Anda di halaman 1dari 8

KLIPING

SEJARAH KERAJAAN HINDU-BUDHA DI INDONESIA

Di Susun Oleh :
RIPAN KUSMAYADI
IV

SEKOLAH DASAR NEGERI MARGAMULYA


KECAMATAN SUMEDANG SELATAN
KABUPATEN SUMEDANG
TAHUN AJARAN 2020/2020
1. Kerajaan Kutai
Kerajaan Kutai dengan nama asli
Kutai Martadipura merupakan kerajaan
hindu tertua di Indonesia, dengan aliran
agama hindu-siwa. Letaknya di Muara
Kaman tepatnya pada hulu sungai
Mahakam, Kalimantan Timur.
Keberadaan kerajaan ini ditandai
dengan adanya 7 buah prasasti, yang
dinamai prasasti yupa. Dengan palawa
sebagai hurufnya,dan sansekerta sebagai
bahasanya. Pendirinya adalah Raja
Kudungga. Setelah Raja Kudungga
wafat, kerajaan diambil alih oleh
putranya, Raja Aswawarman. Dan
setelah Raja Aswawarman wafat,
kerajaan diambil alih oleh putra Raja Aswawarman, yaitu Raja Mulawarman.
Pada sebuah prasasti Yupa abad ke-4, dikisahkan bahwa Raja Mulawarman telah
menyumbangkan 20.00 ekor sapi kepada para brahmana. Kisah ini menceritakan betapa dermawannya
seorang Raja Mulawarman, oleh karena itu, dari sekian banyak raja yang memimpin kerajaan Kutai,
Raja Mulawarman lah yang paling terkenal.
Keruntuhan kerajaan Kutai Martadipura disebabkan oleh tewasnya raja terakhir Kutai
Martadipura yang kalah memperebutan kekuasaan dari kerajaan Kutai Kartanegara di bawah pimpinan
Aji Pangeran Anum Panji Mendapa. Awalnya Kutai Kartanegara merupakan bagian dari kerajaan Kutai
Martadipura, namun karena perbedaan kepercayaan, di mana Kutai Kartanegara menganut kepercayaan
agama islam, akhirnya perebutan kekuasaan pun terjadi dan berakhir dengan Kutai Kartanegara sebagai
pemenang.

2. Kerajaan Tarumanegara
Kerajaan dengan nama asli Tarumanagara ini terletak di daerah Bekasi, Jawa Barat bagian utara.
Raja yang paling terkenal adalah raja yang ke-3, yaitu Raja Purnawarman. Keberadaan kerajaan hindu
dengan aliran hindu wisnu ini diketahui dengan ditemukannya beberapa prasasti yang menceritakan
tentang keberhasilan-keberhasilan kerajaan. Prasasti-prasasti tersebut antara lain:
 Prasasti Kebon Kopi, ditemukan di kebon kopi milik Jonathan Reck
 Prasasti Tugu, ditemukan di daerah Bekasi, menceritakan tentang penggalian SungaiGomati oleh
kerajaan Tarumanagara
 Prasasti Cidanghiang, ditemukan di daerah Pandeglang
 Prasasti Ciaruteun, ditemukan di aliran Sungai Ciampea, menggambarkan betapa perkasanya
seorang raja Purnawarman dengan telapak kaki besarnya yang terukir di prasasti tersebut
 Prasasti Muara Cianten, ditemukan di daerah Ciampea
 Prasasti Jambu, ditemukan di daerah Nanggung, Bogor
 Prasasti Pasir Awi, ditemukan di daerah Cieteureun
Selain ditemukannya peninggalan-peninggalan berupa
prasasti, ternyata ditemukan pula peninggalan berupa candi
yang dikenal dengan sebutan Candi Jiwa, letaknya di daerah
Karawang.
Selain peninggalan sejarah berupa prasasti dan candi,
terdapat pula sumber-sumber sejarah lain mengenai kerajaan
ini seperti:
 Fa hien, pada kitab Fa Kao Chi dari China
 Dinasti Sui, tahun 528 dan 535 Masehi
 Dinasti Tang, tahun 666 dan 669 Masehi
 Naskah wangsakerta yang menceritakan tentang pendirian kerajaan Tarumanegara
Akhir dari kerajaan ini disebabkan oleh keinginan Tarusbawa untuk membawa kerajaan
Tarumanagara kembali ke kerajaan Sunda, namun salah satu saudara Tarusbawa yang bernama Galuh
tidak setuju jika kerajaan Taruma kembali ke kerajaan Sunda, akhirnya Galuh pergi dari kerajaan
Taruma, dan kembali datang untuk merebutnya kekuasaan kerajaan Sunda yang awalnya adalah
kekuasaan Kerajaan Tarumanagara, akhirnya kerajaan itu pun diubah menjadi Kerajaan Sunda Galuh.

3. Mataram Kuno
Menurut Teori Van Bammalen, letak kerajaan ini berpindah-
pindah, hal ini  disebabkan oleh 2 alasan, yaitu karena adanya
bencana alam letusan Gunung Merapi, dan karena adanya
peperangan dalam perebutan kekuasaan. Awalnya, pada abad ke-8
kerajaan ini terletak di daerah Jawa Tengah, kemudian setelah
Gunung Merapi meletus pada abad ke-10, kerajaan ini dipindahkan
ke Jawa Timur oleh Mpu Sindok.
Agama di kerajaan ini pun terbagi menjadi 2, yaitu hindu
pada Dinasti Sanjaya dan budha pada Dinasti Syailendra. Kerajaan Mataram Kuno didirikan oleh Raja
Sanna. Raja Sanna kemudian digantikan oleh keponakannya, Raja Sanjaya. Setelah Raja Sanjaya
meninggal, Kerajaan Mataram Kuno diperintah oleh putranya yang bernama Rakai Panangkaran. Raja
Mataram Kuno setelah Rakai Panangkaran adalah Rakai Warak, kemudian Rakai Warak digantikan
oleh  Rakai Garung (Samaratungga).
Di tengah-tengah pemerintahan kerajaan Mataram Kuno, Datanglah keinginan Rakai Pikatan
untuk menjadi penguasa tunggal sebagai Dinasti Sanjaya. Persaingan antara Dinasti Sanjaya yang
dipimpin Rakai Pikatan dengan Dinasti Syailendra yang dipimpin Raja Samaratungga, membuat cita-
cita Rakai Pikatan untuk menjadi penguasa tunggal di Pulau Jawa terhalang. Terjadi pertikaian antar
kedua dinasti. Akhirnya pada abad ke-9 terjadi penggabungan kedua dinasti melalui pernikahan politik
antara Rakai Pikatan dari Dinasti Sanjaya dengan Pramodawardhani dari Dinasti Syailendra.
Namun, pernikahan antara Rakai Pikatan dengan Pramodawardhani ternyata tidak membuahkan
kedamaian, malah justru membuat pertikaian antara Dinasti Sanjaya dengan Dinasti Syailendra semakin
sengit. Akhirnya, Rakai Pikatan sebagai Dinasti Sanjaya berhasil menguasai kerajaan sedangkan
Pramodawardhani bersama anaknya, Balaputradewa melarikan diri ke Palembang, Sumatra Selatan
untuk kemudian mereka menjalankan sebuah kerajaan bernama Kerajaan Sriwijaya. Berdasarkan
Prasasti Balitung, setelah Rakai Pikatan wafat, kerajaan Mataram Kuno diperintah oleh Rakai
Kayuwangi dibantu oleh sebuah dewan penasehat yang juga jadi pelaksana pemerintahan. Dewan yang
terdiri atas lima patih ini di antaranya adalah:
 Ratu, Datu, Sri Maharaja
 Rakryan Mahamantri I Hino
 Mahamantri Halu & Mahamantri I Sirikan
 Mahamantri Wko & Mahamantri Bawang
 Rakryan Kanuruhan
Raja Mataram selanjutnya adalah Rakai Watuhumalang, kemudian dilanjutkan oleh Dyah
Balitung yang bergelar Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung Dharmodaya Maha Dambhu
sebagai Raja Mataram Kuno yang sngat terkenal. Raja Balitung berhasil menyatukan kembali Kerajaan
Mataram Kuno dari ancaman perpecahan. Di masa pemerintahannya, Raja Balitung menyempurnakan
struktur pemerintahan dengan menambah susunan hierarki. Bawahan Raja Mataram terdiri atas tiga
pejabat penting, yaitu Rakryan I Hino sebagai tangan kanan raja yang didampingi oleh dua pejabat
lainnya. Rakryan I Halu,dan Rakryan I Sirikan. Selain struktur pemerintahan baru, Raja Balitung juga
menulis Prasasti Balitung.
Prasasti yang juga dikenal sebagai Prasasti Mantyasih ini adalah prasasti pertama di Kerajaan
Mataram Kuno yang memuat silsilah pemerintahan Dinasti Sanjaya di Kerajaan Mataram Kuno.
Kerajaan Mataram Kuno masih mengalami pemerintahan tiga raja sebelum akhirnya pusat kerajaan
pindah ke Jawa Timur. Mpu Daksa, yang pada masa pemerintahan Raja Balitung menjabat Rakryan i
Hino,melakukan kudeta karena merasa bahwa ia adalah keturunan asli Dinasti Sanjaya, kemudian Mpu
Daksa digantikan oleh menantunya, Sri Maharaja Tulodhong.
Kerajaan Mataram Kuno berakhir dengan sebuah peristiwa yang disebut Peristiwa Mahapralaya.
Saat itu, Raja Teguh Dharmawangsa sedang menikahkan putrinya, dengan Raden Wijaya. Di tengah-
tengah pesta, datang pasukan kerajaan Sriwijaya dengan kerajaan kecil sekutunya, Kerajaan Wurawari.
Raja Teguh Dharmawangsa tewas, sedangkan putrinya yang sedang menikah lolos dan berhasil
melarikan diri ke Madura bersama suaminya, Raden Wijaya.
4. Kerajaan Kediri
Berdirinya Kerajaan Kediri berawal ketika
Kerajaan Sriwijaya dengan Kerajaan kecil Wurawari
berhasil meruntuhkan kerajaan Mataram Kuno lewat
Peristiwa Mahapralaya. Kekuasaan Kerajaaan
Mataram Kuno diambil alih, dan nama Mataram
diubah menjadi Kediri. Kerajaan Kediri merupakan
kerajaan turunan Ajiwuwari. Raja pertamanya
adalah Raja Sri Jayawarsha.
Kemudian dilanjutkan oleh Raja Bameswara.
Dalam kitab Kakawin Smaradahana, karangan Mpu
Dharmaja,  diceritakan bahwa Raja Bameswara adalah keturunan pendiri Dinasti Isyana. Kemudian
Raja Bameswara digantikan oleh mertuanya, Jayabhaya. Pada masa pemerintahan Jayabhaya, terjadi
perang saudara ini diabadikan dalam bentuk Kakawin Bharatayuddha yang ditulis oleh Mpu Sedah dan
Mpu Punuluh.
Jayabhaya berhasil memenangkan perang saudara tersebut sehingga wilayah Kediri berhasil
disatukan lagi dengan wilayah Jenggala. Peristiwa kemenangan ini diabadikan dalam Prasasti
Ngantang. Kemudian Raja Jayabhaya digantikan oleh Raja Sarweswara dari Aryyeswara. Kemudian
digantikan lagi oleh Raja Gandra. Pada masa pemerintahannya, Gandra menyempurnakan struktur
pemerintahan yang diwariskan Kerajaan Mataram Kuno. Setelah Raja Gandra, Kerajaan Kediri
dipimpin oleh Raja Kameshwara. Pemerintahan Kameshwara ditandai dengan pesatnya hasil karya
sastra Jawa.
Pada masa pemerintahannya, cerita-cerita panji atau kepehlawanan banyak dihasilkan. Raja
kerajaan Kediri berikutnya adalah Kertajaya atau Srengga. Pada masa pemerintahannya, Kediri mulai
mengalami masalah dan ketidakstabilan. Hal ini karena Kertajaya berusaha membatasi dan mengurangi
hak istimewa para kaum Brahmana, kemudian di daerah Tumapel (sekarang Malang) muncul kekuatan
baru di bawah pimpinan Ken Arok.
Perlahan-lahan, terjadi arus pelarian para Brahmana dari wilayah Kediri menuju Tumampel.
Kertajaya menyikapi arus pelarian ini dengan mengerahkan tentara Kerajaan Kediri untuk menyerbu
Tumapel. Perang antara pasukan Kertajaya dan Ken Arok terjadi di Ganter. Pasukan Ken Arok berhasil
menghancurkan kekuasaan pasukan Kertajaya. Atas kekalahan ini, Kerajaan Kediri memang seolah-
olah telah runtuh, namun ternyata, secara perlahan kerajaan Kediri masih berdiri dibawah pimpinan
Raja Jayakatwang, meskipun keberadaan mereka di bawah kekuasaan Kerajaan Singasari.

5. Kerajaan Singasari
Berdirinya Kerajaan Singasari, saling berkaitan erat dengan Kerajaan Kediri dan Majapahit.
Ketika Ken Arok menjabat sebagai prajurit di Tumapel, di Kerajaan Kediri sedang berlangsung
perselisihan antara Raja Kertajaya dengan para Brahmana. Para Brahmana tersebut melarikan diri ke
Tumapel karena merasa lebih nyaman berada di Tumapel, akhirnya terjadilah pertempuran antara
Kerajaan Kediri dengan paukan akuwu Tumapel. Dalam pertempuran di Ganter, Kerajaan Kediri
mengalami kekalahan dan Raja Kertajaya meninggal. Kemudian, Ken Arok menyatukan sebagian
wilayah Kerajaan Kediri dengan Tumapel, dan mendirikan Kerajaan Singasari, dengan Tunggul
Ametung sebagai rajanya.
Ken Arok bergelar Sri Rangga Rajasa
(Rajasawangsa) atau Girindrawangsa di Jawa Timur. Istri
pertamanya bernama Ken Umang, Ken Arok mempunyai
empat orang anak, yaitu Panji Tohjaya, Panji Sudhatu,
Panji Wregola, dan Dewi Rambi. Awalnya, Ken Arok
hanyalah seorang anak desa yang dilahirkan oleh seorang
Ibu bernama Ken Nduk. Ia dididik oleh para penjahat di
lingkungan sekitarnya hingga dewasa, sehingga ia
tumbuh dan berkembang menjadi seorang penjahat yang
suka mabuk, mencuri, dan membunuh. Pada perjalan
hidupnya, ia bekerja sebagai seorang prajurit di daerah Tumapel, dan tertarik pada Ken Dedes, istri
komandan Tunggul Ametung.
Timbul keinginan Ken Arok untuk memperistri Ken Dedes. Singkat cerita, Ken Arok berhasil
membunuh Tunggul Ametung dengan keris yang dibuat Mpu Gandring, kemudian ia pun segera
memperistri Ken Dedes. Setelah sekian lama, Ken Dedes akhirnya menceritakan peristiwa pebunuhan
suaminya tersebut kepada anaknya dari Tunggu Ametung, Anusapati. Anusapati marah, dan berniat
balas dendam, akhirnya Anusapati berhasil membunuh Ken Arok dengan keris buatan Mpu Gandring
yang telah digunakan Ken Arok untuk membunuh ayah kandungnya.
Panji Tohjaya, anak kandung Ken Arok dengan Ken Umang mengetahui peristiwa pembunuhan
ayahnya yang dilakukan Tohjaya. Akhirnya dengan keris yang sama, Tohjaya berhasil membunuh
Anusapati. Ranggawuni, yang merupakan saudara dari Anusapati, mengetahui pembunuhan yang
dilakukan Tohjaya, akhirnya dengan keris yang sama, Ranggawuni membunuh Tohjaya.Setelah
kejadian bunuh membunuh berantai ini, akhirnya naik tahta lah Raja Kertanegara sebagai raja yang
terkenal dan terbesar dari kerajaan Singasari. Ia mempunyai semangat Ekspansionis.
Kertanegara bercita-cita memperluas Kerajaan Singasari hingga keluar Pulau Jawa yang disebut
dengan istilah Cakrawala Mandala. Pada tahun 1275, ia mengirim pasukan ke Sumatra untuk menguasai
Kerajaan Melayu yang disebut sebagai Ekspedisi Pamalayu. Dalam ekspedisi tersebut, Kerajaan
Melayu berhasil di taklukan. Peristiwa ini diabadikan pada alas patung Amoghapasha di Padangroco
(Sungai Langsat).
Seorang utusan Cina bernama Meng K’i pulang ke Cina, dan menceritakan pada kaisar Kubilai
Khan bahwa Kerajaan Melayu yang awalnya menjadi incarannya telah dikuasai dan ditaklukan oleh
Kerajaan Singasari. Kaisar Kubilai Khan begitu marah, ia segera mengirim pasukan untuk menyerang
Kerajaan Singasari.
Mendengar wilayah kekuasaannya di bagian Sumatra akan diserang, pasukan-pasukan Kerajaan
Singasari segera dikirim ke Sumatra untuk menghadapi serangan pasukan Cina. Sementara itu, Raja
Jayakatwang dari Kerajaan Kediri (kerajaan yang pernah dikalahkan Kerajaan Singasari) melihat
kesempatan baik untuk merebut kembali kekuasaan selagi pasukan-pasukan Kerajaan Singasari dikirim
ke Sumatra. Pada tahun 1292, Raja Jayakatwang dengan pasukan Kerajaan Kediri langsung menyerang
Ibu kota Kerajaan Singasari.
Menurut cerita, pada saat serangan musuh datang, Raja Kertanegara beserta para pejabat dan
pendeta sedang melakukan upacara Tantrayana, sehingga dapat dengan mudah mereka semua dibunuh
oleh musuh. Kerajaan Singasari akhirnya berhasil direbut kembali oleh Jayakatwang, Raja dari
Kerajaan Kediri.
6. Kerajaan Majapahit
Kerajaan Majapahit merupakan kerajaan
hindu terakhir dan terbesar di Indonesia. Letaknya
di Pulau Jawa. Pendirinya adalah Raden Wijaya,
menantu dari Raja Teguh Dharmawangsa (Kerajaan
Mataram Kuno) yang sempat melarikan diri ke
Madura bersama istrinya saat terjadi Peristiwa
Mahapralaya.

Kerajaan Majapahit, awalnya hanyalah


sebuah desa kecil bernama Desa Tarik.Desa itu
merupakan pemberian dari Raja Jayakatwang dari
Kediri atas kembalinya menantu Raja Teguh
Dharmawangsa (Raden Wijaya) dari Kerajaan
Mataram Kuno yang telah lama dikuasai Kerajaan Kediri. Raden Wijaya telah dimaafkan dan dipercaya
tidak bersalah atas kesalahan generasi atasnya.
Singkat cerita, pada tahun 1292, armada Cina yang terdiri dari 1.000 buah kapal dengan 20.000
orang prajurit tiba di Tuban, Jawa Timur dengan tujuan untuk menyerang Raja Kertanegara yang telah
merebut Kerajaan Melayu dan menyatakan tidak mau tunduk pada Kaisar Kubilai Khan. Mereka tidak
tau bahwa Raja Kertanegara beserta Kerajaan Singasari itu telah meninggal dan hancur dikalahkan oleh
Raja Jayakatwang dari Kediri.
Setelah Raden Wijaya wafat, putera permaisuri Tribuwaneswari yang bernama Jayanegara
menggantikannya sebagai Raja Majapahit. Pada awal pemerintahannya Jayanegara harus menghadapi
sisa pemberontakan yang meletus dimasa ayahnya masih hidup. Selain pembrontakan Kuti dan Sumi,
Raja Jayanegara diselamatkan oleh pasukan pengawal (Bhayangkari) yang dipimpin oleh Gajah Mada
ia kemudian diungsikan ke Desa Bedager.
Raja Jayanegara wafat tahun1328 karena dibunuh oleh salah seorang anggota dharmaoutra yang
bernama Tanca. Oleh karena ia tidak mempunyai putra ia kemudian digantikan oleh adik perempuannya
Bhre Kahuripan yang bergelar Tribuanatunggadewi Jayawishnuwardhani. Suaminya bernama
Cakradhara yang berkuasa di Singasari dengan gelar Kertawerdhana.
Dari kitab Negarakertagama, digambarkan adanya beberapa pemberontakan di masa
pemerintahan Ratu Tribuanatunggadewi. Pembrontakan yang paling berbahaya adalah pemberontakan
di Sadeng dan Keta pada tahun 1331. Namun pemberontakan itu dapat dipadamkan oleh Gajah Mada.
Setelah itu Gajah Mada bersumpah di hadapan Raja dan para pembesar kerajaan bahwa ia tidak akan
amukti palapa (memakan buah palapa), sebelum ia dapat menundukan seluruh Nusantara di bawah
naungan Majapahit.
Pada tahun 1334, lahirlah putra mahkota Kerajaan Majapahit yang diberi nama Hayam Wuruk.
Pada tahun 1350, Ratu Tribuanatunggadewi mengundurkan diri setelah berkuasa 22 tahun. Ia wafat
pada tahun 1372. Pada tahun 1350, Hayam Wuruk dinobatkan sebagai raja Majapahit dan bergelar Sri
Rajasanagara dan Gajah Mada diangkat sebagai Patih Hamangkubumi. Dibawah pemerintahan Hayam
Wuruk dan Gajah Mada, Kerajaan Majapahit mencapai puncak kejayaannya. Kerajaan Majapahit
menguasai wilayah yang sangat luas.
Hampir seluruh wilayah Nusantara tunduk pada Majapahit, namun ada satu kerajaan kecil yang
belum berhasil dikuasai kerajaan Majapahit, yaitu Kerajaan Sunda Galuh. Raja Hayam Wuruk bersama
Patih Gajah Mada berusaha untuk menaklukan kerajaan tersebut, namun ketika itu Raja Hayam Wuruk
terlanjur jatuh cinta pada putri dari Kerajaan Sunda Galuh yang bernama Dyah Pitaloka. Raja Hayam
Wuruk bermaksud untuk menikahi Dyah Pitaloka. Ia mengundang keluarga besar Kerajaan Sunda
Galuh datang ke Kerajaan Majapahit untuk menikah dengan Dyah Pitaloka.
Ketika keluarga besar dari kerajaan Sunda Galuh tiba di Kerajaan Majapahit, terjadi
kesalahpahaman. Patih Gajah Mada mengira bahwa keluarga besar Kerajaan Sunda Galuh ingin
menyerang Kerajaan Majapahit, akhirnya Patih Gajah Mada segera mengeluarkan pasukan dan
membunuh semua anggota keluarga Kerajaan Sunda Galuh. Hanya Dyah Pitaloka yang tidak dibunuh.
Melihat seluruh keluarganya tewas, Dyah Pitaloka pun akhirnya melakukan belapati (bunuh diri) pada
dirinya sendiri.
Raja Hayam wuruk yang mengetahui peristiwa kesalah pahaman tersebut menjadi marah, terlebih
ketika melihat calon istrinya mati karena bunuh diri atas kesalah pahaman patihnya. Akhirnya, Raja
Hayam Wuruk pun sakit, dan meninggal karena sakit hati. Sejak kematian Raja Hayam Wuruk, maka
Kerajaan Majapahit mencapai masa kemunduran, perlahan-lahan kekuasaan Majapahit pun runtuh. Pada
salah satu versi cerita, dikisahkan Sang Patih, Gajah Mada pergi ke sebuah gunung untuk berdiam diri
dan menjadi pertapa karena merasa bersalah pada rajanya.

Anda mungkin juga menyukai