Anda di halaman 1dari 4

PEMERINTAH KABUPATEN NGAWI

DINAS KESEHATAN
UPT PUSKESMAS GEMARANG
Jalan Raya Ngawi-Solo Km 9 Ngawi
Ngawi Kode Pos 63254 - Telepon 085100788424
Email : pkmgemarang.ngawi@yahoo.co.id

KERANGKA ACUAN KEGIATAN

PENANGANAN PENDERITA DBD

A. PENDAHULUAN

Demam berdarah dengue (DBD) telah menjadi momok dalam masyarakat


Indonesia dalam kurun waktu yang sangat lama. Dimulai dengan saat pertama kali
ditemukan yaitu pada tahun 1968 di Surabaya, penyakit ini menyebar ke berbagai
daerah, sehingga pada tahun 1980 seluruh propinsi di Indonesia kecuali Timor-
Timur (saat itu masih menjadi wilayah Indonesia) telah terjangkit penyakit DBD.
Sampai saat ini yaitu tahun 2008, DBD masih menjadi masalah yang belum
terselesaikan oleh Indonesia.

Sejak pertama kali DBD ditemukan di Indonesia, penyakit tersebut


menunjukkan kecenderungan meningkat baik dalam jumlah kasus maupun luas
wilayah yang terjangkit. Secara sporadis selalu terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB)
setiap tahun. KLB DBD terbesar terjadi pada tahun 1998, dengan angka kesakitan
(Incidence Rate= IR) sebesar 35,19 per 100.000 penduduk, artinya setiap 100.000
penduduk ditemukan 35 orang terinfeksi DBD dan angka kematian (Case Fatality
Rate = CFR) sebesar 2%, artinya dari 35 orang penderita maka 2%-nya atau 1
orang meninggal dunia. Status IR dan CFR semakin menurun pada tahun-tahun
berikutnya, namun pada tahun 2003 kembali terjadi lonjakan.

Pada tahun 2000, Departemen Kesehatan mencatat terdapat 231 kota di 30


provinsi di Indonesia dinyatakan endemis terhadap penularan penyakit demam
berdarah dengue (DBD). Meningkatnya kasus DBD dan semakin meluasnya
wilayah yang terkena disebabkan karena semakin baiknya transportasi penduduk,
dibukanya daerah pemukiman baru, dan kurangnya kesadaran masyarakat dalam
menjaga keberhasilan lingkungan, terutama di saat musim hujan. Dalam skala
nasional, berikut data yang diperoleh terkait morbiditas dan mortalitas penyakit DBD
di Indonesia:

1. Pada tahun 1998, kasus DBD meningkat tajam dan ditetapkan sebagai Kejadian
Luar Biasa (KLB) dengan jumlah sebanyak 72.133 orang (Incident Rate/IR
=35,19 per 100.000 penduduk) dan jumlah kematian sebanyak 1.414 orang
(Case Fatality Rate/ CFR =2%).
2. Pada tahun 1999, jumlah kasus DBD di Indonesia sebanyak 21.134 orang
(Incident Rate = 10,17 per 100.000 penduduk).
3. Pada tahun 2000, jumlah kasus DBD di Indonesia sebanyak 33.443 orang
(Incident Rate = 15,99 per 100.000 penduduk) dengan jumlah kematian
sebanyak 472 orang (Case Fatality Rate = 1,4%).
4. Pada tahun 2001, jumlah kasus DBD di Indonesia sebanyak 45.904 orang
(Incident Rate 21,66 per 100.000 penduduk).
5. Pada tahun 2002, jumlah kasus DBD di Indonesia sebanyak 40.377 orang
(Incident Rate 19,24 per 100.000 penduduk).
6. Pada tahun 2003, jumlah kasus DBD di Indonesia sebanyak 50.131 orang
( Incident Rate 23,87 per 100.000 penduduk) dengan jumlah kematian sebanyak
743 orang
B. LATAR BELAKANG

Pada tahun 2004 dari bulan Januari- Maret saja, total kasus DBD di seluruh
propinsi di Indonesia sudah mencapai 26.015, dengan jumlah kematian sebanyak
389 orang (CFR=1,53% ). Kasus tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11.534
orang) sedangkan CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (3,96%). Dari 30 provinsi
di Indonesia, 12 provinsi diantaranya ditetapkan sebagai KLB DBD, yaitu :
Nanggroe Aceh Darussalam, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I.
Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Bali, Nusa
Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Pada 16 Februari 2004, pemerintah
pusat melalui Departemen Kesehatan menyatakan telah terjadi KLB DBD Nasional
yaitu, tingkat kematian (case fatality rate/CFR) mencapai satu persen dari jumlah
kasus atau jumlah penderitanya melonjak hingga dua kali lipat pada kurun waktu
yang sama dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Pada tahun 2005, sampai bulan Oktober, tercatat kasus DBD di 33 provinsi
mencapai 50.196 kasus, dengan 701 di antaranya meninggal (Case Fatality
Rate/CFR 1,4 %).
Pada tahun 2006, terhitung jumlah kasus DBD sebanyak 45.548 orang,
dengan jumlah kematian sebanyak 1.234 orang. Berikut gambaran kasus dan
kematian karena DBD di Indonesia pada tahun 2006.

Sepanjang tahun 2007 jumlah kejadian DBD mencapai total 139.695 kasus
dengan Incidance Rate 64 kasus per 100.000 populasi. Jumlah penderita DBD yang
meninggal mencapai 1.395 kasus (CFR 1 %). Keadaan DBD 2007 ini meningkat
lebih tinggi dibanding keadaan tahun-tahun sebelumnya. (Sumber: DirJen
P2M&PL).

Data terbaru tahun 2008, di DKI Jakarta, diungkapkan angka kematian akibat
DBD di Jakarta Barat tertinggi dibanding 5 wilayah lain. Sejak Januari hingga 17
Februari 2008, tercatat 621 kasus DBD di Jakarta Barat. Sementara itu,
berdasarkan data dari Sudin Kemas Jakarta Barat, selama tahun 2007 tercatat
4.873 kasus DBD, 21 orang diantaranya meninggal dunia. Pada Januari 2008
tercatat 435 kasus DBD, satu orang diantaranya meninggal, sejak 1 – 17 Februari
tercatat 186 kasus DBD, dua orang diantaranya meninggal. Dari penjabaran data di
atas, dari tahun ke tahun tidak terlihat adanya perbaikan yang signifikan mengenai
kasus DBD di Indonesia. Setiap tahun bisa dipastikan, masyarakat Indonesia di
berbagai daerah akan berhadapan dengan masalah rutin ini. Upaya pemberantasan
harus terus diperbaiki dan dilaksanakan dengan maksimal. Walau memang tidak
bisa diberantas dalam waktu yang singkat, namun setidaknya ada perbaikan yang
signifikan dari segi morbiditas dan mortalitas penyakit DBD setiap tahunnya.

C. TUJUAN
1. TUJUAN UMUM
Menurunkan angka kesakitan dan kematian karena DBD

2. TUJUAN KHUSUS
a. Mencegah DBD
b. Mengobati penyakit DBD
c. Memperpendek siklus DBD

D. KEGIATAN POKOK DAN RINCIAN KEGIATAN


Penanganan/ pengobatan pada penderita DBD yang berkunjung ke puskesmas
maupun yang langsung ke Rumah Sakit
E. CARA MELAKSANAKAN KEGIATAN
Penjaringan/ deteksi yang berkunjung ke Puskesmas

F. SASARAN

Penderita yang berkunjungkeklinikUmum, MTBS dan UGD

G. JADWAL DAN PELAKSANAAN KEGIATAN


Setiap hari buka pelayanan di klinik Umum, MTBS dan UGD

H. EVALUASI PELAKSANAAN KEGIATAN DAN PELAPORAN


Penderita yang ditangani masuk dalam RR Puskesmas dan langsung di rujuk ke
rumah sakit setelah ada indikasi yang kuat bahwa penderita telah positif menderita
DBD

I. PENCATATAN, PELAPORAN DAN EVALUASI KEGIATAN


Penderita yang ditangani maupun yang atau sudah MRS di rumah sakit di laporkan ,
dan dievaluasi melalui Minlok Puskesmas.

J. BIAYA
Tidak memerlukan biaya.

Mengetahui
Kepala UPT Puskesmas Gemarang Programer

dr.Esti Retno Setyowati Eko Nurdianto, AMd.Kep


NIP 19700315 200501 2 013 NIP 19771217 199903 1 002

Anda mungkin juga menyukai