Oleh:
BUDI SANTOSO
2020207209159
A. Latar Belakang
Anemia adalah kumpulan gejala yang ditandai dengan kulit dan membran mucosa
pucat, dan pada test laboratorium didapatkan Hitung Hemoglobin(Hb), Hematokrit(Hm), dan
eritrosit kurang dari normal. Rendahnya kadar hemoglobin itu mempengaruhi kemampuan
darah menghantarkan oksigen yang dibutuhkan untuk metabolisme tubuh yang optimal.
Anemia adalah penurunan kuantitas atau kualitas sel-sel darah merah dalam sirkulasi,
yang dapat disebabkan oleh gangguan pembentukan sel darah merah, peningkatan kehilangan
sel darah merah melalui perdarahan kronik atau mendadak, atau lisis (destruksi) sel darah
merah yang berlebihan (Elizabeth, 2002).
Dimana insidennya 30 % pada setiap individu di seluruh dunia. Prevalensi terutama
tinggi di negara berkembang karena faktor defisiensi diet dan atau kehilangan darah akibat
infeksi parasit gastrointestinal. Umumnya anemia asemtomatid pada kadar hemoglobin diatas
10 gr/dl, tetapi sudah dapat menyebabkan gangguan penampilan fisik dan mental. Bahaya
Anemia yang sangat parah bisa mengakibatkan kerusakan jantung, otak dan organ tubuh lain,
bahkan dapat menyebabkan kematian.
Sel darah merah mengandung hemoglobin yang memungkinkan mereka mengangkut
oksigen dari paru-paru, dan mengantarkannya ke seluruh bagian tubuh. Anemia
menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin dalam sel darah
merah, sehingga darah tidak dapat mengangkut oksigen dalam jumlah sesuai yang diperlukan
tubuh .
Anemia merupakan masalah medik yang paling sering dijumpai di klinik di seluruh
dunia, disamping berbagai masalah kesehatan utama masyarakat, terutama di negara
berkembang, yang mempunyai dampak besar terhadap kesejahteraan sosial dan ekonomi,
serta kesehatan fisik (Bakta, 2006).
Masyarakat Indonesia masih belum sepenuhnya menyadari pentingnya zat
gizi, karena itu prevalensi anemia di Indonesia sekarang ini masih cukup tinggi, terutama
anemia defisiensi nutrisi seperti besi, asam folat, atau vitamin B12. Setelah menentukan
diagnosis terjadinya anemia, maka selanjutnya perlu disimpulkan tipe anemia itu sendiri.
Penatalaksanaan anemia yang tepat sesuai dengan etiologi dan klasifikasinya dapat
mempercepat pemulihan kondisi pasien.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum: untuk memahami tentang penyakit anemia.
2. Tujuan Khusus:
A. PENGERTIAN
Anemia adalah penyakit kurang darah, yang ditandai dengan kadar hemoglobin
(Hb) dan sel darah merah (eritrosit) lebih rendah dibandingkan normal. Menurut Price dan
Wilson (2006) Anemia adalah berkurang nya hingga dibawah nilai normal jumlah sel darah
merah, hemoglobin, dan volume packed red cell (hematokrit). Anemia bukan merupakan
penyakit, melainkan merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit atau akibat gangguan
fungsi tubuh. Secara fisiologis anemia terjadi apabila terdapat kekurangan jumlah
hemoglobin untuk mengangkut oksigen ke jaringan. Anemia adalah gejala dari kondisi yang
mendasari, seperti kehilangan komponen darah, elemen tidak adekuat atau kurang nutrisi
yang dibutuhkan untuk pembentukan sel darah, yang mengakibatkan penurunan kapasitas
pengangkut oksigen darah dan ada banyak tipe anemia dengan beragam penyebabnya.
(Marilyn E, Doenges, Jakarta, 2002) anemia adalah keadaan dimana jumlah sel darah merah
atau konsentrasi hemoglobin turun dibawah normal (Wong, 2003)
B. KLASIFIKASI ANEMIA
Klasifikasi berdasarkan pendekatan fisiologis:
1. Anemia hipoproliferatif, yaitu anemia defisiensi jumlah sel darah merah disebabkan
oleh defek produksi sel darah merah, meliputi:
a. Anemia aplastik
Anemia aplastik adalah anemia yang disebabkan oleh penurunan sel prekursor
dalam sumsum tulang dan lemak menggantikan sumsum tulang (Charlene J. Reeves,
2001). Etiologinya menurut Brunner dan Suddarth (2001) yaitu faktor congenital,
akibat dari infeksi tertentu, obat-obatan, zat kimia, dan kerusakan akibat radiasi.
Penyerang yang paling umum adalah antimikrobial (klorampenikol), arsenic
organik, antikonvulsan, fenibutazon sulfonamid.
1) Manifestasi klinis
Manifestasi klinis menurut Brunner dan Suddarth (2001)
a) Gejala anemia secara umum (pucat, lemah, dll)
b) Defisiensi trombosit: ekimosis, petekia, epitaksis, perdarahan saluran
cerna, perdarahan saluran kemih, perdarahan susunan saraf pusat.
c) Morfologis: anemia normositik normokromik
b. Anemia defisiensi besi
Anemia defisiensi besi adalah suatu kondisi dimana kandungan besi tubuh total
tidak adekuat untuk perkembangan sel darah optimal. (Sandra M. Nettina, 2002).
Penyebab: Asupan besi tidak adekuat, kebutuhan meningkat selama hamil,
menstruasi, Gangguan absorbsi (post gastrektomi), Kehilangan darah yang menetap
(neoplanemia, polip, gastritis, varises oesophagus, hemoroid, dll.)
c. Anemia megaloblastik
Anemia megaloblastik adalah anemia yang disebabkan oleh definisi vitamin B12
dan defisiensi asam folat yang memperlihatkan perubahan sumsum tulang dan darah
perifer yang identik (Brunner dan Suddarth, 2002).Anemia ini disebabkan oleh
gangguan sintesis DNA, disertai kegagalan maturasi dan pembelahan inti (Price dan
Wilson, 2006). Hal ini dapat di sebabkan oleh defisiensi defisiensi vitamin B12 dan
defisiensi asam folat, malnutrisi, malabsorbsi, infeksi parasit, penyakit usus dan
keganasan, agen kemoterapeutik, infeksi cacing pita, makan ikan segar yang
terinfeksi dan pecandu alkohol.
2. Anemia hemolitik
Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan oleh terjadinya penghancuran
(hemolisis) eritrosit yang berlebihan (Brunner dan Suddarth, 2002). Pada anemia
hemolitik ini eritrosit memiliki rentang usia yang memendek (Brunner dan Suddart,
2001). Penyebabnya yaitu pengaruh genetik, obat-obatan tertentu, penyakit Hookin,
limfosarkoma, mieloma multiple, leukemia limfositik kronik, defisiensi glukosa 6 fosfat
dihidrogenase, proses autoimun, reaksi transfusi, malaria
Mutasi sel eritrosit/perubahan pada sel eritrosit
↓
Antigen pada eritrosit berubah
↓
Dianggap benda asing oleh tubuh
↓
sel darah merah dihancurkan oleh limposit
↓
Anemia hemolisis
Pembagian derajat anemia menurut WHO dan NCI (National Cancer Institute)
DERAJAT WHO NCI
Derajat 0 (nilai normal) > 11.0 g/dL Perempuan 12.0 - 16.0 g/dL
Laki-laki 14.0 - 18.0 g/dL
Derajat 1 (ringan) 9.5 - 10.9 g/dL 10.0 g/dL - nilai normal
Derajat 2 (sedang) 8.0 - 9.4 g/dL 8.0 - 10.0 g/dL
Derajat 3 (berat) 6.5 - 7.9 g/dL 6.5 - 7.9 g/dL
Derajat 4 (mengancam jiwa) < 6.5 g/dL < 6.5 g/dL
C. ETIOLOGI:
1. Hemolisis (eritrosit mudah pecah)
2. Perdarahan
3. Penekanan sumsum tulang (misalnya oleh kanker)
4. Defisiensi nutrient (nutrisional anemia), meliputi defisiensi besi, folic acid, piridoksin,
vitamin C dan copper
Menurut Badan POM (2011), penyebab anemia yaitu:
1. Kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi, vitamin B12, asam folat,
vitamin C, dan unsur-unsur yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah.
2. Darah menstruasi yang berlebihan. Wanita yang sedang menstruasi rawan terkena anemia
karena kekurangan zat besi bila darah menstruasinya banyak dan dia tidak memiliki
cukup persediaan zat besi.
3. Kehamilan. Wanita yang hamil rawan terkena anemia karena janin menyerap zat besi dan
vitamin untuk pertumbuhannya.
4. Penyakit tertentu. Penyakit yang menyebabkan perdarahan terus-menerus di saluran
pencernaan seperti gastritis dan radang usus buntu dapat menyebabkan anemia.
5. Obat-obatan tertentu. Beberapa jenis obat dapat menyebabkan perdarahan lambung
(aspirin, anti infl amasi, dll). Obat lainnya dapat menyebabkan masalah dalam
penyerapan zat besi dan vitamin (antasid, pil KB, antiarthritis, dll).
6. Operasi pengambilan sebagian atau seluruh lambung (gastrektomi). Ini dapat
menyebabkan anemia karena tubuh kurang menyerap zat besi dan vitamin B12.
7. Penyakit radang kronis seperti lupus, arthritis rematik, penyakit ginjal, masalah pada
kelenjar tiroid, beberapa jenis kanker dan penyakit lainnya dapat menyebabkan anemia
karena mempengaruhi proses pembentukan sel darah merah.
8. Pada anak-anak, anemia dapat terjadi karena infeksi cacing tambang, malaria, atau
disentri yang menyebabkan kekurangan darah yang parah.
D. PATOFISIOLOGI
Adanya suatu anemia mencerminkan adanya suatu kegagalan sumsum atau
kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum (misalnya
berkurangnya eritropoesis) dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi
tumor atau penyebab lain yang belum diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui
perdarahan atau hemolisis (destruksi).
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam
system retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Hasil samping proses ini adalah
bilirubin yang akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah
(hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin planemia (konsentrasi
normal ≤ 1 mg/dl, kadar diatas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera).
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada kelainan
hemplitik) maka hemoglobin akan muncul dalam planemia (hemoglobinemia). Apabila
konsentrasi planemianya melebihi kapasitas haptoglobin planemia (protein pengikat untuk
hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam
glomerulus ginjal dan kedalam urin (hemoglobinuria).
Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan oleh
penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak mencukupi
biasanya dapat diperoleh dengan dasar:1. hitung retikulosit dalam sirkulasi darah; 2. derajat
proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum tulang dan cara pematangannya, seperti
yang terlihat dalam biopsi; dan ada tidaknya hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia.
E. PATHWAYS
F.
RISIKO
INFEKSI KEKURANGAN
VOLUME CAIRAN
KELETIHAN
KELETIHAN
Mual
RISIKO PENURUNAN
PERFUSI JARINGAN
JANTUNG
J. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Lakukan pengkajian fisik
2. Dapatkan riwayat kesehatan, termasuk riwayat diet
3. Observasi adanya manifestasi anemia
a. Manifestasi umum
1) Kelemahan otot
2) Mudah lelah
3) Kulit pucat
b. Manifestasi system saraf pusat
1) Sakit kepala
2) Pusing
3) Kunang-kunang
4) Peka rangsang
5) Proses berpikir lambat
6) Penurunan lapang pandang
7) Apatis
8) Depresi
c. Syok (anemia kehilangan darah)
1) Perfusi perifer buruh
2) Kulit lembab dan dingin
3) Tekanan darah rendah dan tekanan darah setral
4) Peningkatan frekwensi jatung
Keterangan:
1: Banyak
2: Cukup banyak
3: Sedang
4: Ringan
5: Tidak ada
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta:
EGC
Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi 6.
JakartaEGC
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition.
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika
Smeltzer & Bare. 2002. Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta: EGC
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. Jakarta: EGC.