Anda di halaman 1dari 62

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan jiwa adalah sesuatu bagian yang integral dari kesehatan menurut

World health Organisation (WHO) dalam Yosep (2011), kesehatan jiwa bukan

hanya tidak ada gangguan jiwa melainkan mengandung berbagai karakteristik

yang positif yang menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang

mencerminkan kedewasaan kepribadiannya. Sedangkan menurut undang-undang

Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2014, menjelaskan bahwa kesehatan jiwa

adalah kondisi dimana seseorang individu dapat berkembang secara fisik, mental,

spiritual dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri,

dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif dan mampu memberikan

kontribusi untuk komunitasnya.

Gangguan kesehatan jiwa secara garis besar dibedakan menjadi dua yaitu

orang dengan masalah kejiwaan (ODMK) orang dengan gangguan jiwa (ODGJ).

ODMK adalah orang yang mempunyai masalah fisik, mental, sosial, pertumbuhan

dan perkembangan, dan/ kualitas hidup sehingga memiliki resiko mengalami

gangguan jiwa. ODGJ adalah orang yang mengalami gangguan dalam pikiran,

perilaku dan perasaan yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala dan/

perubahan perilaku yang bermakna, serta dapat menimbulkan penderitaan dan

hambatan dalam menjalankan fungsi orang sebagai manusia (UU No. 18 Tahun

2014).

Gangguan jiwa terjadi cenderung meningkat. Peristiwa kehidupan yang

1
penuh tekanan seperti kehilangan orang yang dicintai, putusnya hubungan sosial,

pengangguran, masalah dalam pernikahan, kesulitan ekonomi, tekanan pekerjaan

dan deskriminasi meningkatkan resiko penderita gangguan jiwa. Kronisitas yang

tinggi pada gangguan skizofrenia merupakan salah satu faktor yang

dipertimbangkan dalam penatalaksanaan, meskipun pengobatan farmakologik

merupakan pilihan utama dalam penatalaksanaan. Hampir semua pasien

skizofrenia mengalami kekambuhan berulang kali sehingga mengakibatkan defisit

keterampilan dan vokasional. Kekambuhan dapat di sebabkan oleh ketidakpatuhan

minum obat, gejala yang umum terhadap pengobatan peristiwa kehidupan yang

menimbulkan stres, kerentanan individu terhadap stres, ekspresi emosi keluarga

yang tinggi dan dukungan keluarga (Fleischacker, 2003dalam Lesmanawati,

2012). Sebanyak lebih dari 80% penderita skizofrenia di Indonesia tidak diobati

dan tidak tertangani dengan optimal baik oleh keluarga maupun tim medis yang

ada. Dengan kondisi seperti ini memungkinkan terjadi peningkatan jumlah

penderita skizofrenia dari waktu ke waktu (Sasanto, 2009 dalam Lesmanawati

2012).

Skizofrenia atau gangguan jiwa berat saat ini masih menjadi salah satu

masalah kesehatan di indonesia. Berdasarkan definisi medis, skizofrenia adalah

suatu penyakit otak persisten dan serius yang mengakibatkan prilaku psikotik,

pemikiran konkret, kesulitan dalam memproses informasi, hubungan interpersonal

serta memecahkan masalah (Stuart, 2006). Menurut data World Health

Organization (WHO) (dalam Lesmanawati), prevalensi penderita skizofrenia

sekitar 0,2% hingga 2% atau berjumlah 24 juta penderita di seluruh dunia,

2
sedangkan insidensi atau kasus baru yang muncul tiap tahun sekitar 0,01%.

Menurut data Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013 (Rikesdas 2013) prevalensi

penderita gangguan jiwa berat di Indonesia sebesar 1,7 per mil, dengan prevalensi

terbanyak adalah Propinsi DI Yogyakarta (2,7 permil), Aceh (2,7%), Sulawesi

Selatan (2,6%), Bali (2,3%), Jawa Tengah (2,3%) dan Sulawesi Tenggara (1,1%).

Berdasarkan data yang diperoleh dari Rekam Medik Rumah Sakit Jiwa

Prov. Sulawesi Tenggara diperoleh data jumlah pasien yang mengalami gangguan

jiwa yang dirawat inap pada tahun 2017 tercatat sebanyak 1111 pasien dan yang

mengalami skizofrenia sebanyak 872 pasien. Tahun 2018 sebanyak 1042 pasien

dan yang mengalami skizofrenia sebanyak 868 pasien. Tahun 2019 periode

Januari - Mei 2019 tercatat sebanyak 450 pasien dan yang mengalami skizofrenia

sebanyak 253 pasien (Rekam Medik RS Jiwa Prov. Sulawesi Tenggara Tahun

2019).

Berdasarkan data yang diperoleh peneliti pada saat pengambilan data pada

tanggal 20 Mei 2019 di Ruang Flamboyan didapatkan jumlah pasien gangguan

jiwa yang dirawat di ruang rawat inap Flamboyan berjumlah 22 pasien dimana

pasien gangguan sensori persepsi halusinasi pendengaran sebanyak 16 pasien.

Halusinasi adalah suatu gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai

dengan perubahan sensori persepsi; merasakan sensasi palsu berupa suara,

penglihatan, pengecapan, perabaan dan penghiduan. Pasien merasakan stimulus

yang sebenarnya tidak ada (Keliat) (Dalam NANDA 2. 2015).

Lebih dari 90% pasien skizofrenia mengalami halusinasi. Meskipun bentuk

halusinasinya bervariasi tetapi sebagian besar klien skizofrenia di rumah sakit jiwa

3
mengalami halusinasi dengar. Pasien dengan diagnosis medis skizofrenia, 70%

mengalami halusinasi pendengaran, 20% mengalami halusinasi penglihatan dan

10% mengalami halusinasi lainnya (Yosep, 2011). Berdasarkan pendapat di atas

bahwa jenis halusinasi yang paling banyak diderita oleh pasien dengan skizofrenia

adalah halusinasi pendengaran.

Yosep (2011) menyatakan bahwa respon yang dapat ditimbulkan oleh

pasien yang mengalami halusinasi berupa curiga, ketakutan, perasaan tidak aman,

gelisah, bingung, perilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu

mengambil keputusan, serta tidak dapat membedakan keadaan nyata dan tidak

nyata. Sehingga untuk memperkecil dampak yang ditimbulkan halusinasi,

dibutuhkan penanganan yang tepat.

Berbagai tindakan pelayanan keperawatan dilakukan dalam upaya

penatalaksanaan pasien skizofrenia yang mengalami gangguan sensori persepsi

halusinasi pendengaran, salah satunya  melakukan penerapan standar asuhan

keperawatan yang mencakup penerapan strategi pelaksanaan halusinasi. Strategi

pelaksanaan adalah penerapan standar asuhan keperawatan terjadwal yang

diterapkan pada pasien yang bertujuan untuk mengurangi masalah keperawatan

jiwa khususnya halusinasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Akemat dan Keliat

(2010) bahwa strategi pelaksanaan pada pasien halusinasi mencakup kegiatan

membantu klien mengenal halusinasinya, melatih klien mengontrol halusinasinya

yaitu dengan cara mengajarkan klien menghardik halusinasi, minum obat dengan

teratur, bercakap-cakap dengan orang lain saat halusinasi muncul, serta

melakukan aktivitas terjadwal untuk mencegah halusinasi.

4
Dari berbagai data yang telah dipaparkan di atas menunjukkan bahwa

pemberian asuhan keperawatan sesuai standar  dengan penerapan strategi

pelaksanaan halusinasi di rumah sakit sangat diperlukan, selain untuk perbaikan

kondisi klien juga untuk meningkatkan kemampuan perawat dalam melaksanakan

asuhan keperawatan khususnya pada pasien halusinasi pendengaran.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk membuat

laporan kasus yang berjudul: Asuhan Keperawatan Jiwa pada Ny. Y dengan

Gangguan Sensori Persepsi Halusinasi Pendengaran di Ruang Flamboyan

Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2019.

B. Rumusan Masalah

Dalam asuhan keperawatan ini, penyusun membatasi ruang lingkup bahasan

dalam pelaksanaan studi kasus yaitu Asuhan Keperawatan Jiwa pada Ny. Y

dengan Gangguan Sensori Persepsi Halusinasi Pendengaran di Ruang Flamboyan

Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sulawesi Tenggara secara komprehensif pengkajian,

diagnosa keperawatan, intervensi implementasi dan evaluasi

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan umum

Mahasiswa mampu melaksanakan Asuhan Keperawatan Jiwa pada Ny. Y

dengan Gangguan Sensori Persepsi Halusinasi Pendengaran di ruang

Flamboyan Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2019.

5
2. Tujuan khusus

a. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada Ny Y dengan Gangguan

Sensori Persepsi Halusinasi Pendengaran di ruang Flamboyan Rumah

Sakit Jiwa Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2019.

b. Mampu menegakkan diagnosa keperawatan sesuai proritas pada Ny Y

dengan Gangguan Sensori Persepsi Halusinasi Pendengaran di ruang

Flamboyan Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2019..

c. Mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada Ny Y dengan

Gangguan Sensori Persepsi Halusinasi Pendengaran di ruang Flamboyan

Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2019.

d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada Ny Y dengan

Gangguan Sensori Persepsi Halusinasi Pendengaran di ruang Flamboyan

Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2019.

e. Mampu melaksanakan evaluasi hasil asuhan keperawatan pada Ny Y

dengan Gangguan Sensori Persepsi Halusinasi Pendengaran di ruang

Flamboyan Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2019..

D. Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan dari studi kasus ini dapat dibagi menjadi dua yaitu:

manfaat teoritis dan manfaat praktis.

1. Manfaat Teoritis

Dapat menjadi salah satu referensi bagi mahasiswa keperawatan

khususnya mahasiswa Profesi Ners untuk membandingkan antara asuhan

keperawatan secara teoritis dengan kenyataan pada praktek klinik.

6
2. Manfaat Praktis

a. Rumah sakit

Mengetahui metode keperawatan yang digunakan untuk mengatasi

pasien dengan Halusinasi Pendengaran.

b. Perawat

Mengetahui bagaimana cara membuat asuhan keperawatan yang

komprehensif dan memberikan perawatan yang optimal pada pasien

dengan Gangguan Sensori Persepsi Halusinasi Pendengaran.

c. Institusi pendidikan

Dijadikan contoh laporan kasus dalam melakukan asuhan

keperawatan pada pasien dengan Halusinasi Pendengaran.

d. Bagi penulis

Menambah pengalaman dan wawasan penulis dalam melakukan 

asuhan keperawatan pada pasien dengan Halusinasi Pendengaran dan

bisa membandingkan antara teori dengan kenyataan.

E. Metode penulisan

Metode yang digunakan dalam penulisan asuhan keperawatan ini adalah

sebagai berikut :

a. Studi kepustakaan yaitu melalui berbagai literatur yang akurat dapat

terpercaya untuk mendapatkan teori-teori yang relevan yang berhubungan

dengan kasus klien. Literatur yang digunakan yaitu asuhan keperawatan jiwa,

model praktik keperawatan profesional jiwa, aplikasi asuhan keperawatan

7
berdasarkan diagnosa medis dan nanda nic-noc edisi revisi jilid 2, dan asuhan

keperawatan jiwa

b. Studi kasus yaitu mempelajari kasus pasien dengan menggunakan

pendekatan proses keperawatan yaitu melakukan pengumpulan data

menggunakan metode wawancara observasi dan pemeriksaan fisik serta

melakukan demonstrasi tindakan keperawatan yang sesuai dengan

masalah klien.

c. Studi dokumentasi yaitu mempelajari dokumen data-data pada status klien

dan catatan yang berhubungan dengan isi karya tulis.

d. Waktu penelitian yaitu waktu yang diperlukan peneliti dalam

melaksanakan asuhan keperawatan jiwa. Waktu yang diperlukan peneliti

adalah 8 hari tanggal   21 s/d 28 Mei 2019.

e. Tempat penelitian yaitu Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sulawesi Tenggara

f. Metode penelitian yaitu dengan menggunakan observasi, wawancara,

pemeriksaan fisik, dan studi dokumentasi.

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Teori

1. Skizofrenia

a. Pengertian

Skizofrenia adalah suatu penyakit otak persisten dan serius yang

mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret dan kesulitan

dalam memproses informasi, hubungan interpersonal, serta

memecahkan masalah (Stuart, 2007). Sedangkan menurut Hermann

(2008) dalam Yosep (2011), mendefinisikan skizofrenia sebagai

penyakit neorobiologis yang mempengaruhi persepsi klien, cara

berpikir, bahasa, emosi dan perilaku sosialnya (Neurological diseases

that affects a person’s perception, thinking, language, emation,

andsocial behavior). Yosep (2011) juga mengatakan bahwa

skizofrenia (schizophrenia) adalah gangguan yang terjadi pada fungsi

otak.

b. Proses terjadinya skizofrenia

Di dalam otak terdapat milyaran sambungan sel. Setiap

sambungan sel menjadi tempat untuk meneruskan maupun menerima

pesan dari sambungan sel yang lain. Sambungan sel tersebut

melepaskan zat kimia yang di sebut neurotransmitters yang

membawa pesan dari ujung sambungan sel yang satu ke ujung

9
sambungan sel yang lain. Di dalam otak yang terserang skizofrenia,

terdapat kesalahan atau kerusakan pada sistem komunikasi tersebut.

Bagi keluarga dengan penderita schizophrenia di dalamnya, akan

mengerti dengan jelas apa yang di alami penderita schizophrenia

dengan membandingkan otak dengan telepon. Pada orang yang

normal, sistem switch pada otak bekerja dengan normal. Sinyal-

sinyal persepsi yang datang dikirim kembali dengan sempurna tanpa

ada gangguan sehingga menghasilkan perasaan, pemikiran, dan

akhirnya melakukan tindakan sesuai kebutuhan saat itu. Pada otak

klien schizophrenia, sinyal-sinyal yang di kirim mengalami

gangguan sehingga tidak berhasil mencapai sambungan sel yang di

tuju.

Skizofrenia terbentuk secara bertahap di mana keluarga maupun

klien tidak menyadari ada sesuatu yang tidak beres dalam otaknya

dalam kurun waktu lama. Kerusakan yang perlahan-lahan ini yang

akhirnya menjadi skizofrenia yang tersembunyi dan berbahaya.

Gejala yang timbul secara perlahan-lahan ini bisa saja menjadi

skizofrenia acute. Periode Skizofrenia akut adalah gangguan yang

singkat dan kuat, yang meliputi halusinasi, penyesatan pikiran

(delusi), dan kegagalan berpikir.

Kadang kala skizofrenia menyerang secara tiba-tiba. Perubahan

perilaku yang sangat dramatis terjadi dalam beberapa hari atau

minggu. Serangan yang mendadak selalu memicu terjadinya periode

10
akut secara cepat. Beberapa penderita mengalami gangguan seumur

hidup, tapi banyak juga yang bisa kembali hidup secara normal

dalam periode akut tersebut. Kebanyakan didapati bahwa mereka

dikucilkan, sehingga menderita depresi yang hebat, dan tidak dapat

berfungsi sebagaimana layaknya orang normal dalam lingkungannya.

Dalam beberapa kasus, serangan dapat meningkat menjadi apa yang

di sebut skizofrenia kronis. Klien menjadi buas, kehilangan karakter

sebagai manusia dalam kehidupan sosial, tidak memiliki motivasi

sama sekali, depresi, dan tidak memiliki kepekaan tentang

perasaannya sendiri. (Yosep, 2011).

c. Patofisiologi skizofrenia

Deskripsi awal skizofrenia oleh Kraepelin dan Bleuler awal tahun

1900-an mengemukakan skizofrenia sebagai kelainan biologi. Teori

selanjutnya mencari penjelasan psikologis dan keluarga yang

memfokuskan perhatian pada psikologis pasien atau komunikasi

keluarga. Penjelasan ini belum didukung oleh hasil penelitian ilmiah,

dan penelitian terakhir berfokus pada genetika, patologi otak dan

kimiawi otak. adapun faktor tersebut adalah:

1) Faktor genetika

Ada bukti yang menunjukkan bahwa faktor genetika berperan

dalam terjadinya skizofrenia. Penelitian terhadap anak kembar

monozigot (identik) memperlihatkan angka konkordansi (kedua

anak kembar mengalami sakit yang sama) sebesar 40-55%, di

11
bandingkan dengan angka konkordasi pada anak kembar dizigot

(non-identik) sekitar 10%.

2) Patologi otak

Skizofrenia pernah di deskripsikan sebagai gangguan pada

proses perkembangan syaraf, dan turut di kaitkan dengan

sejumlah pengaruh pada perkembangan otak. Tidak di temukan

adanya masalah perkembangan otak yang spesifik, dan

kemungkinan skizofrenia terjadi karena interaksi atau kombinasi

beberapa kejadian dalam perkembangan syaraf in utero. Faktor

lingkungan yang mungkin turut berkontribusi pada patologi otak

yang meliputi pajanan maternal terhadap virus, malnutisi,

kesulitan kelahiran, dan cedera.

3) Perubahan Biokimia

Neurotrasmiterdopamin adalah zat yang pertama kali di

kaitkan dengan proses terjadinya skizofrenia pada tahun 1960-an

dan di akui sebagai kelainan biokimia yang utama. Bukti

keterlibatan dopamin pada skizofrenia meliputi hasil observasi

yang menunjukkan bahwa obat, seperti amfetamin dan kokain,

yang meningkatkan kadar dopamin di otak, menyebabkan gejala

psikotik, seperti halusinasi dan prilaku aneh. Reseptor dopamin

D2 dan D4 di yakini terlibat dalam gejala positif; reseptor D3 di

anggap terlibat dalam gejala negatif. Obat yang di gunakan untuk

mengatasi skizofrenia, yaitu anti psikosis, menyekat reseptor

12
dopamin dengan demikian mengurangi aktifitas sistem dopamin.

Neorotransmiter lain yang terlibat dalam terjadinya skizofrenia

meliputi glutamat, serotonin, glisin, asam gama-aminobutirat

(GABA), Asetikolin (Ach) dan nora adrenalin. Mungkin terdapat

gangguan keseimbangan kimiawi yang menyertai skizofrenia dan

berkaitan dengan neurotransmiter multipel mempengaruhi

kemampuan untuk menerima, mengelola dan meneruskan pesan

sensorik (Chang dkk, 2010).

d. Tanda gejala skizofrenia

Secara general gejala serangan skizofrenia di bagi menjadi 2

(dua), yaitu gejala positif dan negatif.

1) Gejala positif

Halusinasi selalu terjadi saat rangsangan terlalu kuat dan

otak tidak mampu menginterprestasikan dan merespons pesan

atau rangsangan yang datang. Klien skizofrenia mungkin

mendengar suara-suara atau melihat sesuatu yang sebenarnya

tidak ada, atau mengalami sesuatu sensasi yang tidak biasa

pada tubuhnya. Auditory hallucinations, gejala yang biasanya

timbul, yaitu klien merasakan ada suara dari dalam dirinya.

Kadang suara itu dirasakan menyejukkan hati, memberi

kedamaian, tapi kadang suara itu menyuruhnya melakukan

sesuatu yang sangat berbahaya, seperti bunuh diri.

13
2) Gejala negatif

Klien skizofrenia kehilangan motifasi dan apatis berarti

kehilnggan energi dan minat dalam hidup yang membuat klien

menjadi orang yang malas. Karena klien skizofrenia hanya

memiliki energi yang sedikit, mereka tidak bisa melakukan hal-

hal yang lain selain tidur dan makan. Perasaan yang tumpul

membuat emosi klien skizofrenia menjadi datar. Klien

skizofrenia tidak memiliki ekspresi baik dari raut muka maupun

gerakan tangannya, seakan-akan dia tidak memiliki emosi

apapun. Tapi ini tidak berarti bahwa klien skizofrenia tidak bisa

merasakan perasaan apapun. Mereka mungkin bisa menerima

pemberian dan perhatian orang lain, tetapi tidak bisa

mengekspresikan perasaan mereka. (Yosep, 2011).

e. Proses perjalanan penyakit

Gejala mulai timbul biasanya pada masa remaja atau dewasa

awal sampai dengan umur pertengahan dengan melalui beberapa

fase antara lain:

1) Fase prodomal

2) Fase aktif

3) Fase residual ;

Klien mengalami minimal 2 gejala; gangguan afek dan gangguan

peran, serangan biasanya berulang (Yosep, 2011).

14
f. Kriteria diagnostik skizofrenia

Menurut Kaplan & Sadock (2015) kriteria diagnostik

skizofrenia adalah terdapatnya gejala psikotik yang khas dalam

fase aktif: baik (1), (2), atau (3) untuk sedikitnya seminggu

(kecuali gejala telah diobati dengan sukses):

1) Dua dari keadaan berikut:

a) Waham

b) Halusinasi yang menonjol

c) Inkoheren atau longgarnya asosiasi yang jelas

d) Perilaku katatonik

e) Afek yang datar atau amat tidak serasi.

2) Waham bizar terdiri dari fenomena yang tidak dapat di terima

oleh budaya pasien, (seperti siar pikir, di kuasai oleh orang

mati)

3) Halusinasi yang dahsyat berupa suara yang tidak ada sangkut

pautnya dengan depresi atau kegembiraan yang terlalu tinggi,

atau suara yang memberikan komentar sepintas pada prilaku

atau pikiran orang itu, atau dua atau lebih suara yang sedang

saling berbincang.

Berdasarkan semua teori di atas memberikan pemahaman

bahwa halusinasi merupakan gejala yang timbul dari skizofrenia itu

sendiri.

15
2. Skizofrenia Residual

a. Pengertian Skizofrenia Residual

Skizofrenia residual adalah skizofrenia yang diawali dengan gejala

positif, namun minimal dalam satu tahun terakhir telah timbul gejala

negatif. Perilaku pada skizofrenia residual adalah eksentrik, tetapi

gejala-gejala psikosis saat dirawat tidak menonjol.

Menurut DSM-IV-TR, skizofrenia tipe residual ditandai dengan

bukti kontinu adanya gangguan skizofrenik tanpa serangkaian lengkap

gejala aktif atau gejala yang memadai untuk memenuhi diagnosis

skizofrenia tipe lain. Emosi menumpul, penarikan sosial, perilaku

eksentrik, pemikiran tidak logis, dan assosiasi longgar ringan,

seringkali tampak pada tipe residual. Jika terjadi waham atau

halusinasi, biasanya tidak promiten atau tidak disertai efek yang kuat.

(Kaplan & Sadock :2013)

b. Etiologi

Terdapat beberapa pendekatan yang dominan dalam menganalisa

Penyebab Skizofrenia yaitu pendekatan biologis (meliputi faktor

genetik dan faktor biokimia) dan pendekatan psikodinamik.

1) Pendekatan Biologis

a) Faktor Genetik

Semakin dekat hubungan genetis antara penderita

skizofrenia dan anggota keluarganya, semakin besar

16
kemungkinan untuk terkena skizofrenia. Hal ini menunjukkan

bahwa kecenderungan terkena skizofrenia dapat ditularkan

secara genetis. Keluarga penderita skizofrenia tidak hanya

terpengaruh secara genetis akan tetapi juga melalui

pengalaman sehari-hari. Orang tua yang menderita skizofrenia

dapat sangat mengganggu perkembangan anaknya.

b) Faktor Biokimia

Hipotesis dopamine menyatakan bahwa skizofrenia

disebabkan oleh terlalu banyaknya penerimaan dopamine

dalam otak. Kelebihan ini mungkin karena produksi

neurotransmitter atau gangguan regulasi mekanisme

pengambilan kembali yang dengannya dopamine kembali dan

disimpan oleh vesikel neutron parasimpatik. Kemungkinan lain

adalah adanya oversensitif reseptor dopamine atau terlalu

banyaknya respon dopamine.

c) Otak

Sekitar 20-35 % penderita skizofrenia mengalami beberapa

kerusakan otak

2) Pendekatan Psikoanalisis

Menurut Freud struktur kepribadian terdiri atas 3 aspek yaitu

id, ego, dam super ego. Pertimbangan antara id dan super ego

seringkali tidak seimbang dan menimbulkan konflik. Apabila ego

berfungsi dengan baik, maka situasi konflik tersebut akan dapat

17
dikendalikan atau di selesaikan secara adekuat. Sementara jika ego

lemah, maka situasi konflik tersebut tidak akan dapat

diselesaikannya, dan akan timbul banyak konflik internal atau

bahkan konflik yang sifatnya sangat hebat, yang diekspresikan

dalam bentuk tingkah laku yang abnormal

c. Tanda dan Gejala

Suatu stadium kronis dari skizofrenia yang lebih lanjut ditandai

dengan gejala negatif yang panjang, walaupun belum tentu

irreversible. Gejala negatif (PPDGJ III, 1993)

1) Perlambatan psikomotor

2) Aktivitas menurun

3) Afek tumpul

4) Sikap pasif tak punya inisiatif, tak punya minat dan energi sama

sekali

5) Banyak diam

6) Perawatan diri buruk

7) Kinerja sosial buruk.

d. Pedoman Diagnosis

Untuk Suatu diagnosis yang meyakinkan persyaratan berikut ini

harus dipenuhi semua :

1) Gejala “negatif” dari skizofrenia yang menonjol misalnya

perlambatan psikometrik, aktivitas menurun, afek yang menumpul,

sikap pasif dan ketidakadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas

18
atau pembicaraan, komunikasi non verbal yang buruk seperti

dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan sikap

tubuh, perawatan diri dan hubungan sosial yang buruk

2) Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa

lampau yang memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia

3) Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana

intensitas dan frekuensi gejala yang ada minimal dan telah timbul

sindrom “negatif” untuk skizofrenia.

4) Tidak terdapat dementia atau penyakit gangguan organik lain,

depresi kronis atau institusionalisme yang dapat menjelaskan

disabilitas negatif tersebut (Maslin : 2013)

e. Penatalaksanaan

1) Penatalaksanaan medis

Pengobatan harus secepat mungkin diberikan, disini peran

keluarga sangat penting karena setelah mendapatkan perawatan di

RSJ klien dinyatakan boleh pulang sehingga keluarga mempunyai

peranan yang sangat penting didalam hal merawat klien,

menciptakan lingkungan keluarga yang kondusif dan sebagai

pengawas minum obat. Sedangkan menurut Yosep (2011),

penatalaksanaan pasien skizofrenia adalah dengan pemberian

psikofarmakoterapi, dimana gejala halusinasi sebagai salah satu

gejala psikotik/skizofrenia biasanya di atasi dengan menggunakan

obat-obatan anti psikotik.

19
Adapun obat antipsikotik yang sering digunakan berdasarkan

panduan praktis penggunaan obat psikotropik (psychotropic

medication) (Maslim, 2013) adalah:

Tabel 2.1. Sediaan Obat Anti-Psikosis Dan Dosis Anjuran


(yang beredar di Indonesia menurut MIMS Vol. 7, 2006)
No Nama Generik Nama Dagang Sediaan Dosis Anjuran
1 Chlorpromazin LARGACTIC Tab. 25 mg 150– 600 mg/h
e (Aventis Pharma) 100 mg
PROMACTIL Tab. 100 mg
(Combiphar)
MEPROSETIL Tab. 100 mg
(Meprofarm)
CEPEZET Tab. 100 mg
(Mersifarma)
2 Haloperidol SERENACE Tab. 0,5 mg 5 – 15 mg/h
(plizer- 1,5 mg
Pharmacia) Liq. &5 mg/
Amp 2 ml
Tab. 5 mg
HALDOL Tab. 2 mg
(Jansen) Tab. 5 mg
GOVOTIL 2 mg
(Guardian Tab 5 mg
Pharmatama) 2 mg
LODOMER Amp. 5 mg 50mg/2-4
(Mersifarma) 50 mg/ minggu
HALDOL ml
DECANOAS
(Jansen)
3 Perphenazine TRILAFON Tab. 2 mg 12-34 mg/h
(Schering) 4&8 mg
4 Fluphenazine ANATENSOL Tab. 2,5 mg 10-15 mg/h
(B-M-Squibb) 5 mg
Fluphenazine- MODECATE Vial 25 mg/ 25/mg2-4
decanoate (B-M-Squibb) ml minggu
5 Lovomeproma NOZINAN Tab. 25 mg 25-50 mg/h
zine (Aventis Pharma)
6 Trifluoperamaz (STELAZINE) Tab. 1 mg 10-25 mg/h
one (Glaxo-Smith- 5 mg
Kline)
7 Thioridazine MELLERIL Tab. 50 mg 150-600 mg/h
(Novartis) 100 mg

20
8 Sulpiride DOGMATIL Amp. 50 mg/ 300-600 mg/h
FORTE Tab. 200 ml
(Delagrange) mg
9 Pimozide ORAP FORTE Tab. 4 mg 2-4 mg/h
(Jansen)
10 Risperidone RISPERAL Tab. 1,2, mg 2-6 mg/h
(Jansen) 3
NERIPROS Tab. mg
(Pharos) 1,2,
NOPRENIA Tab. 3 mg
(Novell)
PERSIDAL Tab. 1,2, mg
(Mersifarma) 3
RIZODAL Tab. mg
(Guardian 1,2,
Pharmatama) Tab. 3 mg
ZOFREDA
(Kalbe Farma) 1,2,
3

1,2,
3
11 Clozapine CLOZARIL Tab. 25 mg 25-100 mg/h
(Novartis) 100 mg
12 Quetiapine SEROQUEL Tab. 25 mg 50-400 mg/h
(Astra Zeneca) 100 mg
200 mg
12 Olanzapine ZYPREXA Tab. 5 mg 10-20 mg/h
(Eli Lilly) 10 mg

3. Halusinasi

a. Pengertian halusinasi

Halusinasi adalah suatu gejala gangguan jiwa pada individu yang

ditandai dengan perubahan sensori persepsi; merasakan sensasi palsu

berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan dan penghiduan. Pasien

merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada (Keliat) (Dalam NANDA

2. 2015).

21
Menurut Varcarolis dalam Yosep (2011) halusinasi dapat

didefinisikan sebagai terganggunya persepsi sensori seseorang, di mana

tidak terdapat stimulus. Tipe halusinasi yang paling sering adalah

halusinasi pendengaran (Auditory-hearing voices or sounds), penglihatan

(Visual-seeing persons or things), penciuman (Olfactory-smelling odors),

pengecapan (Gustatory-experiencing tastes).

Pasien merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada. Pasien

merasa ada suara padahal tidak ada stimulus suara. Melihat bayangan

orang atau sesuatu yang menakutkan padahal tidak ada bayangan

tersebut. Membaui bau-bauan tertentu padahal orang lain tidak

merasakan sensasi serupa. Merasakan mengecap sesuatu padahal tidak

sedang makan apapun. Merasakan sensasi rabaan padahal tidak ada

apapun dalam permukaan kulit (Yosep, 2011).

Halusinasi merupakan salah satu gejala yang sering ditemukan

pada klien dengan gangguan jiwa. Halusinasi identik dengan skizofrenia.

Seluruh klien dengan skizofrenia diantaranya mengalami halusinasi.

Gangguan jiwa lain yang sering juga disertai dengan gejah halusinasi

adalah gangguan maniak depresif dan delirium. Halusinasi merupakan

gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang

sebenarnya tidak terjadi. Suatu pencerapan panca indra tanpa ada

rangsangan dan luar (Maramis, 1998) (Dalam Abdul Muhith 2015).

Dari beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli

mengenai halusinasi di atas, maka penulis dapat mengambil kesimpulan

22
bahwa halusinasi adalah persepsi klien yang salah melalui panca indra

terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata.

sedangkan halusinasi pendengaran adalah kondisi di mana pasien

mendengar suara, terutama suara-suara orang yang sedang membicarakan

apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan

sesuatu.

b. Etiologi Halusinasi

Gangguan sensori persepsi: halusinasi terdiri dari dua faktor

penyebab yaitu faktor predisposisi dan faktor presipitasi (Damaiyanti;

2014)

1) Faktor predisposisi

Faktor predisposisi adalah faktor yang mempengaruhi jenis dan

jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk

mengatasi stres, faktor predisposisi terjadinya halusinasi adalah:

a) Faktor Perkembangan

Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya

rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan

klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang

percaya diri dan dan lebih rentan terhadap stress.

b) Faktor Sosiokultural

Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak

bayi (unwanted child) akan merasa disingkirkan, kesepian dan

tidak percaya pada lingkungannya.

23
c) Faktor Biokimia

Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa.

Adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam

tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat

halusinogenik neurokimia seperti buffofenon dan

Dimentytranferase (DMP). Akibat stress berkepanjangan

menyebabkan teraktifasinya neurotransmitter otak. Misalnya

terjadi ketidakseimbangan acetycholin dan dopamine.

d) Faktor Psikologis

Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab

mudah terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini

berpengaruh pada ketidakmampuan klien dalam mengambil

keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih memilih

kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hayal.

e) Faktor genetik dan pola asuh.

Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang di asuh

oleh orang tua skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia.

Hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan

hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.

2) Faktor presipitasi

Faktor-faktor presipitasinya adalah :

24
a) Prilaku

Respons klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga,

ketakutan, perasaan tidak aman, gelisah, dan bingung, prilaku

merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil

keputusan serta tidak dapat membedakan keadaan nyata dan

tidak nyata. Menurut Rawlins dan Heacock (1993) (dalam

Yosep, 2011) mencoba memecahkan masalah halusinasi

berlandaskan atas hakikat keberadaan seorang individu sebagai

mahluk yang di bangun atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-

spiritual sehingga halusinasi dapat di lihat dari lima dimensi

yaitu :

i) Dimensi fisik

Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi

fisik seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-

obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alcohol, dan

kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.

ii) Dimensi Emosional

Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem

yang tidak dapat di atasi merupakan penyebab halusinasi itu

terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa perintah memaksa

dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang

25
perintah tersebut hingga dengan kondisi tersebut klien

berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.

iii) Dimensi Intelektual

Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa

individu dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya

penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan

usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang

menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan

kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian

klien dan tak jarang akan mengotrol semua prilaku klien.

iv) Dimensi Sosial

Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase

awal dan comforting, klien menganggap bahwa hidup

bersosialisasi di alam nyata sangat membahayakan. Klien

asyik dengan halusinasinya, seolah-olah ia merupakan

tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial,

kontrol diri dan harga diri yang tidak di dapatkan dalam

dunia nyata. Isi halusinasi di jadikan sistem kontrol oleh

individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi berupa

ancaman, dirinya atau orang lain individu cenderung untuk

itu. Oleh karena itu, aspek penting dalam melaksanakan

intervensi keperawatan klien dengan mengupayakan suatu

proses interaksi yang menimbulkan pengalaman

26
interpersonal yang memuaskan, serta mengusahakan klien

tidak menyendiri sehingga klien selalu brinteraksi dengan

lingkungannya dan halusinasi tidak berlangsung.

v) Dimensi Spiritual

Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan

kehampaan hidup, rutinitas tidak bermakna, hilangnya

aktifitas ibadah dan jarang berupaya secara spiritual untuk

menyucikan diri. Klien sering tidur larut malam dan

bangun sangat siang. Saat terbangun merasa hampa dan

tidak jelas tujuan hidupnya. Ia sering memaki takdir tetapi

lemah dalam upaya menjemput rejeki, menyalahkan

lingkungan dan orang lain yang menyebabkan takdirnya

memburuk.

c. Psikopatologi Halusinasi

Psikopatologi dari halusinasi yang pasti belum diketahui. Banyak

teori yang diajukan yang menekankan pentingnya faktor-faktor

psikologik, fisiologik dan lain-lain. Ada yang mengatakan bahwa dalam

keadaan terjaga yang normal otak dibombardir oleh aliran stimulus yang

datang dari dalam tubuh ataupun dari luar tubuh. Input ini akan

menginhibisi persepsi yang lebih dari munculnya ke alam sadar. Bila input

ini dilemahkan atau tidak ada sama sekali seperti yang kita jumpai pada

keadaan normal atau patologis, maka materi-materi yang ada dalam

unconsicisus atau preconscius bisa dilepaskan dalam bentuk halusinasi.

27
Pendapat lain mengatakan bahwa halusinasi dimulai dengan adanya

keinginan yang direpresi ke unconsicious dan kemudian karena sudah

retaknya kepribadian dan rusaknya daya menilai realitas maka keinginan

tadi diproyeksikan keluar dalam bentuk stimulus eksterna (Damaiyanti :

2014).

d. Jenis-jenis Halusinasi

Tabel 2.2. Jenis Halusinasi Serta Ciri Subjektif dan Objektif Klien
yang Mengalami Halusinasi. (Videbeck, 2004:310) ( Yosep, 2011).

Jenis
Data Subjektif Data Objektif
Halusinasi

Halusinasi 1. Mendengar suara menyuruh 1. Mengarahkan telinga


dengar melakukan sesuatu yang pada sumber suara.
berbahaya. 2. Bicara atau tertawa
2. Mendengar suara/bunyi sendiri.
3. Mendengar suara yang mengajak 3. Marah-marah tanpa
bercakap-cakap sebab.
4. Mendengar seseorang yang sudah 4. Menutup telinga.
meninggal. 5. Mulut komat-kamit.
5. Mendengar suara yang 6. Ada gerakan tangan.
mengancam diri klien atau orang
lain atau suara lain yang
membahayakan.

Halusinasi 1. Melihat seseorang yang sudah 1. Ketakutan pada


penglihatan meninggal, melihat mahluk objek yang di lihat
tertentu, melihat bayangan, hantu
atau sesuatu yang menakutkan,
cahaya. Monster yang memasuki
perawat.
Halusinasi 1. Mencium sesuatu seperti bau 1. Ekspresi wajah seperti
penghidu mayat, darah, bayi, faeces, atau mencium sesuatu
bau masakan. dengan gerakan
2. Klien sering mengatakan cuping hidung,
mencuim bau sesuatu. mengarahkan hidung
3. Tipe halusinasi ini sering pada tempat tertentu.
menyertai klien demensi, kejang
atau penyakit serebrovaskuler.

28
Halusinasi 1. Klien mengatakan ada sesuatu 1. Mengusap,
perabaan yang menggerayangi tubuh mengaruk-garuk,
seperti tangan, binatang kecil, meraba-raba
mahluk halus. permukaan kulit.
2. Merasakan sesuatu di permukaan 2. Terlihat menggerak-
kulit, merasakan sangat panas atau gerakkan badan,
dingin, merasakan tersengat aliran seperti merasakan
listrik. sesuatu rabaan.
Halusinasi 1. Klien seperti sedang mrasakan 1. Seperti mengecap
pengecapan makanan tertentu rasa tertentu sesuatu. Gerakan
atau mengunyah sesuatu. mengunyah,
meludah /muntah.
Kinestetic 1. Klien melaporkan bahwa fungsi 2. Klien terlihat
hallucination tubuhnya tidak dapat terdeteksi, penatap tubuhnya
misalnya tidak adanya denyutan sendiri dan terlihat
di otak, atau sensasi pembentukan merasakan sesuatu
urine dalam tubuhnya, perasaan yang aneh tentang
tubuhnya melayang di atas bumi. tubuhnya.

e. Tanda Dan Gejala Halusinasi Pendengaran

Tanda dan gejala yang ditimbulkan pada individu yang mengalami

halusinasi pendengaran menurut Videbeck (2004:310) dalam (Yosep,

2011) yaitu:

1) Mengarahkan telinga pada sumber suara.

2) Bicara atau tertawa sendiri.

3) Marah-marah tanpa sebab.

4) Menutup telinga.

5) Mulut komat-kamit.

6) Ada gerakan tangan.

7) Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya.

8) Mendengar suara/bunyi.

9) Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap.

29
10) Mendengar seseorang yang sudah meninggal.

11) Mendengar suara yang mengancam diri klien atau orang lain atau

suara lain yang membahayakan.

f. Fase-fase Halusinasi

Halusinasi yang dialami klien bisa berbeda intensitas dan

keparahannya. Stuart dan Laraia (2005) (dalam Abdul Muhith 2015)

membagi fase halusinasi dalam 4 fase berdasarkan tingkat ansietas yang

dialami dan kemampuan klien mengendalikan dirinya. Semakin berat fase

halusinasinya, klien semakin berat mengalami ansietas dan makin

dikendalikan oleh halusinasinya. Fase-fase lengkap tercantum dalam tabel

di bawah ini.

Tabel 2.3 Fase-fase Halusinasi

Fase Halusinasi Karakteristik Perilaku klien


Fase.I Comforting 1. Klien mengalami perasaan 1. Tersenyum atau tertawa yang
Ansietas sedang yang mendalam seperti tidak sesuai
Halusinasi ansietas, kesepian, rasa 2. Menggerakkan bibir tanpa
menyenangkan bersalah, takut sehingga suara
mencoba untuk berfokus 3. Pergerakan mata yang cepat
pada pikiran 4. Respon verbal yang lambat
menyenangkan untuk jika sedang asyik
meredakan ansietas. 5. Diam dan asyik sendiri
2. Individu mengenali bahwa
pikiran-pikiran dan
pengalaman sensori
berada dalam kendali
kesadaran jika ansietas
dapat ditangani
NONPSIKOTIK
Fase.II Condeming 1. Pengalaman sensori yang 1. Meningkatnya tanda-tanda
Ansietas Berat menjijikkan dan sistem saraf otonom akibat
Halusinasi menjadi menakutkan ansietas seperti peningkatan
menjijikkan 2. Klien mulai lepas kendali denyut jantung, pernafasan,
dan mungkin mencoba dan tekanan darah.
untuk mengambil jarak 2. Rentang penglihatan

30
dirinya dengan sumber menyempit
yang dipersepsikan 3. Asyik dengan pengalaman
3. Klien mungkin sensori dan kehilangan
mengalami dipermalukan kemampuan membedakan
oleh pengalaman sensori halusinasi dan realita.
dan menarik diri dari 4. Menyalahkan
orang lain. 5. Menarik diri dari orang lain
4. Mulai merasa kehilangan 6. Konsentrasi terhadap
kontrol pengalaman sensori kerja
5. Tingkat kecemasan berat,
secara umum halusinasi
menyebabkan perasaan
antipati
PSIKOTIK RINGAN
Fase.III Controling 1. Klien berhenti melakukan 1. Kemauan yang dikendalikan
Ansietas berat perlawanan terhadap halusinasi akan lebih diikuti
Pengalaman sensori halusinasi dan menyerah 2. Kesukaran berhubungan
jadi berkuasa pada halusinasi tersebut dengan orang lain
2. Isi halusinasi menjadi 3. Rentang perhatian hanya
menarik beberapa detik atau menit
3. Klien mungkin 4. Adanya tanda-tanda fisik
mengalami pengalaman ansietas berat ; berkeringat,
kesepian jika sensori tremor, dan tidak mampu
halusinasi berhenti mematuhi perintah
5. Isi halusinasi menjadi atraktif
6. Perintah halusinasi ditaati
7. Tidak mampu mengikuti
perintah dari perawat, tremor
PSIKOTIK dan berkeringat
Fase.IV Conquering 1. Pengalaman sensori 1. Perilaku error akibat panik
Panik menjadi mengancam jika 2. Potensi kuat suicide atau
Umunmya menjadi klien mengikuti perintah homicide
melebur dalam halusinasinya 3. Aktivitas fisik merefleksikan
halusinasinya isi halusinasi seperti perilaku
2. Halusinasi berakhir dari kekerasan, agitasi, menarik
beberapa jam atau hari diri atau katatonik
jika tidak ada intervensi 4. Tidak mampu merespons
therapeutic perilaku yang kompleks
5. Tidak mampu merespon lebih
dari satu orang
PSIKOTIK BERAT 6. Agitasi atau kataton

31
g. Rentang Respon Neurobiologis

Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang

berada dalam rentang respon neurobiology. Ini merupakan respon persepsi

paling maladaptif. Jika klien sehat persepsinya akurat, mampu

mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi

yang diterima melalui panca indra (pendengaran, penglihatan, penghidu,

pengecapan, dan perabaan), klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu

stimulus panca indra walaupun sebenarnya stimulus itu tidak ada.

Respon Adaptif Respon Maladptif

1. Pikiran logis 1. Distorsi pikiran ilusi1. Gangguan pikir


2. Persepsi akurat 2. Reaksi emosi atau delusi
3. Emosi konsisten berlebihan 2. Halusinasi
dengan pengalaman 3. Perilaku aneh atau 3. Sulit merespon
4. Prilaku sesuai tidak biasa emosi
5. berhubungan sosial 4. Menarik diri 4. Perilaku
disorganisasi
5. Isolasi sosial
Gambar 2.1 : Rentang respon neurobiologist halusinasi
Stuart dan laraia (2005) (dalam Abudul Muhith 2015)

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Identitas klien

Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, Agama,

tanggal MRS, informan, tanggal pengkajian, nomor rumah klien, dan

alamat klien.

32
b. Keluhan utama

Keluhan utama Biasanya berupa bicara sendiri, tertawa sendiri,

senyum sendiri, menggerakkan bibir tanpa suara, menarik diri dari orang

lain, tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata, ekspresi muka

tegang mudah tersinggung, jengkel dan marah ketakutan biasa terdapat

disorientasi waktu tempat dan orang, tidak dapat mengurus diri dan tidak

melakukan kegiatan sehari-hari.

c. Faktor predisposisi

Faktor predisposisi adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan

jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi

stres. Diperoleh baik dari klien maupun keluarganya, mengenai faktor

perkembangan sosial kultural, biokimia psikologis dan genetik yaitu faktor

resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat

dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stres.

1) Faktor perkembangan ; biasanya tugas perkembangan mengalami

hambatan dan hubungan interpersonal terganggu maka individu

akan mengalami stres dan kecemasan.

2) Faktor sosiokultural ; berbagai faktor di masyarakat dapat

menyebabkan seseorang merasa disingkirkan oleh kesepian

terhadap lingkungan tempat klien dibesarkan.

3) Faktor biokimia ; adanya stres yang berlebihan dialami seseorang

maka di dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat

halusinogenik neuro kimia.

33
4) Faktor psikologis; hubungan interpersonal yang tidak harmonis,

adanya peran ganda yang bertentangan dan tidak diterima oleh

anak akan mengakibatkan stres dan kecemasan yang tinggi dan

berakhir dengan gangguan orientasi realitas seperti halusinasi.

5) Faktor genetik; Apa yang berpengaruh dalam skizoprenia. Belum

diketahui, tetapi Hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga

menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit

ini.

d. Faktor presipitasi

Adanya rangsangan lingkungan yang sering yaitu seperti partisipasi

klien dalam kelompok, terlalu lama Diajak komunikasi objek yang ada di

lingkungan juga suasana sepi / isolasi adalah sering sebagai pencetus

terjadinya halusinasi karena hal tersebut dapat meningkatkan stres dan

kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat halusinogenik.

e. Aspek fisik

Hasil pengukuran tanda vital (TD, nadi, suhu, pernapasan, TB, BB)

dan keluhan fisik yang dialami oleh klien. Terjadi peningkatan denyut

jantung pernapasan dan tekanan darah.

f. Aspek psikososial

Genogram yang menggambarkan tiga generasi.

34
g. Konsep diri

1) Citra tubuh

Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah/

tidak menerima perubahan tubuh yang terjadi / yang akan terjadi.

Menolak penjelasan perubahan tubuh, persepsi negatif tentang

tubuh. Preokupasi dengan bagian tubuh yang hilang,

mengungkapkan keputusasaan, mengungkapkan ketakutan.

2) Identitas diri

Ketidakpastian memandang diri, sukar menetapkan keinginan

dan tidak mampu mengambil keputusan.

3) Peran

Berubah / berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit,

proses menua putus sekolah dan PHK.

4) Identitas diri

Mengungkapkan keputusasaan karena penyakitnya dan

mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi

5) Harga diri

Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri

sendiri, gangguan hubungan sosial, merendahkan martabat,

mencederai diri dan kurang percaya diri.

h. Status mental

Pada pengkajian status mental pasien halusinasi ditemukan data

35
berupa bicara sendiri, senyum sendiri, tertawa sendiri, menggerakkan bibir

tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, respon verbal yang lambat,

menarik diri dari orang lain berusaha untuk menghindari orang lain, tidak

dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata, terjadi peningkatan denyut

jantung pernapasan dan tekanan darah, perhatian dengan lingkungan yang

kurang / hanya beberapa detik com berkonsentrasi dengan pengalaman

sensori, sulit berhubungan dengan orang lain, ekspresi muka tegang,

mudah tersinggung, jengkel dan marah tidak mampu mengikuti perintah

dari perawat, tampak tremor dan berkeringat, perilaku panik, agitasi dan

kataton curiga dan bermusuhan, bertindak merusak diri orang lain dan

lingkungan, ketakutan, tidak dapat mengurus diri, biasa terdapat

disorientasi waktu tempat dan orang.

i. Kebutuhan Persiapan pulang

1) Klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat makan.

2) Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan membersihkan

WC membersihkan dan merapikan pakaian.

3) Pada observasi mandi dan cara berpakaian klien terlihat rapi.

4) Klien dapat melakukan istirahat dan tidur, dapat beraktivitas di dalam

dan di luar rumah.

5) Klien dapat menjalankan program pengobatan dengan benar

j. Mekanisme koping

Apabila mendapat masalah, pasien takut / tidak mau menceritakan

36
kepada orang lain (koping menarik diri). Mekanisme koping yang

digunakan pasien sebagai usaha mengatasi kecemasan yang merupakan

suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya. Mekanisme koping yang

sering digunakan pada halusinasi adalah :

1) Regresi : menjadi malas beraktivitas sehari-hari.

2) Proyeksi : menjelaskan perubahan suatu persepsi dengan berusaha

untuk mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.

3) Menarik diri : sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan

stimulus internal.

k. Aspek medik

Terapi yang diterima klien bisa berupa terapi farmakologi psikomotor

terapi okupasional, TAK dan rehabilitas.

2. Diagnosa Keperawatan

Ada beberapa diagnosa keperawatan yang sering ditemukan pada klien

dengan halusinasi menurut Damaiyanti (2014) yaitu:

a) Gangguan sensori persepsi halusinasi

b) Isolasi sosial

c) Resiko  tinggi perilaku kekerasan (diri sendiri, orang lain, lingkungan

dan verbal).

37
Gambar 2.2. Pohon Masalah Teori Halusinasi Berdasarkan
Diagnosa Di Atas
Risiko perilaku kekerasan (diri sendiri,
orang lain, lingkungan, dan verbal
Effect

Gangguan persepsi sensori : Halusinasi

Core Problem

Isolasi sosial
Causa

( Damaiyanti 2014)
3. Rencana Tindakan Keperawatan ( Intervensi)

Menurut Keliat (2007) (dalam Afnuhazi : 2015) tindakan keperawatan

yang dilakukan :

a. Membantu klien mengenali halusinasi

Membantu klien mengenali halusinasi dapat melakukan dengan

cara berdiskusi dengan klien tentang isi halusinasi (apa yang didengar atau

dilihat), waktu terjadinya halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi

yang menyebabkan halusinasi muncul dan respon pasien saat halusinasi

muncul. Melatih klien mengontrol halusinasi : Menghardik halusinasi :

1) SP 1 : Menghardik halusinasi

Upaya mengendalikan diri terhadap halusinasi dengan cara

menolak halusinasi muncul, klien dilatih untuk mengatakan tidak

terhadap halusinasi yang muncul atau tidak mempedulikan

halusinasinya, ini dapat dilakukan, klien akan mampu mengendalikan

38
diri dan tidak mengikuti halusinasinya yang muncul, mungkin

halusinasi tetap ada namun dengan kemampuan ini pasien tidak akan

larut untuk menuruti apa yang ada dalam halusinasinya.

Tahapan tindakan meliputi : menjelaskan cara menghardik

halusinasi, memperagakan cara menghardik, meminta klien

memperagakan ulang, memantau penerapan cara ini, menguatkan

perilaku klien.

2) SP 2 : menggunakan obat secara teratur

Mampu mengontrol halusinasi pasien juga harus dilatih untuk

menggunakan obat secara teratur sesuai dengan program. Klien

gangguan jiwa yang dirawat di rumah seringkali mengalami putus

obat sehingga akibatnya pasien mengalami kekambuhan. Bila

kekambuhan terjadi maka untuk mencapai kondisi seperti semula akan

lebih sulit, untuk itu klien perlu dilatih menggunakan obat sesuai

dengan program dan berkelanjutan .

Tindakan keperawatan agar pasien patuh menggunakan obat :

a) Jelaskan guna obat

b) Jelaskan akibat bila putus obat

c) Jelaskan cara mendapatkan obat atau berobat

d) Jelaskan cara menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (Benar

obat, benar pasien, benar cara, benar waktu, benar dosis)

3) SP 3 : bercakap-cakap dengan orang lain

39
Mengontrol halusinasi dapat juga dengan bercakap-cakap dengan

orang lain. Ketika klien bercakap-cakap dengan orang lain maka

terjadi distraksi, fokus perhatian pasien akan beralih dari halusinasi ke

percakapan yang dilakukan dengan orang lain tersebut, sehingga salah

satu cara yang efektif untuk mengontrol halusinasi adalah dengan

bercakap-cakap dengan orang lain.

4) SP 4 : melakukan aktivitas yang terjadwal

Mengurangi risiko halusinasi muncul lagi adakah dengan

menyibukkan diri dengan aktivitas yang teratur. Beraktivitas secara

terjadwal, klien tidak akan mengalami banyak waktu luang sendiri

yang seringkali mencetuskan halusinasi.

Untuk itu klien yang mengalami halusinasi bisa dibantu untuk

mengatasi halusinasi dengan cara beraktivitas secara teratur dari

bangun pagi sampai tidur malam, tujuh hari dalam seminggu.

Tahapan intervensi sebagai berikut :

a. Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi

halusinasi

b. Mendiskusikan aktivitas yang biasa dilakukan oleh klien

c. Melatih klien melakukan aktivitas

d. Menyusun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dengan aktivitas yang

telah dilatih. Upayakan klien mempunyai aktivitas dari bangun pagi

sampai tidur malam, 7 hari dalam seminggu

40
e. Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan, memberikan penguatan

terhadap perilaku klien yang positif.

Tindakan keperawatan yang dilakukan pada klien dengan GSP halusinasi

yaitu : latih klien mengontrol halusinasi dengan cara menghardik, patuh

minum obat, bercakap-cakap, melaksanakan aktivitas terjadwal.

Keterangan : apabila klien telah mendapatkan obat, maka tindakan

keperawatan pertama yang perlu dilakukan adalah melatih klien mengontrol

halusinasinya dengan patuh minum obat.

4. Tindakan Keperawatan ( Implementasi)

a. Bina hubungan saling percaya (BHSP)

b. Identifikasi, waktu, frekuensi, situasi, respon klien terhadap halusinasi

c. Melatih klien mengontrol halusinasi dengan cara menghardik

d. Melatih klien mengontrol halusinasi dengan cara patuh minum obat

e. Melatih klien dengan cara bercakap-cakap

f. Melatih klien mengontrol halusinasi dengan cara melaksanakan kegiatan

terjadwal

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari

tindakan keperawatan pada klien, evaluasi dilakukan sesuai dengan

tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi dua

yaitu evaluasi proses dan evaluasi formatif, dilakukan setiap selesai

melaksanakan tindakan keperawatan evaluasi atau sumatif dilakukan

dengan membandingkan respon klien pada tujuan yang telah ditentukan

41
6. Psikoterapi dan Rehabilitasi Pasien Halusinasi

Psikoterapi dan rehabilitasi individual atau kelompok sangatlah di

butuhkan yang mana dapat mempersiapkan klien untuk kembali ke

lingkungan masyarakat. Selain itu terapi kerja dan bermain juga sama

pentingnya. Dengan memberikan berbagai macam kegiatan kepada klien,

akan mengurangi waktu luang yang dapat mencetuskan munculnya

halusinasi, sehingga dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan

bersama, seperti terapi modalitas di antaranya terapi musik, terapi kelompok

dan terapi lingkungan. Hal ini sesuai dengan teori Purwaningsih (2009),

bahwa terapi lingkungan adalah segala sesuatu yang ada dilingkungan kita

yang di ciptakan untuk pengobatan termasuk fisik dan sosial.

42
BAB III

TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian Keperawatan

Ruang rawat  : Ruang Flamboyan Tgl masuk : 09 Januari 2019

Diagnosa Medik : Schizophrenia residual

1. Identitas Klien

Inisial : Ny Y

Tanggal pengkajian : 21 Mei 2019

Umur : 37 tahun

RM. No. : 06 48 89

Informan : Pasien, Petugas, Data Laporan Ruang Flamboyan,

Rekan Medik

2. Alasan Masuk

Klien dibawa kerumah Sakit Jiwa Provinsi Sulawesi Tenggara

karena klien mengamuk, klien merusak barang yang ada di dalam rumah,

klien memukul orang jika ada mengganggunya, klien sering bicara

sendiri dan marah tanpa sebab, klien susah tidur dan mengatakan sering

mendengar suara-suara. Menurut klien, klien gelisah karena tidak minum

obat, klien mendengar suara-suara yang menyuruhnya untuk membunuh

3. Keluhan saat ini

43
Klien mengatakan sering mendengar suara-suara yang menyuruhnya

untuk membunuh seseorang, klien mengatakan suara tersebut didengar

saat klien sedang sendiri, dan klien mengatakan merasa terganggu dan

kesal dengan suara-suara tersebut, klien nampak gelisah, mondar-mandir

dan marah-marah tanpa sebab, terkadang nampak sedih, selalu menutup

atau mengarahkan telinganya pada sumber suara tersebut, nampak bicara

serta tertawa sendiri, mulut nampak komat kamit dan berbicara sendiri.

Menurut klien suara tersebut muncul secara tiba-tiba pada pagi dan

malam hari selama lima menit 3-4 kali dalam sehari.

4. Faktor Predisposisi

a. Pernah mengalami gangguan jiwa

√ Ya - Tidak

b. Pengobatan sebelumnya

_- Berhasil √ Kurang berhasil - Tidak Berhasil

c. Trauma Pelaku/usia korban/Usia saksi/usia

Aniaya fisik - -- - - -

Aniaya seksual - - - - - -

Penolakan - - - - - -

Kekerasan dalam keluarga - - - - - -


Tindakan kriminal - - - - - -

Jelaskan No. 1,2,3 :

a. Klien pernah mengalami gangguan jiwa yang sama dan

sudah 2 kali dirawat di Rumah Sakit Jiwa Propinsi Sulawesi

44
Tenggara Dan terakhir di rawat inap di rumah sakit jiwa pada

tanggal 4 September 2018.

b. Pengobatan klien kurang berhasil, klien tidak rajin kontrol ,

dan putus minum obat, karena pengobatan klien dan hanya di

perhatikan oleh kakaknya

c. Klien pernah melakukan tindakan kekerasan dengan merusak

barang-barang dirumah dan memukul orang.

Masalah Keperawatan : Resiko Perilaku kekerasan

5. Adakah anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa

- Ya √ Tidak

Jelaskan : tidak ada anggota keluarga yang pernah mengalami

gangguan jiwa

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

6. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan

Klien mengatakan ayah klien telah tiada dan hanya tinggal bersama

ibu, kakak, dan adiknya. Tetapi karena ibu dan kakaknya sibuk bekerja

sehingga klien merasa kurang di perhatian lagi dan klien mengatakan

hidupnya tidak berguna/berharga lagi.

Masalah Keperawatan : Harga Diri Rendah Kronis

7. Pemeriksaan Fisik

a. Tanda Vital : TD = 120/70 mmHg N = 88 x/m

S = 36,2 ᵒC P = 20 x/m

Jelaskan : Tanda-tanda vital dalam batas normal

45
b. Ukur : TB = 153 m BB = 58 kg

Jelaskan : Klien dalam kategori BB ideal

c. Keluhan Fisik : Ya √ Tidak


-
Jelaskan : klien mengatakan tidak ada keluhan fisik yang

dirasakan

Masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan

8. Psikososial

a. Gambar 3.1. Genogram

3
7

Keterangan : : Perempuan : hub. perkawinan

: laki-laki hidup : Tinggal serumah

: Meninggal. : Klien

Keterangan :

a. Kakek dan nenek klien meninggal tidak diketahui penyebabnya.

b. Ayahnya meninggal tidak di ketahui penyebabnya.

c. Klien tinggal bersama ibu, dua kakak laki-laki dan satu adiknya

perempuannya.

46
d. Tidak ada anggota keluarga yang menderita gangguan jiwa.

e. Klien mengatakan orang yang terdekat dengannya adalah ibu,

kakak dan adiknya.

f. Pola komunikasi setiap masalah yang timbul dalam keluarga

selalu di musyawarahkan dan didiskusikan dengan anggota

keluarga.

g. Pengambilan keputusan biasanya di ambil atau ditetapkan oleh

kepala keluarga.

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan.

b. Konsep Diri

1) Gambaran diri

Klien mengatakan menyukai semua bagian tubuhnya dan

bersyukur apa yang ada pada dirinya.

2) Identitas

Klien dapat menyebutkan namanya dan klien mengatakan

ia seorang perempuan, umur 37 tahun, tidak bekerja dan sudah

pernah menikah

3) Peran

Klien mengatakan berperan sebagai seorang anak dan

seorang ibu yang mempunyai satu anak dalam keluarga

4) Ideal diri

Klien berharap agar bisa kembali ke rumah secepatnya dan

berkumpul dangan ayah, ibu dan saudaranya dan anaknya.

47
5) Harga diri

Klien mengatakan jarang dijenguk dengan ibu dan

saudaranya, sehingga klien tampak sedih, dan klien merasa

hidupnya tidak berguna.

Masalah keperawatan : Harga diri rendah kronis

c. Hubungan sosial

1) Orang yang berarti : klien mengatakan orang yang berarti

dalam hidupnya adalah kedua orang tuanya tetapi ayahnya

sudah meninggal sehingga orang yang terdekat sekarang adalah

ibu, anak dan saudaranya.

2) Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat :

klien tidak pernah terlibat dalam kegiatan sosial dan klien

mengatakan lebih nyaman tinggal dalam rumah dari pada ikut

kegiatan.

3) Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain :

Klien mengatakan malas berhubungan dengan orang lain,

karena malu di anggap orang gila, sejak itu klien sering

menyendiri.

Masalah Keperawatan : Harga Diri Rendah Kronik

d. Spiritual

1) Nilai dan keyakinan :

Klien mengatakan berkeyakinan agama islam.

48
2) Kegiatan ibadah:

Klien mengatakan melakukan ibadah sholat 5 waktu, klien

merasa bedosa atau terbebani jika tidak sholat.

Masalah Keperawatan : tidak Ada masalah keperawatan

e. Status mental

1) Penampilan

- Tidak rapi - Penggunaan pakaian

- Cara berpakaian tidak sesuai seperti biasanya

Jelaskan : Klien nampak bersih, klien Nampak rapi, penggunaan

pakaian sudah sesuai.

Masalah keperawatan: tidak ada masalah keperawatan

2) Pembicaraan

√ Cepat  Keras - Gagap - Inkoheren

- Apatis - Lambat - Gagap - Ekolalia

Tidak mampu memulai Pembicaraan

Jelaskan : pembicaran kadang-kadang keras, kasar dan cepat

Masalah Keperawatan : Resiko perilaku kekerasan

3) Aktivitas motorik

Lesu - tegang √ gelisah - agitasi -

Tik - grimasen √ tremor - konpulsif

Jelaskan : Klien tremor dan gelisah.

Masalah keperawatan : Halusinasi Pendengaran

49
4) Alam perasaan (afek dan emosi)

a) Emosi

 Sedih - ketakutan - khawatir

- gembira berlebihan

Jelaskan : Klien nampak sedih karena ibu, anak dan saudaranya

tidak datang membesuknya dan klien mengatakan tidak ada lagi

yang peduli dengannya, ia merasa hidupnya tidak berharga.

Masalah keperawatan : Harga diri rendah kronik

b) Afek

- Datar √ Labil - Tumpul

- Tidak sesuai

Jelaskan : Klien nampak labil, karena terkadang ia marah tanpa

sebab klien mengatakan kesal dengan suara-suara yang

mengganggunya..

Masalah keperawatan : Resiko prilaku kekerasan.

5) Interaksi selama wawancara

- Bermusuhan - tidak kooperatif

- mudah tersinggung

- Kontak mata - defensif - curiga

Jelaskan : Selama wawancara kontak mata klien baik, klien

kooperatif saat wawancara

Masalah keperawatan : tidak ada masalah

50
6) Persepsi-Sensori

√ Pendengaran - penglihatan - perabaan

- Pengecapan - penghidu

Jelaskan: klien mengatakan sering mendengar suara laki-laki yang

menyuruhnya membunuh seseorang. Suara tersebut

terdengar pada saat klien sedang sendiri, sehingga klien

merasa terganggu dan marah tanpa sebab. Menurut

klien suara-suara tersebut muncul secara tiba-tiba pada

pagi dan malam selama lima menit 3 s/d 4 kali dalam

sehari. Klien sering menutup telinganya atau

mengarahkan telinganya pada sumber suara tersebut,

klien nampak mondar-mandir dan bicara sendiri.

Masalah keperawatan : GSP : Halusinasi Pendengaran

7) Proses pikir

- Sirkumtasial - Tangensial - Kehilangan asosiasi

- flight of idea blocking - Neulogisme

- pengulangan pembicaraan/persevarasi

jelaskan : Pada saat wawancara pembicaraan klien antara satu

kalimat dengan kalimat lainnya ada hubungan, daya

ingat klien masih bagus baik ingatan lampau maupun

sekarang.

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

51
8) Isi pikir (Proses pikir)

- Obsesi - fobia - hipokondria

- Depersonalisasi - ide yang terkait - pikiran magis

Waham

- Agama - somatik - Kebesaran

- Curiga - Nihilistik - sisip pikir

- Siar pikir - Kontrol pikir

Jelaskan: Klien tidak mengalami gangguan isi pikir saat ini,

dibuktikan dengan cara klien tidak memiliki keinginan

yang besar yang tidak sesuai dengan keadaan saat ini .

Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

9) Tingkat kesadaran

- Bingung - sedasi - stupor

Disorentasi

- Waktu - tempat - orang

Jelaskan: Klien tidak mengalami gangguan kesadaran karena

dibuktikan klien dapat menyebutkan tempat

keberadaannya, dan menyebutkan hari dan tanggal.

Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

10) Memori

- Gangguan daya ingat - gangguan daya ingat

Jangka panjang jangka pendek

- -
52
Gangguan daya ingat saat ini konfabulasi

Jelaskan: klien tidak mengalami gangguan daya ingat karena

dibuktikan klien dapat bercerita mengenai masa lalunya,

klien dapat mengingat anggota keluarganya & klien

selalu mengingat nama perawatnya, setiap kontrak

masalah kegiatan klien selalu mengingatnya

Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

11) Tingkat konsentrasi berhitung

- Mudah beralih - tidak mampu berhitung sederhana

- tidak mampu Berkonsetrasi

Jelaskan: klien tidak mengalami gangguan berhitung karena disaat

klien disuruh untuk berhitung klien dapat berkontraksi

penuh dibuktikan pasien dapat menyebutkan perhitungan

dari 1-10 & sebaliknya dari 10-1

Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

12) Kemampuan penilaian

- Gangguan ringan - gangguan bermakna

Jelaskan: Klien tidak mengalami gangguan , klien masih dapat

membedakan yang bersih dan yang kotor.

Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

13) Daya tilik diri

- Mengingkari penyakit yang diderita

- menyalahkan hal-hal diluar dirinya

53
Jelaskan: Klien mengatakan bahwa ia sakit sehingga ia dirawat di

rumah sakit.

Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

f. Kebutuhan Persiapan Pulang

1) Makan

√ Bantuan minimal - bantuan total

Jelaskan : Klien mampu makan sendiri walaupun makanannya di

siapkan oleh perawat, klien juga terkadang di arahkan

dulu untuk mencuci tangan sebelum makan, klien

makan dengan posisi duduk bersila di samping teman-

temannya, makanannya dihabiskan mulai dari nasi

sayur dan lauknya.

Masalah keperawatan : Makanan disiapkan oleh perawat dan

masih diarahkan mencuci tangan sebelum makan

2) BAB/BAK

- Bantuan minimal - bantuan total

Jelaskan: Klien dapat BAB/BAK di kloset

Masalah keperawatan : tidak ada masalah

3) Mandi

√ Bantuan minimal - bantuan total

Jelaskan: Terkadang klien masih di arahkan untuk mandi walaupun

tanpa di suruh klien langsung mandi sendiri, mandi

54
menggunakan sabun dan air secukupnya, klien juga

mengeringkan badannya dengan handuk atau sarung.

Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

4) Berpakaian / berhias

- Bantuan minimal - bantuan total

Jelaskan: Cara berpakaian sudah sesuai

Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

5) Istirahat dan tidur

Tidur malam klien sekitar enam sampai tujuh jam, sedangkan tidur

siang satu sampai dua jam, selebihnya klien nampak duduk-duduk

di tempat tidurnya dan mondar-mandir di dalam kamar

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

6) Penggunaan obat

√ Bantuan minimal - bantuan total

Klien mengatakan minum obat disaat dibagikan oleh perawat yaitu

pada pagi dan malam hari, klien juga sudah tahu kalau obatnya ada

tiga macam, dan tau manfaat obat.

Masalah Keperawatan: Regimen Pelaksanaan Terapi Tidak

Efektif

7) Pemeliharaan kesehatan

Perawatan lanjutan √ ya - tidak

55
Perawatan pendukung ya √ ya tidak

selama berada di ruang perawatan klien mendapat perawatan dari

petugas rumah sakit

Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

8) Kegiatan di dalam rumah

Mempersiapkan makanan -ya ya √ tidak

Menjaga kerapihan rumah √ya ya - tidak

Mencuci pakaian √ ya - tidak

Pengaturan keuangan - ya √ tidak

Jelaskan :Klien mengatakan sering beraktivitas seperti menyapu,

mengepel, mencuci pakaian .

Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan

9) Kegiatan diluar rumah

Belanja ya tidak
- √
Transportasi - ya √

tidak - √

Lain-lain ya tidak

Jelaskan: Klien tidak melakukan kegiatan di luar rumah

dikarenakan klien berada di ruang intermiten

Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

g. Mekanisme Koping

Adaptif Maladaptif
√ Bicara dengan orang lain Minum alkohol
-

56
Mampu menyelesaikan masalah
-
- Reaksi lambat/berlebihan
-
- Tehnik relaksasi Bekerja berlebihan

- Aktivitas kontruktif - Menghindar

- Olah raga Mencederai diri


-
Lainnya Lainnya
- -
Jelaskan: Respon klien sangat cepat pada perawat, klien tidak

menghindari perawat, dan jika klien mendapatkan masalah

klien mondar-mandir, bicara sendiri, gelisah

Masalah keperawatan : resiko perilaku kekerasan

h. Masalah Psikososial Dan Lingkungan

- Masalah dengan dukungan kelompok,spesifik : klien lebih suka

menyendiri dari pada berkumpul sama temn-temannya yang lain

√ Masalah berhubungan dengan lingkungan,spesifik : Klien kadang

berinteraksi dengan orang lain

√ Masalah dengan pandidikan,spesifik : klien mengatakan dirinya

tamat sarjana (S1)

√ Masalah dengan pekerjaan,spesifik : Klien mengatakan saat ini

tidak memiliki pekerjaan

Masalah dengan perumahan,spesifik : klien mengatakan suasana



rumah sakit bagus karena semua disiapkan

√ Masalah dengan ekonomi,spesifik : klien tidak merasakan

kesulitan ekonomi karena dia tidak pernah belanja

57

Masalah dengan pelayanan kesehatan,spesifik : Klien mengatakan

obat selalu dibagikan oleh petugas kesehatan

√ Masalah lainnya,spesifik :

Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan

i. Pengetahuan Kurang Tentang

- Penyakit jiwa - Sistem pendukung - Lainnya

- Faktor predisposisi - Penyakit fisik

- Koping - Obat-obatan

Jelaskan: Klien mengatakan penyakit jiwa itu adalah orang gila. Klien

mengatakan ia tidak mengalami penyakit lain, klien juga

sangat kooperatif dalam minum obat.

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

j. Aspek Medik

Diagnosa Medik : Schizophrenia residual

k. Terapi Medik :

1. Chlorpromazine (CPZ)100 mg 2x1tablet/hari

2. Trihexyphenidil (THP), 2mg 2x1tablet/hari

3. Haloperidol (Hlp) 5mg 2x1tablet/hari

58
KLASIFIKASI DATA

Data Subyektif:

1. Klien mengatakan kesal dengan suara-suara yang mengganggunya, suara

itu muncul pada malam atau pagi hari

2. Klien mengatakan sering mendengar suara laki-laki yang menyuruhnya

untuk membunuh

3. Klien mengatakan suara itu muncul secara tiba-tiba pada saat klien

sendiri, selama lima menit, 3 s/d 4 kali sehari.

4. Klien mengatakan merasa terganggu dengan suara-suara tersebut

5. Klien mengatakan merasa tidak di perhatian lagi oleh keluarganya, dan

merasa hidupnya tidak berguna/berharga lagi

6. Klien mengatakan jarang dijenguk oleh ibu, anak dan saudaranya

7. Klien mengatakan malas berhubungan dengan orang lain, karena malu di

anggap orang gila.

8. Klien mengatakan jika mengamuk merusak barang-barang yang ada

dirumah

9. Klien mengatakan jika marah dia memukul siapa saja yang mengganggu

59
10. Klien mengatakan tidak mengetahui penyebab dari marahnya

Data Obyektif :

1. Mulutnya nampak komat kamit dan bicara sendiri

2. Klien nampak menutup telinganya

3. Nampak mengarahkan telinga pada sumber suara

4. Klien nampak tegang, cemas dan gelisah.

5. Klien nampak tertawa sendiri.

6. Klien nampak mondar-mandir

7. Klien nampak sering menggerakkan kakinya

8. Klien nampak labil terkadang marah-marah tapa sebab.

9. Bicara klien kadang keras, cepat dan kasar

10. Klien terlihat sedih ketika menceritakan tentang dirinya.

11. Tatapan mata tajam


B. Analisa Data

Tabel 3.1 Analisa Data


No Data Masalah
1 Ds :
1. Klien mengatakan kesal dengan suara-suara yang Gangguan
mengganggunya, suara itu muncul pada malam atau pagi Sensori
hari Persepsi ;
2. Klien mengatakan sering mendengar suara laki-laki yang Halusinasi
menyuruhnya untuk membunuh Pendengaran
3. Klien mengatakan suara itu muncul secara tiba-tiba pada
saat klien sendiri, selama lima menit, 3 s/d 4 kali sehari
4. Klien mengatakan merasa terganggu dengan suara-suara
tersebut
Do :
1. Mulutnya nampak komat kamit dan bicara sendiri
2. Klien nampak menutup telinganya
3. Nampak mengarahkan telinga pada sumber suara
4. Klien nampak tegang, cemas dan gelisah.

60
5. Klien nampak tertawa sendiri.
2 Ds: Harga diri
1. Klien mengatakan merasa tidak di perhatian lagi oleh rendah kronis
keluarganya, dan merasa hidupnya tidak
berguna/berharga lagi
2. Klien mengatakan jarang dijenguk oleh ibu, anak dan
saudaranya
3. Klien mengatakan malas berhubungan dengan orang lain,
karena malu di anggap orang gila.

Do:
1. Klien nampak labil terkadang marah-marah tapa sebab.
2. Klien terlihat sedih ketika menceritakan tentang dirinya.
3 Ds: Resiko prilaku
1. Klien mengatakan kesal dengan suara-suara yang kekerasan.
mengganggunya, suara itu muncul pada malam atau pagi
hari
2. Klien mengatakan jika mengamuk merusak barang-
barang yang ada dirumah
3. Klien mengatakan jika marah dia memukul siapa saja
yang mengganggu
4. Klien mengatakan tidak mengetahui penyebab dari
marahnya
Do:
1. Klien nampak tegang, cemas dan gelisah.
2. Klien nampak tertawa sendiri.
3. Klien nampak mondar-mandir
4. Klien nampak sering menggerakkan kakinya
5. Klien nampak labil terkadang marah-marah tapa sebab.
6. Bicara klien kadang keras cepat dan kasar
7. Tatapan mata tajam

Pohon Masalah Kasus Halusinasi


EFEK Resiko prilaku kekerasan

Gangguan persepsi sensori :


C.P Halusinasi pendengaran

ETIOLOGI Harga diri rendah Kronis

61
C. Diagnosa Keperawatan Berdasarkan Prioritas

1. Gangguan persepsi sensori : Halusinasi pendengaran.

2. Harga diri rendah kronis

3. Resiko perilaku kekerasan

62

Anda mungkin juga menyukai