Anda di halaman 1dari 7

NAMA : RISMAYANTI

NIM: A031171019

PENGAUDITAN II

AUDIT SIKLUS PENGELUARAN PENGUJIAN SUBSTANTIF

PENGUJIAN SUBSTANTIF ATAS SALDO HUTANG USAHA

Hutang usaha biasanya merupakan kewajiban lancar terbesar dalam neraca


dan merupakan faktor yang signifikan dalam mengevaluasi solvensi jangka
pendek perusahaan. Volume transaksi yang tinggi juga dapat berpengaruh pada
hutang usaha sehingga sangat rentan terhadap salah saji. Jika dibandingkan
dengan audit atas saldo aktiva, audit atas hutang usaha lebih ditekankan pada
asersi kelengkapan daripada asersi eksistensi atau kejadian alasannya adalah
bahwa jika manajemen termotivasi untuk memanipulasi hutang, maka ia
cenderung untuk menetapkan hutang terlalu rendah yang dapat melaporkan posisi
keuangan yang lebih menguntungkan.

Penentuan Risiko Deteksi untuk Pengujian Rincian

Hutang usaha dipengaruhi oleh transaksi pembelian yang menambah saldo


maupun oleh transaksi pengeluaran kas yang menurunkan saldo tersebut, jadi
risiko pengujia rincian untuk asersi utang usaha dipengaruhi oleh risiko inheren,
risiko proosedur analitis, dan faktor-faktor risiko pengendalian yang berkaitan
dengan kedua kelompok transakasi tersebut. Auditor menggunakan suatu
metodoologi untuk menggabungkan penilaian risiko pengendalian yang tepat atas
asersi kelompok transaksi guna mencapai penilaian risiko pengendalian untuk
asersi-asersi saldo akun hutang usaha. Metodologi yang digunakan tersebut
meliputi matriks risiko audit, yang selanjutnya digunakan untuk menentukan
tingkat risiko deteksi yang dapat diterima pada tahap pengujian rincian. Tingkat
risiko spesifik dalam matriks ini hanya bersifat ilustratif dan akan, karenanya
bervariasi menurut situasi yang dihadapi klien.
Perancangan Pengujian Substantif

Pengumpulan bukti dan pengujian substantive termasuk prosedur analitis


dan pengujian rincian perlu dirancang secara tepat karena hal tersebut
memengaruhi tingkat risiko deteksi yang dapat diterima untuk setiap asersi
laporan keuangan yang sigifikan. Kerangka kerja umum untuk mengembangkan
program audit atas pengujian substanntif ketika membahas piutang usaha, juga
dapat digunakan untuk merancang pengujian substantive untuk hutang usaha.
Daftar pengujian substantive yang mungkin, yang dapat dimasukkan dalam
program audit yang dikembangkan.

Prosedur Awal

Titik awal bagi setiap pengujian audit adalah mendapatkan pemahaman


tentang bisnis dan industry klien. Pemahaman tentang signifikansi siklus
pembelian dalam perusahaan menyediakan konteks untuk penilaian risiko yang
penting. Pemahaman atas pemicu atau penggerak ekonomi perusahaan, termin
perdagangan standar, dan seberapa luas konstrasi bisnis degan pemasok tertentu
menyediakann konteks untuk mengevaluasi hasil prosedur analitis, pengujian
pengendalian, dan pengujian substantive.

Prosedur awal lainnya untuk pengujian substantive atas utang usaha


adalah menelusuri saldo awal kertas kerja tahun sebelumnya, dan menggunakan
perangkat lunak audit tergeneralisasi dalam memeriksa akun buku besar untuk
melihat setiap jurnal yang tidak biasa, serta untuk mengembangkan daftar jurnal
yang terutang pada tanggal neraca. Biasanya klien mempunyai daftar file voucher
yang belum dibayar, buku pembantu hutanng usaha, atau file induk dalam bentuk
eletronik. Auditor juga dapat menggunakan perangkat lunak audit tergeneralisasi
untuk menentukan ketepatan matematis dari daftar tersebut dengan cara
menjumlah ulang total dan dengan memverifikasi bahwa jumlahnya telah sesuai
dengan saldo akun buku besar.
Prosedur analitis

Tujuan auditor menerapkan proedur ini adalah untuk mengembangkan


ekspektasi atas saldo akun hutang dan hubungan antara hutang usaha dengan
akun-akun kunci lainnya seperti pembelian atau persediaan. Suatu penurunan
yang abnormal atas rasio perputaran hutang usaha atau kenaikan yang tidak
diharapkan atas rasio lancar dapat menjadi indikator bahwa kewajiban telah
ditetapkan terlalu rendah. Prosedur analitis akan dilakukan pada tahap akhir
penugasan untuk memastikan bahwa bukti yang telah dievaluasi dalam pengujian
rincian telah konsisten dengan gambaran menyeluruh yang dilaporkan dalam
laporan keuangan.

Pengujian Rincian Transaksi

Terdapat empat pengujian substantive atas rincian transaksi hutang usaha


yang utama yaitu menelusuri sampel catatan transaksi hutang usaha ke
dokumentasi pendukungnya, melaksanakan pengujian pisah batas pembelian,
melaksanakan pengujian pisah batas pengeluaran kas, dan melaksanakan
pencarian kewajiban yang belum tercatat. Dalam melaksanakan pengujian
tersebut, auditor terutama akan menitikberatkan pada pendeteksian kurang saji
hutang yang dicatat serta hutang yang belum tercatat. Seberapa luas setiap
pengujian itu dilakukan akan bervariasi menurut tingkat risiko deteksi spesifik
yang dapat diterima untuk asersi-asersi terkait

1) Menelusuri hutang yang dicatat ke dokumentasi pendukung


Dalam pengujian ini, ayat jurnal kredit pada hutang usaha akan ditelusuri
ke dokumentasi pendukung dalam file klien, seperti voucher, faktur penjual,
laporan penerimaan, dan pesanan pembelian. Pendebetannya akan ditelusuri
ke dokumen transaksi pengeluaran kas, seperti buku pengeluaran cek, atau
memo dari penjual menyangkut retur pembelian dan pengeluaran harga.
Pengujian ini terutama akan menghasilkan bukti untuk tujuan audit spesifik
yang berkaitan dengan empat dari lima asersi, terkecuali asersi kelengkapan.
Aplikasbilitas dari pengujian ini terhadap asersi kelengkapan adalah terbatas
karena pengujian ini tidak dapat mendeteksi utang yang tidak pernah dicatat.
2) Melaksanakan pengujian pisah batas pembelian
Pengujian pisah batas pembelian (purchases cutoff test)
mencakup penentuan bahwa transaksi pembelian yang terjadi mendekati
tanggal neraca telah dicatat pada periode yang tepat. Hal ini dapat
dilakukan dengan menelusuri tanggal-tanggal laporan penerimaan ke ayat
jurnal register voucher dan memvouching ayat jurnal yang dicatat ke
dokumentasi pendukungnya. Pengujian ini biasanya mencakup periode
antara lima sampai sepuluh hari bisnis sebelum dan sesudah tanggal
neraca. Bukti yang diperoleh dari pengujian ini berkaitan dengan asersi
eksistensi atau kejadian dan kelengkapan untuk hutang usaha.
Dalam memeriksa dokumentasi sebagai bagian dari pengujian ini,
pertimbangan khusus harus diberikan atas barang yang masih dalam
perjalanan pertanggal neraca. Barang yang dikirim dengan syarat FOB
(free on board) shipping point harus dimasukkan dalam persediaan dan
hutang usaha pembeli. sebaliknya, barang dalam perjalanan yang dikirim
dengan syarat FOB destination harus tetap diperlakukan sebagai
persediaan penjual serta dikeluarkan dari persediaan dan hutang usaha
pembeli hingga barang terebut tiba di departemen penerimaan pembeli.
Dalam melakukan pengujian ini, auditor harus menentukan bahwa pisah
batas yang tepat telah dicapai ketika melakukan perhitungan fisik
persediaan serta dalam mencatat transaksi pembelian.
3) Melaksanakan pengujian terpisah
Pisah batas yang tepat atas transaksi pengeluaran kas pada akhir
tahun adalah sangat penting untuk penyajian kas dan hutang usaha yang
benar pada tanggal neraca. Bukti tentang pengujian pisah batas
pengeluaran kas (cash disbursement cutoff test) dapat diperoleh melalui
observasi langsung dan review atas dokumentasi internal. Apabila auditor
dapat menyajikan pada tanggal neraca, maka ia secara langsung dapat
menyaksikan lembar ceck terakhir yang dicek klien. Penelusuran
selanjutnya atas bukti ini ke catatan akuntansi akan dapat memverifikasi
keakuratan pisah batas. Selain itu, auditor juga dapat menelusuri cek-cek
yang dibayar dalam periode beberapa hari sebelum dan sesudah tanggal
neraca ke tanggal cek tersebut dicatat. Bukti yang diperoleh dari
pengujian ini juga berkaitan dengan asersi eksistensi atau kejadian dan
kelengkapan untuk hutang usaha.
4) Melakukan pencarian hutang yang belum tercatat
Pencarian hutang usaha yang belum tercatat (search for
unrecorded accounts payable) terdiri dari prosedur-prosedur yang
dirancang secara khusus untuk mendeteksi kewajiban signifikan yang
belum dicatat pada tanggal neraca. Dengan demikian prosedur ini
berkaitan dengan asersi kelengkapan untuk hutang usaha.
a. Pembayaran kemudian. Pemeriksaan atas pembayaran kemudian
(subsequent payament) terdiri dari pemeriksaan dokumentasi untuk
cek-cek yang diterbitkan atau voucher yang dibayar setelah tanggal
neraca. Apabila dokumentasi ini menunjukkan bahwa pembayaran
tersebut adalah untuk membayar kewajiban yang ada pada tanggal
neraca, maka auditor harus menelusuri ke daftar hutang usaha guna
menentukan apakah hal tersebut sudah termasuk dalam daftar hutang
usaha. Pengujian ini dilakukan hingga akhir pekerjaan lapangan untuk
memperbesar peluang meemperoleh bukti tentang hutang yang secara
sengaja atau karena kurang teliti tidak di masukkan dalam daftar
hutang pada tanggal laporan keuangan. Dengan demikian, pengujian
ini melebihi periode yang digunakan dalam pengujian pisah batas.
b. Prosedur lainnya. Dokumentasi pendukung hutang yang telah dicatat,
tetapi masih belum dibayar sampai tanggal terkahir pekerjaan
lapangan, juga harus diperiksaa atas dasar pengujian. Hal ini dapat
mengungkapkan kewjiban yang ada tetapi belum dicatat pada tanggal
neraca. Prosedur lainnya yang dapat mengungkapkan hutang yang
belum dicatat meiputi menginvestigasi pesanan pembelian, laporan
penerimaan, dan faktur penjual yang tidak sesuai pada akhir tahun,
mengajukan pertanyaan pada personil akuntansi dan pembelian
tentang hutang yang belum dicatat, serta mereview anggaran modal,
perintah kerja, dan kontrak konstruksi untuk mencari adanya hutang
yang belum dicatat.
Pengujian Rincian Saldo

Dua pengujian yang termasuk dalam kategori ini adalah konfirmasi hutang
usaha dan rekonsiliasi hutang yang belum dikonfirmasi dengan laporan bulanan
yang diterima oleh klien dari penjual atau pemasok.

1) Konfirmasi hutang usaha


Dalam konfirmasi hutang usaha ini, tidak ada tanggapan yang dibuat
mengenai konfirmasi hutang usaha (confirmation of accounts payable).
Prosedur ini bersifat opsional karena konfirmasi ini tidak dapat menjamin
bahwa hutang yang belum dicatat akan dapat ditemukan dan bukti eksternal
berupa faktur dan laporan bulanan penjual harus tersedia untuk mendukung
saldonya. Konfirmasi hutang usaha direkomendasikan apabila risiko deteksi
rendah, terdapat kreditor individual dengan saldo yang relative besar, atau
perusahaan mengalami kesulitan dalam memenuhi kewajibannya. Auditor
harus mengendalikan pembuatan dan pengiriman permintaan konfirmasi
harus menerima jawaban langsung dari responden.
Apabila konfrimasi dilakukan maka akun dengan saldo nol atau kecil
harus ada diantara pilihan untuk konfirmasi karena saldo itu mungkin
ditetapkan terlalu rendah daripada akun dengan saldo yang besar. Pengujian ini
dapat memberikan bukti untuk semua asersi hutang usaha. Akan tetapi bukti
untuk semua asersi hutang kelengkapan bersifat terbatas karena adanya
kemungkinan kegagalan dalam mengidentifikasi dan mengirim permintaan
konfirmasi kepada pemasok yang tidak mencatatt kewajiban klien.
2) Merekonsiliasi hutang yang belum dikkonfirmasi dengan laporan pemasok
Dalam banyak kasus, para pemasok biasanya mengirimkan laporan
bulanan yang bisa dijumpai dalam file klien. Dalam kasus ini, jumlah yang
terutang kepada pemasok menurut daftar hutang klien dapat direkonsiliasi
dengan laporan tersebut. Bukti yang diperoleh dari prosedur ini juga berlaku
untuk asersi yang sama seperti konfirmasi, tetapi kurang dapat diandalkan
karena laporan pemasok telah dikirimkannn kepada klien dan bukan langsung
kepada auditor. Selain itu, laporan ini mungkin tidak tersedia dari pemasok
tertentu.
Pembanding Penyajian Laporan Keuangan

Hutang usaha diidentifikasi dan diklasifikasikan secara tepat sebagai


kewajiban lancar. Jika saldo hutang usaha mencakup pembayaran di muka yang
material kepada beberapa pemasok untuk pengiriman barang dari jasa di masa
depan, maka jumlah semacam itu harus direklasifikasi sebagai ‘uang muka kepada
pemasok (advanced to suppliers)’ dicatat sebagai aktiva. Selain itu, pengungkapan
juga perlu dilakukan atas penjaminan dan hutang pihak yang mempunyai
hubungan istimewa, komitmen serta kewajiban. Jadi penyajian dan pengungkapan
manajemen harus dibandingkan dengan persyaratan GAAP.

JASA BERNILAI TAMBAH

Standar audit yang berlaku umm tidak mensyaratkan bahwa auditor harus
melakukan jasa bernilai tambah. Meskipun demikian, apabila auditor telah
menyelesaikan suatu audit, maka biasanya mereka sangat mengetahui tentang
bisnis dan praktek bisnis klien, hasil operasi, dan arus kasnya, serta pengendalian
internal perusahaan. Manajemen dan dewan komisaris biasanya ingin secara
penuh memanfaatkan pengetahuan auditor itu.

Sebagai contoh, setelah menyelesaikan audit atas siklus pengeluaran,


auditor mengakui bahwa organisasi tersebut telah mensubkontrakkan jasa-jasa
tertentu dan menerapkan prkatik pembayaran honor bulanan yang tetap pada awal
bulan atas jasa yang diberikan. Selanjutnya, mereka tidak menerima laporan dari
subkontraktor mengenai individu yang menerima jasa dari subkontraktor itu.
Perusahaan menanggung biaya tetap built-in dengan tanggung jawab yang kecil.
Ketika tiba waktunya untuk menegosiasikan kontrak dimana subkontraktor sudah
membayar kembali pada akhir bulan berdasarkan jumlah orang yang bekerja.
Pimpinan agen tersebut lalu menyerahkan tingkat pertanggungjawaban yang lebih
tinggi kepada dewan komisaris dan menigkatkan arus kasnya sebagai
pembayaran kembali yang hanya dillakukan setelah jasa diberikan. Dalam proses
pelaksanaan audit, auditor dapat menetapkan tolak ukur atas pengeluaran
perusahaan lain dalam industry yang sama.

Anda mungkin juga menyukai