Anda di halaman 1dari 52

MAKALAH

KEPERAWATAN GERONTIK

SISTEM KARDIOVASKULAR DAN ASUHAN KEPERAWATAN


HIPERTENSI PADA LANSIA

Dosen Pengajar : Ns. Rina Puspita Sari, S.Kep., M.Kep., Sp.Kep.Kom

Disusun Oleh :

Kelompok 1

1. Abdullah Noer Rachmat (17214001)


2. Anggi Luhur Pramesti (17214006)
3. Aisah Handika (17214007)
4. Ayies Yuliawati (17214014)
5. Elvina (17214048)
6. Era Delvi Agnes Savitri (17214049)

TINGKAT 4 A KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) YATSI

Jl. Aria Santika Margasari, Karawaci Kota Tangerang - Banten

Telp. (021) 55726558 / 55725974


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, karena berkat
limpahan rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas makalah
yang berjudul “Sistem Kardiovaskuler Pada Lansia dan Asuhan Keperawatan
Pada Lansia.”.

Kami juga mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Ns. Rina Puspita Sari,
S.Kep., M.Kep., Sp.Kep.Kom selaku Dosen Pengajar pada mata kuliah
Keperawatan Gerontik yang sudah memberikan kepercayaan kepada kami untuk
menyelesaikan tugas makalah ini.

Besar harapan kami terhadap makalah ini agar bermanfaat dalam rangka
menambah pengetahuan juga wawasan mengenai Sistem Kardiovaskuler Pada
Lansia dan Asuhan Keperawatan Pada Lansia.

Oleh karena itu, kami mengharapkan adanya kritik dan saran demi perbaikan
makalah yang akan kami buat di masa yang akan datang. Mudah - mudahan
makalah ini dapat di pahami oleh semua orang khususnya bagi para pembaca.

Kami mohon maaf yang sebesar - besarnya jika terdapat kata - kata yang kurang
berkenan.

Tangerang, 06 Januari 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan Penulisan 2
D. Metode Penulisan 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Anatomi Fisiologi Jantung 3
B. Perubahan Fisiologis Jantung dan Pembuluh Darah Pada Lansia 5
C. Masalah Penyakit yang Terjadi di Sistem Kardiovaskuler Pada Lansia 13
D. Pemeriksaan Fisik Jantung 22
E. Intervensi (Terapi Komplementer Senam Hipertensi) 31

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian 34
B. Diagnosa Keperawatan 43
C. Intervensi Keperawatan 43

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan 47
B. Saran 48

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menua merupakan suatu proses yang terjadi dalam kehidupan
manusia.bertambahnya usia akan diikuti dengan perubahan dari berbagai
sistem tubuh.salah satu perubahan yang terjadi yaitu perubahan pada sistem
kardivaskular.perubahan ini dapat bersifat struktural maupun
fungsional.sistem kardivasular sangat erat kaitanya dengan jantung dan
pembuluh darah dimana jantung dan pembuluh darah merupakan satu
kesatuan integrasi yang mampu memberikan oksigen dan nutrien bagi setiap
sel hidup untuk bertahan hidup.ketika jantung berhenti,berakhirlah pula
kehidupan.

Secara umum perubahan yang disebabkan oleh penuaan berlangsung lambat


dan dengan awitan yang tidak disadari.selain sebagai proses
normal,perubahan fungsi kardiovaskuler pada lansia juga dipengaruhi oleh
beberapa faktor-faktor dimana faktor ini dapat menyebabkan penurunan
fungsi kardiovaskuler dan berisiko tinggi untuk terjadinya penyakit
kardiovaskuler.penyakit kardiovaskular yang sering dialami oleh lansia yaitu
Congestive Heart Failure (CHF), dan hipertensi.penyakit kardivaskuler sangat
berbahaya jika tidak disadari secepat mungkin dan tidak dicegah sedini
mungkin,karena jantung merupakan organ vital dalam tubuh manusia.

Perawat merupakan salah satu profesi yang ikut berperan dalam kesehatan
pada lansia,maka sudah seharusnya perawat mengetahui dan memahami
perubahan yang terjadi di setiap sistem tubuh lansia, salah satunya sistem
kardivaskular. Hal ini bertujuan supaya perawat mengetahui keadaan yang
terjadi pada lansia dan dapat memberikan perawat serta edukasi yang baik
dan tepat.selain itu,perawat juga harus mampu melakukan pengkajian kondisi
kardivaskuler pada lansia.oleh karena itu pada makalah ini dijelaskan
mengenai perubahan fisiologi normal akibat penuaan pada sistem

1
2

kardiovaskular, faktor-faktor yang mempengaruhi sistem


kardiovaskular,pengkajian yang perlu dilakukan dan gangguan patologis yang
sering terjadi pada sistem kardiovaskular lansia.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja perubahan fisiologis pada lansia terkait sistem kardiovaskular?
2. Apa saja faktor resiko yang mempengaruhi sistem kardiovaskular pada
lansia?
3. Bagaimana perubahan patologis pada lansia terkait sistem
kardiovaskular?

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mengetahui kegiatan yang dilakukan pada sistem kardiovaskular pada
lansia.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui apa saja faktor fisiologis yang terjadi pada lansia yang
terkait dengan sistem kardiovaskular meliputi jantung dan pembuluh
darah serta dampak yang ditimbulkan.
b. Mengetahui faktor-faktor risiko yang dapat mempengaruhi sistem
kardiovaskular pada serta menghubungkanya dengan kondisi
fisiologis yang terjadi.
c. Mengetahui perubahan patologis pada lansia terkait sistem
kardiovaskular khususnya saat hipertensi dan gagal jantung.

D. Metode Penulisan
Penulisan makalah ini menggunakan metode questions based learning dengan
studi literature dan kajian pustaka seperti buku, jurnal dan sumber informasi
lain terkait perubahan fisiologis, faktor resiko, pengkajian dan patologis
sistem kardiovaskular pada lansia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Fisiologi Jantung


Sistem kardiovaskuler merupakan organ sirkulasi darah yang terdiri dari
jantung, komponen darah dan pembuluh darah yang berfungsi memberikan
dan mengalirkan suplai oksigen dan nutrisi keseluruh jaringan tubuh yang di
perlukan dalam proses metabolisme tubuh.

Jantung berbentuk seperti pir/kerucut seperti piramida terbalik dengan apeks


(superior-posterior:C-II) berada di bawah dan basis (anterior-inferior ICS –
V) berada di atas. Pada basis jantung terdapat aorta, batang nadi paru,
pembuluh balik atas dan bawah dan pembuluh balik. Jantung sebagai pusat
sistem kardiovaskuler terletak di sebelah rongga dada (cavum thoraks)
sebelah kiri yang terlindung oleh costae tepatnya pada mediastinum
1. Otot jantung
a. Perikardium : sebagai pelindung jantung
b. Miokardium : otot jantung yang menerima darah dari arteri koronaria
c. Endokardium : dinding dalam atrium yang diliputi oleh membran
2. Bagian-bagian jantung:
a. Basis kordis : bagian jantung sebelah atas yang berhubungan dengan
pembuluh darah besar
b. Apeks kordis : bagian bawah jantung berbentuk puncak kerucut
tumpul
3. Ruang-ruang jantung
a. Atrium dekstra / serambi kanan : sebagai tempat menampung darah
mengandung karbondioksida yang berasal dari seluruh tubuh
b. Ventrikel dekstra / serambi kiri : sebagai tempat menampung darah
mengandung oksigen yang berasal dari paru-paru

3
4

c. Atrium sinistra / bilik kanan : sebagai tempat menampung darah


mengandung karbondioksida dari atrium dekstra untuk dilanjutkan
ke paru-paru
d. Ventrikel sinistra / bilik kiri : sebagai tempat menampung darah
mengandung oksigen dari ventrikel dekstra untuk dilanjutkan ke
seluruh tubuh
4. Peredaran darah jantung
Vena kava superior dan vena kava inferior mengalirkan darah ke atrium
dekstra yang datang dari seluruh tubuh. Arteri pulmonalis membawa
darah dari ventrikel dekstra masuk ke paru-paru(pulmo). Antara ventrikel
sinistra dan arteri pulmonalis terdapat katup vlavula semilunaris arteri
pulmonalis. Vena pulmonalis membawa darah dari paru-paru masuk ke
atrium sinitra. Aorta (pembuluh darah terbesar) membawa darah dari
ventrikel sinistra dan aorta terdapat sebuah katup valvulasemilunaris
aorta.
5. Sistem konduksi jantung

a. SA node : Tumpukan jaringan neuromuscular yang kecil berada di


dalam dinding atrium kanan di ujung Krista terminalis.
b. AV node : Susunannya sama dengan SA node berada di dalam
septum atrium dekat muara sinus koronari.
c. Bundle atrioventrikuler : dari bundle AV berjalan ke arah depan
pada tepi posterior dan tepi bawah septum interventrikular.
d. Serabut penghubung terminal (purkinje) : Anyaman yang berada
pada endokardium menyebar pada kedua ventrikel.
6. Bunyi jantung
a. Bunyi pertama: lup
b. Bunyi kedua : dup
c. Bunyi ketiga: lemah dan rendah 1/3 jalan diastolic individu muda
d. Bunyi keempat: kadang-kadang dapat didengar segera sebelum
bunyi pertama
5

B. Perubahan Fisiologis Jantung dan Pembuluh Darah Pada Lansia


1. Perubahan Miokardium
Perubahan meliputi amyloid deposits, akumulasi lipofuscin, degenerasi
basofilik, atrofi miokard atau hipertropi, katup kaku dan menebal, serta
jumlah jaringan ikat meningkat (Miller, 2012). Penuaan tidak
mengakibatkan perubahan ukuran jantung, tetapi dinding ventrikel kiri
cenderung ketebalannya sedikit meningkat. Hal ini diakibatkan oleh
peningkatan densitas kolagen dan hilangnya fungsi serat elastis, sehingga
jantung menjadi mampu untuk distensi dengan kekuatan kontraktil yang
kurang efektif. Penebalan miokardium dan miokardium yang kurang
dapat diregangkan serta katup yang kaku, menyebabkan terjadi
peningkatan waktu pengisian diastolik. Peningkatan tekanan pengisian
diastolik digunakan untuk mempertahankan preload yang adekuat
(Stanley & Bare, 2006). Menurut Miller (2012) perubahan lain yang
terjadi terkait usia yaitu penebalan endokardium atrium, penebalan katup
atrioventrikular, dan kalsifikasi sebagian dari anulus mitral katup aorta.

Menurut Strait & Lakatta (2012), penebalan dinding ventrikel kiri


menyebabkan disfungsi diastolik dan peningkatan afterload. Selain itu,
berhubungan dengan produksi kolagen, ventrikel mulai menebal dan
kaku, serta terjadi penurunan jumlah sel miokard. Setiap perubahan yang
terjadi akan mengganggu kemampuan jantung untuk berkontraksi.
Kontraktilitas menjadi kurang efektif, sehingga membutuhkan lebih
banyak waktu untuk menyelesaikan siklus pengisian diastolik dan
pengosongan sistolik. Kekakuan pada dasar pangkal aorta menghalangi
pembukaan katup secara lengkap, sehinga menyebabkan obstruksi parsial
terhadap aliran darah selama denyut sistol. Menurut Stanley & Beare
(2006) tidak sempurnanya pengosongan ventrikel dapat terjadi selama
waktu peningkatan denyut jantung (misalnya olahraga, stres, dan
demam).
6

2. Perubahan Mekanisme Neuro-conduction


Di mana miokardium menjadi semakin mudah irritable dan kurang
responsif terhadap impuls dari sistem saraf simpatik (Miller, 2012).
Perubahan yang berkaitan dengan usia menyebabkan konsekuensi
fungsional, terutama melibatkan elektrofisiologi jantung (sistem
neuroconduction). Perubahan yang terjadi dalam sistem neuroconduction
yaitu penurunan jumlah sel alat pacu jantung (pacemaker cells) dan
ketidakteraturan dalam bentuk sel-sel alat pacu jantung meningkat.
Perubahan struktural memengaruhi konduksi sistem jantung melalui
peningkatan jumlah jaringan fibrosa dan jaringan ikat. Jumlah total sel
pacemaker mengalami penurunan seiring bertambahnya usia. Berkas his
kehilangan serat konduksi yang membawa impuls ke ventrikel (Stanley
& Beare, 2006).

3. Perubahan Pembuluh Darah


Terlihat sama seperti pada kulit dan otot yang mempengaruhi lapisan
(intima) dari pembuluh darah, terutama arteri. Perubahan yang paling
signifikan pada kulit adalah penurunan elastisitas, sama dengan
pembuluh darah juga mengalami penurunan elastisitas yang
memungkinkan darah bersirkulasi (Touhy & Jett, 2014). Kehilangan
elastisitas mengganggu aliran koroner dan dapat menyebabkan penyakit
kardiovaskular.

Dinding arteri terdiri dari tiga lapisan yaitu tunika adventitia, tunika
media, dan tunika intima (Bolton & Rajkumar, 2011). Adapun perubahan
yang berkaitan dengan usia mempengaruhi dua dari tiga lapisan
pembuluh darah dan akibat yang ditimbulkan bervariasi, tergantung pada
lapisan yang terkena. Misalnya, perubahan dalam tunika intima (lapisan
terdalam) memiliki dampak yang paling serius dalam perkembangan
aterosklerosis, sedangkan perubahan dalam tunika media (lapisan
tengah), berhubungan dengan hipertensi. Tunika eksterna (lapisan
7

terluar) tidak akan terpengaruh dari penuaan. Lapisan ini, terdiri dari
jaringan adiposa dan jaringan ikat yang mendukung serabut saraf dan
vasorum vasa, serta suplai darah untuk tunika media (Miller, 2012).

Tunika intima terdiri dari satu lapis sel endotel pada lapisan tipis jaringan
ikat. Fungsi tunika intima yaitu mengontrol masuknya lipid dan zat lain
dari darah ke dalam dinding arteri. Sel endotel yang utuh membuat darah
mengalir bebas tanpa adanya pembekuan. Namun, ketika sel-sel endotel
mengalami kerusakan, akan terjadi pembekuan.Tunika intima dapat
menebal karena fibrosis, proliferasi sel dan akumulasi lipid juga kalsium.
Selain itu, ukuran dan bentuk sel-sel endotel menjadi tidak teratur,
sehingga perubahan tersebut menyebabkan perbesaran dan pemanjangan
arteri. Akibatnya, dinding arteri lebih rentan mengalami aterosklerosis
(Bolton & Rajkumar, 2011; Miller, 2012).

Tunika media terdiri dari lapisan tunggal atau beberapa sel otot polos
yang dikelilingi oleh elastin dan kolagen. Sel-sel otot polos yang terdapat
pada jaringan berfungsi untuk memproduksi kolagen, proteoglikan, dan
serat elastis. Lapisan ini mengendalikan pengembangan dan kontraksi
arteri karena struktur dari lapisan ini. Perubahan tunika media yang
terjadi akibat penuaan yaitu peningkatan kolagen dan penipisan serta
kalsifikasi serat elastin yang menyebabkan kekakuan pembuluh
darah.Selain itu, perubahan yang terjadi pada tunika media menyebabkan
peningkatan resistensi perifer, gangguan fungsi baroreseptor, dan
berkurangnya kemampuan untuk meningkatkan aliran darah ke organ
vital. Perubahan tersebut dapat meningkatkan resistensi terhadap aliran
darah dari jantung, sehingga ventrikel kiri dipaksa untuk bekerja lebih
keras. Baroreseptor di arteri besar menjadi kurang efektif dalam
mengontrol tekanan darah, terutama selama perubahan postural. Secara
keseluruhan, peningkatan kekakuan pembuluh darah menyebabkan
sedikit peningkatan tekanan darah sistolik (Miller, 2012). Pembuluh
darah vena juga mengalami perubahan yang serupa dengan arteri, tetapi
8

pada tingkatan yang lebih rendah. Vena menjadi lebih tebal, lebih
dilatasi, dan kurang elastis seiring dengan bertambahnya usia. Katup
vena besar pada kaki menjadi kurang efisien dalam mengembalikan
darah ke jantung, sehingga edema ekstremitas bawah berkembang lebih
cepat dan lansia lebih berisiko mengalami thrombosis vena karena
melemahnya sirkulasi vena. Sirkulasi perifer selanjutnya dipengaruhi
oleh penurunan massa otor dan bersamaan dengan pengurangan pada
permintaan oksigen (Miller, 2012; Touhy & Jett, 2014).

4. Adanya Mekanisme Baroreflex


Terjadi dimana sudah menjadi proses fisiologis, ketika mengatur tekanan
darah tubuh akan meningkatkan atau menurunkan denyut jantung dan
resistensi pembuluh darah perifer. Resistensi pembuluh darah perifer
berfungsi untuk mengkompensasi penurunan sementara atau peningkatan
tekanan arteri. Baroreseptor di arkus aorta dan sinus karotis sebenarnya
reseptor regang. Penurunan distensi pada reseptor ini, menyebabkan
penambahan aktivitas pada sistem parasimpatik dan ihibisi sistem aliran
saraf.

Proses menua mengakibatkan perubahan mekanisme baroreflex termasuk


pengerasan arteri dan pengurangan respon kardiovaskuar terhadap
stimulasi adrenergik. Selain itu terjadi perubahan miokardium, perubahan
afterload, dan perubahan mekanisme neuro-conduction. Untuk itu
perawat perlu mengerti perubahan tersebut untuk melihat keabnormalan
apa yang mungkin terjadi pada lansia untuk memberikan intervensi
terbaik bagi lansia.
9

5. Tabel Perubahan Fisiologis Sistem Kardiovaskular Pada Lansia


Untuk memudahkan pemahaman, berikut merupakan tabel perubahan
fisiologis sistem kardiovaskular pada lansia:

No. Organ / Jaringan Perubahan Fisiologis Efek/Dampak


1. Jantung Miokardium Menyebabkan
mengalami hipertrofi gagal jantung
yang dapat mengubah
dinding ventrikel kiri
dan septum ventrikel
perlahan menebal
Struktur miokardium Miokardium
menunjukan yang kurang
terjadinya peningkatan dapat
kolagen dan jaringan diregangkan
ikat menyebabkan
terjadi
peningkatan
waktu
pengisian
diastolik.
Peningkatan
tekanan
pengisian
diastolik
digunakan
untuk
mempertahanka
n preload yang
adekuat
Penurunan jumlah sel Disritmia,
10

pacemaker, SA node terutama


dan AV node kurang fibrilasi atrial
efisien dalam dan Premature
menghantarkan impuls Ventricular
Contractions
(PVCs),
penurunan
respon denyut
jantung
terhadap stres
Inkompeten katup Penurunan
jantung curah jantung
(stenosis/regurgitasi): (cardiac
mengalami penebalan output),
dan kekakuan yang terdapat bunyi
disebabkan karena jantung
penuaan akibat murmur,
kalsifikasi dan hipertensi
fibrosis. ortostatik
Penurunan tekanan Faktor risiko
diastolic terjadinya
cerebrovascula
r atau stroke
Bunyi jantung S4 Kemungkinan
semakin jelas CAD
(Coronary
Artery
Disease),
hipertensi,
stenosis aorta,
atau anemia
11

berat
Penurunan reaksi Menurunkan
miokardial dan aktivitas
pembuluh darah barorefleks
terhadap stimulus β- (baroreseptor
adrenergik dan
kemoreseptor)
yang
berhubungan
dengan
keseimbangan
dalam kontrol
neuroendokrin
Penurunan sensitivitas Hipotensi
baroreseptor postural,
peningkatan
risiko jatuh
2. Pembuluh darah Peningkatan resistensi Darah sulit
pembuluh darah untuk kembali
kapiler ke jantung dan
paru-paru
Katup vena tidak Varises dan
berfungsi secara pengumpulan
efisien darah di perifer
membentuk
edema
Penurunan elastisitas Hipertensi,
(arteriosclerosis), oksigen
pembentukan plak jaringan
(atherosclerosis), dan menurun,
12

dinding arteri perifer penurunan


dan aorta menebal respon
karena terjadi baroreseptor
peningkatan kolagen (respon
dan lemak serta terhadap panas
penurunan elastin dan dingin),
serta disfungsi hipertrofi
endotelial ventrikel kiri,
penurunan
tekanan
diastolik,
peningkatan
tekanan
sistolik,
tekanan nadi
meningkat
Dinding kapiler Pertukaran
menebal nutrisi dan
produk limbah
antara darah
dan jaringan
lambat
3. Darah Darah mengalir lebih Penyembuhan
lambat luka lebih lama
dan
berpengaruh
pada
metabolisme
dan distribusi
obat lama
Penurunan jumlah Oksigen
13

darah yang dipompa jaringan


di sepanjang sistem menurun,
kardiovaskuler penurunan
kapasitas untuk
latihan

C. Masalah Penyakit yang Terjadi di Sistem Kardiovaskuler Pada Lansia


1. Hipertensi
Penyakit yang dijumpai pada orang-orang lanjut usia adalah hipertensi
atau tekanan darah tinggi yaitu peningkatan darah sistolik mencapai 140
mmHg atau lebih dan tekanan darah diastolik mencapai 90 mmHg atau
lebih tinggi pada dua kali pengukuran yang berbeda, yang memerlukan
pengobatan dengan obat antihipertensi (Miller, 2012; Touhy & Jett,
2014). Pada lansia, nilai normal tekanan darah yaitu apabila tekanan
darah sistolik 130 mmHg dan tekanan darah diastolik 85 mmHg (Miller,
2012). Pada orang berusia 65 tahun ke atas, hipertensi lebih banyak
diderita oleh wanita daripada pria (Tabloski, 2014). Menurut American
Heart Association (2017), tekanan darah pada dewasa diklasifikasikan
sebagai berikut; normal apabila sistolik kurang dari 120 mmHg dan
diastolik kurang dari 80 mmHg; meningkat apabila sistolik 120-129
mmHg dan diastolik kurang dari 80 mmHg; hipertensi stage 1 apabila
sistolik 130-139 mmHg dan diastolik 80-89 mmHg; hipertensi stage 2
apabila sistolik lebih atau sama dengan 140 mmHg dan diastolik lebih
atau sama dengan 90 mmHg.
Penyebab hipertensi yang mendasarinya tidak diketahui pada kebanyakan
kasus dan kasus ini diklasifikasikan sebagai hipertensi primer, sedangkan
pada sebagian kasus kecil yang telah diketahui penyebab spesifik disebut
sebagai hipertensi sekunder (Tabloski, 2014). Beberapa mekanisme
fisiologis terlibat sebagai penyebab hipertensi, termasuk (1) disfungsi
sistem saraf otonom dengan respons berlebihan terhadap pemicu otonom;
14

(2) perbedaan genetik pada reabsorbsi natrium ginjal, yang sangat umum
terjadi pada orang kulit hitam non-Hispanik; (3) disfungsi sistem renin-
angiotensin-aldosteron, yang menghasilkan peningkatan air tubuh; (4)
gangguan responsif endovaskular; dan (5) resistensi insulin, karena
hipertensi dan diabetes sering terjadi bersamaan (Tabloski, 2014).
Terdapat faktor risiko hipertensi, seperti umur, jenis kelamin, riwayat
keluarga, genetik (faktor risiko yang tidak dapat diubah atau dikontrol),
kebiasaan merokok, konsumsi garam, konsumsi lemak jenuh,
penggunaan jelantah, kebiasaan konsumsi minuman beralkohol, obesitas,
kurang aktivitas fisik, stres dan penggunaan estrogen (Kementerian
Kesehatan RI, 2014; Touhy & Jett, 2014).

Berikut merupakan proses patofisiologis yang terjadi pada lansia.


Lapisan medial dinding arteri mengalami hipertrofi pada tahap awal
hipertensi (Tabloski, 2014). Hal ini menyebabkan penyempitan pada
pembuluh darah. Akhirnya, endothelium menjadi tidak mampu
mendukung vasodilatasi. Hipertensi mempercepat laju aterosklerosis
berkembang di aorta dan pembuluh darah besar (McCance & Huether,
2010 dalam Tabloski, 2014). Arteriosklerosis terjadi saat lesi bersifat
konsentris dan melebar (Tabloski, 2014). Arteri ini menjadi kaku karena
elastin hilang dan kolagen meningkat. Jantung mengembangkan
hipertrofi ventrikel kiri dan peningkatan risiko penyakit arteri koroner
(Tabloski, 2014).

Pada hipertensi jangka panjang, arteriol aferen ginjal gagal melindungi


membran glomerulus, menghasilkan tekanan penyaringan yang
meningkat. Perubahan-perubahan pada volume cairan memengaruhi
tekanan arteri sistematik. Dengan demikian kelainan dalam transpor
natrium dalam tubulus ginjal mungkin menyebabkan hipertensi esensial.
Ketika kadar natrium dan air berlebih, volume total darah meningkat,
dengan demikian meningkatkan tekanan darah. Perubahan-perubahan
patologis yang mengubah ambang tekanan di mana ginjal
15

mengekskresikan garam dan air mengubah tekanan darah sistemik.


Protein terlarut, yang biasanya tidak melewati membran glomerulus,
dapat dipaksa masuk dan hilang dalam urin sebagai proteinuria
(Tabloski, 2014).

Perubahan vaskular di retina terlihat pada pemeriksaan oftalmoskopik


dan muncul sebagai perdarahan, eksudat, bercak seperti kapas, dan
perubahan ketebalan dinding vaskular (Tabloski, 2014). Nadi arteri yang
tergores menghasilkan dinding arteri menebal menyilang pembuluh darah
dan menyebabkan lekukan. Pembuluh darah ke otak berubah dalam
hipertensi jangka panjang, sehingga terjadi penyempitan lumen internal.
Tingkat stroke meningkat pada pasien hipertensi (Tabloski, 2014).

Hipertensi disebut sebagai silent killer karena gejalanya dapat bervariasi


pada setiap individu dan hampir sama dengan gejala penyakit lainnya.
Tanda dan gejala yang muncul dan mungkin dialami oleh penderita
hipertensi yaitu peningkatan tekanan darah baik sistol maupun diastol,
sakit kepala atau kepala berat di tengkuk, pendarahan melalui hidung,
napas terasa lebih pendek, jantung berdebar-debar, mudah lelah,
penglihatan kabur, telinga berdenging (tinnitus) dan kecemasan berat
(Kementerian Kesehatan RI, 2014).

Menurut AHA (2017), pemeriksaan yang dapat dilakukan, yaitu


pengukuran tekanan darah menggunakan sfigmomanometer; tes
laboratorium, seperti urinalisis, glukosa darah, hematokrit dan lipid
panel, potasium serum, kreatinin, dan kalsium (opsional: kencing rasio
albumin / kreatinin); elektrokardiogram; serta ambulatory blood pressure
monitoring (ABPM).

Berdasarkan pada JNC 8, pada populasi umum berusia ≥ 60 tahun, terapi


farmakologis untuk menurunkan tekanan darah dimulai jika tekanan
darah sistolik ≥ 150 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg
dengan target sistolik < 150 mmHg dan target diastolik < 90 mmHg
16

(mendapat rekomendasi kuat- tingkat rekomendasi A) (James et al,


2014). Jika terapi farmakologis hipertensi menghasilkan tekanan darah
sistolik lebih rendah (misalnya < 140 mmHg) dan ditoleransi baik tanpa
efek samping kesehatan dan kualitas hidup, dosis tidak perlu disesuaikan
(Opini ahli, tingkat rekomendasi E) (James et al, 2014). Pada populasi
non-kulit hitam umum, termasuk mereka dengan diabetes, terapi
antihipertensi awal sebaiknya mencakup diuretik tipe thiaziade, calcium
channel blocker (CCB), angiotensin-converting enzyme inhibitor
(ACEI), atau angiotensin receptor blocker (ARB) (Rekomendasi sedang,
tingkat rekomendasi B) (James et al, 2014).

Jika target tekanan darah tidak tercapai dalam 1 bulan perawatan


tingkatkan dosis obat awal atau tambahkan obat kedua dari salah satu
kelas yang direkomendasikan dalam rekomendasi 6 (thiazide-type
diuretic, CCB, ACEI, atau ARB) (James et al, 2014). Dokter harus terus
menilai tekanan darah dan menyesuaikan regimen perawatan sampai
target tekanan darah dicapai. Jika target tekanan darah tidak dapat dicapai
dengan 2 obat, tambahkan dan titrasi obat ketiga dari daftar yang
tersedia. Jangan gunakan ACEI dan ARB bersama-sama pada satu
pasien. Jika target tekanan darah tidak dapat dicapai menggunakan obat
di dalam rekomendasi 6 karena kontraindikasi atau perlu mengggunakan
lebih dari 3 obat, obat antihipertensi kelas lain dapat digunakan (James et
al, 2014). Jika target tekanan darah tidak dapat tercapai dengan strategi di
atas atau untuk penenganan pasien komplikasi yang membutuhkan
konsultasi klinis tambahan rujuk ke spesialis hipertensi (Opini ahli,
tingkat rekomendasi E).

Tabel 2 Obat antihipertensi yang direkomendasikan dalam JNC 8


17

2. Gagal Jantung
Congestive heart failure (CHF) atau gagal jantung kongestif adalah salah
satu penyakit pada sistem kardiovaskular yang menjadi salah satu
penyakit yang mematikan. CHF merupakan kondisi lanjutan atau lebih
parah dari gagal jantung atau heart failure (HF). Prevalensi penderita HF
sendiri terbilang meningkat seiring bertambahnya usia. Berdasarkan data
dari National Health and Nutrition Examination Survey tahun 2011-2014
dalam American Heart Associations (2017), presentasi penderita gagal
jantung pada usia 60-79 tahun mencapai 6.2% pada laki-laki dan 5.7%
pada perempuan. Jumlah tersebut meningkat pada usia lebih dari 80,
presentasi penderita HF mencapai 14.1% pada laki-laki dan 13.4% pada
perempuan. Kejadian dan prevalensi gagal jantung kronis (CHF)
meningkat seiring bertambahnya usia, karena kombinasi perubahan
fisiologis dan anatomis yang terkait dengan penuaan, dan meningkatnya
frekuensi kondisi komorbid yang merupakan predisposisi CHF [ CITATION
Car16 \l 1033 ].
Secara umum, patofisiologi gagal jantung menurut Tabloski (2014)
dimulai ketika miokard jantung kehilangan kontraktilitasnya yang
memnyebabkan jantung tidak mampu untuk menghasilkan curah jantung
yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Otot jantung tidak
18

menerima cukup suplai darah untuk merespons peningkatan permintaan


dan akan terjadi intoleransi aktivitas pada orang tersebut. Ketika curah
jantung tersebut menurun, tubuh akan melakukan adaptasi dengan
beberapa mekanisme kompensasi. Salah satu mekanisme kompensasi
yang dilakukan tubuh dimediasi oleh saraf simpatik yang menghasilkan
peningkatan denyut jantung dan peningkatan retensi vaskuler.
Mekanisme kompensasi yang lainnya dimediasi oleh ginjal yang
merespons dengan memproduksi renin yang pada prosesnya akan
menyebabkan pembentukan Angiostensin I. Aingistensin I akan
ditransformasi menjadi Angiostensin II yang merupakan vasokonstriktor
kuat sehingga bisa bedampak pada peningkatan tekanan darah dan juga
retensi vaskuler. Keadaan ini akan meningkatkan afterload dan
selanjutnya akan mengurangi curah jantung. Angiostensin II juga
mempromosikan pelepasan Aldosteron yang menghasilkan retensi
natrium dan air. Kondisi ini juga akan berakibat pada gagal jantung.
Peningkatan volume darah dapat menyebabkan edema paru. Mekanisme
kompensasi lainnya melibatkan dilatasi ventikel yang merupakan situasi
yang dapat memanfaatkan repon Frank-Starling pada keadaan normal.
Pada respon Frank-Starling serat miokard yang diregangkan mampu
berkontraksi dengan usaha yang meningkat sehingga bisa menghasilkan
peningkatan curah jantung. Jika serat menjadi meregang tetapi usaha
untuk berkontaksi menurun sehingga bisa memperburuk keadaan gagal
jantung.

Tanda dan gejala umum yang timbul pada lansia dengan gagal jantung
meliputi kelelahan atau sesak nafas (dispnea), ketidakmampuan untuk
berbaring tanpa disertai sesak nafas (ortopnea), terbangun di malam hari
sambil ternengah-engah, kehilangan berat badan, dan bengkak pada
ekstremitas bawah. Dipsnea dapat terjadi saat isritahat atau saat
melakukan aktivitas atau mungkin juga terjadi di malam hari
(paroxysmal nocturnal dyspnea) [ CITATION Tou14 \l 1033 ]. Sedangkan
19

untuk faktor risiko terbesar pada gagal jantung adalah coronary artery
disease (CAD) adah hipertensi. Selain itu riwayat keluarga, obat
kardiotoksik (beberaapa obat kemoterapi kanker), merokok, obesitas,
abnormalitas pulmonari, penyalahgunaan alkohol dan diabetes mellitus
[ CITATION Tab14 \l 1033 ].
Tes diagnostik dan laboratorium yang digunakan mencakup
elektrokardiogram yang dapat menjabarkan perubahan gelombang ST-T
yang dapat mengindikasikan iskemia miokard, atrial fibrillation atau
gelombang W dari infark miokard sebelumnya. Ekokardiogram untuk
melihat ukuran ruang dan fungsi katup yang dapat memberikan informasi
terkait stroke volume, fraksi ejeksi dan curah jantung. Tes darah lengkap
khususnya untuk melihat indikasi anemia yang dapat memperburuk
kondisi HF. tes untuk peningkatan kreatinin serum yang dapat
mengindikasikan insufisiensi ginjal dan tes fungsi tiroid. Selain itu tes B-
type natriuretic peptide (BNP) yang digunakan untuk menilai tingkat
fungsi jantung. BNP sendiri meruakan peptide yang dilepaskan oleh
ventrikel jantung sebagai respon terhdaap kelebihan cairan [ CITATION
Tab14 \l 1033 ].
Untuk membantu mengatasi masalah gagal jantung dapat dilakukan
manajemen asuhan keperawatan. Pada pengkajian berusaha mendapatkan
informasi tentang riwayat kejadian yang berhubungan dengan masalah
kardiovaskular. Pemantauan tanda-tanda vital, hasil laboratorium dan
fungsi ginjal serta penilaian fungsi jantung dan pernafasan dan
melakukan pemeriksaan status mental juga menjadi penting. Pada
auskultasi akan terjadi kesenjangan atau saat suara jantung kedua
berhenti, dimulai kembali dan akhirnya tidak terdengar merupakan
keadaan umum yang terjadi pada orang dewasa yang lebih tua. Bagi
orang dengan masalah kardiovaskular, tujuan terapi adalah menurunkan
gejala, meningkatkan kualitas hidup, mengurangi angka kematian dan
morbiditas dan memperlambat atau menghentikan perkembangan
disfungsi melalui penggunaan terapi obat agresif. Tujuan tambahan
20

adalah memaksimalkan fungsi dan kulaitas hidup orang yang lebih tua
jika sesuai, berikan ahli peawatan paliatif. Di saat yang bersamaan
lakukan juga terapi pendukung yang mencakup modifikasi diet dengan
mengurangi lemak, kolesterol, dan sodium; olahraga; pendidikan
kesehatan; serta dukungan keluarga dan sosial [ CITATION Tou14 \l 1033 ].
Berikut akan disajikan bagan penatalaksanaan farmakologi gagal jantung
berdasarkan tingkatan keparahannya.

Bagan tingkatan, fenotip dan pengobatan pada gagal jantung


(American Heart Association, 2017)

3. Penyakit jantung koroner


Akibat yang besar dari penyakit jantung koroner adalah kehilangan
oksigen dan maknan ke jantung karena aliran darah ke jantung melalui
arteri koroner berkurang. Penyakit jantung koroner lebih banyak
menyerang peria daripada wanita, orang kulit putih dan separoh bayi
sampai dengan lanjut usia.
21

Penyebab dari jantung koroner ini adalah aterosklorosis, pada


aterosklorosis terjadi plak lemak dan jaringan serat sehingga
menyempitkan bagian dalam arteri jantung. Penyebab lainnya adalah
faktor keturunan, hipertensi, kegemukan, merokok, diabetes, stress,
kurang olahraga dan kolesterol tinggi.
Gejala yang muncul pada penyakit jantung koroner ini adalah angina,
yaitu ketidak cukupan aliran oksigen ke jantung. Perasaan sakit angina
terjadi seperti: terbakar, tertekan, dan tekanan berat di dada kiri yang
dapat meluas ke lengan kiri, leher, dagu, dan bahu. Tanda yang khas saat
penyerangan adalah timbulnya rasa mual, muntah, pusing, keringat
dingin dan tungkai serat lengan menjadi dingin.
Mencegah adalah cara yang paling efektif dan sangat diperlukan sekali
untuk menghindari penyakit jantung koroner, seperti: diet dengan
mengurangi kalori, mengurani konsumsi garam, lemak, koresterol, sering
berolahraga, dan kurangi merokok,. Pencegahan linnya adalah dengan
kontrol tekanan darah, menurunkan trigliserida darah dan makan 2,5
gram aspirin setiap hari (untuk mencegah pembekuan darah).

4. Serangan jantung
Serangan jantung terjadi apabila salah satu arteri jantung tidak sanggup
lagi mensuplai darah ke bagian otot jantung yang dialirinnya. Apabila
terjadi keterlambatan dalam pengobatan akan mengakibatkan kematian.
Hampir separoh dari kematian mendadak kerena serangan jantung terjadi
sebelum pasien tiba dirumah sakit.

Penyebab dari serangan jantung ini adalah karena pembentukan


arterisklerosis (pengerasan arteri jantung) yang berakibat pada penurunan
aliran darah. Faktor resikonya meliputi: faktor keturunan, tekanan darah
tinggi, merokok, koresterol tinggi, diabetes, kegemukan, kurang
olahraga, pemakaian obat-obatan (terutama kokain), umur dan stres.
22

Gejala umum serangan jantung ini adalah rasa sakit seperti menusuk-
nusuk dan bersifat presisten pada dada kiri, menyebar ke lengan, rahang,
leher, dan bahu sampai 12 jam lamanya atau bahkan lebih. Tanda lain
adalah perasaan seperti binggung (bodoh), lelah, mual. Muntah, sesak
napas, dingin dilengan dan tungkai dan tungkai, keringat dingin, cemas
dan gelisah.

D. Pemeriksaan Fisik Jantung


Pemeriksaan fisik jantung meliputi : inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi
1. Inspeksi
a. Voussure Cardiaque
Merupakan penonjolan setempat yang lebar di daerah precordium, di
antara sternum dan apeks codis. Kadang-kadang memperlihatkan
pulsasi jantung . Adanya voussure Cardiaque, menunjukkan adanya :
- kelainan jantung organis
- kelainan jantung yang berlangsung sudah lama/terjadi sebelum
penulangan sempurna
- hipertrofi atau dilatasi ventrikel
b. Ictus
Pada orang dewasa normal yang agak kurus, seringkali tampak
dengan mudah pulsasi yang disebut ictus cordis pada sela iga V,
linea medioclavicularis kiri. Pulsasi ini letaknya sesuai dengan
apeks jantung. Diameter pulsasi kira-kira 2 cm, dengan punctum
maksimum di tengah-tengah daerah tersebut. Pulsasi timbul pada
waktu sistolis ventrikel. Bila ictus kordis bergeser ke kiri dan
melebar, kemungkinan adanya pembesaran ventrikel kiri. Pada
pericarditis adhesive, ictus keluar terjadi pada waktu diastolis, dan
pada waktu sistolis terjadi retraksi ke dalam. Keadaan ini disebut
ictus kordis negatif. Pulpasi yang kuat pada sela iga III kiri
disebabkan oleh dilatasi arteri pulmonalis. Pulsasi pada supra
sternal mungkin akibat kuatnya denyutan aorta. Pada hipertrofi
23

ventrikel kanan, pulsasi tampak pada sela iga IV di linea sternalis


atau daerah epigastrium. Perhatikan apakah ada pulsasi arteri
intercostalis yang dapat dilihat pada punggung. Keadaan ini
didapatkan pada stenosis mitralis. Pulsasi pada leher bagian bawah
dekat scapula ditemukan pada coarctatio aorta.

2. Palpasi
Hal-hal yang ditemukan pada inspeksi harus dipalpasi untuk lebih
memperjelas mengenai lokalisasi punctum maksimum, apakah kuat
angkat, frekuensi, kualitas dari pulsasi yang teraba. Pada mitral
insufisiensi teraba pulsasi bersifat menggelombang disebut ”vantricular
heaving”. Sedang pada stenosis mitralis terdapat pulsasi yang bersifat
pukulan-pukulan serentak disebut ”ventricular lift”. Disamping adanya
pulsasi perhatikan adanya getaran ”thrill” yang terasa pada telapak
tangan, akibat kelainan katup-katup jantung. Getaran ini sesuai dengan
bising jantung yang kuat pada waktu auskultasi. Tentukan pada fase apa
getaran itu terasa, demikian pula lokasinya.

3. Perkusi
Kegunaan perkusi adalah menentukan batas-batas jantung. Pada
penderita emfisema paru terdapat kesukaran perkusi batas-batas jantung.
Selain perkusi batas-batas jantung, juga harus diperkusi pembuluh darah
besar di bagian basal jantung. Pada keadaan normal antara linea sternalis
kiri dan kanan pada daerah manubrium sterni terdapat pekak yang
merupakan daerah aorta. Bila daerah ini melebar, kemungkinan akibat
aneurisma aorta.

4. Auskultasi Jantung
Pemeriksaan auskultasi jantung meliputi pemeriksaan : bunyi jantung ,
bising jantung, gesekan pericard
a. Bunyi Jantung
Untuk mendengar bunyi jantung diperhatikan :
24

1) Lokalisasi dan asal bunyi jantung


Auskultasi bunyi jantung dilakukan pada tempat-tempat sebagai
berikut :
- ictus cordis untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari
katup mitral
- sela iga II kiri untuk mendengar bunyi jantung yang berasal
dari katup pulmonal.
- Sela iga III kanan untuk mendengar bunyi jantung yang berasal
dari aorta
- Sela iga IV dan V di tepi kanan dan kiri sternum atau ujung
sternum untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari
katup trikuspidal.
Tempat-tempat auskultasi di atas adalah tidak sesuai dengan
tempat dan letak anatomis dari katup-katup yang bersangkutan.
Hal ini akibat penghantaran bunyi jantung ke dinding dada.

2) Menentukan bunyi jantung I dan II


Pada orang sehat dapat didengar 2 macam bunyi jantung :
- Bunyi jantung I, ditimbulkan oleh penutupan katup-katup
mitral dan trikuspidal. Bunyi ini adalah tanda mulainya fase
sistole ventrikel.
- Bunyi jantung II, ditimbulkan oleh penutupan katup-katup
aorta dan pulmonal dan tanda dimulainya fase diastole
ventrikel.
Bunyi jantung I di dengar bertepatan dengan terabanya pulsasi
nadi pada arteri carotis.

3) Intesitas dan Kualitas Bunyi


Intensitas bunyi jantung sangat dipengaruhi oleh keadaan-keadaan
sebagai berikut :
- Tebalnya dinding dada
25

- Adanya cairan dalam rongga pericard


Intensitas dari bunyi jantung harus ditentukan menurut
pelannya atau kerasnya bunyi yang terdengar. Bunyi jantung I
pada umumnya lebih keras dari bunyi. Jantung II di daerah
apeks jantung, sedangkan di bagian basal bunyi jantung II
lebih besar daripada bunyi jantung I. Jadi bunyi jantung I di
ictus (M I) lebih keras dari M 2, sedang didaerah basal P 2
lebih besar dari P 1, A 2 lebih besar dari A 1.
Hal ini karena :
M 1 : adalah merupakan bunyi jantung akibat penutupan mitral
secara langsung.
M 2 : adalah penutupan katup aorta dan pulmonal yang
dirambatkan.
P 1 : adalah bunyi M 1 yang dirambatkan
P 2 : adalah bunyi jantung akibat penutupan katup pulmonal
secara langsung
A 1 : adalah penutupan mitral yang dirambatkan
A 2 : adalah penutupan katub aorta secara langsung
A 2 lebih besar dari A 1.
Kesimpulan : pada ictus cordis terdengar bunyi jantung I
secara langsung sedang bunyi jantung II hanya dirambatkan
(tidak langsung) Sebaliknya pada daerah basis jantung bunyi
jantung ke 2 merupakan bunyi jantung langsung sedang bunyi
I hanya dirambatkan Beberapa gangguan intensitas bunyi
jantung.
a) Intensitas bunyi jantung melemah pada :
- orang gemuk
- emfisema paru
- efusi perikard
- payah jantung akibat infark myocarditis
b) Intensitas bunyi jantung I mengeras pada:
26

- demam
- morbus basedow (grave’s disease)
- orang kurus (dada tipis)
c) Intensitas bunyi jantung A 2 meningkat pada :
- hipertensi sistemik
- insufisiensi aorta
d) Intensitas bunyi jantung A 2 melemah pada :
- stenose aorta
- emfisema paru
- orang gemuk
e) Intensitas P 2 mengeras pada :
- Atrial Septal Defect (ASD)
- Ventricular Septal Defect (VSD)
- Patent Ductus Arteriosus (PDA)
- Hipertensi Pulmonal
f) Intensitas P 2 menurun pada :
- Stenose pulmonal
Intensitas bunyi jantung satu dengan yang lainnya
(yang berikutnya) harus dibandingkan. Bila intensitas
bunyi jantung tidak sama dan berubah ubah pada
siklus-siklus berikutnya, hal ini merupakan keadaan
myocard yang memburuk.

Perhatikan pula kualitas bunyi jantung


Pada keadaan splitting (bunyi jantung yang pecah), yaitu bunyi
jantung I pecah akibat penutupan katup mitral dan trikuspid
tidak bersamaan. Hal ini mungkin ditemukan pada keadaan
normal. Bunyi jantung ke 2 yang pecah, dalam keadaan normal
ditemukan pada waktu inspitasi di mana P 2 lebih lambat dari
A 2. Pada keadaan dimana splitting bunyi jantung tidak
menghilang pada respirasi (fixed splitting), maka keadaan ini
27

biasanya patologis dan ditemukan pada ASD dan Right Bundle


branch Block (RBBB).

4) Ada tidaknya bunyi jantung III dan bunyi jantung IV


Bunyi jantung ke 3 dengan intensitas rendah kadang-kadang
terdengar pada akhir pengisian cepat ventrikel, bernada rendah,
paling jelas pada daerah apeks jantung. Dalam keadaan normal
ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda. Dalam keadaan
patologis ditemukan pada kelainan jantung yang berat misalnya
payah jantung dan myocarditis. Bunyi jantung 1, 2 dan 3 memberi
bunyi seperti derap kuda, disebut sebagai protodiastolik gallop.
Bunyi jantung ke 4 terjadi karena distensi ventrikel yang
dipaksakan akibat kontraksi atrium, paling jelas terdengar di
apeks cordis, normal pada anak-anak dan pada orang dewasa
didapatkan dalam keadaan patologis yaitu pada A – V block dan
hipertensi sistemik. Irama yang terjadi oleh jantung ke 4 disebut
presistolik gallop

5) Irama dan frekuensi bunyi jantung


Irama dan frekuensi bunyi jantung harus dibandingkan dengan
frekuensi nadi. Normal irama jantung adalah teratur dan bila tidak
teratur disebut arrhytmia cordis. Frekuensi bunyi jantung harus
ditentukan dalam semenit, kemudian dibandingkan dengan
frekuensi nadi. Bila frekuensi nadi dan bunyi jantung masing-
masing lebih dari 100 kali per menit disebut tachycardi dan bila
frekuensi kurang dari 60 kali per menit disebut bradycardia.
Kadang-kadang irama jantung berubah menurut respirasi. Pada
waktu ekspirasi lebih lambat, keadaan ini disebut sinus arrhytmia.
Hal ini disebabkan perubahan rangsang susunan saraf otonom
28

pada S – A node sebagai pacu jantung. Jika irama jantung sama


sekali tidak teratur disebut fibrilasi. Adakalanya irama jantung
normal sekali-kali diselingi oleh suatu denyut jantung yang timbul
lebih cepat disebut extrasystole, yang disusul oleh fase diastole
yang lebih panjang (compensatoir pause). Opening snap,
disebabkan oleh pembukaan katup mitral pada stenosa aorta, atau
stenosa pulmonal kadang-kadang didapatkan sistolik . dalam fase
sistole segera setelah bunyi jantung I dan lebih jelas pada
hypertensi sistemik.
b. Bunyi jantung lain yang menyertai bunyi jantung.
Bising Jantung (cardiac murmur) Disebabkan :
1) aliran darah bertambah cepat
2) penyempitan di daerah katup atau pembuluh darah
3) getaran dalam aliran darah oleh pembuluh yang tidak rata
4) aliran darah dari ruangan yang sempit ke ruangan yang besar
5) aliran darah dari ruangan yang besar ke ruangan yang sempit
Hal-hal yang harus diperhatikan bila terdengar bising ;
1) Lokalisasi Bising
Tiap-tiap bising mempunyai lokalisasi tertentu, dimana bising itu
terdengar paling keras (punctum maximum). Dengan menetukan
punctum maximum dan penyebaran bising, maka dapat diduga
asal bising itu :
- punctum maximum di apeks cordis, berasal dari katup mitral
- punctum maximum di sela iga 2 kiri, berasal dari katup
pulmonal
- punctum maximum di sela iga 2 kanan, berasal dari katup aorta
- punctum maximum pada batas sternum kiri, berasal dari ASD
atau VSD.
2) Penjalaran Bising
29

Bising jantung masih terdengar di daerah yang berdekatan dengan


lokasi dimana bising itu terdengar maksimal, ke suatu arah
tertentu, misalnya :
- Bising dari stenosa aorta menjalar ke daerah carotis
- Bising insufiensi aorta menjalar ke daerah batas sternum kiri.
- Bising dari insufisiensi mitral menjalar ke aksilia, punggung
dan ke seluruh precordium.
- Bising dari stenosis mitral tidak menjalar atau hanya terbatas
kesekitarnya.
3) Intensitas Bising
Levine membagi intensitas bising jantung dalam 6 tingkatan :
Tingkat I : bising yang sangat lemah, hanya terdengar dengan
konsentrasi.
Tingkat II : bising lemah, namun dapat terdengar segera waktu
auskultasi.
Tingkat III : sedang, intensitasnya antara tingkat II dan tingkat IV.
Tingkat IV : bising sangat keras, sehingga terdengar meskipun
stetoskp belum menempel di dinding dada.
4) Jenis dari Bising
Jenis bising tergantung pada fase bising timbul : Bising Sistole,
terdengar dalam fase sistole (antara bunyi jantung 1 dan bunyi
jantung 2) Dikenal 2 macam bising sistole :
- Bising sistole tipe ejection, timbul akibat aliran darah yang
dipompakan melalui bagian yang menyempit dan mengisi
sebagian fase sistole. Didapatkanpada stenosis aorta, punctum
maximum di daerah aorta.
- Bising sistole tipe pansistole, timbul sebagai akibat aliran balik
yang melalui bagian jantung yang masih terbuka dan mengisi
seluruh fase systole. Misalnya pada insufisiensi mitral.
5) Apakah Bising Fisiologis atau Patologis
30

Bising fisiologis (fungsionil), perlu dibedakan dengan bising


patalogis. Beberapa sifat bising fungsionil :
- Jenis bising selalu sistole
- Intensitas bising lemah, tingkat I-II dan pendek, Pada
umumnya terdengar paling keras pada daerah pulmonal,
terutama pada posisi telungkup dan ekspirasi penuh.
- Dipengaruhi oleh perubahan posisi.
Dengan demikian bising diastole, selalu merupakan bising
patalogis, sedang bising sistole, dapat merupakan merupakan
bising patalogis atau hanya fungsionil.
Bising fungsionil dijumpai pada beberapa keadaan : demam,
anemia, kehamilan, kecemasan, hipertiroidi, beri-beri,
atherosclerosis.
6) Kualitas dari BIsing
Apakah bising yang terdengar itu bertambahkeras (crescendo)
atau bertambah lemah (descrescendo). Apakah bersifat meniup
(blowing) atau menggenderang (rumbling).

c. Gerakan Pericard
Gesekan pericard merupakan gesekan yang timbul akibat gesekan
antara pericard visceral dan parietal yang keduanya menebal atau
permukaannya kasar akibat proses peradangan (pericarditis
fibrinosa). Gesekan ini terdengar pada waktu sistole dan diastole dari
jantung, namun kadang-kadang hanya terdengar waktu sistole saja.
Gesekan pericard kadang-kadang hanya terdengar pada satu saat saja
(beberapa jam) dan kemudian menghllang. Gesekan pericard sering
terdengar pada sela iga 4-5 kiri, di tepi daerah sternum. Sering
dikacaukan dengan bising jantung.

E. Intervensi (Terapi Komplementer Senam Hipertensi)


1. Pengertian
31

Senam hipertensi adalah bagian dari usaha untuk mengurangi berat badan
dan mengelola stres (faktor yang mempertinggi hipertensi).
2. Tujuan
a. Mengurangi berat badan dan mengelola stres (faktor yang
mempertinggi hipertensi)
b. Menurunkan tekanan darah
3. Metode
a. Persentasi
b. Demonstrasi Senam Hipertensi
4. Strategi Pelaksanaan
a. Persiapan
1) Persiapan Klien
a) Klien diberi tahu tindakan yang akan dilakukan
b) Klien dalam posisi berdiri
2) Persiapan Lingkungan
a) Ruangan yang tenang dan kondusif
b) Ruangan yang cukup luas
b. Pelaksanaan
Simulasi senam hipertensi dengan tahapan:
1) Gerakan Pemanasan
a) Tekuk kepala ke samping, lalu tahan dengan tangan pada
sisi yang sama dengan arah kepala. Tahan dengan hitungan
8-10, lalu bergantian dengan sisi lain.
b) Tautkan jari-jari kedua tangan dan angkat lurus ke atas
kepala dengan posisi kedua kaki dibuka selebar bahu. Tahan
dengan 8-10 hitungan. Rasakan tarikan bahu dan punggung.
2) Gerakan Inti
a) Lakukan gerakan seperti jalan ditempat dengan lambaian
kedua tangan searah dengan sisi kaki yang diangkat.
Lakukan perlahan dan hindari hentakan.
32

b) Buka kedua tangan dengan jemari mengepal dan kaki


dibuka selebar bahu. Kedua kepalan tangan bertemu dan
ulangi gerakan semampunya sambil mengatur napas.
c) Kedua kaki dibuka agak lebar lalu angkat tangan
menyerong. Sisi kaki yang searah dengan tangan sedikit
ditekuk.Tngan diletakkan dipinggang dan kepala searah
dengan gerakan tangan. Tahan 8-10 hitungan lalu ganti
dengan sisi lainnya.
d) Gerakan hampir sama dengan sebelumnya, tapi jari
mengepal dan kedua tangan diangkat keatas. Lakukan
bergantian secara perlahan dan semampunya.
e) Hampir sama dengan gerakan inti 1, tapi kaki dibuang ke
samping.Kedua tangan dengan jemari mengepal ke arah
yang berlawanan. Ulangi dengan sisi bergantian.
f) Kedua kaki dibuka lebar dari bahu, satu lutut agak ditekuk
dan tangan yang searah lutut di pinggang. Tangan sisi yang
lain lurus kearah lutut yang ditekuk. Ulangi gerakan kearah
sebaliknya dan lakukan semampunya.
3) Pendinginan
a) Kedua kaki dibuka selebar bahu, lingkarkan satu tangan ke
leher dan tahan dengan tangan lainnya. Hitungan 8-10 kali
dan lakukan pada sisi lainnya.
b) Posisi tetap, tautkan kedua tangan lalu gerakkan kesamping
dengan gerakan setengah putaran. Tahan 8-10 hitungan lalu
arahkan tangan kesisi lainnya dan tahan dengan hitungan
yang sama.
4) Terminasi
a) Evaluasi
Menanyakan perasaan klien setelah mengikuti senam
hipertensi, memberi pujian atas keberhasilan klien.
b) Rencana tindak lanjut
33

Menganjurkan klien melaksanakan senam hipertensi


minimal 30 menit dan dilakukan seminggu tiga kali.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
I. Identitas
a. Nama : Tn. T
b. Jenis kelamin : Laki-laki
c. Umur : 69 Tahun
d. Agama : Katholik
e. Status perkawinan : Kawin
f. Pendidikan : S2 Magister Manajemen
g. Pekerjaan : Pensiunan Negeri Sipil (PNS)
h. Alamat rumah : Jl. KH. Moch. Cup RT.05/02 Kec. Pinang
Kota Tangerang

II. Riwayat kesehatan


a. Masalah kesehatan yang pernah dialami :
Riwayat penyumbatan pembuluh darah arteri koroner (Artery
Coronaria Syndrome) dengan pemasangan Ring (Tens) sebanyak 2
kali dan pembesaran organ jantung (Cardiomegali).
b. Masalah kesehatan yang dirasakan saat ini :
Hipertensi Grade 2 dengan gangguan tidur.
c. Masalah kesehatan keluarga/ keturunan :
Riwayat keluarga mempunyai riwayat Hipertensi.

III. Keadaan Biologis


a. Pola makan: Klien mengatakan makan dengan teratur 3 kali sehari
dengan porsi sedang. Jenis makanan yang dikonsumsi berupa Oat
Meal, beras merah dan beragam makanan lainnya. Pasien juga
menerapkan pola makan diet rendah garam dan lemak.

34
35

b. Pola minum: Klien mengatakan sedikit membatasi konsumsi cairan


dikarenakan dapat mempengaruhi kondisi kinerja jantung ketika
terlalu banyak mengkonsumsi cairan sehingga menimbulkan sesak.
c. Pola tidur: Klien mengatakan baru-baru ini mengalami gangguan
tidur dikarenakan merasa pusing dan kepala terasa sakit.
d. Pola eliminasi (BAB/ BAK):
Klien mengatakan BAB/BAK lancar dan tidak ada gangguan
lainnya. Jumlah Output/Input cairan seimbang berdasarkan hasil
observasi.
e. Rekreasi:
Klien mengatakan dalam mengisi waktu luang dimanfaatkan untuk
membaca koran dan koleksi buku serta menyiram tanaman di
halaman rumah.

IV. Pengkajian Khusus


a. Pengkajian Fungsi Kognitif (SPMQ)
No Pertanyaan Benar Salah
1 Jam berapa sekarang? O
Jawab : 14:32 WIB
2 Tahun berapakah sekarang? O
Jawab: 2021 ( baru saja merayakan tahun
baru masehi)
3 Kapan Bapak/ Ibu lahir? O
Jawab: Klien mengatakan tidak begitu
ingat.
4 Berapa umur bapak/ ibu sekarang? O
Jawab : Klien menjawab sekitar 70 tahun
5 Dimana alamat Bapak/ Ibu sekarang? O
Jawab : Klien menjawab alamat dengan
benar
36

6 Berapa jumlah anggota keluarga yang O


tinggal bersama Bapak/Ibu?
Jawab: Klien menjawab 7 sambil
menghitung satu persatu anggota keluarga
dirumah.
7 Siapa nama anggota keluarga yang tinggal O
bersama Bapak/Ibu?
Jawab: Klien menjawab dengan benar
seluruh nama anggota keluarga.
8 Tahun berapa Hari Kemerdekaan O
Indonesia?
Jawab: 17 Agustus 45 (Klien menjawab
benar)
9 Siapa nama Presiden Republik Indonesia O
sekarang?
Jawab: Klien menjawab Bapak Joko
widodo
10 Coba hitung mundur dari angka 20 ke 1! O
Jawab: Klien mengatakan salah pada
angka 17. Klien mengatakan 16 lalu 17.
JUMLAH 7 3
Interpretasi: Kerusakan intelektual
Ringan

 Fungsi intelektual utuh: salah menjawab 0-2 pertanyaan


 Kerusakan intelektual Ringan : salah menjawab 3-4 pertanyaan
 Kerusakan intelektual Sedang: salah menjawab 5-7 pertanyaan
 Kerusakan intelektual Berat: salah menjawab 8-10 pertanyaan
37

b. Pengkajian MMSE
Nila
Aspek Nilai
No i Kriteria
Kognitif Klien
Max
1 Orientasi 5 3 Menyebutkan dengan benar
(sekarang) :Tahun, Musim, Tanggal, Hari,
Bulan
Orientasi 5 4 Dimana kita sekarang berada :
(sekarang ada Negara , Propinsi , Kota,
dimana) Panti,Ruangan
2 Registrasi 5 5 Perawat menyebutkan 3 benda
(misal kursi, meja, kertas). Lalu
minta klien untuk menyebutkan
kembali
3 Perhatian dan 5 5 Minta klien untuk menjawab
Kalkulasi perhitungan sederhana, misal
100-7; 93-7; 86-7, dst
4 Mengingat 5 3 Minta klien untuk mengulangi
kembali ketiga obyek pada aspek
(Recall) Registrasitadi.
5 Bahasa 5 1 Tunjukan pada klien suatu
benda dan tanyakan namanya
pada klien(misal jam tangan,
pensil atau jendela)
0
Minta klien untuk mengulang
kata berikut “tanpa kalau dan
atau tetapi”.
Bila benar, nilai satu point.
 Pernyataan benar 2 buah
1 : tanpa kalau, tetapi

Minta klien untuk mengikuti


perintah berikut yang terdiri
dari 3 langkah :
 ambil kertas ditangan
0 anda
 lipat dua
 taruh dilantai.
38

Perintahkan pada klien untuk


hal berikut (bila aktifitas sesuai
dengan perintah nilai 1 point
 Pejamkan mata anda
 Tulis satu kalimat
 Menyalin gambar

Nilai : ………………….

Intepretasi Hasil
Tidak ada gangguan kognitif : 24 – 30
Gangguan kognitif sedang : 18 – 23
Gangguan kognitif berat : 0 – 17

c. Pengkajian Status Fungsional (Indeks KATZ)


Indeks KATZ Keterangan
A Mandiri (makan, eliminasi BAB/BAK, menggunakan
pakaian, pergi ke toilet, berpindah, mandi)
B Mandiri semua fungsi, kecuali salah satu dari fungsi
diatas
C Mandiri, kecuali mandi dan satu lagi fungsi yang
lain
D Mandiri, kecuali mandi, berpakaian dan satu lagi
fungsi yang lain
E Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet dan satu
lagi fungsi yang lain
F Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet,
berpindah dan satu lagi fungsi yang lain
G Ketergantungan untuk semua fungsi

Interpretasi Indeks KATZ Klien: ............................................

V. Keadaan Psikologis dan Sosial


39

a. Keadaan emosi : Klien mengatakan kurang istirahat karena


gangguan tidur yang akhir-akhir ini terjadi, sehingga
mengakibatkan klien mudah marah-marah.

b. Dukungan keluarga : Keluarga selalu mendukung setiap keputusan


yang diambil oleh klien untuk menyesesaikan setiap masalah atau
menentukan pendapat dalam keluarga.

c. Hubungan antar keluarga : Klien mengatakan hubungan antar


keluarga sangat harmonis, setiap masalah atau keputusan dilakukan
secara musyawarah.

d. Hubungan dengan orang lain : Klien mengatakan sangat dekat


dengan tetangga lingkungan sekitar rumah, saling bertegur sapa
dan turut andil dalam kegiatan lingkungan masyarakat sekitar.

VI. Spiritual/ Kultural


a. Pelaksanaan ibadah:
Klien mengatakan rutin dalam kegiatan beragama baik di gereja
atau pun dalam keluarga.

b. Keyakinan tentang kesehatan :


Menurut klien kesehatan adalah utama, kesehatan merupakan aset
yang harus dijaga oleh setiap orang. Klien selalu berkonsultasi
dengan fasilitas kesehatan untuk memeriksakan kesehatan diri dan
setiap anggota keluarganya.

VII. Pemeriksaan Fisik


a. Keadaan umum :
KU tampak baik

b. Kesadaran:
CM ( E4M5V5)

c. Suhu:
40

36.9oC

d. Nadi :
97x/Menit

e. Tekanan darah:
160/100 mmHg

f. Pernafasan:
21x/menit

g. Tinggi Badan :
147 Cm

h. Berat Badan:
64 Kg

i. Indeks Massa Tubuh (IMT) :


29.6 ( Berat Badan Lebih ).

VIII. Pemeriksaan Khusus


a. Kepala
1. Rambut:
Tidak tampak ketombe dan kutu. Tidak tampak lesi pada kulit
kepala. Tidak tampak oedem pada kepala. Bentuk kepala
simentris.
2. Mata:
Pupil : Isokor +/+
Sklera : Ikterik (-) Hiperemis (-)
Konjungtiva : Hiperemis
3. Hidung:
Bentuk simentris. Tidak tampak adanya benda asing, lesi dan
sputum.

4. Mulut :
41

Tidak tampak adanya lesi, sumbatan benda asing dan sputum


pada rongga mulut. Tidak tampak adanya karies pada gigi.
Tonsil T1 : (-) T2 (-) Tidak tampak pembesaran.
5. Telinga:
Telinga kanan kiri dalam bentuk normal.
Tidak terdapat nyeri pada daun dan rongga telinga.
Tidak tampak lesi, serumen, cairan atau benda asing.

b. Leher:
Tidak tampak pembesaran kelenjar tiroid.
Tidak tampak pembesaran pada vena jugularis (JVP)

c. Dada/ thorax
1. Dada:
Bentuk dada simentris, tidak tampak lesi dan jejas. Tidak
tampak penggunaan otot bantu nafas.

2. Paru-paru (Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi) :


Tidak tampak bunyi tambahan pada paru.
Wheezing : (-) Ronchi : (-)
Frekuensi nafas : 21x/menit

3. Jantung (Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi):


Irama jantung : Ireguler
Murmur (-) Gallop (-)

d. Abdomen (Inspeksi, Auskultasi, Perkusi, Palpasi):


Tidak tampak nyeri tekan epigagastrium & McBurney.
Tidak tampak lesi, jejas dan oedema pada area abdomen.
Tidak tampak ikterik pada warna kulit area abdomen.
Bising usus dalam batas normal.
Turgor kulit tampak elastic.

e. Muskuloskeletal:
42

Tidak tampak deformitas pada kedua ektremitas.


Tidak terdapat lesi, oedema atau fraktur pada kedua ektremitas.
Tonus otot sedikit mengalami kelemahan.

f. Lain-lain:
-

IX. Lingkungan :
Lingkungan rumah : bersih tertata, rumah berhimpitan dengan tetangga

X. Informasi Penunjang
a. Diagnosa medik:
Hipertensi Grade II + Kardiomegali

b. Laboratorium:
EKG
R.O Thorax AP/Lateral

c. Terapi medik :
Amlodipin 10 mg
Isosorbide Dinitrate 5 mg
Aspilets Tab
Clopidogrel Bisulfate
Simvastatin Tab

Tangerang, 18 Januari 2021


Nama Mahasiswa

(Abdullah Noer Rachmat)

B. Diagnosa Keperawatan
43

1. Risiko Penurunan Curah Jantung


2. Intoleransi Aktivitas
3. Nyeri Akut

C. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
. Keperawatan Hasil Keperawatan
1. Risiko Penurunan Setelah dilakukan Perawatan Jantung
Curah Jantung d.d intervensi keperawatan Observasi :
Perubahan selama 2 x 24 jam,  Identifikasi
Afterload maka curah jantung tanda/gejala
meningkat dengan primer penurunan
kriteria hasil: curah jantung
 Kekuatan nadi (meliputi dispnea,
perifer meningkat kelelahan, edema,
 Tekanan darah ortopnea,
membaik peningkatan
 Capillary Refill CVP)
Time (CRT)  Monitor tekanan
membaik darah
Terapeutik :
 Berikan terapi
relaksasi untuk
mengurangi stres
 Berikan
dukungan
emosional dan
spiritual
Edukasi :
 Anjurkan
beraktivitas fisik
44

sesuai toleransi

2. Intoleransi Setelah dilakukan Manajemen Energi


Aktivitas b.d intervensi keperawatan Observasi :
kelemahan d.d: selama 2 x 24 jam,  Monitor
 Pasien maka toleransi aktivitas kelelahan fisik
mengeluh lelah meningkat dengan dan emosional
 Pasien merasa kriteria hasil:  Monitor lokasi
tidak nyaman  Frekuensi nadi dan
setelah meningkat ketidaknyamanan
beraktivitas  Jarak berjalan selama
meningkat melakukan
 Keluhan lelah aktivitas
menurun Terapeutik :
 Lakukan latihan
rentang gerak
pasif atau aktif
 Berikan aktivitas
distraksi yang
menyenangkan
Edukasi :
 Anjurkan
melakukan
aktivitas secara
bertahap
45

3. Nyeri Akut b.d Setelah dilakukan Manajemen Nyeri


agen pencedera intervensi keperawatan Observasi :
fisiologis d.d selama 2 x 24 jam,  Identifikasi
 Pasien maka tingkat nyeri lokasi,
mengeluh nyeri menurun dengan karakteristik,
 Frekuensi nadi kriteria hasil: durasi, frekuensi,
meningkat  Keluhan nyeri kualitas,
 Tekanan darah menurun intensitas nyeri
meningkat  Frekuensi nadi  Identifikasi skala
membaik nyeri
 Tekanan darah  Identifikasi faktor
membaik yang
memperberat dan
memperingan
nyeri
Terapeutik :
 Pertimbangkan
jenis dan sumber
nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi :
 Jelaskan strategi
meredakan nyeri
Kolaborasi :
 Kolaborasi
pemberian
analgetik
46
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sistem kardiovaskuler merupakan organ sirkulasi darah yang terdiri dari
jantung, komponen darah dan pembuluh darah yang berfungsi memberikan
dan mengalirkan suplai oksigen dan nutrisi keseluruh jaringan tubuh yang di
perlukan dalam proses metabolisme tubuh.

Penuaan tidak mengakibatkan perubahan ukuran jantung, tetapi dinding


ventrikel kiri cenderung ketebalannya sedikit meningkat. Hal ini diakibatkan
oleh peningkatan densitas kolagen dan hilangnya fungsi serat elastis,
sehingga jantung menjadi mampu untuk distensi dengan kekuatan kontraktil
yang kurang efektif.

Penyakit yang dijumpai pada orang-orang lanjut usia adalah hipertensi atau
tekanan darah tinggi yaitu peningkatan darah sistolik mencapai 140 mmHg
atau lebih dan tekanan darah diastolik mencapai 90 mmHg atau lebih tinggi
pada dua kali pengukuran yang berbeda, yang memerlukan pengobatan
dengan obat antihipertensi (Miller, 2012; Touhy & Jett, 2014). Pada lansia,
nilai normal tekanan darah yaitu apabila tekanan darah sistolik 130 mmHg
dan tekanan darah diastolik 85 mmHg (Miller, 2012).

Senam hipertensi adalah bagian dari usaha untuk mengurangi berat badan dan
mengelola stres (faktor yang mempertinggi hipertensi). Tujuan senam
hipertensi yaitu mengurangi berat badan dan mengelola stres (faktor yang
mempertinggi hipertensi) dan menurunkan tekanan darah. Dianjurkan bagi
klien melaksanakan senam hipertensi minimal 30 menit dan dilakukan
seminggu tiga kali.

Pada hasil pengkajian dari teori yang sudah dipelajari ditemukan 3 diagnosa
keperawatan yaitu risiko penurunan curah jantung, intoleransi aktivitas, nyeri
akut. Pada diagnosa keperawatan pertama yaitu risiko penurunan curah

47
48

jantung dibuktikan dengan perubahan afterload. Intervensi keperawatan pada


teori yaitu identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah jantung (meliputi
dispnea, kelelahan, edema, ortopnea, peningkatan CVP), monitor tekanan
darah, berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stress, berikan dukungan
emosional dan spiritual, anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi.

Pada diagnosa keperawatan kedua yaitu intoleransi aktivitas berhubungan


dengan kelemahan dibuktikan dengan pasien mengeluh lelah dan pasien tidak
nyaman setelah beraktivitas. Intervensi keperawatan pada teori yaitu monitor
kelelahan fisik dan emosional, monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
melakukan aktivitas, lakukan latihan rentang gerak pasif atau aktif, berikan
aktivitas distraksi yang menyenangkan, anjurkan melakukan aktivitas secara
bertahap.

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas untuk memenuhi mutu dalam penulisan
makalah, penulis memberikan saran sebagai berikut:
1. Mahasiswa
a. Diharapkan mahasiswa mampu memahami tentang sistem
kardiovaskuler pada lansia, dan senam hipertensi pada lansia dengan
membaca buku maupun sumber lainnya.
b. Diharapkan mahasiswa mampu memahami proses keperawatan pada
lansia dengan hipertensi mulai dari pengkajian, diagnosa, intervensi,
implementasi dan evaluasi.
2. Institusi
Diharapkan kampus dapat meningkatkan sarana dan prasarana yang
mendukung proses pembelajaran seperti penambahan buku terutama
buku kesehatan di perpustakaan.
DAFTAR PUSTAKA

American Heart Association. (2017). Guideline for The Prevention, Detection,


Evaluation, and Management of High Blood Pressure in Adults.

Bolton, E., & Rajkumar, C. (2011). The Ageing Cardiovascular System. Reviews
in Clinical Gerontology. Vol. 21

Cardiol, J. G. (2016). Hearth Failure In the Elderly. Journal of Geriatric


Cardiology. Vol. 13

Deborah, F., & Patricia, K. (2015). Cardiac Assessment. Journal of Home


Healthcare Now. Vol. 33

Kementerian Kesehatan RI. (2014). InfoDATIN: Pusat Data dan Informasi


Kementerian Kesehatan RI, Hipertensi. Jakarta: Pusat Data dan Informasi
Kementerian Kesehatan RI.

Perhimpunan Penyakit Dalam Indonesia. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid 1 Edisi Ketiga. Jakarta: FKUI.

Syaifuddin. 2009. Anatomi Fisiologi Tubuh Manusia Untuk Mahasiswa


Keperawatan. Jakarta Penerbit: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai