Anda di halaman 1dari 14

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teoritik
1. Titanium Dioksida (TiO2)
Titanium dioksida (TiO2) juga bisa disebut Titania atau Titanium (IV) oksida
merupakan bentuk oksida dari titanium secara kimia dapat dituliskan TiO2.
Senyawa ini dimanfaatkan secara luas dalam bidang anatas sebagai pigmen,
bakterisida, pasta gigi, fotokatalis dan elektroda dalam sel surya [1]. Titanium
dioksida (TiO2) dapat dihasilkan dari reaksi antara senyawa titanium tetraklorida
(TiCl4) dan O2 yang dilewatkan melalui lorong silika pada suhu 700oC. Senyawa
TiO2 bersifat amfoter, terlarut secara lambat dalam H2SO4(aq) pekat, membentuk
kristal sulfat dan menghasilkan produk titanat dengan alkali cair. Sifat senyawa
TiO2 adalah tidak tembus cahaya, mempunyai warna putih, lembam, tidak
beracun, dan harganya relatif murah. Titanium dioksida dapat dihasilkan dari
proses sulfat ataupun klorin [38].
Titanium dioksida (TiO2) memiliki tiga fase struktur kristal, yaitu anatas,
rutil, brookit. Akan tetapi hanya anatas dan rutil saja yang keberadaanya di alam
cukup stabil [6]. Kemampuan fotoaktivitas semikonduktor TiO2 dipengaruhi oleh
morfologi, luas permukaan, kristanilitas dan ukuran partikel. Anatas diketahui
sebagai kristal titania yang lebih fotoaktif daripada rutil. Hal ini disebabkan harga
Eg TiO2 jenis anatas yang lebih tinggi yaitu sebesar 3,2 eV sedangkan rutil
sebesar 3,0 eV. Harga Eg yang lebih tinggi akan menghasilkan luas permukaan
aktif yang lebih besar sehingga menghasilkan fotoaktivitas yang lebih efektif [18].
Bentuk titanium dioksida yang stabil adalah rutil, dimana bentuk lain titanium
dioksida berubah pada suhu tinggi. Rutil mempunyai struktur kristal mirip
dengan anatas, dengan pengecualian bahwa Ti-O oktahedral patungan 4 sisi bukan
4 sudut. Struktur rutil dan anatas dapat digambarkan sebagai rantai oktahedral
TO6 kedua struktur kristal dibedakan oleh distorsi oktahedral dan pola susunan
rantai oktahedralnya. Penataan tersebut menghasilkan terbentuknya rantai yang
tersusun dalam simetri empat lipat seperti ditunjukan oleh Gambar 1 [39].

6
Gambar A Gambar B
Gambar 1. anatas (A) dan rutil (B)
Perbandingan sifat struktur TiO2 jenis rutil dan anatas dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1. Perbandingan sifat TiO2 jenis rutil dan anatas
Sifat Rutil Anatas
Bentuk kristal Tetragonal Tetragonal
Tetapan kisi a 4,58 Å 3,78 Å
Tetapan kisi c 2,95 Å 4,49 Å
Berat jenis 4,2 3,9
Indeks bias 2,71 2,52
Kekerasan 6,0-7,0 5,5-6,0
Permitivitas 114 31
Titik didih 1858 °C Berubah jadi rutil pada
suhu tinggi

Serbuk TiO2 dengan struktur rutil paling luas penggunaanya karena indeks
biasnya yang tinggi, warna yang kuat, dan sifat kimianya yang inert. Struktur
anatas lebih baik untuk aplikasi sel surya berbasis sensitiser zat warna pada lapis
tipis TiO2 .

2. Fotokatalis TiO2
Fotokatalis adalah reaksi yang melibatkan cahaya (fotoreaksi) dan mengalami
peningkatan kecepatan reaksi akibat adanya katalis yang mengabsorbsi energi
cahaya ultraviolet (UV) sehingga menghasilkan senyawa pereduksi dan
pengoksidasi pada permukaan katalis. Proses di atas didasarkan pada kemampuan
ganda suatu material semikonduktor (misalnya TiO2, ZnO, Fe2O3, CdS, ZnS)
untuk menyerap foton dan melakukan reaksi transformasi antar muka material
secara simultan.

7
Salah satu tipe kristal dari TiO2 adalah anatas. TiO2 tipe anatas memiliki
aktivitas fotokatalisis terbaik dibandingkan dengan struktur kristal rutil dan
brookit. TiO2 merupakan semikonduktor yang memiliki celah pita yang luas,
celah pita energi rutil adalah 3,00 ev sedangkan celah pita energi anatas adalah
3,23 ev. TiO2 tipe anatas biasa digunakan dalam fotokatalis karena dapat
menunjukkan aktivitas fotokatalik yang tinggi. Keterbatasan semikonduktor
sebagai fotokatalis dapat diatasi dengan memodifikasi permukaan semikonduktor
dengan penambahan logam misalnya dengan penambahan perak ke permukaan
TiO2 dapat meningkatkan aktivitas fotokatalis.
Secara umum, fenomena fotokatalitik pada permukaan semikonduktor dapat
dipahami dengan penjelasan seperti ditunjukkan oleh Gambar 2 [22]. Jika suatu
semikondutor tipe n dikenai cahaya (hυ) dengan energi yang sesuai, maka
elektron (e-) pada pita valensi akan pindah ke pita konduksi, dan meninggalkan
lubang positif (hole, disingkat sebagai h+) pada pita valensi. Sebagian besar
pasangan e- dan h+ ini akan berekombinasi kembali, baik di permukaan atau di
dalam bulk partikel. Sementara itu sebagian pasangan e- dan h+ dapat bertahan
sampai pada permukaan semikondutor. Dimana h+ dapat menginisiasi reaksi
oksidasi dan dilain pihak e- akan menginisiasi reaksi reduksi zat kimia yang ada
disekitar permukaan semikonduktor [40].

Gambar 2. Skema fotoeksitasi yang diikuti oleh deeksitasi


pada permukaan semikonduktor

Mekanisme yang menggambarkan efek fotokatalitik dari TiO2 dapat diamati


pada Gambar 3 [6].

8
Gambar 3. Mekanisme perpindahan elektron karena adanya pengaruh
cahaya pada TiO2

Gambar. 3 menunjukkan tahapan utama mekanisme fotokatalitik pada


semikonduktor TiO2 yang meliputi :
a. Pembentukan muatan oleh foton: jika fotokatalis dikenai radiasi foton (hυ)
dengan energi hυ yang besarnya sama atau melebihi energi celahnya (Eg),
maka satu elektron akan tereksitasi ke dalam pita konduksi (ecb-) dengan
meninggalkan kekosongan pada pita valensi (hvb+). Reaksi tersebut dapat
dituliskan sebagai berikut.
TiO2 + hυ hvb+ + ecb-
b. Rekombinasi pembawa muatan: kekosongan (lubang pada pita valensi (hvb+)).
dapat bertindak sebagai oksidator yang cukup kuat dan dapat bergabung
dengan elektron pada pita konduksi (ecb-) sambil melepas panas. Reaksi
tersebut dapat dituliskan sebagai berikut.
ecb- + {>TiIV OH } >TiIV OH
hvb+ + {>TiIV OH } >TiIV OH
c. Jika dalam sistem terdapat substrat yang dapat teroksidasi maka lubang pada
pita valensi (hvb+) akan menginisiasi reaksi oksidasi terhadap substrat
tersebut.
d. Jika di dalam sistem terdapat suatu oksidator (misal oksigen) maka dapat
terjadi inisiasi reaksi reduksi oleh elektron pada pita konduksi (ecb-).
e. Reaksi fotoreduksi terkatalis dan reaksi termal lanjutan (misal reaksi
hidrolisis atau reaksi dengan oksigen aktif) akan menghasilkan gas CO2, H+,
Cl-, dan H2O.

9
f. Penjebakan(trapping) elektron pada pita konduksi (ecb-) ke permukaan
fotokatalis TiIV OH membentuk TiIIIOH. Reaksi tersebut dapat dituliskan
sebagai berikut:
ecb- + >TiIV OH {>TiIV OH }
- IV III
ecb + Ti Ti
g. Penjebakan (trapping) lubang pada pita valensi (hvb+) ke dalam permukaan
gugus titanol menghasilkan OH•. OH• pada permukaan TiIVOH dapat
bertindak sebagai oksidator. Reaksi tersebut dapat dituliskan sebagai berikut.
hvb++ >TiIV OH {>TiIV OH }+

3. Fotodegradasi
Fotodegradasi adalah reaksi pemecahan senyawa oleh adanya cahaya. Proses
fotodegradasi memerlukan suatu fotokatalis, yang umumnya merupakan bahan
semikonduktor. Prinsip fotodegradasi adalah adanya loncatan elektron dari pita
valensi ke pita konduksi pada logam semikonduktor jika dikenai suatu energi
foton. Loncatan elektron ini menyebabkan timbulnya hole (lubang elektron)
yang dapat berinteraksi dengan pelarut (air) membentuk radikal OH•. Radikal
bersifat aktif dan dapat berlanjut untuk menguraikan senyawa organik target.
Proses fotodegradasi akan diawali dengan oksidasi ion OH- dari H2O
membentuk radikal, setelah suatu semikonduktor (sebagai contoh adalah TiO2)
menyerap cahaya membentuk hole. Mekanisme reaksi yang diusulkan adalah
sebagai berikut [41] :
TiO2 + hυ à hole+ + e-
hole+ + OH- à OH•
OH• + substrat à produk
Sedangkan reaksi fotodegradasi metilen biru dapat dituliskan sebagai berikut :
C16H18N3SCl + 51/2 O2 HCl + H2SO4 + 3HNO3 + 16CO2 + 6H2O
Diantara beberapa logam fotokatalis, oksida Ti dilaporkan memiliki aktivitas yang
cukup besar dan efektif selain murah dan non toksik. Dalam reaksi fotokatalis
dengan TiO2 dalam bentuk kristal anatas TiO2 dilaporkan sebagai komponen
aktif sedangkan dalam bentuk rutil kurang menunjukkan aktivitasnya.

10
TiO2 dengan bentuk kristal anatas dan rutil jika dikenai suatu sinar UV
dengan λ <385 nm untuk anatas dan λ = 405 nm untuk rutil, akan menghasilkan
spesies ditunjukkan H+ pada permukaannya. Oleh karenanya TiO2 mampu
mengoksidasi spesies kimia yangmempunyai potensi redoks yang lebih kecil.
Pengurangan ukuran kristal berguna untuk menekan rekombinasi fotoeksitasi
elektron (e-) dan lubang (H+) [42].

4. Perak (Ag)
Perak merupakan logam putih dapat dilihat dan ditempa. Rapatannya tinggi
(10,5 g ml-1), tidak larut dalam asam klorida, asam sulfat encer, tetapi dapat larut
dalam asam nitrat pekat. Perak murni memiliki konduktivitas kalor dan listrik
yang sangat tinggi diantara semua logam dan memiliki resistansi kontak yang
sangat kecil. Perak meleleh pada suhu 960oC dalam suasana karbon monoksida,
menguap pada suhu sekitar 850oC dan mendidih pada suhu 1955oC.
Penempelan logam pada permukaan semikonduktor merupakan salah satu
metode modifikasi permukaan semikonduktor. Logam dapat meningkatkan
produk fotokatalitik atau meningkatkan kecepatan reaksi fotokatalitik. Mekanisme
migrasi elektron pada permukaan semikonduktor yang termodifikasi logam
melalui tahap eksitasi elektron dari pita valensi ke pita konduksi dan setelah
mengalami eksitasi, elektron bermigrasi menuju logam dan terperangkap dalam
logam (Gambar 4) [43], sehingga rekombinasi electron-hole dapat ditekan, dan
hole leluasa berdifusi ke permukaan semikonduktor di mana pada permukaan
tersebut akan terjadi oksidasi senyawa-senyawa yang didegradasi. Logam sendiri
mempunyai aktifitas katalitik dan memodifikasi sifat fotokatalitik semikonduktor
melalui perubahan distribusi elektronnya.

Gambar 4. Migrasi elekron dari perak (Ag) ke pita konduksi (PK) TiO2
(PV = pita valensi dan PK = pita konduksi)

11
Modifikasi elektronik permukaan semikonduktor melalui deposisi logam
dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa logam mulia (logam yang tidak
mudah teroksidasi) atau logam transisi seperti platina (Pt), paladium (Pd), emas
(Au), perak (Ag), nikel (Ni), cobal (Co), timah (Sn) dan tembaga (Cu). Secara
umum pemilihan logam sebagai penjebak elektron didasarkan pada sifatnya yang
tidak mudah teroksidasi atau yang mempunyai potensial reduksi tinggi, sehingga
logam-logam tersebut bertindak sebagai akseptor elektron. Misalnya logam
tembaga (Cu) yang mempunyai potensial reduksi 0,340 volt, dan logam Ag yang
memiliki potensial reduksi 0,799 volt. Nanopartikel TiO2 yang tersensitifkan Ag
menunjukkan perubahan potensial negatif dan arus anoda dalam merespon
penyinaran cahaya tampak, sehingga atas dasar ini dapat diaplikasikan untuk
fotovoltaik, fotokatalis, dan sensor plasmon.

5. Metilen Biru
Metilen biru, juga juga dikenal sebagai kapas biru, helvetia biru, asam biru
93, atau CI 42780, adalah senyawa kimia aromatis heterosiklik dengan rumus
molekul C16H18N3SCl. Metilen biru merupakan pewarna thiazine yang kerap
digunakan sebagai pewarna sutra, wool, tekstil, kertas, peralatan kantor, kosmetik
dan fungsida pada akuarium [39]. Di beberapa tempat penggunaan bahan ini
sudah semakin tidak populer karena diketahui mempunyai pengaruh buruk
terhadap filtrasi biologi dan kemampuan warnanya untuk melekat pada kulit,
pakaian, dekorasi akuarium dan peralatan lainnya termasuk lem akuarium.
Senyawa ini berupa kristal berwarna hijau gelap pada suhu kamar. Ketika
dilarutkan dalam air atau alkohol akan menghasilkan larutan berwarna biru.
Larutan metilen biru dapat memberikan warna biru apabila berada pada
lingkungan dengan tingkat oksidasi yang tinggi. Memiliki berat molekul 319.86
gr/mol, dengan titik lebur di 105oC dan daya larut sebesar 4,36 x 104 mg/L [39].
Reaksi substitusi aromatik eletrofilik, misalnya fenol dan amina aromatik
bereaksi dengan elektrofilik arildiazonium dan akan menghasilkan senyawa azo,
senyawa azo memiliki gugus azo –N=N–. Semua senyawa azo berwarna, seperti
metilen jingga dan metilen biru. Metilen biru merupakan fotosensitizer yang

12
digunakan untuk membuat oksigen singlet apabila terkena oksigen dan cahaya.
Hal ini digunakan untuk membuat peroksida organik oleh reaksi Diels-Alder.
Struktur metilen biru ditunjukkan pada Gambar. 5 [39].

Gambar 5. Struktur Metilen Biru

6. Difraksi Sinar-X
Difraksi sinar-X adalah teknik analitik yang serbaguna untuk menentukan
kristal suatu padatan, seperti keramik, logam, material elektronik, organik, dan
polimer. Difraksi sinar-X terjadi pada hamburan elastis foton-foton sinar-X oleh
atom dalam sebuah kisi periodik. Hamburan monokromatis sinar-X dalam fasa
tersebut memberikan interferensi yang konstruktif.
Dasar dari penggunaan difraksi sinar-X untuk mempelajari kisi kristal adalah
berdasarkan persamaan Bragg: n.λ = 2.d.sinθ ; n = 1,2,... Dengan λ adalah panjang
gelombang sinar-X yang digunakan, d adalah jarak antara dua bidang kisi, θ
merupakan sudut antara sinar yang terjadi dengan penampang lapisan sehingga
lebih dikenal sebagai sudut Bragg, dan n adalah bilangan bulat yang disebut
sebagai orde pembiasan. Ketika panjang garis edar kristal (2d sin θ) merupakan
multi panjang gelombang, interferensi yang menguatkan terjadi dan intensitas
difraksi dapat ditentukan. Intensitas difraksi berhubungan dengan puncak yang
akan menentukan tipe dan pengaturan atom-atom pada setiap lapisan.
Berdasarkan persamaan Bragg, jika seberkas sinar-X di jatuhkan pada sampel
kristal, maka bidang kristal itu akan membiaskan sinar-X yang memiliki panjang
gelombang sama dengan jarak antar kisi dalam kristal tersebut. Sinar yang
dibiaskan akan ditangkap oleh detektor kemudian diterjemahkan sebagai sebuah
puncak difraksi. Makin banyak bidang kristal yang terdapat dalam sampel, makin
kuat intensitas pembiasan yang dihasilkannya. Tiap puncak yang muncul pada

13
pola XRD mewakili satu bidang kristal yang memiliki orientasi tertentu dalam
sumbu tiga dimensi. Ilustrasi Hukum Bragg dapat dilihat pada Gambar 6 [44].

Gambar 6. Ilustrasi Hukum Bragg

Puncak yang melebar menunjukkan kristalinitas rendah (amorf), sedangkan


puncak yang meruncing menunjukkan kristalinitas yang lebih baik [45]. Difraksi
sinar-X sangat penting pada identifikasi senyawa kristalin. Kekuatan dari cahaya
yang terdifraksi tergantung pada kuantitas material kristalin yang sesuai di dalam
sampel sehingga sangat mungkin mendapatkan analisa kuantitatif dari sejumlah
relatif konstituen dari campuran senyawa padatan [46].

7. Transmission Electron Microscopy (TEM)


Transmission Electron Microscopy (TEM) merupakan mikroskop elektron
yang cara kerjanya mirip dengan proyektor slide dimana elektron ditembuskan ke
dalam objek. TEM digunakan untuk menentukan bentuk dan ukuran partikel yang
sangat teliti karena memiliki resolusi yang tinggi serta untuk mengetahui
keteraturan lapisan tipis pada permukaan partikel. Partikel dengan ukuran
beberapa nanometer dapat diamati dengan jelas menggunakan TEM.
Prinsip kerja dari TEM adalah sampel ditempatkan di mikroskop dan
kemudian dibombardir dengan elektron yang berenergi tinggi. Ukuran sampel
biasanya harus lebih tipis dari ~ 2000 Å. Proses yang terjadi saat sampel
dibombardir dengan elektron seperti pada Gambar 7 [47].

14
Gambar 7. Proses Sampel yang Dibombardir dengan Elektron

Komponen dasar dari TEM terdiri dari elektron gun, lensa kondenser, sampel,
objek lensa, bidang difraksi, intermediate image, lensa proyektor, dan layar
fluorescen. Elekton dipancarkan dari filamen tungsten (electron gun) yang
dipercepat melalui tegangan tinggi (50 ke 1000 kV). Hubungan panjang
gelombang dengan percepatan tegangan adalah.
λ = һ (2meV)-1/2
dimana m dan e adalah massa dan muatan elektron, pada tegangan tinggi
kecepatan elektron mendekati kecepatan cahaya, m meningkat karena adanya efek
relativistik.

8. Spektroskopi UV-Vis
Spektrofotometer sinar tampak dan Ultraviolet ( UV-Vis) merupakan suatu
alat yang melibatkan spectra energi dan spektrofotometri. Prinsip dasar
spektroskopi UV-Vis adalah terjadinya transisi elektronik yang disebabkan
penyerapan sinar UV-Vis yang mampu mengeksitasi elektron dari orbital yang
kosong. Umumnya, transisi yang paling mungkin adalah transisi pada tingkat
tertinggi (HOMO) ke orbital molekul yang kosong pada tingkat terendah
(LUMO). Pada sebagian besar molekul, orbital molekul terisi pada tingkat energi
terendah adalah orbital σ, sedangkan orbital π berada pada tingkat energi yang
lebih tinggi. Orbital non ikatan (n) yang mengandung elektron–elektron yang
belum berpasangan berada pada tingkat energi yang lebih tinggi lagi, sedangkan
orbital–orbital anti ikatan yang kosong yaitu σ* dan π* menempati tingkat energi
yang tertinggi.

15
Absorpsi cahaya UV-Vis mengakibatkan transisi elektronik, yaitu promosi
elektron-elektron dari orbital keadaan dasar yang berenergi rendah ke orbital
keadaan dasar yang berenergi tinggi. Panjang gelombang cahaya UV-Vis
bergantung pada mudahnya promosi elektron. Senyawa yang menyerap cahaya
pada daerah tampak (yaitu senyawa yang berwarna) mempunyai elektron yang
lebih mudah dipromosikan daripada senyawa yang menyerap pada panjang
gelombang UV yang lebih pendek.
Terdapat dua jenis pergeseran pada spektra UV-Vis, yaitu pergeseran ke
panjang gelombang yang lebih besar disebut pergeseran merah (red shift), yaitu
menuju tingkat energi yang lebih rendah, dan pergeseran ke panjang gelombang
yang lebih pendek disebut pergeseran biru (blue shift), yaitu menuju ke tingkat
energi yang lebih tinggi [48].
Intensitas penyerapan dijelaskan dengan hukum lambert-beer. Hukum
Lambert menyatakan bahwa proporsi berkas cahaya datang yang diserap oleh
suatu bahan/medium tidak bergantung pada intensitas berkas cahaya yang datang.
Hukum Lambert ini tentunya hanya berlaku jika di dalam bahan/medium tersebut
tidak ada reaksi kimia ataupun proses fisis yang dapat dipicu atau diimbas oleh
berkas cahaya datang tersebut.
A=εbc
Keterangan:
A = Absorbansi
ε = absorptivitas molar (dalam L mol-1 cm-1)
c = konsentrasi molar (mol L-1)
b = panjang/ketebalan dari bahan/medium yang dilintasi oleh cahaya (cm).
Dengan menggunakan metode kurva kalibrasi, yaitu dengan membuat grafik
absorbansi versus konsentrasi dapat diperoleh suatu kurva linier. Melalui
pengukuran absorbansi suatu sampel dan menginterpolasikaanya ke kurva
kalibrasi, maka konsentrasi sampel dapat ditentukan [49].

16
9. Spektroskopi Serapan Atom (AAS)
Atomic Absorption Spectroscopy atau disebut AAS merupakan penentuan
kadar unsur-unsur logam dan unsur yang bersifat logam dan semi logam yang
terdapat dalam suatu cuplikan yang berkadar rendah [50]. Dasar metodenya
adalah interaksi antara tenaga radiasi dengan atom yang dianalisis. Jika atom
menyerap tenaga foton dari sinar tampak atau ultraviolet yang sesuai maka
elektron valensi dari atom akan dipindahkan dari tingkat tenaga dasar ke tingkat
tenaga tereksitasi. Setiap atom akan memiliki panjang gelombang serapannya juga
berbeda. Besarnya serapan merupakan fungsi dari banyaknya atom yang ada.
Sensitivitas dan batas deteksi merupakan 2 parameter yag sering digunakan
dalam SSA. Sensitivitas didefinisikan sebagai konsentrasi suatu unsur dalam
larutan air (g/mL) yang mengabsorpsi 1% dari intensitas radiasi yang datang.
Sedangkan batasan deteksi adalah konsentrasi suatu unsur dalam larutan yang
memberikan sinyal setara denga 2 kali deviasi standar dari suatu seri pengukuran
standar yag konsentrasinya mendekati blangko atau sinyal latar belakang [51].
Prinsip kerja dari spektrofotometer serapan atom adalah larutan sampel yang
mengandung unsur logam ion perak diatomisasi membentuk molekul dalam fase
gas oleh burner dan nebulizer. Molekul yang teratomisasi merupakan atom netral
yang berada dalam keadaan dasar. Sumber radiasi yang berupa lampu elektroda
cekung memancarkan frekuensi radiasi resonansi dari unsur ion perak, kemudian
sinar diteruskan pada monokromator. Monokromator akan menyeleksi sinar yang
dikehendaki sehingga diperoleh sinar resonansi. Sinar resonansi diteruskan ke
detektor yang akan mengubah intensitas sinar menjadi pulsa listrik yang kemudian
menuju amplifier dan sistem pembacaan (pencatat).

B. Penelitian yang Relevan


Penelitian Titanium dioksida (TiO2) merupakan semikonduktor dengan beda
energi antar pita (Eg) 3,0 - 3,3 eV dan transparan di daerah sinar tampak. Beda
energi antar pita (Eg) TiO2 tergantung dari rasio bentuk kristalnya [52], dimana
bentuk kristal anatas memiliki Eg 3,2 eV lebih besar dibandingkan kristal rutil
(Eg=3,0 eV). Dengan harga Eg pada kisaran tersebut, fotoaktivitas TiO2

17
mengabsorbsi energi foton pada daerah ultra violet (UV) yang ada pada kisaran λ
= 290-400 nm [53]. Absorbsi energi foton pada daerah visibel (λ = 400-800 nm)
kurang efektif untuk proses transisi elektron dari pita valensi ke pita konduktor
TiO2 sehingga dapat dikatakan TiO2 tidak memiliki respon di daerah sinar
tampak.
Modifikasi elektronik permukaan semikonduktor melalui deposisi logam
dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa logam mulia (logam yang tidak
mudah teroksidasi). Hasim berhasil mendeposisikan logam Ag pada permukaan
semikonduktor TiO2. Pada kondisi optimal dengan arus elektrodeposisi 0,30 A
pada penelitian tersebut diperoleh nilai %IPCE sebesar sebesar 13,1.10-2% [54].
Ohko et al. menunjukkan bahwa ketika film TiO2-nanopartikel tersensitifkan Ag-
nanopartikel, warna film dapat berubah dari tidak berwarna menjadi abu-abu
kecoklatan disinari ultraviolet. Hal ini dikarenakan terjadi oksidasi Ag oleh O2
pada sinar tampak dan reduksi Ag+ pada sinar ultraviolet [55].
Naoi et al. berhasil memperoleh informasi bahwa sifat fotokromik fim TiO2
tersensitifkan Ag dapat ditingkatkan melalui iradiasi secara simultan selama
proses deposisi Ag dengan sinar ultraviolet [56]. Hasil penelitian Nino-Martinez
tentang TiO2-nanopartikel tersensitifkan Ag dengan perbandingan mol TiO2 : Ag
= 1:25, memiliki aktivitas yang tinggi sebagai material anti-bakteri [57]. Film
nanopori TiO2 terdispersikan nanopartikel Ag menunjukkan perubahan potensial
negatif dan arus anoda dalam merespon penyinaran cahaya tampak, sehingga atas
dasar ini adapat diaplikasikan untuk fotovoltaik, fotokatalis, dan sensor plasmon
[58].
Produk TiO2/Ag tidak akan didapatkan pada suhu 120oC, setelah suhu
dinaikkan 1500C maka terjadi pembentukan shell anatas TiO2 yang tersupportkan
perak, hal ini ditandai dengan munculnya puncak difraksi pada 2θ = (38.1, 44.2,
64.3, dan 77.30 ) sesuai untuk perak, dan puncak (25.2 ,38.1, 47.8, 54.3, 62.8, dan
69.00) sesuai untuk fasa anatas murni. Pada TEM Ag/anatas menunjukkan bahwa
terdapat nanopartikel bulat dengan diameter sekitar 6 nm, sedangkan pada UV-vis
ditunjukkan dengan adanya spektrum penyerapan larutan toluena dari Ag/TiO2
anatas dengan pita absorbansi di 421 nm.

18
C. Kerangka Berpikir
Titanium dioksida merupakan fotokatalitik yang mampu mendegradasi
berbagai senyawa organik. Karakter dari TiO2 yang berpengaruh secara signifikan
terhadap kemampuan fotokatalitik untuk mendegradasi suatu senyawa meliputi
ukuran dan bentuk partikel, struktur kristal, dan energi gap. Sebagai contoh,
kemampuan fotokatalitik TiO2 akan meningkat apabila memiliki ukuran partikel
dalam kisaran nanometer. Sedangkan faktor lingkungan meliputi panjang
gelombang dan intensitas sinar yang diterima.
TiO2 yang digunakan sebagai fotokatalis lingkungan dapat dioptimalkan
aktivitasnya dengan melakukan modifikasi material. Karakter TiO2 dapat
dimodifikasi dengan mendispersikan zat pensensitif Ag pada saat sintesis. TiO2
merupakan suatu bahan fotokatalis sedangkan Ag adalah sensitizer. Nanopartikel
TiO2 yang tersensitifkan Ag menunjukkan perubahan potensial negatif dan arus
anoda dalam merespon penyinaran cahaya tampak, sehingga atas dasar ini dapat
diaplikasikan untuk fotovoltaik, fotokatalis, dan sensor plasmon. Proses
fotokatalitik untuk mendegradasi metilen biru dapat diamati menggunakan
spektrofotometer sinar tampak.

19

Anda mungkin juga menyukai