(F.429110.001.01)
Objektif:
Pengarah
Penanggung Jawab
Dr. Budi Santosa
Tim Penyusun
Diterbitkan Oleh
Dicetak Oleh :
Hak cipta dilindungi undang-undang
Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian
Atau seluruh isi buku tanpa izin tertulis penerbit
KATA PENGANTAR
Kami menyadari bahwa modul yang kami susun ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, kami sangat mengharapkan saran dan masukan untuk perbaikan agar
tujuan dari penyusunan modul ini menjadi lebih efektif.
Demikian kami sampaikan, semoga Tuhan YME memberikan tuntunan kepada kita
dalam melakukan berbagai upaya perbaikan dalam menunjang proses pelaksanaan
pelatihan di lembaga pelatihan kerja .
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL.............................................................................................. 7
DAFTAR TABEL
BAB 1
PENDAHULUAN
BAB 2
IDENTIFIKASI PERMASALAHAN DAN KEBUTUHAN KAWASAN
Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta mampu :
1. Menguraikan permasalahan dan kebutuhan kawasan rencana berdasarkan
dokumen dan informasi tentang perencanaan kawasan yang telah ada serta
data hasil rangkuman.
2. Memilah permasalahan dan kebutuhan kawasan perencanaan dalam kategori
aspek teknis dan non teknis.
3. Menyusun hasil identifikasi masalah dan kebutuhan kawasan perencanaan
berdasarkan data hasil rangkuman serta aspek teknis dan non teknis.
Data yang dikumpulkan data yang terkait dengan permasalahan yang ada, antara
lain adalah sebagai berikut:
1. Data spasial antara lain:
a. studi-studi terkait.
b. data rencana pengembangan kota.
c. foto udara, atau citra satelit.
d. peta topografi.
e. peta tata guna lahan.
f. peta jenis tanah.
g. peta geologi.
h. peta air tanah (hidrogeologi).
i. peta jaringan drainase eksisting dan bangunan-bangunannya.
j. peta arah aliran.
k. lokasi genangan.
l. Peta jaringan infrastruktur bawah tanah (air bersih, kabel
telekomunikasi, listrik, dll).
m. penduduk dan kepadatan penduduk.
2. Data hidrologi antara lain:
a. daerah pengaliran sungai atau saluran.
b. data stasiun klimatologi dan/atau stasiun penakar hujan.
c. data debit sungai dan saluran.
d. data genangan (tinggi genangan, kedalaman, lama genangan,
frekuensi kejadian).
e. data sumber air.
f. data sedimentasi.
g. datapasangsurut.
h. data fasilitas pemanenan air hujan: kolam, embung, waduk, sumur
resapan, biopori, bioretensi, dll.
F. Analisa Solusi
Dari peta genangan, kemudian dibuat beberapa alternatif pemecahan atau solusi dan
dipilih satu alternatif yang paling efisien dan efektif. Alternatif itu yang dijadikan
dasar untuk perencanaan detail dan penyusunan program tahunan.
Jumlah nilai dari keenam kriteria tersebut di atas berkisar antara 0 s/d 600.
Nilai tertinggi merupakan kawasan dengan prioritas utama, makin rendah
nilainya makin rendah pula prioritasnya. Uraian lebih lanjut tentang
penentuan prioritas penanganan genangan
2. Urutkan jumlah nilai pada masing-masing sub sistem drainase atau
komponen drainase dari nilai tertinggi ke nilai terendah. Nilai tertinggi
menempati prioritas pertama dan nilai terendah menempati prioritas
terakhir.
Hal –hal lain yang perlu dipertimbangkan perencanaan drainase antara lain.
a. Kondisi Topografi
Peta topografi yang digunakan biasanya dalam skala 1 : 25000 atau 1 : 50000,
umumnya data tersebut sudah tersedia pada Badan Koordinasi Survey dan
Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) di daerah bogor. Peta dalam skala kecil masih
sering digunakan misalnya skala 1 : 1000 maupun 1 : 2000. Peta dengan skala kecil
bisa didapatkan dengan pengukuran langsung dilapanga seluas wilayah yang
diperlukan. hasil pengukuran dituangkan dalam peta yang dilengkapi dengan garis
kontour dengan beda tinggi 0,5 meter untuk tempat yang sangat datar dan 1 meter
untuk tempat yang datar. Dalam pengukuran dilapangan dilakukan pula pengukuran
sampai ke alur buangan (sungai) terdekat, beserta muka air pada saat banjir. Apabila
pengukuran dilakukan pada musim kemarau, keadaan muka air banjir bisa di
tanyakan pada penduduk sekitar.
b. Kondisi Tata Guna Lahan
Data tataguna lahan terkait dengan besarnya aliran permukaan. Besarnya aliran
permukaan adalah tergantung dari besarnya hujan dikurangi yang mengalir
dikurangi air yang meresap dan yang menguap kembali. Oleh karena itu kerapatan
permukaan tanah yang berkaitan dengan penggunaan lahan menjadi faktor yang
penting dalam proses aliran, yang nanti disebut sebagai koefisien aliran. Koefisien
adalah prosentase besarnya air yang mengalir, contoh jalan dari beton akan
mengalirkan seluruh air hujan yang jatuh diatasnya,a tau koefisien aliranya sama
dengan 1. Sedangkan lahan berpasir akan meresapkan sebagian besar air yang jatuh
diatasnya, atau koefisien mendekati 0.
c. Kondisi Jenis Tanah
Tiap daerah atau tempat mempunyai jenis tanah yang berbeda beda. Jenis tanah
dapat berupa tanah lempung, tanah berpasir, kapur dan lainnya. Tujuan mempelajari
jenis tanah adalah untuk mengetahui kemampuan tanah dalam meresapkana air.
d. Master Plan.
Agar pembangunan berjalan terarah, diperlukan suatu master plan, demikian
pula halnya dalam perencanaan sistem drainase. Sistem drainase adalah kebutuhan
akan saluran untuk mengeringkan genangan dalam sebuah kota. Dengan demikian
master plan drainase harus mengacu pada master plan kota, yang bisa didapat dari
pemerintah daerah setempat.
e. Kondisi prasarana dan utilitas
Prasarana dan utilitas kota lainnya, disamping sistem jaringan irigasi adalah
antara lain jalan raya, pipa air minum, pipa gas, kabel listrik, telephon dan lain
sebagainya. Dengan diketahui prasarana dan utilitas lainnya, maka perencanaan
drainase harus menyesuaikan agar idak menimbulkan permasalahan yang baru.
Contoh jangan merencanakan saluran drainase pada jalur yang sudah ada jalur
telephon atau di jalur yang ada tiang listriknya.
f. Pembiayaan.
Pembangunan jaringan drainase tidah seperti pembangunan jalan tol, yang bisa
memberikan keuntunga secara langsung. Oleh karena itu tidak ada investor yang
mau menenamkan proyek drainase. Meskipun jaringan drainase sangat diperlukan
oleh masyarakat. Pembangunan jaringan drainase tidak mungkin dilakukan sendiri-
sendiri, oleh karena itu pemerintah menyediakan biaya untuk pembangunan
jaringan drainase, lewat APBN maupun pinjaman luar negeri.
g. Kondisi Kependudukan
Data kependudukan dapat di peroleh dari biro statistik. Data kependudukan
digunakan untuk memperkirakan perkembangan atau pertumbuhan penduduk
beberapa tahun mendatang sesuai dengan jangka waktu perencanaan. Selain jumlah
penduduk, lokasi dari penduduk juga perlu dipertimbangkan untuk memperkirakan
air buangan dalam menentukan dimensi saluran disaat musim kemarau.
h. Kelembagaan.
Kelembagaan adalah instansi pemerintah yang terkait dengan keberadaan
sistem drainase, khususnya pada saat pemeliharaan dan pengoperasian . yang harus
diperhatikan adalah berapa jumlah peronil yang ditugaskan untuk menangani
masalah drainase. Bagaimana tingkat pendidikan, jabatan apa yang di terima, posisi
dalam struktur orgasisasi. Setelah selesai pekerjaan sistem jaringan drainase, ada
tahapan pengelolaan dan operasional. Sehingga pada tahapan ini diperlukan
orgasisasi dengan sumber daya dan memerlukan peralatan serta anggaran biaya.
i. Peraturan
Peraturan peraturan yang diperlukan adalah peraturan yang berkaitan dengan
drainase perkotaan, yang sudah ada. Misal perda tentang sistem drainase, tentang
sampah, dan sebagainya. Peninjauan dilakukan apakah peraturan peraturan yang
sudah ada masih cukup memadai dengan sisstem drainase yang akan direncanakan.
j. Aspirasi Pemerintah dan Peran Serta Masyarakat.
Aspirasi pemerintah dan masyarakat sangat diperlukan dalam kaitannya
dengan perencanaan drainase. Diskusi untuk menggali aspirasi bisa dilakukan
denga instansi terkaitdan pemda, sehingga perencaan drainase akan lebih terarah.
Peran serta masyarakat dapat di gali dan diperoleh dari dialog dengan masyarakat
yang menderita akibat genangan banjir. Mengajak dialog tokoh tokoh masrarakat
atau yang bisa mewakili kepentingan masyarakat. Dengan dialog ini akan bisa
mengajak masyarakat untuk mencari solusi dalam menyelesaikan masalah yang ada
dan sekaligus menumbuhkan rasa memiliki apabila sistem jaringan drainase sudah
dilaksanakan. Sehingga bisa melibatkan masyarakat dalam dalam menjaga dan
merawat infrastruktur yang sudah dibangun.
k. Kondisi sosial Ekonomi
Data sosial ekonomi dapat diperoleh dari biro statistik atau kantor kelurahan.
Tujuan mengetahui kondisi sosial ekonomi masyarakat adalah untuk menghindari
timbulnya masalah masalah sosial apabila saluran drainase atau bangunan
bangunannya akan dibangun di kemudian hari. Contoh : hindari penempatan
saluran induk ditengah tengah daerah padat penduduk, yang mengakibatkan
terjadinya penggusuran dalam jumlah yang besar
l. Kesehatan lingkungan pemukiman
Masalah lingkungan pemukiman perlu dipertimbangkan dalam perencanaan
sistem drainase. Karena tujuan pembangunan sistem drainase adalah untuk
meningkatakan kesehatan lingkungan, bukan sebaliknya suatu wilayah yang
tadinya sehat, setelah ada pembangunan sistem drainase menjadi tidak sehat.
q. Bahan Bangunan.
Informasi bahan bangunan tentang kemudahan bahan bangunan untuk
didapatkan dan ketersediaannya memadai sangat penting dalam keberlanjutan
pelaksanaan bangunan drainase yang akan dibangun.
a. Aspek teknik
Melakukan rekayasa pelestarian vegetasi hutan dengan menanam jenis vegetasi
yang cocok ditanam untuk memperkuat tebing-tebing di sepanjang aliran sungai
dan meningkatkan penyerapan air yang diserap dari vegetasi tersebut. Dengan
penanaman vegetasi pada daerah hulu maka kecepatan run off aliran air hujan
yang turun dapat direduksi dan memperbesar konsentrasi penyerapan
air/infiltrasi ke dalam tanah. Jadi kesimpulannya yaitu memperbesar proses
infiltrasi dan memperkecil kecepatan aliran run off.
Membuat bangunan retensi penampung air buatan, misalnya dengan membuat
embung dan situ yang berupa kolam penampungan air hujan yang berfungsi
mengurangi besar volume aliran pada sungai yang dapat berisiko menyebabkan
banjir.
Membuat Bangunan pengendali sedimen di hulu berupa sabo dam/sand pocket
yang berfungsi untuk mencegah masuknya sedimen pada waduk, memperbesar
konsentrasi penyerapan air ke tanah, memproteksi kerusakan bendungan dan
mencegah banjir kiriman yang membawa kandungan lumpur/sedimen yang
besar pada daerah hilir.
Membuat dan memperkuatan tebing-tebing (Rivetment) di sepanjang aliran
sungai untuk mengurangi kerusakan tebing berupa longsor yang tentunya akan
merusak vegetasi di sepanjang aliran sungai. Biasanya dilakukan rekayasa sipil
untuk mengurangi tingkat kemacetan dan masalah banjir, tetapi banyak faktor
yang menjadi kendala dalam perencanaannya.
Membuat sistem mitigasi bencana banjir dengan mendirikan pos-pos pendeteksi
bencana pada beberapa daerah aliran sungai yang berpotensi menimbulkan
banjir. Hal ini harus diperkuat dengan sistem berbasis Teknologi Informasi (IT)
yang dapat berupa alarm peringatan dini pendeteksi banjir dan informasi
melalui perangkat media sosial. Dengan adanya informasi tersebut masyarakat
yang berada pada wilayah rawan banjir dapat sebelumnya mempersiapkan
untuk menyelamatkan diri dan harta berharganya sebelum banjir datang.
Biasanya alat pendeteksi banjir tersebut dilengkapi dengan sensor pengukur
tinggi muka air sungai, curah hujan, suhu, kelembapan, dan lainnya.
a. Perencanaan Teknis
Tata cara penyusunan perencanaan teknis sistem drainase perkotaan ini memuat
ketentuan-ketentuan umum dan teknis berupa data informasi, pengukuran,
penggambaran, penyelidikan tanah dan kriteria perencanaan, serta cara pengerjaan
rencana teknik sistem drainase di daerah perkotaan.
b. Kelayakan Teknis
Kelayakan Teknis Drainase meliputi:
1) Perhitungan hidrologi dilakukan untuk mendapat debit rencana dan
perhitungan hidrolika untuk mendapatkan dimensi saluran dengan
memperhatikan ketentuan:
a) Tinggi jagaan adalah ketinggian yang diukur dari permukaan air
maksimum sampai permukaan tanggul saluran atau muka tanah.
b) Debit maksimum bangunan perlintasan (gorong-gorong) dihitung
sebesar 1,1 sampai 1,5 kali debit maksimum saluran.
c) Kecepatan maksimum ditentukan oleh kekasaran dinding dan dasar
saluran. Untuk saluran tanah V = 0,7 m/dt, pasangan batu kali V =2 m/dt
dan pasangan beton V = 3 m/dt. Kecepatan maksimum dan minimum
saluran juga ditentukan oleh kemiringan talud saluran.
muara saluran: i) apabila elevasi muka air muara saluran lebih tinggi
dari elevasi muka tanah tempat permukiman, maka diperlukan
sistem polder, ii) apabila elevasi muka air muara saluran lebih
rendah dari elevasi muka tanah tempat permukiman, maka sistem
gravitasi lebih baik.
Pada dataran tinggi harus sistem gravitasi.
Kriteria kelayakan teknis
a) Memenuhi persyaratan kekuatan struktur dengan analisis sebagai berikut:
Analisis kestabilan terhadap guling.
Analisis ketahanan terhadap geser.
Analisis kapasitas daya dukung tanah pada dasar dinding penahan.
Analisis tegangan dalam dinding penahan tanah.
b) Memenuhi persyaratan hidrologi yaitu sebagai berikut:
Data curah hujan minimal 10 tahun terakhir untuk masingmasing stasiun
pengamat hujan yang ada di dalam daerah tersebut.
Debit banjir rencana sesuai dengan kala ulang yang ditentukan.
Perhitungan debit saluran dengan menggunakan rational method.
Perhitungan waduk dan pompa dengan menggunakan hidrograf satuan
untuk daerah perkotaan (for urban areas).
c) Memenuhi persyaratan hidrolika yaitu sebagai berikut:
Debit saluran memenuhi hukum kontinuitas.
Perhitungan dimensi saluran menggunakan formula Manning atau Strikler
atau Chezy.
Saluran sebaiknya terbuka, kecuali dalam kondisi khusus dapat tertutup.
Aliran saluran sebaiknya gravitasi.
Menjaga kelestarian hutan serta vegetasinya di daerah hulu dan sepanjang aliran
sungai agar kondisi daerah penyerapan air tetap terjaga dengan baik serta
mengurangi kecepatan aliran sungai yang berasal dari hulu. Dalam hal ini pihak
dinas terkait seperti dinas kehutanan yang harus terus memantau aktivitas-
aktivitas perusakan hutan serta pemberian sanksi yang tegas.
Memberikan penyuluhan kepada masyarakat secara umum akan pentingnya
kesadaran kebersihan lingkungan khusunya kebersihan drainase dan sungai,
sehingga dapat mengurangi jumlah sampah pada saluran air dan badan sungai.
Membuat fasilitas-fasilitas tempat pembuangan sampah, baik sampah organik
maupun sampah anorganik di lingkungan tempat tinggal masyarakat, serta
sosialisasi penerapan dan manfaatnya.
Memberikan sanksi yang tegas bagi pihak-pihak yang merusak lingkungan
misalnya melakukan penebangan pohon secara ilegal, membuang sampah di
sembarang tempat, sehingga dengan adanya aturan dan sanksi setidaknya dapat
mengurangi kebiasaan masyarakat dalam merusak lingkungan.
Membuat dan menerapkan secara tegas aturan pembatasan pembangunan
gedung-gedung bertingkat pada daerah perkotaan yang telah padat serta
larangan pembangunan pada daerah resapan air atau ruang terbuka hijau
(RTH).
Menertipkan pemukiman-pemukiman liar di sepanjang bantaran sungai
sehingga kapasitas dari penampang sungai tidak terganggu. Hal ini yang sering
menjadi masalah sosial yang menjadi hambatan dalam penertipannya di
lapangan.
Mengurangi laju urbanisasi penduduk di perkotaan yang dapat menimbulkan
penggunaan lahan yang semakin padat sehingga berpengaruh terhadap jumlah
daerah resapan/tangkapan air.
pembuatan waduk lapangan yang dapat merubah pola hidrograf banjir dan
penghijauan di Daerah Aliran Sungai.
Bagian hilir: yaitu dengan melakukan perbaikan alur sungai dan tanggul,
sudetan pada alur yang kritis, pembuatan alur pengendali banjir atau flood
way, pemanfaatan daerah genangan untuk retarding basin dsb.
Sedangkan menurut teknis penanganan pengendalian banjir dapat dibedakan
menjadi dua yaitu:
Pengendalian banjir secara teknis (metode struktur).
Pengendalian banjir secara non teknis (metode non-struktur).
Detail metode struktur dan metode non-struktur ditunjukkan dalam Gambar 1
1) Mengumpulkan Data
Data yang dikumpulkan antara lain adalah sebagai berikut:
a) Data spasial antara lain:
• studi-studi yang berkaitan dengan terjadinya genangan pada masa masa
lalu.
• data rencana pengembangan kota kedepan.
• foto udara, atau citra satelit.
• peta topografi.
• peta tata guna lahan.
• peta jenis tanah.
• peta geologi.
• peta air tanah (hidrogeolgi).
• peta jaringan drainase eksisting dan bangunan-bangunannya.
• peta arah aliran.
• lokasi genangan.
• Peta jaringan infrastruktur bawah tanah (air bersih, kabel telekomunikasi,
listrik,dll).
• penduduk dan kepadatan penduduk.
b) Data hidrologi antara lain:
• daerah pengaliran sungai atau saluran.
• data stasiun klimatologi dan/atau stasiun penakar hujan.
• data debit sungai dan saluran.
• data genangan (tinggi genangan, kedalaman, lama genangan, frekuensi
kejadian).
• data sumber air.
• data sedimentasi.
• data pasang surut.
• data fasilitas pemanenan air hujan: kolam, embung, waduk, sumur resapan,
biopori, bioretensi, dll.
c) Data hidrolika dan bangunan pelengkap antara lain:
Bilamana diklasifikasikan oleh tindakan manusia dan oleh alam maka penyebab
banjir dapat disusun antara lain sebagai berikut, yang disebabkan oleh faktor
manusia:
Yang termasuk sebab-sebab banjir karena antara lain :
1. Perubahan tata guna lahan
2. Pembuangan sampah
3. Kawasan kumuh di sepanjang sungai/drainase
Penyebab banjir dan prioritasnya dapat di lihat pada table 5.1 pada halaman berikut
ini:
BAB 3
MENENTUKAN METODE ANALISIS PERENCANAAN
Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta mampu :
1. Mengidentifikasi metode analisis yang akan dilaksanakan sesuai dengan hasil
rangkuman data.
2. Memilih metode analisis sesuai dengan kondisi kawasan perencanaan.
3. Menetapkan metode analisis sesuai dengan tujuan perencanaan.
3.4. Metode yang telah dipilih ditetapkan sesuai dengan tujuan perencanaan
dituangkan dalam tabel
Desain dasar merupakan perencanaan dasar dari upaya nonfisik dan upaya
fisik dalam Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air, masing-masing harus memuat
hal-hal sebagai berikut:
1. Desain dasar upaya nonfisik memuat: jenis kegiatan, lokasi dan waktu
pelaksanaan;
2. Desain dasar upaya fisik memuat: lokasi, tata letak dan perkiraan tipe dan
ukuran bangunan, ketersediaan bahan bangunan, lokasi buangan bahan galian
dan atau sumber bahan timbunan, termasuk alokasi ruang/lahan permukiman
kembali untuk penduduk yang dipindahkan, agenda pelaksanaan/penjadwalan.
Desain dasar upaya fisik; meliputi penanganan infrastruktur yang sudah ada
(existing); infrastruktur baru; upaya fisik lainnya (misalnya penghijauan dan lain-
lain). Desain dasar upaya fisik dan upaya nonfisik disusun dengan melalui analisis
sebagai berikut:
jaringan saluran drainase, jaringan pipa pembuang air limbah, instalasi pengelolaan
air limbah, dinding penahan tanah, pengendali sedimen (check dam),
bendungan/waduk, embung, pos pemantauan kualitas air, bendung irigasi, jaringan
saluran irigasi, perbaikan dan pengaturan alur sungai, saluran pengelak banjir,
tanggul banjir, kolam retensi banjir, polder, SABO dam, jetty, tembok laut (sea
wall), pemecah gelombang (breakwater), pos stasiun hujan, pos pengukuran muka
air (automatic water level recorder/AWLR) dan lain-lain seperti tabel berikut.
Tabel 3. 7 Metode Perancangan Saluran Drainase
BAB 4
MENGANALISIS KEBUTUHAN JARINGAN DRAINASE PADA
KAWASAN PERENCANAAN
Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta mampu :
1. Menganalisis rangkuman data dan informasi kondisi jaringan drainase serta
rencana pengembangan untuk menghasilkan konsep desain.
2. Menyusun hasil sosialisasi dan konsultasi masyarakat terkait dengan usulan
sistem jaringan drainase dan sarana pendukung dalam Focus Group
Disscusion (FGD)
3. Menyusun usulan kebutuhan sistem jaringan drainase dan sarana pendukung
kawasan perencanaan berdasarkan hasil sosialisasi dan konsultasi dengan
masyarakat dalam format tabel.
upaya prasarana
pemulihan sungai
BAB 5
PENUTUP