PENDAHULUAN
Pada tahun 2012, kanker menjadi penyebab utama kematian di seluruh dunia
tahun 2030 dan akan mencapai 11 juta kematian. Ironisnya, kejadian ini hampir
87% terjadi di negara miskin dan berkembang, salah satunya negara Indonesia
diikuti Jawa Tengah (2,1‰), Bali (2‰), Bengkulu, dan DKI Jakarta masing-
jangka waktu yang lama dan mengalami kemajuan melalui stadium yang berbeda-
Usaha pengobatan kanker sampai saat ini belum cukup memuaskan. Hal ini
ataupun patogenesis kanker itu sendiri yang belum jelas (Alam dan Tayeb, 2003).
1
Penggunaan obat tradisional secara umum dinilai lebih aman daripada
penggunaan obat modern. Hal ini disebabkan karena obat tradisional memiliki
efek samping yang relatif lebih sedikit daripada obat modern (Sari, 2006).
tumbuhan jahe merah (Zingiber officinale Roscoe var. rubrum). Rimpang jahe
merah sudah digunakan sebagai obat secara turun temurun karena mempunyai
komponen volatile (minyak atsiri) dan non volatile (oleoresin) paling tinggi jika
Komponen utama yang terdapat dalam jahe merah adalah [6]-gingerol yang
dan secara in vivo dapat menghambat pertumbuhan sel tumor pada tikus (Kim et
al., 2005; Surh, 1999 cit Jeong et al., 2009; Jeong et al., 2009; Blessy et al.,
2009).
invasi, motilitas dan aktivitas sel MMP-2 dan MMP-9 di cell line MDA-MB-231
sitotoksik dari rimpang jahe merah. Dimana, sitotoksik adalah sifat dari suatu
2002).
Adapun metode yang digunakan untuk uji aktivitas sitotoksik ini adalah
metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). Metode BSLT adalah salah satu cara
2
yang dihasilkan oleh ekstrak tanaman dengan menggunakan larva udang Artemia
BSLT lazim digunakan karena lebih murah, mudah, cepat dan hasilnya
akurat. Selain itu, metode ini telah terbukti memiliki hasil yang berkorelasi
Apakah ekstrak etanol rimpang jahe merah (Zingiber officinale Roscoe var.
Leach.
officinale Roscoe var. rubrum) terhadap larva udang Artemia salina Leach
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Biologi Tumbuhan Jahe Merah (Zingiber officinale Roscoe var.
rubrum)
Divisi : Tracheophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Zingiber
Jahe merah merupakan tanaman berbatang semu yang tumbuh tegak dan tidak
bulat, berwarna hijau kemerahan, dan agak keras karena diselubungi oleh pelepah
daun. Daun tersusun berselang-seling secara teratur dan memiliki warna yang
lebih gelap dibandingkan dengan kedua jenis jahe lainnya. Luas daun berkisar
antara 32,55 – 51,18 cm2 dengan panjang 24,30 – 24,79 cm dan lebar 2,79 –
31,18 cm2. Rimpang jahe berwarna merah hingga jingga muda. Ukuran
rimpangnya lebih kecil jika dibandingkan dengan kedua jenis jahe lainnya, yaitu
panjang rimpang 12,33 – 12,60 cm, tinggi 5,86 – 7,03 cm, dan berat rata-rata 0,29
4
– 1,17 kg. Akarnya berserat agak kasar dengan panjang akar 17,03 – 24,06 cm dan
pencahar, penguat lambung, peluruh masuk angin, rematik, radang, muntah, dan
Selain itu komponen yang terkandung dalam rimpang jahe sangat banyak
gunanya, terutama sebagai bumbu masak, pemberi aroma dan rasa makanan dan
Di Indonesia, jahe digunakan sebagai bahan pembuat jamu. Jahe yang masih
muda dapat dimakan sebagai lalap, acar, dan manisan baik basah maupun kering.
Dalam bentuk tepung atau oleoresinnya, digunakan sebagai bahan flavor pada
industry makanan (Koswara, 1995). Jahe juga sering digunakan untuk pengobatan
Rimpang jahe merah mengandung komponen senyawa kimia yang terdiri dari
minyak menguap (volatile oil), minyak tidak menguap (nonvolatile oil) dan pati
5
(Andini, 2008; Herawati, 2006; Nurliana, et al., 2008; Shimoda et al, 2009).
Minyak atsiri yang terdapat dalam rimpang jahe merah mengandung senyawa-
Komponen utama minyak atsiri jahe yang menyebabkan aroma harum adalah
zingiberen dan zingiberol. Jahe mempunyai sifat antioksidan kuat, ini disebabkan
memiliki efek sitotoksik terhadap sel tumor A549, SK-OV-3, SK-MEL-2 dan
Minyak tidak menguap yang terdapat dalam jahe merah disebut oleoresin.
gingerol, selain itu terdapat zingiberen, shogaol, minyak atsiri dan resin. Di
samping itu, komponen yang terdapatdalam jahemerah adalah pati, damar, asam-
asam organik seperti asam malat dan asam oksalat, vitamin A, B, dan C, serta
a. Senyawa Flavonoid
dihubungkan menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom
6
Istilah flavonoida diberikan pada suatu golongan besar senyawa yang
berasal dari kelompok senyawa yang paling umum, yaitu senyawa flavon;
dengan tingkat oksidasi paling rendah dan dianggap sebagai struktur induk
daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, bunga, buah, dan biji. Kebanyakan
ada juga flavonoida yang terdapat dalam hewan. Dalam sayap kupu–kupu
7
b. Senyawa Steroid
dapat dihasilkan oleh reaksi penurunan dari terpena atau skualena. Steroid
Lemak sterol adalah bentuk khusus dari steroid dengan rumus bangun
dalam sel dengan bahan baku berupa lemak sterol, baik berupa lanosterol
papda hewan atau berupa sikloartenol pada tumbuhan. Kedua jenis sterol
diatas terbuat dari triterpena. Beberapa steroid bersifat anabolik antara lain
c. Senyawa Fenol
Senyawa fenol adalah senyawa yang memiliki satu atau lebih gugus
8
fenolik adalah senyawa yang sekurang-kurangnya memiliki satu gugus
sederhana dengan berat molekul yang kecil hingga senyawa yan kompleks
d. Senyawa Tanin
Tanin adalah kelas utama dari metabolir sekunder yang tersebar luas
pada tanaman. Tanin merupakan polifenol yang larut dalam air dengan
akan membentuk koloid dan memiliki rasa asam dan sepat, jika dicampur
dengan alkaloid dan gelatin akan terjadi endapan, tidak dapat mengkristal,
9
mengkristal, tanin dapat diidentifikasikan dengan kromatografi, dan
logam. Proses pengkhelatan akan terjadi sesuai pola subtitusi dan dan ph
berlebih maka akan mengalami anemia karena zat besi dalam darah akan
mancanegara, jahe memiliki efek farmakologis yang berkhasiat sebagai obat. Jahe
sebagai obat flu, 1,8-cineole yang berfungsi mengatasi ejakulasi prematur dan
10
perangsang aktivitas syaraf pusat, serta farnesol yang dapat merangsang
memperpanjang waktu tidur pada tikus percobaan. Telah diketahui dari penelitian
sebelumnya bahwa jenis jahe merah memiliki kandungan zat gingerol dan
oleoresin yang paling tinggi dibandingkan jenis jahe yang lain. Selain itu,
Menurut Ali et. al., (2007), senyawa gingerdione yang terdapat dalam jahe
juga terbukti secara efektif sebagai anti-tumor pada sel leukemia manusia melalui
mekanisme induksi penghambatan G1. Kajian studi yang lain mengatakan bahwa
viabilitas sel leukemia HL-60 disebabkan oleh gugus keton pada rantai samping
dan gugus orto-diphenoxyl dari rantai aromatik (Wei, et. al., 2005).
oksida) (Shimoda et al., 2010). Penelitian lain menyebutkan bahwa senyawa 10-
11
2.4 Tinjauan Farmasetik
terhadap pertumbuhan Candida albicans secara in vitro (Sari, 2009). Hasil sebuah
pada sediaan topikal memberikan efek antiinflamasi yang hampir sama dengan
rimpang jahe merah dengan menggunakan beberapa basis krim, yang diformuasi
dalam bentuk semisolid yang mengandung perasan jahe. Dalam perasan jahe
semua zat aktif ikut terperas sehingga diharapkan khasiat analgetik, anti bengkak
(anti inflamasi), dan anti reumatik akan tetap ada (Hendradi,dkk. 2000).
2.5.1 Ekstraksi
menggunakan pelarut yang cocok, kemudian semua atau hampir semua pelarut
diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian rupa
pelarut yang optimal untuk menarik senyawa yang terdapat dalam simplisia.
Syarat pelarut yang digunakan untuk mengekstraksi yaitu murah, mudah didapat,
stabil secara fisik dan kimia, bersifat inert dengan senyawa yang ingin ditarik,
tidak mudah menguap, tidak mudah terbakar, selektif terhadap zat yang ingin
12
ditarik, aman, ramah lingkungan, dan diperbolehkan oleh perundangan (Ditjen
POM, 1986).
1. Cara Dingin
a. Maserasi
bahan alam atau tumbuhan dalam pelarut dan waktu tertentu dengan
zat berkhasiat dari simplisia, baik simplisia dengan zat berkhasiat yang
baik basah ataupun kering dan juga sampel yang bersifat termostabil.
b. Perkolasi
secara lambat pada simplisia dalam suatu alat perkolator pada suhu kamar.
Proses ini terdiri dari tahap pengembangan bahan, tahap maserasi antara,
menerus sampai diperoleh ekstrak atau perkolat yang jumlahnya 1-5 kali
bahan.
13
2. Cara Panas
a. Refluks
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan
pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses
ekstraksi sempurna.
b. Sokletasi
c. Digestasi
suhu yang lebih tinggi dari suhu kamar yaitu secara umum dilakukan pada
suhu 40-50oC.Cara ini dilakukan untuk simplisia yang pada suhu kamar
d. Infusa
nabati dengan air pada suhu 90oC selama waktu tertentu (15-20 menit).
e. Dekokta
Cara ini dapat dilakukan untuk simplisia yang tidak mengandung minyak
14
atsiri atau simplisia yang mengandung bahan yang tahan terhadap
pemanasan.
Metode uji Brine Shrimp Lethality Test ini merupakan metode umum
yang bisa mendeteksi aktivitas biologis secara luas. Metode ini biasanya
digunakan larva Artemia salina Leach. Metode ini juga dapat digunakan
telur udang (Artemia salina Leach) dan sering digunakan untuk penapisan
awal terhadap senyawa aktif yang terkandung di dalam suatu ekstrak dan
fraksi karena cepat, mudah, sederhana dan dapat di percaya (Juniarti, dkk.
2009).
yang yang cepat menjadi larva , dan mempunyai range salintas yang luas
(antara 10-220 g/L) serta larva Artemia salina Leach dapat hidup selama 3
hari (72 jam) dari sumber yolk mereka sehingga tidak perlu diberi makan.
(Pachmanee,2009).
embrio, tetapi pada lapisan luarnya berbentuk cangkang atau korion ini
15
lapisan, yaitu korion dan selaput embrio. Korion ini merupakan lapisan
lapisan paling luar pelindung inti telur (embrio) pada kista. Lapisan
penyusun bagian telur yang paling utama karena di dalam lapisan ini
Agrobacterium tumefaciens.
16
2.6 Tinjauan Biologi Larva Udang Artemia salina Leach
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Crustaceae
Ordo : Anostraca
Famili : Artimidae
Telur Artemia salina Leach yang kering berbentuk bulat cekung, berwarna
didalamnya terkandung embrio yang tidak aktif. Nauflis Artemia salina Leach
mempunyai tiga pasang anggota badan yaitu antennula, antenna I yang berfungsi
sebagai alat sensor, antenna II berfungsi sebagai alat gerak atau penyaring pakan
dan rahang bawah belum sempurna. Dibagian kepala antara kedua antenna
terdapat bintik merah (ocellus) yang berfungsi sebagai mata nauplis. Artemia
salina Leach dewasa berukuran 1–2 cm dengan mata majemuk dan 11 pasang
kaki.
17
Gambar . Telur Arthemia salina Leach (www.o-fish.com)
Artemia Salina Leach mengalami beberapa fase dalam daur hidupnya yakni :
a. Kista
Sekitar 24 jam kemudian cangkang kista pecah dan muncul embrio yang
b. Nauplius
muncul nauplius yang berenang bebas. Nauplius ini adalah larva stadium
kuning telur.
c. Dewasa
thoracopoda.
Artemia Salina Leach hidup diperairan yang berkadar garam tinggi, yaitu
antara 15-30 ppt (parts per thousand). Pada salinitas yang terlalu tinggi, telur
18
tidak akan menetas yang disebabkan tekanan osmosis dari luar lebih tinggi,
sehingga telur tidak dapat menyerap air yang cukup untuk proses
terlarut yang baik untuk pertumbuhan Artemia salina Leach adalah diatas 3 mg/L
namun kadar oksigen kurang dari 2 mg/L dapat menjadi pembatas produksi
50% hewan percobaan. Ada tiga macam metode berdasarkan persentase individu
a. Metode Kurva
menyatakan dosis atau konsentrasi yang digunakan. Dari kurva baku dapat
19
m =a-b (Ʃpi-0,5)
dimana :
percobaan.
B : beda log Dosis atau konsentrasi yang berurutan
Ʃpi : jumlah hewan yang mati dibagi dengan jumlah hewan
kelipatan tetap.
Dosis atau konsentrasi diatur sedemikian rupa sehingga memberikan efek dari
c. Metode Finney
memasukkan data dari dosis yang digunakan (minimal tiga dosis). Dalam
metode ini sering digunakan dalam penentuan LC50 terhadap hewan uji.
BAB III
PENATALAKSANAAN PENELITIAN
20
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Kimia Bahan Alam dan Farmakologi Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia (STIFI)
3.2.1 Alat
Alat – alat yang digunakan dalam pengerjaan antara lain adalah : botol
maserasi, rotary evaporator, desikator, vial, gelas ukur, pipet tetes, pipet mikro,
tabung rak reaksi dan rak, spatel, timbangan analitik, botol, corong, kapas dan
3.2.2 Bahan
(DMSO).
Sampel dalam penelitian ini adalah rimpang jahe merah (Zingiber officinale
Roscoe var rubrum) sebanyak 2 kg yang diperoleh dari pasar Lubuk Buaya,
21
Identifikasi sampel dilakukan di Herbarium jurusan Biologi Universitas
Andalas (UNAND)
Ekstraksi sampel dilaksanakan dengan cara sampel segar rimpang jahe merah
dan dicuci dengan air lalu di rajang. Kemudian sampel dimaserasi dengan cara
lagi sampai bening. Gabungkan maserat lalu maseratnya diuapkan dengan rotary
a. Pemeriksaan Organoleptis
dan bau.
b. Penentuan Rendemen
22
Keringkan krus porselen dan tutupnya di dalam oven pada suhu 105°C
ekstrak ke dalam krus tersebut hingga beratnya 1 gram diluar berat krus
goyang krus agar ekstrak merata dan masukkan kembali ke dalam oven,
Krus yang telah berisi ekstrak dipanaskan dalam oven dengan suhu
105°C selama 1 jam. Setelah itu krus dikeluarkan dan didinginkan dalam
dengan rumus :
(B - A) - (C - A)
Susut Pengeringan (%) = X 100%
(B - A)
23
jam pada suhu 600°C, sehingga terbentuk abu, dinginkan dalam desikator
timbang berat abu. Hitung persentase kadar abu yang diperoleh dengan
rumus :
(C-A)
Kadar Abu (%) = X 100%
(B-A)
(Harbone, 1987)
kocok kuat biarkan sejenak hingga terbentuk 2 lapisan yaitu air dan kloroform.
1. Lapisan Air
Letakkan 1–2 tetes lapisan air pada plat tetes, tambahkan sedikit
b. Uji fenolik
24
Letakkan 1-2 tetes lapisan air pada plat tetes, kemudian tambahkan 1-
kandungan fenolik.
c. Uji saponin
2. Lapisan Kloroform
tetes dan dibiarkan mengering pada plat tetes, setelah kering di tambahkan
2 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat (pereaksi
dan jika terbentuk warna biru atau hijau berarti positif steroid.
amoniak dan 1 tetes asam sulfat 2 N, kemudian kocok kuat dan diamkan
sampai terbentuk dua lapisan ambil lapisan asam lalu tambahkan 1-2 tetes
pereaksi mayer, reaksi positif alkaloid ditandai dengan adanya kabut putih
25
Penetasan udang dilakukan dalam media tabung 1,5 liter yang dipotong
setengah bagian. Ambil bagian atas tabung yang bertutup lalu pasang injeksi pada
bagian tutup agar dapat memberikan tekanan dari aerator pada permukaan air laut
masukkan 200mg telur Artemia. Setelah itu beri penerangan selama 48 jam. Telur
Artemiaakan menetas dan menjadi larva setelah 48 jam. Larva yang berumur 48
Larva udang Artemia salina Leach ditetaskan dalam wadah pembiakan yang
berisi air laut dan digunakan 48 jam setelah pembentukan larva. Masing- masing
ekstrak kental yang diperoleh dari ekstrak dan fraksi kemudian dilakukan uji
dan fraksi dilakukan dengan 3 variasi konsentrasi yaitu 10 μg/mL,100 μg/mL dan
1000 μg/mL.
Sebelum dibuat larutan uji terlebih dahulu dibuat larutan induk dengan cara :
pelarut yang sesuai sehingga didapatkan masing- masing kadar larutan induk
10.000 ppm. Dari larutan induk tersebut dipipet 5 μg, 50 μg, dan 500 μg ke dalam
pelarutnya menguap.
Ekstrak dan fraksi yang telah kering dari masing- masing vial dilarutkan
dengan 50 μg DMSO kemudian ditambahkan air laut 3,5 mL. Masukkan larva
26
Artemia salina Leach pada masing- masing vial sebanyak 10 ekor kemudian
ditambahkan air laut sampai tanda batas kalibrasi (5mL). Larva udang Artemia
salina Leach diamati setelah 24 jam setelah perlakuan dan nilai LC50 dapat
ditambahkan air laut 3,5 mL. Masukkan larva Artemia Salina Leach 10 ekor
kemudian ditambahkan lagi air laut hingga batas kalibrasi (5mL). Masing- masing
Data- data hasil penelitian ini akan dianalisa dengan metoda probit untuk
mengentahui nilai LC50 dengan selang kepercayaan 95% (Priyanto, 2009). Apabila
27