Integritas bukan kata atau istilah Indonesia, tetapi berasal dari bahasa inggris yang
berarti “the quality of being honest and of always having high moral principles”. Yang pasti
integritas menyangkut seluruh aspek kehidupan manusia yang luhur dan berbudi. Integritas
bertalian dengan moral yang bersih, kejujuran serta ketulusan terhadap sesama dan Tuhan
YME. Integritas tidak hanya berlaku pada segala atau semua bidang kehidupan, misalnya
bidang hukum, sosial, politik, ekonomi, dll. 1[1] Saya menuntut adanya pendidikan integritas
di tubuh Polri, karena dewasa ini didorong oleh kebutuhan tugas Polri yang disikapi sebagai
bagian dari proses adaptasi terhadap pemaknaan jati diri Polri, reaktualisasi atas kedudukan,
fungsi dan perannya serta tuntutan reformasi Polri. Maka dari itu Pendidikan Integritas
muncul sebagai suatu kebutuhan terhadap tantangan tugas yang dihadapi, sebab tanpa prinsip
dasar integritas tidaklah mungkin tercapai tingkat efektifitas yang tinggi untuk menegakkan
Pendidikan integritas terhadap Polri adalah sebagai paradigma baru dan sebagai upaya
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara efektif mengembangkan potensi dirinya, baik aspek kognisi, afeksi dan
Karena yang menjadi permasalahan di tubuh Polri dewasa ini adalah integritas moral
belumlah melembaga di tubuh Polri. Hasil jajak pendapat yang dilakukan oleh Harian
Kompas misalnya, selama beberapa tahun terakhir ini, terutama tahun 2003-2005, dan tahun
2009. Pada tahun 2003-2005 misalnya, seolah membenarkan bahwa citra Polri di mata
masyarakat memang belum begitu baik. Sekalipun secara umum hasil jajak pendapat Kompas
1
tahun 2005 memperlihatkan bahwa citra Polri pada usianya yang ke-60 tahun menunjukkan
peningkatan yang kian positif (51%) bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya
mencapai 40%, namun dalam hal penegakan supremasi hukum tampaknya citra Polri masih
sekitar 73,8% responden masih memendam kekecewaan terhadap kinerja Polri karena
Dilanjutkan dalam jejak pendapat Kompas, pada 30 November 2009 dapat dibaca
bahwa, prosentase rakyat tidak puas terhadap Polri 76,2%. 3[3] Sementara dalam koran
Tempo 19 Mei 2010 menjelaskan bahwa, “PPATK Curiga Terhadap Puluhan Rekening
Polisi”, karena banyak rekening yang mencurigakan, misalnya ada yang memiliki rekening
senilai Rp. 95 miliar karena dinilai tidak sebanding dengan penghasilan. 4[4] Pelanggaran
kode etik profesi Polri itu juga tampak dalam penanganan kasus-kasus HAM yang dinilai
cenderung mengabaikan rasa keadilan masyarakat salah satunya dugaan kasus pelanggaran
Berita-berita yang bersifat negatif itu muncul akibat adanya beberapa perilaku
pelanggaran kode etik profesi yang dilakukan oleh oknum polisi terhadap masyarakat berupa
sikap sinis masyarakat terhadap institusi kepolisian. Padahal penyimpangan hanya dilakukan
oleh segelintir oknum polisi yang tidak bertanggung jawab, namun secara tidak langsung
Guna menetapkan strategi yang tepat dalam menegakkan kode etik profesi Polri dan
merupakan sesuatu yang urgen dan relevan untuk segera dilakukan. Oleh karena itu, tema
5
sentral yang diangkat dalam penulisan ini adalah “Pendidikan Integritas Sebagai Paradigma
Secara yuridis Polri secara kelembagaan telah diatur dalam konstitusi dan berbagai
produk peraturan perundang-undangan, sebagaimana termuat dalam Pasal 30 Ayat (4) UUD
1945, misalnya, secara tegas mengatur bahwa “Polri sebagai alat Negara yang menjaga
menegakkan hukum”.6[6] Selanjutnya untuk dapat melaksanakan tugas pokok, fungsi dan
perannya, maka kepada Polri telah diberikan status kemandiriannya berdasarkaaan TAP MPR
No VI/MPR/ tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dan Polri dan TAP MPR No VII/MPR/
tahun 2000 tentang Peran TNI dan Peran Polri, Undang Undang No. 2 Tahun 2002 tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia. serta Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2003 tentang
Nomor 2 tahun 2003 tentang Peraturan disiplin anggota Polri, Keputusan Kapolri No. Pol. :
Kep/97/II/2003 tanggal 31 Desember 2003 tentang Organisasi dan Tata Kerja Divpropam
Polri, Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2006 Tanggal 1 Juli 2006 tentang Kode Etik Profesi
Kepolisian Negara Republik Indonesia, serta Peraturan Kapolri No. Pol. : 8 tahun tahun 2006
tentang organisasi dan tata kerja Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Akan tetapi dengan banyaknya aturan yang mengikat Polri tersebut tidaklah menjamin
tegakkanya integritas dan tumbuhnya jiwa profesional dalam diri sebagian anggotanya.
Dalam posisi demikian adalah sangat penting untuk segera dilakukan pendidikan integritas
terhadap Polri.
6
Ketika melihat kebuah analisis dari seorang pakar kriminologi Amerika Serikat,
Sutherland, dalam bukunya berjudul “Criminal Homicide, A Study of Culture and Conflict”
yang dilakukan oleh penegak hukum, terutama polisi. Menurut Suttherland, kewenangan
polisi sehari-hari terlampau sering bergaul dengan dunia kejahatan dan pejahat, sehingga
secara tidak disadari polisi menjadi sangat akrab dan tak asing lagi dengan kejahatan.7[7]