Anda di halaman 1dari 14

REFERAT

PEMERIKSAAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK

Oleh:

Aburizal Malik

201910330311006

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemeriksaan fisik telinga, hidung dan tenggorok adalah suatu pemeriksaan

yang digunakan untuk mengetahui ada tidaknya kelainan-kelainan pada telinga,

mulai dari telinga bagian luar, telinga tengah sampai telinga dalam yang dapat

memberikan gangguan fungsi pendengaran dan keseimbangan serta kelainan-

kelainan pada hidung dan tenggorok yang dapat memberikan gangguan penghidu

dan pengecapan.

Pemeriksaan dilakukan dengan cara melihat (inspeksi), meraba (palpasi) dan

melakukan tes-tes untuk melihat sifat dan jenis gangguan pendengaran dan

keseimbangan serta gangguan penghidu dan pengecapan.1

1.2 Tujuan

Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui langkah-langkah

pemeriksaan telinga hidung dan tenggorok

1.3 Manfaat

Penulisan referat ini diharapkan dapat menambah pemahaman dan

memperluas wawasan penulis maupun pembaca mengenai pemeriksaan telinga

hidung dan tenggorok.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Telinga

2.1.1 Pemeriksaan Telinga

Tujuan :

 Memeriksa MAE (meatus acusticus eksterna) dan MT (membrane

timpani) dengan cahaya

Alat :

 Lampu Kepala Van Hasselt

 Otoskop

 Spekulum Telinga

 Alat Penghisap

 Hak Tajam

 Pemilin Kapas

 Forsep Telinga

 Balon Politzer

 Semprit Telinga

2.1.2 Teknik Pemeriksaan Telinga

 Pasang lampu kepala van hasselt , atur cahaya lampu pada jarak 30 cm

dengan diameter 1 cm

 Duduk berhadapan dengan pasien dengan lutut berdempetan dengan

pasien
 Mula-mula dilihat keadaan dan bentuk daun telinga, daerah belakang daun

telinga (retro-aurikuler) apakah terdapat tanda peradangan atau sikatriks

bekas operasi.

 Menarik daun telinga ke atas dan ke belakang, liang telinga menjadi lebih

lurus dan akan mempermudah untuk melihat keadaan liang telinga dan

membran timpani.

 Menggunakan otoskop untuk melihat lebih jelas bagian-bagian membrane

timpani Otoskop dipegang dengan tangan kanan untuk memeriksa

telinga kanan pasien dan dengan tangan kiri bila memeriksa telinga kiri.

Supaya posisi otoskop ini stabil, jari kelingking tangan yang memegang

otoskop ditekankan pada pipi pasien.

 Bila terdapat serumen dalam liang telinga yang menyumbat maka serumen

ini harus dikeluarkan

2.1.3 Tes Pendengaran

Tes Bisik
Tes Batas Atas
dan Batas Bawah
Tes Bisik
Tes Pendengaran
Modifikasi
Rinne

Tes Garpu Tala

Weber

Swabach

a. Tes Bisik

Syarat :

o Ruangan kedap dengan jarak minimal 6m


o Pemeriksa membisikkan kata dengan udara sesudah ekspirasi

o Mata pasien ditutup atau dihalangi dengan tangan

Pemeriksa membisikkan 5-10 kata pada jarak 1 meter dari penderita.

Pemeriksa mundur pada jarak 2 meter dari penderita bila penderita mampu

mendengar semua kata yang kita bisikkan, hingga penderita hanya

mendengar 80% dari semua kata yang dibisikkan.

b. Tes Bisik dengan Modifikasi

o Lakukan dalam ruangan kedap suara

o Membisikkan 10 kata dengan intensitas suara lebih kecil dari tes bisik

konvensional karena jaraknya juga lebih dekat dari jarak pada tes bisik

konvensional.

o Cara : Memperlebar jarak dengan penderita yaitu dengan menolehkan

kepala kita atau kita berada dibelakang penderita sambil melakukan

masking
Normal  bilamana penderita masih bisa mendengar 80% dari semua

kata yang kita bisikkan

c. Tes Garpu Tala

o Tes Garis Pendengaran : menentukan frekuensi garpu tala yang dapat

didengar pasien melalui hantaran udara

Membunyikan semua garpu tala satu persatu, diperdengarkan ke telinga

pemeriksa terlebih dahulu hingga hampir habis kemudian diperdengarkan ke

pasien dengan jarak 1-2 cm

Interpretasi: Tuli Konduksi : batas bawah naik

Tuli Persepsi : batas atas turun

o Rinne : membandingkan fungsi pendengaran terhadap rangsang bunyi

melalui hantaran tulang dan hantaran udara

Membunyikan garpu tala (512 Hz), meletakkannya tegak lurus planus

mastoid hingga tidak terdengar kemudian pindahkan ke depan MAE penderita

Interpretasi : Normal atau tuli persepsi (Rinne (+)

Tuli Konduksi (Rinne (-)

o Weber : membandingkan kedua telinga penderita terhadap rangsang

bunyi melalui hantaran tulang

Membunyikan garpu tala (512 Hz), meletakkannya tegak lurus garis

median (glabella, vertex,dagu, gigi incisivus). Interpretasi : Mendengar lebih

keras pada telinga yang lebih konduksi

o Swabach : membandingkan hantaran lewat tulang antara penderita dan

pemeriksa
Membunyikan garpu tala (512 Hz), meletakkannya tegak lurus mastoid

pemeriksa bila sudah tidak terdengar dipindahkan ke mastoid pasien.

Interpretasi : Swabach memanjang : Tuli Konduksi

Swabach memendek : Tuli Persepsi

2.2 Hidung

2.2.1 Pemeriksaan Hidung dan Sinus Paranasalis

Pemeriksaan dari Rinoskopi


luar anterior

Rinoskopi Transiluminasi
posterior (Diaphanoscopia)

a. Pemeriksaan dari luar

Inspeksi :

o Kerangka dorsum nasi : Lebar (polip), Miring (fraktur), Saddle nose,

Lorgnet nose

o Luka, warna, edema, ulkus nasolabial

o Bibir atas : maserasi akibat sekresi sinusitis, adenoiditis

Palpasi :

o Dorsum nasi : krepitasi, deformitas

o Ala Nasi : nyeri pada furunkel vestibulum nasi

o Regio Frontalis :
 Menekan lantai dan dinding muka sinus frontalis

dengan ibu jari dengan tenaga optimal dan simetris

 Tidak boleh pada foramen supraorbita

(N.supraorbitalis)

o Fosa kanina :

 Menekan lantai dan dinding muka sinus maxillaris

dengan ibu jari dengan tenaga optimal dan simetris

 Tidak boleh pada foramen infraorbita (N.infraorbitalis)

Perkusi : Bila palpasi menimbulkan reaksi hebat  dapat diganti dengan

perkusi

b. Rhinoskopi Anterior

Alat khusus : Spekulum Hidung Hartmann

Pemeriksan :

o Memasukkan spekulum hidung

o Vestibulum nasi : sekret, krusta

o Kavum nasi bagian bawah : Arahan cahaya sejajar dengan konka inferior

 warna mukosa, besarnya lumen kavum nasi, lantai kavum nasi, septum

deviasi bentuk krista atau spina

o Fenomena palatum mole

 Arahkan cahaya ke dinding belakang nasofaring, pasien bilang “iii”

tampak benda gelap bergerak ke atas

 Negatif pada paralisis, spasmus, sikatrik, tumor nasofaring

o Kavum nasi bagian atas :


 Arahkan cahayake kavum nasi bagian atas : kaput konka media,

meatus medius (pus,polip), deviasi septum bagian atas

o Septum nasi : deviasi

c. Rhinoskopi Posterior

o Menyinari koane dan dinding nasofaring dengan cahaya yang dipantulkan

oleh kaca yang ditempatkan dalam nasofaring

o Pasien membuka mulut, lidah ditekan dengan spatula, pasien bernafas dari

hidung

Pemeriksaan :

 Septum nasi (margo posterior), koane, tuba kanan

 Sama berganti kiri

 Memeriksa atap nasofaring

 Memeriksa kauda konka inferior

d. Transiluminasi

Jika didapatkannyeri tekan sinus atau gejala-gejala lain yang

menunjukkan sinusitis, pemeriksaan transiluminasi/ diapanaskopi sinus

kadang dapat membantu diagnosis meskipun kurang sensitif dan spesifik.

Prosedur pemeriksaan :

 Ruangan gelap

 Menggunakan sumber cahaya kuat dan terfokus, arahkan

sumber cahaya di pangkal hidung di bawah alis.

 Lindungi sumber cahaya dengan tangan kiri. Lihat

bayangan kemerahan di dahi karena sinar ditransmisikan

melalui ruangan udara dalam sinus frontalis ke dahi.


 Bila pasien menggunakan gigi palsu pada rahang atas,

mintalah pasien untuk melepasnya. Minta pasien untuk

sedikit menengadahkan kepala dan membuka mulut lebar-

lebar. Arahkan sinar dari sudut mata bagian bawah dalam

ke arah bawah.

 Lihat bagian palatum durum di dalam mulut. Bayangan

kemerahan di palatum durum menunjukkan sinus

maksilaris normal yang terisi oleh udara. Bila sinus terisi

cairan, bayangan kemerahan tersebut meredup atau

menghilang.

 Cara lain: sumber cahaya dimasukkan ke mulut diarahkan

ke mata dan diperhatikan keadaan pupilnya. Bila pupil

midriasis (anisokor), kemungkinan terdapat cairan/ massa

pada sinus. Bila pupil isokor, tidak terdapat cairan/ massa.

2.3 Tenggorok

2.3.1 Pemeriksaan Tenggorok

Mulut

Tonsil dan Faring

Laringoskopi Indirek

a. Mulut

Inspeksi :
a. Trismus, Ptialismus

b. Gerakan bibir dan sudut mulut (N.VII)

c. Mukosa dan ginggiva : ulkus

d. Gigi dan geraham :

 Sinusitis : karies P2.M1.M2.M3 (atas)

 Dentitis deficilis M3

 Lidah : PareseN.XII, atrofi, aptae, tumor maligna

 Palatum durum : bengkak, tumor sinus maxillaris

Palpasi : Ulkus lidah (Ca)

Perkusi : Gigi dan geraham nyeri bila radang

b. Tonsil dan Faring

o Mulut dibuka lebar, lidah ditekan ke bawah, pasien bernafas

normal

o Memeriksa mobilitas dan besar tonsil :

a. Menggunakan 2 spatula lidah, satu diatas lidah (paramedian), satu

di arkus anterior dengan posisi tegak

b. Tumor tonsil : terfiksasi

c. Tonsilitis kronik : mobile

o Memeriksa patologi faring :

a. Faringitis akut : seluruhnya hiperemi

b. Faringitis kronik : granulae merah

o Memeriksa paresis / paralisis palatum mole : Mengucapkan “aaa”

“eee” palatum mole terangkat ke arah sehat, uvula miring

c. Laringoskopi indirect
o Pasien duduk tegak, pinggang membungkuk ke depan, kepala

sedikit tengadah

o Pasien membuka mulut dan menjulurkan lidah

o Lidah dipegang dan dipertahankan dengan menggunakan kasa

o Cermin dihangatkan diatas lampu spiritus, periksa suhu pada

punggung tangan pemeriksa

o Cermin laring diletakkan didepan palatum mole dan diangkat ke

atas sehingga tidak menyentuh lidah dan faring posterior hingga

tampak hipofaring dan laring

o Pasien mengucapkan “eee” untuk melihat gerakan pita suara


BAB III

KESIMPULAN

Pemeriksaan fisik telinga, hidung dan tenggorok adalah suatu pemeriksaan

yang digunakan untuk mengetahui ada tidaknya kelainan-kelainan pada telinga,

mulai dari telinga bagian luar, telinga tengah sampai telinga dalam yang dapat

memberikan gangguan fungsi pendengaran dan keseimbangan serta kelainan-

kelainan pada hidung dan tenggorok yang dapat memberikan gangguan penghidu

dan pengecapan.

Pemeriksaan dilakukan dengan cara melihat (inspeksi), meraba (palpasi) dan

melakukan tes-tes untuk melihat sifat dan jenis gangguan pendengaran dan

keseimbangan serta gangguan penghidu dan pengecapan.1


DAFTAR ISI

1. Rusmardjono, Soepardi EA. 2017. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung

Tenggorok Kepala & Leher Ed 7. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.

Anda mungkin juga menyukai