Anda di halaman 1dari 30

TANGGUNG JAWAB NOTARIS AKIBAT PEMBUATAN AKTA

YANG MELANGGAR UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS


DAN KODE ETIK NOTARIS

A. Latar Belakang Masalah

Negara Indonesia adalah negara hukum sebagaimana yang ditetapkan

dalam Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, yang berbunyi : Negara

Indonesia adalah negara hukum, artinya sebagai negara hukum, maka hukum

mempunyai kedudukan paling tinggi dalam pemerintahan dan hukum adalah

perlindungan kepentingan manusia.1

Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan

hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan setiap perbuatan dan

hubungan hukum baik bersifat publik maupun keperdataan haruslah

dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.2

Kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum terhadap warga

masyarakat sebagai subyek hukum dalam melakukan hubungan hukum

keperdataan memang memerlukan alat bukti yang kuat untuk menentukan

dengan jelas hak dan kewajibannya yang dituangkan dalam suatu akta otentik

yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang yaitu notaris, sebagaimana

Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Tentang

1
Mochtar Kusumaatmadja, B. Arief Sidharta, Pengantar Ilmu Hukum Suatu Pengenalan
Pertama Ruang Lingkup Berlakunya Ilmu Hukum, Buku I, Alumni, Banudng, 2000, hlm. 43.
2
Supriadi, Etika & Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta,
2008, hlm. 2
125

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan

Notaris (selanjutnya disebut UUJN), yang menyebutkan bahwa :

“Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta

autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud

dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya.”

Kedudukan notaris sebagai pejabat umum yang menjalankan sebagai

fungsi publik diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Hukum dan

HAM RI untuk melayani kepentingan masyarakat dan terikat oleh ketentuan

perundang-undangan yang mengatur tentang tata laksana kenotariatan yaitu

UUJN. 3

Pasal 15 ayat (1) UUJN menegaskan bahwa salah satu kewenangan

Notaris, yaitu membuat akta secara umum dengan batasan sepanjang :

1. Tidak dikecualikan kepada pejabat lain yang ditetapkan oleh undang-


undang
2. Menyangkut akta yang harus dibuat atau berwenang membuat akta
otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang
diharuskan oleh aturan hukum atau dikehendaki oleh yang bersangkutan.
3. Mengenai subyek hukum (orang atau badan hukum) untuk kepentingan
siapa akta itu dibuat atau dikehendaki oleh yang berkepentingan
4. Berwenang mengenai tempat, dimana akta itu dibuat, hal ini sesuai
dengan tempat kedudukan dan wilayah jabatan Notaris.
5. Mengenai waktu pembuatan, dalam hal ini Notaris harus menjamin
kepastian waktu menghadap para penghadap yang tercantum dalam akta4

Setiap wewenang yang diberikan kepada jabatan harus dilandasi aturan

hukumnya sebagai batasan agar jabatan dapat berjalan dengan baik dan tidak

bertabrakan dengan wewenang jabatan lainnya. Dengan demikian jika

3
Udin Narsudin, Tanya Jawab Persoalan Subtansi Notaris dan PPAT Dalam Praktek,
Kumbro, Jakarta, 2018, hlm. 6
4
Habib Adjie, Kebatalan dan Pembatalan Akta Notaris, Rierfka Aditama, Bandung, 2011,
hlm. 8
126

seseorang pejabat (Notaris) melakukan suatu tindakan di luar wewenang yang

telah ditentukan, dapat dikategorikan sebagai perbuatan melanggar wewenang.

Pihak atau mereka yang merasa dirugikan oleh tindakan Notaeis di luar

wewenang tersebut, maka Notaris dapat di gugat secara perdata ke Pengadilan

Negeri.5

Notaris sebagai pejabat umum di dalamnya menjalankan tugas

jabatannya harus berpedoman kepada asas-asas sebagai pelaksanaan tugas

javarab Notaris yang baik, dimana dalam Asas-Asas Pemerintahan yang Baik

(AUPN) dikenal beberapa asas ayaitu asas persamaan, asas kepercayaan, asas

kepastian hukum, asas kecermatan, asas pemberian alasan, larangan

penyalahgunaan wewenang dan larangan bertindak sewenang-wewenang.6

Untuk kepentingan pelaksanaan tugas jabatan Notaris ditambah dengan Asas

Proporsionalitas dan Asas Profesionalitas. 7

Asas kepastian hukum, dapat diilihat di dalam menjalankan tugas dan

jabatannya Notaris wajib berpedoman secara normatif kepada aturan hukum

yang berkaitan dengan segala tindakan yang akan diambil untuk kemudian

dituangkan dalam akta. Bertindak berdasarkan aturan hukum yang berlaku

akan memberikan kepastian kepada para pihak, bahwa akta yang dibuat di

hadapan atau oleh Notaris telah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku

5
Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Adminidtrasi Terhadap Notaris sebagai Pejabat Publik,
Aditama, Bandung, 2017, hlm. 33
6
Philipus M. Hadjon, dkk, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gadjah Mada Univerity
Press, Jogyakarta, 2002, hlm. 270.
7
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang
Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN)
127

sehingga jika terjadi permasalahan, akta Notaris dapat dijadikan pedoman oleh

para pihak.8

Asas kecermatan seorang Notaris, yakni di dalam mengambil suatu

tindakan harus dipersiapkan dan didsarkan pada aturan hukum yang berlaku.

Meneliti semua bukti yang diperlihatkan kepada Notaris dan mendengarkan

keterangan atau pernyataan para pihak wajib dilakukan sebagai bahan dasar

untuk dituangkan dalam akta. Asas kecermatan ini merupakan penerapan dari

Pasal 16 ayat (1) huruf a, antara lain dalam menjalankan tugas jabatan Notaris

wajib bertindak seksama.9

Pelaksanaan asas kecermatan wajib dilakukan dalam pembuatan akta

dengan :

1. Melakukan pengenalan terhadap penghadap, berdasarkan identitasnya


yang diperlihatkan kepada Notaris;
2. Menanyakan, kemudian mendengarkan dan mencermati keinginan atau
kehendak para pihak tersebut (tanya jawab);
3. Memeriksa bukti surat yang berkaitan dengan keinginan atau kehendak
para pihak tersebut;
4. Memenuhi segala teknik administratif pembuatan akta Notaris, seperti
pembacaan, penandatanganan, memberikan salinan, dan pemberkasan
untuk minuta;
5. Melakukan kewajiban lain yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas
jabatan Notaris. 10

Notaris sebagai profesi yang dipercaya masyarakat untuk membuat alat

bukti autentik, perilaku dan perbuatan notaris, rentan terhadap

penyalahgunaan yang dapat merugikan masyarakat, sehingga perlu peran

lembaga yang bertugas melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap

notaris. Di Indonesia terdapat tiga lembaga yang mempunyai kewenangan


8
Habib Adjie, Op.Cit, hlm. 85
9
Ibid, hlm. 85
10
Ibid, hlm. 86
128

melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap notaris yaitu Majelis

Pengawas Notaris (MPN), Majelis Kehormatan Notaris (MKN) , dan Dewan

Kehormatan Notaris (DKN). MPN yang selanjutnya disebut Majelis

Pengawas adalah suatu badan yang mempunyai kewenangan dan kewajiban

untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap Notaris.11 MPN

berjumlah 9 (sembilan) orang terdiri dari unsur pemerintah, organisasi notaris

dan ahli atau akademisi.12 Ketentuan yang mengatur tentang MPN dalam

UUJN merupakan upaya untuk mengantisipasi kelemahan atau kekurangan

notaris dalam melaksanakan jabatannya. Kehadiran MPN diharapkan mampu

melakukan pembinaan dan pengawasan, sehingga notaris dapat menjalankan

jabatannya sesuai UUJN, kode etik dan peraturan perundang-undangan terkait.

Masyarakat yang keberatan terhadap pelaksanaan tugas notaris, dapat

melaporkan kepada Majelis Pengawas Daerah (MPD) setempat. Adapun tugas

dari MPD adalah sebagai berikut:

(1) Melaksanakan kewenangan sebagaimana Pasal 70 dan Pasal 71 UU


Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, dan Pasal 13 ayat
(2), Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16, Pasal 17 Peraturan Menteri Hukum
dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: M.02.PR.08.10
Tahun 2004 Tentang Tata Cara Pengangkatan Anggota,
Pemberhentian Anggota, Susunan Organisasi, Tata Kerja Dan Tata
Cara Pemeriksaan Majelis Pengawas Notaris.
(2) MPD berwenang:
a. Menyampaikan kepada Majelis Pengawas Wilayah (MPW)
tanggapan MPD berkenaan dengan keberatan atas putusan
penolakan cuti;
b. Memberitahukan kepada MPW adanya dugaan unsur pidana yang
ditemukan MPD atas laporan yang disampaikan kepada MPD;

11
Indonesia, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan AtasUUJN, Op.Cit,
hlm.66, Pasal 1 angka 6.
12
Indonesia, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas UUJN, Ibid.,
hlm.90, Pasal 67 ayat (3).
129

c. Mencatat ijin cuti yang diberikan dalam sertipikat cuti;


d. Menandatangani dan memberi paraf Buku Daftar Akta dan buku
khusus yang dipergunakan untuk mengesahkan tanda tangan surat
dibawahtangan dan untuk membukukan surat dibawah tangan;
e. Menerima dan menatausahakan Berita Acara Penyerahan rotokol;
f. Menyampaikan kepada MPW:
a. Laporan berkala setiap 6 (enam) bulan sekali atau pada bulan
Juli dan Januari;
b. Laporan insindentil setiap 15 (lima belas) hari setelah pem-
berian ijin cuti notaris.13

Seorang notaris dalam menjalankan jabatannya dituntut untuk tunduk

pada UUJN dan kode etik notaris. Keberadaan kode etik notaris merupakan

suatu konsekwensi logis dari suatu profesi. Oleh karena Notaris sebagai

pejabat umum yang diberikan kepercayaan dalam melaksanakan jabatannya

harus selalu berpegang teguh tidak hanya pada UUJN dan peraturan

perundang-undangan lainnya semata-mata, namun juga pada Kode Etik

Notaris, karena tanpa kode etik, harkat dan martabat profesi Notaris yang

terhormat tidak akan terwujud.

Fenomena dalam masyarakat masih terdapat para pihak yang kurang

puas atas pelayanan jasa notaris sebagai pejabat umum, sehingga mereka

melaporkan notaris yang bersangkutan kepada MPD. Hal ini dapat dilihat

adanya kasus berkenaan dengan penyalahgunaan fungsi jabatan notaris

sebagaimana Putusan MPW Provinsi DKI Jakarta Nomor 07/PTS/Mj.

PWN.Prov.DKIJakarta/XI/2017, atas adanya pengaduan dari Sartje Rory

Momongan kepada Notaris AT, dimana dalam laporannya Notaris AT diduga

di dalam penandatanganan 16 (enam belas) akta tidak membacakan isi akta,

13
Indonesia, Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor:
M.39-PW.07.10 Tahun 2004 Tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Majelis Pengawas Notaris.
Lampiran Angka III.
130

dan tetap dilakukan penandatanganan walaupun berkas-berkas tidak lengkap,

dimana atas akta tersebut Pihak Penghadap (Penjual) tidak pernah diberikan

salinannya, namun hanya diberikan foto copy atas 3 (tiga) akta saja. Dimana

atas hal tersebut pihak Pelapor mengalami kerugian, karena sampai saat ini

pihak pembeli belum membayar kewajibannya sedangkan obyek perjanjian

telah dipergunakan oleh pihak pembeli.

Dari kejadian diatas, dapat kita lihat bahwa etika dan moral sangatlah

erat hubungan yaitu sebagai suatu refleksi kritis terhadap masalah moralitas,

dan membantu dalam mencari orientasi terhadap norma-norma dan nilai-nilai

yang ada. Dimana terdapat tiga syarat penting terkait dengan kewenangan

Notaris dalam hubungannya dengan akuntabilitas moral dalam melaksanakan

profesionalitas jabatannya, yaitu :

1. Tanggung jawab mengandaikan suatu tindakan dilakukan dengan sadar

dan tahu, tanggung jawab hanya dituntut seseorang kalau ia bertindak

dengan sadar dan tahu mengenai tindakannya itu serta konsukensi dari

tindakannya. Hanya kalau seseorang bertindak dengan sadar dan tahu,

baru relevan bagi kita untuk menuntut tanggung jawab dan

pertanggunganjawaban moral atas tindakannya itu

2. Tanggung jawab hanya mungkin relevan dan dituntut dari seseorang atas

tindakannya, kalau tindakannya itu dilakukannya secara bebas. Hal

tersebut berarti orang tersebut melakukan tindakan itu bukan dalam

keadaan dipaksa atau terpaksa, dan melakukannya secara bebas dan

sukarela melakukan tindakan itu.


131

3. Tanggung jawab itu mensyaratkan bahwa orang yang melakukan tindakan

tertentu memang mau melakukan tindakan itu. Ia sendiri mau dan bersedia

melakukannya.14

Notaris dalam menjalankan jabatannya tidak lepas dari segala kewajiban

yang harus dipenuhi, oleh karenanya Notaris dalam menjalankan jabatannya

terikat pada:

(1) Ketuhanan, hal ini tercantum dalam Pasal 3 UU Nomor 2 Tahun


2014 Tentang Perubahan Atas UUJN, salah satu syarat untuk
menjadi Notaris adalah bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
(2) Etika profesi, kewajiban dan larangan yang harus dihindari oleh
Notaris selain terdapat dalam UUJN juga yang termuat dalam Kode
Etik Notaris;
(3) Kebiasaan dan kepatutan dalam masyarakat, seorang Notaris harus
memahami kebiasaaan dan kepatutan dalam masyarakat;
(4) Hukum positif, profesi Notaris terikat dan berpedoman pada hukum
positif yang sedang berlaku dan mengingat secara umum dan khusus
oleh pemerintah Indonesia.15

Peranan dan kewenangan Notaris merupakan hal yang penting bagi

kehidupan masyarakat, perilaku dan perbuatan Notaris dalam menjalankan

jabatan profesinya rentan terhadap penyalahgunaan yang dapat merugikan

masyarakat, sehingga perlu ada lembaga yang berfungsi melakukan

pembinaan dan pengawasan terhadap Notaris.

Notaris dalam menjalankan tugas dan jabatannya secara institusional

diawasi oleh tiga institusi, yaitu berdasarkan UUJN melalui Majelis Pengawas

Notaris (MPN) dan Majelis Kehormatan Notaris (MKN) serta oleh Dewan

Kehormatan Notaris (DKN) Ikatan Notaris Indonesia. Ketiga institusi tersebut

mempunyai kewenangan yang berbeda-beda sebagaimana tercantum dalam

14
Udin Narsudin, Op.Cit, hlm. 3
15
Ibid., hlm. 16-17.
132

aturan hukum yang mengaturnya.16 Adanya tiga institusi yang mengawasi

Notaris dengan kewenangan yang berbeda terhadap pelaksanaan tugas

jabatannya, dengan maksud agar para Notaris wajib memenuhi semua

ketentuan dalam melaksanakan tugasnya sehingga akta yang dibuat oleh dan

di hadapan Notaris dapat terjaga keautentikannya sebagai alat bukti yang

lengkap dan sempurna.

Pasal 67 ayat (1) UU Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas

UUJN ditegaskan bahwa yang melakukan pengawasan terhadap Notaris

dilakukan oleh Menteri. Dalam melaksanakan pengawasan tersebut, Menteri

membentuk MPN. MPN merupakan sebuah sebutan yang ditujukan kepada

sebuah institusi yang diberikan kewenangan untuk melakukan pengawasan,

pembinaan dan penjatuhan sanksi terhadap Notaris menurut UUJN/UUJN-P

yang terdiri dari MajelisPengawas Daerah (MPD), Majelis Pengawas Wilayah

(MPW) dan Majelis Pengawas Pusat (MPP).17

Penelitian ini yang menjadi pokok bahasan adalah tanggung jawab

Notaris di dalam menjalankan tigas dan jabatannya sesuai dengan UUJN dan

Kode Etik Notaris.

Etika dan moral sangatlah erat hubunganya itu sebagai suatu refleksi

kritis terhadap masalah moralitas, dan membantu dalam mencari orientasi

terhadap norma-norma dan nilai-nilai yang ada. Tiga syarat penting terkait

dengan kewenangan Notaris dalam hubungannya dengan tanggung jawab

moral dalam melaksanakan profesionalitas jabatannya, yaitu:


16
Habib Adjie, Memahami :Majelis Pengawas Notaris (MPN) dan Majelis Kehormatan
Notaris (MKN), Refika Aditama, Surabaya, 2017, hlm. 4.
17
Habib Adjie, Ibid., hlm. 4.
133

1. Tanggung jawab mengandaikan suatu tindakan dilakukan dengan


sadar dan tahu, tanggung jawab hanya dituntut seseorang kalau ia
bertindak dengan sadar dan tahu mengenai tindakannya itu serta
konsekuensi dari tindakannya. Hanya kalau seseorang bertindak
dengan sadar dan tahu, baru relevan bagi kita untuk menuntut
tanggung jawab dan pertanggunganjawaban moral atas tindakannya
itu.
2. Tanggung jawab hanya mungkin relevan dan dituntut dari seseorang
atas tindakannya, kalau tindakannya itu dilakukannya secara bebas.
Hal tersebut berarti orang tersebut melakukan tindakan itu bukan
dalam keadaan dipaksa atau terpaksa, dan melakukannya secara bebas
dan sukarela melakukan tindakan itu.
3. Tanggung jawab itu mensyaratkan bahwa orang yang melakukan
tindakan tertentu memang mau melakukan tindakan itu. Ia sendiri mau
dan bersedia melakukannya.18

Profesi Notaris berlandaskan pada nilai moral, sehingga pekerjannya

harus berdasarkan kewajiban, yaitu ada kemauan baik pada dirinya sendiri,

tidak bergantung pada tujuan dan hasil yang dicapai. Sikap moral penunjang

etika profesi Notaris adalah bertindak atas dasar tekad, adanya kesadaran

berkewajiban untuk menjunjung tinggi etika profesi, menciptakan idealisme

dalam mempraktikan profesi yaitu bekerja penuh dengan rasa tanggung jawab.

Oleh karena itu jika notaris berbuat melanggar hukum, sanksinya tidak hanya

berupa sanksi hukum positif saja, melainkan sanksi moral dari masyarakat dan

sanksi spiritual menurut hukum agamanya

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk menulis karya

ilmiah dengan judul: “TANGGUNG JAWAB NOTARIS AKIBAT

PEMBUATAN AKTA YANG MELANGGAR UNDANG-UNDANG

JABATAN NOTARIS DAN KODE ETIK NOTARIS”

18
Udin Narsudin, Op.Cit., hlm. 3
134

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah merupakan suatu pertanyaan yang akan dicarikan

jawabannya melalui pengumpulan data.19 Berdasarkan latar belakang

permasalahan yang telah diuraikan diatas, maka permasalahan yang akan

diteliti dalam penelitian ini, sebagai berikut:

1. Bagaimana tanggung jawab Notaris dalam kaitannya dengan Undang-

Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris ?

2. Bagaimana penerapan akuntabilitas jabatan Notaris dan peran Majelis

Pengawas Notaris dalam pemberian sanksi terhadap Notaris ?

C. Tujuan Penelitian

Suatu tujuan penelitian harus dinyatakan dengan jelas dan ringkas

sehingga dapat memberikan arah pada penelitian.20 Tujuan penelitian yang

hendak dicapai oleh peneliti, sesuai dengan permasalahan yang telah

dirumuskan adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis tanggung jawab Notaris dalam

kaitannya dengan Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis penerapan akuntabilitas jabatan

Notaris dan peran Majelis Pengawas Notaris dalam pemberian sanksi

terhadap Notaris.

19
Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi, Alfabeta, Bandung, 2012, hlm. 59.
20
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2016, hlm.109.
135

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian perlu dikemukakan, baik secara teoritis maupun

secara praktis.21 Setiap penelitian diharapkan adanya kegunaan yang dapat

diambil dari penelitian yang dilakukan, adapun yang menjadi kegunaan

penelitian ini adalah:

1. Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi bagi

pengembangan ilmu pengetahuan dibidang ilmu Kenotariatan, khususnya

mengenai tanggung jawab Notaris dalam kaitannya dengan Undang-

Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris dan penerapan

akuntabilitas jabatan Notaris dan peran Majelis Pengawas Notaris dalam

pemberian sanksi terhadap Notaris.

2. Kegunaan Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan:

a. Dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang tanggung

jawab Notaris dalam kaitannya dengan Undang-Undang Jabatan Notaris

dan Kode Etik Notaris dan penerapan akuntabilitas jabatan Notaris dan

peran Majelis Pengawas Notaris dalam pemberian sanksi terhadap

Notaris;

b. Dapat memberikan masukan (input) kepada notaris/instansi pemerintah

yang berguna dalam memberikan pertimbangan untuk pengambilan

kebijakan terkait praktik notaris sebagai pejabat umum.

21
Suratman, H. Philips Dillah, Metode Penelitian Hukum, Alfabeta, Bandung, 2014, hlm.103.
136

E. Kerangka Pemikiran

Kehadiran notaris sebagai pejabat umum yang berwenang membuat

akta autentik, adalah dalam rangka kepastian hukum, ketertiban, dan

perlindungan hukum kepada masyarakat yang membutuhkannya.22 Hal ini

sejalan dengan pendapat Abdul Ghofur Anshori, sebagaimana dikutip oleh

Gransham Anand, sebagai berikut:

“Selain akta autentik yang dibuat oleh atau dihadapan notaris, bukan
saja karena dikehendaki oleh pihak yang berkepentingan untuk
memastikan hak dan kewajiban para pihak demi kepastian, ketertiban,
dan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan sekaligus
bagi masyarakat secara keseluruhan”.23

Notaris sebagai pejabat umum, sesungguhnya melaksanakan sebagian

tugas untuk membuat alat bukti untuk menciptakan kepastian hukum,

ketertiban, dan perlindungan hukum kepada masyarakat. Sebagai pejabat

umum notaris diangkat oleh Negara. Soegondo Notodisoerjo menyatakan

bahwa ”Disinilah letak arti yang penting dari profesi notaris, ialah bahwa ia

karena undang-undang diberi wewenang menciptakan alat pembuktian yang

mutlak, dalam pengertian bahwa apa yang tersebut dalam akta autentik itu

pada pokoknya dianggap benar”.24

Pembahasan permasalahan penelitian diperlukan teori-teori, konsep-

konsep, asas-asas hukum dan pendapat para sarjana yang dipergunakan

sebagai landasan dari dasar titik tolak fenomena yang dihadapi, hal ini sangat

penting untuk memberikan argumentasi yang meyakinkan bahwa kajian yang

22
Gransham Anand, Karakteristik Jabatan Notaris Di Indonesia”, Prenadamedia Group,
Jakarta, 2018, hlm. 31.
23
Gransham Anand, Ibid., hlm. 31.
24
GranshamAnand, Ibid., hlm.36.
137

dilakukan ini ilmiah atau paling tidak memberikan gambaran bahwa kajian

tersebut sudah memenuhi standar teoritis sesuai dengan bidang ilmu yang

menjadi objek kajian.

Teori yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah teori tanggung

jawab hukum menurut Philipus M. Hadjon dan teori kepastian hukum menurut

Philipus M Hadjon, sebagai berikut:

1. Teori Tanggung Jawab

Teori tanggung jawab hukum, yang dalam bahasa inggris disebut

dengan theory of legal liability, bahasa belandanya, disebut de theorie van

wettelijke aansprakelijkheid, sedangkan dalam bahasa jermannya, disebut

dengan die theorie der haftung merupakan teori yang menganalis tentang

teori tanggung jawab subjek hukum atau pelaku yang telah melakukan

perbuatan melawan hukum atau perbuatan pidana sehingga menimbulkan

kerugian atau cacat,atau matinya orang lain. Ada tiga unsur yang

terkandung dalam teori tanggung jawab hukum, yang meliputi teori,

tanggung jawab dan hukum.25

Tanggung jawab hukum adalah jenis tanggung jawab yang

dibebankan kepada subjek hukum atau pelaku yang melakukan perbuatan

melawan hukum. Sehingga yang bersangkutan dapat dituntut membayar

ganti rugi. Pengertian diatas, tidak tampak pengertian teori tanggung jawab

hukum teori tanggung jawab hukum merupakan teori yang mengkaji dan

25
Salim dan Erlies Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis dan
Disertasi, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2013, Hlm. 207.
138

menganalisis tentang kesediaan dari subjek hukum atau pelaku memikul

biaya atau kerugian.26

Munculnya tanggung jawab di bidang perdata adalah disebabkan

karena subjek hukum tidak melaksanakan prestasi dan/atau melakukan

perbuatan melawan hukum. Prestasi subjek hukum berupa melakukan

sesuatu, berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu. Apabila subjek hukum

itu tidak melaksanakan prestasinya, maka ia dapat digugat atau dimintai

pertanggung jawaban perdata, yaitu melaksanakan prestasi dan/atau

membayar ganti rugi kepada subjek hukum yang dirugikan sebagaimana

yang tercantum dalam Pasal 1246 KUH perdata, yaitu kerugian yang telah

diterimannya berupa penggantian biaya-biaya dan kerugian.

Menurut Ahmad Sudiro, dalam hukum dikenal ada tiga teori

tanggung jawab yang berkaitan dengan pembayaran ganti kerugian, yaitu :

a. Tanggung jawab yang didasarkan kesalahan

b. Tanggung jawab berdasarkan pradugga, dan

c. Tanggung jawab mutlak.27

Tanggung jawab yang didasarkan kesalahan adalah tanggung jawab

yang dibedakan yang dibebankan kepada subjek hukum atau pelaku yang

melakukannya perbuatan melawan hukum karena adanya kekeliruan atau

kealpaannya (kelalaian atau kelengahan). Kelalaian adalah suatu keadaan di

26
Ibid, hlm. 208-209
27
Ahmad Sudiro, Ganti Kerugian dalam Pesawat Udara Studi Perbandingan AS Indonesia, Pusat
Studi Hukum dan Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakartam 2011, hlm. 21-
26
139

mana subjek hukum atau pelaku lengah, kurang hati-hati, tidak

mengindahkan kewajibannya atau lupa melaksanakan kewajibannya.

Relevansinya atas permasalahan pertama yakni, dalam memberikan

pelayanannya, profesional itu bertanggung jawab kepada diri sendiri dan

kepada masyarakat. UUJN dan Kode Etik Notaris mengehandaki agar

Notaris di dalam menjalankan jabatannya sebagai pejabat umum, selain

harus tunduk kepada UUJN, juga harus taat pada kode etik profesi Notaris

dan juga harus bertanggung jawab kepada masyarakat yang dilayaninya.

2. Teori Kepastian Hukum

Teori kepastian hukum. Teori kepastian hukum mengandung dua

pengertian yaitu:

“pertama adanya aturan yang bersifat umum membuat individu


mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan,
dan kedua berupa keamanan hukum bagi individu dari
kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan hukum
yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang
boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara terhadap individu.
Kepastian hukum bukan hanya berupa Pasal-Pasal dalam undang-
undang melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan Hakim
antara putusan Hakim yang satu dengan putusan Hakim lainnya
untuk kasus yang serupa yang telah di putuskan”.28

Secara prinsip hukum diciptakan untuk memberikan kepercayaan kepada

masyarakat terhadap kepentingan yang berbeda dengan tujuan untuk

terwujudnya kesejahteraan. Melalui hukum diharapkan dapat terjalin

pencapaian cita dari manusia (subyek hukum), sebagaimana dikatakan oleh

Gustav Radburch bahwa hukum dalam pencapaiannya tidak boleh lepas dari

28
Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Pranada Media Group, Jakarta,
2008, hlm. 158.
140

keadilan, kepastian dan kemanfaatan. Eksistensi hukum yang dimaksud ialah

baik hukum yang bersifat pasif (peraturan perundang-undangan) maupun

bersifat aktif (hakim di pengadilan).29

Menurut Gustav Radbruch, terdapat 4 (empat) hal mendasar dari

makna kepastian hukum, yaitu :

a. hukum itu positif yaitu berupa undang-undang.


b. hukum itu didasarkan pada fakta atau hukum yang ditetapkan.
c. kenyataan fakta harus dirumuskan dengan jelas sehingga menghindari
kekeliruan dalam pemaknaan, di samping mudah untuk dilaksanakan.
d. hukum positif tidak boleh mudah berubah. 30

Pandangan Gustav Radbruch secara umum diartikan bahwa

kepastian hukum tidak selalu harus diberi prioritas pemenuhannya pada tiap

sistem hukum positif, seolah-olah kepastian hukum itu harus ada lebih

dulu, baru kemudian keadilan dan kemanfaatan. Gustav Radbruch

kemudian meralat teorinya bahwa ketiga tujuan hukum sederajat.31

Menurut Gustav Radbruch untuk mewujudkan tujuan hukum,

diperlukan adanya asas prioritas yang bertujuan untuk terhindar dari konflik

internal apalagi di dalam realitasnya keadilan hukum sering berbenturan

dengan kemanfaatan dan kepastian hukum begitu juga sebaliknya dan jika

terdapat benturan dari ketiga nilai dasar tujuan hukum, maka harus ada

yang dikorbankan. Berdasarkan hal ini lah, maka digunakan asas prioritas

oleh Gustav Radburch yang dikenal dengan tiga nilai dasar hukum yaitu :

29
Suwardi Sagama, Analisis Konsep Keadilan, Kepastian Hukum dan Kemanfaatan, Jurnal
Pemikiran Ilmu Hukum Islam Mazahib,Vol XV, No. 1, Juni 2016, hlm. 22
30
Gustav Radbruch, Einfuehrung In Die Rechtswissenchaft, Stuttgart: Koehler Verlag,1961,
hlm. 36.
31
Nur Agus Susanto, Dimensi Aksiologis Dari Putusan Kasus “ST” Kajian Putusan
Peninjauan Kembali Nomor 97 PK/Pid.Sus/2012, Jurnal Yudisial Vol. 7 No. 3 Desember 2014.
141

a. Keadilan Hukum;

b. Kemanfaatan Hukum;

c. Kepastian Hukum.

Relevansi teori kepastian hukum terkait dengan penerapan akuntabilitas

jabatan Notaris dan Peran Majelis Pengawas Notaris terkait kepastian

putusan MPN terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris yang

melakukan pelanggaran dalam pelaksanaan jabatannya, dimana Putusan

MPN hanya bersifat administratif saja tanpa menimbulkan efek jera,

dengan demikian Kementrian Hukum dan HAM selaku pemberi

wewenang kepada MPN harus memberikan suatu kepastian hukum dalam

bentuk suatu peraturan perundang-undangan dalam hal kewenangan MPN

terkait pemberian sanksi terhadap Notaris yang melakukan pelanggaran.

F. Metode Penelitian

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan

pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk

mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara

menganalisanya.32 Penelitian pada dasarnya adalah kegiatan terencana dengan

metode ilmiah untuk mendapatkan data baru guna membuktikan kebenaran

atau ketidak benaran dari suatu gejala. Penulisan ini metode penelitian yang

digunakan adalah:

1. Metode Pendekatan

32
Soeryono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 2015, hlm. 43.
142

Penelitian hukum, ditinjau dari sudut tujuan penelitian hukum

terdapat penelitian hukum normatif dan penelitian hukum sosiologis atau

empiris.33 Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode pendekatan yuridis normatif didukung dengan yuridis empiris.

Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum doktriner atau

penelitian kepustakaan atau studi dokumen. Penelitian ini dilakukan pada

peraturan-peraturan tertulis atau bahan-bahan hukum yang lain.34

Penelitian hukum normatif merupakan penelitian terhadap data sekunder.

Metode pendekatan yuridis empiris dalam penelitian ini adalah untuk

mendukung pendekatan yuridis normatif, dilakukan untuk memperoleh

data primer dengan cara wawancara. Data tersebut hanya sebagai

pelengkap atau pendukung data primer. Wawancara pada penelitian ini

adalah dalam rangka memperoleh data mengenai peran serta MPD dalam

hal terdapat laporan dari masyarakat terkait pelaksanaan tugas Notaris

serta untuk mengetahui dan menganalisis efektivitas pembinaan dan

pengawasan MPD.

2. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah

deskriptif yaitu menggambarkan secara sistematis dan lengkap atas bahan

atau materi berupa data dan/atau informasi yang berasal dari kasus-kasus,

studi kepustakaan, dan penelitian lapangan sebagai pendukung.35 Secara

33
Soeryono Soekanto, Ibid., hlm. 51.
34
Suratman, H. Philips Dillah, Op.Cit., hlm. 51.
35
Panduan Akademik Dan Pedoman Penulisan Tesis, Magister Kenotariatan Universitas Jaya-
baya, Jakarta, 2017, hlm.45.
143

spesifik penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan mengenai peran

serta MPD dan untuk mengetahui dan menganalisis efektivitas pembinaan

dan pengawasan MPD dalam hal terdapat laporan dari masyarakat terkait

pelaksanaan tugas Notaris.

3. Sumber Data

Sumber data adalah tempat diperolehnya data. Penyusunan

penelitian ini menggunakan sumber data sekunder di dukung dengan

sumber data primer. Data sekunder dapat dibedakan menjadi : a. Bahan

hukum primer, b. Bahan hukum sekunder, c. Bahan hukum tersier.36

a. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder yang penulis gunakan dalam penelitian ini

adalah data yang diperoleh dari bahan kepustakan atau literatur yang

mempunyai hubungannya dengan penelitian ini, yaitu :

1) Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer pada penelitian ini adalah bahan-bahan

yang mempunyai kekuatan hukum atas peran serta MPD dalam hal

terdapat laporan dari masyarakat terkait pelaksanaan tugas Notaris

dan terkait efektivitas pembinaan dan pengawasan MPD dalam hal

terdapat laporan dari masyarakat terkait pelaksanaan tugas Notaris,

ketentuan perundang-undangan yang berkaitan dengan

permasalahan yang akan dikaji, yaitu:

a. Undang-undang Dasar 1945.

36
Suratman dan H. Philips Dillah, Op.Cit., hlm. 66-67.
144

b. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

c. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan

Notaris.

d. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan

Notaris.

e. Serta peraturan hukum lainnya yang berlaku positif.

2) Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu berupa bahan hukum yang

member penjelasan terhadap bahan hukum primer (buku-buku

ilmu hukum, jurnal hukum, media cetak atau elektronik).

3) Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberi

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder, misalnya Kamus Bahasa Indonesia.

b. Sumber Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh

peneliti secara langsung dari sumber datanya. Cara mendapatkan data

primer, peneliti harus mengumpulkannya secara langsung. Teknik yang

dapat digunakan peneliti untuk mengumpulkan data primer dalam

penelitian ini yaitu dengan melakukan wawancara. Selain itu data


145

primer penulis peroleh dari cybermedia yaitu Putusan Pengadilan

Tinggi Nomor 87/PDT/2018/PT.BDG tanggal 27 Maret 2018.37

4. Teknik Pengumpulan Data

Kegiatan mengumpulkan data tersebut, akan dilakukan melalui suatu

proses pengumpulan data. Metode pengumpulan data yang akan

digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan dan

penelitian lapangan terkait peran serta MPD dalam hal terdapat laporan

dari masyarakat terkait pelaksanaan tugas Notaris dan efektivitas

pengawasan MPD dalam terdapat laporan dari masyarakat terkait

pelaksanaan tugas Notaris.

a. Penelitian Kepustakaan

Cara mengumpulkan data atau bahan-bahan melalui literatur

yang relevan dengan masalah yang dibahas dan dimaksudkan.

Penelitian kepustakaan akan menghasilkan data sekunder yang

merupakan data utama dalam penelitian ini.

b. Penelitian Lapangan

Penelitian lapangan merupakan suatu cara untuk mengumpul-

kan data secara langsung pada obyek-obyek penelitian yang ada

hubungannya dengan pokok permasalahan. Penelitian lapangan

bertujuan untuk mengumpulkan data primer. Data primer dalam

penelitian ini digunakan untuk mendukung data sekunder. Metode

37
Indonesia, Putusan Pengadilan Tinggi Bandung, http://admin.pt-bandung. go.id/uploads/
file/perkaraperdata/2018/Maret/87Pdt2018-PTBDG.pdf/ (21/04 /2019 jam 11.30WIB)
146

pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian lapangan berupa

wawancara secara purposive sampling sesuai tujuan penelitian.

5. Metode Analisis Data

Metode analisis data adalah suatu metode dimana data yang

diperoleh dari hasil penelitian dikelompokkan dan dipilih, kemudian

dihubungkan dengan masalah yang akan diteliti menurut kualitas dan

kebenarannya, sehingga akan dapat menjawab permasalahan yang ada.

Data yang diperoleh dari hasil penelitian disusun secara sistematis

kemudian dianalisis dengan menggunakan metode “deskriptif kualitatif”

yaitu data yang di peroleh dari penelitian disajikan secara deskriptif dan

dianalisis secara kualitatif dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Data penelitian diklasifikasikan sesuai dengan permasalahan terkait

pelaksanaan pengawasan oleh MPD dalam hal terdapat laporan dari

masyarakat atas pelaksanaan tugas Notaris serta efektivitas

pengawasan oleh MPD.

b. Hasil klasifikasi data selanjutnya disistematisasikan.

c. Data yang telah disistematisasikan kemudian dianalisis untuk dijadikan

dasar dalam mengambil kesimpulan atas permasalahan yang akan

dibahas terkait pelaksanaan pengawasan oleh MPD dalam hal terdapat

laporan dari masyarakat atas pelaksanaan tugas Notaris serta

efektivitas pengawasan oleh MPD.

6. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian meliputi sebagai berikut:


147

a. Perpustakaan Fakultas Hukum Program Pascasarjana Universitas


Jayabaya, Jakarta.

b. Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Jayabaya, Jakarta.

c. Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Jakarta,

Jalan Letnan Jendral MT. Haryono Nomor 24 – Jakarta Timur.

d. Kantor Notaris di Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

7. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian Penulis bahwa tesis yang penulis susun

berjudul: “TANGGUNG JAWAB NOTARIS AKIBAT PEMBUATAN

AKTA YANG MELANGGAR UNDANG-UNDANG JABATAN

NOTARIS” belum pernah ditulis sebelumnya. Melalui penelurusan

mengenai topik ini, terdapat beberapa tesis yang dapat digunakan sebagai

pembanding yakni:

a. Nurul Fadillah Putri, “Peranan Majelis Pengawas Notaris Dalam

Menegakkan Pelaksanaan Tugas Dan Fungsi Notaris Di Kota Bandar

Lampung”, Tesis, Universitas Lampung, 2018. Masalah hukum yang

diangkat dalam penelitian tesis ini adalah bagaimanakah peranan

Majelis Pengawas Daerah terhadap Notaris di Kota Bandar Lampung?

Dan faktor-faktor apakah yang menjadi penghambat peranan Majelis

Pengawas Daerah terhadap tugas notaris di Kota Bandar lampung? Hal

ini berbeda dengan penelitian penulis, karena yang menjadi pokok

permasalahan di dalam penelitian ini adalah bagaimana peran serta

Majelis Pengawas Daerah dalam rangka pengawasan dan pembinaan


148

Notaris. Selanjutnya tesis ini menganalisis faktor-faktor penghambat

Majelis Pengawas Daerah dalam melakukan tugasnya, dimana dalam

paraktik masih terdapat notaris yang melanggar kode etik notaris

dalam pelaksanaan tugas notaris.

b. Saugi, Kewenangan Majelis Kehormatan Notaris Dalam Me-

minimalisasi Pelanggaran Yang Dilakukan Oleh Notaris, tesis

Universitas Jayabaya, Program Magister Kenotariatan, 2015. Masalah

hukum yang dibahas adalah bagaimana kewenangan Majelis

Kehormatan Notaris dalam meminimalisasi pelanggaran yang

dilakukan oleh notaris dan bagaimana hambatan-hambatan yang terjadi

dalam melakukan pembinaan kepada notaris. Hal ini berbeda, karena

yang menjadi pokok permasalahan di dalam penelitian ini adalah

bagaimana kewenangan Majelis Kehormatan Notaris yang merupakan

lembaga pengawas notaris yang memperoleh atribusi berdasarkan

UUJN. Kemudian penelitian ini mengkaji terhadap hambatan-

hambatan yang terjadi dalam melakukan pembinaan terhadap notaris

sebagaimana ditentukan UUJN.

c. Robertus Singgih Agung, Kewenangan Majelis Pengawas Notaris

Dalam Melakukan Pengawasan Terhadap Notaris Yang Sudah

Pensiun Tetap Masih Membuat Akta. Tesis Universitas Jayabaya,

Program Studi Magister Kenotariatan, 2016. Masalah hukum yang

diangkat dalam penelitiannya yaitu bagaimana pertanggungjawaban

Majelis Pengawas Notaris dalam melaksanakan pengawasan atas


149

notaris yang telah pensiun tetapi masih melakukan pembuatan akta dan

bagaimanakah kewenangan Majelis Pengawas Notaris dalam

melakukan pengawasan atas notaris yang sudah pensiun tetapi masih

melakukan pembuatan akta. Hal ini berbeda karena yang menjadi

pokok permasalahan didalam penelitian ini adalah lebih khusus

terkait pengawasan Majelis Pengawas Notaris kepada notaris yang

sudah pensiun (werda Notaris). Majelis Pengawas Notaris berwenang

menegur notaris yang telah pensiun apabila melanggar UUJN dan

aturan pelaksananya.

d. Joshieda, Profesionalisme Notaris Dihubungkan Dengan Keberadaan

Majelis Pengawas Notaris Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun

2004 Tentang Jabatan Notaris, tesis Program Magister Kenotariatan

Universitas Jayabaya, 2015. Pokok permasalahan yang dibahas adalah

apakah kendala yang dihadapi oleh Majelis Pengawas Daerah Notaris

dalam memberikan perlindungan hukum kepada notaris dan

bagaimanakah perlindungan hukum yang diberikan Majelis Pengawas

Daerah kepada notaris. Hal ini berbeda, karena yang menjadi pokok

permasalahan di dalam penelitian ini adalah kendala yang dihadapi

Majelis Pengawas Notaris baik kendala yang ada di organisasi

maupun kendala dari notaris itu sendiri. Selanjutnya penelitian ini

membahas perlindungan hukum oleh Majelis Pengawas Notaris

kepada notaris.
150

e. Terry, Penerapan Izin Majelis Pengawas Notaris Sebagai Bentuk

Perlindungan Profesi Pasca Terbitnya Putusan Mahkamah Konstitusi

Nomor 49/PUU-X/2012 Dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 2

tahun 2014, tesis Ptogram Studi Magister Kenotariatan Universitas

Jayabaya, 2015, permasalahan yang dibahas adalah bagaimana

penerapan izin Majelis Pengawas Notaris dalam melindungi jabatan

notaris sebelum dan sesudah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

49/PUU-X/2012 dan bagaimanakah upaya yang dilakukan oleh notaris

dalam menjaga kerahasiaan jabatannya setelah putusan Putusan

Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU-X/2012. Hal ini berbeda,

karena yang menjadi pokok permasalahan adalah bagaimanakah izin

Majelis Pengawas Notaris sebelum atau pasca Putusan Mahkamah

Konstitusi Nomor 49/PUU-X/2012 dan bagaimana perlindungan

hukum kepada notaris dalam hal terdapat proses hukum terkait

panggilan dari penyidik, jaksa atau acara sidang yang dilakukan

hakim.
151

DAFTAR BACAAN

A. BUKU

Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum, Prenadamedia, Jakarta, 2015.

Andi Prajitno A A., Pengetahuan Praktis Tentang Apa Dan Siapa Notaris Di
Indonesia, Cetakan I, Putra Media Nusantara, Surabaya, 2010.

Andrea Septiyani, Kewenangan, Kewajiban, Dan Larangan Notaris, Tange-


rang Selatan, 2019.

Bernard L. Tanya, et.al, Teori Hukum, Genta Publishing, Yogyakarta, 2013.

Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, RajaGrafindo Persada,


Jakarta, 2016.

Freddy Harris, Leny Helena, Notaris Indonesia, Lintas Cetak Djaja, Jakarta,
2017.

Gransham Anand, Karakteristik Jabatan Notaris Di Indonesia, Prenadamedia


Group, Jakarta, 2018.

Habib Adjie, Kebatalan Dan Pembatalan Akta Notaris, Refika Aditama,


Bandung, 2015.

---------------, Majelis Pengawas Notaris, Refika Aditama, Bandung, 2015.

---------------, Memahami Dan Menguasai Teori Akta Notaris, Ragam Awal


Akta, Komparisi, Dan Akhir Akta Notaris, Duta Nusindo, Semarang,
2018.

---------------, Memahami: Majelis Pengawas Notaris Dan Majelis Kehormat-


an Notaris, Refika Aditama, Bandung, 2017.

---------------, Merajut Pemikiran Dalam Dunia Notaris Dan PPAT, Citra


Aditya Bakti, Bandung, 2014.

124
152

---------------, Sanksi Perdata Dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai


Pejabat Publik, Refika Aditama, Bandung, 2017.

---------------, Sekilas Dunia Notaris Dan PPAT, Mandar Maju, Bandung,


2009.

Hadin Muhjad, Eksistensi Notaris Dalam Dinamika Hukum Dan Kebijakan,


Genta Publishing, Yogyakarta, 2018.

LumbanTobing. G.H.S, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta, 1983.

Mardani, Etika Profesi Hukum, Raja Grafindo Persada, Depok, 2017.

Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Jaminan, Mandar Maju,


Bandung, 2004.

Mochtar Kusumaadmadja, Arief Sidharta, Pengantar Ilmu Hukum, Suatu


Pengenalan Pertama Ruang Lingkup Berlakunya Ilmu Hukum, Buku I,
Alumni, Bandung, 2000.

Muhammad Nuh, Etika Profesi Hukum, Pustaka Setia, Bandung, 2011.

Panduan Akademik Dan Pedoman Penulisan Tesis, Magister Kenotariatan


Universitas Jayabaya, Jakarta, 2017.

Philipus M. Hadjon, et.al, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Ga-


djah Mada University Press, 2018.

Putri A. R. Perlindungan Hukum Terhadap Notaris (Indikator Tugas-Tugas


Jabatan Notaris Yang Berimplikasi Perbuatan Pidana), Sofmedia,
Jakarta, 2011.

Salim, HS, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Disertasi Dan Tesis,
Raja Grafindo Persada, Depok, 2017.

Udin Narsudin, Keterangan Waris, 2017.

-----------------, Tanya Jawab Persoalan Subtansi Notaris Dan PPAT Dalam


Praketk, CV Kumbro, Jakarta, 2018.

B. JURNAL

Philipus M. Hadjon, Tentang Wewenang, Yuridika, Volume 7 Nomor 5 – 6,


Tahun 1997.
153

C. KAMUS

Kamus Besa rBahasa Indonesia, https://kbbi.web.id/(10-02-2019 jam 20.19


WIB).

E. PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Dasar 1945.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Undang-Undang


Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia


Nomor : 7 Tahun 2016 Tentang Majelis Kehormatan Notaris.

Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia


Nomor : M.02.PR.08.10 Tahun 2004 Tentang Tata Cara Pengangkatan
Anggota, Pemberhentian Anggota, Susunan Organisasi, Tata Kerja,
Dan Tata Cara Pemeriksaan Majelis Pengawas Notaris.

Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia


Nomor : 40 Tahun 2015 Tentang Susunan Organisasi, Tata Cara
Pengangkatan Anggota, Pemberhentian Anggota, Dan Tata Kerja
Majelis Pengawas.

Keputusa Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia


Nomor : M.39-PW.07.10 Tahun 2004 tentang Pedoman Pelaksanaan
Tugas Majelis Pengawas Notaris.

Peraturan Perkumpulan, Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Kode


Etik Notaris, Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia (PP – INI), 2018.

Anda mungkin juga menyukai