kejadian abortus

inkomplit. Nilai OR =3,46 ini menunjukkan ibu yang berumur <20


53

tahun dan >35 tahun sebagai faktor risiko terjadinya abortus

inkomplit sebesar 3,46 kali dibanding ibu yang berumur 20-35

tahun.

b. Hubungan Paritas Dengan Kejadian Abortus Inkomplit

Tabel 7
Hubungan paritas dengan Kejadian Abortus Inkomplit di Rumah
Sakit Ibu dan Anak Permata Bunda Kota Kendari
Tahun 2016

Abortus inkomplit
Tidak X2 OR (CI
Paritas Abortus abortus P hitung 95%)

N % n %
Berisiko 1 29 72,5 18 45
dan >3 0,01 6.24 3.22
2 (1.26 -
Tidak 11 27,5 22 55 8.18)
berisiko 2
dan 3
Sumber : Medical Record Rumah Sakit Ibu dan Anak Permata Bunda Kota
Kendari Tahun 2016

Tabel ke 7 menunjukkan bahwa 40 ibu yang mengalami

abortus inkomplit terdapat paritas berisiko 1 dan >3 berjumlah 29

orang (72,5 %) sedangkan paritas yang tidak berisiko 2 dan 3

berjumlah 11 orang (27,5%). Dari 40 ibu yang dirawat yang tidak

mengalami abortus inkomplit terdapat paritas berisiko 1 dan >3

sebanyak 18 orang (45%) sedangkan paritas yang tidak berisiko 2

dan 3 sebanyak 22 orang (55%).

Hasil uji statistic chi square X2 hitung=6,24 di peroleh nilai p

< 0,05 yaitu p=0,012 menunjukkan bahwa terdapat hubungan


54

yang signifikan antara paritas ibu dengan kejadian abortus

inkomplit. Nilai OR =3,22 ini menunjukkan paritas ibu 1 dan >3

sebagai faktor risiko terjadinya abortus inkomplit sebesar 3,22 kali

dibanding ibu dengan paritas 2 dan 3.

C. Pembahasan

Hasil penelitian ini menunjukkkan ada beberapa hal yang

diperoleh mengenai hubungan umur dan paritas dengan kejadian abortus

inkomplit dijelaskan sebagai berikut :

1. Hubungan Umur dengan Kejadian Abortus Inkomplit

Berdasarkan hasil uji statistic chi square dengan nilai p<0.05

yaitu p=0,007 secara statistic menunjukkan bahwa terdapat hubungan

signifikan antara umur ibu dengan kejadian abortus inkomplit.

Hasil analisis odd rasio dengan lower limit=1,379 dan upper

limit=8,691 mencakup nilai satu maka nilai OR bermakna. Nilai OR

=3,462 ini menunjukkan ibu yang berumur < 20tahun dan < 35 tahun

sebagai faktor risiko terjadinya abortus inkomplit sebesar 3,462 kali

dibanding ibu yang berumur 20-35 tahun.

Hasil penelitian sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Mariani (2012) dengan judul “Faktor-Faktor Yang Berhubungan

Dengan Kejadian Abortus Di Ruang Kebidanan Rumah Sakit Umum

Daerah Zainoel Abidin Banda Aceh” mendapatkan bahwa terdapat


55

hubungan bermakna (p-value= 0,032) antar umur ibu dengan kejadian

abortus.

Hal ini sesuai dengan teori Wahyuni (2012) bahwa wanita yang

hamil pada usia terlalu muda yaitu <20 tahun secara fisik alat-alat

reproduksi belum berfungsi dengan sempurna dan belum siap untuk

menerima hasil konsepsi sehingga bila terjadi kehamilan dan

persalinan akan lebih mudah mengalami komplikasi dan secara

psikologis belum cukup dewasa dan matang untuk menjadi seorang

ibu.

Menurut Nirwana (2011) mengungkapkan bahwa wanita

dengan usia >35 tahun juga memiliki peluang lebih besar mengalami

masalah medis umum yang mungkin juga akan mempengaruhi janin

yang sedang tumbuh dan berkembang. Beberapa masalah

memerlukan pengobatan yang mungkin tidak sesuai untuk wanita

hamil, calon ibu juga merasakan cepat lelah dan kekurangan tenaga

selama proses melahirkan, kehamilan juga bisa memperburuk kondisi-

kondisi medis ringan seperti sakit punggung/anemia yang dapat

menyebabkan keguguran.

Abortus lebih sering terjadi pada wanita berusia 30 tahun dan

meningkat pada usia lebih dari 35 tahun . Pada ibu yang usianya >35

tahun telah terjadi sedikit penurunan curah jantung yang disebabkan

oleh berkurangnya kontraksi miokardium sehingga sirkulasi darah dan

pengambilan O2 oleh darah di paru-paru juga mengalami penurunan,


56

ditambah lagi jika terjadi perubahan tekanan darah dan adanya

penyakit lain yang melemahkan kondisi ibu sehingga dapat

mengganggu pertumbuhan dan perkembangan hasil konsepsi dari

tempat implantasinya. Bagian yang terlepas ini dianggap benda asing

oleh uterus sehingga mengeluarkannya dengan cara berkontraksi

(Astuti maya, 2010).

Menurut asumsi peneliti umur berpengaruh terhadap kejadian

abortus inkomplit karena mengingat seorang wanita yang ingin hamil,

mereka harus menyiapkan diri secara fisik maupun mental, wanita

yang memiliki usia <20 tahun tentunya belum memiliki kematangan

organ-organ reproduksi sehingga dapat mempengaruhi proses

pertumbuhan janin, selain itu psikologinya juga belum mapan untuk

menerima perubahan yang terjadi selama hamil, begitupula wanita

yang usianya >35 tahun, mereka memiliki alat reproduksi yang sudah

tidak sanggup lagi bekerja semaksimal mungkin, sehingga kejadian

abortus lebih sering terjadi.

2. Hubungan Paritas dengan Kejadian Abortus Inkomplit

Berdasarkan hasil uji satistic chi square dengan nilai p< 0,05

yaitu p =0,012 secara statistik menunjukkan bahwa terdapat

hubungan signifikan antara umur ibu dengan kejadian abortus

inkomplit.

Hasil analisis odd rasio dengan lower limit =1,268 dan upper

limit =8,188 mencakup nilai satu maka nilai OR bermakna. Nilai OR


57

=3,222 ini menunjukkan ibu dengan paritas berisiko 1 dan >3 sebagai

faktor risiko terjadinya abortus inkomplit sebesar 3,222 kali dibanding

ibu dengan paritas 2 dan 3.

Hasil penelitian sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

mariani (2012) bahwa terdapat hubungan bermakna (p-value= 0,007)

antara paritas dengan kejadian abortus inkomplit.

Frekuensi kejadian abortus meningkat bersamaan dengan

meningkatnya angka graviditas , hal ini disebabkan karena ibu hamil

dengan paritas tinggi otomatis memiliki otot rahim yang lemah

dibandingkan ibu hamil dengan paritas primi (Astuti maya, 2010).

Hubungan paritas dengan abortus menjelaskan bahwa kejadian

abortus dapat terjadi 3 kali lebih besar pada paritas tinggi dan juga

nulipara. Angka kejadian abortus pada hasil penelitian tersebut

terdapat abortus pada multipara dan semakin tinggi kejadiannya pada

grande multipara. Kejadian abortus pada paritas tinggi berkaitan

dengan kesehatan ibu karena kurangnya istirahat dan hamil yang

terlalu dekat, apalagi bila disertai dengan abortus pada kehamilan

sebelumnya. Frekuensi kejadian abortus meningkat bersamaan dengan

meningkatnya angka graviditas, 6% pada kehamilan pertama dan

kedua berakhir dengan abortus, angka ini meningkat menjadi 16% pada

kehamilan keempat dan seterusnya (Rahmawati, 2011).

Hal ini juga bertentangan dengan hasil penelitian yang

dilakukan oleh Dwi Nuraini (2016) dengan judul “Faktor-Faktor Yang


58

Berhubungan Dengan Kejadian Aborts Di RSUD Kelet di Kabupaten

Jepara Provinsi Jawa Tengah” menunjukkan bahwa hasil uji statistic

diperoleh p-value= 0,152 > 0,05 maka H0 dan Ha ditolak sehingga

tidak ada hubungan antara paritas dengan kejadian abortus.

Menurut asumsi peneliti berasumsi bahwa paritas berpengaruh

terhadap kejadian abortus inkomplit, karena ibu hamil dengan paritas

tinggi otomatis memiliki otot rahim yang lemah dibandingan dengan

ibu hamil dengan paritas primi , sehingga otot rahim yang lemah tidak

mampu menyokong janin dengan sempurna, sehingga dapat berisiko

untuk terjadinya abortus.


59

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian hubungan umur dan paritas dengan

kejadian abortus inkomplit di Rumah Sakit Ibu dan Anak Permata

Bunda Kota Kendari Tahun 2017 dari 80 sample, maka disimpulkan

bahwa :

1. Kejadian abortus inkomplit berjumlah 40 kasus (37,03%) dari 108

kasus abortus umum.

2. Umur ibu terbanyak pada kelompok umur yang berisiko yaitu< 20

& >35 tahun berjumlah 42 orang (52,5%)

3. Paritas ibu terbanyak pada paritas yang berisiko yaitu paritas 1

dan >3 berjumlah 47 orang (58,75%)

4. Ada hubungan yang signifikan antara umur ibu dengan kejadian

abortus inkomplit dengan X2 hitung= 7, 22 nilai p <0,05 yaitu p=

0,007 lower limit =1,38 dan upper limit =8,69 OR =3,462. Nilai

OR> 1 yang menunjukkan bahwa ibu yang berumur < 20 tahun

dan > 35 tahun sebagai faktor risiko terjadinya abortus inkomplit

sebesar 3,462 kali dibanding ibu yang berumur 20-35 tahun.

5. Ada hubungan yang signifikan antara paritas ibu dengan kejadian

abortus inkomplit dengan X2 hitung=6.241 nilai p <0,05 yaitu p=

0,012 lower limit =1,26 dan upper limit =8,18, OR =3,22. Nilai OR

59
60

>1 yang menunjukkan bahwa ibu dengan paritas 1 dan >3 sebagai

faktor risiko terjadinya abortus inkomplit sebesar 3,22 kali

dibanding ibu dengan paritas 2 dan 3.

B. Saran

1. Bagi masyarakat khususnya ibu hamil untuk mempersiapkan

kehamilannya secara matang dan proaktif dalam memanfaatkan

fasilitas kesehatan agar memperoleh informasi baru tentang

kesehatan khususnya mengenai kehamilan, persalinan dan nifas

serta kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi.

2. Bagi rumah sakit diharapkan agar mempertahankan mutu

pelayanan dan meningkatkan kualitas sumber daya.

3. Bagi peneliti diharapkan penelitian ini dapat menjadi referensi dan

dapat dikembangkan untuk penelitian selanjutnya yang lebih

relevan dan konteks yang berbeda.


DAFTAR PUSTAKA

Arikunto,2010.Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Edisi Revisi


V.Jakarta : Rineka Cipta

Astuti Maya, 2010. Buku Pintar Kehamilan. Jakarta : EGC

Bobak, 2010. Buku ajar keperawatan Maternitas, Edisi 4. Jakarta: EGC.

Cunningham,GF. 2009.William Obstetric, 21 Ed.Vol.1 Andi Hartanto Dkk


(Alih Bahasa). Jakarta: EGC

Datta Misha dkk, 2010. Rujukan Cepat Obstetric dan Ginekologi. Jakarta :
EGC

Dinkes Provinsi Sulawesi Tenggara. 2015. Profil Dinas Kesehatan Provinsi


Sulawesi Tenggara, Dinkes Provinsi Sulawesi Tenggara, Kendari.

Dwi nuraini, 2016. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian


Abortus Di RSUD Kelet Dikabupaten Jepara Provinsi Jawa Tengah.
Diakses pada tanggal 16- 07- 2017

Erlina, 2009. Hubungan Usia Ibu Dengan Kejadian Abortus. Dikutip


tanggal 15 februari 2017 wordpress.com 2009/02/27/hubungan-
usia-ibu-dengan-kejadian-Abortus.

Evariny, 2009. Hamil Tenang Diusia Matang. Jakarta: EGC

Lalage, Z. 2013. Menghadapi Kehamilan Berisiko Tinggi. Klaten: Abata


Press.

Muharram, 2009. Kedokteran. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Mariani, 2012. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian


Abortus Inkomplit Diruang Kebidanan RSUD Dr.Zainal Abiding
Banda Aceh Tahun 2012. Tersedia Dalam
Http://Id.Scribd.Com/Doc/174718010/MARIANI-2pu-Jurnal-Ilmiah-
Mariani. Diakses Tanggal 14 Februari Pukul 2014 Wita.

Mudzakkir & Masruroh, 2009. Panduan Lengkap Kebidanan dan


Keperawatan. Yogyakarta : Merkid Press

Nirwana, Ade Beni, 2011. Kapita Selekta Kehamilan. Cetakan 1.


Yogyakarta: Nuha Medika
Nisa, 2009. Gambaran Karakteristik Ibu Yang Mengalami Abortus di
RSUD Padang Arang Boyolali. Tersedia dalam
http://ni2sa.blogspot.com/2009/07/tinjauanpustaka.html. di akses
tanggal 18 Desember 2016 Jam 14:30 wita.

Norma N & Dewi M, 2013. Asuhan Kebidanan Patologi. Yogyakarta: Nuha


Medika.

Notoatmodjo. 2012. Metode Penelitian Kesehatan.Jakarta: Rineka Cipta

Nugroho Taupan, 2012. Obstetri dan Ginekologi Untuk Kebidanan dan


Keperawatan. Yogyakarta: Nuha Medika

Nursalam, 2012. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian. Jakarta:


Salemba Medika

Profil kesehatan Indonesia, 2014. Kementerian kesehatan RI

Profil Kesehatan Sultra, 2015. Dinas Kesehatan Provinsi Kendari

Pudiastuti, RD. 2012. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Hamil Normal.


Yogyakarta : Nuha Medika

Rahmawati Nur, 2011. Ilmu Praktik Kebidanan. Surabaya: Victory Inti


Cipta

Riyanto, A. 2010. Metodeologi penelitian Kesehatan.Yogyakarta: Nuha


Medika

Rumah Sakit Ibu dan Anak Permata Bunda Kendari, 2016. Laporan
Tahunan Rumah Sakit. Kendari : RSIA Permata Bunda

Saifuddin. AB, 2006, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan


Maternal dan Neonal, Edisi I, Cetakan II. Jakarta: YBP-SP.

Sastroasmoro, 2010.Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Knlinis ed. 2.


Jakarta : Sagung Seto

Setiadi, 2010. Ilmu Praktis Kebidanan. 2010. Jakarta : Victory Inti Cipta

WHO, 2012. Unsafe Abortion Incidence And Mortality

Wahyuni H, 2012. Faktor- Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan


Kejadian Abortus di Wilayah Puskesmas Sungai Kakap Kalimantan
Barat 2011. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia.

Wiknjosastro, H. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka

Yulianingsih, 2009. Asuhan Kegawatdaruratan Dalam Kebidanan. Jakarta:


Trans Info Media.

Yuliarsih, 2007. Ilmu Kebidanan. tersedia dalam


http://yuliarsih.wordpress.com. Diakses tgl 14 Februari 2017 pukul
14.35 WITA.
LAMPIRAN : 1

MASTER TABEL

Judul : Hubungan Umur Dan Paritas Dengan Kejadian Abortus Inkomplit Di


Rumah Sakit Permata Bunda Kota Kendari Tahun 2016

Variabel

No Nama Umur Paritas Ket

<20 dan 20-35 Kriteria 1 dan 2 dan 3 Kriteria


>35 tahun >3
tahun
1 Ny. H √ Berisiko √ Tidak Kasus
berisiko
2 Ny. S √ Tidak √ Tidak Kasus
berisiko berisiko
3 Ny. PR √ Tidak √ Berisiko Kasus
berisiko
4 Ny. H √ Tidak √ Berisiko Kasus
berisiko
5 Ny. H √ Berisiko √ Berisiko Kasus
6 Ny. H √ Berisiko √ Tidak Kasus
berisiko
7 Ny. SS √ Berisiko √ Tidak Kasus
berisiko
8 Ny. IS √ Tidak √ Berisiko Kasus
berisiko
9 Ny. O √ Berisiko √ Berisiko Kasus
10 Ny. J √ Tidak √ Tidak Kasus
berisiko berisiko
11 Ny. AP √ Berisiko √ Berisiko Kasus
12 Ny. DE √ Berisiko √ Berisiko Kasus
13 Ny. WN √ Berisiko √ Berisiko Kasus
14 Ny. H √ Berisiko √ Berisiko Kasus
15 Ny. CA √ Tidak √ Berisiko Kasus
berisiko
16 Ny. D √ Berisiko √ Berisiko Kasus
17 Ny. YF √ Berisiko √ Berisiko Kasus
18 Ny. Y √ Berisiko √ Tidak Kasus
berisiko
19 Ny. M √ Berisiko √ Berisiko Kasus
20 Ny. S √ Tidak √ Tidak Kasus
berisiko berisiko
21 Ny. E √ Berisiko √ Berisiko Kasus
22 Ny. I √ Tidak √ Berisiko Kasus
berisiko
23 Ny. LE √ Berisiko √ Berisiko Kasus
24 Ny. F √ Tidak √ Berisiko Kasus
berisiko
25 Ny. KA √ Berisiko √ Berisiko Kasus
26 Ny. SN √ Berisiko √ Berisiko Kasus
27 Ny. S √ Berisiko √ Berisiko Kasus
28 Ny. S √ Berisiko √ Berisiko Kasus
29 Ny. M √ Berisiko √ Tidak Kasus
berisiko
30 Ny. M √ Berisiko √ Berisiko Kasus
31 Ny. T √ Berisiko √ Berisiko Kasus
32 Ny. S √ Tidak √ Berisiko Kasus
berisiko
33 Ny. M √ Tidak √ Tidak Kasus
berisiko berisiko
34 Ny. M √ Berisiko √ Berisiko Kasus
35 Ny. S √ Berisiko √ Berisiko Kasus
36 Ny. S √ Tidak √ Berisiko Kasus
berisiko
37 Ny. S √ Berisiko √ Berisiko Kasus
38 Ny. C √ Tidak √ Tidak Kasus
berisiko berisiko
39 Ny. R √ Berisiko √ Berisiko Kasus
40 Ny. BP √ Berisiko √ Tidak Kasus
berisiko
41 Ny. M √ Berisiko √ Berisiko Kontrol
42 Ny. F √ Tidak √ Berisiko Kontrol
berisiko
43 Ny. R √ Berisiko √ Berisiko Kontrol
44 Ny. S √ Berisiko √ Tidak Kontrol
berisiko
45 Ny. A √ Tidak √ Tidak Kontrol
berisiko berisiko
46 Ny. H √ Tidak √ Berisiko Kontrol
berisiko
47 Ny. A √ Berisiko √ Tidak Kontrol
berisiko
48 Ny. N √ Tidak √ Berisiko Kontrol
berisiko
49 Ny. S √ Berisiko √ Berisiko Kontrol
50 Ny. S √ Tidak √ Tidak Kontrol
berisiko berisiko
51 Ny. R √ Tidak √ Berisiko Kontrol
berisiko
52 Ny. A √ Berisiko √ Berisiko Kontrol
53 Ny. H √ Berisiko √ Berisiko Kontrol
54 Ny. B √ Tidak √ Berisiko Kontrol
berisiko
55 Ny. K √ Tidak √ Tidak Kontrol
berisiko berisiko
56 Ny. R √ Tidak √ Tidak Kontrol
berisiko berisiko
57 Ny. R √ Tidak √ Berisiko Kontrol
berisiko
58 Ny. IW √ Berisiko √ Tidak Kontrol
berisiko
59 Ny. AF √ Tidak √ Tidak Kontrol
berisiko berisiko
60 Ny. E √ Berisiko √ Tidak Kontrol
berisiko
61 Ny. NL √ Tidak √ Berisiko Kontrol
berisiko
62 Ny. G √ Tidak √ Tidak Kontrol
berisiko berisiko
63 Ny. LI √ Berisiko √ Tidak Kontrol
berisiko
64 Ny. LD √ Berisiko √ Tidak Kontrol
berisiko
65 Ny. MY √ Berisiko √ Tidak Kontrol
berisiko
66 Ny. A √ Tidak √ Berisiko Kontrol
berisiko
67 Ny. ND √ Tidak √ Tidak Kontrol
berisiko berisiko
68 Ny. FN √ Tidak √ Tidak Kontrol
berisiko berisiko
69 Ny. S √ Tidak √ Berisiko Kontrol
berisiko
70 Ny. HT √ Berisiko √ Tidak Kontrol
berisiko
71 Ny. HR √ Tidak √ Tidak Kontrol
berisiko berisiko
72 Ny. S √ Tidak √ Berisiko Kontrol
berisiko
73 Ny. T √ Berisiko √ Tidak Kontrol
berisiko
74 Ny. N √ Tidak √ Tidak Kontrol
berisiko berisiko
75 Ny. FM √ Tidak √ Tidak Kontrol
berisiko berisiko
76 Ny. U √ Tidak √ Berisiko Kontrol
berisiko
77 Ny. AY √ Tidak √ Tidak Kontrol
Berisiko berisiko
78 Ny. NM √ Tidak √ Tidak Kontrol
berisiko berisiko
79 Ny. NN √ Tidak √ Berisiko Kontrol
berisiko
80 Ny. F √ Tidak √ Berisiko Kontrol
berisiko
Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

abortusINKOMPLIT * UMUR 80 95.2% 4 4.8% 84 100.0%

abortusINKOMPLIT * Umur Crosstabulation


Count

USIA

TIDAK
BERISIKO BERISIKO Total

abortusINKOMPLIT YA 27 13 40

TIDAK 15 25 40
Total 42 38 80

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 7.218 1 .007
b
Continuity Correction 6.065 1 .014
Likelihood Ratio 7.332 1 .007
Fisher's Exact Test .013 .007
Linear-by-Linear Association 7.128 1 .008
N of Valid Cases 80

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 19.00.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for


abortusINKOMPLIT (YA / 3.462 1.379 8.691
TIDAK)
For cohort USIA =
1.800 1.143 2.835
BERISIKO
For cohort USIA = TIDAK
.520 .313 .863
BERISIKO
N of Valid Cases 80
abortusINKOMPLIT * Paritas Crosstabulation
Count

paritas

TIDAK
BERISIKO BERISIKO Total

abortusINKOMPLIT YA 29 11 40

TIDAK 18 22 40
Total 47 33 80

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 6.241 1 .012
b
Continuity Correction 5.158 1 .023
Likelihood Ratio 6.336 1 .012
Fisher's Exact Test .022 .011
Linear-by-Linear Association 6.163 1 .013
N of Valid Cases 80

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16.50.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for
abortusINKOMPLIT (YA / 3.222 1.268 8.188
TIDAK)
For cohort paritas =
1.611 1.088 2.385
BERISIKO
For cohort paritas = TIDAK
.500 .281 .889
BERISIKO
N of Valid Cases 80
DOKUMENTASI PENELITIAN

Anda mungkin juga menyukai