PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lanjut usia menurut UU Nomor 13 Tahun 1998 adalah seseorang yang telah
mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas. Penduduk lanjut usia terus
mengalami peningkatan seiring kemajuan di bidang kesehatan yang ditandai
dengan meningkatnya angka harapan hidup dan menurunnya angka kematian.
Perkembangan demografi ini dapat membawa dampak di bidang kesehatan,
ekonomi, dan sosial.1
Dalam waktu hampir lima dekade, persentase lansia Indonesia meningkat
sekitar dua kali lipat (1971-2020), yakni menjadi 9,92 persen (26,82 juta-an) di
mana lansia perempuan lebih banyak dibandingkan lansia laki-laki (52,29 persen
banding 47,71 persen). Dari seluruh lansia yang ada di Indonesia, lansia muda
(60-69 tahun) jauh mendominasi dengan besaran yang mencapai 64,29 persen,
selanjutnya diikuti oleh lansia madya (70- 79 tahun) dan lansia tua (80+ tahun)
dengan besaran masing-masing 27,23 persen dan 8,49 persen. Enam provinsi yang
memiliki struktur penduduk tua di mana penduduk lansianya sudah mencapai 10
persen, yaitu: DI Yogyakarta (14,71 persen), Jawa Tengah (13,81 persen), Jawa
Timur (13,38 persen), Bali (11,58 persen),Sulawesi Utara (11,51 persen) dan
Sumatera Barat (10,07 persen).1
Undang-undang Kesehatan nomor 36 tahun 2009 menyebutkan bahwa
upaya untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan masyarakat termasuk lanjut
usia dilaksanakan berdasarkan prinsip non diskriminatif, partisipatif dan
berkelanjutan. Setiap upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
merupakan investasi bagi pembangunan negara. Prinsip non diskriminatif
mengandung makna bahwa semua masyarakat harus mendapatkan pelayanan
kesehatan termasuk lanjut usia (Lansia).2 Oleh karena itu pemerintah wajib
menjamin ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan memfasilitasi kelompok
lanjut usia untuk tetap dapat terlaksana dan berkembang dengan baik dalam
mencapai tujuan lanjut usia yang mandiri dan produktif.2
Besarnya populasi lanjut usia serta pertumbuhan yang sangat cepat juga
menimbulkan berbagai permasalahan, sehingga lanjut usia perlu mendapatkan
perhatian yang serius dari semua sektor untuk upaya peningkatan kesejahteraan
lanjut usia. Salah satu bentuk perhatian yang serius terhadap lanjut usia adalah
terlaksananya pelayanan pada lanjut usia melalui kelompok (posyandu) lanjut usia
yang melibatkan semua lintas sektor terkait, swasta, LSM dan masyarakat.2
Posyandu lansia merupakan bentuk pelayanan kesehatan yang lebih
mengutamakan upaya peningkatan kesehatan dan pencegahan terhadap terjadinya
penyakit. Kegiatan posyandu dilakukan untuk pemeriksaan kesehatan rutin,
memberikan edukasi dan informasi tentang pencegahan penyakit dengan promosi
untuk mengajak lansia untuk menerapkan pola hidup sehat, bukan untuk
pengobatan bagi lansia yang sakit. Posyandu lansia adalah pos pelayanan terpadu
untuk masyarakat usia lanjut di suatu wilayah tertentu yang sudah disepakati,
digerakkan oleh masyarakat dimana usia lanjut bisa mendapatkan pelayanan
kesehatan. Kegiatan posyandu lansia menitik beratkan pada upaya promotif dan
preventif tanpa mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif.3
Usia lanjut adalah orang yang berumur 60 tahun ke atas dan di kota Padang
tahun 2019 berjumlah 68.509 orang dan mendapat skrining kesehatan sebanyak
51.303 orang (74,9%), cakupan skrining ini meningkat dari tahun 2018 (59,0%).
Jika dilihat berdasarkan jenis kelamin, lansia perempuan lebih banyak mendapat
pelayanan kesehatan di banding laki-laki. 4 Pada tahun 2020, Puskesmas Rawang
memiliki 30.759 penduduk yang ada di wilayah kerja Puskesmas Rawang, yang
mana terdapat 1.329 penduduk lansia.5
Transisi demografi ke arah menua akan diikuti oleh transisi epidemiologi ke
arah penyakit degeneratif seperti rematik, diabetes, hipertensi, jantung koroner,
neoplasma. Angka kesakitan penduduk lanjut usia tahun 2009 sebesar 30,46%
artinya bahwa setiap 100 orang lanjut usia, sekitar 30 orang diantaranya
mengalami sakit. Angka kesakitan penduduk lanjut usia perkotaan 27,20% lebih
rendah dibandingkan lanjut usia pedesaan 32,96%. Hal ini menunjukkan bahwa
derajat kesehatan penduduk lanjut usia di perkotaan relatif lebih baik
dibandingkan lanjut usia di daerah pedesaan. Bila dilihat perkembangannya,
derajat kesehatan penduduk lanjut usia relatif tidak berbeda. Angka kesakitan
penduduk lanjut usia pada tahun 2005 sebesar 29, 98%, tahun 2007 sebesar
31,11%, dan tahun 2009 sebesar 30,46
%. Pola yang serupa terjadi baik di perkotaan maupun di pedesaan.
Kebiasaan berobat serta cara berobat yang dilakukan seseorang, merupakan salah
satu faktor yang digunakan untuk mengidentifikasi apakah orang yang
bersangkutan telah memiliki perilaku hidup sehat. Berdasarkan Profil Penduduk
Lanjut Usia 2009, ternyata 32,24% lanjut usia mencari pengobatan di puskesmas,
Namun masih ada yang mengobati sendiri dengan menggunakan obat modern
60,47% dan obat tradisional 10,87%..2
Terjadinya peningkatan jumlah dan angka harapan hidup pada lansia di
Indonesia menjadi permasalahan besar bagi negara dan jika tidak adanya
antisipasi untuk meningkatkan kemandirian pada lansia maka diperkirakan setiap
usia muda harus menanggung kebutuhan lebih dari satu lansia. Maka perlu adanya
suatu pelayanan untuk mengatasi masalah kesehatan pada lansia dan
meningkatkan kualitas hidup lansia. Pelayanan lansia meliputi pelayanan yang
berbasiskan pada keluarga, masyarakat, dan lembaga 6.
Salah satu solusi yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup lansia
yaitu dengan cara melakukan promosi kesehatan melalui pengorganisasian dan
memberikan asuhan bagi lansia.7 Promosi kesehatan yang dilakukan saat ini
melalui posyandu lansia untuk mendukung upaya peningkatan kesehatan
(preventif), mengingat jumlah lansia cukup besar maka petugas kesehatan sangat
diperlukan dalam pelaksanaannya, namun cakupan yang diharapkan tidak dapat
berjalan sebagaimana yang diharapkan tanpa adanya dukungan dari masyarakat,
kelompok masyarakat yang ditunjuk sebagai media penyampai langsung dalam
promosi kesehatan adalah kader atau orang yang ditunjuk untuk membantu
pelaksanaan posyandu lansia.
Upaya kesehatan yang dilakukan oleh kader dalam posyandu lansia
memiliki peranan yang sangat penting dalam mengupayakan cakupan dalam
kegiatan promosi kesehatan lansia meliputi penyuluhan kesehatan, pengisian
indeks massa tubuh (IMT) pada kartu menuju sehat (KMS), pengisian buku
pemantauan kesehatan pribadi dan aktivitas senam lansia. Peran dan tugas kader
dalam menggerakkan masyarakat, membantu petugas kesehatan, mengelola
pertemuan bulanan kader dan mengelola pelaporan bulanan posyandu yang sudah
berjalan dengan baik akan mempengaruhi lansia terhadap kunjungan ke posyandu
karena pelayanannya yang menyenangkan, ramah, dan memberikan informasi
serta penyuluhan kesehatan yang jelas dan mudah dimengerti bagi lansia dari
petugas kesehatan, sehingga lansia sadar untuk datang ke posyandu.7
Melihat besarnya peran kader, oleh karena itu penulis tertarik
mengangkatkan topik POA ini adalah “pengoptimalan peran kader dalam skrining
lansia melalui pendekatan reward dengan upaya kerjasama CSR (Corporate Social
Responsibility) perusahaan di wilayah kerja Puskesmas Rawang”.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja masalah kesehatan yang ditemukan di wilayah kerja Puskesmas
Rawang?
2. Apa prioritas masalah kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Rawang ?
3. Apa penyebab masalah kesehatan yang ditemukan di wilayah kerja
Puskesmas Rawang?
4. Apa alternative penyelesaian masalah yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan capaian pelayanan kesehatan usia lanjut sesuai standar di
wilayah kerja Puskesmas Rawang ?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3. 1 Tujuan Umum
Meningkatkan capaian pelayanan kesehatan usia lanjut melalui
peningkatan kinerja kader dengan ……….
1.3. 2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui masalah kesehatan yang ditemukan diwilayah kerja di
Puskesmas Rawang
2. Mengetahui prioritas masalah kesehatan di wilayah kerja Puskesmas
Rawang
3. Mengetahui penyebab masalah kesehatan yang ditemukan di wilayah kerja
Puskesmas Rawang
4. Mencari alternative penyelesaian masalah untuk meningkatkan capaian
pelayanan kesehatan usia lanjut sesuai standar di wilayah kerja Puskesmas
Rawang
1.4 Manfaat Penulisan
Makalah POA ini diharapkan dapat menjadi suatu upaya untuk
meningktakan cakupan pelayanan kesehatan pada kelompok usia lanjut di wilayah
kerja Puskesmas Rawang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Lanjut Usia
Lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai umur 60 tahun. Pra
Lanjut usia adalah seseorang yang berumur 45 sampai 59 tahun. Lanjut usia
terlantar adalah lanjut usia yang mempunyai 3 atau lebih kriteria keterlantaran.
Lanjut usia tidak terlantar adalah lanjut usia yang hanya mempunyai 1 kriteria
keterlantaran. Lanjut usia rawan terlantar adalah lanjut usia yang mempunyai 2
kriteria keterlantaran.2
Kriteria keterlantaran di antaranya adalah2:
a. Tidak/belum sekolah atau tidak tamat SD
b. Makan makanan pokok kurang dari 21 kali seminggu.
c. Makan lauk pauk berprotein tinggi kurang dari 4 kali seminggu
d. Memiliki pakaian kurang dari 4 stel
e. Tidak mempunyai tempat tinggal tetap untuk tidur
f. Bila sakit tidak diobati
2.2 Komorbiditas Lanjut Usia
2.2.1 Diabetes Melitus
2.2.1.1 Definisi
Diabetes Mellitus (DM) merupakan kelompok penyakit metabolik yang
ditandai dengan hiperglikemia dan disebabkan karena kelainan sekresi
insulin, kerja insulin atau keduanya.8,9 Hiperglikemia atau peningkatan kadar
gula darah dalam tubuh merupakan efek umum dari diabetes yang tidak
terkontrol yang lama-kelamaan akan mengakibatkan kerusakan yang serius
pada banyak sistem organ tubuh, terutama saraf dan pembuluh darah.8
2.2.1.2 Epidemiologi
Penelitian epidemiologi menunjukkan terdapat peningkatan angka
insidens dan prevalensi DM tipe-2 di dunia. Berdasarkan estimasi terakhir
International Diabetic Federation (IDF) tahun 2013, terdapat 382 juta orang
yang hidup dengan diabetes di dunia. Diperkirakan akan meningkat menjadi
592 juta orang pada tahun 2035. Pada data IDF 2014, saat ini diperkiraan 9,1
juta orang penduduk Indonesia didiagnosis sebagai penderita DM. Indonesia
menempati peringkat ke-5 di dunia, atau naik dua peringkat dibandingkan
data IDF tahun 2013 yang menempati peringkat ke-7 di dunia dengan 7,6 juta
orang penyandang DM. World Health Organization (WHO) memprediksi
akan terjadi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada
tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030.8
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2018 didapatkan
bahwa proporsi diabetes melitus pada penduduk usia ≥15 tahun di Indonesia
telah meningkat menjadi 1.9% berdasarkan pemeriksaan darah.10 Penemuan
kasus diabetes melitus di kota Padang dari 171.594 orang penduduk berusia ≥
15 tahun pada tahun 2019, ditemukan penderita diabetes melitus sebanyak
17.017 orang.4
2.2.1.3 Faktor Resiko
DM memiliki gejala klasik namun beberapa kelompok prediabetes tidak
menunjukan gejala meskipun memiliki faktor risiko. Kelompok dengan faktor
risiko tinggi diantaranya:8
1. Kelompok dengan berat badan lebih (Indeks Massa Tubuh [IMT] ≥23
kg/m2) yang disertai dengan satu atau lebih faktor risiko sebagai
berikut:
a. Aktivitas fisik yang kurang.
b. First-degree relative DM (terdapat faktor keturunan DM dalam
keluarga).
c. Kelompok ras/etnis tertentu.
d. Perempuan yang memiliki riwayat melahirkan bayi dengan BBL
>4 kg atau mempunyai riwayat diabetes Mellitus gestasional
(DMG).
e. Hipertensi (≥140/90 mmHg atau sedang mendapat terapi untuk
hipertensi).
f. HDL <35 mg/dL dan atau trigliserida >250 mg/dL.
g. Wanita dengan sindrom polikistik ovarium.
h. Riwayat prediabetes.
i. Obesitas berat, akantosis nigrikans.
j. Riwayat penyakit kardiovaskular.
2. Usia >45 tahun tanpa faktor risiko di atas.
2.2.1.4 Diagnosis Diabetes Melitus
Diagnosis DM dapat ditegakkan dengan pemeriksaan glukosa darah.
Pemeriksaan darah dapat menggunakan darah vena yang akan diuji secara
enzimatik. Menurut WHO, diagnostik DM dapat menggunakan darah utuh
(whole blood), darah vena, ataupun kriteria diagnostik sesuai keadaan
setempat. Sedangkan untuk pengukuran glukosa darah kapiler dapat
digunakan untuk memantau hasil pengobatan.8
Tabel 2.1 Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan
diagnosis DM (mg/dl)
Belum pasti
Bukan DM DM
DM
Kadar GDS Plasma Vena <100 100-199 >200
(mg/dl) Darah Kapiler <90 90-199 ≥200
Kadar GDP Plasma Vena <100 100-125 ≥126
(mg/dl) Darah Kapiler <90 90-99 ≥100
Sumber: Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabeter Mellitus Tipe 2 di
Indonesia, PERKENI 2015
Kriteria Diabetes Mellitus menurut PERKENI 2015:8
2.2.2 Hipertensi
2.2.2.1 Definisi
Hipertensi adalah peningkatan tekanan sistolik lebih dari 140 mmhg
atau diastolik lebih besar dari 90 mmHg dalam 2 kali pengukuran dengan
selang waktu 5 menit dan keadaan cukup istirahat.12 Hipertensi yang
ditemukan dilayanan primer berkomplikasi menjadi infark miokard, stroke,
gagal ginjal, dan kematian.13
2.2.2.2 Etiologi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi hipertensi
primer dan hipertensi sekunder. Penyebab hipertensi primer belum
diketahui sedangkan penyebab hipertensi sekunder berupa penyebab
endogen dan eksogen. Hipertensi sekunder dapat disebabkan oleh penyakit
komorbid seperti renal akibat gagal ginjal kronis atau penyakit
renovaskular dan dapat disebabkan oleh pengkonsumsian obat yang dapat
meningkatan tekanan darah seperti kortikosteroid, estrogen.14
2.2.2.3 Klasifikasi
Menurut World Health Organization (WHO) dan International Soecity
of Hypertension (ISH), kelompok hipertensi dibagi atas kelompok optimal,
normal, normal tinggi, hipertensi derajat 1 (ringan), hipertensi derajat 2
(sedang), hipertensi derajat 3 (berat) dan hipertensi sistolik yang terisolasi.
Pembagaian drajat keparahan hipertensi menurut WHO/ISH dapat dilihat
pada tabel berikut.13
Tabel 2.2 Klasifikasi Hipertensi Menurut WHO
Diastolik
Klasifikasi Sistolik (mmHg) (mmHg)
Optimal <120 Dan <80
Normal 120-139 dan/atau 80-84
Normal tinggi 130-139 dan/atau 84-89
a) KIE individu : Suatu proses KIE timbul secara langsung antara petugas
KIE dengan individu sasaran program, misalnya terjadi meditasi, refleksi diri,
berdoa. Media KIE yang digunakan bisa merupakan alat peraga, bahan bacaan
c) KIE massa : Suatu proses KIE tentang sesuatu program yang dapat
dilakukan secara langsung maupun tidak langsung kepada masyarakat dalam
jumlah besar. Penyampaian Pesan Kepada Kelompok besar/ sebagian besar
populasi .Bisa dalam bentuk seminar, kempanye akbar, seruan moral/pernyataan
sikap, dll.Media yang digunakan bisa melalui; stiker, poster, siaran radio, TV,
surat kabar, leaflet/brosur, media sosial, dan lain lain.
• KIE mendidik individu dan masyarakat tentang keberadaan dan manfaat suatu
isu yang berbasis masyarakat
2.6 CSR
Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan kegiatan pihak swasta
sebagai salah satu bentuk tanggungjawab sosial kepada masyarakat dan
lingkungan sekitarnya. Corporate Social Responsibility merupakan kepedulian
perusahaan yang didasari tiga prinsip dasar yang dikenal dengan istilah triple
bottom lines (3P) yaitu Selain mengejar profit, perusahaan juga mesti
memperhatikan dan terlibat pada pemenuhan kesejahteraan masyarakat (people)
dan turut berkontribusi aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan (planet). CSR
sendiri memiliki konsep sebagai berikut :23
1. Perusahaan harus mempunyai perhatian terhadap persoalan sosial dan
lingkungannya
2. Berdasarkan prinsip sukarela
3. Kegiatan bisnis dan interaksi dengan pemangku kepentingan harus
memperhatikan persoalan social dan lingkungan
Terdapat motivasi perusahaan saat menjalankan CSR yaitu terdapat tiga
tahap yaitu:22
1. Corporate charity, yakni dorongan amal berdasarkan motivasi
keagamaan.
2. Corporate philantrophy, yakni dorongan kemanusiaan yang biasanya
bersumber dari norma dan etika universal untuk menolong sesama dan
memperjuangkan pemerataan sosial.
3. Corporate citizenship, yaitu motivasi kewargaan demi mewujudkan
keadilan sosial berdasarkan prinsip keterlibatan sosial.
Peraturan mengenai pelaksanaan CSR diantaranya adalah Undang-undang
No. 40 tahun 2007 mengenai ketentuan umum perseroan terbatas dan Peraturan
Menteri Negara BUMN No.PER-5/MBU/2007 tentang Program Kemitraan Badan
Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan. Pada
UU. No. 40 tahun 2007 menekankan tanggung jawab sosial dan lingkungan badan
usaha yang terkait dengan pengolahan sumber daya alam, seperti pasal 74
menyebutkan bahwa “Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang
dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab
sosial dan lingkungan”.24
Berikut merupakan mekanisme kerjasama CSR
BAB III
ANALISIS SITUASI
BAB IV
PEMBAHASAN
BAB V
RENCANA KEGIATAN
BAB VI
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
1. Sari NR, Maylasari I, Dewi FWR, Putrianti R, Nugroho SW, Wilson H.
Statistik Penduduk Lanjut Usia 2020. Badan Pusat Statistik; 2020.
2. Pedoman Pelaksanaan Posyandu Lanjut Usia. Jakarta: Komisi Nasional
Lanjut Usia; 2010.
3. Kusumawati Y, Sari Y, Zulaekah S. Pengembangan Kegiatan Posyandu
Lansia Anthurium Di Surakarta. War LPM. 2016;19(2):125–33.
4. Dinas Kesehatan Kota Padang. Profil kesehatan kota padang. 2019.
5. Puskesmas Rawang. Laporan Tahunan Puskesmas Rawang Tahun 2020.
Padang: Puskesmas Rawang; 2020.
6. Demartoto, A.Pelayanan Sosial Non Panti bagi Lansia Suatu Kajian
Sosiologis. Surakarta: Sebelas Maret University Press. 2007
7. Steanley & Beare. 2007. Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi 2. Jakarta:
EGC.
8. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI). Konsensus
Pengelolaan dan Pencegahan Diabeter Mellitus Tipe 2 di Indonesia.
Jakarta; 2015.
9. Sudoyo A. Buku ajar ilmu penyakit dalam edisi VI jilid III. Jakarta:
Interna Publishing; 2014.
10. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar
2018. Jakarta: Departemen Kesehatan. 2018.
11. Decroli E. Diabetes Melitus Tipe 2. Padang : Pusat Penerbitan Bagian
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Andalas; 2019.
12. James PA, Oparil S, Carter BL, Cushman WC, Dennison-himmelfarb C.
evidence-based guideline for the management of high blood pressure in
adults report from the panel members appointed to the eighth joint
nationalcommittee (jnc 8). JAMA. 2014; 311(17):1809
13. World Health Organization 2013. Hypertension.
http://www.searo.who.int/entity/noncommunicable_diseases/media/nonc
omm unicable_diseases_hypertension_fs.pdf.- Diakses 18 Februari 2021.
14. Guyton, A.C., dan Hall, J.E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi
12. Penterjemah: Ermita I, Ibrahim I. Singapura: Elsevier; 2014.
15. World Health Organization. 2013. Hypertension.
http://www.searo.who.int/entity/noncommunicable_diseases/media/nonc
omm unicable_diseases_hypertension_fs.pdf.- Diakses 18 Februari 2021.
16. Hulaima IS. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kontrol tekanan darah
pada pasien hipertensi di uskesmas Kedaton Kota Bandar Lampung. Skripsi.
Lampung: Fakultas Kedokteran Universitas Bandar Lampung; 2017.
17. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardio vaskular Indonesia. Pedoman
tatalaksana hipertensi pada penyakit kardio vaskular. 1st; 2015.
18. Oktariani Dhini D. Hubungan keteraturan berolahraga dengan tekanan darah
pada orang berusia 26-40 tahundi Padang. Skripsi. Padang. Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas; 2014.
19. Bahtiyar, Lutfi (2011) GDS: Hadi dan Kris Pranaka. 2010. Buku Ajar
Boedhi-Darmojo GERIATRI. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
20. Komisi Nasional Lanjut Usia. 2010. Pedoman Pelaksanaan Posyandu Lansia
Jakarta.
21. Lubis Z, Syahri IM. Pengetahuan dan tindakan kader posyandu dalam
pemantauan pertumbuhan anak balita. Jur Kes Mas. 2015:11(1);65-73
22. Departemen Kesehatan RI, Pusat Promosi Kesehatan, Panduan Pelatihan
Komunikasi Perubahan Perilaku, Untuk KIBBLA, Jakarta 2008
23. Nayenggita GB, Raharjo ST, Resnawaty R. Praktik corporate social
responsibility (CSR) di Indonesia. Jurnal Pekerj Sos. 2019:2(1);61-6
24. Machmud S. Kajian pemanfaatan dana corporate social responsibility
sebagai alternative sumber pembiayaan pembangunan daerah. Jur Eko Bis
dan Ent. 2015:9(1);29-44
25.